K3 Di Laborat
July 6, 2019 | Author: Yoga Wicaksana | Category: N/A
Short Description
k3...
Description
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : K esehata sehatan n dan dan K eselam selamatan atan Ke K er j a
2014 1|Page
I.
PENDAHULUAN
Setiap pekerja dalam melakukan pekerjaannya berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dan kesehatannya, karena keselamatan dan kesehatan merupakan unsur penting untuk menjadikan pekerja yang berkualitas dan produktif. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja. Pembinaan norma-norma tersebut diwujudkan dalam undang-undang dan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan dan kesehatan kerja serta hal-hal lain yang yang berhubungan dengan K3. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja (laboran/analis) pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Secara keilmuan K3 merupakan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 1
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja problem yang dihadapi saat di laboratorium? 2. Bahaimana kebijakan pemerintah mengenai K3 di laboratorium?
III.
PEMBAHASAN 1. Problem di Labortorium
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Kecelakaan yg paling berat. Untuk menghindari risiko dari kecelakaan dan terinfeksinya petugas menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai berat khususnya pada laboratorium kesehatan sebaiknya dilakukan tindakan pencegahan seperti pemakaian APD, apabila petugas laboratorium tidak menggunakan alat pengaman, akan semakin besar kemungkinan petugas 1
http://yunimusya.wordpress.com//.
2|Page
laboratorium terinfeksi bahan berbahaya, khususnya berbagai jenis virus(Depkes RI, 1996/97).2 Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Si likosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan factor manusia juga (WHO), salah satunya pekerja tidak menggunakan APD. Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor – faktor yaitu : 1.
Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, dengan solvent yang digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negative terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit
saja
oleh
karena
alergi
(keton).
Bahan
toksik
(
trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar. 2.
Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi : 1) Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian 2) Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja. 3) Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja 4) Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
2
http://heber-makariorio.blogspot.com/2010/10/undang-undang-tentang-laboratorium.html//
3|Page
5) Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani. 6) Pencahayaan, kurangnya cahaya ditempat kerja mengakibatkan kelelahan pada mata. Keluhan lainnya iritasi mata, sakit kepala, penglihatn terganggu dst. 7) Panas, suhu udara nyaman di Indonesia sekitar 26-28 C dan kelembaban 560-70%. Efek panas pada ruangan dapat menyebabkan heat syncope.C 8) Getaran, akibat dari getaran yang berat dapat menimbulkan penyakit Raynaud atau white Finger “ gejalanya rasa kesemutan pada jari tangan pada waktu bekerja dan sesaat setelah berhenti bekerja. 9) Hewan, bahayanya di gigit hewan, transmisi penyakit dan reaksi alergi 10) Radiasi, dua radiasi pengion dan non pengion ( tanpa pelepasan electron)
3.
Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja. 3 2. Kebijakan Pemerintah tentang K3 di Laboratorium A.
Peraturan pemerintah RI No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi
Dalam peraturan ini diatur nilai ambang batas yang diizinkan. Selanjutnya ketentuan nilai ambang batas yang diizinkan, diatur lebih lanjut oleh instansi yang berwenang. Pengaturan mengenai petugas dan ahli proteksi radiasi, pemeriksaan
3
Ibid, http://yunimusya.wordpress.com//
4|Page
kesehatan calon pekerja dan pekerja radiasi, kartu kesehatan, pertukaran tugas pekerjaan, ketentuan-ketentuan kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, pembagian daerah kerja dan pengelolaan limbah radioaktif, kecelakaan dan ketentuan pidana. Rangkuman isi peraturan sebagai berikut : a. Instalasi atom harus mempunyai petugas dan ahli proteksi radiasi dimana petugas proteksi mempunyai tugas menyusun pedoman dan instruksi kerja, sedangkan ahli proteksi mempunyai tugas mengawasi ditaatinya peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi. b. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada pekerja radiasi adalah:
calon pekerja radiasi
berkala setiap satu tahun
pekerja radiasi yang akan putus hubungan kerja.
c. Pekerja radiasi wajib mempunyai kartu kesehatan dan petugas proteksi radiasi wajib mencatat dalam kartu khusus banyaknya dosis pajanan radiasi yang diterimamasing-masing pekerja. d. Apabila pekerja menerima dosis radiasi melebihi nilai ambang batas yang diizinkan, maka pekerja tersebut harus dipindahkan tempat kerjanya ketempat lain yang tidak terpajan radiasi. e. Perlu adanya pembagian daerah kerja sesuai dengan tingkat bahaya radiasi dan pengelolaan limbah radioaktif. f. Perlu ada tindakan dan pengamanan untuk keadan darurat apabila terjadi kecelakaan radiasi. g. Pelanggaran ketentuan ini diancam pidana denda Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)4 B.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1244/ Menkes/SK/XII/1994 tentang Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis
Pedoman
ini
menjelaskan
mengenai
klasifikasi
mikroorganisme
dan
laboratorium, manajemen keamanan kerja laboratorium, yang meliputi tingkatan manajemen keamanan kerja, kewajiban petugas atau tim keamanan kerja dalam laboratorium, system pencatatan dan pelaporan adanya bahaya di dalam laboratorium, pelatihan keamanan kerja dalam laboratorium, praktek laboratorium yang benar,
4
Sanusi Ibrahim, dkk, Teknik Laboratorium Kimia Organik , (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm.90-91
5|Page
pengelolaan specimen, tata ruang dan fasilitas laboratorium, sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi dan tata laksana limbah laboratorium, peralatan laboratorium dan bahaya yang dapat dicegah, kesehatan petugas laboratorium dan lain sebagainya. Manajemen operasional laboratorium: 1. Tata ruang 2. Peralatan yang baik dan terkalibrasi 3. Infrastruktur 4. Administrasi laboratorium 5. Organisasi laboratorium 6. Fasilitas pendanaan 7. Inventarisasi dan keamanan 8. Pengamanan laboratorium 9. Disiplin yang tinggi 10. Ketrampilan SDM 11. Peraturan dasar 12. Penanganan masalah umum dan jenis-jenis pekerjaan. 5 C.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahaya Berbahaya Bagi Kesehatan
Dalam peraturan ini di atur tentang distribusi atau pengedaran, pengelolaan bahan berbahaya bagi kesehatan, dimana setiap bahan berbahaya yang diedarkan harus diberi wadah dan kemasan dengan baik dan aman. Pada wadah kemasan dicantumkan nama sediaan atau nama dagang, nama bahan aktif, isi berat netto, kalimat peringatan dan tanda atau symbol bahaya, petunjuk pertolongan pertama pada kecelakaan yang disebut MSDS (Material Safety Data Sheet). Dalam peraturan ini juga dilampirkan daftar bahan berbahaya yang harus didaftarkan 6 D.
Peraturan tentang Alat Pelindung Diri (APD)
Dasar Hukum: 1)
Undang-undang No.1 tahun 1970.
5
Ibid, Sanusi Ibrahim, dkk, Teknik Laboratorium Kimia Organik, hlm.95 Marham Sitorus, Laboratorium Kimia (Pengelolaan dan Manajemen), (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm.2 6
6|Page
a. Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk memberikan APD b. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD. c. Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai APD. d. Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-Cuma. 2)
Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981 Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.
3)
Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982 Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja
4)
Permenakertrans No.Per.03/Men/1986 Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yg berupa pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernafasan. Laboratorium menggunakan bahan kimia dengan bermacam sifat bahaya,
maka sebaiknya laboratorium mempunyai peralatan keselamatan standar berikut: Jas Laboratorium
Alat pemadam kebakaran
Sarung tangan
Selimut api
Pelindung mata dan muka
Tangga
Alat/kra pencuci mata
Karet penghisap
Alat pernafasan (respirator masker )
Tanda peringatan keselamatan7
Beberapa tipe bahaya yang disebabakan oleh bahan kimia,yaitu: a) Ledakan
7
Ibid, Marham Sitorus, Laboratorium Kimia (Pengelolaan dan Manajemen), hlm.20-25
7|Page
b) Kebakaran c) Keracunan d) Bahaya kecil e) KorosifIritasi f) Radiasi.8
IV.
KESIMPULAN
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Penyakit (problem) akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor – faktor yaitu : a. Faktor kimia b. Faktor fisik c. Faktor ergonomi
Kebijakan pemerintah mengenai K3 di laboratorium sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dapat dilihat dalam perundang – undangan berikut: 1)
Peraturan pemerintah RI No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi
2)
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1244/ Menkes/SK/XII/1994 tentang Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis
3)
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
472/Menkes/Per/V/1996
tentang
Pengamanan Bahaya Berbahaya Bagi Kesehatan 4)
V.
Peraturan tentang Alat Pelindung Diri (APD)
PENUTUP
8
Sanusi Ibrahim, dkk, Teknik Laboratorium Kimia Organik , (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hlm.104-106
8|Page
Demikianlah uraian yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini. kritik dan saran konstruktif dari pembaca sangat diharapkan untuk mewujudkan hasil yang lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca umumnya.
9|Page
DAFTAR PUSTAKA
-
Ibrahim, Sanusi dkk, 2013, Teknik Laboratorium Kimia Organik , Yogyakarta: Graha Ilmu.
-
Sitorus, Marham, 2013, Laboratorium Kimia (Pengelolaan dan Manajemen), Yogyakarta: Graha Ilmu.
-
http://yunimusya.wordpress.com//. Diunduh pada tanggal 29 Oktober 2014.
-
http://heber-makariorio.blogspot.com/2010/10/undang-undang-tentanglaboratorium.html//. Diunduh pada tanggal 28 Oktober 2014.
10 | P a g e
View more...
Comments