Kajian Teknis Campuran Open Graded Asphalt (OGA) dengan bahan tambah getah karet (latex) berdasarkan kadar aspal dan suhu rendaman yang ditingkatkan
September 5, 2017 | Author: Pakar Manalu | Category: N/A
Short Description
Komplit...
Description
BAB I PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang Sarana transportasi jalan merupakan salah satu bagian penting
penunjang kegiatan perekonomian serta kegiatan-kegiatan diberbagai bidang pada suatu negara khususnya pada era globalisasi saat sekarang ini. Kelancaran sarana transportasi akan berdampak langsung terhadap perkembangan aktivitas di suatu negara dalam berbagai bidang. Oleh karena itu prasarana jalan memerlukan perhatian khusus terhadap segi keamanan dan kenyamanan dari jalan tersebut. Kondisi fisik dari jalan seperti tingkat kekesatan aspal, genangan-genangan air dipermukaan jalan, tingkat kebisingan jalan dan sebagainya adalah hal penting dari segi keamanan dan kenyamanan pengguna jalan. Kerusakan pada jalan yang sering ditemui adalah genangan air pada permukaan jalan aspal dan ada juga berupa lobang-lobang (pothole). Hal ini tentu tidak lepas dari iklim tropis Indonesia, mengakibatkan temperatur jalan yang cukup tinggi dan variasi nilai curah hujan tentu sangat mempengaruhi struktur perkerasan itu sendiri. Modifikasi untuk perbaikan dan peningkatan mutu perkerasan dapat diupayakan dengan metode Open Graded Asphalt (OGA). Open Graded Asphalt merupakan generasi baru dalam perkerasan lentur yang menggunakan agregat bergradasi terbuka yang memiliki fraksi agregat kasar tidak kurang dari 85% dari berat total campuran aspal agar diperoleh rongga besar sehingga membolehkan air meresap ke dalam lapisan atas (wearing course) secara vertikal dan horizontal dan meneruskan air ke drainase jalan. Stabilitas campuran Open Graded Asphalt (OGA) atau Porous Asphalt (aspal porus) sangat tergantung dari mutu aspal sebagai bahan yang mengikat agregat, sehingga untuk campuran aspal porus diperlukan aspal mutu tinggi yang
1
2
merupakan aspal hasil modifikasi. Aspal modifikasi adalah aspal yang dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah, penambahan ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat fisis aspal antara lain penetrasi, kekentalan (viskositas), dan titik lembek. Salah satu alternatif penanggulangan langkanya aspal modifikasi adalah dengan pemanfaatan bahan–bahan lain yang dapat dijadikan sebagai bahan tambah berupa polymer, selulosa, latex dan mikro karbon. Berdasarkan penelitian terdahulu tentang Open Graded Asphalt (OGA) dengan judul “Karakteristik Kekuatan dan Permeabilitas Campuran Aspal Bergradasi Terbuka dengan Bahan Tambah Ijuk” (Jainal, 2013), “Kajian Teknis Campuran Open Graded Asphalt (OGA) dengan Bahan Tambah Polyethylene Terephthalate Terhadap Karakteristik Marshall dan Kecepatan Rembesan Air” (Saputri, 2013) dan “Pengukuran Permeabilitas dan Karakteristik Marshall Campuran Open Graded Asphalt dengan Bahan Tambah Ban Bekas” (Posman, 2013), dengan agregat yang sama ex. Merak, penggunaan bahan tambah polyethylene terephthalate ternyata memberikan tambahan nilai stabilitas yang signifikan dan juga nilai permeabilitas yang meningkat seiring penambahan polyethylene terephthalate, tetapi masih terdapat beberapa kekurangan. Kekurangan tersebut diantaranya disebabkan oleh rendahnya kadar aspal yang digunakan sehingga memungkinkan terjadinya oksidasi karena pengaruh ultraviolet di daerah tropis. Pada umumya daerah tropis, khususnya di Indonesia suhu perkerasan bisa melebihi 60ºc ketika matahari terik. Bahan tambah polyethylene terephthalate juga sangat meningkatkan kekuatan stabilitas campuran yang memungkinkan campuran gampang pecah (getas) karena daya lekat sangat berkurang (nilai cantabro tinggi). Penelitian ini merupakan studi lanjutan tentang Open Graded Asphalt (OGA) yang dicoba dengan bahan tambah getah karet (latex)
3
yang diambil dari PT. Bumi Asri Pasaman (BAP) Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan.
Dalam penelitian ini kadar aspal lebih ditingkatkan
demikian pula suhu rendaman dinaikkan menjadi 75ºC dengan harapan akan menambah daya lekat aspal dan lebih tahan terhadap suhu tinggi sehingga aspal tidak mudah teroksidasi dan terjadi getas pada campuran. 1. 2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang
diteliti adalah : 1. Bagaimana sifat-sifat fisik dari material yang akan digunakan dalam campuran Open Graded Asphalt (OGA) ? 2. Berapa komposisi campuran Open Graded Asphalt (OGA) yang direncanakan pada penelitian ? 3. Berapa besar nilai karakteristik Marshall yang dihasilkan dari komposisi campuran Open Graded Asphalt (OGA) yang direncanakan (sebelum penggunaan bahan tambah) ? 4. Berapa besar Kadar Aspal Optimum (KAO) dari komposisi campuran yang di teliti ? 5. Berapa besar nilai koefesien permeabilitas campuran Open Graded Asphalt (OGA) berdasarkan variasi penggunaan bahan tambah (0%, 2%, 4%, 6% dan 8%) ? 6. Berapa besar nilai karakteristik Marshall campuran Open Graded Asphalt (OGA) setelah variasi penggunaan bahan tambah ? 1. 3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian campuran Open Graded Asphalt dengan bahan
tambah getah karet (latex) ini adalah : 1. Mengetahu sifat-sifat fisik dari material yang akan digunakan dalam campuran Open Graded Asphalt (OGA). 2. Mengetahui besar komposisi campuran Open Graded Asphalt (OGA) yang direncanakan.
4
3. Mengetahui nilai karakteristik Marshall dalam campuran Open Graded Asphalt (OGA) yang telah direncanakan (sebelum penggunaan bahan tambah). 4. Mengetahui nilai besarnya Kadar Aspal Optimum (KAO) yang dihasilkan. 5. Mengetahui nilai koefesien permeabilitas campuran Open Graded Asphalt (OGA) yang telah direncanakan berdasarkan variasi penggunaan bahan tambah. 6. Mengetahui nilai karakteristik Marshall dalam campuran Open Graded Asphalt (OGA) setelah variasi penggunaan bahan tambah. 1. 4
Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian campuran Open Graded Asphalt
dengan bahan tambah getah karet (latex) ini adalah : 1. Penelitian dilakukan di laboratorium. 2. Penelitian tidak membahas analisis kimia. 3. Penelitian tidak membahas analisis biaya. 4. Penelitian hanya meninjau lapisan permukaan. 5. Pemeriksaan material menggunakan metode Bina Marga. 6. Pengujian mutu campuran menggunakan alat Marshall. 7. Penelitian hanya menggunakan suhu perendaman 75ºc. 8. Aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 60/70. 9. Agregat kasar yang digunakan ex. Merak. 10. Spesifikasi agregat yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Australian Asphalt Pavement Association, 2004 (AAPA). 11. Bahan tambah yang digunakan adalah getah karet yang didapat dari PT. Bumi Asri Pasaman (BAP) Jalan Buntok-Baru No. 68 Desa Danau Sadar Kabupaten Barito Selatan. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Memberikan satu alternatif penggunaan bahan tambah getah karet yang melimpah di Kalimantan Tengah untuk perkerasan campuran Open Graded Asphalt (OGA). 2. Memberikan informasi untuk gradasi terbuka menggunakan aspal > 5% karena pengaruh ultraviolet tinggi di daerah tropis khususnya Indonesia. 3. Memberikan informasi untuk OGA dan lapis permukaan jenis lainnya dilakukan test Marshall dengan suhu rendaman 75ºc mengacu pada suhu faktual di lapangan.
5
4. Memberikan informasi mengenai sistem perkerasan Open Graded Asphalt (OGA). 5. Sebagai sumbangan pemikiran terhadap pihak-pihak terkait dalam hal bidang transportasi yang modern khususnya jalan raya.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1
Perkerasan Jalan Raya Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara
lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan sarana transportasi dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Menurut (Silvia Sukirman, 2003) agar perkerasan jalan sesuai dengan mutu yang diharapkan maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan. Perkerasan jalan raya adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang digunakan antara lain adalah batu pecah, batu belah, batu kali dan hasil samping peleburan baja, sedangkan bahan pengikat yang dipakai adalah aspal dan semen. Berdasarkan jenis perkerasannya, konstruksi perkerasan jalan raya dapat dibedakan atas : 1. Perkerasan lentur (Flexible pavement) Konstruksi perkerasan lentur, yaitu perkerasan yang menggunakan bahan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. 2. Perkerasan kaku (Rigid pavement) Konstruksi perkerasan kaku, yaitu perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. 3. Perkerasan komposit (Composite pavement)
7
7
Konstruksi perkerasan komposit, yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. 2. 2 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai pengikatnya, lapisan-lapisannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan, sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.
Gambar 2.1 Lapisan perkerasan lentur 2.2.1
Fungsi Lapis Perkerasan Supaya perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang
memadai, tetapi tetap ekonomis, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis. Lapis paling atas disebut sebagai lapis permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Di bawahnya terdapat lapis pondasi, yang diletakkan di atas tanah a.
dasar yang telah dipadatkan (Suprapto, 2004). Lapis Permukaan (LP) Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan dapat meliputi: 1. Struktural : Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil. 2. Non Struktural, dalam hal ini mencakup : a) Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada di bawahnya. b) Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.
8
c) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak (skid resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas. d) Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru. Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi, yaitu: 1) Lapis Aus (Wearing Course) Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di atas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus adalah (Nono, 2007) mengamankan perkerasan dari pengaruh air, menyediakan permukaan yang halus dan menyediakan permukaan yang kesat. 2) Lapis Antara (Binder Course) Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di antara lapis pondasi atas (base course) dengan lapis aus (wearing course). Fungsi dari lapis antara adalah (Nono, 2007) mengurangi tegangan dan menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga harus mempunyai kekuatan yang cukup. b.
Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis ini adalah lapis pendukung bagi lapis permukaan, pemikul beban horizontal dan vertikal dan lapis perkerasan bagi pondasi bawah. c. Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau Subbase Course Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah penyebar beban roda, lapis peresapan, lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi dan lapis pertama pada pembuatan perkerasan.
9
d. Tanah Dasar (TD) atau Subgrade Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. 2. 3
Open Graded Asphalt (OGA) Open Graded Asphalt (OGA) atau Aspal porus merupakan struktur
lapisan perkerasan yang mempunyai rongga-rongga yang membuat air tidak tergenang di permukaan jalan, mengurangi percikan air dan membuat permukaan jalan tidak licin sehingga mengurangi kecelakaan. Penelitian ini bertujuan menganalisa bagaimana karakteristik agregat dan aspal pada campuran getah karet (latex) aspal porous gradasi Australia dan mendapatkan nilai koefisien permeabilitas dan persentase kehilangan berat aspal porous melalui pengujian Marshall standar, permeabilitas, serta cantabro loss. Penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen di laboratorium. Beberapa variabel yang diteliti di antaranya seperti ketahanan atau stabilitas terhadap kelelehan plastis (flow). Campuran aspal porus merupakan generasi baru dalam perkerasan lentur, yang membolehkan air meresap ke dalam lapisan atas (wearing course) secara vertikal dan horizontal. Lapisan ini menggunakan gradasi terbuka (open graded) yang dihamparkan diatas lapisan aspal yang kedap air. Lapisan aspal porus ini secara efektif dapat memberikan tingkat keselamatan yang lebih, terutama di waktu hujan agar tidak terjadi aquaplaning sehingga menghasilkan kekesatan permukaan yang lebih kasar dan dapat mengurangi kebisingan (noise reduction).
