JURNAL PRAKTIKUM MINERALOGI

February 3, 2019 | Author: Ozan Asmawi Isa | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download JURNAL PRAKTIKUM MINERALOGI...

Description

JURNAL PRAKTIKUM MINERALOGI ACARA: POLA DISTRIBUSI BATUBARA UNTUK INDUSTRI TEKSTIL DI PROPINSI JAWA BARAT

Disusun Oleh: Khalaksita Amikani Asbella L2L 009 062

LABORATORIUM MINERALOGI PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG APRIL 2010

P

IS

I

SI

I

IP (S

di

S

I

E S I

PI SI o

P rw

p r

d

d

g,

i)

Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang memiliki banyak industri tekstil, empat daerah di antaranya adalah Kota Bandung sebanyak 98 perusahaan, Kabupaten Bandung 215 perusahaan, Kabupaten Purwakarta sebanyak 6 buah dan Kabupaten Bekasi sebanyak 10 buah. Hingga tahun 2004, terdapat 38 perusahaan (11,55%) yang telah memanfaatkan

batubara

sebagai

bahan

bakar

untuk

kegiatan

produksinya. Berdasarkan hasil jajag pendapat tentang batubara terhadap perusahaan yang masih menggunakan BBM, ternyata bahwa sekitar  14,28% responden ingin menggunakan batubara sebagai bahan bakar  untuk boilernya, 42,28% perusahaan tidak menginginkan pemakaian batubara dalam kegiatan produksinya, sedangk an 57,14% masih berpikir  dulu. Batubara

sebagai

salah

satu

sumber

energi

yang

jumlah

cadangannya sangat besar, diharapkan dapat menjadi pengganti bahan bakar minyak yang jumlahnya semakin menipis, namun dari jumlah batubara yang ada kurang lebih 60% merupakan batubara lignit yang kurang ekonomis bila diusahakan. Di lain pihak kebutuhan energi terus meningkat, salah satunya kebutuhan akan energi listrik yang dari tahun ke tahun terus meningkat dan belum bisa terpenuhi. PLTU mulut tambang dengan kapasitas kecil yang menggunakan batubara mutu rendah merupakan salah satu alternatif dalam menanggulangi kekurangan energi listrik di beberapa daerah yang memiliki sumber daya batub ara cukup besar, sekaligus menjadi peluang di dalam pemanfaatan batubara mutu rendah. Agar pengusahaan batubara mutu rendah bisa ekonomis, baik di dalam usaha penambangan, maupun pemanfaatannya sebagai bahan

bakar pada PLTU mulut tambang, diperlukan suatu kebijaksanaan pemerintah supaya batubara mutu rendah bisa bersaing dengan batubara mutu baik. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah dengan memberikan insentif kepada pengusaha dan pemanfaat batubara mutu rendah, yaitu mengurangi nilai royalti (untuk KP) dan nilai bagi hasil (untuk PKP2B). Sedangkan untuk PLTU mulut tambang diberikan harga yang lebih murah yang diambil dari produksi batubara bagian pemerintah (dari PKP2B).

(Rochman

Saefudin,

Ijang

Suherman

dan

Bukin

Daulay 

Pusat Penelitian dan Pengemb angan Teknologi Mineral dan Batubara)

Perusahaan tekstil pengguna batubara sebagian besar membeli batubara secara langsung ke agen -agen pemasok batubara di wilayah Cirebon, harganya berkisar antara Rp.300.000 ± Rp.400.000 per ton sampai di tempat tujuan. Batubara itu sendiri sebagian besar didatangkan dari Propinsi Kalimantan Selatan, seperti PT. Arutmin, PT. Adaro dan KUD, serta kualitas kandungan kalori yang diterima di lokasi pemakai berkisar antara 5.400-6.600 kkal/kg. Pada masa mendatang, diperkirakan potensi kebutuhan batubara per tahun untuk boiler industri tekstil di Bandung Raya (Kota dan Kabupaten Bandung) antara 500.000 -700.000 ton, Kabupaten Purwakarta antara 13.000 -18.000 ton dan Kabupaten Bekasi antara 22.000-32.000 ton. Permasalahan utama yan g dihadapi oleh perusahaan tekstil (batubara) adalah reaksi negatif dari masyarakat sekitar pabrik yang merasa terganggu akibat dari proses pembakaran batubara. Permasalahan lain adalah kesulitan dalam membuang abu dasar (bottom ash) hasil pembakaran batub ara. Besarnya potensi kebutuhan batubara untuk industri tekstil di Jawa Barat baru mencapai 0,84% dari total industri. Terdapat 3 jalur saja yang layak dijadikan sebagai alternatif pengiriman batubara dari Cirebon lokasi -lokasi industri tekstil di Jawa Barat. 3 jalur alternatif tersebut adalah yaitu jalur Cirebon -

Cikampek-Bandung dengan biaya Rp. 55.000,00 per ton -km, jalur  Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-Malangbong dengan biaya Rp. 81.000,00 per ton-km dan jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung dengan biaya Rp. 40.000,00 per ton-km.

(Triswan Suseno, Ukar W. Soelistijo,

SumaryonO,

Sujarwo, Jafril,

Bambang Sunarto, Sujarwanto Heru Riyanta Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara)

Dengan persentase mencapai 30% dari total biaya keseluruhan, maka kenaikan harga BBM telah berdampak buruk terhadap kelangsungan hidup industri genteng di Plered dan sekitarnya. Sementara kayu bakar  yang semakin sulit diperoleh, dan kalaupun ada harganya mahal, ikut memperparah keadaan. Dalam kaitan ini tekMIRA mencoba mengatasi keadaan tersebut, yakni memanfaatkan batubara untuk menggantikan peran BBM dan kayu bakar. Dari hasil uji coba yang dilaksanakan sebanyak dua kali, terbukti bahwa batubara cukup kompetitif sekaligus mampu menjadi substitusi bagi BBM dan kayu bakar. Keberhasilan ini diharapkan lebih memicu pemanfaatan batubara di sektor lain dan di daerah lain, sehingga ketergantungan terhadap BBM semakin berkurang.

(Johny Wahyuadi Soedarsono, Bambang Suharno, Donny V  Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara )

Sekitar 5 % dari 2,5 juta ton pelet per tahun yang diimpor PT Krakatau Steel hancur atau pecah pada saat transportasi dan bongkar muat. Dengan demikian, setiap tahunnya dihasilkan sekitar 125.000 ton debu pelet yang berkadar besi tinggi (64 % Fe). Debu pelet ini dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku pembuatan besi dan baja berupa pelet baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan pengikat bentonit 1 % dan 2 % terhadap sifat

mekanis dari pelet baru yang terbentuk dari debu pelet, dengan harapan pelet yang dihasilkan dapat memenuhi standar industri. Hasil pengujian menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata dari sifat kedua tipe pelet dengan kadar bentonit yang berbeda terutama pada keta hanan abrasi. Pada penambahan bentonit 1 %, pelet yang dihasilkan memiliki thumbler  index sebesar 67,8 %, dan indeks abrasi 23 %; sedangkan pada penambahan bentonit sebesar 2 % terjadi peningkatan menjadi tumbler  index 92,6 %, dan indeks abrasi 6,6 %. Unt uk sifat mekanis dan metalurgi lainnya seperti bulk density, ketereduksian, distribusi ukuran pelet, porositas, dan basasitas, tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok.

(Zulfahmi dan Maman Surachman Pusat Penelitian dan Pengembanga n Teknologi Mineral dan Batubara)

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF