September 10, 2017 | Author: aawicaksana | Category: N/A
Jurnal penelitian mengenai ikan gabus (Channa striata)...
0758: Dina Muthmainnah dkk.
PG-319
BUDIDAYA IKAN GABUS (Channa striata) DALAM WADAH KARAMBA DI RAWA LEBAK Dina Muthmainnah 1) Syarifah Nurdawati 2) Solekha Aprianti 3) Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Jl. Beringin no. 8 Mariana – Palembang – 30763, Telepon (0711) 7537194 e-Mail:
[email protected] Pusat Unggulan Riset Pengembangan Lahan Suboptimal Graha Pertanian Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Jalan Padang Selasa 524, Palembang 30139, Telepon (0711) 352879 Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Indonesia mempunyai lahan rawa lebak yang luas yang pemanfaatannya belum optimal. Sektor perikanan masih didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap yang produktivitasnya cenderung menurun. Budidaya ikan merupakan pilihan untuk meningkatkan produktivitas perairan rawa. Dengan memanfaatkan karakteristik biologinya, ikan gabus (Channa striata) merupakan jenis ikan lokal yang berpeluang dikembangkan sebagai ikan budidaya yang adaptif di lingkungan rawa lebak. Penelitian dilaksanakan di rawa dalam, Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan dari Februari hingga November 2012. Metoda yang digunakan adalah padat tebar berbeda (50, 100, 150 per meter persegi) di enam karamba berukuran 2x1,5 m. Pengamatan pertumbuhan dilakukan 5 minggu sekali meliputi panjang total, berat, dan kualitas air (pH, O2, CO2, alkalinitas dan hardness). Pengamatan tingkat kelangsungan hidup, hubungan panjang berat dan konversi pakan dilakukan di akhir penelitian saat ikan gabus berumur lima bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan terbaik adalah ikan pada padat tebar 50 individu/m2 yaitu 80,67%. Padat tebar terbaik adalah 50 individu/m2 yang akan menghasilkan ikan yang lebih montok dengan nilai b = 3,161. Sedangkan pertambahan berat terbaik pada ikan dengan padat tebar 150 individu/m2 yaitu 96,60 g dengan biomassa 15,45 kg/m2. Konversi pakan berkisar antara 4,76 – 6,17 selama penelitian, dan ini masih memberikan keuntungan untuk nilai jual per kilogram ikan. Dapat disarankan bahwa budidaya ikan gabus dapat dikembangkan di berbagai lokasi perairan rawa lebak. Kata Kunci: Budidaya ikan gabus, Channa striata, karamba
I. PENDAHULUAN
Lahan rawa lebak merupakan tipe ekositem lahan basah yang dicirikan adanya fase kering (teresterial) dan fase berair (akuatik), yang telah dimanfaatkan baik oleh sektor pertanian maupun sektor perikanan. Pemanfaatan oleh sektor perikanan masih didominasi oleh kegiatan perikanan tangkap yang tingkat produktifitasnya cenderung menurun. Budidaya ikan merupakan alternatif bagi peningkatan produksi ikan dan sekaligus membuka peluang usaha bagi petani-nelayan di perairan lebak. Ikan gabus (Channa striata) adalah salah satu ikan asli yang hidup di perairan tawar di Indonesia, seperti daerah aliran sungai di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Di Sumatera Selatan nilai ekonominya terus meningkat karena
ikan gabus selain dimanfaatkan dalam bentuk ikan segar juga telah digunakan sebagai bahan pembuatan kerupuk, pempek dan olahan lainnya. Pemanfaatan ikan ini dari berbagai ukuran, yaitu pada ukuran benih dimanfaatkan sebagai pakan ikan hias, dan pada ukuran konsumsi, ikan ini sangat digemari karena memiliki daging yang tebal dan rasa yang khas. Sedangkan dalam bentuk kering ikan ini diolah menjadi ikan asapan atau ikan asin. Untuk mengeliminir dampak negatif dari sifat kanibalisme ikan gabus perlu ditemukan padat tebar yang optimal sehingga dicapai kecepatan pertumbuhan dan sintasan (survival rate) yang layak. Keberhasilan riset adaptasi teknologi budidaya ikan gabus akan meningkatkan produksi ikan rawa dan
PG-320
0758: Dina Muthmainnah dkk.
meningkatkan penghasilan sebagai usaha terintegrasi dengan kegiatan menangkap ikan atau pertanian padi lebak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan, sintasan dan konversi pakan ikan gabus yang dibudidayakan lahan rawa menggunakan wadah karamba.
Di mana: W = berat ikan (g); L = panjang total ikan (mm); a dan b = parameter. Nilai b diharapkan = 3 (Sparre & Venema, 1999). Bila b = 3 maka pertumbuhan bersifat simetrik dan bila b ≠ 3 disebut pertumbuhan allometrik (Effendie, 1997).
II. METODOLOGI
D.
Penelitian dilaksanakan di rawa dalam, Kecamatan Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan dari Februari hingga November 2012. Alat yang digunakan adalah enam unit karamba ukuran 2x1,5 m; water quality testkit, papan ukur ikan dan timbangan. Bahan yang digunakan adalah: benih ikan gabus, dan pelet. Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan lapangan dengan membandingkan pertumbuhan ikan gabus dengan padat tebar berbeda (50, 100, 150 per meter persegi) di karamba dengan pakan pelet. Pengamatan pertumbuhan dilakukan 5 minggu sekali meliputi panjang total dan berat, dan kualitas air (pH, O2, CO2, alkalinitas dan hardness). Pengamatan tingkat kelangsungan hidup dilakukan di akhir penelitian. Penghitungan hubungan panjang berat dan konversi pakan dilakukan di akhir penelitian. Data dianalisis dengan: A.
Pertumbuhan Pertumbuhan bobot diukur dengan menggunakan timbangan elektrik dengan ketelitian 0.001 gram. Pertumbuhan mutlak dihitung dengan menggunakan rumus Effendi (1997) sebagai berikut: W = Wt – Wo Di mana: W = Pertumbuhan bobot mutlak (g); Wt = Bobot tubuh akhir (g); Wo = Bobot tubuh awal (g) B.
Sintasan Untuk mengatahui sintasan ikan selama penelitian maka digunakan rumus menurut Chusing (1968, dalam Effendie, 1997) yaitu: Nt x 100 SR = No Di mana: SR = Sintasan (%); Nt = Jumlah ikan akhir penelitian (ekor); No = Jumlah ikan pada penelitian (ekor). C.
pada awal
Hubungan Panjang - Berat Model allometric linear (LAM) digunakan untuk menghitung parameter a dan b melalui pengukuran perubahan berat dan panjang. Koreksi bias pada perubahan berat rata-rata dari unit logaritma digunakan untuk memprediksi berat pada parameter panjang sesuai dengan persamaan allometrik berikut, berdasarkan DeRobertis & William (2008). W = a Lb
Rasio Konversi Pakan Rasio konversi pakan dihitung dengan menggunakan rumus Sedwick (1979 dalam Effendie, 1997) sebagai berikut: Wt – Wo FCR = F Di mana: FCR = Rasio konversi pakan; F = Jumlah total = Berat ikan uji pakan yang diberikan (g); Wt = (biomassa) ikan pada akhir penelitian (g); Wo berat ikan uji (biomassa) ikan pada awal penelitian (g).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Pertumbuhan ikan gabus yang dipelihara di karamba disajikan pada Tabel 1. Dengan berat awal 2,18 g dan panjang 6,2 cm pertambahan berat terbaik ditunjukkan pada perlakuan dengan padat tebar 150 ekor/m2. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, berat atau volume dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ini secara fisik diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode waktu tertentu. Sedangkan secara energetik, pertumbuhan diekspresikan dengan adanya perubahan kandungan total energi tubuh pada periode waktu tertentu. Tabel 1. Rata-rata panjang dan berat ikan gabus selama 5 bulan dipelihara di wadah karamba Perlakuan Padat Berat Panjang Tebar Akhir Akhir (cm) (g) 50 individu /m2 72,05 20,10 50 individu /m2 84,36 20,61 100 individu/m2 78,05 20,51 74,43 20,26 100 individu/m2 86,23 21,62 150 individu/m2 98,78 22,32 150 individu/m2 Pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi bebas setelah energi yang tersedia dipakai untuk metabolisme standar, energi untuk proses pencernaan dan energi untuk aktivitas. Menurut Effendie (1997) pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diantaranya keturunan, seks, umur, dan faktor dari luar diantaranya lingkungan perairan, pakan, penyakit dan parasit. Pertumbuhan dipengaruhi juga oleh ruang gerak. Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan di mana berfungsi sebagai zat pembangun
0758: Dina Muthmainnah dkk.
PG-321
tubuh, sumber energi dan bahan pengganti sel-sel tubuh yang rusak (Brown, 1957). Pertambahan berat terbaik pada percobaan padat tebar ditunjukkan oleh ikan yang ditebar dengan kepadatan 150 individu/m2, diikuti oleh padat tebar 50 individu/m2, dan pertambahan berat terkecil ditunjukkan pada padat tebar 100 individu/m2. Penelitian Boonyaratpalin et al. (1985) menunjukkan pertumbuhan terbaik ikan gabus di kolam dengan padat tebar 30 – 50 individu/m2 selama 7 – 9 bulan akan mencapai ukuran permintaan pasar. B.
Sintasan Pada akhir penelitian dilakukan penghitungan jumlah ikan yang hidup selama penelitian (Tabel 2). Sintasan tertinggi pada ikan yang ditebar dengan kepadatan 50 individu/m2 yaitu 80,67% sedangkan yang terendah adalah pada ikan yang ditebar dengan kepadatan 150 individu/m2 yaitu 55,56%. Tabel 2. Rata-rata sintasan ikan gabus No.
Perlakuan
Sintasan (%)
1.
50 individu/m2
80,67
2.
100 individu/m2
65,33
3.
150 individu/m
55,56
2
Sintasan adalah persentase jumlah ikan yang hidup dalam kurun waktu tertentu (Effendie, 1997). Sintasan organisme dipengaruhi oleh padat penebaran dan faktor lainnya seperti, umur, pH, suhu dan kandungan amoniak. Lebih lanjut Effendie (1997) menyatakan bahwa faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan adalah tersedianya jenis makanan serta adanya lingkungan yang baik seperti oksigen, amoniak, karbondioksida, nitrat, hidrogen sulfida dan ion hidrogen. Menurut Krebs (1972) sintasan yang dicapai suatu populasi merupakan gambaran hal interaksi dari daya dukung lingkungan dengan respon populasi yang ada diantara faktor-faktor yang mempengaruhi sintasan yang utama adalah kepadatan dan jumlah ikan. Hasil penelitian ini hampir sejalan dengan hasil Muflikhah et al. (2005) menunjukkan bahwa Ikan gabus yang diberi pakan campuran rucah ikan tawar dan dedak dan padat tebar 4 ekor/KJA menghasilkan sintasan 85%. Biomassa digunakan untuk mengestimasi produksi secara tidak langsung (Smith, 1996). Penghitungan biomassa ikan gabus pada masing-masing perlakukan di akhir penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Biomassa ikan gabus (kg) pada akhir penelitian No.
Perlakuan
Biomassa (kg/m2)
1.
50 individu/m2
6,34
2. 3.
100 individu/m2 150 individu/m2
9,96 15,45
Perlakuan untuk yang diberi pakan ikan rucah hanya mencapai sintasan 51,67% tetapi dengan berat biomassa mencapai 4,46 kg/m2 lebih baik daripada yang diberi pakan pelet dengan sintasan 73,85% hanya menghasilkan biomassa 4,06 kg per meter persegi. Ikan yang diberi pakan ikan rucah menunjukkan bahwa pakan tersebut merangsang sifat kanibalisme ikan gabus semakin tinggi. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pakannya, ikan tersebut memangsa ikan lain yang berukuran lebih kecil. Pada padat tebar tinggi, mortalitas juga tinggi, tapi total biomassa yang dihasilkan per meter persegi juga lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan pada padat tebar 150 individu/m2 menghasilkan biomassa sebesar 15,45 g dari sintasan 55,56% sedangkan pada padat tebar 50 individu/m2 dengan sintasan 80,67% hanya menghasilkan biomassa sebesar 6,34 kg/m2. C.
Hubungan Panjang Berat Hubungan panjang berat untuk melihat pertumbuhan berat lebih cepat atau lebih lambat dari pertambahan panjang tubuh ikan disajikan pada tabel berikut. Tabel 4. Hubungan panjang berat ikan gabus di akhir penelitian Hubungan Panjang No. Perlakuan Berat 1.
50 individu/m2
W = 0,005L3,161
2.
100 individu/m
2
W = 0,016L2,789
3.
150 individu/m2
W = 0,009L 2,952
Hubungan panjang berat sangat penting untuk pendugaan perikanan (fishery assesment). Pengukuran panjang-berat berhubungan dengan data umur dapat memberikan informasi tentang komposisi stok, umur matang gonad, mortalitas, siklus hidup, pertumbuhan dan produksi (Fafioye & Oluajo, 2005). Hubungan panjang-berat untuk menentukan biomassa karena pengukuran berat secara langsung dapat dilakukan di lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya variasi pola pertumbuhan ikan yaitu bersifat allometrik yang lebih mendekati isometrik. Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan teknik sampling (Jenning et al., 2001) dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan (Froese, 2006). Dalam penelitian ini ditemukan nilai b mendekati isometrik (b = 3) di mana hasil penelitian menunjukkan nilai b berkisar 2,789 – 3,161. Nilai b berhubungan dengan kondisi perairan. Penelitian ini dilaksanakan pada kondisi perairan yang tenang dan sesuai dengan Shukor et al., (2008), yang menyebutkan bahwa ikan yang hidup di perairan arus deras umumnya memiliki nilai b yang lebih rendah dan sebaliknya ikan yang hidup pada perairan tenang akan menghasilkan nilai b yang lebih besar. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh tingkah laku ikan, ini sesuai dengan pernyataan Muchlisin et al. (2010) yang menyebutkan bahwa besar kecilnya nilai b juga dipengaruhi oleh perilaku ikan, misalnya ikan yang berenang aktif menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ikan yang berenang pasif. Mungkin hal ini terkait
PG-322
0758: Dina Muthmainnah dkk.
dengan alokasi energi yang dikeluarkan untuk pergerakan dan pertumbuhan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Umar & Astuti (2006) yang menunjukkan bahwa ikan dari genus Channa di Danau Sentani Papua memiliki nilai b = 2,9569. Nilai koefesien korelasi yang tinggi menunjukkan hubungan yang erat antara pertambahan berat dengan pertambahan panjang dan sebaliknya. D. Rasio Konversi Pakan Untuk memperoleh derajat konversi pakan lebih tinggi, harus disesuaikan dengan cara atau kebiasaan pakan dari masing-masing jenis ikan, serta bentuk pakan. Konversi pakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Faktor konversi pakan (FCR) pelet selama penelitian No.
Perlakuan
FCR
1.
50 individu/m
2.
100 individu/m2
4,76
3.
150 individu/m2
4,93
2
6,17
Rasio konversi pakan adalah jumlah berat makanan yang dibutuhkan oleh ikan, hanya 10% saja yang digunakan untuk tumbuh atau menambah bobot tubuhnya selebihnya digunakan untuk tenaga atau memang tidak dapat dicerna (Mujiman, 1984). Huet (1971) menyatakan bahwa bahwa faktor konversi pakan ikan berkisar antara 1,5–8. Makanan nabati faktor konversinya lebih besar daripada makanan hewani. Ini berarti untuk menambah berat 1 kg daging ikan dibutuhkan makanan nabati lebih banyak daripada makanan hewani. Konversi makanan dipengaruhi oleh jumlah gizi dan cara pemberian makanan serta bobot dan umur ikan. Pascual (1984) menjelaskan bahwa semakin rendah nilai konversi pakan, semakin baik karena jumlah pakan yang dihabiskan untuk menghasilkan berat tertentu adalah sedikit. Selanjutnya Schmittows (1992) menyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai rasio konversi pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama kualitas dan kuantitas pakan, spesies ikan, ukuran ikan dan kualitas perairan. Selanjutnya dikatakan New (1986) konversi pakan sangat diperlukan untuk mengetahui baik tidaknya mutu pakan yang diberikan pada ikan yang dipelihara. Bila harga 1 kg pakan adalah Rp 4.500,- maka modal untuk budidaya ikan gabus selama 5 bulan membutuhkan biaya pakan sebesar Rp 21.000,- hingga 27.500,- per kg ikan. Untuk pasar di Palembang, dengan nilai jual tiap kilogrammnya mencapai Rp 50.000,- - 100.000,-, nilai rasio konversi pakan ini masih menguntungkan. E.
Kualitas Air Rawa Budidaya ikan adalah aktivitas yang dilakukan dalam kondisi terkontrol disesuaikan dengan habitat ikan tersebut. Mutu air rawa yang dipasang karamba dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kualitas air rawa di lokasi penelitian pada awal dan akhir penelitian No. Parameter Awal Akhir 1. pH 6,0 7.0 2. DO (mg/l) 6,08 5.7 7,04 11.0 3. CO2 (mg/l) 6,8 9.0 4. Alkalinitas (mg CaCO3/l) 5. Hardness (mg CaCO3/l) 17,0 21.0 Huet (1971) menyatakan bahwa pH antara 6,5-7,5 baik untuk budidaya ikan. Juga dinyatakan bawha ikano tropis memberikan pertumbuhan terbaik pada suhu 24-30 C dan dapat melakukan reproduksi dan perkembangan larva. Somboon et al. (2001) menyatakan bahwa budidaya di karamba memberikan banyak keuntungan seperti mudah untuk pemberian pakan, papen juga dapat dilakukan di air yang mengalir.
IV. KESIMPULAN 1. 2.
3.
4.
5.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Sintasan terbaik adalah ikan pada padat tebar 50 individu/m2 yaitu 80,67%. Padat tebar terbaik adalah 50 individu/m2 yang akan menghasilkan ikan yang lebih montok dengan nilai b = 3,161. Pertambahan berat terbaik pada ikan dengan padat tebar 150 individu/m2 yaitu 96,60 g dengan biomassa 15,45 kg/m2. Konversi pakan berkisar antara 4,76 – 6,17 selama penelitian, dan ini masih memberikan keuntungan untuk nilai jual per kilogram ikan. Dapat disarankan bahwa budidaya ikan gabus dapat dikembangkan di berbagai lokasi perairan rawa lebak.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3]
[4] [5]
[6]
Boonyaratpalin, M., E. W.McCoyand & T. Chittapalapong. 1985. Snake-head Culture and its Socio-Economics in Thailand. NACA Report. Brown, M. E. 1957. The Physiology of Fishes Volume I, Metabolism. Academic Press Inc. Florida. De Robert, A., & K. William. 2008. Weight-legth relationship in fisheries studies: the standard allometric model should be applied with caution. Transaction of the American Fisheries Society, 137: 707-719. Effendie, M. I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Froese, R. 2006. Cube law, condition factor and weight length relationship: history, meta-analysis and recommendations. Journal of Applied Ichthyology, 22: 241-253. Fafioye, O.O. & Oluajo, O.A. 2005. Length-weight relationship of five fish species in Epe lagoon, Nigeria. African Journal of Biotechnology Vol. 4 (7): 749 – 751.
0758: Dina Muthmainnah dkk. [7] [8] [9] [10] [11]
[12]
[13] [14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19]
[19]
Huet, M. 1971. Textbook of Fish Culture. Breeding and Cultivation of Fish Fishing News Book. Ltd. England. Jennings, S., Kaiser, M.J., & Reynolds, J.D. 2001. Marine fishery ecology. Blackwell Sciences, Oxford. Krebs, C. J. 1972. Ecologi. The Experimental of Analisis of Distribution and Abudance. London. Mujiman, A. 1984. Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. Muchlisin, Z.A. 2010. Diversity of freswater fishes in Aceh Province, Indonesia with emphasis on several biological aspects of the Depik (Rasbora tawarensis)an endemic Species in Lake Laut Tawar. Disertasi Ph.D Universiti Sains Malaysia, Penang. Muflikhah, N., Fatah, K. & Nurdawati, S. 2005. Pertumbuhan dan Sintasan Ikan Gabus (Channa striata) dengan Padat Tebar Berbeda. Prosiding Seminar Nasional dan Kongres Biologi XIII. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. New, M. B., 1987. Feed and Feeding of Fish and Shrimp. ADCP-UNDP-FAO-UN. Roma. 275 pages. Pascual F. P. 1984. Nutrition and Feeding of Sugpo, Penaeus monodon. Extention Manual 3 SEAFDEC Philipines. 77.pp. Schmittows, H. R. 1992. Budidaya Keramba. Suatu Metode Produksi Ikan di Indonesia. Proyek Pusat Penelitian dan Pengemabangan Perikanan. Auburn University International Centre of Agriculture. Smith, KMM. 1996. Length/weight relationship of fishes in a diverse tropical freshwater community. Sabah, Malaysia. Journal of fish biology (49): 731-734. Shukor, M.Y., A. Samat, A.K. Ahmad, & J. Ruziaton. 2008. Comparative analysis of length-weight relationship of Rasbora sumatrana in relation to the physicochemical characteristic in different geographical areas in peninsula Malaysia. Malaysian Applied Biology, 37(1): 21-29. Somboon,B.S., S.Ingthamjir & M.J.Phillips. 2001. Lao PDR looks into Paotential for Freshwater Cage Culture. Aquaculture Asia.IV(3):16 Sparre, P. & Venema, S.C. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Kerjasama FAO dan Balitbang Pertanian. Jakarta. 438hal. Umar, C., Lismining. 2006. Analisis hubungan panjang–berat beberapa jenis ikan asli Danau Sentani Papua. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV, 8-9 Juni 2010, Bogor.
PG-323