KASPAN - Diabetic Retinopathy Edit
July 30, 2017 | Author: ayumbonsai | Category: N/A
Short Description
Download KASPAN - Diabetic Retinopathy Edit...
Description
KASPAN DIABETIK RETINOPATI
Disusun oleh : Arumsari K.
0610713011
Gilang K.
0810710049
Kanchana
0810714013
Pembimbing : dr. Nadia Artha Dewi, Sp.M (K)
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD SAIFUL ANWAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012
DAFTAR ISI
Halaman judul Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan 1.4 Manfaat Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Retinopati Diabetik 2.2 Jenis Retinopati Diabetik 2.3 Retinopati Diabetik Non Proliferatif 2.3.1 Pathogenesis 2.3.2 Gejala Retinopati Diabetik Non Proliferatif 2.3.3 Manifestasi Klinis Retinopati Diabetik Non Proliferatif 2.3.4 Diagnosis Retinopati Diabetik Non Proliferatif 2.3.5 Penatalaksanaan Retinopati Diabetik Non Proliferatif 2.4 Retinopati Diabetik Proliferatif 2.4.1 Pathogenesis 2.4.2 Gejala Retinopati Diabetik Proliferatif 2.4.3 Manifestasi Klinis Retinopati Diabetik Proliferatif 2.4.4 Penatalaksanaan Retinopati Diabetik Proliferatif 2.5
Penatalaksanaan Retinopati Diabetik
2.6
Pemeriksaan Penunjang Retinopati Diabetik
2.7
Diagnosa Dini Retinopati Diabetik
2.8
Pencegahan Retino Diabetik
BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Pasien 3.2 Anamnesis 3.2.1 Keluhan Utama
2
3.2.2 Riwayat Pengobatan 3.2.3 Riwayat Penyakit 3.3 Pemeriksaan Fisik 3.4 Assessment 3.5 Planning BAB IV PEMBAHASAN BAB V PENUTUP DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit diabetes mellitus atau yang dikenal sebagai kencing manis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Hal ini disebabkan gula darah tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagai sumber energi karena kurangnya hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas atau tidak berfungsinya hormon insulin dalam menyerap gula secara maksimal. Penyakit ini memiliki gejala klasik yang khas seperti penurunan berat badan, penambahan nafsu makan dan peningkatan frekuensi diuresis.Bila kontrol gula darah tidak teratur ataupun pada DM jangka lama, sering mengakibatkan komplikasi. Diantaranya adalah komplikasi pada mata, yaitu diabetik retinopati. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif tersering dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa Indonesia berada di urutan keempat negara yang jumlah penyandang DM terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3 juta pada tahun 2030. Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa.2,3 Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% diantaranya terancam mengalami kebutaan.
The DiabCare Asia 2008 Study
melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.4
4
1.2 RumusanMasalah 1. Apakah definisi dari retinopati diabetikum? 2. Apakah faktorpenyebab, dan gejala klinis retinopati diabetik? 3. Bagaimana proses untuk mendiagnosa retinopati diabetik? 4. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien retinopati diabetik?
1.3 Tujuan 1. Mengetahui definisi, faktorpenyebab, dan gejala klinis retinopati diabetik 2. Mengetahui proses diagnosa retinopati diabetik 3. Memahami penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien retinopati diabetik
1.4 Manfaat Dari pembuatan laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan untuk mendiagnosa retinopati diabetik dengan tepat serta
memberikan
pemahaman
bagaimana
penatalaksanaan
Retinopati Diabetik yang tepat sehingga dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Retinopati Diabetik Retinopati diabetes adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan
pada
penderita
diabetes
melitus.
Retinopati
diabetes
merupakan penyulit penyakit diabets yang paling penting. Hal ini disebabkan karena insidennya yang cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita diabetes dan prognosisnya yang kurang baik terutama bagi penglihatan. Resiko retinopati diabetik terkait banyak faktor, termasuk lama diabetes dan tingkat pengendalian diabetes. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak. Faktor tambahan lainnya, yaitu hipertensi tidak terkendali, hyperlipidemia, cairan intravaskuler overload, penyakit ginjal, anemia, kehamilan, dan operasi intraokuler dapat meningkatkan resiko dan tingkat keparahan dari retinopati diabetik.1
2.2 Tipe Retinopati Diabetik Ada dua jenis retinopati diabetik yang menyerang manusia. Pertama, nonproliferatif dan proliferatif. Untuk jenis pertama, yakni nonproliferatif dikenal sebagai cikal bakal dari retinopati diabetik.Jenis ini merupakan bentuk yang paling umum. Ciri nonproliferatif ditandai dengan dinding pembuluh darah pada retina melemah dan beberapa tonjolan kecil muncul pada dining pembuluh tersebut. Sementara jenis kedua, yakni proliferatif merupakan bentuk lanjut dari diabetik nonproliferatif. Retinopati berubah menjadi proliferatif bila terjadi pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang baru pada retina atau pada syaraf optik. Pembuluh darah abnormal tersebut juga dapat tumbuh dalam vitreus humor , yaitu zat bening yang mirip agar-agar yang mengisi bagian mata
6
2.3
Retinopati Diabetik Non Proliferatif (NPDR) Retinopati diabetik nonproliferatif (NPDR/Nonproliverative diabetik
retinopathy) merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada retinopati diabetik.
2.3.1 Pathogenesis Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh krusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh kecil. Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membran basal
endotel
kapiler dan berkurangnya jumlah perisit. Kapiler membentuk kantungkantung kecil menonjol seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan akan berbentuk nyala api karena lokasinya berada di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Manifestasi klinis dari retinopati diabetik disebabkan oleh kombinasi dari faktor sistemik dan okuler. Gejala retina diakibatkan adanya kerusakan dari sel glial retina, neuron, dan sel vaskuler retina. Sebagai contoh, faktor yang berperan terhadap kebocoran vaskuler (seperti vascular endothelial growth factor) berasal dari neuron dan sel glial. Kehilangan penglihatan disebabkan oleh kerusakan langsung maupun tidak langsung terhadap neuron. Sebagai tambahan, faktor sistemik, seperti hipertensi aatau overload cairan akan meningkatkan tekanan hidrostatik dan meningkatkan kecendrungan bocornya vaskuler.
2.3.2 Gejala Retinopati Diabetik Non Proliferatif Kebanyakan orang dengan NPDR tidak mengalami gejala ataupun dengan gejala yang minimal pada fase preklinik sebelum masa dimana telah tampak lesi vaskuler melalui ophtalmoskopi. Pasien biasanya tidak mengeluhkan penurunan penglihatan hingga retinopati nonproliferatif moderat berkembang dengan adanya onset edema atau iskemia pada macula
7
2.3.3 Gambaran Klinis Retinopati Diabetik Non Proliferatif Pada fase preklinis, evaluasi klinis standar dengan ophtalmoskopi dan angiography fluoroscein masih normal. Akan tetapi, pasien mungkin memiliki gangguan
fungsi retina
sebagaimana
dibuktikan dengan
pemeriksaan elektroretinography, sensitivitas kontras, atau pemeriksaan penglihatan warna. NPDR ditandai oleh keberadaan mikroaneurisma, perdarahan intrarenal, exudat lipid, dan cotton woll spots. Ketika kondisi memburuk, vasodilatasi semakin meningkat dan vaskuler menjadi semakin berkelok-kelok. Sirkulasi retina secara normal meregulasi suplai darah untuk memenuhi kebutuhan metabolic, seperti pada otak. Namun pada retinopathy yang progresif mekanisme regulasi ini berlebihan, terutama
dengan
intravaskuler
peningkatan
overload,
atau
tekanan
darah
hipoalbuminemia.
sistemik, Kemudian
cairan dinding
pembuluh darah bocor, sehingga edema terkumpul pada edema (edema macula), yang ditandai dengan ruang cystic, penebalan retina, dan deposit lipoprotein (“hard” exudates).
Gambar 1. Penemuan klinis pada Retinopati diabetik nonproliferative termasuk mikroaneurisma, perdarahan intraretina, dan exudat lemak.
8
Gambar 2. Cotton wool spots umum terlihat pada pasien diabetik retinopathy. Gambaran Ini terlihat akibat adanya mikroinfark pada lapisan serat saraf
Edema macula terkait dengan kasus kehilangan penglihatan pada NPDR. Istilah Edema macula bermakna klinis (CSME/Clinically significant macula edema) digunakan untuk mendeskripsikan mata yang beresiko mengalami kehilangan penglihatan terkait dengan edema macula. Edema macula bermakna klinis didefinisikan jika ditemukan salah satu dari tanda berikut ini : penebalan retina pada atau dalam jarak 500µm dari pusat macula, exudat lipid pada atau dalam jarak 500µm dari pusat macula disertai dengan penebalan retina disekitarnya, dan penebalan retina lebih besar dari 1 diskus diameter (DD) dalam jarak 1DD dari pusat macula.
Gambar 3. Penyebab utama gangguan penglihatan pada pasien dengan NPDR adalah edema macula. Edema macula disebabkan oleh adanya kebocoran vaskuler dan ischemia.
9
Tingkat
keparahan
dari
NPDR
dapat
diperkirakan
dengan
menggunakan 4-2-1 rule. Mata dengan NPDR yang berat memiliki salah satu dari gambaran klinis dibawah ini : perdarahan bintik (dot blot haemorrhage) pada 4 kuadran, venous beading (penggelembungan vaskuler) pada 2 kuadran, dan abnormalitas mikrovaskuler intraretina pada 1 kuadran.
2.3.4 Pemeriksaan Penunjang Retinopati Diabetik Non Proliferatif Angiography fluorescein dapat dilakukan untuk menentukan derajat perfusi macula dan mengidentifikai lokasi dan perluasan dari lesi yang dapat disembuhkan pada pasien dengan CSME.
2.3.5 Penanganan/PrognosisNon Proliferatif Manifestasi fisiologis dari penjelasan gejala diatas merupakan prinsip dari terapi. Pertama, pengendalian metabolik sistemik primer harus dioptimalkan. Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) telah mengkonfirmasi manfaat dari pengendalian gula darah intensif dalam mengurangi
perkembangan
dan
progresi
retinopati
diabetik pada
seseorang dengan DM tipe 1. Hasil serupa telah dibuktikan pada pasien dengan DM tipe 2. Kedua, faktor resiko kardiovaskuler lainnya (hipertensi, overload cairan, hyperlipidemia, dan anemia ) harus dapat diatasi. Ketiga, proses okuler lokal akibat kebocoran vaskuler dapat diatasi dengan laser fotokoagulasi. Pada mata dengan CSME, Early Treatment Diabteic Retinopathy Study (Penelitian Penanganan Dini Retinopati Diabetik) menunjukkan bahwa laser fotokoagulasi makula mengurangi resiko kehilangan
penglihatan
moderat
dengan
persentasi
lebih
50%.
Fotokoagulasi makula untuk CSME melibatkan penanganan laser fokal untuk mikroaneurisma yang bocor dan laser fotokagulasi berpola garis pada edema makula difus.
10
2.4
Retinopati Diabetik Proliferatif
2.4.1 Patogenesis Retinopati Diabetik Proliferatif Retinopati berubah menjadi proliferatif bila terjadi pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang baru pada retina atau pada syaraf optik. Pembuluh darah abnormal tersebut juga dapat tumbuh dalam vitreus humor , yaitu zat bening yang mirip agar-agar yang mengisi bagian mata.
2.4.2 Gejala Retinopati Diabetik Proliferatif Pada stadium ini, penderita masih dapat asimptomatik dan penatalaksanaan laser perlu dilakukan jika retinopati dapat ter-diagnosis. Jikalau tidak, pembuluh-pembuluh darah ini akan tumbuhke dalam rongga vitreum dan berdarah akibat tarikan dan pergeseran korpus vitreum: Dengan adanya darah dalam korpus vitreum, penderita mengeluh melihat banyak 'apungan dan mengalami penurunan tajam penglihatan. Jaringan fibrous biasanya menyertai pembuluh darah baru dan kontraksinya dapat menyebabkan ablasio atau terputusnya retina
2.4.3 Manifestasi Klinis Retinopati Diabetik Proliferatif Neovaskularisasi adalah ciri dari PDR. Hal ini paling sering terjadi di dekat disk optik (neovaskularisasi [NVD] disc) atau dalam 3 diameter cakram pembuluh retina utama (neovaskularisasi tempat lain [NVE]).
Gambar 4. Pembentukan kapal baru pada permukaan retina (neovaskularisasi tempat lain)
11
Perdarahan Preretinal muncul sebagai kantong-kantong darah di dalam ruang potensial antara retina dan wajah hyaloid posterior. Seperti kolam darah di dalam ruang ini, mereka dapat muncul berbentuk perahu.
Gambar 5. Berbentuk perahu perdarahan preretinal terkait dengan neovaskularisasi tempat lain. Perdarahan ke dalam vitreous dapat muncul sebagai kabut difus atau sebagai gumpalan gumpalan darah dalam gel. Proliferasi jaringan fibrovascular biasanya terlihat dikaitkan dengan kompleks neovascular dan mungkin juga muncul ketika pembuluh avaskular telah kemunduran.
Gambar 6. Proliferasi Fibrovascular dalam rongga vitreous
12
Gambar 7. Proliferasi ekstensif fibrovascular dalam dan di sekitar disk optik Traksi ablasio retina biasanya muncul tenda berdiri, bergerak, dan cekung, dibandingkan dengan ablasio retina rhegmatogenous, yang bulosa, mobile, dan cembung. Kombinasi dari kedua mekanisme ini bukan temuan yang biasa. 2.5 Penatalaksanaan Retinopati Diabetik Tindakan untuk pasien retinopati diabetik tergantung dari tipenya.
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali
Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan
Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan.
13
Untuk tipe proliferatif, neovaskularisasi dapat dicegah dengan injeksi triamsinolon atau anti-VEGF (penghambat pembentukan pembuluh darah baru) secara intravitreal (khususnya yang sudah perdarahan intravitreal). Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan. Tindakan ini masih merupakan pilihan utama karena dapat menurunkan angka kebutaan akibat retinopati diabetik sampai dengan 50%. Tindakan lanjutan vitrektomi dapat dilakukan kemudian.
2.6 Pemeriksaan penunjang Retinopati Diabetik Pemeriksaan penunjang yang lain mungkin termasuk optical coherence tomography (OCT), yang mana menggunakan cahaya untuk which uses light to menghasilkan gambaran cross-sectional pada retina. Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk menentukan ketebalan retina dan mengetahui adanya edema pada retina sebaik menggunakan vitreomacular traction.Pemeriksaan ini lebih tepat digunakan untuk mendiagnosis dan menejemen dari diabetes dengan macular edema atau macular edema dengan klinis yang signifikan (Bhavsar, 2009).
2.9 Deteksi Dini Retinopati Diabetik Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan beberapa rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan 14
DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.3
2.8 Pencegahan Retinopati Diabetik Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi resiko penurunan visus akibat retinopathy diabetes dan komplikasinya : • Pengontrolan kadar gula darah. Studi jangka panjang menunjukkan bahwa kadar gula darah tetap dalam kisaran target mengurangi risiko pengembangan dan perkembangan retinopati. Menjaga kadar gula darah dalam kisaran target dengan diet sehat, sering melakukan pemeriksaan kadar gula darah, latihan fisik rutin, dan mengkonsumsi insulin atau obat-obatan untuk diabetes tipe 2 yang telah disarankan oleh dokter. Satu studi menemukan bahwa remaja yang terus mengontrol kadar gula darah mereka sesuai target dapat mengurangi risiko retinopati diabetes dan juga mengurangi resiko kerusakan ginjal ketika dewasa. • Pengontrolan tekanan darah. Studi jangka panjang menyebutkan bahwa retinopati yang lebih cenderung untuk berkembang ke bentuk yang berat dan edema makula lebih mungkin terjadi pada orang yang memiliki tekanan darah tinggi .Belum jelas apakah pengobatan tekanan darah tinggi secara langsung dapat mempengaruhi visus jangka panjang. Tapi secara umum, menjaga tingkat tekanan darah dalam kisaran target dapat mengurangi risiko komplikasi dari diabetes . • Periksakan mata pada spesialis mata (dokter mata) setiap tahun. Jika berisiko
rendah
untuk
masalah
penglihatan,
dokter
dapat
mempertimbangkan tindak lanjut tes setiap 2 sampai 3 tahun. Skrining untuk retinopathy diabetes dan masalah mata lainnya tidak akan mencegah penyakit mata akibat diabetes, tetapi dapat membantu menghindari kehilangan visus dengan memungkinkan untuk deteksi dini dan pengobatan.
15
• Menghubungi dokter mata jika memiliki perubahan dalam visus Perubahan dalam visus seperti floaters , sakit atau tekanan dalam mata, buram atau pandangan ganda , atau penurunan visus kemungkinan gejala kerusakan serius pada retina. Dalam kebanyakan kasus, semakin cepat masalah dapat diobati, maka semakin efektif pengobatan. Risiko perkembangan retinopati menjadi makin parah dan kehilangan penglihatan mungkin berkurang jika: o Mengurangi kolesterol tinggi . Hal ini tidak diketahui apakah mengurangi
kadar
kolesterol
tinggi
secara
langsung
mempengaruhi perkembangan retinopati dan kehilangan visus, tetapi beberapa studi menunjukkan bahwa tinggi kolesterol dapat meningkatkan risiko kehilangan penglihatan pada orang dengan diabetes. 2 o Meskipun merokok belum terbukti meningkatkan risiko retinopati, merokok dapat memperburuk banyak masalah kesehatan lainnya yang dihadapi oleh penderita diabetes, termasuk penyakit pembuluh darah kecil. o Menghindari aktivitas berbahaya. Aktivitas fisik tertentu, seperti mengangkat
berat
atau
olahraga
kontak,
dapat
memicu
pendarahan di mata melalui pengaruh
16
BAB III LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien Nama : Bpk. Rudiyanto Umur : 64 tahun Pekerjaan : Alamat : Tapak doro RT 4/8 Lowokwaru Nomer Register : 10827265
3.2 Anamnesis 3.2.1 Keluhan Utama Pasien mengeluh ada bintik hitam seperti semut yang bergerak seiring pergerakan bola mata pada mata kanan. Kadang – kadang melihat cahaya. Mata kabur perlahan. Riwayat kacamata menggunakan kacamata +1. 3.2.2 Riwayat Pengobatan Pasien minum obat Glibenclamid 2x1. Pasien tidak rutin kontrol gula darah. 3.2.3 Riwayat Penyakit Pasien mengaku diagnosa Diabetes mellitus sejak 10 tahun lalu. Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi, 5 bulan lalu saat dicek tekanan darahnya 150/90
3.3 Pemeriksaan Fisik KU
: cukup, compos mentis, GCS 456
Visus
: OD 5/6 CC S +0.25 5/5 OS 5/6,6 CC S +0.75 5/6 PH (-) Add 300
17
Kanan
Segmen
Kiri
Anterior GBM 5/6 Spasme – edema CI - PCI -
visus
5/6,6
Palpebra
Spasme - edema -
Konjungtiva
CI - PCI –, SCH -
jernih
Kornea
jernih
dalam
COA
dalam
radline (+)
Iris
radline (+)
round, RP +, 3mm
Pupil
Round, RP +, 3mm
jernih
Lensa
keruh tipis
6/5,5
TIO
6/5,5
Funduskopi indirek
18
KANAN
Funduskopi
KIRI
Indirek FR : (+) Positif FR Jernih, strand (+) Vitreus
Bulat (+), batas tegas, C/D Papil NII ratio: 0,3, NVD (+) a/v 1/3 (+), Sklerosis (+), Vasa crossing (-)
Exudate (+), dot blot (+) Retina
r. fovea (-) exudate (-) Macula
FR : (+) Positif Jernih (+), strand (-)
Bulat (+), batas tegas, C/D ratio: 0,3, NVD (+) a/v 1/3 (+), Sklerosis (+), crossing (-)
Exudate (+), dot blot (+)
r. fovea (-) exudate (-)
3.5 Assesment ODS NPDR OD incomplete PVD 3.6 Planning PDx : Lab lengkap pro ODS USG PTx : KIE kontrol gula darah Roborantia 1dd1 per oral CVl 4dd1 OD PMo: kontrol 2 minggu lagi
19
BAB IV PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini adalah lelaki berusia 64 tahun yang mengeluh ada mata kanan terdapat bintik hitam sejak satu minggu sebelum datang ke poli mata. Bintik hitam bergerak seiring dengan pergerakan bola mata, dan kadang – kadang pasien melihat bintik cahaya yang bergerak (juga pada mata kanan). Pasien juga mengeluhkan mata kabur perlahan. Pasien menggunakan kacamata +1. Pasien mengaku memiliki penyakit diabetes mellitus sejak 10 tahun lalu. Pasien mengaku minum obat Glibenclamid dua kali sehari, namun tidak rutin mengontrol gula darahnya. Pasien memiliki hipertensi, saat dicek tekanan darahnya 150/80. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan penurunan visus 5/6 pada mata kanan dan didapatkan pada mata kiri 5/66. Hal ini sesuai dengan teori pada retinopati diabetikyang mengatakan bahwa penurunan visus dikarenakan pada stadium awal (retinopati non-proliferatif), pembuluh darah menjadi berlubang-lubang dan isinya merembes ke dalam retina, menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Pada stadium lanjut (retinopati proliferatif), terjadi pertumbuhan pembuluh darah yang baru di dalam mata. Pembuluh darah yang baru ini sangat rapuh dan bisa mengalami perdarahan sehingga menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Pemeriksaan segmen anterior tidak menunjukkan adanya kelainan, kecuali ada sedikit kekeruhan pada lensa mata kiri. Kemudian pasien diberi Midriatyl untuk melebarkan pupil sehingga pasien dapat diperiksa menggunakan
funduskopi
indirek.