Gambar 2.2 Sistem Drainase Open Graded Aspal (OGA)
10
Aspal porus adalah aspal yang dicampur dengan agregat tertentu yang setelah dipadatkan mempunyai 20 % pori-pori udara. Kondisi ini dimungkinkan, karena gradasi yang digunakan memiliki fraksi agregat kasar tidak kurang dari 85% dari volume campuran sehingga struktur yang dihasilkan lebih terbuka dan berongga. OGA digunakan sebahai lapisan aus, gradasi OGA diperoleh dari mencampurkan batu pecah yang bergradasi terbuka (open graded) dengan aspal sehingga mengandung rongga udara yang tinggi pada saat pemadatan. Peningkatan proporsi agregat kasar dapat meningkatkan nilai rongga dalam campuran. Tujuan modifikasi rongga udara sesuai dengan spesifikasi agar dapat mengalirkan air masuk diatas lapis kedap air dan mengalirkannya kesaluran samping jalan. Aplikasi penggunaan campuran OGA telah dikembangkan di negara-negara maju seperti Belanda, Spanyol, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Singapura dan Jepang. Di Indonesia beberapa peneliti telah melakukan penelitian pada campuran OGA dengan menggunakan berbagai bahan aditif.
Gambar 2.3 Gradasi Agregat Open Graded Asphalt (OGA) Open Graded Asphalt (OGA) direncanakan untuk mengatasi pengaruh air hujan yang jatuh dipermukaan jalan, sehingga permukaan jalan tidak tergenang
11
oleh air. Dengan demikian kontak roda pada kendaraan dengan permukaan jalan tidak licin dan juga dapat mengurangi percikan air dibelakang roda kendaraan serta dapat menyerap sorot lampu kendaraan pada malam hari.
2.3.1 Keunggulan Penggunaan Open Graded Asphalt (OGA) Pada umumnya OGA digunakan untuk hal-hal sebagai berikut : a. Mengurangi efek aquaplanning apabila permukaan aspal basah. b. Mengurangi efek percikan dan semprot (splash and spray) ketika kendaraan c. d. e. f.
melewati permukaan aspal. Mengurangi efek silau. Meningkatkan keselamatan berkendara di jalan. Mengurangi kebisingan. Merupakan faktor gesekan yang baik untuk kecepatan tinggi.
2.3.2 Kelemahan Penggunaan Open Graded Asphalt (OGA) Permasalahan utama yang dijumpai pada aspal porus konvensional satu lapis (single function), hal ini disebabkan terjadinya penyumbatan (clogging) rongga oleh debu. Permasalahan ini sudah dapat dikurangi dengan menerapkan lapisan aspal porus dua lapis (twinlay). Adapun kelemahan lain dari penggunaan OGA adalah dengan besarnya rongga didalam perkerasan menyebabkan timbulnya resiko terhadap bahaya pumping oleh lalu lintas sehingga perlu mendapat perhatian pada proses perencanaannya. 2.3.3 Penggunaan Open Graded Asphalt (OGA) Penggunaan Open Graded Asphalt cocok digunakan pada : a. Daerah perkotaan yaitu pada jalan bebas hambatan dengan kecepatan tinggi.
12
b. Daerah seperti komplek perumahan, rumah sakit, terowongan, mall, bandar udara sehingga mengurangi kebisingan dan slip karena permukaan perkerasan kasar. Permukaan yang kasar dapat meredam suara dan membuat gesekan dengan roda menjadi besar sehingga tidak licin pada saat melewatinya. b.3.4 Ketidakcocokan Penggunaan Open Graded Asphalt Open Graded Asphalt (OGA) tidak cocok digunakan pada : a. Jalan yang memiliki panjang ≤ 100 m. b. Tikungan kecil dengan jari-jari ≤ 75 m. c. Daerah yang memiliki kecenderungan untuk melakukan akselarasi mendadak, pengereman dan membelok misalnya pada persimpangan utama. d. Sudut kemiringan permukaan ≥ 10%. e. Terdapat fleksibilitas yang tinggi, misalnya jembatan. b.4 Tahapan Pelaksanaan Open Graded Asphalt (OGA) Open Graded Asphalt (OGA) memiliki beberapa lapisan seperti lapisan dalam pembuatan aspal normal, namun yang membedakannya adalah adanya lapisan tahan air dibawahnya. Untuk pelaksanaannya juga hampir sama dengan aspal normal, kemudian dilakukan pemasangan lapisan kedap air setelah pembuatan lapisan pondasi atas. Untuk lebih jelasnya berikut tahapan dalam pelaksanaan OGA : Pada tahap pertama adalah pnggalian tanah dasar dan sekaligus pemadatan, tanah dasar harus padat agar tidak terjadinya perubahan bentuk akibat beban. Pada tahap kedua adalah pembuatan lapis pondasi bawah, secara umum lapisan pondasi bawah tediri dari kerikil atau dapat dicampur dengan campuran kapur dan semen agar semakin kuat. Pada tahap selanjutnya adalah pembuatan lapisan pondasi atas, bahan yang digunakan harus cukup kuat dan awet agar dapat menahan beban roda. Bahan yang umum digunakan adalah batu pecah atau kerikil pecah. Setelah lapis pondasi atas telah selesai, selanjutnya adalah pemasangan lapis kedap
13
air (media berupa geotekstil). Dan tahap selanjutnya pembuatan lapis permukaan atas, pada lapisan ini dihamparkan campuran OGA. 2.5
Bahan Perkerasan OGA Affan (2006) menyebutkan campuran OGA merupakan campuran
beraspal panas antara agregat bergradasi terbuka dengan aspal modifikasi (aspal dengan bahan tambah aditif) dengan perbandingan tertentu. Campuran OGA dihampar dan dipadatkan pada permukaan perkerasan kedap air. Air yang jatuh pada permukaan aspal porus meresap bebas ke permukaan lapisan di bawahnya, selanjutnya mengalir ke samping. Spesifikasi campuran Open Graded Asphalt yang dikutip dari Australian Asphalt pavement Association (AAPA) disajikan pada tabel berikut : Tabel 2.1 Ketentuan Campuran Open Graded Asphalt No Kriteria Perencanaan Nilai . 1. Uji Cantabro Loss (%) Maks. 35 2. Uji Aliran Aspal Kebawah (%) Min. 0,3 3. Kadar Rongga di Dalam Campuran (VIM %) 18-25 4. Stabilitas Marshall (kg) Min. 500 5. Kelelehan Marshall (mm) 2-6 6. Kekakuan Marshall (kg/mm) Maks. 400 7. Jumlah Tumbukan Perbidang 50 Sumber : Australian Asphalt Pavement Association (2004) 2.5.1 Pemilihan Agregat Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian
besar oleh karakterisitik agregat yang
digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan dan pemeliharaan jalan. Agregat
14
merupakan elemen perkerasan jalan yang mempunyai kandungan 90-95% acuan berat dan 75-85% acuan volume dari komposisi perkerasan, sehingga otomatis menyumbangkan faktor kekuatan utama dalam perkerasan jalan. Batuan atau agregat untuk
campuran beraspal
umumnya diklasifikasikan berdasarkan
sumbernya, seperti contohnnya agregat agregat buatan
atau
alam, agregat basil pemprosesan,
artifisial. Selanjutnya akan
agregat sebagai berikut: a. Agregat alam (natural aggregates) adalah
dibahas mengenai jenis agregat yang digunakan
dalam bentuk alamiahnya dengan sedikit atau tanpa pemprosesan sama sekali. Agregat ini terbentuk dari proses erosi
alamiah atau proses
pemisahan akibat angin, air, pergeseran es dan reaksi kimia. Aliran gletser dapat menghasilkan agregat dalam dan batu kerikil. Sedangkan aliran
Kerikil
berukuran lebih
bongkahan bulat
air menghasilkan batuan
bulat licin. Dua jenis utama agregat kerikil.
bentuk
alam
adalah
pasir
yang dan
biasanya didefinisikan sebagai agregat yang
besar 63,5 mm. Pasir didefinisikan berukuran lebih
kecil dari 63,5 mm tetapi lebih besar dari 0,075 mm. Sedangkan partikel yang
lebih kecil
dari 0,075
pengisi (filler). b. Agregat hasil pemprosesan adalah
mm disebut sebagai
bahan
yang telah
mineral
dipecah
dan
disaring sebelum digunakan. Pemecahan agregat dilakukan karena tiga alasan: untuk merubah tekstur permukaan partikel dari licin ke kasar, untuk merubah bentuk
partikel
dari
bulat
ke angular dan
untuk
mengurangi serta meningkatkan distribusi dan rentang ukuran partikel.
15
Untuk
batuan krakal yang besar, tujuan pemecahan batuan krakal ini
adalah untuk mendapatkan ukuran
batu
yang
dapat
dipakai, selain
itu juga untuk merubah bentuk pada teksturnya. c. Agregat buatan, ini didapatkan dari proses kimia atau fisika dari beberapa material sehingga menghasilkan suatu
material
sifatnya menyerupai agregat. Beberapa jenis merupakan hasil sampingan dari material
yang
agregat atau
proses
sengaja diproses sebagai
agar
mineral pengisi
dari
industri dapat
dan
baru
yang
agregat
ini
dari
proses
digunakan
sebagai
(filler). Slag adalah
contoh
agregat
yang didapat sebagai
hasil sampingan produksi. Batuan ini
adalah
substansi nonmetalik yang timbul ke
permukaan
dari
pencarian peleburan biji besi selama proses peleburan. Adapun sifatsifat yang penting
dari agregat
yang dapat
perkerasan aspal adalah: a. Gradasi, seluruh spesifikasi dalam
mempengaruhi kinerja
campuran mensyaratkan bahwa
partikel agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu. b. Kompak dan keras, semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi selama proses produksi dan operasionalnya di lapangan. c. Keawetan (durability), diperlukan pada lapis permukaan sehingga lapisan dapat menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu atau aus akibat gesekan pada kendaraan. d. Tekstur permukaan, selain memberikan ketahanan terhadap gelincir pada permukaan perkerasan, tekstur permukaan agregat
juga merupakan
faktor lainnya yang menentukan kekuatan, workabilitas dan duralitas. Permukaan
agregat
yang
kasar
akan
memberikan
kekuatan
16
pada campuran, karena kekerasan permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari pergeseran atau perpindahan. e. Kebersihan, agregat yang kotor akan berpengaruh yang jelek pada kinerja perkerasan, seperti berkurangnya ikatan antara aspal dan agregat yang disebabkan banyaknya kandungan lempung pada agregat tersebut. f. Penyerapan, keporusan agregat menentukan banyaknya zat
cair
yang dapat diserap g. Adhesi, kemampuan aspal dalam mengikat agregat sehingga dihasilkan dengan baik sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. h. Tahanan gelincir / kekesatan, tahan
gelincir adalah
kekesatan yang
diberikan pada kekerasan sehingga kendaraan tidak mengalami skip. Pada penelitian ini gradasi agregat yang digunakan adalah gradasi campuran aspal porus (gradasi terbuka) berdasarkan tipikal nilai tengah yang dikutip dari AAPA (2004) dengan menggunakan ukuran agregat maksimum 14 mm seperti terlihat pada Tabel berikut :
Tabel 2.2 Gradasi Agregat Campuran Open Graded Asphalt Ukuran Ayakan (mm) 19,000 12,7 9,53 4,76 2,38 1,19 0,595 0,297 0,149 0,074 Total Kadar Aspal
% Berat Yang Lolos Saringan Ag. Maks 10 mm Ag. Maks 14 mm 100 100 100 85-100 85-100 45-70 20-45 10-25 10-20 7-15 6-14 6-12 5-10 5-10 4-8 4-8 3-7 3-7 2-5 2-5 100 100 5.0-6.5 4.5-6.0
17
Sumber : Australian Asphalt Pavement Association (2004) Tabel 2.3 Persyaratan dan Sifat-Sifat Teknis Agregat Kasar Sifat Kehilangan akibat abrasi Los Angeles Berat isi lepas Berat jenis Penyerapan oleh air
Ketentuan Tidak melampaui 40% untuk 500 putaran Minimum 1.200 kg/m3 Minimum 2,1 Ampas besi : Maks 6% lainnya : Maks 2,5% Masing-masing Maks 25%
Metode Pengujian SNI 2417 : 2008 SNI 03-4804-1998 SNI 1970 : 2008 SNI 1970 : 2009
Bentuk partikel pipih dan lonjong dengan rasio 3:1 Bidang pecah (2 atau Minimum 80% lebih) Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga (2010). 2.5.2
ASTM D-4791 ASTM D-5821
Aspal Aspal adalah bahan alam dengan komponen kimia utama hidro
karbon. Hasil explorasi dengan warna hitam bersifat plastis hingga cair, tidak cair dalam larutan asam encer dan alkali atau air, tapi larut sebagian besar dalam
aether, bensol,
dan
chloroform. Aspal
merupakan material hasil
penyaringan minyak mentah dan merupakan hasil dari industri perminyakan. Aspal digunakan untuk perekat, berwarna coklat gelap sampai hitam. Jika dipanaskan pada suhu tertentu maka aspal akan cair sedangkan pada suhu ruang bentuk aspal akan berbentuk padat. Aspal juga bersifat viskoelastis sehingga akan mencair bila mendapat viskoelastis inilah agregat
tetap
cukup
pemanasan
dan
disebut
sebaliknya.
dan Sifat
yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan pada
tempatnya selama proses
pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu yang
melunak
bitumen, oleh
sebab
itu
aspal
produksi dan masa rantai
hidrokarbon
sering disebut material
18
berbituminous. Umumnya aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga disebut
aspal
keras. Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada
tahapan proses penyulingan akan menghasilkan aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok
untuk
pemakaian yang khusus pula, seperti
untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap dan penggunaan khusus lainnya. Aspal yang digunakan untuk bahan perkerasan jalan terdiri dari berbagai jenis, yaitu : a. Aspal Alam : Aspal Asphalt) b. Aspal Buatan
: Aspal
gunung (Rock Asphalt}, aspal
danau (Lake
minyak, Ter (jarang dipakai, karena
cepat
mengeras). Dari dua jenis aspal diatas juga terdapat jenis aspal modifikasi. Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah. Polymer adalah jenis bahan tambah yang banyak digunakan saat ini, sehingga aspal Antara
modifikasi sering disebut
lain berdasarkan sifatnya, ada
juga
dua
sebagai
jenis
aspal
bahan
Polymer.
Polymer yang
biasanya digunakan untuk tujuan ini, yaitu Polymer elastomer dan Polymer plastomer. Berikut
ini pengenalan lebih lanjut dari kedua
macam aspal
Polymer: a. Aspal Polymer elastomer, SBS (Styrene Butadine Styrene) pencampur aspal keras. Penambahan Polymer jenis ini maksudkan untuk memperbaiki sifatsifat rheologi
aspal, antar
elastisitas aspal
keras.
lain penetrasi, kekentalan, titik lembek dan
Campuran beraspal
yang
dibuat dengan aspal
19
Polymer elastomer akan memiliki tingkat elastisitas yang lebih tinggi dari campuran beraspal yang dibuat dengan aspal keras. b. Aspal Polymer plastomer, seperti halnya dengan elastomer, penambahan bahan
Polymer
aspal
Polymer plastomer pada aspal
keras
dimaksudkan untuk meningkatkan sifat rheologi baik pada aspal keras dan sifat fisik campuran beraspal. Jenis Polymer plastomer yang telah banyak digunakan adalah EVA (Ethylene Vinyl Acetate), polypropilene
dan polythilene. Persentase penambahan Polymer ini ke dalam aspal keras juga harus ditentukan berdasarkan pengujian laboratorium karena sampai dengan batas tertentu penambahan ini dapat memperbaiki sifat sifat rheologi aspal dan campuran, tetapi penambahan yang berlebihan justru akan memberikan pengaruh yang negatif. Pada penelitian ini jenis aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 60/70 (eks Pertamina) yang dimodifikasi menggunakan bahan tambah getah karet. Persyaratan aspal penetrasi 60/70 berdasarkan spesifikasi umum Bina Marga (2010) adalah sebagai berikut : Tabel 2.4 Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70 Tipe II Aspal yang Dimodifikasi
No
Jenis Pengujian
Metode Pengujian
1
Penetrasi
SNI 06-2456-
pada 25ºC 2
(dmm) Viskositas
A
B
C
60-70
Asbuton Yang Diproses 40-55
Elastomer Alam (Latex) 50-70
Elastomer Sintetis Min. 40
≥ 300
385-2000
≤ 2000(4)
≤
Tipe I Aspal Pen. 60/70
1991 SNI
20
3
4
135ºC
06-6441-
(cSt) Titik
2000 SNI 06-6441-
Lembek (ºC) Indeks Penetrasi
2000 -
3000(4) ≥ 48
≥ 53
-
≥ 54
≥ -1,0
≥ -0,5
≥ 0,0
≥ 0,4
Tabel 2.4 (Lanjutan) No
5
6
7
8
Jenis Pengujian
Metode Pengujian
Tipe I Aspal Pen. 60/70
Duktilitas pada 25ºC (cm) Titik Nyala (ºC)
SNI 06-24321991 SNI 06-24331991 ASTM D-5546
≥ 100
Tipe II Aspal yang Dimodifikasi A B C Asbuton Elastome ElastoYang -r Alam mer Diproses (Latex) Sintetis ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100
≥ 232
≥ 232
≥ 232
≥ 232
≥ 99
≥ 90(1)
≥ 99
≥ 99
Kelarutan dalam Toluene (%) Berat Jenis
SNI ≥ 1,0 ≥ 1,0 ≥ 1,0 ≥ 1,0 06-24411991 9 Stabilitas ASTM D< 2,2 < 2,2 < 2,2 Penyimpa 5976 -nan (ºC) Part 6.1 Pengujian Residu hasil TFOT (SNI 06-2440-1991) atau RTFOT (SNI 03-68352002) 10 Duktilitas SNI ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100 06-2432pada 25ºC 1991 (cm) 11 Titik SNI ≥ 232 ≥ 232 ≥ 232 ≥ 232 06-2433Nyala (ºC) 1991 12 Indeks ≥ -1,0 ≥ 0,5 ≥ 0,0 ≥ 0,4
21
13
14
15
Penetrasi Keelastisa n setelah pengemba lian (%) Duktilitas pada 25ºC (cm) Partikel yang lebih halus dari 150 micron (mm) (%)
AASHTOT 301-98
-
-
> 45
SNI 06-24321991
≥ 100
≥ 50
≥ 50
> 60
Min.95(1)
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga (2010) b.5.3 Bahan Tambah Getah Karet Bahan tambah adalah bahan yang ditambahkan kedalam campuran aspal baik itu berupa polimer, selulosa, latex, mikro karbon dan sebagainya dengan tujuan untuk memperbaiki atau menambah kualitas campuran aspal. Bahan tambah digunakan dalam komposisi tertentu agar mendapatkan hasil yang maksimal yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini bahan tambah yang digunakan berupa getah karet yang didapat dari tanaman pohon karet yang diolah di PT. Bumi Asri Pasaman (BAP) dengan harapan getah karet yang diolah sudah bersih dan dalam keadaan bagus (murni). Pencampuran dilakukan dengan metode basah, yaitu mencampurkan bahan tersebut dalam keadaan cair. Latex adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Latex yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain, seperti daun atau kayu. b. Tidak tercampur dengan bubur latex, air ataupun serum latex. c. Warna putih dan berbau karet segar d. Mempunyai kadar karet kering 20 % sampai 28 %
22
Agar pembuatan aspal karet dapat digunakan secara efektif, maka bahan tambah harus memenuhi persyaratan. Bahan yang ditambahkan dengan aspal harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : a. Sifat baik dari aspal semula harus dipertahankan, termasuk pada saat penyimpanan, pengeringan dan masa pelayanan. b. Mudah diproses meskipun dengan peralatan konvensional c. Secara fisik dan kimia tetap baik pada saat penyimpanan, pengerjaan, maupun masa pelayanan.
Gambar 2.4 Bahan tambah berupa getah karet b.6
Karakteristik Campuran Perkerasan Adapun penjelasan dari kriteria campuran perkerasan OGA adalah
sebagai berikut : 1. Stabilitas (Stability) Untuk mendapatkan nilai stabilitas dari benda uji perlu dilakukan pengujian Marshall yaitu kemampuan suatu lapisan campuran beraspal untuk menahan deformasi atau perubahan bentuk akibat beban lalulintas yang bekerja pada lapis perkerasan tersebut. Nilai stabilitas menunjukkan kekuatan dan ketahanan campuran beton aspal terhadap terjadinya perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur (rutting) maupun bleeding. Stabilitas dinyatakan dalam satuan kg dan diperoleh dari pembacaan arloji pada alat uji Marshall dengan rumus sebagai berikut : Stability
= O x E’ x Q.....................................................
Keterangan : Stability = Stabilitas Marshall (kg)
(2.1)
23
O
= Pembacaan arloji stabilitas (Lbf)
E’
= Angka korelasi volume benda uji
Q
= Kalibrasi alat Marshall
2.
Permeabilitas (Permeability) Permeabilitas adalah kemampuan media yang poros untuk mengalirkan air.
Setiap material di ruang kosong diantaranya disebut poros, apabila ruang kosong itu saling berhubungan maka ia akan memiliki sifat permeabilitas. Pengujian permeabilitas menggunakan benda uji aspal porus di dalam mould yang telah direndam sampai jenuh. Mould kosong diletakkan diatas mould yang berisi benda uji. Bagian dalam sambungan kedua mould dioles vaselin, agar air tidak menembus keluar. Ke dalam mould kosong diisi air setinggi 5 cm. Lama waktu perembesan air melalui media aspal porus dicatat. An International Perspective yang dikutip oleh Diana (1995) menginformasikan bahwa indeks permeabilitas dihitung dengan rumus:
( dt ). log .( d +5d cm )
K= 2.3
Keterangan :
( dt ) . log.( d+5d cm )
k = 2.3
k
= nilai indeks permeabilitas (cm/det);
d
= tinggi benda uji (cm), dan
t
= lama waktu perembesan air (det).
(2.2)
3. Kelenturan (Flexibility) Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap
24
defleksi
akibat
beban
lalu
lintas
tanpa
mengalami
keretakan
yang
disebabkan oleh : a. Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan pada lapis pondasi atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh pembebanan sebelumnya. b. Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu lintas yang berlangsung singkat. c. Adanya perubahan volume campuran. 4.
Keawetan Durabilitas atau keawetan adalah kemampuan campuran aspal untuk mempertahankan kualitasnya dari disintegrasi
atas
unsur-unsur pembentuknya
yang diakibatkan oleh beban lalu lintas dan pengaruh cuaca, air, udara dan proses oksidasi yang terjadi. 5. Workability Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat pencampuran,
penghamparan
jenis yang diinginkan
dan pemadatan, untuk mencapai satuan berat
tanpa mengalami
suatu kesulitan sampai mencapai
tingkat pemadatan yang diinginkan dengan peralatan yang memungkinkan 6. Ketahanan Leleh (Fatique Residence) Flow (kelelehan plastis) menunjukan besarnya deformasi dari campuran beton aspal akibat beban yang bekerja pada perkerasan. Flow merupakan salah satu indikator terhadap lentur. Besarnya rongga antar campuran (VIM) dan penggunaan aspal yang tinggi dapat memperbesar nilai kelelehan plastis. Nilai flow diperoleh dari pembacaan arloji kelelehan pada alat uji Marshall dan
25
dinyatakan dalam satuan mm. 7.
Rongga di antara mineral agregat (Void in the Mineral Aggregat/VMA) Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel
agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA dihitung berdasarkan berat jenis bulk (Gsb) agregat dan dinyatakan sebagai persen volume bulk campuran yang dipadatkan. VMA dapat dihitung pula terhadap berat campuran total atau terhadap berat agregat total. Perhitungan VMA terhadap campuran adalah dengan rumus berikut : a. Terhadap Berat Campuran Total ..........................................................................(2.3) Keterangan: VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total, (%) Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan (gr/cc) Gsb : Berat jenis bulk agregat, (gr/cc) Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%) b. Terhadap Berat Agregat Total ........................................ ......................................(2.4) Keterangan: VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total, (%) Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan (gr/cc) Gsb : Berat jenis bulk agregat, (gr/cc) Pb : Kadar aspal, persen total campuran, (%) 8. Rongga udara yang terisi aspal (Voids Filled with Bitumen/ VFB) Rongga terisi aspal (VFB) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Rumus adalah sebagai berikut: ............................... .......................................(2.5) Keterangan: VFB : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA (%). VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total (%). VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan, prosentase dari volume total (%).
26
9.
Rongga di dalam campuran (Void In The Compacted Mixture/ VIM) Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan
beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut: ............................. .............................................(2.6)
Keterangan: VIM
: Rongga udara pada campuran setelah pemadatan, prosentase dari volume total, (%)
Gmb
: Berat jenis campuran setelah pemadatan (gr/cc)
Gmm
: Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc).
