Kadar Abu

March 26, 2018 | Author: Ririn Cwantiq | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Kadar Abu...

Description

KadarAbu Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan Kadar Abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu garam organik misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, sulfat, dan nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan. Kandungan dan komposisi abu atau mineral pada bahan tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya. (Rizky Wiryadi. 2007)

ANALISA HASIL PERTANIAN KADAR ABU TOTAL A.TUJUAN Mahasiswa mendapatkan pengetahuan dan terampil menganalisis kadar abu bahan hasil perkebunan dengan metode thermografimetri. B.DASAR TEORI Abu adalah zat organic sisa hasil pembakaran suatu bahan organic. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara pengabuanya. Beberapa contoh kadar air abu dalam beberapa contoh kadar abu dalam beberapa bahan dapat di lihat pada table brikut ini: Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalambentuk aslinya sangatlah sulit,oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut,yang dikenal dengan pengabuan.(sudarmadji.2003). Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan 2. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan 3. Untuk memperkirakann kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit uinegar (asli) atau sintesis 4. Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.( Irawati.2008 ). Penentuan kadar abu adalah mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi,yaitu sekitar 500-600°C dan melakukan penimbangan zat yang tinggal setelah proses pembakaran tersebut. Lama pengabuan tiap bahan berbeda–beda dan berkisar antara 2-8 jam.

Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan yaitu tanur yang dapat diatur suhunya. Pengabuan diangap selesai apa bila diperoleh sisa pembakaran yang umumnya bewarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadan dingin,untuk itu krus yang berisi abu diambil dari dalam tanur harus lebih dahulu dimasukan ke dalam oven bersuhu 105°C agar suhunya turun menyesuaikan degan suhu didalam oven,barulah dimasukkan kedalam desikator sampai dingin,barulah abunya dapat ditimbang hingga hasil timbangannya konstan.( Anonim.2010 ). C.BAHAN DAN ALAT 1.Bahan a) Biji lada b) Pala c) Cengkeh d) Pk e) Oven

2.Alat a) Muffle furnace b) Hot plate c) Krus proselin d) Desikator

D.METODE KERJA a) Persiapan awal 1. Ditimbang bahan contoh yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 gr dalam kurs porslein yang telah diketahui beratnya. 2. Dipanaskan bahan tersebut diatas hot olate (dalam ruang asam) untuk meminimalkan asap/jelaga hitam yang muncul pada saat proses pengabuan. 3. Dimasukan bahan kedalam furnance (tanur) sesuai dengan prosedur kerja penoperasian alat. b) Petunjuk penggunaan furnance (Thermolyne FB.1410M.26) 1. Dihubungkan kabel power kesumber litrik. 2. Ditekan tombol power ke posisi ON, maka tampilan digital yang menyatakan temperature akan menyala. 3. Diatur suhu pengabuan (550’C) dengan cara menekan tombol “Push To Set Temperature” dan secara bersamaan putar tombol “Temperature” hingga tercapai tempertaur yang ditentukan. 4. Dilepaskan tekanan pada tombol “Push To Set Temperature”. 5. Dimasukan bahan kedalam furnance dengan lama proses pengabuan 3 jam. 6. Setelah lama proses pengabuan tercpai, diatur suhu furnance menjadi 150’C. 7. Ditunggu hingga suhu mencpai 150’C, selanjutnya dimasukan bahan kedlam desikator dan ditimbang. 8. Dihitung kadar abu total bahan (%) berdasarkan berat kering bahan.

E.HASIL PENGAMATAN No Sampel Berat krus (g) Berat bahan (g) Berat kering (g) Berat abu (g) Kadar air (%) 1. Lada 20,79 0,5 0,4589 0,0016 0,34 2. Pala 20,08 0,5 0,4559 0,0096 2,11 3. Cengkeh 14,66 0,5 0,3958 0,0336 8,49 4. Pk 21,93 0,5 0,4292 0,026 6,06