Pemeriksaan
funduskopi
memperlihatkan beberapa kelainan sebagai berikut : Pada pemeriksaan funduskopi indirek, mata kanan didapatkan FR : (+) Vitreus nya Jernih, strand (+). Papil nervus II Bulat (+), batas tegas, C/D ratio: 0,3, NVD (-). Sedangkan pada vasa didapatkan a/v 1/3 (+), Sklerosis (+), cross (-). Pada retina didapatkan exudate (+) dan dot blot (+). Dan pada makula RF (-), exudate (-). Pemeriksaan fundoskopi indirek pada
20
mata kiri menunjukkan FR: (+) Vitreus nya jernih (+), strand (-).Papil nervus II Bulat (+), batas tegas, C/D ratio: 0,3, NVD (-). Pada retina didapatkan exudate (+),dot bot (+) dan pada makula RF (-), exudate (-). Pasien memperlihatkan perubahan pada retina yang khas pada diabetik retinopati. Pemeriksaan funduskopi indirek menggunakan slit lamp memperlihatkan adanya gambaran eksudat dan dot blot pada kedua mata. Eksudat adalah lesi berwarna kuning yang timbul sebagai akibat dari edema lokal retina yang kronis. Edema timbul karena adanya perubahan pada struktur pembuluh darah retina, yang mencakup degenerasi dan hilangnya pericyte, penebalan membrane basalis, dan proliferasi sel endotel. Perubahan dari blood retina barrier menyebabkan kebocoran dari komponen plasma darah ke dalam retina, yang jika terjadi dalam waktu lama akan menimbulkan lesi eksudat. Gambaran dot blot pada retina pasien dapat disimpulkan merupakan mikroaneurisma. Sesuai dengan teori, mikroaneurisma adalah pelebaran lokal pembuluh darah pada retina yang timbul pada area nonperfusi kapiler.
Menggunakan slit lamp, mikroaneurisma tampak
sebagai titik – titik kecil yang pada awalnya timbul temporal dari fovea. Ini merupakan
tanda
awal
dari
diabetik
retinopati.
Jika
digunakan
pemeriksaan fluorescein angiography, mikroaneurisma akan menimbulkan penampakan titik – titik kecil hiperfluoresens yang menunjukkan bahwa adanya
penumpukkan
fluorescein
pada
kantong
–
kantong
mikroaneurisma. Biasanya pemeriksaaan fluorescein angiography akan menampakkan lesi yang lebih banyak daripada yang terlihat secara klinis. Pada lesi yang telah lama dapat terlihat hiperfluoresesns akibat adanya kebocoran. Mikroaneurisma dapat melemahkan blood retina barrier sehingga dapat memicu timbulnya edema dan akhirnya eksudat, sehingga sering ditemukan mikroaneurisma dikelilingi oleh eksudat – eksudat. Selain berasal dari mikroaneurisma, penampakkan dot blot juga dapat berarti ada perdarahan pada nerve fiber layer. Mikroaneurisma yang terselubungi oleh lapisan perdarahan akan menyerupai perdarahan nerve fiber layer. Lapisan retina yang kompak dan padat menyebabkan
21
perdarahan yang terjadi di dalam lapisan retina akan tampak sebagai titik kecil. Pada macula pasien, masih belum didapatkan adanya eksudat maupun dot blot, sehingga visual acuity pasien belum terlalu terganggu. Retina
pasien
belum
menunjukkan
adanya
proliferasi
dari
pembuluh darah, yang merupakan tanda dari Proliferative Diabetic Retinopathy, sehingga pasien didiagnosis sebagai Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) ODS. Secara lebih jauh derajat keparahan dari NPDR dapat dibagi menjadi mild, moderate dan severe. Mild NPDR ditandai dengan paling tidak satu mikroaneurisma. Pada moderate NPDR, terdapat mikroaneurisma ekstensif, perdarahan intraretina, dan/atau cotton wool spots. Severe NPDR ditandai dengan cotton – wool spots, venous beading, dan abnormalitas mikrovaskular intraretinal (IRMA). Berdasarkan temuan klinis pada retina pasien, dapat disimpulkan NPDR yang diderita pasien derajat keparahannya adalah moderate, karena telah ditemukan adanya mikroaneurisma ekstensif dan perdarahan intraretina, meskipun tanpa adanya cotton wool spots. Pasien mengeluh melihat bintik hitam seperti semut pada mata kanannya. Keluhan ini mungkin timbul akibat dari adanya strand normal pada vitreus pasien. Vitreus syneresis adalah proses separasi vitreus yang pada kasus ini dapat merupakan proses degeneratif. Selain itu keluhan melihat bintik hitam yang bergerak (floaters) dapat merupakan proses patologis akibat adanya perdarahan, pigmen maupun sel inflamasi pada vitreus. Penatalaksanaan dari NPDR pada pasien bergantung pada kontrol yang baik untuk gula darah, level hiperkolesterolemia, dan tingginya tensi darah. Dengan kontrol yang baik, progresi dari NPDR dapat dihambat sehingga tidak jatuh dalam kondisi Proliferative Diabetic Retinopathy, dimana prognosis akan lebih buruk. Pada kasus ini pasien dikonsulkan ke poli endokrinologi untuk mendapatkan terapi lebih lanjut untuk penyakit diabetesnya. Selanjutnya setiap mengalami keluhan pada mata, pasien dianjurkan untuk memeriksakan diri ke poli mata. Pasien belum
22
menunjukkan adanya proses edema pada macula, sehingga pasien tidak perlu menerima terapi lebih lanjut seperti laser fotokoagulasi (yang diperlukan jika pada pasien ditemukan Clinically Significant Macular Oedema (CMSO)). Untuk medikamentosa, pasien diberi Cendo Vitrolenta empat kali sehari pada mata kanan yang berfungsi pada vitreus penderita. Pasien juga diberi roborantia yaitu vitamin yang bertujuan memberikan nutrisi tambahan untuk tubuh dan mata.
23
BAB 5 PENUTUP
Telah dilaporkan suatu kasus mengenai ODS NPDR dan OD incomplete PVD. Dari anamnesis dan pemeriksaan status oftalmologis pada pasien didapatkan hasil yang mendukung suatu diagnosa ODS NPDR dan OD incomplete PVD. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan memberikan terapi berupa CVL dan Roborantia. Pasien diminta untuk kontrol 6 bulan kemudian atau jika terdapat keluhan, untuk melihat progresivitas dari penyakit ini.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta; FK-UI ; 1998. hal; 218220 2. American Academy of Ophthalmology. Preferred Practice Patern for Diabetic Retinopathy; 2008. 3. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes - 2010. Diabetes Care. 2010;33(Suppl1):S11-61. 4. Abdhish R Bhavsar, MD, Diabetic Retinopathy, 2011.http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview. Diakses pada tanggal 12 juni 2012 pada jam 00.00. 5. Rodiah R.L., 2007.Retinopati Diabetik, Medan:FK-USU; 6. Sitompul, Ratna. Retinopati Diabetik, Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/.../1041 Diakses pada tanggal 14 Juni 2012 pada jam 21.00. 7. Vaughan.2000.Oftamologi Umum :Retina dan Tumor Intraokular Hal:212-25. 8. Retinopati Diabetik. http://rsisultanagung.co.id/v1.1/index.php?view=article&catid=5%3Ake sehatan&id=725%3Adiabetik-retinopati-komplikasi-pandangan-matapara-diabetisi&format=pdf&option=com_content&Itemid=22. diakses tanggal 13 Juni 2012 pada jam 21.00 9. Quillen, DA, Blodi BA. 2002. Clinical Retina. New York : Ama Press 10. Freeman WR. 1998. Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy 2nd edition hal. 199-213. Hongkong : Lippicot-Raven 11. Diabetic Retinopathy Proliferative. http://medweb.bham.ac.uk/easdec/proliferative.html. diakses tanggal 13 Juni 2012 pada jam 21.00
25
12. Retinopati Diabetikum http://www.metris-community.com/tipe-penyakit-diabetes-mellituskencing-manis/ diakses tanggal 13 Juni 2012 pada jam 21.00 13. Kanski, J. J. 2003. Clinical Ophtalmology, A Systematic Approach. Fifth Edition. Butterworth Heinemann. Edinburg
26
View more...
Comments