2.7
Kajian Terhadap Penelitian Terdahulu Rachman (2010), dalam penelitian Tugas Akhir berjudul
:
“ Permeabilitas dan Karakteristik Kekuatan Campuran Aspal Beton Bergradasi Terbuka dengan Bahan Tambah Serat Selulosa”, meneliti tentang pengaruh penambahan material sekam padi terhadap campuran aspal bergradasi terbuka. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa setelah penambahan serat selulosa pada aspal mengakibatkan terjadinya penurunan berat jenis, penetrasi dan meningkatkan nilai titik lembek aspal. Hal ini menunjukan bahwa penambahan tersebut menyebabkan peningkatan kekerasan aspal. Selain itu penambahan ini juga menyebabkan kenaikan nilai stabilitas Marshall dan penurunan nilai koefesien permeabilitas Silalahi (2013), dalam penelitian Tugas Akhir berjudul : “Pengukuran
27
Permeabilitas dan Karakteristik Marshall Campuran Open Graded Asphalt dengan Bahan Tambah Ban Bekas”, meneliti tentang pengaruh penambahan bahan jenis lateks terhadap campuran aspal bergradasi terbuka. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa penambahan ban bekas mampu meningkatkan stabilitas campuran aspal porus. Penambahan ban bekas yang optimal adalah pada kadar 3%. Jainal (2013), dalam penelitian Tugas Akhir berjudul : “Karakteristik Kekuatan dan Permeabilitas Campuran Aspal Bergradasi Terbuka dengan Bahan Tambah Ijuk”, meneliti tentang pengaruh penambahan bahan jenis serat selulosa terhadap campuran aspal bergradasi terbuka. Dari penelitian ini diketahui penambahan
ijuk
mampu
meningkatkan
stabilitas
campuran
aspal
porus.
Penambahan ijuk yang optimal adalah pada kadar 2% dilihat dari nilai stabilitas dan hasil pengujian cantabro yang memenuhi persyaratan, namun nilai koefesien permeabilitas aspal porus tidak memenuhi persyaratan atau ≥ 3 cm/dtk. Saputri (2013), dalam penelitian Tugas Akhir berjudul : “Kajian Teknis Open Graded Asphalt (OGA) dengan Bahan Tambah Polyethylene Terepthalate Terhadap Karakteristik Marshall dan Kecepatan Rembesan Air”, meneliti tentang pengaruh penambahan material kemasan plastik minuman air mineral. Dari penelitian ini diketahui penambahan Polyethylene Terepthalate sebanyak 2-6% menghasilkan nilai stabilitas yang meningkat, penambahan Polyethylene Terepthalate mampu mengatasi rendahnya stabilitas campuran OGA, namun membuat campuran menjadi kaku (getas) karenakan nilai stabilitas yang terlalu tinggi. Nilai koefesien permeabilitas OGA juga meningkat seiring dengan penambahan Polyethylene Terepthalate.
28
BAB III METODE PENELITIAN c.1 Umum Metode eksperimental digunakan dalam penelitian ini dengan mengadakan kegiatan percobaan di laboratorium. Sebelum digunakan material diperiksa terlebih di laboratorium untuk mendapatkan karakteristik masing-masing material tersebut. Data yang dihasilkan di laboratorium nantinya akan digunakan untuk perencanaan campuran, untuk selanjutnya agar dapat diketahui karakteristik dari campuran tersebut. Tahapan-tahapan dalam penelitian ini : 1. Persiapan bahan terdiri dari batu pecah berukuran1-2, 1-1 dan ½-1, aspal pen 60/70 (eks. Shell) dan getah karet (latex). 2. Pemeriksaan sifat-sifat agregat meliputi pengujian berat jenis, penyerapan, gradasi dan keausan. 3. Penentuan proporsi terhadap total agregat dengan menggunakan metode analitis, meliputi batu pecah berukuran1-2, 1-1 dan ½-1. 4. Persiapan benda uji meliputi campuran, pemadatan dan pemanasan mengikuti prosedur pengujian pencampuran.
c.2
Bagan Alir Penelitian
32
29
Mulai Studi Pustaka Pengumpulan bahan dan alat
Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan
Pemeriksaan gradasi
Memenuhi spesifikasi
YA Mix Design Pembuatan benda uji I sebelum penambahan bahan aditif Uji Marshall I Analisis Data Kadar Aspal Optimum
A A
Komposisi dengan variasi bahan tambah 0%, 2%, 4%, 6% dan 8%
Pemeriksaan keausan
TIDAK
30
Pembuatan benda uji uji Uji
Uji
Uji
Marshall II
Permeabilitas
Cantabro
Analisis Data Kesimpulan
Selesai Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian c.3 Pengumpulan Data Untuk memperoleh data sebagai bahan utama dalam penelitian ini digunakan dua metode pengumpulan data, yaitu : 1. Studi pustaka, untuk memperoleh data sekunder dengan membaca sejumlah buku, dosen-dosen dan ahli pekerasan lentur, jurnal, modul dan artikel-artikel 2.
ilmiah sebagai landasan teori penelitian ini. Pemeriksaan sampel dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan data primer yang akan digunakan dalam menganalisa hasil dari penelitian yang dilaksanakan.
3.4
Metode Pengambilan Sampel
1. Material agregat ex. Merak AMP. PT. Berkat Djujur (Km. 30 Kasongan-Sampit)
31
2. Aspal Penetrasi 60/70 (Shell) diperoleh dari Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya 3. Untuk karet (latex) diperoleh dari PT. Bumi Asri Pasaman (BAP) Kota Buntok Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan 3.5 Perencanaan Campuran (Mix Design) Perencanaan campuran bertujuan untuk mendapatkan proporsi campuran dari material yang ada sehingga dihasilkan campuran yang memenuhi spesifikasi. Perencanaan campuran dengan metode ini bertitik tolak pada stabilitas yang dihasilkan. Pada penelitian ini metode yang menjadi dasar dari perencanaan ini adalah gradasi agregat campuran kadar aspal optimum (KAO) ditentukan dengan melakukan pemeriksaan Marshall. 3.5.1
Metode Perencanaan Campuran Pekerjaan mix design dimaksudkan untuk mengetahui komposisi dan besarnya kadar agregat yang dibutuhkan dalam merencanakan campuran aspal. Tujuan dari mendesain campuran adalah menentukan suatu campuran yang ekonomis tetapi mempunyai kualitas yang baik. a. Cara diagonal yaitu berupa perhitungan secara grafis dengan bantuan garis diagonal untuk menentukan campuran. b.
X=
Cara analitis yaitu perhitungan didasarkan rumus empiris sebagai berikut : F S x100% F C
.................................................................................... (3.1) X = % Butiran F2 (Batu Pecah 1-1) yang dicari penggabungan. F = % Butiran F2 (Batu Pecah 1-1) yang lolos saringan no. #3/8 S = % Lolos No. #3/8 dari batas tengah spesifikasi. C = % Butir F1 yang lolos no. #3/8 c. Cara Trial and Error yaitu perhitungan secara analitis dengan cara memperkirakan komposisi campuran yang selanjutnya dihitung kombinasi
32
gradasi dari agregat campuran. Apabila perhitungan gradasi masuk pada spesifikasi yang telah ditentukan maka komposisi campuran yang dicoba dapat digunakan. Untuk mengetahui komposisi awal campuran dilakukan pengujian sifat-sifat fisik campuran terdiri dari pengujian berat jenis, penyerapan agregat dan pengujian abrasi. Adapun langkah-langkah pemeriksaan gradasi agregat (analisa saringan) adalah sebagai berikut: a.
Sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 110C sampai berat tetap.
b.
Sampel ditimbang sesuai kebutuhan (1000 gram).
c.
Saring sampel lewat satu set saringan. Saringan dengan nomor saringan paling besar ditempatkan paling atas. Saringan diguncang dengan mesin penguncang saringan selama 15 menit, kemudian didiamkan selama 5 menit.
d.
Sampel yang tertahan pada setiap nomor saringan masing-masing ditimbang dan selanjutnya dilakukan perhitungan persentase berat sampel pada masingmasing saringan terhadap berat total sampel setelah disaring. Pemeriksaan sifat fisik agregat yang lain yaitu pemeriksaan berat jenis. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis semu (apparent) dan penyerapan dari agregat halus. Berat jenis (bulk spesific gravity) ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Berat jenis kering-permukaan jenuh (SSD) yaitu perbandingan antara berat agregat kering-permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu. Berat
33
jenis semu (apparent spesific gravity) ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu. Penyerapan ialah persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering. Adapun langkah-langkah pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar adalah : a. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang melekat pada permukaan. b. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 110ºc sampai berat tetap. c. Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian timbang sesuai kebutuhan (5000 gram) dengan ketelitian 0,5 gram (Bk). d. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam. e. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada permukaan hilang (SSD), untuk butiran yang besar pengeringan harus satu persatu. f. Timbang benda uji permukaan jenuh (Bj). g. Letakkan benda uji didalam keranjang, goncangkan batunya untuk mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya didalam air (Ba). Ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar (25ºc). Perhitungan berat jenis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut ini: Bk Bj Ba Bj. Kering Oven (bulk)
=
...........................................(3.2) Bj Bj Ba
Bj. Kering Permukaan (SSD)
Bj. Semu (apparent)
=
=
...........................................(3.3) Bk Bk Ba
..........................................(3.4)
34
Penyerapan Agregat
=
Bj Bk x100% Bk
................................(3.5)
Adapun langkah langkah pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus adalah : a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 110ºc sampai berat tetap (tanpa dicuci). b. Dinginkan pada suhu ruang, kemudian timbang sesuai kebutuhan (1000 gram) dengan ketelitian 0,5 gram. c. Rendam dalam air selama 24 ± 4 jam. d. Buang air perendaman hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan agregat di atas talam, keringkan diudara panas dengan cara membalik-balikan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai keadaan kering-permukaan jenuh. e. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak 25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering-permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak. f. Segera setelah tercapai keadaan kering-permukaan jenuh masukan 500 gram benda uji kedalam piknometer. Masukan air suling sampai mencapai 90% isi piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara didalamnya. g. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar 25ºc. h. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas. i. Timbangkan piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram (Bt). j. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu 110ºc sampai berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator. k. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).
35
l. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna penyesuaian dengan suhu standar 25ºc (B). Perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat halus dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
Bj. Kering Oven (bulk)
Bj. Kering Permukaan (SSD)
Bj. Semu (apparent)
Penyerapan Agregat
=
=
=
=
Bk B 500 Bt 500 B 500 Bt
Bk B Bk Bt
....................................(3.6)
....................................(3.7)
.....................................(3.8)
500 Bk x100% Bk
..............................(3.9)
Pemeriksaan keausan agregat dengan Mesin Los Angeles dimaksudkan untuk menentukan ketahan agregat kasar terhadap keausan. Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah : a. Bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada suhu 110 ºc sampai berat b. c. d. e.
tetap. Berat dan benda uji sesuai tabel no.1 Benda uji dan bola-bola baja dimasukkan kedalam mesin LA. Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm, sebanyak 500 putaran. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian saring dengan saringan no. 12. Butiran yang tertahan diatasnya dicuci bersih,
selanjutnya dikeringkan dalam oven suhu 110 ºc sampai berat tetap. Perhitungan : ab x100% a Keausan ...........................................................................................(3.10) a = berat benda uji semula (gram) b = berat benda uji tertahan no.12 (gram)
36
Dalam penelitian ini perhitungan awal komposisi campuran adalah menggunakan cara analitis dari pemeriksaan fisik agregat yang telah dilakukan, selanjutnya dari hasil komposisi campuran yang didapat dikontrol kembali dengan menggunakan cara Trial and Error (kalau diperlukan). 3.6
Urutan Perencanaan Campuran Dalam penelitian yang dilaksanakan ini urutannya adalah sebagai
berikut : 1. Menghitung komposisi campuran dengan cara diagonal, selanjutnya dikontrol 2. 3. 4.
dengan cara Trial and Error. Selanjutnya dilakukan variasi kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5% dan 7%. Menentukan kadar aspal optimum (KAO) dari hasil perencanaan campuran Untuk variasi getah karet yang akan digunakan dalam campuran yaitu 2%,
5.
4%, 6% dan 8%. Membuat briket untuk masing-masing komposisi campuran (3 briket tiap
6.
komposisi campuran). Pemeriksaan benda uji meliputi : Pengujian Marshall yaitu : keadaan campuran, berat isi campuran, besarnya rongga dalam campuran (VIM), besarnya rongga terisi aspal (VFB), stabilitas, dan kelelehan (flow), pengujian permeabilitas dan pengujian cantabro.
3.7
Pembuatan Benda Uji (I) Pembuatan benda uji dalam penelitian ini mengikuti prosedur yang ada dalam
Manual Pemeriksaan Bahan Jalan PC-0201-76. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan briket adalah sebagai berikut :
37
1.
Cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4") dan tinggi 7.5 cm (3")
2. 3.
lengkap dengan plat atas dan leher sambungan. Alat pengeluar benda uji dari dalam cetakan (mold) berupa ejector. Alat penumbuk lengkap dengan pedestal yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk slinder dengan berat 4.536 kg dan tinggi jatuh bebas
4.
45.7 cm. Landasan pemadatan terdiri dari balok kayu (jati atau sejenisnya) berukuran 20x20x45 cm (8”x8”x8”) yang dilapisi dengan plat baja berukuran 30x30x2,5
5. 6. 7.
cm yang dijangkarkan pada pelat beton dengan 4 bagian siku. Termometer dari logam berkapasitas 250ºC. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 200ºC. Perlengkapan lain : a. alat untuk memasak agregat, aspal dan campuran b. Timbangan dengan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,1gr dan timbangan dengan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 gr. c. Kompor. d. Sarung asbes dan karet. e. Sendok pengaduk dan lain-lain. Bahan yang digunakan dalam pembuatan briket adalah sebagai berikut :
1. 2. 1.
Aspal pen 60/70. Agregat Sedangkan prosedur pembuatan benda uji (I) adalah sebagai berikut : Pisahkan agregat dengan cara penyaringan sesuai dengan persentase agregat
2. 3.
yang didapat. Menentukan kadar aspal optimum rencana (Pb). Timbang masing-masing agregat dan aspal sesuai dengan persentase
4. 5.
gabungan yang didapat. Panaskan agregat sampai mencapai suhu 140ºC Angkat, aspal minyak sesuai persentase gabungan aduk sampai rata lalu
6.
timbang. Tuangkan aspal yang sudah dipanaskan kedalam campuran agregat dan kemudian aduk sampai menyatu secara baik dan cepat.
38
7.
Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 2 x 50 kali tumbukan,
8.
lalu dinginkan untuk kemudian dikeluarkan dari cetakan. Kadar optimum nantinya diperoleh dari hasil Marshall Test terhadap benda uji dimana nilai-nilai karakteristik Marshall (Stabilitas, Flow, VlM, VMA, dan VFB) yang memenuhi spesifikasi diplot ke dalam grafik yang menunjukkan hubungan antara kadar aspal dengan nilai karakteristik Marshall, dan hasil dari semua itu di buat dalam bentuk barchart untuk memperolah kadar aspal optimum (KAO).
3.8
Pembuatan Benda Uji (II) Pembuatan benda uji dalam penelitian ini dilakukan setelah di test Marshall
dan nilai KAO telah didapatkan. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan briket adalah sebagai berikut : 1. Cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4") dan tinggi 7.5 cm (3") 2. 3.
lengkap dengan plat atas dan leher sambungan. Alat pengeluar benda uji dari dalam cetakan (mold) berupa ejector. Alat penumbuk lengkap dengan pedestal yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk slinder dengan berat 4.536 kg dan tinggi jatuh bebas
4.
45.7 cm. Landasan pemadatan terdiri dari balok kayu (jati atau sejenisnya) berukuran 20x20x45 cm (8”x8”x8”) yang dilapisi dengan plat baja berukuran 30x30x2,5
5. 6. 7.
cm yang dijangkarkan pada pelat beton dengan 4 bagian siku. Termometer dari logam berkapasitas 250ºC. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 200ºC. Perlengkapan lain : a. Alat untuk memasak agregat, aspal dan campuran
39
b. Timbangan dengan kapasitas 2 kg dengan ketelitian 0,1gr dan timbangan dengan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 gr. c. Kompor. d. Sarung asbes dan karet. e. Sendok pengaduk dan lain-lain.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan briket adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 1.
Aspal pen 60/70. Getah karet. Agregat. Prosedur pelaksanaan pembuatan benda uji (II) adalah sebagai berikut : Pisahkan agregat dengan cara penyaringan sesuai dengan persentase agregat yang didapat.
2. 3. 4. 5.
Timbang masing-masing agregat dan aspal sesuai dengan persentase gabungan yang didapat. Siapkan getah karet. Panaskan agregat sampai mencapai suhu 140ºC. Campurkan aspal dengan getah karet variasi 2%, 4%, 6% dan 8% dari berat kadar aspal optimum (KAO) ditambah berat agregat, sambil terus di aduk
6. 7.
agar merata. Tuangkan aspal yang sudah di campur karet kedalam campuran agregat yang berada dalam panci dan kemudian aduk sampai menyatu secara baik. Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 2 x 50 kali tumbukan laludinginkan untuk kemudian dikeluarkan dari cetakan.
3.9 Pengujian Benda Uji Dalam pengetesan benda uji aspal porus terdapat
tiga macam
pengetesan yaitu : 1. Pengujian stabilitas briket yang dilakukan dengan menggunakan alat Marshall (mengacu pada SNI 06-2498-1991). 2. Pengujian permeabilitas dimana pengujian ini mengacu kepada symposium III FSTPN, ISBN no. 979-96241-0-X.
40
3. Pengujian cantabro test, dimaksudkan untuk mengetahui persentase kehilangan berat dari benda uji setelah dilakukan test abrasi dengan mesin Los Angeles dengan mengacu pada ASTM C-131. 3.9.1
Pengujian dengan Alat Marshall Setelah pembuatan briket selesai dilakuan pengujian benda uji dengan
alat Marshall, urutan sebagai berikut : 1.
Simpan benda uji dalam bak perendam (water bath) selama 30 - 40 menit dengan suhu tetap 60ºC (Uji Marshall Komposisi 1) dan setelah dilakukan dengan penambahan getah karet briket direndam dengan temperatur 60ºC dan 75ºc (Uji Marshall Komposisi 2) mengacu pada suhu faktual dilapangan selama 30-40 menit.
2.
Keluarkan benda uji dari bak perendam dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan dengan catatan bahwa waktu yang diperlukan dari saat diangkatnya benda uji dari bak perendam sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.
3.
Pasang segmen di atas benda uji dan letakkan keseluruhannya dalam mesin penguji.
4.
Pasang arloji pengukur kelelehan (flow) pada kedudukan diatas salah satu barang penuntun dan diatur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol, sementara tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen atas kepala penekan.
41
5.
Kepala penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji sebelum pembebanan diberikan.
6.
Atur jam arloji tekan pada kedudukan angka nol.
7.
Berikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50 mm per menit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan menurun seperti yang ditunjukkan oleh jarum arloji, tekan dan catat pembebanan maksimum atau stabilitas yang dicapai.
8.
Catat nilai kelelehan (flow) yang ditunjukkan oleh jarum arloji pengukur kelelehan pada saat pembebanan maksimum tercapai.
9.
Selanjutnya nilai pembacaan stabilitas dan kelelehan digunakan dalam perhitungan yang dilakukan dalam tabel perhitungan test Marshall.
3.9.2 Pengujian Permeabilitas Pengujian ini dilakukan secara manual, dibuat 3 benda uji untuk pengujian permeabilitas. Cara yang digunakan adalah membungkus benda uji (briket) dengan lakban disampingnya agar air yang dituang dari atas turun ke bawah dan bukan ke samping. Alat bantu yang digunakan adalah mold yang berfungsi sebagai benda uji (briket) yang menutup bagian samping. Benda uji (briket) selanjutnya dimasukkan ke dalam mold, dengan posisi kedua sisi atas bawah benda uji terbuka. Setelah itu penuangan air menggunakan gelas ukur dengan kapasitas 1 liter air, air dituang setinggi 5 cm. Lama waktu perembesan air benda uji kemudian dicatat. 3.9.3
Pengujian Cantabro
42
Pengujian cantabro dilakukan untuk mengetahui kehilangan berat dari benda uji setelah dilakukan tes abrasi dengan mesin Los Angeles. Benda uji yang sudah dipadatkan dengan jumlah tumbukan masing-masing 50 pada kedua sisinya didiamkan selama 48 jam pada suhu ruang. Sebelum benda uji dimasukkan kedalam drum mesin Los Angeles terlebih dahulu ditimbang untuk mendapatkan berat sebelum abrasi (Mo). Selanjutnya benda uji dimasukkan ke drum mesin Los Angeles tanpa bola baja, kemudian mesin dijalankan dengan kecepatan tertentu sebanyak 300 putaran. Setelah selesai benda uji yang utuh dikeluarkan dan ditimbang dengan berat setelah abrasi (Mi).
L =
Mo−Mi x 100 Mo
...............................................................................
(3.11) Keterangan :
Mo = Berat sebelum abrasi (gram) Mi = Berat setelah abrasi (gram) L = Persentase kehilangan berat (%)
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Laboratorium
43
Pengujian sifat-sifat campuran aspal pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya, yang dilakukan lebih kurang dua bulan. Penelitian yang dilakukan meliputi pengujian terhadap sifat-sifat fisik agregat dan pengujian terhadap sifat campuran aspal dan agregat dengan alat Marshall, mesin Los Angeles dan pengujian permeabilitas secara manual. 4.1.1
Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Pemeriksaan sifat-sifat fisik agregat harus dilakukan pada suatu
perencanaan campuran yang akan dipergunakan pada lapisan perkerasan. Agregat dapat digunakan untuk bahan perkerasan, apabila telah melalui pemeriksaan dan memenuhi persyaratan spesifikasi yang telah ditetapkan. Hasil pemeriksaan gradasi (analisa saringan) dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut : Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Gradasi (Analisa Saringan) Ukuran Saringan Inch
Mm
#3/4 #1/2 #3/8 No.4 No.8 No.16
19 12,7 9,5 4,7 2,38 1,19
Persentase lolos (%) Batu Pecah 1-2 100,00 85,24 38,44 15,37 11,50 10,42
Batu Pecah 1-1 100,00 100,00 82,43 22,85 12,48 7,64
Batu Pecah ½-1 100,00 100,00 90,56 47,24 21,50 12,90
Tabel 4.1 (Lanjutan) Ukuran Saringan Inch
Mm
No.30 No.50 No.100 No.200
0,595 0,297 0,149 0,074
Persentase lolos (%) Batu Pecah 1-2 8,69 7,05 5,28 3,11
Batu Pecah 1-1 6,53 5,39 4,30 2,88
Batu Pecah ½-1 9,42 7,28 5,04 2,40
Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium (2015) Tabel 4.2 Tabel Daftar Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles. Ukuran Saringan
Gradasi Pemeriksaan
49
44
I Lolos #1 #3/4 #1/2 #3/8 No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No.100
Tertahan #3/4 #1/2 #3/8 No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No.100 No.200
Jumlah berat (a) Jumlah tertahan Saringan no. 12 (b)
Sesudah
II Sebelum
Sesudah
III Sebelum
Sesudah
2500 2500
2500 2500
2500 2500
5000
5000
5000
3800
4135
Sebelum
3812
Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium (2015) Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Sifat-Sifat Fisik Agregat Jenis Pemeriksaan Berat Jenis Berat Jenis (SSD) Berat Jenis Semu Penyerapan (%)
Batu Pecah 1-2 2,49 2,57 2,70 3,12
Batu Pecah 1-1 2,42 2,46 2,53 1,81
Keausan (%) 21,7 21,7 Sumber : Hasil Pemeriksaan Laboratorium (2015)
Batu Pecah ½-1 2,51 2,57 2,68 2,49
Ketentuan Min 2,1 Min 2,1 Min 2,1 Maks 6%
Maks 40%
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, secara umum agregat yang akan digunakan memenuhi persyaratan untuk bahan penyusunan campuran Open Graded Asphalt. 4.1.2 Perencanaan Campuran Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya perencanaan campuran menggunakan metode Bina Marga dan perhitungan penggabungan agregat menggunakan cara diagonal. Hasil perhitungan agregat dengan menggunakan metode diagonal.
45
Campuran aspal berpori direncanakan berdasarkan proporsi total agregat dengan penggunaan kadar aspal yang bervariasi. Variasi kadar aspal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Australian Asphalt Pavement Association (2004) dengan menggunakan agregat dengan ukuran maksimum 14 mm adalah 5%, 5.5%, 6%, 6.5% dan 7%. Persentase aspal tersebut adalah presentase terhadap berat total agregat yang digunakan yaitu 1200gr. Menentukan komposisi campuran dengan cara analitis dari analisa saringan yang sudah dilakukan menggunakan rumus empiris (3.1) yang sudah dijabarkan di bab sebelumnya adalah sebagai berikut : F S x100% F C
X=
82,43 57,5 x100% 82,43 38,44
X= X = 57% (F2 = Batu Pecah 1-1) Menentukan % dari F1 (Batu Pecah 1-2) dan F3 (Batu Pecah ½-1). Setelah didapat F2 = 57%, maka F1 = 100-57=43% maka jumlah F2 yang lolos no.200 = 43% x 2,40 = 1,04% masih kurang dari batas spek = 3,5% untuk butir lolos no.200. kekurangannya adalah : 3,5 – 1,04 = 2,46%. Jadi kekurangan butir lolos no.200 sebesar 2,46% ini diambilkan dari agregat butir F3 (Batu Pecah ½-1) 2,40 x 100 F3 yang dibutuhkan = 21,5 = 11% Maka, F1 = 43 – 11 = 32% diperoleh proporsi campuran yang memenuhi persyaratan gradasi gabungan untuk campuran Open Graded Asphalt adalah seperti pada Tabel 4.4 berikut :
46
Tabel 4.4 Proporsi Agregat Dalam Campuran (Metode Analitis) Jenis Agregat Persentase Terhadap Total Agregat Batu Pecah 1-2 32% Batu Pecah 1-1 57% Batu Pecah ½-1 11% Sumber : Hasil Perhitungan Analitis (2015)
Kadar Aspal (%) 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7%
Setelah itu proporsi di check ulang menggunakan Metode Grafis supaya hasil komposisi campuran Open Graded Asphalt adalah yang paling mendekati batas tengah spesifikasi OGA. proporsi agregat yang didapat menggunakan Metode Grafis (Lampiran 4) adalah dengan cara sebagai berikut, Absis (sumbu X berupa nomor saringan berdasarkan spek dan Ordinat (sumbu Y berupa % lolos). Langkah 1 : Gambarkan masing-masing fraksi grafik pembagian butir sesuai dengan ayakan nya. Langkah 2 : Tarik garis a // sumbu Y yang memotong garis AB sama besar, hubungkan ke garis diagonal, didapatlah Batu Pecah 1-1 = 51%. Langkah 3 : Tarik garis b // sumbu Y yang memotong garis AC sama besar, hubungkan ke garis diagonal, didapatlah Batu Pecah 1-2 = 40%. Langkah 4 : Nilai Batu Pecah ½-1 adalah 100% - 51% - 40% = 9%. Hasil gabungan dari fraksi-fraksi bisa dilihat pada Tabel 4.5 berikut : Tabel 4.5 Proporsi Agregat Dalam Campuran (Metode Grafis) Jenis Agregat Persentase Terhadap Total Agregat Batu Pecah 1-2 40% Batu Pecah 1-1 51% Batu Pecah ½-1 9% Sumber : Hasil Perhitungan Grafis (2015)
Kadar Aspal (%) 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7%
47
Setelah itu dilakukan cara trial and error dari Metode Grafis agar hasil mendekati batas tengah spesifikasi yang paling optimal yang bisa dilakukan, hasil bisa dilihat pada (lampiran 5). Diperiksa kualitas baik aspal maupun agregatnya setelah sudah memenuhi persyaratan atau spesifikasi dan perancangan campuran (mix design) didapat komposisinya maka dilakukan persiapan benda uji sebagai berikut : Agregat Batu Pecah 1-2 Batu Pecah 1-1 Batu Pecah ½-1
36% = 1200 x 36% = 432 gr 51% = 1200 x 51% = 612 gr 13% = 1200 x 13% = 156 gr Berat total agregat = 1200 gr Sedangkan kadar aspal yang dipersiapkan untuk variasinya dengan interval
0,5% adalah : Kadar aspal
: 5% terhadap total campuran =
Kadar aspal
: 5,5% terhadap total campuran =
Kadar aspal
: 6% terhadap total campuran =
Kadar aspal
: 6,5% terhadap total campuran =
Kadar aspal
: 7%
5,5 x 100 =5,82 100−5,5 6 x 100 =6,38 100−6 6,5 x 100 =6,95 100−6,5
7 x 100 =7,53 terhadap total campuran = 100−7
Jadi pemberian aspal : 5%
5 x 100 =5,26 100−5
= 5,26% x 1200gr
= 63,12 gr
5,5% = 5,82% x 1200gr
= 69,84 gr
6%
= 6,38% x 1200gr
= 76,56 gr
6,5% = 6,95% x 1200gr
= 83,40 gr
7%
= 90,36 gr
= 7,53% x 1200gr
48
4.2
Hasil Pengujian Marshall
4.2.1 Test Marshall 1 Setelah perhitungan komposisi campuran (mix design) selesai maka proses selanjutnya adalah pembuatan briket atau benda uji. Pembuatan benda uji dengan menggunakan kadar aspal 5% sampai 7%, campuran ini dibuat tanpa bahan tambah dan digunakan untuk menentukan nilai kadar aspal optimum. Jumlah benda uji Marshall yang dibuat untuk setiap variasi kadar aspal adalah 3 (tiga) buah benda uji sehingga keseluruhan benda uji pertama yang dibuat berjumlah 15 benda uji. Jumlah tumbukan yang digunakan sesuai dengan persyaratan yang ada adalah 2x50 tumbukan (penumbukan dilakukan terhadap 2 sisi). Benda uji yang dipadatkan, didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam, kemudian timbang dalam suhu ruang dan beratnya ditetapkan. Kemudian ditimbang dalam air dan beratnya ditetapkan. Setelah benda uji diangkat dan dikeringkan sampai mencapai permukaan kering-jenuh (SSD), lalu ditimbang dan ditetapkan beratnya. Sebelum pengujian dengan alat Marshall dilakukan, benda uji direndam terlebih dahulu dalam bak berisi air (waterbath) dengan temperatur 60ºc (Uji Marshall Komposisi 1). Hasil pengujian Marshall untuk setiap variasi kadar aspal yang berbeda dengan komposisi campuran yang sama, dengan pemadatan Marshall 2x50 tumbukan dapat dilihat pada lampiran. 4.2.2
Perhitungan Pengisian Tabel
49
Data yang didapat dari pengujian-pengujian sebelumnya selanjutnya digunakan untuk pengisian tabel Marshall. Data-data yang digunakan dalam a. b. c. d. e. f.
pengisian tabel Marshall antara lain : Data proporsi agregat dalam campuran. Data komposisi agregat dalam campuran Data kadar aspal terhadap total agregat. Data berat jenis agregat dan aspal. Data berat dan tinggi benda uji. Pembacaan angka stabilitas dan flow dari hasil pengujian Marshall. Tahapan perhitungan yang dilakukan dapat dilihat pada contoh perhitungan berikut ini : a. Persen aspal terhadap berat total campuran (Kolom B) Persen aspal terhadap berat total agregat (Kolom A) Persen aspal terhadap berat total campuran (Kolom B) =
∝ 100−∝ x100%
b. Isi benda uji (Kolom F) Isi = Berat kering permukaan-jenuh (SSD) – Berat dalam air (E) = 1246,5 – 573,9 = 672,6 gr c. Berat isi benda uji (Kolom G) Berat benda uji( c) Berat isi = Isi bendauji (f ) Berat isi =
1240,3 672,6
= 1,844 gr/cm3 d. Berat jenis maksimum teoritis (Kolom H) Agregat Aspal + BJ Agregat BJ Aspal Kolom H = 100 ¿ ¿ BJ agregat =
100 Agregat BJ Agregat
BJ agregat =
100 36 51 13 + + 2,49 2,42 2,51
= 2,456 gr/cm3
50
Kolom H =
Agregat Aspal + BJ Agregat BJ Aspal 100 ¿ ¿
e. Jumlah kandungan rongga (Kolom K) Kolom K = 100 – Kolom I – Kolom J Aspal terhadap campuran ( b ) x isi benda uji(g) Kolom I = berat jenis aspal Kolom J =
( 100−b ) x g berat jenis agregat
f. Persen rongga terhadap agregat (Void Mixture Agregater, VMA) (Kolom L) Kolom L = 100 – Kolom J g. Persen rongga terisi aspal (Void Filled Bitumen, VFB) (Kolom M) Kolom I Kolom M = 100 x Kolom L h. Persen rongga terhadap campuran (Void In Mixture, VIM) (Kolom N) 100 x Kolom G Kolom N = 100 – Kolom H i. Stabilitas (Kolom Q) Stabilitas = Pembacaan arloji stabilitas (Q) x Kalibrasi alat x Koreksi benda uji (S) j. Kelelehan (Kolom R) Kelelehan = Pembacaan arloji kelelehan = 2,1 mm k. Marshall Question (Kolom T) stabilitas setelah korelasi Kolom T = kelelehan( R) 4.3 Analisis Hasil Pengujian Marshall Karakteristik utama campuran aspal yang diukur dari pengujian Marshall ialah stabilitas, flow, rongga udara dalam campuran, rongga terisi aspal. Tabel 4.6 Hasil Uji Marshall 1 (Tanpa bahan tambah) No
Karakteristik Marshall
Kadar Aspal
Spesifikasi AAPA
Ket
51
1
Stabilitas (Kg)
2 3
Flow (mm) VIM (%)
4 5
VFB (%) Marshall Questions (kg/mm)
5% 831,73 1 2,10 19,967
5,5% 637,43 9 2,73 19,427
6% 502,02 4 2,73 16,818
6,5% 603,68 9 3,13 15,043
7% 604,68 4 3,90 14,333
30,859
33,659
39,732
44,888
48,121
Min. 500 2-6 18-25 -
Memenuhi Memenuhi 5% dan 5,5% Memenuhi Memenuhi
Maks. 400 396,35 245,80 188,40 9 8 6 Pengujian Laboratorium (2015)
195,75 4
157,44 3
Sumber : Hasil Dari hasil pengujian Marshall menunjukan bahwa terdapat hubungan antara keempat karakteristik campuran tersebut dengan variasi kadar aspal yang digunakan dengan bantuan grafik. 4.3.1
Hubungan Stabilitas dengan Variasi Kadar Aspal Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk gelombang, alur atau bleeding. Kestabilan yang tinggi menyebabkan lapisan perkerasan menjadi kaku dan mudah retak. 1300 1200 1100 1000 Stabilitas (kg)
900 800 700 600 500 5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
% As pal thd Cam puran
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Stabilitas dengan Variasi Kadar Aspal Untuk Open Graded Asphalt stabilitas yang disyaratkan ≥ 500Kg. Pada gambar 4.1 berikut dapat dilihat pengaruh variasi kadar aspal terhadap nilai stabilitas,
52
gambar ini adalah hasil dari perhitungan Marshall Komposisi I yang diperoleh dari 3 benda uji yang mewakili setiap kadar aspal. Dari grafik diatas dapat dilihat nilai stabilitas tertinggi dicapai pada kadar aspal 5% dengan nilai stabilitas 831.731 kg, sedangkan pada kadar aspal 5,5% nilai stabilitasnya hanya sebesar 637,439 kg. Stabilitas campuran beraspal yang pas mengakibatkan peningkatan daya ikat campuran dan efek lumas aspal terhadap agregat sehingga memudahkan pemadatan, kemudian stabilitas menurun lagi setelah penambahan kadar aspal melewati 5% yang disebabkan oleh berlebihannya penambahan aspal dalam mengisi rongga diantara agregat yang sudah terisi aspal.
4.3.2
Hubungan Kelelehan (Flow) dengan Variasi Kadar Aspal. Kelelehan (Flow) adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menerima beban berulang tanpa terjadi kelelehan yang berupa alur (rutting) dan retak. Nilai kelelehan yang disyaratkan untuk campuran Open Graded Asphalt yaitu antara 2-6 mm. Hasil pengujian kelelehan diperoleh dari nilai rata-rata 3 benda uji yang mewakili setiap kadar aspal. Pengaruh nilai kelelehan dengan variasi kadar aspal dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut :
53
6.0 5.0 4.0 Flow (m m )
3.0 2.0 1.0 0.0 5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
% As pal thd Cam puran
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Flow dengan Variasi Kadar Aspal Dari gambar 4.2 menunjukan bahwa nilai flow tertinggi terjadi pada kadar aspal 7% yaitu sebesar 3,90 mm, sedangkan pada kadar aspal 5% nilai flow yang dicapai sebesar 2,10 mm. Kelelehan campuran beraspal cenderung meningkat sesuai penambahan aspal yang mempengaruhi viskositas campuran beraspal. Penambahan aspal akan menurunkan tingkat proporsi agregat terhadap aspal sehingga mengakibatkan campuran lebih mudah terdeformasi plastis pada saat menerima beban. Nilai kelelehan pada kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7% memenuhi syarat spesifikasi untuk campuran Open Graded Asphalt yaitu 2-6 mm, bila kelelehan kurang dari 2 mm maka akan mudah mengalami retak karena perkerasan bersifat kaku. 4.3.3 Hubungan Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient) dengan Variasi Kadar Aspal. Hasil bagi Marshall adalah hasil bagi antara stabilitas dengan kelelehan. Nilai hasil bagi Marshall merupakan indikator kelenturan yang potensial terhadap keretakan dalam campuran Open Graded Asphalt hasil bagi Marshall disebut kekakuan Marshall, nilai kekakuan Marshall yang disyaratkan untuk campuran Open Graded Asphalt adalah ≤ 400 kg/mm.
54
460.00 420.00 380.00 340.00 Hasil bagi M arshall
300.00 260.00 220.00 180.00 140.00 5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
% Aspal thd Cam puran
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Marshall Quitient dengan Variasi Kadar Aspal Dari nilai hasil bagi Marshall cenderung menurun sesuai dengan penambahan kadar aspal, nilai hasil bagi Marshall terendah yaitu pada kadar aspal 7% sebesar 157.443 kg/mm dan tertinggi pada kadar aspal 5% sebesar 396.359 kg/mm. Hal ini disebabkan peningkatan kadar aspal hingga nilai optimum dapat meningkatkan nilai stabilitas dan kelenturan campuran beraspal dan setelah nilai maksimum tercapai, penambahan kadar aspal akan mengakibatkan plastis campuran meningkat dan daya ikat agregat dalam campuran menurun. 4.3.4 Hubungan Rongga Udara Dalam Campuran (VIM) dengan Variasi Kadar Aspal. Rongga udara dalam campuran (Void In Mixture/VIM) merupakan indikator terhadap ketahanan campuran (durabilitas). Rongga udara yang cukup akan memberikan kesempatan untuk pemadatan tambahan akibat pemadatan berulang yang diakibatkan oleh beban lalu lintas. Nilai rongga udara dalam campuran (VIM) yang disyaratkan adalah 1825%. Hasil perhitungan nilai rongga udara dalam campuran digambarkan pada gambar 4.4 yang merupakan nilai rata-rata dari 3 benda uji yang mewakili setiap kadar aspal campuran.
55
27.0 24.0 21.0 Rongga dalam cam puran (%)
18.0 15.0 12.0 9.0 5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
% Aspal thd Cam puran
Gambar 4.4 Grafik Hubungan VIM dengan Variasi Kadar Aspal Dari gambar diatas menunjukan dengan semakin bertambahnya kadar aspal, akan menurunkan kadar rongga dalam campuran. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya jumlah aspal yang dapat mengisi rongga udara didalam campuran beraspal. Nilai rongga dalam campuran pada kadar aspal 5% dan 5,5% adalah sebesar19.967% dan 19.427% (memenuhi) sedangkan pada kadar aspal 6-7% tidak memenuhi persyaratan spesifikasi. 4.3.5 Hubungan Rongga Terisi Aspal (VFB) dengan Variasi Kadar Aspal. Rongga terisi aspal (Voids Filled Bitument/ VFB) adalah persentase dari rongga antar butir aspal agregat yang terisi aspal. Nilai rongga yang terisi aspal yang terlalu kecil akan menyebabkan daya lekat antar agregat menjadi berkurang, sehingga akan mudah lepas dan sangat mempengaruhi durabilitas campuran, tetapi rongga terisi aspal terlalu besar memungkinkan terjadinya bleeding.
56
55.0 50.0 45.0 40.0 Rongga te risi aspal (%)
35.0 30.0 25.0 20.0 5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
% As pal thd Cam puran
Gambar 4.5 Grafik Hubungan VFB dengan Variasi Kadar Aspal Pada gambar diatas dapat dilihat hubungan rongga udara terisi aspal dengan variasi kadar aspal menunjukan bahwa nilai rongga terisi aspal cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah aspal. Hal tersebut disebabkan peningkatan jumlah aspal yang mengisi rongga-rongga udara diantara butiran agregat. 4.3.6 Menentukan Kadar Aspal Optimum (KAO) Menentukan KAO bisa dilakukan setelah hasil-hasil dari grafik tadi didapatkan dengan cara grafis, yaitu hasil kadar aspal yang memenuhi persyaratan Stabilitas, Marshall Quitient, Flow, VIM dan VFB yang telah diplotkan maka diperoleh kadar aspal yang paling menguntungkan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada grafik hubungan kadar aspal dengan sifat-sifat Marshall.
57
STA B FLOW W MQ VIM
Param ete r Marshall
VFB
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
Kadar Aspal (%)
Gambar 4.6 Grafik Menentukan Kadar Aspal Optimum (KAO) Pada gambar 4.6 dapat ditentukan rentang nilai KAO berada pada rentang 5% sampai 5,5%, dari rentang tersebut dibagi 2 tepat berada pada pertengahan tersebutlah KAO yang dicari. 5 +5,5 KAO = = 5,25% 2
Sehingga didapat nilai-nilai Marshall dari KAO adalah sebagai berikut : Tabel 4.7 Hasil Kadar Aspal Optimum/ KAO (Tanpa bahan tambah) N o 1 2 3 4 5
Karakteristik Marshall Stabilitas (kg) Flow (mm) VIM (%) VFB (%) Marshall Questions (kg/mm)
Kadar Aspal Optimum (KAO) 5,25 % 734,585 2,4 19,697 32,259 321,083
Spesifikasi AAPA
Min. 500 2-6 18-25 Maks. 400
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2015) 4.4 Analisis Hasil KAO dengan Menggunakan Bahan Tambah Getah Karet 2%, 4%, 6% dan 8% Karakteristik utama campuran aspal yang diukur dari pengujian Marshall ialah stabilitas, flow, rongga udara dalam campuran, rongga terisi aspal.
58
Perhitungan penambahan persentase getah karet sebagai bahan tambah pada hasil KAO yang telah dilakukan sebelumnya pada Uji Marshall 1 adalah sebagai berikut : KAO 5,25% 5,25 x 1200=66,49 gram KAO = (100−5,25) Total Campuran dari hasil KAO = 1200 + 66,49 = 1266,49 gram Penambahan Bahan Tambah Getah Karet : 2% = 1266,49 gram x 2% = 25,33 gram 4% = 1266,49 gram x 4% = 50,66 gram 6% = 1266,49 gram x 6% = 75,99 gram 8% = 1266,49 gram x 8% = 101,32 gram
Tabel 4.8 Hasil Uji Marshall 2 (Dengan Bahan Tambah Getah Karet) No
Karakteristik Marshall
1
Stabilitas (kg)
2 3
Flow (mm) VIM (%)
4 5
VFB (%) Marshall (kg/mm)
Questions
Kadar Getah Karet
Spesifikasi
Ket
AAPA 2% 1284,99 5 3,27 18,206
4% 1086,80 6 4,53 10,472
6% 945,66 9 5,50 7,417
8% 767,54 8 6,03 6,797
30,859 396,359
33,659 245,808
39,732 188,40 6
44,888 195,75 4
Min. 500 2-6 18-25 Maks. 400
Memenuhi Memenuhi 2% memenuhi Memenuhi
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2015) Dari hasil pengujian Marshall menunjukan bahwa terdapat hubungan antara keempat karakteristik campuran tersebut dengan variasi kadar getah karet yang digunakan dengan bantuan grafik. 4.4.1
Hubungan Stabilitas dengan Variasi Penambahan Bahan Tambah Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk gelombang, alur atau bleeding. Kestabilan yang tinggi menyebabkan lapisan perkerasan menjadi kaku dan mudah retak.
59
1500 1400 1300 1200 1100 Stabilitas (kg)
1000 900 800 700 600 500 2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
% Getah Karet
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Stabilitas dengan Variasi Bahan Tambah Untuk Open Graded Asphalt stabilitas yang disyaratkan ≥ 500Kg. Pada gambar 4.7 berikut dapat dilihat pengaruh variasi kadar aspal terhadap nilai stabilitas. Dalam penelitian ini penggunaan getah karet sebagai bahan tambah yang ditambahkan dicoba dengan kadar variasi 2%, 4%, 6% dan 8% pada kadar aspal optimum KAO 5,25%. Dari gambar diatas dapat dilihat dengan adanya penambahan bahan tambah getah karet menambah nilai stabilitas dari KAO namun nilai stabilitas cenderung menurun setelah penambahan kadar getah karet selanjutnya. Hal ini disebabkan penambahan bahan tambah yang berlebihan akan membuat campuran cenderung lebih lentur. 4.4.2
Hubungan Kelelehan (Flow) dengan Variasi Bahan Tambah. Kelelehan (Flow) adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menerima beban berulang tanpa terjadi kelelehan yang berupa alur (rutting) dan retak. Nilai kelelehan yang disyaratkan untuk campuran Open Graded Asphalt yaitu antara 2-6 mm.
60
Pengaruh nilai kelelehan dengan variasi kadar aspal dapat dilihat pada gambar 4.8 berikut : 8.0 7.0 6.0 5.0 Flow (m m )
4.0 3.0 2.0 1.0 0.0 2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
% Getah Karet
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Flow dengan Variasi Bahan Tambah Dari gambar 4.8 menunjukan bahwa kadar getah karet dalam campuran akan meningkatkan nilai kelelehan (flow). Hal ini terjadi karena dengan adanya penambahan getah karet dalam campuran maka daya ikat mekanis dari campuran akan berkurang dan mengakibatkan nilai flow besar, nilai flow pada kadar 8% tidak memenuhi persyaratan. 4.4.3
Hubungan Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient) dengan Variasi Bahan Tambah. Hasil bagi Marshall adalah hasil bagi antara stabilitas dengan kelelehan.
Nilai hasil bagi Marshall merupakan indikator kelenturan yang potensial terhadap keretakan dalam campuran Open Graded Asphalt hasil bagi Marshall disebut kekakuan Marshall, nilai kekakuan Marshall yang disyaratkan untuk campuran Open Graded Asphalt adalah ≤ 400 kg/mm.
61
460.00 420.00 380.00 340.00 300.00 Hasil bagi M arshall
260.00 220.00 180.00 140.00 100.00 2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
% Ge tah Karet
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Marshall Quitient dengan Variasi Bahan Tambah Dari gambar diatas menunjukan bahwa peningkatan kadar getah karet dalam campuran cenderung akan menurun nilai Hasil Bagi Marshall (MQ) dalam campuran. Hal ini terjadi karena dengan adanya penambahan kadar getah karet dalam campuran maka rongga antar agregat berkurang seiring penambahan kadar getah karet. 4.4.4
Hubungan Rongga Udara Dalam Campuran (VIM) dengan Variasi Bahan Tambah. Rongga udara dalam campuran (Void In Mixture/VIM) merupakan
indikator terhadap ketahanan campuran (durabilitas). Rongga udara yang cukup akan memberikan kesempatan untuk pemadatan tambahan akibat pemadatan berulang yang diakibatkan oleh beban lalu lintas. Nilai rongga udara dalam campuran (VIM) yang disyaratkan adalah 1825%. Hasil perhitungan nilai rongga udara dalam campuran digambarkan pada gambar 4.10 yang merupakan nilai rata-rata dari 3 benda uji yang mewakili setiap kadar aspal campuran.
62
25.0
20.0
Rongga dalam cam puran (%)
15.0
10.0
5.0 2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
% Ge tah Karet
Gambar 4.10 Grafik Hubungan VIM dengan Variasi Bahan Tambah Dari gambar diatas menunjukan dengan semakin bertambahnya kadar getah karet, akan menyebabkan menurunnya kadar rongga dalam campuran. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya jumlah getah karet yang ditambahkan dapat mengisi rongga udara didalam campuran beraspal. Nilai rongga dalam campuran yang memenuhi persyaratan hanya kadar getah karet 2% (memenuhi) sedangkan pada kadar aspal 4-8% tidak memenuhi persyaratan spesifikasi. 4.4.5 Hubungan Rongga Terisi Aspal (VFB) dengan Variasi Bahan Tambah. Rongga terisi aspal (Voids Filled Bitument/ VFB) adalah persentase dari rongga antar butir aspal agregat yang terisi aspal. Nilai rongga yang terisi aspal yang terlalu kecil akan menyebabkan daya lekat antar agregat menjadi berkurang, sehingga akan mudah lepas dan sangat mempengaruhi durabilitas campuran, tetapi rongga terisi aspal terlalu besar memungkinkan terjadinya bleeding.
63
70.0 60.0 50.0 Rongga te risi aspal (%)
40.0 30.0 20.0 2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
% Getah Karet
Gambar 4.5 Grafik Hubungan VFB dengan Variasi Bahan Tambah Pada gambar diatas dapat dilihat hubungan rongga udara terisi aspal dengan variasi bahan tambah getah menunjukan bahwa nilai rongga terisi aspal cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah getah karet. Hal tersebut disebabkan getah karet dapat menambah kekentalan dalam campuran. Berdasarkan kurva yang diperoleh dari titik-titik karakteristik Marshall yang dibuat, maka diperoleh hasil tiap penambahan adalah sebagai berikut : Tabel 4.9 Hasil Optimum Berdasarkan Kurva Karakteristik Marshall ( Dengan Bahan Tambah Getah Karet). N o
Karakteristi k
Spesifikas i
Bahan Tambah (Getah Karet)
Keterangan
Marshall
0%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
AAPA
1
Stabilitas (kg)
734,585
1284,85
1190
1100,03
1020
940,669
850
767,54 8
Min. 500
Memenuhi
2
Flow (mm)
2,4
3,27
3,98
4,53
5,1
5,5
5,8
6,03
2-6'
8% Tidak memenuhi
3
VIM (%)
19,697
18,206
10,821
8,51
7,1
6,3
6,797
18-25
3-8% Tidak memenuhi
4
VFB (%)
32,259
35,274
49,889
53,00 2
57,445
60,119
64,561
-
-
5
Marshall Questions (kg/mm)
321,083
396,072
257
190,2
165,78
140
130,44 5
Maks. 400
Memenuhi
14,10 2 43,22 2 319,5 4
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2015)
4.5
Analisis Hasil Pengujian Permeabilitas
64
4.5.1
Analisis Hasil Pengujian Permeabilitas dengan Menggunakan Bahan Tambah Getah Karet 0%, 2%, 4%, 6% dan 8%. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik
Universitas Palangka Raya. Pengujian dilakukan dengan merekatkan plastik (lakban) pada pinggir briket sehingga briket menjadi kedap air pada sampingnya dan diatas briket diberikan mold sebagai wadah untuk menuangkan air. Air yang digunakan sebanyak 1 liter dengan ketinggian penumpahan 5 cm. Data yang diperlukan untuk perhitungan permeabilitas campuran open graded asphalt antara lain : 1. 2.
Data tinggi benda uji Waktu yang diperlukan untuk merembeskan air Indeks Permeabilitas dihitung menggunakan rumus (2.2) sebagai berikut :
( dt ) . log.( d+5d cm )
k = 2.3
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Permeabilitas No
Kadar Bahan Tambah
Tinggi Benda Uji (cm) (d)
1
0%
8,4 8,0
2
3
2%
4%
8,2 8,5 8,2 8,5
Waktu Perembesa n (detik) (t) 22 31 Rata-rata
Indeks Permeabilitas (cm/dtk) (k)
Spesifikas i AAPA (cm/dtk)
Keteranga n
0,1783 0,1251 0,1517
Min. 0,3
Tidak Memenuhi
29 21 Rata-rata
0,1344 0,1870 0,1607
Min. 0,3
Tidak Memenuhi
32 44 Rata-rata
0,1218 0,0893 0,1055
Min. 0,3
Tidak Memenuhi
65
Tabel 4.10 (Lanjutan) No
Kadar Bahan Tambah
Tinggi Benda Uji (cm) (d)
Waktu Perembesa n (detik) (t)
4
6%
8,9 8,8
48 42 Rata-rata
5
8%
Indeks Permeabilitas (cm/dtk) (k)
0,0826 0,0933 0,0879
45 0,0871 47 0,0834 Rata-rata 0,0852 Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2015)
Spesifikas i AAPA
Keteranga n
Min. 0,3
Tidak Memenuhi
Min. 0,3
Tidak Memenuhi
8,8 8,8
Berdasarkan hasil pengujian di atas yang dilakukan secara manual, tidak ada yang memenuhi persyaratan Permeabilitas Open Graded Asphalt yaitu minimal 0,3 cm/dtk. Namun pada kadar bahan tambah 2% menghasilkan indeks permeabilitas cukup tinggi yaitu 0,1607%. Nilai indeks permeabilitas yang tidak memenuhi persyaratan kemungkinan besar disebabkan ketidaktelitian pada saat pengujian manual dan ketidakadaan alat khusus menguji permeabilitas yaitu dengan alat Water Permeability Test. 4.6 Analisis Hasil Pengujian Cantabro Loss 4.6.1 Analisis Hasil Pengujian Cantabro Loss dengan Menggunakan Bahan Tambah Getah Karet 0%, 2%, 4%, 6% dan 8%. Pengujian cantabro loss dilakukan untuk mengetahui kehilangan berat dari benda uji setelah dilakukan tes abrasi dengan mesin Los Angeles. 3 (tiga) benda uji yang dibuat menggunakan kadar aspal optimum (KAO) dan yang dengan menggunakan bahan tambah getah karet. Pengujian cantabro dihitung dengan (3.11) :
66
L=
Mo−Mi x 100 Mo
Keterangan :
Mo = Berat sebelum abrasi (gram) Mi = Berat setelah abrasi (gram) L = Persentase kehilangan berat (%)
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Cantabro Loss No
Kadar Bahan Tambah
1
0%
2
3
4
5
2%
4%
6%
8%
Berat Berat Sebelum Setelah Abrasi Abrasi (kg) (kg) 1,2488 0,5002 1,2460 0,5103 Rata-rata
Hasil Perhitungan Cantabro (%) 59,9455 59,0449 59,4952
Maks. 35
Tidak Memenuhi
1,2465 1,2641
O,8309 1,0685 Rata-rata
33,3410 15,4735 24,4072
Maks. 35
Memenuhi
1,0561 1,0117 Rata-rata
20,7549 23,7546 22,2547
Maks. 35
Memenuhi
1,0031 1,2001 Rata-rata
23,4567 13,3690 18,4128
Maks. 35
Memenuhi
Maks. 35
Memenuhi
1,3327 1,3269 1,3105 1,3853
1,3046 7,7173 1,0305 24,8633 Rata-rata 16,2903 Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2015)
Spesifikas i AAPA (%)
Keteranga n
1,4137 1,3715
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa bahan tambah getah karet menyebabkan menurunnya hasil cantabro (abrasi). Hal ini dikarenakan bahan tambah getah karet mempunyai daya rekat yang dapat membantu mengikat campuran.
67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat batu pecah 1-2, batu pecah 1-1 dan batu pecah ½-1, didapat jenis bulk masing-masing 2.49, 2.42 dan 2.51. Berat jenis SSD (saturated surface dry) masing-masing 2.57, 2.46 dan 2.57. Berat jenis semu (apparent) masing-masing 2.70, 2.53 dan 2.68. Penyerapan terhadap air masing-masing 3.12, 1.81 dan 2.49. Abrasi untuk agregat kasar (1-2,1-1) 21,7%. 2. Menghitung persentase komposisi campuran dengan cara Analitis didapat hasil sebagai berikut : Batu Pecah 1-2 = 32%, Batu Pecah 1-1 = 57%, Batu Pecah ½-1 = 11%. Setelah itu dicheck menggunakan cara Grafis dan dikontrol menggunakan cara trial and error didapat hasil sebagai berikut : Batu Pecah 1-2 = 36%, Batu Pecah 1-1 = 51%, Batu Pecah ½-1 = 13% dan Variasi kadar aspal 5%, 5,5%, 6%, 6,5% dan 7%. 3. Berdasarkan Pengujian Marshall 1 diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan AAPA pada kadar aspal 5% dan 5,5%. 4. Dari hasil Pengujian Marshall 1 diperoleh nilai kadar aspal optimum (KAO) sebesar 5,25%. 5. Dengan KAO tanpa bahan tambah getah karet diperoleh nilai koefesien permeabilitas adalah 0,1517 cm/dtk dan nilai uji cantabro (abrasi) sebesar 59,4982%. Kedua hasil pengujian tidak memenuhi persyaratan.
74
68
6. Dari pengujian Marshall II, campuran menggunakan bahan tambah getah karet 2%, 4%, 6% dan 8% dari total campuran aspal dan agregat. Diperoleh nilai sebagai berikut : a. Dengan penambahan bahan tambah getah karet 2%, 4%, 6% dan 8% diperoleh nilai stabilitas tertinggi pada kadar 2% sebesar 1284,85 kg dan terendah pada kadar 8% sebesar 767,548 kg. b. Dengan penambahan bahan tambah getah karet diperoleh persen rongga udara dalam campuran (VIM) antara 6.3% - 18.206% dan yang memenuhi persyaratan adalah pada penambahan 2%. c. Persen rongga terisi aspal (VFB) berkisar antara 35.274% - 64,561%. d. Dengan penambahan bahan tambah getah karet diperoleh nilai flow tertinggi pada kadar 8% sebesar 6,03mm (tidak memenuhi) dan terkecil pada 2% sebesar 3,27mm (memenuhi). e. Dengan penambahan bahan tambah getah karet diperoleh Kekakuan Marshall (MQ) tertinggi pada kadar 2% sebesar 396.072 kg/mm namun masih memenuhi persyaratan ≤400 kg/mm. 7. Dari penambahan bahan tambah getah karet 2%, 4%, 6% dan 8% dari total campuran aspal dan agregat diperoleh nilai permeabilitas berkisar antara 0,0852-0,1607 cm/dtk (tidak memenuhi persyaratan 0,3 cm/dtk) dan nilai cantabro loss (abrasi) berkisar antara 16,2903% – 24,4072% (memenuhi persyaratan ≤ 35%). 8. Hasil optimal dari semua jenis pengujian terdapat pada kadar bahan tambah getah karet 2% dilihat dari nilai stabilitasnya 1284,85 kg dan nilai cantabro 24,4072% dan permeabilitas 0,1607 cm/dtk. 9. Getah karet dapat digunakan sebagai bahan tambah Open Graded Asphalt (OGA) karena mempunyai daya rekat yang tinggi dan tahan terhadap panas tinggi dan menambah nilai stabilitas campuran.
69
10. Open Graded Asphalt (OGA) adalah perkerasan yang harus menggunakan bahan tambah sebagai untuk menambah daya rekat dan stabilitas campuran. 5.2 Saran 1. Perlu adanya referensi atau percobaan lebih banyak. 2. Perlu ketelitian yang lebih untuk membuat campuran Open Graded Asphalt (OGA) karena merupakan campuran aspal porus yang sensitif. 3. Gunakan kadar aspal ≥ 5% karena daya rekat Open Graded Asphalt (OGA) harus tinggi. 4. Nilai kecepatan rembesan ≥ 0,1 cm/dtk/liter sudah memenuhi persyaratan, karena belum jelasnya rumus yang digunakan sebelumnya pada ketinggian 5 cm memerlukan berapa liter air. 5. Perlu adanya alat pengujian permeabilitas yang memadai agar mendapatkan hasil yang maksimal. 6. Koefesien permeabilitas pada campuran ini hanya meninjau arah aliran secara vertikal, diharapkan penelitian selanjutnya juga memperhitungkan nilai koefesien permeabilitas secara horizontal.
DAFTAR PUSTAKA Australian Asphalt Pavement Association (2004), National Asphalt Specitifation. Diana, I. W., B.I. Siswosoebrotho dan R. H. Karsaman (2000), Sifat-sifat Teknik dan Permeabilitas pada Aspal Porus, Makalah Disampaikan pada Simposium III FSTPT, ISBN No. 979-96241-0-X, 15 November 2000, Yogyakarta. Jainal (2013), Karakteristik Kekuatan dan Permeabilitas Campuran Aspal Bergradasi Terbuka dengan Bahan Tambah Ijuk, Jurnal Tugas Akhir Teknik Sipil Universitas Palangka Raya, Palangka Raya. Saputri, M. A. (2013), Kajian Teknis Campuran Open Graded Asphalt (OGA) dengan Bahan Tambah Polyethylene Terephthalate Terhadap Karakteristik Marshall dan Kecepatan Rembesan Air, Jurnal Tugas Akhir Teknik Sipil Universitas Palangka Raya, Palangka Raya.
70
Setyawan, A. (2005), Observasi Properties Aspal Porus Berbagai Gradasi dengan Material Lokal, Jurnal Penelitian Media Teknik Sipil, 15-20. Silalahi, P. (2013), Pengukuran Permeabilitas dan Karakteristik Marshall Campuran Open Graded Asphalt dengan Bahan Tambah Ban Bekas, Jurnal Tugas Akhir Teknik Sipil Universitas Palangka Raya, Palangka Raya. Sukirman, S. (2003), Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta.
77
View more...
Comments