PERHITUNGAN Berat kering = 100 x berat sampel / 100 + kadar air (db) = 100 x 0,5 / 100 + 26,64 = 50,12 / 126,64 = 0,3958 Kadar abu = berat abu / berat kering x 100% = 0,0336 / 0,3958 x 100% = 8,48 % F. PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini,proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan Muffle Furnace (tanur) yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 550°C penggunaan tanur karena suhunya dapat diatur sesuai dengan suhu yang telah ditentukan untuk proses pengabuan. Sampel yang telah halus ditimbang 1-2 gram,sebelum dimasukkan kedalam tanur terlebih dahulu sampel dipanaskan diatas hot plate tujuannya agar dapat meminimalkan asap atau jelaga yang muncul pada saat pengabuan. Untuk kali ini analisis kadar abu total menggunakan bahan atau sampel sebagai berikut : lada,pala,,cengkeh,dan pk. Setelah tercapai pengabuan yang dapat ditunjukkan pada warna yang dihasilkan sampel setelah diarangkan,pada pengabuan sampel telah menjadi abu berwarna putih abu-abu. Berat abu yang didapat pada sampel cengkeh yakni seberat 0,0336 (g), jauh sekali penurunan berat yang terjadi karena berat sampel awal 0,5 gram,berarti selama proses pemanasan awal sampai pada proses pengabuan telah terjadi penguapan air dan zat-zat yang terdapat pada sampel,sehingga yang tersisa hanyalah sisa dari hasil pembakaran yang sempurna yakni abu. Pada sampel cengkeh didapat kadar abu terbesar dibandingkan sampel yang lain yakni sebesar 8,49% yang dihitung berdasarkan berat kering,besarnya kadar abu yang didapat dalam praktikum kali ini, mungkin disebabkan oleh suhu ruang ataupun adanya ppasir dan kotoran yang terdapat dalam sampel. Untuk itu dilakukan pengujian kadar abu totol yang memiliki berbagai macam tujuan yakni : menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan,mengetahui jenis bahan yang digunakan juga sebagai parameter nilai bahan makanan dan mengetahui adanya abu yang tidak larut dalamasam yang cukup tinggii menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain yang terdapat dalam suatu bahan. G. KESIMPULAN Setelah melakukan praktikum analisis kadar abu dapat disimpulkan bahwa : 1. Abu adalah zat orgganik dari sisa hhasil pembakaran suatu bahan organic 2. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran disebut pengabuan 3. Proses pengabuan dapat dilakukan dengan menggunakan tanur yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 500-600°C

DAFTAR PUSTAKA Anonim.2010.LAPORAN PENENTUAN KADAR ABU.http://scribd.com. Diakses 31 oktober 2010 Irawati.2008.MODUL PENGUJIAN MUTU 1.Diploma IV PDPPTK VEDCA.Cianjur Sudarmadji.dkk.2003.Prosedur Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian.Liberti.Yogyakarta. Diposkan oleh firman di 06:48 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Jumat, 04 Mei 2012 Kadar Abu

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. (Winarno, 1992)

Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja. Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak larut. (Puspitasari, et.al, 1991)

Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010) Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650C akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 %. (Yunizal, et.al, 1998) Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu 1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat, pektat dan lain-lain

2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali. (Anonim, 2011) Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Menurut Winarno (1991), kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar. Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan

langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono, et.al, 1989). Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. (Sudarmadji, 1996) Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu : a.

Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.

b.

Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.

Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali mercuri dan arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut. Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain : a.

Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang relatif banyak,

b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dan c.

Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.

Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain : a. Membutuhkan waktu yang lebih lama, b. Tanpa penambahan regensia, c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono, 1989)

Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996) Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung. Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi : a. Waktu yang diperlukan relatif singkat, b. Suhu yang digunakan relatif rendah, c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah,

d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan e. Penetuan kadar abu lebih baik. Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi : a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun, b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan. (Apriantono, 1989) Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu: 1. Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan Dalam penggilingan gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau lembaga yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi. 2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.

3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan Rumusan dari penentuan kadar abu sebagai berikut: Keterangan: A adalah berat cawan kosong dinyatakan dalam g B adalah berat cawan + contoh awal, dinyatakan dalam g C adalah berat cawan + abu, dinyatakan dalam g. Sumber:

Anonim. 2011. Uji Kadar Abu. http://fajarub.blogspot.com/2011/11/uji-kadar-abu.html. Diakses tanggal 15 Maret 2012 pukul 23.05. Apriyanto, Anton, et al. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB-press

Puspitasari, et.al. 1991. Teknik Penelitian Mineral Pangan. Bogor: IPB-press. Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhandi. 1989. Analisa Bahan makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta. Widodo, Didik S. dan Retno A. L. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif Dasar Penguasaan Aspek Eksperimental. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia; Jakarta. Yunizal, Murtini,J.T., Dolaria,N., Purdiwoto,B., Abdulrokhim dan Carkipan. 1998. Prosedur Analisa Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil Perikanan. Instalasi Penelitian dan Pengembangan Perikanan; Jakarta.

Penentuan kadar abu sesuai dengan Apriantono (1989) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Pengabuan cara langsung (Cara Kering). Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–600ºC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996). Mekanisme pengabuan pada percobaan ini adalah pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam. Krus porselin adalah tempat atau wadah yang digunakan dalam pengabuan, karena penggunaannya luas dan dapat mencapai berat konstan maka dilakukan pengovenan. Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan eksikator. Lalu timbang krus sebagai berat a gram. Setelah itu masukkan bahan sebanyak 3 gram kedalam krus dan catat sebagai berat b gram. Pengabuan di anggap selesai apabila di peroleh pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu (Tamiang, 2011).

Pengabuan

yang

dilakukan

didalam

muffle

dilakukan

melalui 2 tahap yaitu : a. Pemanasan pada suhu 300ºC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis. b. Pemanasan pada suhu 800ºC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba. Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan

dalam

tanur

selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai bera c gram. Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain : a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sampel yang relatif banyak, b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dan c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko

akibat

penggunaan

reagen

Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain : a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,

yang

berbahaya.

b. Tanpa penambahan regensia, c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono 1989). 2. Pengabuan cara tidak langsung (Cara Basah) Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu pada bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Proses pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan percepatan oksidasi. Sedangkan pada

pemanasan

untuk

pasir

bebas

dapat

membuat

permukaan

yang

bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. Mekanisme pengabuannya adalah pertama-tama krus porselin dioven selama 1 jam. Kemudian didinginkan selama 30 menit, setelah itu dimasukkan ke dalam eksikator (Sudarmadji, 1996). Lalu timbang krus sebagai berat a gram. Setelah itu masukkan bahan sebanyak 3 gram kedalam krus dan catat sebagai berat b gram. Kemudian ditambahkan gliserol alkohol 5 ml dan dimasukkan dalam tanur pengabuan sampai warna menjadi putih keabu-abuan. Setelah terjadi pengabuan, abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel. Setelah itu dilakukan

penimbangan

dan

catat

sebagai

berat

c

gram.

Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang bersifat volatile seperti Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu seperi K2CO3 dan CaCO3. pengeringan pada metode ini bertujuan untuk mendapatkan berat konstan. Sebelum sampel dimasukkan dalam krus, bagian dalam krus dilapisi silica gel agar tidak terjadi pengikisan bagian dalam krus oleh zat asam yang terkandung dalam sampel dan utnuk menyerap air yang kemungkinan ada pada kurs (Anonim 2010c). Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung sesuai dengan Anonim (2010c). Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi : a. Waktu yang diperlukan relatif singkat, b. Suhu yang digunakan relatif rendah, c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah, d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan e. Penetuan kadar abu lebih baik.

Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi : a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun, b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yangt e r d a p a t d a l a m b a h a n p a n g a n t e r d i r i d a r i 2 j e n i s g a r a m , ya i t u g a r a m o r g a n i k misalnya asetat, pektat, mallat, dan garam anorganik, misalnya karbonat, fosfat, s u l f a t , d a n nitrat. Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakarandisebut pengab uan. Kandungan dan komposisi abu atau m i n e r a l p a d a b a h a n tergantung dari jenis bahan dan cara pengabuannya.P a d a praktikum kali ini, proses pengabuan dilakukan d e n g a n menggunakan tanur yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 600 o C. Sampelyang digunakan adalah bawang merah dan wortel. Sampel pertama kali ditimbang0,5 gram lalu dihancurkan atau dipotong sekecil mungkin. Setelah itu sampeldiletakkan dalam cawan poselain yang sebelumnya telah dipijarkan dalam tanur d a n d i t i m b a n g . K e m u d i a n s a m p e l d i m a s u k k a n d a l a m t a n u r s a m p a i s a m p e l berubah menjadi abu yang ditunjukkan dengan berubahnya warna menjadi putihkeabu-abuan. Setelah menjadi abu, sampel ditimbang kembali lalu dihitung kadar abunya. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:Wcawan = berat cawan kosongWsampel = berat sampel sebelum dipanaskanWakhir = berat cawan + sampel setelah dipanaskan% Kadar abu diperoleh dengan cara:% Kadar abu = W akhir – W Cawan x 100W sample K e l o m p o k S a m p e l W c a w a n (gr)Wsampel(gr)Wakhir(gr)Kadar abu(%) 9 W o r t e l 1 9 . 3 9 9 4 0 . 5 0 2 4 1 9 . 4 0 2 5 0 . 6 1 7 0 1 0 W o r t e l 1 9 . 8 8 7 3 0 . 5 1 1 4 1 9 . 8 9 8 4 0 . 9 9 7 3 1 1 B a w a n g Merah2 0 . 4 0 8 9 0 . 5 0 6 3 2 0 . 4 1 3 2 0 . 8 4 9 0 1 2 B a w a n g Merah2 1 . 6 6 0 1 0 . 5 4 7 3 2 1 . 6 6 9 5 1 . 7 1 7 5

Dari hasil yang diperoleh, wortel memiliki kadar abu yang lebih tinggidibandingkan dengan bawang merah. Nilai kadar abu yang diperoleh belum tentusesuai dengan hasil yang sebenarnya karena waktu pemijaran yang dilakukantidak sempurna yang ditunjukkan warna sampel yang terbentuk hanya sebagiankecil yang berwarna abu-abu. Berdasarkan literature yang didapat nilai kadar abudari kedua sampel hampir sesuai. Bawang merah dan wortel termasuk sayuran, pada literature nilai kadar abu sayuran dapat mencapai 1%. SIMPULAN • Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. • Mineral yang terdapat dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitugaram organik dan garam anorganik. • Proses untuk menentukan jumlah mineral sisa pembakaran d i s e b u t pengabuan. • Proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan tanur yang memijarkansampel pada suhu mencapai 600 o C. • Wortel memiliki kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan bawangmerah.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF