Kadar Asetosal
November 16, 2017 | Author: Fauzia Ningrum Syaputri | Category: N/A
Short Description
nnn...
Description
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai
macam
metode
dapat
dilakukan
untuk
dapat
menentukan atau mengetahui kadar dari suatu senyawa dalam suatu sampel maupun sediaan. Jenis metode yang digunakan pun tergantung dari jenis dan struktur kimia dari senyawa yang akan ditetapkan kadarnya. Dengan demikian, penetapan kadar yang dilakukan dapat memberikan hasil yang baik dan juga sesuai dengan ketentuan yang ada. Metode
penetapan
kadar
yang
dapat
dilakukan
secara
konvensional salah satunya adalah dengan menggunakan metode titrimetri yang umum digunakan. Pembagian dari metode titriometri ini lebih lanjut adalah reaksi netralisasi, yaitu metode alkalimetri dan metode asidimetri. Untuk dapat melakukan penetapan kadar dengan metode asidimetri, maka senyawa yang akan ditetapkan kadarnya harus merupakan senyawa yang bersifat basa, dan sebaliknya bila metode yang digunakan adalah metode alkalimetri, maka senyawa yang ditentukan kadarnya adalah senyawa yang bersifat asam, dengan asam sebagai titrannya. Pada percobaan ini, akan dilakukan pennetapan kadar dari asetosal atau asam asetil sasilisat yang merupakan golongan obat analgetik dan antipiretik yang biasa terdapat dalam berbagai sediaan obat.
Dengan melakukan percobaan ini, maka diharapkan agar kita dapat mengetahui cara-cara penetapan kadar dari suatu senyawa dalam sediaan obat dengan menggunakan metode yang cocok.
B. Maksud Percobaan Maksud dari percobaan ini adalah untuk menganalisis kadar asetosal dalam suatu sediaan obat paten. C.
Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar asetosal dalam suatu sediaan obat paten. D. Prinsip Percobaan Prinsip dari percobaan adalah penentuan kadar asetosal dalam sediaan obat berdasarkan metode alkalimetri, dengan menggunakan natrium hidroksida sebagai titran, dimana titik akhir dari tutrasi ditandai dengan perubahan indikator fenolftalein dari warna merah muda menjadi tidak berwarna atau bening.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Teori Umum
Titrasi langsung adalah perlakuan terhadap suatu senyawa yang larut (titrat), dalam suatu bejana yang sesuai, dengan larutan yang sesuai yang sudah dibakukan (titran), dan titik akhir ditetapkan dengan instrumen atau secara visual menggunakan bantuan indikator yang sesuai. Titran yang ditambahkan dari buret dipilih sedemikian rupa hingga kekuatannya sesuai (normalitas), dan volume yang ditambahkan adalah antara 30 % dan 100% kapasitas buret. Titrasi harus dilakukan dengan cepat tetapi hatio-hati, dan ketika mendekati titik akhir titran ditambahkan tetes demi tetes dari buret agar tetes terakhir yang ditambahkan tidak melewati titik akhir. Jumlah akhir senyawa yang dititrasi dapat langsung dihitung dari volume dan faktor normalitas atau molaritas darii titran dan faktor kesetaraan untuk senyawa, yang tertera pada masing-masing monografi (Dirjen, 1995). Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin, adalah analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini juga dijadikan sebagai standar dalam menilai efek obat sejenis. Pada penyakit demam reumatik, aspirin masih tetap belum dapat
digantikan oleh obat AINS yang lain dan masih dianggap sebagai standar dalam studi perbandingan penyakit arthritis rheumatoid (Ganiswarna : 1995). Efek anti trombosit dari asetosal bersifat reversibel dan berdasarkan blokade enzim siklo-oksigenase yang bertahan selama hidupnya trombosit. Dengan demikian , sintesa tromboksan A2 (TxA2) – yang bersifat trombotis dan vasokonstriktif dihindarkan. Selain sebagai analgetikum, asetosal dewasa ini digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia sebagai obat pencegah infark kedua
setelah terjadi
serangan. Obat ini juga efektif untuk profilaksis serangan kedua stroke terutama pada pria (Tjay, 2002). Metoda netralisasi mencakup semua penetapan titirimetri dengan reaksi netralisasi : H+ + OHAsidimetri
→
adalah
H2O suatu
metoda
analisa
didasarkan pada pengukuran seksama jumlah asam
titrimetri
yang
yang digunakan
untuk zat-zat organik ataupun anorganik. Sedangkan pengukuran jumlah kuantitatif asam yang terdapat dalam contoh dengan cara titrasi dengan asam yang sesuai disebut alkalimetri. Prinsip kerja dari kedua metode ini adalah penetapan kadar asam/basa dengan cara penambahan sejumlah larutan asam/basa baku yang setara, dari sejumlah larutan asam/basa
yang ditambahkan dapat dihitung kadar asam/basa yang terdapat dalam contoh (Anonim, 2007). Beberapa
penetapan
kadar
dalam
farmakope
memerlukan
penambahan larutan volumetrik yang terukur, berlebih dari jumlah yang sebenarnya diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang ditetapkan kadarnya. Kelebihan larutan ini kemudian dititrasi dengan larutan volumetrik kedua. Titrasi ini dikenal dengan ”titrasi kembali”. Jumlah senyawa yang dititrasi dapat dihitung dari selisih antara volume larutan volumetrik yang dititrasi mula-mula dan volume titran dalam titrasi kembali, dengan memperhatikan faktor normalitas atau moralitas kedua larutan dan kesetaraan untuk senyawa yang tertera pada masing-masing monografi (Dirjen, 1995). Asam
asetil salisilat berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi
pada konsentrasi 3 – 6 % dalam salep. Disamping ini, zat ini juga bekerja keratolistis, yaitu dapat melarutkan lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5 – 10%. Selain itu berkhasiat
bakteriostatis lemah. Asam salisilat banyak
digunakan dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur yang ringan. Sering kali asam ini dikombinasi dengan asam benzoat (salep whitfield) dan belerang (sulfur peresipitatum) yang keduanya memiliki kerja fungistatis maupun bakteriostatis. Bila dikombinasi dengan obat lain, misalnya
kortikosteroida,
asam
salisilat
meningkatkan
penitrasinya
kedalam kulit. Tidak dapat dikombinasi dengan seng oksida karena akan terbentuk garam seng salisilat yang tidak aktif (Tjay , 2002). Ester selalu dibuat lewat reaksi alkohol dengan asam atau turunan asam, merupakan reaksi kesetimbangan yang aling mudah ialah melalui halida asam atau anhidrida asam, asam hidroksi, dapat membentuk lingkar lima atau enam, melalui esterifikasi intramolekular. Hidrolisa ester dengan menggunakan asam sebagai katalis, digunakan air yang berlebih sebagai nukleofilnya. Molekul air akan menyerang gugus karbonil, sehingga ikatan C – OR akan putus, sedangkan ikatan
O – R nya tidak
putus (Harum, 1990 ). Dalam teori ionisasi, suatu larutan netral mengandung sejumlah ion hydrogen dan ion hidroksida dengan konsentrasi yang besarnya hamper sama seperti misalnya air. Zat-zat yang dalam larutan air dapat memberikan ion hydrogen (H+) bersifat asam dan zat –zat yang dalam air memberikan ion hidroksida (OH-)n bersifat basa, karena menurut teori ionisasi
reaksi netralisasi terjadi bila ion hydrogen dari asam bersatu
dengan ion hidroksida dari basa membentuk molekul air. Reaksi netralisasi ini mempunyai nilai yang berarti untuk analisi kuantitatif berjalan sedemikian semopurna, reaksi ini dapat disempurnakan dengan cara-cara seperti misalnya dengan pembentukan endapan dari suatu reaksi dengan membebaskan suatu ion kompleks dengan mengubah mutan dari ion, dan dengan menambah suatu pereaksi yang belebihan (Said, 2003).
Titrasi asam basa sering disebut asidimetri-alkalimetri. Asidimetri dapat diartikan sebagai pengukuran jumlah asam ataupun pengukuran dengan asam (yang diukur jumlah basa atau garam). Asidimetri dan alkalimetri diartikan secara umum, yakni titrasi yang menyangkut asam dan basa (Harjadi, 1986). Asidimetri suatu metoda analisis titrimetri yang didasarkan pada pengukuran seksama jumlah volume asam yang digunakan, baik untuk zat-zat organik maupun ataupun zat-zat anorganik sedangkan pengukuran jumlah kuantitatif asam yang terdapat dalam contoh dengan jalan titrasi basa yang disebut alkametri. Dengan kata lain, kedua cara ini (asidimetri atau alaklimetri) mempunyai prinsip yang sama, yaitu menetapkan kadar asam atau basa dengan cara penambahan sejumlah larutan asam atau basa baku yang setra, dari jumlah volume larutan asam atau basa yang ditambahkan ini dapat dihitung kadar asam atau basa yang terdapat dalam contoh (Said, 2003). Asam kuat dan basa kuat terdisosiasi dengan lengkap dalam larutan air. Jadi pH pada berbagai titik selama suatu titrasi dapat dihitung langsung dari kuantitas stoikiometri asam dan basa yang telah dibiarkan bereaksi. Pada titik kesetaraan pH ditetapkan oleh jauhnya air berdisosiasi pada 25oC pada air murni adalah 7,0 (Underwood, 1986). Analisis memanfaatkan perubahan besar dalam pH yang terjadi dalam titrasi, untuk menetapkan kapan titik kesetaraan itu dicapai.
Terdapat banyak asam dan basa organic lemah yang bentuk ion dan bentuk tak terdisosiasinya menunjukkan warna yang berlainan molekulmolekul semacam itu dapat digunakan untuk menetapkan kapan telah ditambahkan cukup titran dan disebut indicator tampak.(visual indicator) (Underwood, 1986). Tidak dapat diragukan lagi bahwa obat-obatan yang paling banyak dipakai didunia adalah derivat dari asam benzoat, asam o-hidroksi benzoat, yang mana biasanya adalah asam salisilat yang dibuat dari fenol dan karbondioksida. Meskipun cara kerja yang tepat dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik, efek-efek berguna dari ester-ester dari asam ini telah diketahui sejak dahulu kala; daun-daun yang mengandung jumlah yang cukup dari senyawa-senyawa penawar rasa sakit dan demam ini telah dikelola oleh dokter-dokter zaman dahulu kala. Asam salisilat merupakan suatu unsur aktif dari salisilat dan asam salisilat itu sendiri adalah obat penawar dan pembunuh rasa sakit. ; pemakaian dapat melalui dengan mulut, tetapi merupakan asam yang cukup kuat mengiritasi perut. Aspirin, esternya dengan asam asetat, kurang bersifat asam dan kurang mengiritasi. Kandungan perut itu sendiri bersifat asam, aspirinmelewatinya tanpa perubahan; tetapi, pada kondisi basa seperti dalam usus, asapirin dihidrolisis menjadi Natrium salisilat dan diserap melalui dinding – dinding usus. Metil salissilat dapat juga dibuat sebagai obat dalam atau melalui
penyerapan via kulit, dan dengan demikian memberikan pemakaian pada tempat-tempat tertentu yang sakit (Roth, 1998),
B. Uraian Bahan 1. Aspirin (Dirjen POM : 1995) ) Nama IUPAC
: 2-(acetyloxy) benzoic acid
Sinonim
: Asam asetilsalisilat
Berat molekul
: 180,16
Densitas
:
1,40 g/cm3
Titik didih
:
140ºC
Titik lebur
:
136ºC
Rumus bangun
: COOH --OCOCH3
Pemerian
: Hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, rasa asam
Kelarutan
: Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform
Khasiat
: Analgetikum, antipiretikum
Kegunaan
: Sebagai sampel
2. Asam sulfat (Dirjen POM,1979) Nama resmi
: Acidum sulfiricum
Sinonim
: Asam sulfat
Rumus kimia
: H2SO4
% Unsur penyusun : Asam sulfat mengandung tidak kurang dari 95.0% dan tidak lebih dari 98.0 % H2SO4
Berat jenis
: 1.84 gram
Berat molekul
: 98,07
Pemerian
: Cairan kental seperti minyak dan bersifat korosif, tidak berwarna jika dilarutkan dalam air akan menimbulkan panas
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: Sebagai titran pada metode asidimetri
3. Alkohol ( DIrjen POM : 1995 :) Nama resmi
: Aethanolum
Nama kimia
: Etil alkohol
RM /BM
: C2H6O /46,07
Bobot jenis
: 0,8119 sampai 0,8139
%Unsur penyusun : Etanol mengandung tidak kurang dari
92,3%
b/b dan tidak lebih dari 93,8% b/b, setara dengan tidak kurang 94,4% v/v dan tidak lebih dari 96,0% v/v,C2H5OH,pada suhu 15,56o
Titik didih
: 78°C
Pemerian
: Cairan
mudah
berwarna,
bau
menguap, khas
jernih,
tidak
menyebabkan
rasa
terbakar pada lidah, mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan mudah terbakar. Kelarutan
: Bercampur
dengan
air
dan
praktis
bercampur dengan semua pelarut organik Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat,jauh dari api.
Kegunaan praktek : Sebagai pelarut 4. Natrii Hydroxidum (Dirjen POM :1979) % penyusun
: tidak kurang dari 97,5 % alkali jumlah dihitung sebagai NaOH, dan tidak lebih dari 2,5 % Na2CO3.
Nama kimia
: Natrii Hydroxidum
Sinonim
: Natrium Hidroksida
Rumus molekul
: NaOH
BM
: 40,00
Pemerian
: Putih
atau
praktis
putih, massa melebur,
berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh, dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara akan cepat menyerap CO2 lembab.
Kelarutan
: Mudah larut dalam air dan dalam etanol.
% penyusun
: tidak kurang dari 97,5 % alkali jumlah dihitung sebagai NaOH, dan tidak lebih dari 2,5 % Na2CO3.
Kegunaan
: Sebagai titran pada metode alkalimetri.
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat.
5. Fenolftalein (Dirjen POM : 1995) Nama resmi
: Fenolfthalein
Sinonim
: Fenolftalin, PP
RM
: C20H14O4
BM
: 318,33
Pemerian
: Serbuk hablur, putih atau akag putih kekuningan
Kelarutan
: Tidak larut dalam air, larut dalam etanol.
Trayek pH
: Antara 8,0 dan 10,0
Kegunaan
: Sebagai indikator pada metode alkalimetri
C. Prosedur Kerja Penetapan kadar asetosal (Anonim, 2009) Sampel ditimbang seksama yang setara dengan 500 mg asetosal, dilarutkan dalam 20 ml alkohol netral. Tambahkan indikator fenolftalein LP dan dititrasi segera dengan NaOH 0,1 N sampai titik akhir. Tambahkan sejumlah NaOH 0,1 N yang sama dengan yang digunakan pada titrasi, ditambah 15 ml lagi. Dipanaskan dengan penangas air selama 15 menit sambil diaduk. Dinfinkan cepat-cepat sampai suhu kamar dan dititrasi kelebihan NaOH 0,1 N dengan asam sulfat 0,1 N dengan indikatorr Fenolftalein. Dilakukan titrasi blangko.
BAB III METODE KERJA A. Alat yang digunakan
1. Batang pengaduk 2. Buret 50 ml 3. Beker gelas 4. Corong 5. Erlemeyer 6. Pipet tetes 7. Pipet volum 8. Timbangan analitik 9. Statif
B. Bahan yang digunakan 1.
Alkohol
2.
Aspilet®
3.
Bodrexin
4.
Farmasal
5.
Indikator Fenolftalein
6.
Larutan NaOH
7.
Larutan baku Asam Sulfat 0,1 N
8.
Restor
9.
Tissue roll C.
Cara Kerja
A. Alkohol netral 1. Diukur alkohol 96% sebanyak 100 ml 2. Diamsukkan kedalam erlenmeyer 250 ml 3. Ditamabahkan 3 tetes indikator fenolftalein 4. Dititrasi dengan larutan baku NaOH samapi terjadi perubahan warna dari bening menjadi warna merah muda B. Penetapan Kadar Asetosal 1. Disiapkan alat dan bahan 2. Ditimbang bahan sesuai perhitungan 3. Dibuat alkohol netral dengan mencampur 20 ml alkohol dan indikator fenolftalein serta penambahan NaOH secukupnya hingga larutan berwarna merah muda. 4. Ditimbang
tablet
Aspilet yang telah digerus sebanyak dua kali
penimbangan, dan masing-masing dilarutkan dalam 20 ml alkohol netral dalam erlemeyer I dan II 5. Masing-masing Erlemeyer I dan II ditambahkan NaOH 0,1 N sebanyak 15 ml
6. Masing-masing erlemeyer ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein, dan dititrasi hingga warna merah muda hilang. 7. Dicatat volumew titran masing-masing erlemeyer. 8. Dihitung kadar asetosal.
BAB IV HASIL PENGAMATAN A. Hasil pengamatan No
Data
Volume titran
1.
Erlemeyer I
6 ml
2.
Erlemeyer II
6 ml
C.
Perhitungan
Kelompok 1 V1 x
N
x
Bst
% Kadar 1 =
X 100% Bs x Fk 6,6 ml x 0,098 x 18,02
=
X 100% 100 x 0,1 0,6468 x 18,02
= 10 =
116,6 % V1 x
N
x
Bst
% Kadar 2 =
X 100% Bs x Fk 6,6 ml x 0,098 x 18,02
=
X 100% 100 x 0,1
0,6468 x 18,02
= 10 =
116,6 %
Rata-rata kadar asetosal dari dua erlemeyer adalah =
116,6 + 116,6 2
=
116,6 %
Kelompok 2 V1 x
N
x
Bst
% Kadar 1 =
X 100% Bs x Fk 7 ml x 0,098 x 18,02
=
X 100% 100 x 0,1 0,686 x 18,02
= 10 =
1,25 % V1 x
N
x
Bst
% Kadar 2 =
X 100% Bs x Fk 7 ml x 0,098 x 18,02
=
X 100% 100 x 0,1
0,686 x 18,02
= 10 =
1,25 %
Rata-rata kadar asetosal dari dua erlemeyer adalah =
1,25 + 1,25 2
=
1,25 %
Kelompok 3 V1 x
N
x
Bst
% Kadar 1 =
X 100% Bs x Fk 9,5 ml x 0,098 x 18,02
=
X 100% 100 x 0,1 0,931 x 18,02
= 10 =
1,69 % V1 x
N
x
Bst
% Kadar 2 =
X 100% Bs x Fk 9,9 ml x 0,098 x 18,02
=
X 100% 100 x 0,1
0,9702 x 18,02
= 10 =
1,75 %
Rata-rata kadar asetosal dari dua erlemeyer adalah =
1,69 + 1,75 2
=
1,72 %
Kelompok 4 V1 x
N
x
Bst
% Kadar 1 =
X 100% Bs x Fk 6 ml x 0,098 x 18,02
=
X 100% 100 x 0,1 0,588 x 18,02
= 10 =
105,96 % V1 x
N
x
Bst
% Kadar 2 =
X 100% Bs x Fk 6 ml x 0,098 x 18,02
=
X 100% 100 x 0,1
0,588 x 18,02
= 10 =
105,96 %
Rata-rata kadar asetosal dari dua erlemeyer adalah =
105,96 + 105,96 2
=
105,96 %
C.Reaksi
O C OH
O
O
C
C
+ OH
CH3
O
CH3
O C OH + O
CH3COOH
O C CH3
Asetosal + NaOH COONa - O – C – CH3 - + 2 NaOH
CH3COONa + H2O OH
BAB V
PEMBAHASAN Penetapan kadar asetosal ini dilakukan dengan menggunakan metode asidimetri dan alkalimetri, dimana pertama tama dibuat alkohol netral yang dibuat secara alkalimetri. Sedangkan pada penetapan kadar asetosal, dilakukan secara asidimetri karena menggunakan H 2SO4 sebagai titran. Pada percobaan ini digunakan alkohol netral karena kita akan melakukan percobaan berdasarkan sifat asam basa dari sampel, sehingga bila pelarut yang digunakan juga memiliki sifat asam ataupun basa, maka titran tidak hanya bereaksi dengan sampel, namun juga kemungkinan besar dapat bereaksi dengan pelarutnya karena keasaman ataupun kebasaannya. Penambahan NaOH disini adalah sebagai penetral. NaOH digunakan karena larutan ini bersifat basa dan dengan demikian dapat menetralkan suasana asam dari alkohol yang ditandai dengan terbentuknya warna merah muda jika ditambahkan indikator Fenolftalein. Titik akhir titrasi yang menggunakan titran bersifat asam yaitu H 2SO4 dapat ditandai dengan warna merah muda yang kembali menjadi bening, karena suasananya yang netral yang kembali menjadi bersuasana asam oleh penambahan titran. Digunakan indikator fenolftalein adalah karena indikator ini adalah indikator yang digunakan untuk larutan basa dengan kisaran pH 8,0 sampai 10,0 yang memberikan warna merah muda pada suasana basa, dan dengan demikian
dapat digunakan untuk menandai tingkat kebasaan setelah penambahan NaOH. Yang akan kembali bening pada suasana asam. Pada percobaan ini, digunakan metode alkalimetrii pada penetapan kadar asetosal adalah karena asetosal ini bersifat basa. Sehingga dengan cara menambahkan larutan basa, kemudian dititrasi kembali dengan larutan yang bersifat asam, maka kadar dari senyawa asam dapat dihitung, berdasarkan
perbandingan
banyaknya
asam
yang
digunakan
untuk
menetralkan basa yang sebelumnya digunakan untuk menetralkan keasaman dari asetosal. Pada percobaan ini, sediaan yang digunakan adalan Bodrexin® yang mengandung
Asetosal.
Penetapan
kadar
Asetosal
yang
dilakukan
mendapatkan volume titran pertama dan kedua sebanyak 6 mL, dan berdasarkan hasil perhitungan kadar, didapatkan kadar asetosal 105,96 %.. Dengan demikian rata-rata jumlah asetosal adalah 105,96 %. Tentu saja hasil perhitungan ini belum tentu akurat, mengingat banyaknya kelalaian yang bisa saja terjadi selama percobaan ini dilakukan, baik itu dalam hal perhitungan penimbangan, maupun ketelitian dan ketepatan dalam proses penentuan kadar, begitu pula dengan pereaksi yang digunakan.
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan
penetapan kadar asetosal pada
Bodrexin, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : a. Kadar asetosal pada titrasi pertama adalah 105,96% b. Kadar asetosal pada titrasi kedua adalah 105,96% c. Rata – rata kadar dari Bodrexin adalah 105,96%
B. Saran --
DAFTAR PUSTAKA Anonim, (2009). Penuntun Kimia Farmasi Analisis II. Fakultas Farmasi UMI : Makassar. (11-12). Dirjen POM,. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Kesehatan RI : Jakarta. (31, 63, 662, 974-975)
Departemen
Dirjen POM,. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan RI : Jakarta. (58, 96, 412) Ganiswarna,. (1995). Farmakologi dan Terapi edisi IV. Bagian Farmakologi FK Universitas Indonesia : Jakarta (210-211) Harjadi. (1980). ” Ilmu kimia Analitik dasar”. PT. Gramedia, Jakarta. Roth, H.J., dkk, (1998), “Analisis Farmasi”, UGM Press, Yoyakarta, Said, S., (2003). “Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif”. Universitas Hasanuddin. Makassar . Tjay, TH,. Rahardja,Kirana,. (2002). Obat-Obat Penting edisi V. Gramedia : Jakarta (580). Tan Hoan Tjay. (2002). Obat-obat Penting. PT. Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia – Jakarta. Underwood, A.L., day, RA., (1993), “Analisa Kimia Kuantitatif”, Edisi V, Alih Bahasa : R. Soedonro, Erlangga, Surabaya.
LAMPIRAN Skema kerja : Sampel ditimbang 100 mg (asetosal)
Dilarutkan dalam 20 ml alkohol netral
Ditambahkan indicator PP (3 tetes)
Dititrasi dengan NaOH 0,1 N (Dicatat volume titrannya)
Ditambahkan NaOH berlebih sebanyak 15 ml
Dipanaskan pada tangas air
Didinginkan
Dititrasi dengan H2SO4 0,1 N (Ditambahkan indikator PP 3 tetes)
Dicatat volume titran
Hitung % kadar Asetosal
View more...
Comments