June 10, 2019 | Author: Bayou Fore You | Category: N/A
Jurnal Kesehatan Kesehatan Priangan, Volume Volume 1 No. 2 (April (April 2014): i-ii DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................... ...................................................................... .............................................. .............................................. ................................ ......... i PENGANTAR ............................................ ................................................................... .............................................. .............................................. ............................... ........ ii Penggunaan Zeolit Sebagai Media Saring Dalam Menurunkan Kandungan Deterjen Air Limbah Pencucian Linen ................................. ........................................................ .............................................. ......................................... .................. 49 Hubungan Usia Pernikahan Dengan Terjadinya Perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Perempuan Di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2013 .............................................................. ...................................................................................... ............................................... ......................... .. 62 Kajian Mengenai Faktor Risiko Lingkungan Kualitas Bakteriologis Air Minum Pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat ......................................................... ................................................................................ ......................... .. 69 Gambaran Pengetahuan Primipara Tentang Tumbuh Kembang Bayi Berdasarkan Karakteristik Ibu Di Desa Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi Ci mahi....................... ....................... 79 Hubungan Reaksi Hospitalisasi Dengan Kuantitas Tidur Anak Usia Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Tahun 2013 .............................................. ................................................ .. 84 Hubungan Figur Attachment Dengan Identitas Diri Pada Remaja di Panti Asuhan Children Village SOS Kinderdorf Lembang................................................. Lembang........................................................................ ......................... .. 92
i
Jurnal Kesehatan Kesehatan Priangan, Volume Volume 1 No. 2 (April (April 2014): i-ii PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas terbitnya edisi perdana Jurnal Kesehatan Priangan.
Akademi
Kebidanan
Cianjur
berkomitmen
untuk
terus
menjaga
dan
mengembangkan khasanah keilmuan khususnya ilmu kesehatan dan lebih spesifik lagi ilmu kebidanan. Jurnal Kesehatan Priangan ini adalah sebagai sebuah wahana bagi para insan akademisi untuk mempublikasikan hasil temuan yang dapat bermanfaat bagi para praktisi kesehatan, pemegang kebijakan dan peneliti lainnya.
Pada edisi kedua ini Jurnal Kesehatan Priangan menampilkan enam artikel penelitian yang mencakup bidang keilmuan kebidanan, keperawatan, dan kesehatan lingkungan. Kami ucapkan terima kasih kepada para penulis manuskrip yang telah mengirimkan artikel penelitian kepada meja redaksi.
Semoga edisi kedua kedua ini menjadi langkah pertama pertama yang baik untuk untuk langkah kedepan kedepan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Kepada Yayasan Priangan Cianjur, Direktur Akademi Kebidanan Cianjur, Ketua LPPM Akademi Kebidanan Cianjur, kami ucapkan terima kasih atas segala dukungan yang telah diberikan.
Redaksi Jurnal Kesehatan Priangan
ii
Jurnal Kesehatan Kesehatan Priangan, Volume Volume 1 No. 2 (April (April 2014): 049-106 PENGGUNAAN ZEOLIT SEBAGAI MEDIA SARING DALAM MENURUNKAN KANDUNGAN DETERJEN AIR LIMBAH PENCUCIAN LINEN 1
2
Syarief Maulana , Maskun Sudiono , Tati Ruhmawati 1 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran 2 Politeknik Kesehatan Bandung
2
ABSTRAK
Proses pencucian Linen menghasilkan air limbah yang mengandung deterjen cukup tinggi. Air limbah ini kalau dibuang langsung dalam jumlah melampaui nilai ambang batas tanpa pengolahan terlebih dahulu ke badan air akan mengakibatkan dampak negatif pencemaran. Salah satu upaya pengolahan terhadap air limbah pencucian linen yang mengandung deterjen dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantara nya dengan proses absorbsi menggunakan media saring zeolit. Penelitian ini ingin mengetahui kemampuan media saring zeolit sebagai adsorben dalam menurunkan deterjen air limbah pencucian linen dari RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin). Percobaan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara saringan diisi dengan media saring zeolit sehingga diperoleh ketebalan 10 cm, 20 cm, 30 cm dan 0 cm sebagai kontrol air limbah yang dialirkan ke saringan percobaan. percobaan. Adapun debit air limbah yang keluar dari pipa underdrain saringan untuk setiap ketebalan media saring zeolit dan kontrol adalah 1,475 liter/ menit. Pengamatan Pengamatan dilakukan dilakukan setiap 0,5 jam, 1 jam dan 1,5 jam dengan dengan 6 kali pengulangan. Setiap pengulangan dalam pengamatan tersebut dilakukan pengambilan sampel air limbah masing-masing 300 ml dari air baku, kontrol, dan air setelah melalui media saring dengan ketebalan 10 cm, 20 cm, 30 cm untuk diperiksa kandungan deterjen nya di laboratorium. Hasil pengamatan dianalisa dengan uji statistik dan dapat disimpulkan bahwa media saring zeolit mempunyai kemampuan untuk menurunkan kandungan deterjen pada air limbah pencucian linen. Hasil analisa ternyata ada pengaruh dan korelasi antara ketebalan lapisan media saring zeolit dengan penurunan kandungan deterjen pada air limbah pencucian linen. Rata-rata persentase penurunan kandungan deterjen setelah melewati ketebalan media saring 10 cm dengan pengamatan 0,5 jam adalah sebesar 17,81 %, pengamatan 1 jam 21,35 %, pengamatan pengamatan 1,5 jam 26,48 %, pada pada ketebalan media saring 20 cm dengan dengan pengamatan pengamatan 0,5 jam sebesar 30,54 %, pengamatan pengamatan 1jam 32,92%, pengamatan 1,5 jam 35,79%, sedangkan pada ketebalan 30 cm dengan dengan pengamatan 0,5 jam sebesar 44,25 %, pengamatan 1 jam 48.43 % dan 1,5 jam sebesar sebesar 51,93 51,93 %. Berdasarkan hasil perhitungan perhitungan Analisis Analisis Polinomial Orthogonal, maka didapat ketebalan ketebalan media saring zeolit yang yang efektif adalah 62,2 62,2 cm yaitu ketebalan minimal yang dapat menurunkan menurunkan kandungan kandungan deterjen dalam air limbah pencucian linen ≥ 90%, sedangkan sedangkan ketebalan ketebalan maksimal yang yang dapat menurunkan menurunkan kandungan kandungan deterjen 100% adalah adalah ketebalan sebesar 69,8 Cm. Kata Kunci : Limbah Cair Deterjen dan Media saring Zeolit
49
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
A. Pendahuluan
Pada dewasa ini penggunaan deterjen di masyarakat telah meluas, sehingga air limbah domestik maupun industri sering mengandung deterjen. Air limbah dengan kandungan deterjen melampaui nilai ambang batas, dan masuk ke perairan atau badan air akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Efek pencemaran deterjen ke perairan atau badan air akan berakibat terganggunya sistem ekologis seperti : munculnya busa yang stabil pada permukaan badan air karena sifat non biogradable dari deterjen. Disamping itu akan muncul proses penyuburan air, karena kehadiran nutrient mineral terutama fosfat dan nitrat, sehingga muncul pertumbuhan alga yang berlebih pada badan air atau terjadi proses Eutrofikasi. Terjadinya proses eutrofikasi atau blooming ini dapat menghalangi masuknya oksigen dari udara ke badan air yang menyebabkan menurunnya kandungan oksigen dalam badan air. Hal ini yang menyebabkan kandungan oksigen terlarut dalam air berkurang (DO rendah), sehingga kehidupan dalam badan air terganggu seperti ikan maupun mikroorganisme yang berfungsi dalam proses dekomposisi bahan organik maupun tumbuhan yang mati dan diikuti oleh meningkatnya kadar BOD. Selanjutnya akan memudahkan terjadinya proses pendangkalan badan air karena pengendapan lumpur, kotoran maupun tumbuhan alga yang mati. Oleh karena itu akan terjadi penurunan kualitas fisik badan air karena akan muncul bau, warna, kekeruhan dan rasa pada badan air, sedangkan penurunan kualitas kimia badan air karena terjadinya pengurangan kadar oksigen terlarut dalam air dan meningkatnya kadar BOD air. Banyak metode dalam upaya menurunkan kandungan deterjen dalam air limbah, salah satu diantaranya adalah melalui proses adsorbsi menggunakan media saring zeolit sebagai adsorben. Zeolit adalah hasil produk gunung berapi, sedangkan
Indonesia merupakan suatu daerah vulkanis yang mempunyai potensi besar menyimpan endapan batuan zeolit ini. Media saring zeolit mempunyai kemampuan sebagai penyerap, penyaring, adsorbsi dan penukar ion. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air hasil penyaringan antara lain: jenis media saring, diameter, ketebalan, umur saringan dan kualitas air sebelum disaring. B. Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui pengaruh dan korelasi penurunan kandungan deterjen air limbah pencucian linen setelah melewati media saring zeolit pada ketebalan 10 cm, 20 cm dan 30 cm dengan waktu pengamatan 0,5 jam, 1 jam dan 1,5 jam. 2. Ingin mengetahui ketebalan media saring zeolit yang efektif yang mampu menurun kan ≥ 90 % kandungan deterjen air limbah pencucian linen. C. Manfaat Penelitian
Diharapkan dari hasil penelitian bisa menjadi inspirasi dalam upaya menurunkan kandungan deterjen air limbah pencucian linen dengan menggunakan media saring zeolit sebelum di buang ke lingkungan D. Metodologi Penelitian 1. Populasi Dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan limbah pencucian linen RSHS, sedangkan air baku yang akan digunakan untuk percobaan penelitian sebanyak 750 liter yang diambil dari limbah pencucian RSHS. Hasil perhitungan dan pengukuran kecepatan pengaliran air limbah yang keluar dari underdrain saringan sebesar 1,475 Liter/menit dengan pengamatan selama 0,5, 1, dan 1,5 jam. Berdasarkan hasil 50
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
perhitungan tersebut, maka ditetapkan jumlah air baku yang akan di tampung dalam kontainer dan digunakan untuk percobaan penelitian minimal sebanyak 4 x 1,5 Liter/ menit x 90 menit = 540 liter, dalam pelaksanaannya diisi 750 liter untuk menjaga tekanan air limbah tetap mengalir selama percobaan. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah setiap pengamatan diambil 1 sampel sebanyak 300 ml dari air baku, air kontrol, dan air limbah setelah melewati berbagai ketebalan media saring zeolit yaitu : 10 cm, 20 cm dan 30 cm. Rancangan sampel dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan jumlah sampel berdasarkan banyaknya perlakuan dan pengulangan. Perlakuan dalam penelitian ini sebanyak 3 perlakuan yaitu variasi ketebalan media saring zeolit 10 cm, 20 cm dan 30 cm. Banyaknya pengulangan dapat dihitung berdasarkan rumus (Kwanchai A. Gomez dan Arturo A.Gomez) sebagai berikut :
1 15 3 1 15 3 3 15 3 1� 6 2. Kerangka Fikir MEDIA SARING
JENIS
KANDUN GAN DE TERJEN
DIAMETER
KETEBALAN
KECEPATAN PENYARINGAN
PROSES PENYARI NGAN
KUALITAS AIR STL DISARING
UMUR SARI NGAN
3. Hipotesis
Terdapat perbedaan yang bermakna antara ketebalan media saring zeolit yang berbeda terhadap penurunan kandungan deterjen air limbah pencucian linen. 4. Definisi Operasional
1. Air baku adalah air limbah pencucian linen yang diambil dari limbah pencucian linen RSHS Bandung yang digunakan untuk percobaan. 2. Saringan percobaan adalah suatu saringan yang terbuat PVC berukuran 6 inchi yang berisi zeolit sebagai media saring. 3. Saringan kontrol adalah saringan seperti pada point 2 diatas, namun tidak diberi media saring zeolit. 4. Zeolit adalah sejenis batuan yang mempunyai sifat penyerap, penyaring molekul, adsorbs dan penukar ion. 5. Ketebalan lapisan zeolit adalah ketinggian zeolit dalam saringan diatas underdrain, yang diukur dalam satuan sentimeter (cm). 6. Underdrain adalah pipa pengeluaran air setelah melewati variasi media saring zeolit. 7. Ketebalan lapisan media saring zeolit yang efektif adalah lapisan media saring zeolit yang dapat menurunkan kandungan deterjen > 90 %. 8. Umur saringan adalah lamanya media saring zeolit dipergunakan untuk menyaring air limbah yg diukur dalam satuan jam. 9. Kecepatan penyaringan standar adalah jumlah air limbah deterjen yang keluar dari saringan melalui pipa underdrain sesuai dengan ketentuan 3 2 saringan pasir cepat yaitu 5 m /m / jam.
51
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
10. Variabel bebas adalah variable yang besarannya bebas ditentukan oleh peneliti, pada penelitian ini yaitu ketebalan media saring zeolit 10 cm, 20 cm dan 30 cm. 11. Variabel terikat adalah variable yang nilainya dipengaruhi oleh perubahan besaran variable bebas dalam penelitian ini adalah kandungan deterjen air limbah pencucian linen. 12. Kandungan deterjen adalah jumlah deterjen dalam air limbah yang diukur di laboratorium dalam satuan mg/lt. 13. Persentase penurunan deterjen adalah kandungan deterjen dalam air baku dikurangi kandungan deterjen dalam air limbah setelah disaring dibagi kandungan deterjen air baku kali 100%. 5. Prosedur Kerja
c. Menghitung Penyaringan
Kecepatan
Kecepatan penyaringan 1,475 Liter/ menit diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut : diketahui diameter saringan 6 inci (15 cm), luas penampang saringan ¼ 2 2 2 Л d = ¼ . 3,14.0,15 m = 0,0177 m . Standar kecepatan saringan pasir cepat 3 2 adalah : 5 m /m / jam, jadi kecepatan penyaringan pada saringan percobaan 2 3 2 adalah = 0,0177 m x 5 m /m / jam = 3 0,0885 m / jam atau = 1,475 Lt / menit. E. Hasil
Hasil pengamatan atau pengukuran terhadap kandungan deterjen dari air baku limbah pencucian linen, saringan kontrol dan setelah melewati saringan percobaan dengan ketebalan 10 cm, 20 cm dan 30 cm dengan enam kali pengulangan dapat dilihat pada Tabel 1.
a. Pembuatan Saringan Sederhana
Saringan dibuat dari pipa PVC diameter 6 inci, dilengkapi dengan empat underdrain yang satu sama lain berjarak 10 cm dan satu overflow pada ketinggian 84 cm dari dasar saringan. b. Pengadaan Media Saring
Zeolit sebagai media saring dibeli dari toko bahan kimia, kemudian diayak dengan ayakan mes nomor 5 dan 6. Zeolit yang digunakan sebagai media saring adalah zeolit yang lolos pada pengayakan mes nomor 5 dan tertahan pada mes nomor 6. Zeolit yang digunakan sebagai media saring dalam penelitian ini adalah tidak diaktifkan terlebih dahulu dengan pertimbangan ingin mengetahui kemampuan zeolit secara alami dan apabila penggunaan zeolit diaktifkan terlebih dahulu, maka kemungkinan akan menyulitkan masyarakat.
52
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 Tabel 1 Kandungan Deterjen Limbah Pencucian Linen pada Air Baku, Saringan Kontrol dan Setelah Melewati Lapisan Media Saring Zeolit
Percobaan ke
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Lamanya Saringan Beroperasi
0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata 0 jam 0,5 jam 1 jam 1,5 jam Rata-rata
Kandungan Detrjen Sebelum dan Setelah Melewati Saringan Percobaan Berdasarkan Lama Saringan Beroperasi (mg/Lt) Air Baku
Saringan Kontrol
0,1579
0,1552 0,1572 0,1395 0,1507
3,4589
3,3649 3,3364 3,3326 3,3446
0,4025
0,3925 0,4018 0,3927 0,3956
0,6889
0,6871 0,6739 0,6721 0,6777
0,6706
0,6701 0,6698 0,6686 0,6695
0,7087
0,7081 0,7060 0,7058 0,7066
Ketebalan media saring zeolit 10 Cm
0,1395 0,1256 0,1169 0,1273 3,1338 3,1001 2,8020 3,0119 0,3331 0,3256 0,3189 0,3258 0,5584 0,5314 0,4714 0,5204 0,5370 0,5150 0,4743 0,5087 0,4981 0,4810 0,4797 0,4862
20 Cm
0,1149 0,1141 0,1079 0,1123 2,6399 2,5632 2,6057 2,6029 0,2929 0,2699 0,2620 0,2749 0,3870 0,3723 0,3575 0,3723 0,4880 0,4702 0,4657 0,4746 0,4670 0,4598 0,3908 0,4392
30 Cm
0,0866 0,0843 0,0701 0,0803 2,1241 2,0649 2,0072 2,0654 0,2237 0.2179 0,1984 0,2133 0,3544 0,2822 0,2666 0,3011 0,4666 0,4085 0,3938 0,4229 0,2949 0,2846 0,2784 0,2859
Berdasarkan Tabel 1 diatas dapat dihitung persentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen yang dapat dilihat pada Tabel 2
53
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 Tabel 2 Persentase Penurunan Kandungan Deterjen Limbah Pencucian Linen Pada Air Baku, Saringan Kontrol dan Setelah Melewati Lapisan Media Saring Zeolit
Lamanya Saringan Beroperasi
0,5 Jam
Jumlah Rata-rata
1 Jam
Jumlah Rata - rata
1,5 Jam
Jumlah Rata - rata
Persentase Penurunan Kandungan Deterjen (%) Setelah Melewati Lapisan Media Saring Zeolit Saringan percobaan dengan ketebalan Media saring zeolit
Saringan Kontrol
10 Cm
20 Cm
30 Cm
1,71 2,72 2,48 0,26 0,07 0,08 7,32 1,22 0,44 3,54 0,17 2,18 0,12 0,38 6,83 1,14 1,65 3,65 2,43 2,44 0,30 0,41 10,88 1,81
11,65 9,40 17,25 18,94 19,93 29,72 106,89 17,81 20,46 10,37 19,10 22,86 23,20 32,13 128,11 21,35 25,96 18,99 20,77 31,57 29,27 32,31 158,87 26,48
27,23 23,68 27,23 43,82 27,23 34,10 183,29 30,54 27,74 25,89 32,94 45,96 29,88 35,12 197,53 32,92 31,66 24,66 34,90 48,10 30,55 44,86 214,73 35,79
45,15 38,59 44,42 48,55 30,42 58,39 265,52 44,25 46,61 40,30 45,86 59,04 38,93 59,84 290,58 48,43 55,60 41,97 50,70 61,30 41,28 60,72 311,57 51,93
Rata-rata persentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen, setelah melewati lapisan media saring pada Tabel 2 diatas pada pengamatan lamanya saringan beroperasi selama 0,5 jam ternyata pada ketebalan media saring zeolit 10 cm sebesar 17,81 %, pengamatan dengan lama operasi saringan 1 jam ternyata sebesar 21,35 % dan pada pengamatan dengan lama operasi saringan 1,5 jam sebesar 26,48 %.
Rata-rata persentase penurunan kandungan deterjen setelah melewati lapisan media saring zeolit ketebalan 20 cm, pada pengamatan dengan lama operasi saringan selama 0,5 jam sebesar 30,54 %, pengamatan dengan lama operasi saringan 1 jam sebesar 32,92 % dan pengamatan dengan lama operasi saringan1,5 jam sebesar 35,79 %. Adapun rata-rata persentase penurunan kandungan deterjen setelah melewati lapisan media saring 54
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
zeolit ketebalan 30 cm, pada pengamatan dengan lama operasi saringan selama 0,5 jam sebesar 44,25 %, pengamatan dengan lama operasi saringan 1 jam sebesar 48,43 % dan pengamatan dengan lama operasi saringan 1,5 jam sebesar 51,93 %.
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari ketebalan lapisan media saring zeolit terhadap penurunan kandungan deterjen pada air limbah pencucian linen, maka dilakukan uji statistic dengan Analisis Varian dua factor sebagai berikut:
F. Pembahasan Tabel 3 Persentase Penurunan Kandungan Deterjen Limbah Pencucian Linen Setelah Melewati Ketebalan Lapisan Media Saring Zeolit Lamanya Saringan Beroperasi
0,5 jam
Jumlah
1 Jam
Jumlah
1,5 Jam
Jumlah Total
Persentase Penurunan Kandungan Deterjen ( % ) Setelah Melewati Ketebalan Lapisan Media Saring Zeolit 10 Cm 20 Cm 30 Cm
11,65 9,40 17,25 18,94 19,93 29,72 106,89 20,46 10,37 19,10 22,86 23,20 32,13 128,11 25,96 18,99 20,77 31,57 29,27 32,31 158,87 393,87
27,23 23,68 27,23 43,82 27,23 34,10 183,29 27,74 25,89 32,94 45,96 29,88 35,12 197,53 31,66 24,66 34,90 48,10 30,55 44,86 214,73 595,55
45,15 38,59 44,42 48,55 30,42 58,39 265,52 46,61 40,30 45,86 59,04 38,93 59,84 290,58 55,60 41,97 50,70 61,30 41,28 60,72 311,57 867,67
Jumlah
555,7
616,22
685,17 1857,09
Hasil perhitungan Analisis Varian dua Faktor dimasukkan pada Tabel 4 yaitu tabel Anava 2 faktor sebagai berikut :
55
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 Tabel. 4 Daftar Anava 2 faktor No.
Sumber Varians
dk
Jk
Rjk
F. Hitung
F. Tabel
1. 2. 3. 4. 5.
Rata-rata Perlakuan Umur Saringan Interaksi Kekeliruan Jumlah
1 2 2 4 45 54
63866,36 6281,67 466,28 21,2 2838,2 73473,71
3140,83 233,14 5,3 63,07
49,80 3,70 0,08
3,205 3,205
Berdasarkan Tabel. 4 dapat dilihat bahwa F hitung (49,80 ) lebih besar dari F tabel (3,205 ) dengan taraf signifikan ά = 0,05, berarti ada pengaruh dari ketebalan lapisan media saring zeolit terhadap penurunan kandungan deterjen dalam air limbah
pencucian linen. Untuk mengetahui apakah ada korelasi antara ketebalan lapisan media saring zeolit dengan prosestase penurunan kandungan deter jen pada air limbah hasil penyaringan dapat dilihat dari hasil uji korelasi pada Tabel 5 sebagai berikut:
Tabel. 5 Hubungan Antara Berbagai Ketebalan Lapisan Media Saring Zeolit dengan Persentase Penurunan Kandungan Deterjen Air Limbah Pencucian Linen No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Ketebalan Zeolit ( xi ) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 20 20 20
Kandungan Deterjen ( yi ) 11,65 9,40 17,25 18,94 19,93 29,72 20,46 10,37 19,10 22,86 23,20 32,13 25,96 18,99 20,77 31,57 29,27 32,31 27,23 23,68 27,23
xiyi
xi
yi
116,5 94,0 172,25 189,4 199,3 297,2 204,6 103,7 191,0 228,6 232,0 321,3 259,6 189,9 207,7 315,7 292,7 323,1 544,6 473,6 544,6
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 400 400 400
135,7225 88,36 297,5625 358,7236 397,2049 883,2784 418,2025 107,5369 364,81 522,5796 538,24 1032,3369 673,9216 360,6201 431,3929 996,6649 856,7329 1043,9361 741,4729 560,7424 741,4729 56
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54.
∑
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 1080
43,82 27,23 34,10 27,74 25,89 32,94 45,96 29,88 35,12 31,66 24,66 34,90 48,10 30,55 44,86 45,15 38,59 44,42 48,55 30,42 58,39 46,61 40,30 45,86 59,04 38,93 59,84 55,60 41,97 50,70 61,30 41,28 60,72 1857,09
876,4 544,6 682 544,8 517,8 658,8 919,2 597,6 702,4 633,2 493,3 698 962 611 897,2 1354,5 1157,7 1332,6 1456,5 912,6 1751,7 1398,3 1209 1375,8 1771,2 1167,9 1795,2 1668 1259,1 1521 1819 1238,4 1821,6 41879,8
400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 400 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900 25200
54 41�7�.� 10�0 1�57.0� 5425200 10�0 54707773.7063 1�57.0�2
1920,1924 741,4729 1162,81 769,5076 670,2921 1085,0436 2112,3216 892,8144 1233,4144 1002,3556 608,1156 1218,01 2313,61 933,3025 2012,4196 2038,5225 1489,1881 1973,1364 2357,1025 925,3764 3409,3921 2172,4921 1624,09 2103,1396 3485,7216 1515,5449 3580,8256 3091,36 1761,4809 2570,49 3757,69 1704,0384 3686,9184 70773,7063
������ ������ ������
����
Berdasarkan hasil perhitungan diatas ternyata r hitung 0,95, sedangkan r tabel dengan N= 54 dengan taraf kepercayaan 0,05 diperoleh angka sebesar 0,2686, dengan demikian r hitung lebih besar dari r tabel yang berarti ada korelasi antara ketebalan
lapisan media saring zeolit dengan persentase penurunan kandungan deterjen dalam air limbah pencucian linen setelah disaring untuk mengetahui ketebalan lapisan media saring zeolit dilakukan Analisa Regresi Polinomial orthogonal langkah sebagai berikut :
57
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 Tabel. 6 Koefisien Polinomial dengan K = 3 untuk Perlakuan Polinom
Taraf Variabel 20 cm Skala 2 0 -2 595,55
10 cm K
3
1 -1 1 393,87
Linear Kuadratik yij
... 1. Jumlah kuadrat linear =
2. Jumlah kuadrat kuadratik
30 cm
Hasil perhitungan diatas dimasukkan Orthogonal sebagai berikut :
kedalam
λ
2 6
1 3
3 1 1 867,67
.
...
=
2
∑ξ i
tabel
6235.73
�
= 45.94
Anova Model Polinomial
Tabel. 7 Anova Model Polinomial dengan K = 3 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sumber Varians Rata- rata Perlakuan Linear Kuadratik Umur Saringan Interaksi Kekeliruan Jumlah
dk 1 2 1 1 2 4 45 54
Jk 63866,36 6281,67 6235,73 45,95 466,28 21,2 2838,2 73473,71
Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa F hitung linear lebih besar dari F tabel , sedangkan F hitung Kuadratik lebih kecil dari F tabel, maka Analisa selanjutnya
∑ ∑
Rjk 3140,83 6235 45,94 233,14 5,3 63,07
49,80 98,87 0,73 3,696
dihitung sampai sebagai berikut :
������� ���
perhitungan
F tabel 3,205 4,055 4,055 3,205
linear
�����
� ������ � ������ � ������ ���
F Hitung
����� ��
�����
58
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
Untuk persamaan terakhir , maka perlu dicari harga sebagai berikut :
Bila
ξo dan ξ 1 dengan persamaan
ξ 1 ξ λ � 1 � � � 20 � � 10
20 dan d = 10 maka persamaan menjadi : 20 20 ξ 1 10 10
Dengan demikian persamaan garisnya adalah :
�20 13.16� ξ �ξ 34.3�1 13.16 34.3� 26.32 10 10 34.3� 1.316 26.32 1.316 �.07 Dari persamaan garis ini dicari Ketebalan lapisan media saring zeolit yang efektif, yaitu apabila besarnya prosentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen yang diharapkan adalah sebesar 90 %, maka ketebalan lapisan media saring zeolit yang efektif adalah :
1.316 �.07 �0 1.316 �.07 �1.�3 1.316 62.2 Jadi ketebalan lapisan media saring zeolit yang efektif adalah 62,2 cm, yaitu ketebalan minimal yang dapat menurunkan kandungan deterjen sebesar 90 %, sedangkan ketebalan maksimal lapisan media saring zeolit yang dapat menurunkan kandungan deterjen air limbah pencucian linen sebesar 100 % adalah 69,8 cm. Jadi ketebalan lapisan media saring yang efektif adalah berkisar antara 62,2 cm sampai dengan 69,8 cm.
G. Simpulan
1) Hasil analisa varians dua faktor dari data Tabel 3 terlihat ada variasi kelompok data prosentase penurunan kandungan deterjen dari masing-masing ketebalan lapisan media saring zeolit, yang berbeda bermakna pada derajat kepercayaan dengan α = 5 % yang berarti bahwa ada pengaruh ketebalan lapisan media saring zeolit terhadap penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen setelah disaring. 2) Hasil uji Korelasi antara kelompok data persentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen setelah melewati media saring zeolit, dengan ketebalan lapisan media saring zeolit 10 cm, 20 cm dan 30 cm, menunjukkan r hitung lebih besar dari r tabel (tabel 5) yang berarti ada korelasi antara ketebalan lapisan media zeolit dengan penurunan 59
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
kandungan deterjen limbah pencucian linen setelah disaring. 3) Bentuk korelasi antara prosentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen dengan ketebalan lapisan media saring zeolit, dari hasil uji Polinomial Orthogonal yang menghasilkan persamaan linear Y = 1,136 x +8,07, dimana Y adalah prosentase penurunan kandungan deterjen limbah pencucian linen, sedangkan X adalah ketebalan lapisan media saring zeolit. Hasil perhitungan dari persamaan tersebut dapat diketahui ketebalan lapisan media saring zeolit yang efektif yaitu yang mampu menurunkan kandungan deterjen ≥ 90 % adalah ketebalan lapisan media saring zeolit berkisar antara 62,2 cm sampai dengan 69,8 cm. 4) Kelemahan dalam penelitian ini adalah kandungan deterjen limbah pencucian linen pada air baku yang dipergunakan pada setiap percobaan tidak dapat disamakan (Tabel. 1) serta keadaan cuaca yang tidak dapat dikendalikan. H. Saran
1) Hasil penelitian ini sebagai bahan informasi dalam salah satu upaya untuk mengendalikan atau mengurangi terjadinya pencemaran air permukaan maupun air tanah oleh limbah deterjen dengan cara sebelum dilakukan pembuangan limbah ke perairan atau lingkungan terlebih dahulu dilakukan pengolahan dengan proses penyaringan menggunakan media saring zeolit dengan ketebalan 62,2
cm dengan kecepatan aliran saringan 3 2 cepat (antara 5-7 m /m / jam). 2) Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan berbagai diameter media saring zeolit untuk menurunkan berbagai kandungan deterjen maupun pencemar lain dari berbagai jenis limbah. I. Referensi
Huissman,L . Rapid Filtration .part 1. Self University of Technology. Dept of Civil Engineering ,Dividion of Sanitary Engineering,1974 Kerrod,Robin. Rock and Mineral, Grise wood and Dempsey Ltd, London.1997 KRT Tjokrokusumo. Pengantar Konsep Teknologi Bersih, Khusus Pengelolaan dan Pengolahan Air. Yogyakarta : STTL YLH.1995. Notoatmodjo, Soekijo. Metodologi Penelitian Kesehatan PT R. Meka Septa ; Jakarta, 1993 Pangestu, Djarwanto. Statistik Induktif. BPFE ; Yogyakarta,1993 Ilmu Prof.Dr.SoekidjoNotoatmodjo. Kesehatan masyarakat . Jakarta : Rineka Cipta 2003 Sujana. Desain dan Analisis Ekspremen. Tarsito. Bandung,1991 Sutopo, F.X.R. Etal.Pengkajian karakteristik zeolit Cikalong Tasik Malaya dan Pemanfaatannya dalam Pengolahan Air . PPTM ; Bandung . 1991 Penerapan Model Suyartono.Etal. Pengolahan dan Pemanfaatan Zeolit Bayah untuk Gas dan Cairan.PPTM : Bandung,1986 Sugiharto. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta : 1987 Sri Nuryani,Endang, Hartanto,Handi Bagaimana terjadinya dkk. gunung berapi . Dharma Karya Cipta : Bandung 1993. 60
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
Tony Parulian Sinaga dan Asral Sahri Siregar. Pengantar Hidrobiologi . Purwokerto : Universitas Jendral Sudirman , Fakultas Biologi ,1991 Water Treatment Willey, John. th Handbook , 5 Edition New York : A Halsted Press Book John Willey and Sons,1979 Widanarko,Sulistyoweni.Pedoman Umum Pengawasan Limbah Industri. Jakarta : 1988
61
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 HUBUNGAN USIA PERNIKAHAN DENGAN TERJADINYA PERILAKU KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PADA PEREMPUAN DI DESA SUKAMANDI JAYA KECAMATAN CIASEM KABUPATEN SUBANG TAHUN 2013 1
Achmad Setya Roswendi 1 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi
ABSTRAK
Pernikahan dini dapat menimbulkan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan yang menikah di usia muda < 19 tahun. Dalam aspek psikologis pernikahan dini dapat meningkatkan status ego dan emosi labil remaja sehingga memicu terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga dan menimbulkan kendala dalam lingkungan keluarga barunya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia pernikahan dengan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2013. Rancangan penelitian yang digunakan adalah metoda analitik observasional , penelitian dilaksanakan pada bulan juli 2013 terhadap 70 responden dengan teknik sample menggunakan total sampling dan instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisa data menggunakan dua tahapan yaitu analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan bivariat untuk melihat hubungan ( Chi Square) hasil penelitian yang dilakukan terhadap 70 responden didapatkan hasil usia pernikahan yang tidak melakukan pernikahan dini (>19 tahun) sebagian responden (52%). Untuk yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga sebagian responden (60%). Nilai p value 0,005 < α (0,05) sehingga dapat di simpulkan bahwa ada hubungan antara usia pernikahan dan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diharapkan keluarga di desa tersebut dapat menyelesaikan segala bentuk permasalahan secara adaptif dan mengarahkan keluarganya agar tidak terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Kata Kunci : Pernikahan Dini, KDRT A. Pendahuluan
Menurut 50 surveI kependudukan di seluruh dunia, 10-50% perempuan melaporkan pernah terjadi kekerasan atau disakiti secara fisik oleh pasangannya. Kekerasan fisik hampir selalu diikuti oleh penyalahgunaan secara psikologis, dan sekitar sepertiga sampai lebih dari setengah diikuti oleh penyalahgunaan seksual. Sebagai contoh diantara 613 orang terdapat perlakuan kekerasan di Jepang, 57% mengalami kekerasan fisik, psikis dan seksual. Hanya 8% yang mengalami penyalahgunaan fisik saja. (Depkes RI, 2007).
Kekerasan dalam rumah tangga sangat bervariasi dan dapat berupa penyerangan fisik, seperti pemukulan, menampar, menendang, menempeleng, menyepak, menggigit atau mencoba menggantung, membakar atau menyiramkan cairan asam kewajah, memukul dan memperkosa dengan bagian tubuh atau benda tajam, mengunakan senjata mematikan untuk menusuk atau menembak istri/pasanganya. Kekerasan dapat pula berbentuk penyalahgunaan psikis lainnya seperti meremehkan, melecehkan, menekan dan menghina, termasuk mengendalikan perilaku melalui isolasi perempuan terhadap keluarga dan teman-temannya, mengawasi dan membatasi ruang lingkup kehidupannya (Nukman,2009). 62
Jurnal Kesehatan Kesehatan Priangan, Volume Volume 1 No. 2 (April (April 2014): 049-106
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup keluarga (Depkes RI, 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan secara domestik yaitu kekerasan rumah tangga terhadap istri. Seperti halnya faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat beragam. Faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi kekerasan meliputi usia, pendidikan, ekonomi, kekuasaan suami, perselingkuhan, kebiasaan suami (Djanah, 2006). Data UNICEF pada tahun 2007 menunjukkan bahwa wanita yang berusia 25 sampai 29 tahun yang menikah dibawah usia 18 tahun di Indonesia mencapai 34 %, dan Indonesia termasuk dalam lima besar Negara-negara yang persentase pernikahan dini tertinggi di dunia. Berdasarkan usia pernikahan dan level pendidikan, data statistik di Indonesia menunjukkan pada tahun 2008 terdapat 20 % wanita yang menikah di usia sekitar 15-19 tahun dan 18 % wanita yang menikah dengan laki-laki dibawah usia 20 tahun (Suprayanto, 2010). Penelitian Choe, Thapa, dan Achmad (dalam Early Marriage and Childbearing in Indonesia and Nepal , 1999), yang ditinjau dari segi demografis menunjukkan bahwa pernikahan sebelum usia 18 tahun pada umumnya terjadi pada wanita di Indonesia terutama di kawasan pedesaan. Hal ini dikarenakan tingkat ekonomi serta
pendidikan yang rendah di daerah pedesaan di Indonesia serta faktor akses informasi yang tidak memadai. Angka statistik pernikahan dini secara nasional sendiri menunjukkan bahwa sekitar 25% terjadi di Indonesia. Bahkan beberapa daerah melebihi angka tersebut seperti di Jawa Timur (39,43 %), Kalimantan (35,48%), Jambi (30,63%), Jawa Barat (36%) dan Jawa Tengah (27,84 %). Parameter lain untuk mengetahui jumlah praktek pernikahan dini adalah melalui angka kematian ibu dan bayi. Angka kematian ibu dan bayi yang cukup tinggi di suatu wilayah dapat mengindikasikan rendahnya indeks pembangunan manusia di daerah tersebut yang disebabkan oleh praktik pernikahan dini yang masih umum terjadi. Hal ini sesuai dengan data statistik yang dikeluarkan oleh Indikator Sosial Wanita Indonesia melalui Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005 menunjukkan 21,75% anak perempuan di perkotaan menikah pada usia dibawah 16 tahun dan 47,79% terjadi di daerah pedesaan pedesaan (Ilyas, (Il yas, 2008). Data Biro Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa ternyata praktik pernikahan dini masih umum terjadi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan melalui data statistik angka kelahiran menurut usia wanita berdasarkan periode waktu, yaitu pada tahun 2009 dengan periode waktu dari tahun 2001-2009 menunjukkan untuk daerah perkotaan di Indonesia terdapat 29% wanita muda yang melahirkan di usia 15-19 tahun, di daerah pedesaan sendiri menunjukkan persentase yang sangat tinggi yaitu 58% wanita yang melahirkan di usia 15-19 tahun. Wilayah provinsi Jawa Barat khususnya di daerah Subang yang akan menjadi lokasi penelitian menunjukkan bahwa angka kelahiran menurut usia wanita terdapat sebanyak 33% yang melahirkan bayinya ketika berusia 15-19 tahun (BPS, 2009). Pernikahan dini di Jawa Barat hingga kini masih tergolong tinggi di dunia. Jumlah 63
Jurnal Kesehatan Kesehatan Priangan, Volume Volume 1 No. 2 (April (April 2014): 049-106
pasangan usia perkawinan (PUP) di bawah usia 19 tahun mencapai 50% dari total pasangan usia subur (PUS) di jawa barat, yakni sekitar 9 juta pasangan. Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief menyatakan, angka pernikahan dini tertinggi terdapat di daerah pantai utara (pantura) seperti Cirebon, Indramayu, Brebes, Subang, Karawang dan kabupaten/kota lainnya. Untuk Kabupaten Indramayu disinyalir menjadi daerah tertinggi dalam kasus pernikahan dini di Indonesia (Pikiran Rakyat Online, 2012). Pernikahan dini (early marriage) memiliki dampak yang sama pada remaja putri maupun remaja pria. Dampak-dampak tersebut meliputi dampak fisik, intelektual, dan emosional. Remaja putri yang menikah akan mengalami hambatan dalam pendidikan mereka, kebebasan pribadi mereka, dan akan mengalami gangguan
emosional jika mereka tidak siap menghadapi dunia pernikahan dengan bertambahnya tanggung jawab. Remaja putri yang menikah di usia muda dituntut dapat menyesuaikan diri dengan keadaan pernikahan, bertambahnya tanggung jawab untuk menghidupi keluarga, terancam putus sekolah dan terancam menjadi pengangguran. Perempuan yang menikah di usia muda biasanya mengalami stress berhubungan dengan peran baru mereka sebagai Istri maupun Ibu dan emosional nya pun masih tidak stabil apabila dalam menghadapi masalah bisa timbul dengan kekerasan (Koliman, 2008). Hasil studi pendahuluan yang juga telah dilakukan oleh peneliti di Dinas Kesehatan Kabupaten Subang mengenai situasi Desa yang memiliki persentase tinggi kejadian kasus Kekerasan dalam rumah tangga adalah di Puskesmas Ciasem.
Tabel 1 Tabel Situasi Desa Yang Memiliki Persentase Tinggi Kejadian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Tahun 2012 No
1 2 3 4 5 6
Nama Desa
Jumlah Penduduk
Jumlah Temuan Kasus KDRT
1475 3660 1126 1424 885 644
15 25 10 10 8 11
Ciasem Girang Sukamandi Jaya Ciasem Tengah Ciasem Baru Pinangsari Sukahaji
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Subang Tahun 2012
Berdasarkan data di atas menjelaskan bahwa Desa Sukamandi Jaya memiliki kasus KDRT terbanyak yaitu sebanyak 25 kasus, dan berdasarkan data dari studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, setelah dilakukan wawancara di Desa Sukamandi Jaya pada tanggal 27 Maret 2013 di dapatkan sebesar 70 keluarga yang menikah di usia pernikahan rata-rata berumur 17 tahun.
Peran perawat juga sangat penting sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat bisa membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya untuk mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan kepada klien dan keluarga klien dengan menggunakan energi dan waktu yang minimal (Ali, 2001). 2001). 64
Jurnal Kesehatan Kesehatan Priangan, Volume Volume 1 No. 2 (April (April 2014): 049-106
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui tentang Hubungan Antara Usia Pernikahan Dengan Terjadinya Perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Perempuan Di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang tahun 2013. Kekerasan yang dialami oleh istri mengakibatkan tekanan-tekanan psikologis, dimana seorang istri juga mempunyai hak untuk hidup layak dalam keluarga. Suami harus bisa membentuk keharmonisan maupun kenyamanan dalam keluarga. Kekerasan yang dilakukan dalam rumah tangga akan memberikan dampak yang buruk bagi keluarga itu sendiri, bahkan di mata masyarakat umum. B. Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah cross analitik dengan pendekatan sectional. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara usia pernikahan dengan perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kecamtan Ciasem Kabupaten Subang. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia pernikahan.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang. Kategori untuk pernikahan dini yaitu responden yang melakukan pernikahan sebelum usia 19 tahun, dengan skala ukur kategori (ordinal). Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan muda yang sudah menikah pada tahun 2013 di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang tercatat 70 pasangan muda. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, jumlah sampel yang didapatkan adalah sebanyak 70 pasangan muda. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Uji validitas dan realibilitas untuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan pernikahan usia usia dini dengan uji Korelasi Pearson Product Moment . Analisa univariat yang dilakukan adalah distribusi dan persentase, Analisa bivariat yang dilakukan uji beda dengan metode 2 pearson chi square ( x ) antara variabel bebas dengan variabel terikat batas kemaknaan kemaknaan yang dipakai adalah nilai alpha 0,05 (5%) dan tingkat kepercayaan 95%.
C. Hasil dan Pembahasan Tabel 2 Distribusi Frekuensi Usia Pernikahan di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2013. Usia Pernikahan Dini19 tahun Jumlah
Frekuensi (n) 33 37 70
Persentase (%) 47,1 52,9 100,0
Sumber : Data hasil penelitian tahun 2013
Berdasarkan tabel 2 menunjukan sebagian melakukan usia pernikahan tidak dini > 21 tahun yaitu sebanyak 37 responden (52%).
Dan sebagian kecil melakukan usia pernikahan dini < 21 tahun sebanyak 33 responden (47%).
65
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kejadian KDRT di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2013 KDRT
Frekuensi Persentase (n) (%) 42 60,0 KDRT 28 40,0 Tidak KDRT Total 70 100,0 Sumber : Data hasil penelitian tahun 2013
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa hasil penelitian mengenai KDRT di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang Tahun 2013, menunjukkan dari 70
responden ternyata sebagian besar pada responden yang mengalami KDRT yaitu sebanyak 42 responden (60%).
Tabel 4 Distribusi Hubungan Usia Pernikahan Dengan Terjadinya Perilaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Perempuan Di Desa Sukamandi Jaya Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2013 KDRT
Usia pernikahan
Ya N
Total Tidak
%
N
%
Dini 26 78,8% 7 21,2% < 19 tahun Tidak Dini 16 43,2% 21 56,8% > 19 tahun 42 60% 28 40% Jumlah Sumber : Data hasil penelitian tahun 2013
N
%
33
100%
37
100%
70
100%
p- Value
0,005
Berdasarkan tabel 4 diatas menjelaskan bahwa dari 33 responden yang melakukan pernikahan dini (< 19 tahun) sebagian 26 responden (78,8%) mengalami KDRT dan dari 37 responden yang tidak melakukan pernikahan dini (>19 tahun) sebagian kecil sebanyak 16 responden (43,2%) tidak mengalami kdrt . Berdasarkan uji statistik
didapatkan nilai p value = 0,005 (dengan ∂ = 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia pernikahan dengan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang Tahun 2013.
Hasil penelitian pada tabel 4.3 mengenai hubungan usia pernikahan dengan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga p-value = 0,005 (dengan ɑ = 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara usia pernikahan dengan terjadinya perilaku kekerasan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang Tahun 2013. 66
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
Menurut Djanah (2006), hal yang menjadi faktor-faktor terjadinya kekerasan dalam rumah tangga sebagai berikut: kekuasaan suami, masalah ekonomi, kebiasaan suami, usia, pendidikan, perselingkuhan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Djanah (2006), adanya responden yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dikarenakan usia pernikahan dini 21 tahun sebanyak (52%), Sebagian besar responden yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga sebanyak (60%), Terdapat hubungan antara usia pernikahan dengan terjadinya perilaku kekerasaan dalam rumah tangga pada perempuan di Desa Sukamandi Jaya Kec. Ciasem Kab. Subang Tahun 2013 dengan p-value = 0,005 ( = 0,05) E. Referensi
Adhim, F. (2008) Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta : PT. Lingkar Pena.
67
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
Ahmad,
K. (2009) Pernikahan Dini Masalah Kita Bersama. Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan (Buku Pertama). Bandung : PT. Reflika Aditama. Djanah, F. (2006) Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta : PT. Lkis PelangiAksara. Fadliyana, E. (2007) Pernikahan dini dan permasalahannya. Indonesian Journal of pediatri social, vol 11. Format referensi elektronik direkomendasi oleh Depkes, 2007 tersedia www.depkes.go.id, 18 Maret 2011. Format referensi elektronik direkomendasi oleh Ilyas, 2008, tersedia http://kompas.com, 18 Maret 2013. Format referensi elektronik direkomendasi oleh Minang Forum Info, 2010, http:// www.minangforum.info/se kilas-perkawinan.html Hidayat, A. (2007) Metode Penelitain Keperawatan dan Tehnik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
Ihsan. (2008) Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia. Surabaya : BP4Jatim. Kuzari, A. (2004). Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada. Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nukman, E. (2009) Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. Nursalam. (2008) Kosep dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Pustaka, Y. (2006) UU Ri No/2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Yogyakarta, hal 8. Singgih, G. (2007) Psikologi Keluarga. Jakarta : Gunung Mulia. Sudarto. (2004) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bandung: Citra Aditya Bakti.
68
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 KAJIAN MENGENAI FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR MINUM PADA DAMIU DI KABUPATEN BANDUNG BARAT 1
Budiman 1 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi
ABSTRAK
Minuman merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhan nya menjadi hak asasi setiap masyarakat. Minuman dapat menjadi media bagi unsur pengganggu kesehatan manusia baik unsur yang secara alamiah sudah menjadi bagian dari pangan maupun unsur yang masuk ke dalam pangan dengan cara pencemaran seperti pada DAMIU. Hasil pemeriksanaan tingkat pencemaran bakteriololgis pada Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU). Di Wilayah Kabupaten Bandung Barat diperoleh Tahun 2012 ada 33,3% DAMIU yang tercemar coliform dari 75tempat DAMIU yang diperiksa. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian mengenai faktor risiko lingkungan kualitas bakteriologi air minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan studi potong lintang. Populasi dalam penelitian mencakup seluruh DAMIU yang berada di Wilayah Kabupaten Bandung Barat. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer yaitu melakukan pengukuran kualitas bakteriologi air minum. Analisis data yang digunakan proporsi dan analisis uji kai kuadrat.Hasil peneliian diperoleh Sebagian besar kualitas air minum tidak memenuhi syarat secara bakteriologis sebanyak 37 (61.7%). Tidak terdapat pengaruhyang signifikan antara penampungan/ tandon air baku (p-value=1.000), unit pengolah air (p-value=0.586), unit pencucian galon (p-value=0.284), unit pengisian galon (pvalue=1.000), pakaian kerja penjamah (p-value=1.000), cuci tangan penjamah (pvalue=0.936), kuku jari penjamah (p-value=0.839), dan sarana tempat sampah terhadap kualitas bakteriologis air minum pada depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kabupaten Bandung Barat (p.value = 1.000). Disarankan bagi UPTD Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Bandung Barat saat pengambilan sampel air minum di DAMIU sebaiknya sampel berasal dari galon yang sudah berisikan air produksi, sehingga dapat menggambarkan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan. Kata Kunci: Faktor Risiko Lingkungan, Studi Potong Lintang, Kualitas Bakteriologis Air Minum, DAMIU
A. Pendahuluan
Minuman merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhan nya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional (UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan). Minumandapat menjadi media bagi unsur pengganggu kesehatan manusia baik unsur yang secara alamiah sudah menjadi bagian dari pangan maupun unsur yang masuk ke
dalam pangan dengan cara pencemaran. Sumber utama minuman adalah air. Air merupakan unsur lingkungan yang penting selain untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia juga dapat menjadi media (vehicle) penularan penyakit, sehingga air harus dikelola secara hygiene.Hygiene Sanitasi adalah upaya kesehatan untuk mengurangi atau menghilangkan faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya pencemaran terhadap air minum dan 69
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
sarana yang digunakan untuk proses pengolahan, penyimpanan dan pembagian air minum (Depkes RI, 1996). Faktor pencemaranair bisa meliputi: 1) pencemaran fisik seperti benda mati baik halus maupun kasar, 2) pencemaran kimia seperti bahan organik dan non organik yang lewat dalam air minum pada waktu pengolahan, penyimpanan dan pembagian air minum, 3) pencemaran biologis dapat berupa jasad renik pathologis seperti bakteri, virus, kapang dan jamur yang dapat menimbulkan penyakit dan keracunan. Maka kebutuhan penduduk akan air harus terhindar dari faktor pencemaran. Kebutuhan penduduk akan air minum dapat dipenuhi melalui air yang dilayani oleh sistem perpipaan (PAM), air minum dalam kemasan, dan Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU).Masyarakat mengkonsumsi air minum siap pakai angkanya cukup besar, sehingga DAMIU berdiri dimana-mana. DAMIU cukup potensial sebagai sarana penularan penyakit serta gangguan kesehatan lainnya. Faktor risiko lingkungan pencemaran DAMIU diantaranya lokasi di Depot Air Minum harus terbebas dari pencemaran yang berasal dari debu di sekitar Depot, daerah tempat pembuangan kotoran/sampah, tempat penumpukan barang bekas, tempat bersembunyi/berkembang biak serangga, binatang kecil, pengerat, dan lain-lain, tempat yang kurang baik sistem saluran pembuangan air dan tempat tempat lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran. Ruang proses produksi menyediakan tempat yang cukup untuk penempatanperalatan proses produksi. Area produksi harus dapat dicapai untuk inspeksi danpembersihan di setiap waktu. Konstruksi lantai, dinding dan plafon area produksi harus baik dan selalu bersih.
Dinding ruang pengisian harus dibuat dari bahan yang licin, berwarna terang dan tidak menyerap sehingga mudah dibersihkan. Pembersihan dilakukan secara rutin dan dijadwalkan. Dinding dan plafon harus rapat tanpa ada keretakan. Tempat pengisian harus didisain hanya untuk maksud pengisian produk jadi dan harus menggunakan pintu yang dapat menutup rapat. Lantai harus dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tahan lama dan kedap air. Lantai harus dibuat dengan kemiringan 1-2% ke saluran pembuangan air limbah. Dinding harus dibuat kedap air sekurang-kurangnya satu meter dari lantai. Bagian dinding yang kedap air tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang serta dapat mudah dibersihkan. Demikian juga dengan langit- langit harus terbuat dari bahan yang bewarna terang Faktor risiko lingkungan sosial diantaranya dari orang atau penjamah yang berhubungan dengan produksi harus dalam keadaan sehat,bebas dari luka, penyakit kulit tidak mengidap penyakit menular seperti tifus, kolera dan tuberkulosa atau hal lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap air minum. Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan kesehatan.Karyawan bagian produksi (pengisian) diharuskan menggunakan pakaian kerja, tutup kepala dan sepatu yang sesuai. Karyawan harus mencuci tangan sebelum melakukan pekerjaan terutama pada saat penanganan wadah dan pengisian. Karyawan tidak diperbolehkan makan, merokok, meludah atau melakukan tindakan lain selama melakukan pekerjaan yang dapat menyebabkan pencemaran terhadap air minum. Studi awal hasil pemeriksanaan tingkat pencemaran bakteriololgis pada DAMIU di Wilayah Kabupaten Bandung Barat diperoleh tahun 2009 ada 56 % DAMIUyang tercemar coliform dari 80 tempat DAMIU yang diperiksa. Tahun 2010 ada 47,8% DAMIU yang tercemar coliformdari 155tempat DAMIU yang 70
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
diperiksa. Tahun 2011 ada 52% DAMIU yang tercemar coliform dari 100tempat DAMIU yang diperiksa. Tahun 2012 ada 33,3% DAMIU yang tercemar coliform dari 75tempat DAMIU yang diperiksa (Dinkes Bandung Barat, 2011). Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kajian mengenai faktor risiko lingkungan kualitas bakteriologi air minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat. B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah studicross sectional atau potong lintang. Menurut Budiman (2011) studi potong lintang adalah suatu studi penelitian dengan cara variabel independen dan dependen diukur secara bersamaan dalam satu waktu. Populasiadalahkeseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Aripin, 2010). Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh DAMIU yang terdaftar di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2013 yaitu sebanyak 60 DAMIU.
Teknik pengumpulan data menggunakan sumber data Primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Sumber data Sekunder diperoleh dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, meliputi data dan pedoman pengelolaan DAMIUserta hasil pemeriksaan bakteriologis air minum DAMIU di Laboratorium PDAM Kota Bandung. Analisis data yang digunakan melalui proporsi dana analisis hubungan antara variabel independen dan variabel dependen, maka uji yang digunakan dalam 2 penelitian ini yaitu uji Chi square (x ) dengan tingkat kepercayaan 95%, yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas air minum pada DAMIU.
C. Hasil Penelitian
Tabel 1 Distribusi Bakteriologis Air Minum pada Penyedia DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 Kandungan Bakteriologis (E.Coli) Jumlah %
Tidak memenuhi Syarat (TMS) Memenuhi Syarat (MS)
23 37
38.3 61.6
Total
60
100
71
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 Tabel 2 Distribusi Faktor Risiko Lingkungan Bakteriologis Air Minum pada Penyedia DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 Faktor Risiko Lingkungan
1. Unit Pengolah Air Tidak Sesuai Standar • Sesuai Standar • 2. Unit Pencucian Galon • Tidak Sesuai Standar • Sesuai Standar 3. Unit Pengisian Galon Tidak Sesuai Standar • Sesuai Standar • 4. Pakaian Kerja Penjamah • Tidak Memenuhi Syarat • Memenuhi Syarat 5. Kebiasan Mencuci Tangan Tidak Memenuhi Syarat • Memenuhi Syarat • 6. Kuku Jari Penjamah • Tidak Memenuhi Syarat • Memenuhi Syarat 7. Sarana Tempat Sampah • Tidak Memenuhi Syarat • Memenuhi Syarat Total
Jumlah
%
14 46
23.3 76.7
9 51
15 85
5 55
8,3 91,7
52 8
86,7 13,3
33 27
55,0 45,0
29 31
48,3 51,7
22 38 60
36,7 63,3 100
Tabel 3 Pengaruh Penampungan/Tandon Air Baku Dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum Pada DAMIU Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Tandon Air Baku
Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis Tidak Memenuhi Memenuhi Syarat Syarat n % n %
Total n
%
Tidak Sesuai Standar (TSS)
5
38.5
8
61.5
13
100
Sesuai (SS) Jumlah
18
38.3
29
61.7
47
100
23
38.3
37
61.7
60
100
Standar
P.value
1.000
72
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 Tabel 4 Pengaruh Unit Pengolah Air terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013.
Unit Pengolah Air
Tidak Sesuai Standar (TSS) Sesuai Standar (SS) Jumlah
Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis Tidak Memenuhi Memenuhi Syarat Syarat N % N % 4 28.6 10 71.4
14
% 100
19 23
46 60
100 100
41.3 38.3
27 37
Total
N
58.7 61.7
P.value
0.586
Tabel 5 Pengaruh Unit Pencucian Galon terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Unit Pencucian Galon
Tidak Sesuai Standar Sesuai Standar Jumlah
Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis Tidak Memenuhi Memenuhi Syarat Syarat N % n % 5 55.6 4 44.4
18 23
35.3 38.3
33 37
64.7 61.7
Total
n 9
% 100
51 60
100 100
P.value
0.284
Tabel 6 Pengaruh Antara Unit Pengisian Galon terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Unit Pengisian Galon
Tidak Sesuai Standar Sesuai Standar Jumlah
Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis Tidak Memenuhi Memenuhi Syarat Syarat N % N % 2 40.0 3 60.0 21 38.2 34 61.8 23 38.3 37 61.7
Total
N
5 55 60
% 100 100 100
P.value
1.000
73
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 Tabel 7 Pengaruh Antara Pakaian Kerja Penjamah terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Pakaian Kerja Penjamah
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Jumlah
Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis Tidak Memenuhi Memenuhi Syarat Syarat N % N % 20 38.5 32 61.5
N 52
% 100
3 23
8 60
100 100
37.5 38.3
5 37
Total
62.5 61.7
P.value
1.000
Tabel 8 Pengaruh Antara Cuci Tangan Penjamah terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum pada DAMIU Di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013
Cuci Tangan Penjamah
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Jumlah
Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis Tidak Memenuhi Memenuhi Syarat Syarat n % N % 12 36.4 21 63.6
11 23
40.7 38.3
16 37
Total
59.3 61.7
N 33
% 100
27 60
100 100
P.value
0.936
Tabel 9 Pengaruh Antara Kuku Jari Penjamah terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 Kuku Jari Penjamah
Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Jumlah
Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis Tidak Memenuhi Memenuhi Syarat Syarat n % N % 12 41.4 17 58.6
N 29
% 100
11 23
31 60
100 100
35.5 38.3
20 37
64.5 61.7
Total
P.value
0.839
74
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 Tabel 10 Pengaruh Antara Sarana Tempat Sampah terhadap Kualitas Bakteriologis Air Minum pada DAMIU di Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013 Sarana Tempat Sampah
Kualitas Air Minum Secara Bakteriologis Tidak Memenuhi Memenuhi Syarat Syarat n % N %
N
%
Tidak Memenuhi Syarat
8
36.4
14
63.6
22
100
Memenuhi Syarat Jumlah
15 23
39.5 38.3
23 37
60.5 61.7
38 60
100 100
D. Pembahasan
Penampungan/ tandon air baku tidak sesuai standar namun hasil laboratorium memenuhi syarat, hal ini disebabkan tandon ada yang tidak terlindung dari sinar matahari, jamahan serangga dan tikus, tidak menjadi tempat perindukan nyamuk, waktu penyimpanan lebih dari 1 bulan, dan air jarang dikuras, Ada pula petugas DAMIU yang tidak rutin melakukan pengecekan terhadap kebersihan air baku, karena air bersih yang di dalam tandon yang jarang dibersihkan akan terlihat lumut, debu dan kotoran-kotoran yang lain. Dan apabila tidak segera dibersihkan akan mencemari air produk (Dirjen P2PL Depkes RI, 2010). Unit pengolah air sesuai standar namun hasil pemeriksaan laboratorium memenuhi syarat, hal ini disebabkan karena ada beberapa DAMIU dimana tabung filter tidak terbuat dari bahan yang aman bagi kesehatan, dan tidak dilakukan pengecekan cartridge filter secara berkala dan tabung ultra violet tidak dibersihkan secara berkala selama 6 bilan sekali. Pada unit pengolah air diperlukan keterampilan karyawan DAMIU. Diantaranya tabung filter harus selalu dilakukan pengecekan, selain itu rutin melakukan pengecekan cartridge filter secara berkala dan tabung
Total
P.value
1.00
ultra violet dibersihkan secara berkala (Anwar, 1989). Unit pencucian galon sesuai standar namun hasil pemeriksaan laboratorium memenuhi syarat, hal ini disebabkan karena banyaknya DAMIU yang pada saat proses pencucian galon tidak 0 menggunakan air bersih panas suhu 60 0 85 C, sehingga kotoran-kotoran yang melekat pada bagian luar maupun bagian dalam galon masih tetap menempel, dan hal itu akan mencemari air produk.Selain itu ada pula DAMIU yang tidak melakukan sanitasi dengan air ozon setelah galon dicuci, maka bakteri yang melekat pada galon masih tetap hidup dan mencemari air produk, karena air ozon berfungsi sebagai bahan desinfektan. Ada juga beberapa DAMIU yang tidak melakukan pembilasan dengan air produk setelah galon didesinfeksi, sehingga sisasisa lumut atau kotoran yang tertinggal masih melekat pada galon(Dirjen P2PL Depkes RI, 2010). Tempat pengisian galon yang tidak tertutup rapat, debu-debu yang beterbangan dapat menjadi material yang mencemari aip produksi. Dan pada beberapa DAMIU masih banyak ditemukan keran pengisian airnya yang 75
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
sudah kotor dan berlumut karena tidak dibersihkan secara berkala, sehingga berpotensi mencemari air produk.Pada unit pengisian galon kualitas air minum sangat dipengaruhi aoleh kebiasaan, kondisi, dan keterampilan petugas DAMIU. Diantaranya pada proses pengisian galon, hal yang dapat mencemari air hasil produksi yaitu karena kelalaian petugas DAMIU, yaitu selama pengisian air kedalam galon perlu tempat pengisian jangan dibiarkan terbuka karena udara dapat menjadi sumber kontaminasi bakteri. Udara bukanlah suatu medium tempat mikroorganisme tumbuh tetapi merupakan pembawa bahan partikulat debu dan tetesan cairan yang kesemuanya mungkin dimuati oleh mikroba (Azwar, 1990). Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Tenaga pengolah atau penjamah makanan adalah semua orang yang melakukan kegiatan pengolahan makanan, dengan tidak melihat besarnya pekerjaan (Depkes RI, 2006).Pekerja harus mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Prosedur yang penting bagi pekerja pengolah makanan adalah pencucian tangan, kebersihan dan kesehatan diri. Pencucian tangan meskipun tampaknya merupakan kegiatan ringan yang sering disepelekan, terbukti cukup efektif dalam upaya mencegah kontaminasi pada makanan(Depkes RI, 2006). Masih banyak pekerja DAMIU tidak memakai pakaian kerja, masih banyak pekerja DAMIU yang tidak memenuhi syarat, hal ni mungkin disebabkan karena sebagian besar pemilik DAMIU tidak mengetahui tentang kesehatan perseorangan, mengingat semua pekerja yang ada di wilayah Kabupaten Bandung Barat belum pernah mengikuti Kursus Operator Depot Air Minum. Kesehatan karyawan sangat
mempengaruhi terhadap kualitas air minum yang dihasilkan karena karyawan atau penjamah kontak langsung dalam pengelolaan DAMIU (DepKes RI, 2006). Mencuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, dengan mencuci tangan dapat menghilangkan sebagian besar mikroorganisme yang ada dikulit.Mencuci tangan adalah dapat menghilangkan sejumlah besar virus dan bakteri yang menjadi penyebab berbagai penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti diare dan saluran nafas seperti influenza.Hampir semua orang mengerti pentingnya mencuci tangan pakai sabun, namun masih banyak yang tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan pada saat yang penting. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun, jangan meletakkan sabun di tempat yang kotor, dan bilas kembali sabun setelah digunakan untuk menghindari kontaminasi (karena saat mencuci tangan, sabun jadi kotor).Gosok sela-sela jari, bersihkan kuku, telapak tangan sampai pergelangan dengan cermat (Depkes 1998). Hampir semua pekerja DAMIU tidak mencuci tangan saat bekerja, hal ini disebabkan selain tidak adanya fasilitas untuk cuci tangan juga kurangnya perhatian dari pemilik DAMIU. Masih banyak karyawan yang tidak melakukan cuci tangan sebelum menangani konsumen. Ada juga karyawan yang menangani konsumen sambil merokok Karyawan atau personal yang langsung menangani pengolahan minuman dapat mencemari air tersebut, baik berupa cemaran fisik, kimia maupun bakteriologis. Oleh karena itu kebersihan karyawan, pengetahuan dan sikap merupakan salah satu hal yang penting yang harus diperhatikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah memupuk kebiasaan karyawan yang baik dan melatih karyawan untuk meninggalkan kebiasaan 76
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
karyawan yang buruk. Dengan cara menjaga kebersihan perseorangan seperti mencuci tangan sebelum menangani konsumen (Depkes RI, 2006).
panjang, tetapi hal ini tidak berhubungan karena kuku jari karyawan tidak bersentuhan langsung dalam penutupan galon.
Pekerja harus mandi tiap hari.Penggunaan make-up dan deodoran yang berlebihan harus dihindari.Kuku pekerja harus bersih, dipotong pendek dan sebaiknya tidak dicat.Perhiasan dan aksesoris lainnya sebaiknya dilepas.Celemek yang digunakan pekerja harus bersih dan tidak boleh dijadikan lap tangan.Pekerja harus memakai sepatu yang memadai dan dalam keadaan bersih.Rambut pekerja harus dicuci secara periodik.Pekerja yang berambut panjang harus mengikat rambutnya dan disarankan menggunakan topi atau jala rambut (hairnet).Pekerja yang memiliki kumis dan jenggot selalu menjaga kebersihan dan kerapiannya.Akan lebih baik jika kumis atau jenggot tersebut dicukur bersih (DepKes RI, 2006).
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah adalah suatu bidang kegiatan yang berkaitan dengan pengaturan terhadap sumber sampah, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pengolahan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai, baik dari segi kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan berbagai pertimbangan lingkungan lainnya dengan memperhatikan sikap masyarakat.
Kebiasaan pribadi para pekerja dan konsumen dalam mengelola bahan pangan dapat merupakan sumber yang penting dari pencemaran.Beberapa peristiwa dari keracunan bahan pangan yang tercemar Staphylococcus Aureus telah oleh diakibatkan oleh higiene yang buruk dari pengelola bahan pangan tersebut.Apabila memungkinkan pengelola bahan pangan harus memakai sarung tangan plastik yang telah steril.Meskipun kuku jari bukan merupakan faktor utama penyebab tercemarnya air minum, namun apabila kuku jari panjang da kotor akan menyebabkan tercemarnya air minum. Luka-luka dan iritasi lainnya pada kulit adalah tempat yang baik bagi sejumlah besar Staphylococcus aureus, oleh karenanya harus ditutup.Batuk atau bersin sekitar bahan pangan sebaiknya dihindarkan dan tangan harus dihindarkan dari muka dan hidung.Pekerja yang menderita diare tidak diperkenankan bekerja dengan bahan makanan (Depkes RI, 2006).Berdasarakan hasil pengamatan masih banyak karyawan yang berkuku
Berdasarkan hasil observasi ternyata masih banyak sarana tempat sampah yang tidak memenuhi syarat, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan sikap karyawan tentang penanganan sampah. Sampah hasil dari kegiatan DAMIU dan sampah rumah tangga tidak dipisahkan. Sehingga banyak lalat yang menghinggapi tempat sampah tersebut karena tidak adanya penutup tempat sampah. Tetapi walaupun jarak antara tempat sampah dengan unit pengisian air sangat dekat, hal ini tidak kontak langsung dengan DAMIU sehingga tempat sampah tempat sampah tidak berhubungan dengan kualitas air minum. E. Kesimpulan
1. Sebagian besar kualitas air minum tidak memenuhi syarat secara bakteriologis sebanyak 37 (61.7%). 2. Gambaran faktor risiko pencemaran unit penampungan/ tandon air baku tidak sesuai standar sebanyak 13 (21.7%), dari unit pengolah air tidak sesuai standar sebanyak 14 (23.3%), dari unit pencucian galon tidak sesuai standar sebanyak 9 (15.0%), unit 77
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
pengisian galon tidak sesuai standar sebanyak 5 (8.3%), dari pakaian kerja penjamah tidak memenuhi syarat sebanyak 52 (86.7%), dari perilaku cuci tangan penjamah tidak memenuhi syarat sebanyak 33 (55.0%), dari kuku jari penjamah tidak memenuhi syarat sebanyak 29 (48.3%), dari srana tempat sampah tidak memenuhi syarat sebanyak 22 (36.7%). 3. Tidak terdapat pengaruhyang signifikan antara penampungan/ tandon air baku, unit pengolah air, unit pencucian galon, unit pengisian galon, pakaian kerja penjamah, cuci tangan penjamah, kuku jari penjamah, dan sarana tempat sampah terhadap kualitas bakteriologis air minum pada depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kabupaten Bandung Barat. F. Saran
1. Pada saat pengambilan sampel air minum di DAMIU sebaiknya sampel berasal dari galon yang sudah berisikan air produksi, sehingga dapat menggambarkan kualitas air minum yang memenuhi syarat. 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat melakukan pengecekan laboratorium enam bulan sekali, dengan tujuan untuk mengontrol kualitas air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat. 3. Melakukan koordinasi yang baik dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat, khususnya seksi P2PL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) sehingga untuk DAMIU yang kualitas air minumnya tidak memenuhi syarat dapat diberikan pengarahan dan penyuluhan mengenai cara pengelolaan DAMIU yang sesuai standar.
G. Referensi
Arifin, (2010), Tentang Jamban Sehat . Jakarta Azwar, (1990),Pengertian Hygiene dan Sanitasi. Jakarta Anwar, dkk (1989), Faktor Lingkungan Yang Dapat Mempengaruhi Makanan. Jakarta Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan. PT.Refika Aditama. Bandung Dirjen P2 dan PL, 2010. Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum, Depkes RI, Jakarta Depkes RI, 1996, Pedoman Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum, Depkes RI, Jakarta Depkes RI, 2006, Tentang Hygiene Sanitasi, Depkes RI, Jakarta Depkes RI, 2006, Tentang Faktor Risiko Pencemaran Depot Air Minum Isi Ulang, Depkes RI, Jakarta Depkes RI, 1998, Penyakit Yang Dapat Ditularkan Melalui Air, Depkes RI, Jakarta
78
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 GAMBARAN PENGETAHUAN PRIMIPARA TENTANG TUMBUH KEMBANG BAYI BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU DI DESA CIBEBER KECAMATAN CIMAHI SELATAN KOTA CIMAHI 1
Sri Yuniarti 1 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi ABSTRAK
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya, salah satunya melalui upaya merangsang tumbuh kembang sedini mungkin sejak bayi dalam kandungan hingga usia 0–12 bulan. Salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang bayi adalah pengetahuan ibu yang mana sangat ditentukan oleh beberapa karakteristik ibu diantaranya pendidikan dan pekerjaan. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu primipara terhadap tumbuh kembang bayi usia 0–12 bulan berdasarkan karakteristik ibu di desa Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Metode penelitian yaitu deskriptif dengan pendekatan crosssectional, jumlah sampel 40 orang yang diambil secara total sampling. Data penelitian berupa data primer dengan instrument penelitian kuesioner dan dianalisis secara univariat. Sebagian besar ibu berpengetahuan rendah yaitu 24 orang (60%), 28 orang berpendidikan dasar dan sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu 20 orang (71,4%), 28 orang bekerja dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang sebesar 16 orang (57,1%). Disarankan agar peran bidan sebagai tenaga kesehatan perlu ditingkatkan dengan kegiatan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) melalui penyuluhan dengan media yang menarik, serta bahasa yang mudah dipahami agar ibu-ibu mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga akan mudah dalam menerima informasi mengenai tumbuh kembang bayi khususnya yang berpendidikan dasar. Kata kunci
:Pengetahuan, Pendidikan, Pekerjaan, Tumbuh Kembang Bayi,
A. Pendahuluan
Seribu hari pertama kehidupan merupakan saat terpenting dalam hidup seseorang, sejak saat konsepsi, perkembangan janin di dalam kandungan hingga usia dua tahun yang dapat menentukan kesehatan dan kecerdasan seseorang di masadatang. Periode ini merupakan periode emas dimana tumbuh kembang berlangsung sangat cepat. Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar. Pertumbuhan dan perkembangan pada bayi usia 0-12 bulan terjadi proses adaptasi sehingga semua
sistem organ tubuh, peningkatan aktivitas pergerakan tubuh bayi, dan proses tumbuh kembang terus berlangsung atau dapat berlangsung secara terus-menerus, khususnya dalam peningkatan susunan saraf (Hidayat,2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang bayi diantaranya faktor lingkungan yaitu faktor di sekitar anak berada yang merupakan rangsangan dan dapat mempengaruhi perkembangan seperti status gizi anak, sosial ekonomi, pola asuh anak, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pengetahuan orang tua terhadap perkembangan anak dan sebagainya. Ibu primipara cenderung memiliki pengalaman yang minim sehingga berpengaruh terhadap pengetahuan dalam pemantauan tumbuh kembang. Dimana pengetahuan adalah 79
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
hasil tahu atau pengenalan akan sesuatu, atau apa yang akan dipelajari (Budiman,2011). Pengetahuan orang tua terutama ibu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain faktor pekerjaan dan pendidikan. Ibu yang bekerja tentu tidak dapat melihat perkembangan baik fisik maupun psikis dari anak, sehingga hubungan secara emosional antara ibu dengan anaknya kurang dekat. Hasil penelitian Maryani (2009) mengatakan bahwa Ibu yang tidak bekerja lebih banyak memiliki waktu luang untuk mengasuh anak, dan datang ke tempat pelayanan kesehatan, sehingga banyak mendapat informasi. Pendapat lain dari Sirojudin (2010) mengatakan bahwa faktor keluarga yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak yaitu pekerjaan/pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder serta mempunyai kemampuan untuk memperoleh informasi. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka seseorang akan dapat lebih mudah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menyerap kemajuan teknologi (Maryani, 2009). Wanita yang berpendidikan akan lebih terbuka terhadap ide-ide dan perubahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang mereka sadari sepenuhnya (Anonim, 2009).
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Gambaran Pengetahuan Primipara Terhadap Tumbuh Kembang Bayi Berdasarkan Karakteristik Ibu Di Desa Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan primipara tentang tumbuh kembang bayi berdasarkan karakteristik ibu di Desa Cibeber Kecamatan Cimahi selatan Kota Cimahi. B. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan mengetahui gambaran pengetahuan primipara tentang tumbuh kembang bayi berdasarkan karakteristik ibu di Desa Cibeber Kecamatan Cimahi selatan Kota Cimahi dengan rancangan cross sectional, kemudian dilakukan analisis data secara univariat. Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil di Desa Cibeber berjumlah 40 orang, teknik pengambilan sampel secara total sampling.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Sukanagara, dapat diambil simpulan bahwa 12 ibu dari 18 ibu primipara yang memiliki bayi menyatakan anaknya tidak melewati fase-fase tertentu dan berat badan sukar untuk naik, namun mereka menganggap hal tersebut adalah hal yang normal, sedangkan 6 ibu mengatakan anaknya melewati setiap fase-fase namun ibu tidak memantau secara langsung dan ibu mempercayakan kepada pengasuh. 80
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
C. Hasil dan Pembahasan Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu di Desa Sukanagara Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung Bulan Juli 2013 Pengetahuan Jumlah (n) Persentase (%) Kurang 24 60 Cukup 10 25 Baik 6 15 Total 40 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan
sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 24 orang (60 %).
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Berdasarkan Pendidikan di Desa Sukanagara Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung Bulan Juli 2013 Pengetahuan Pendidikan Total Kurang Cukup Baik N % N % N % n % Dasar 20 71,4 5 17,8 3 10,8 28 100 Menengah 4 33,3 5 41,7 3 25 12 100 Jumlah 24 60 10 25 6 15 40 100
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa 28 orang ibu berpendidikan dasar dan sebagian besar memiliki pengetahuan kurang yaitu 20 orang (71,4%). Terdapat
12 orang ibu berpendidikan menengah dan hampir setengahnya (41,7%) berpengetahuan cukup.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Berdasarkan Pekerjaan di Desa Sukanagara Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung Bulan Juli 2013 Pekerjaan
Bekerja Tidak Bekerja Jumlah
Kurang n % 16 57,1 8 66,6 24 60
Pengetahuan Cukup n % 8 28,6 2 16,7 10 25
Berdasarkantabel di atas, terlihat bahwa ibu yang bekerja sebanyak 28 orang dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang yaitu 16 orang (57,1%). Ibu yang tidak bekerja sebanyak 12 orang dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang yaitu 8 orang (66,6%).
Total
Baik
n 4 2 6
% 14,3 16,7 15
n 28 12 40
% 100 100 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang memiliki bayi 0-12 bulan sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 24 orang (60%). Menurut Maryani (2009) pengetahuan dapat dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan dan pekerjaan. Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau 81
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang. Primipara adalah ibu yang baru pertama kali melahirkan anak sehingga belum memiliki pengalaman sehingga berdampak pada pengetahuan yang kurang terhadap tumbuh kembang anak. Berdasarkan penelitian Fa’izzah (2012), 55,6% ibu yang mempunyai pengetahuan kurang, tidak aktif melakukan pemantauan tumbuh kembang pada anaknya, karena dianggap tidak penting.Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti sudah sesuai dengan teori diatas bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan orang tua maka akan semakin aktif untuk melakukan pemantauan tumbuh kembang anaknya. Dari 28 orang ibu berpendidikan dasar dan sebagian besar memiliki pengetahuan kurang yaitu 20 orang (71,4%). Terdapat 12 orang ibu berpendidikan menengah dan hampir setengahnya (41,7%) berpengetahuan cukup. Dapat disimpulkan bahwa ibu yang berpendidikan menengah tingkat pengetahuannya lebih baik dari pada ibu yang berpendidikan dasar. Menurut Maryani (2009), pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Berdasarkan penelitian Pasaribu (2010), diperoleh bahwa 35% ibu yang berpendidikan rendah mempunyai pengetahuan yang kurang terhadap pemantauan tumbuh kembang anak sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak seringkali diabaikan, hal ini disebabkan karena ketidaktahuan ibu tentang pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak dan sulitnya mendapatkan informasi mengenai tumbuh kembang anak baik dari media maupun petugas kesehatan. Hasil penelitian ini sudah sesuai dengan teori diatas bahwa pendidikan mempengaruhi pengetahuan dimana pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang, pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang
disampaikan. Sedangkan yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan luas dan lebih mudah untuk mencerna informasi dibandingkan tingkat pendidikan lebih rendah. Ibu yang bekerja sebanyak 28 orang dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang yaitu 16 orang (57,1%), sedangkan ibu yang tidak bekerja sebanyak 12 orang dan sebagian besar memiliki pengetahuan yang kurang yaitu 8 orang (66,6%). Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang bekerja dan tidak bekerja sama-sama memiliki pengetahuan yang kurang. Keadaan ini dipengaruhi oleh pendidikan ibu yang sebagian besar berpendidikan dasar, sehingga mempengaruhi pola pikir serta pola pengasuhan nya. Jika dilihat tabel 3 menunjukkan bahwa ibu yang bekerja dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 14,3 %, sedangkan ibu yang tidak bekerja dengan pengetahuan baik sebanyak 16,7%. Jika dibandingkan maka pengetahuan ibu yang tidak bekerja lebih baik dari ibu yang bekerja. Menurut Hakim (2011), pada ibu yang tidak bekerja akan tercipta suatu pola pengasuhan yang baik, dimana pada ibu yang tidak bekerja akan mempunyai banyak waktu untuk mengasuh anaknya meliputi perhatian, kasih sayang, dan waktu untuk menyediakan semua kebutuhan anaknya. Sedangkan menurut penelitian Pasaribu (2010), diperoleh bahwa sebanyak 42,5% ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga berpengetahuan kurang karena disebabkan oleh pendidikan ibu yang rendah kondisi lingkungan dan sulitnya mendapatkan informasi. D. Simpulan
Sebagian besar ibu berpengetahuan rendah yaitu 24 orang (60%), 28 orang berpendidikan dasar dan sebagian besar berpengetahuan kurang yaitu 20 orang (71,4%), 28 orang bekerja dan sebagian
82
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
besar memiliki pengetahuan yang kurang sebesar 16 orang (57,1%). E. Saran
Peran bidan sebagai tenaga kesehatan perlu ditingkatkan dengan kegiatan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) melalui penyuluhan dengan media yang menarik, serta bahasa yang mudah dipahami agar ibu-ibu mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga akan mudah dalam menerima informasi mengenai tumbuh kembang bayi khususnya yang berpendidikan dasar. F. Referensi
Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Bumi Aksara, Pendidikan. Jakarta, hal. 150. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Rineka Cipta. Jakarta, hal. 66282. Anonim. 2009. Pengaruh Wanita Karier Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak . www. Wordpress.com. Diakses 21 Juli 2013. Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan . Refika aditama. Bandung, hal. 470. Depkes RI. 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar . Jakarta. Fa’izzah, N. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Anak di RT 26 RW 06 Kedungrejo Sidoarjo. Hakim. 2011. Tumbang anak Usia Toddler pada ibu bekerja dan tidak bekerja. Pengantar Ilmu Hidayat. 2005. Keperawatan Anak . Salemba Medika. Jakarta, hal. 17-41. Pengantar Ilmu -----------., 2008. Kesehatan anak untuk pendidikan bidan. Salemba Medika. Jakarta, hal. 35-50.
-----------., 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta, hal. 53-188. Irawati, S. 2013. Ada Apa Dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan Sang Anak . www. TanyaDok.com, diakses tanggal 18 Juli 2013. Kementrian laman bahasa. 2013 http://badanbahasa.kemdikbud.go. id/ lamanbahasa/petunjuk_praktis/58 6, diakses tanggal 12 Juni 2013. Maryani, Sri. 2009. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pemantauan Tumbuh Kembang Balita Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Anggadita Karawang Periode Agustus 2009 . KTI STIKES Jenderal A. Yani, Cimahi. Nursalam dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Salemba Medika. Jakarta, 31-45. Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta, hal. 10. Pasaribu. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu tentang Tumbuh Kembang anak 0-1 tahun di klinik Lena Barus Binjai tahun 2010. Sanjaya1. 2002.http://www.sarjanaku.com. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Diakses tanggal 5 Juni 2013. -------------., 2003.http://www.sarjanaku.com. UU RI No. 20 Tahun 2003. Diakses tanggal 5 Juni 2013. Sirojuddin, A. 2013. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua terhadap Prestasi Periode 2010. Tesis Universitas Trunojoyo, Madura. Soetjiningsih. 2008. Tumbuh Kembang Anak . Kedokteran EGC. Jakarta, hal. 132-133 83
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 HUBUNGAN REAKSI HOSPITALISASI DENGAN KUANTITAS TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH DI RUANG GABRIEL RUMAH SAKIT CAHYA KAWALUYAN TAHUN 2013 1
1
Siti Dewi Rahmayanti , Windayanti 1 STIKES Jenderal Achmad Yani Cimahi
ABSTRAK
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stress pada semua tingkat usia. Pada anak usia prasekolah sering merasa terkekang selama dirawat di rumah sakit. Hal ini disebabkan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri akibat hospitalisasi. Pada pasien anak yang dirawat di RS Cahya Kawaluyan di dapatkan anak tidak kooperatif dengan menunjukan perilaku menangis dan berontak saat di dekati oleh perawat sehingga mempengaruhi kuantitas tidur anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan reaksi hospitalisasi dengan kuantitas tidur anak usia prasekolah di ruang Gabriel RS. Cahya Kawaluyan. Metode yang digunakan cross sectional. Teknik sampel yang digunakan adalah consecutive sampling , sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini berjumlah 44 responden. Instrument yang digunakan lembar observasi yang sebelumnya telah di lakukan uji interrater reliability dengan perawat lain. Hasil analisa univariat menunjukkan responden yang mengalami reaksi hospitalisasi protes, yaitu sebanyak 34 responden (77,3%) dan responden yang mengalami reaksi hospitalisasi putus asa, yaitu 10 responden (22,7%). Sedangakan untuk kuantitas tidur anak yang mengalami tidur terganggu sebanyak 23 responden (52,3%) dan anak yang tidur normal sebanyak 21 responden (47,7%). Analisa bivariat juga menunjukan ada hubungan antara reaksi hospitalisasi dengan kuantitas tidur dengan p value = 0,031 < α = 0,05. Rekomendasi bagi perawat dapat meminimalkan stressor yang di hadapi anak dengan cara di adakannya kegiatan bermain bersama, tunjukan rasa empati sebagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkan. Dan untuk rumah sakit di adakannya program terapi bermain sehingga anak tidak merasa stress dan takut ketika di rawat. Kata kunci : Hospitalisasi, Kuantitas Tidur. A. Pendahuluan
Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru maupun keluarga yang mendampinginya selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan anaknya, pengobatan, peraturan dan keadaan di rumah sakit, serta biaya perawatan. Secara psikologis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang mendampinginya selama perawatan. Anak
akan semakin stres dan hal ini berpengaruh terhadap proses penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Pasien anak yang teraupetik dan sikap perawat yang penuh perhatian akan mempercepat proses penyembuhan (Nursalam, 2005). Sakit dan di rawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika seorang anak di rawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari hari, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam 84
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan. Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wong, 2009). Pada keadaan sakit dan dirawat di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sering kali terjadi dua hal yang yang berlawanan, disuatu sisi individu yang sakit mengalami peningkatan kebutuhan tidur. Sementara di sisi lain pola tidur seseorang yang masuk dan di rawat di rumah sakit dapat dengan mudah berubah atau mengalami gangguan pola tidur sebagai akibat kecemasan yang kondisi sakitnya atau rutinitas rumah sakit (Potter & Perry, 2005). Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan fisiologis. Tidur sebagai salah satu kebutuhan dasar, juga hal yang universal (Kozier.2003), umumnya semua individu membutuhan tidur dan tidak pernah ada individu yang selama masa hidupnya tidak tidur. Hal ini mengindikasikan bahwa tidur memiliki peranan penting bagi manusia. Menurut Berger dan William (di kutip dari buku Kozier, 2000), mengatakan bahwa tidur memiliki peranan esensial bagi kesehatan fisiologis maupun psikologis individu dan menjadi dasar bagi seseorang. Tidur yang baik dan bermanfaat tergantung dari kualitas tidur seseorang. Kualitas tidur adalah keseluruhan waktu tidur individu, diantara keduanya mempertahankan kualitas tidur lebih baik dari pada sekedar mencapai jumlah atau banyaknya jam tidur. Kualitas tidur yang baik ditandai antara lain dengan tidur yang tenang, merasa sangat segar saat bangun tidur di pagi hari dan individu merasa penuh semangat untuk melakukan aktivitas hidup lainnya (Craven & Hirnle, 2003).
Kebutuhan setiap orang berbeda beda. Hal tersebut disebabkan oleh adanya berbagai faktor yang turut mempengaruhinya. Adapun faktor yang mempengaruhi tidur individu antara lain usia, ligkungan, kelelahan, gaya hidup, stres psikologis, alkohol, diet, merokok, motivasi, dan keadaan sakit. Semakin bertambah umur maka waktu yang di gunakan untuk tidur semakin berkurang. Pada anak usia prasekolah kebutuhan tidur yang baik adalah sekitar 11 jam / hari (Kozier,2003). Usia prasekolah 3-6 tahun merupakan masa kritis dalam tahap perkembangan. Pada tahap ini anak telah mampu menggunakan simbol-simbol yang menggunakan kata-kata, mengingat masa lalu, sekarang dan yang akan terjadi, termasuk kemampuan anak dalam belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan seperti kemampuan adaptasi terhadap hospitalisasi, yang di pengaruhi oleh lama rawat di rumah sakit, dukungan fasilitas dari keluarga, pengalaman hospitalisasi sebelumya, rekreasi dan aktivitas bermain anak (Rudolph,2002). Menurut data yang di peroleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta (2009), menunjukan bahwa gangguan tidur pada pasien umumnya disebabkan oleh nyeri (34,5%), takut penyakit berulang (17,24%), cemas tidak kembali normal (10,34%), tindakan perawat (10,34%), demam (2%), dan lain-lain termasuk batuk, hujan, sulit ubah posisi, dan sulit buang air (25,58%). Sedangkan gangguan pada pasien dewasa menengah disebabkan oleh nyeri (32,8%), takut penyakit berulang (15,5%), tindakan perawat (3,5%), pusing (5,2%), demam (5,2%) dan lain-lain termasuk sesak nafas, berkeringat perut kembung, udara panas dingin, gastritis dan tidak nyaman (25,58%) (Rohman,2009). Diketahui dari hasil penelitian Ekowati di BRSD RAA Soewondo Pati (2008), dengan judul “Hubungan Hospitalisasi 85
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
dengan Perubahan Pola Tidur Anak Usia Prasekolah yang Dirawat di Ruang Cempaka BRSD RAA Soewondo Pati Semarang” penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasi dengan rancangan penelitian cross sectional. Dengan jumlah sample penelitian adalah 46 anak usia prasekolah (3-6 tahun) mengatakan ada hubungan antara hospitalisasi dengan perubahan pola tidur pada anak usia prasekolah yang di rawat di ruang Cempaka BRSD RAA Soewondo Pati Semarang. Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang adalah salah satu Rumah Sakit yang berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat yang berdiri pada tahun 2006. Setelah melakukan survey di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan ruang Gabriel (rawat inap anak) di dapat data bahwa setiap bulan permintaan pulang sebelum waktunya / pulang paksa saat rawat inap terus meningkat. Dan setelah melakukan observasi rata rata orang tua meminta pulang paksa dengan alasan anak rewel dan tidak tega melihat anak di berikan terapi perawatan. Dari hasil observasi pada tanggal 22 Maret 2013 sampai dengan 24 Maret 2013 terhadap 10 pasien anak usia prasekolah, di temukan 7 anak tidak kooperatif dengan menunjukkan perilaku menangis, berontak, keluar keringat dingin saat di dekati dan di lakukan tindakan seperti memberikan obat atau tindakan oleh perawat, dan 3 orang anak lainnya menunjukkan sikap kooperatif. Dari ke 7 pasien yang tidak kooperatif penulis dan numerator penelitian melakukan observasi pada pasien dan hasil yang di dapatkan menunjukkan anak pada malam hari sering terbangun dan pada siang hari tidak pernah tidur, setelah di jumlahkan yang seharusnya kebutuhan tidur anak usia prasekolah sekitar 11 jam/ hari namun ternyata hanya 7-8 jam/ hari. Bahkan ada anak yang mengalami gangguan tidur parasomnia (kejadian yang tidak di
kehendaki pada waktu tidur) ketakutan/teriak-teriak saat tidur.
seperti
Berdasarkan gambaran di atas dan pentingnya istirahat tidur yang adekuat bagi kesembuhan pasien maka peneliti tertarik meneliti tentang “Hubungan Reaksi Hospitalisasi dengan Kuantitas Tidur Anak Usia Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013”. Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya Hubungan Reaksi Hospitalisasi dengan Kuantitas Tidur Anak Usia Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013. B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Menurut Budiman (2011), cross sectional adalah suatu rancangan penelitian observasional yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen dan dependen dimana pengukurannya dilakukan pada satu saat (bersamaan). Variable independen dalam penelitian ini reaksi hospitalisasi. Variabel dependen kuantitas tidur. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah : 1. Anak dengan persetujuan orang tua atau keluarga bersedia menjadi responden. 2. Anak dengan usia >3-6 tahun. 3. Anak yang di teliti adalah pasien baru masuk / hari perawatan pertama. 4. Anak baru pertama kali di rawat di rumah sakit. 5. Anak tidak dalam kondisi kritis atau menderita penyakit terminal. 6. Anak dengan tidak ada gangguan/ kelainan congenital, autis, hiperaktif, retradasi mental. 86
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
7. Anak dengan tidak ada gangguan gastrointestinal.
tanggal masuk, diagnosa dan perawatan sebelumnya. B terdiri dari lembar observasi yang terkait dengan reaksi hospitalisasi dan perubahan kuantitas tidur yang dialami anak prasekolah. Adapun cara pengisian jawaban untuk reaksi hospitalisasi anak peneliti memilih jawaban / memberikan tanda ( √) sesuai respon anak yang didapatkan dengan jawaban yang telah disediakan. Sedangkan untuk penilaian kuantitas tidur anak, peneliti memberikan lembar observasi kepada orang tua anak dimana orang tua hanya tinggal menuliskan jam anak mulai tertidur dan jam anak bangun tidur. Bila di tengah – tengah tidur ada fase terbangun maka tidak di hitung dan saat anak tidur kembali maka di tulis kembali jam anak tidur sampai dengan bangun.
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah consecutive sampling (berurutan), yaitu setiap kali ada calon responden yang memenuhi kriteria sampel dimasukan pada daftar calon responden untuk berproses selanjutnya. Peneliti mengambil 44 responden dalam waktu 1 bulan. Metode pengumpulan yang digunakan adalah daftar observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati tanda reaksi hospitalisasi dan kuantitas tidur yang di alami oleh anak sesuai dengan alat ukur peneliti selama di rumah sakit. Dalam pengumpulan data peneliti di bantu oleh numerator, yang sebelumnya sudah menyamakan persepsi. Lembar observasi yang di gunakan terdiri dari dua bagian. Bagian A terdiri dari kode responden, nama, jenis kelamin, usia anak,
C. Hasil Penelitian 1. Gambaran Reaksi Hospitalisasi Anak Prasekolah Tabel 1 Distribusi Frekuensi Reaksi Hospitalisasi Anak Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013. Reaksi Hospitalisasi
Jumlah
Persentasi
Protes Putus Asa Total
34 10 44
77.3 22.7 100.0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 44 anak prasekolah di ruang Gabriel Rumah sakit Cahya Kawaluyan, didapatkan hampir seluruh dari responden (77.3%) sebanyak 34 anak mengalami reaksi protes terhadap hospitalisasi. Hal ini ditujukan pada instrumen penelitian bahwa responden mengalami gejala protes seperti anak berteriak mengusir perawat, anak langsung menangis saat melihat perawat, dan anak terlihat ketakutan.
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan di rawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000).
87
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
Pada umumnya reaksi hospitalisasi pada anak usia prasekolah di timbulkan oleh salah satu factor. Stressor atau pemicu timbulnya stres pada anak yang di rawat di rumah sakit dapat berupa perubahan yang bersifat fisik, psiko-sosial, maupun spiritual. Perubahan lingkungan fisik seperti fasilitas tempat tidur yang sempit dan kurang nyaman, tingkat kebersihan kurang dan pencahayaan yang terlalu terang atau redup. Selain itu suara yang gaduh dapat membuat anak merasa terganggu atau bahkan menjadi ketakutan. Hasil penelitian yang dilakukan Ekowati (2009), yang menyatakan bahwa sebagian anak (52.6%) mengalami protes terhadap hospitalisasi.. Hal ini juga didukung oleh teori Nursalam (2005), bahwa pada tahap protes, reaksi anak dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit, memanggil orang tuanya atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain tahu bahwa dia tidak ingin di tinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang asing atau orang lain. Sikap protes yang ekspresikan oleh anak adalah suatu bentuk penolakan untuk menjalani pengobatan, karena pada usia anak prasekolah sering merasa terkekang selama dirawat di rumah sakit. Hal ini di sebabkan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali di persepsikan sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, dan cemas atau takut. Anak yang sangat cemas dapat bereaksi agresif dengan marah dan berontak (Wong, 2008). Bagi anak usia prasekolah, sakit adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di rumah sakit dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang di
kenal nya, permainan, dan teman sepermainan nya (Supartini, 2004). Penyebab dari kecemasan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru maupun keluarga yang mendampinginya selama perawatan. Hal ini sesuai dengan kriteria sampel yang peneliti lakukan, bahwa anak yang dijadikan sampel penelitian adalah anak yang pertama kali dirawat. Dengan adanya lingkungan yang baru/asing, anak dituntut untuk melakukan penyesuaian yang dapat mengakibatkan penekanan bagi anak. Hasil penelitian didapatkan sebagian kecil dari responden (22.7%) sebanyak 10 anak mengalami reaksi putus asa terhadap hospitalisasi. Hal ini ditujukan pada instrumen penelitian bahwa responden mengalami gejala seperti lemas, terlihat sedih, anak hanya ingin tidur ditemani ibunya, dan menggunakan dot atau botol. Hasil penelitian yang dilakukan Ekowati (2009), yang menyatakan bahwa sebagian anak (47.4%) mengalami putus asa terhadap hospitalisasi. Hal ini didukung oleh teori Nursalam (2005), bahwa tahap putus asa pada anak akan menampilkan perilaku tampak tenang, tidak aktif, menarik diri, menangis, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan, sedih dan apatis. Putus asa yang dialami oleh anak di hari perawatan pertama yaitu diakibatkan ketidakberdayaan anak untuk melakukan perawatan karena kondisi yang sakit, ataupun dikarenakan oleh kurangnya support system yang di berikan oleh orang tua sehingga anak tertekan dan stress. Hal ini pun di dukung oleh teori yang di kemukakan oleh Supartini (2004) yang mengatakan bahwa sistem pendukung yang tersedia akan membantu anak beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit dimana mereka dirawat. Anak akan 88
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
mencari dukungan yang ada dari orang yang terapeutik, dan menunjukkan kasih lain untuk melepaskan tekanan akibat sayang, sehinga dengan cara tersebut penyakit yang di deritanya. Anak biasanya diharapkan anak bisa kooperatif dalam akan minta dukungan kepada orang menjalani perawatan dan bermain. terdekat dengannya misalnya orang tuanya atau saudaranya. Oleh sebab itu perawat berperan untuk melakukan pendekatan 2. Gambaran Kuantitas Tidur Pada pada anak untuk meningkatkan motivasi Anak Prasekolah anak untuk sembuh, seperti komunikasi Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kuantitas Tidur Pada Anak Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013. Kuantitas Tidur
Jumlah
Persentase
Terganggu Normal Total
23 21 44
52.3 47.7 100.0
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 44 anak, didapatkan sebagian besar responden (52.3%) sebanyak 23 anak mengalami gangguan tidur. Pada umumnya anak usia prasekolah mengalami gangguan tidur dikarenakan banyak factor. Factor – factor yang mempengaruhi tidur yaitu diantaranya penyakit fisik dikarenakan terjadinya perubahan – perubahan fisiologis pada tubuh anak tersebut yang mengakibatkan seseorang mempunyai kesulitan untuk tidur. Gangguan tidur pada anak usia prasekolah merupakan keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam kuantitas tidur yang menyebabkan tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang di inginkan. Gangguan tidur pada anak jika tidak segera di tangani akan berdampak serius dan akan menjadi gangguan tidur yang kronis secara fisiologis, jika seorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk dipertahankan kesehatan tubuh dapat menurun. Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan semua orang. Demikian pula orang yang sedang sakit, mereka juga memerlukan kebutuhan istirahat dan tidur yang memadai. Gangguan kualitas dan kuantitas tidur yang berkepanjangan pada
anak akan menimbulkan dampak kurang konsentrasi, penurunan IQ, masalah emosional (sedih, marah, lelah, mual, dan khawatir sepanjang waktu), obesitas / penurunan berat badan, pengembangan ADHD dan diabetes. Secara teori kuantitas tidur adalah keseluruhan waktu tidur yang dimiliki individu. Jumlah waktu tidur yang di butuhkan setiap individu berbeda-beda sesuai dengan tahap perkembangannya, dari bayi sampai lansia (Kozier, 2004). Lumbantobing 2004, menyatakan bahwa jumlah total tidur dalam satu hari bergantung pada usia. Dalam kelompok usia didapatkan pula perbedaan yang besar antar individu mengenai kebutuhan tidur. Adapun pola tidur berdasarkan tingkat usia atau perkembangan anak menurut Asmadi (2008), yaitu bayi baru lahir (tidur antara 14-18 jam/hari), bayi 0-1 tahun (tidur 1214jam/hari), toddler 2-3 tahun (tidur 10-12 jam/hari), dan prasekolah (11 jam/hari). Hal ini di dukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Febriana (2011), yang mengatakan bahwa anak usia prasekolah dengan kuantitas tidur buruk sebanyak 23 responden (62.5 %) dari jumlah total 30 responden. Oleh sebab itu memiliki kualitas dan kuantitas tidur yang baik 89
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua anak, sehingga diperlukan adanya penanganan untuk mengatasi masalah tidur, yaitu meningkatkan kesadaran dengan mengurangi gangguan-gangguan tidur, seperti mengendalikan diet makanan, lingkungan tempat tidur, stres emosional,
melakukan terapi untuk memudahkan tidur (menyenandungkan lagu buat anak), dan menggunakan obat tidur jika diperlukan (Asmadi, 2008). 3. Hubungan Reaksi Hospitaliti dengan Kuantitas Tidur
Tabel 3 Tabel Reaksi Hospitalisasi Dengan Kuantitas Tidur Pada Anak Prasekolah di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013 Reaksi Hospitalisasi
Protes Putus Asa Total
Kuantitas Tidur Terganggu Normal N % N % 21 61.8 13 38.2 2 20.0 8 80.0 23 52.3 21 47.7
D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang “Hubungan Reaksi Hospitalisasi Dengan Kuantitas Tidur Pada Anak Prasekolah Di Ruang Gabriel Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Padalarang Tahun 2013”, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hampir seluruh responden (77.3%) yaitu 34 anak mengalami reaksi protes terhadap hospitalisasi. 2. Sebagian besar responden (52.3%) yaitu 23 anak mengalami gangguan tidur. �� Hasil uji statistic yang di dasarkan taraf kemaknaan yang di tetapkan ( p-value < 0.05.) di dapatkan nilai p-value = 0.031 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya ada hubungan antara reaksi hospitalisasi dengan kuantitas tidur pada anak prasekolah di ruang Gabriel Rumah Sakit Cahyakawaluyan�
E. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka saran yang dapat penulis berikan untuk kemudian dan dapat menjadi
p-value
Total N 34 16 44
% 100 100 100
0.031
bahan masukan dan bermanfaat sebagai berikut : 1. Perawat Perawat dapat meminimalkan stressor yang dihadapi anak dengan cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak, hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif terhadap petugas kesehatan, buat jadwal kegiatan terapi bermain dan tunjukan rasa empati sebagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkan. Sehinga dengan cara tersebut diharapkan anak bisa mencukupi waktu tidur yang dibutuhkan. 2. Diklat RS Mengadakan pelatihan atau seminar sehari untuk para perawat ruang anak dalam memberikan pelayanan kepada pasien. 3. Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan data awal bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut. F. Referensi
Alimul H., Aziz, (2008). Keperawatan Anak I . Salemba Medika : Jakarta 90
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
Asmadi.
(2008). Teknik Prosedural Konsep dan Keperawatan: Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien . Selemba Medika : Jakarta. Budiman Dr. 2011, Penelitian Kesehatan. PT Refika Aditama. Bandung http://indraagus.file.wordpress.co m/2010/07/pola-tidur.jpg Hockenbarry, m. j., & Wilson, D. (2009). Wong’s essential of pediatric th nursing (8 edition). St. Louis: Mosby Elsevier. Notoatmodjo, Soekidjo Dr. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed. Revisi. Cet. 3. PT Rineka Cipta. Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo Dr. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed. Revisi. Cet. 1. PT Rineka Cipta. Jakarta Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Ed.1. Salemba Medika. Jakarta Nursalam Dr, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Salemba Medika. Jakarta Fundamental Potter, Perry. 2005. Keperawatan. EGC. Jakarta PrayitnoFKTrisakti.http:www.hsta.nlm.nih .gov/hq/sleepdisorders/screen/text browse Priyo, Sutanto. 2007. Analisis Data Kesehatan. Universitas Indonesia. Depok Rohmanpsikfkumj2009/01/12http//istiraha tdantidur Riyanto, Agus. 2010. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Anak . EGC. Jakarta Tarwoto, Wartonah. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Salemba Medika . Jakarta
Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Salemba Medika . Jakarta Tim LPPM. 2013. Pedoman Penulisan dan Petunjuk Karya Tulis Ilmiah, Laporan Tugas Akhir,dan Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani. Cimahi Wong, Donna L. 2004. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2 , Ed. 6. EGC. Jakarta
91
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 HUBUNGAN FIGUR ATTACHMENT DENGAN IDENTITAS DIRI PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN CHILDREN VILLAGE SOS KINDERDORF LEMBANG 1
1
Elizabeth Ari , Anastasia Pradina 1 STIKES Santo Boromeus Bandung ABSTRAK
Tugas perkembangan remaja yang paling penting adalah pembentukan identitas diri. Masalah pembentukan identitas diri sering terjadi pada remaja di panti asuhan, karena dalam kehidupan sehari-harinya mereka mendapatkan pola asuh dari pengasuh panti asuhan bukan dari orang tua nya sehingga pengasuh panti diharapkan menjadi figur attachment bagi mereka. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan figur attachment dengan identitas diri pada remaja di panti asuhan CV SOS Kinderdorf. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif, desain yang digunakan studi korelasional dengan pendekatan cross sectional . Teknik sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan jumlah responden 117 orang. Instrumen penelitian ini adalah lembar kuesioner. Pengolahan data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan figur attachment dengan identitas diri pada remaja dengan p value ≤ 0,05 . Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa semakin baik figur attachment maka akan semakin baik pula identitas diri yang dimiliki remaja. Disarankan kepada pihak panti agar lebih memperhatikan perkembangan identitas diri yang dilewati oleh para remaja. Kata kunci
: Figur Attachment , Identitas Diri,Panti Asuhan
A. Pendahuluan
Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun dan dalam masa transisi tersebut mencakup perkembangan biologis, kognitif dan sosio emosional.(Papalia dan Olds,2001). Jumlah remaja Indonesia yang berusia 1020 tahun mencapai 65 juta orang atau 30% dari total penduduk Indonesia (Okanegara, 2007). Melihat jumlah remaja yang cukup besar, diperlukan perhatian khusus terkait dengan tumbuh kembang remaja dan berbagai masalah psikologinya. Masa ini merupakan masa krisis identitas pada seorang remaja. Menurut Wood (2009), identitas diri adalah hubungan antara persepsi diri seseorang dan bagaimana seseorang tersebut tampil di hadapan orang lain.
Selama masa ini remaja mulai merasakan suatu perasaan tentang identitas dirinya sendiri. Remaja akan berusaha melepaskan diri dari lingkungan dan ikatan dari orangtua. Apabila remaja memperoleh peran dalam masyarakat, maka ia akan mencapai sense of identity, menemukan identitas diri. Sebaliknya apabila remaja tidak dapat menyelesaikan krisis identitasnya dengan baik, maka remaja akan merasakan sense of role confusion or identity diffusion, yaitu perasaan tidak mampu memperoleh peran dan menemukan diri (Soetjiningsih, 2010). Penelitian terkait tentang status identitas diri remaja salah satunya dilakukan oleh Meilman dalam Wadsworthmedia menyatakan bahwa status identitas diri pada beberapa usia menunjukkan proporsi identity diffusion (identitas kabur) atau yang pasif usia remaja awal masih sangat besar. Pada remaja usia 12 tahun sekitar 68% masih pada status identity diffusion,
92
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
usia 15 tahun sebanyak 63% sedangkan pada remaja usia 18 tahun sebanyak 50%. Pembentukan identitas diri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perkembangan, keluarga, pendidikan, lingkungan, budaya etnis, sosial, dan tidakan keperawatan. Faktor utama adalah keluarga sangat mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja. Dukungan orangtua sangat penting untuk pembentukan identitas diri (Santrock,2007.,Stuart & Laraia, 2008). Dengan kata lain orangtua adalah tokoh yang berpengaruh dalam proses pencarian identitas remaja. Hubungan orangtua-anak berpengaruh dalam perkembangan identitas diri. Pola asuh orangtua dapat mendorong proses kemandirian, hubungan dengan keluarga dan pembentukan identitas diri. Hal ini berhubungan dengan pola asuh pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Masalah pembentukan identitas diri sering terjadi pada remaja di panti asuhan, karena dalam kehidupan sehari-harinya mereka mendapatkan pola asuh dari pengasuh panti asuhan bukan dari orangtua. Pola asuh pengasuh menciptakan kelekatan antara remaja yang tinggal di panti asuhan dengan pengasuh sehingga menciptakan ikatan emosional antara remaja dan pengasuh. Remaja di panti asuhan akan cenderung menjadikan pengasuhnya sebagai significant others, menurut Burns (1979) significant others adalah orangorang yang dianggap penting oleh individu karena dapat mereduksi atau meningkatkan perasaan tidak aman, mengurangi atau meningkatkan perasaan tidak berdaya, menurunkan atau meningkatkan perasaan berharga pada diri individu. Individu akan cenderung ingin selalu berdekatan dengan significant others, menjalin ikatan emosional yang dekat dan mencari dasar rasa aman ketika berada dengannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa significant others adalah
figur attachment bagi individu. Salah satu penelitian serupa yang dilakukan oleh Ihsanan Sabriani menunjukkan terdapat hubungan yang positif tentang figur attachment dengan self esteem pada remaja di panti asuhan Muhammadiyah yaitu sebanyak 52 orang remaja (59,77%) figur mempersepsi sangat positif attachment . Menurut Ihsana Borualogo (2005) figur attachment pada tiap remaja panti asuhan mungkin berbeda. Hal ini dapat terjadi karena remaja menghabiskan lebih banyak waktu di luar panti asuhan dan adanya variasi aktifitas pada tiap remaja panti asuhan. Selain itu perbandingan antara jumlah anak asuh dengan pengasuh yang tidak berimbang juga memberi kesempatan kepada remaja asuh untuk mencari figur attachment lain di luar panti asuhan. Salah satu panti asuhan yang ada di Bandung adalah Children Village (CV) SOS Kinderdorf, yang bertempat di Jalan Peneropongan Bintang Lembang, Bandung. Panti ini dihuni oleh 145 anak asuh. Ciri khas panti ini dengan panti asuhan lain panti ini mengandung empat prinsip yang diterapkan pada ruang lingkup anak asuhnya seperti : Ibu, bahwa setiap anak asuh memiliki orangtua asuh. Kakak Adik : Ikatan keluarga tumbuh secara alamiah. Rumah : Setiap keluarga menciptakan suasana rumah yang nyaman. Desa : Keluarga SOS merupakan bagian dari masyarakat. Dari 145 anak yang tinggal di panti asuhan Childern Village (CV) SOS Kinderdorf Lembang sebagian sudah mengetahui siapa orangtua kandung mereka, kecuali anak-anak yang masih balita, namun remaja ini lebih memilih untuk tinggal di panti bersama dengan orangtua asuh mereka. Dari permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut. Dengan tujuan penelitian untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan figur attachment dengan identitas diri remaja di panti asuhan Childern Village (CV) SOS Kinderdorf Lembang. 93
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan desain penelitian studi korelasional dan pendekatan cross sectional yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu figur attachment dengan identitas diri pada remaja di panti asuhan Childern Village SOS Kinderdorf Lembang. Variabel penelitian ini meliputi variabel independen pada penelitian ini adalah figur attachment dan variabel dependennya adalah pembentukan identitas diri remaja di panti asuhan Childern Village SOS Kinderdorf Lembang Populasi penelitian ini adalah remaja berusia 12-20 tahun di panti asuhan Childern Village SOS Kinderdorf Lembang dimana populasinya berjumlah 145 orang dan sampel yang digunakan menggunakan Rumus Taro Yamane :
1
145 11450.05 106.42
Keterangan n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Tingkat signifikansi 95% ( α = 0,05) Untuk mengantisipasi responden yang drop out maka jumlah responden ditambah 10 % sehingga banyaknya responden menjadi 117 responden. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada hubungan antara figur attachment dengan pembentukan identitas remaja di panti asuhan Chidern Village SOS Kinderdorf Lembang.
Metode pengumpulan data dengan menggunakan angket dan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Pada hari pertama, peneliti meminta izin kepada pihak panti asuhan CV SOS Kinder Dorf untuk mengumpulkan remaja yang berusia 12- 20 tahun di dalam satu tempat. 2. Setelah diizinkan, peneliti masuk ke ruangan dan menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden untuk mengisi lembar persetujuan menjadi responden. 3. Responden yang bersedia menjadi responden kemudian mengisi kuisioner 4. Responden mengembalikan kuisioner dan peneliti memeriksa/ cross check kelengkapan dan isi kuesioner 5. Hal yang sama dilakukan di asrama putra dan putri. Peneliti menggunakan skala Guttman untuk Figur Attachment dan Identitas Diri pada kuisioner sehingga responden hanya memberikan jawaban tegas yaitu “ya” atau “tidak”, diberikan skor 1 jika jawaban “ya” dan skor 0 jika jawaban “tidak” . Total pertanyaan pada kuisioner ini adalah sebanyak 80 pertanyaan. Sebelum instrumen disebarkan maka terlebih dahulu di adakan uji validitas dan uji realibilitas. Pengolahan data terdapat langkah-langkah yang ditempuh diantaranya : editing, coding dan entri data yaitu data dimasukan ke dalam master table atau database computer , kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana. Teknik analisa data dengan Analisis univariat yaitu analisis yang bertujuan untuk menggambarkan variabel yang diteliti, yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Uji bivariat menggunakan perangkat lunak komputer dengan rumus Chi-Square dengan taraf 94
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
kepercayaan 95% ( α=0,05). Dari hasil uji statistik tersebut,dapat diketahui tingkat kebermaknaan hubungan figur attachment dengan pembentukan identitas diri remaja
di panti asuhan Childern Village SOS Kinder Dorf Lembang. C. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117) Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
Jumlah 64 53
Persentase (%) 54,7 45,2
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117) Usia 12-15 tahun 15-20 tahun
Jumlah 45 72
Persentase (%) 38,4 61,5
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hobi di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117) Hobi Olahraga Seni Membaca Bermain
Jumlah 54 42 8 13
Persentase (%) 46,1 35,8 6,8 11,1
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kegiatan Keagamaan di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117) Kegiatan Keagamaan Sekolah Minggu OMK Pengajian
Jumlah 32 68 13
Persentase (%) 27,3 58,1 11,1
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Prestasi di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117) Prestasi Akademik Di luar sekolah
Jumlah 68 49
Persentase (%) 58,1 41,8
95
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
2. Figur Attachment Pada Remaja Tabel 6 Distribusi Frekuensi Figur Attachment di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117) Figur attachment Positif Negatif
Jumlah 84 33
Persentase (%) 71,8 28,2
3. Pembentukan Identitas diri Pada remaja Tabel 7 Distribusi Frekuensi Pembentukan Identitas Diri di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013 (n=117) Identitas Diri Tercapai Tidak Tercapai
Jumlah 60 57
Persentase (%) 51,3 48,7
4. Hubungan Figur Attachment dengan Pembentukan Identitas Diri Pada Remaja Tabel 8 Distribusi Frekuensi Figur Attachment dengan Pembentukan Identitas Diri di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pada Bulan Juni 2013
Figur attachment Baik Tidak Baik Total
Tercapai
Identitas Diri Tidak Tercapai N % 34 40,4
N 50
% 59,5
10
30,3
23
60
51,2
57
Hasil analisis hubungan antara figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja diperoleh bahwa ada sebanyak 50 responden (59,5 %) yang mempresepsikan figur attachment nya dengan baik,identitas dirinya tercapai dan sebanyak 23 responden (69,6 %) mempersepsikan figur attachment nya dengan tidak baik identitas diri nya tidak tercapai.
Total N 84
% 100
69,6
33
100
48,7
117
100
Odd ratio
P Value
3,382 (1,4307,999)
0,008
bahwa terdapat hubungan antara figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang. Didapatkan pula odd ratio 3,382 yang berarti bahwa remaja yang mempersepsikan figur attachment nya dengan baik memiliki identitas diri 3 kali lebih baik dari pada remaja yang mempersepsikan figur attachment nya dengan tidak baik.
Hasil uji statistik didapatkan p value = 0,008, lebih kecil dibandingkan dengan nilai α = 0,05, maka dapat disimpulkan 96
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 D. Pembahasan
Pembahasan akan menjabarkan tentang intepretasi dan distribusi hasil penelitian secara univariat dan bivariat terhadap hubungan figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang 1. Figur Attachment di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Significant others adalah figur attachment bagi individu, dan remaja di panti asuhan akan cenderung menjadikan pengasuhnya sebagai significant others, menurut Burns (1979) significant others adalah orangorang yang dianggap penting oleh individu karena dapat mereduksi atau meningkatkan perasaan tidak aman, mengurangi atau meningkatkan perasaan tidak berdaya, menurunkan atau meningkatkan perasaan berharga pada diri individu. Individu akan cenderung ingin selalu berdekatan dengan significant others, menjalin ikatan emosional yang dekat dan mencari dasar rasa aman ketika berada dengannya.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 117 responden ada sebanyak 84 responden (71,8 %) memiliki persepsi yang baik terhadap figur attachment mereka. Kegiatan yang mereka lakukan di panti ini merupakan kegiatan seperti di rumah pada umumnya , suasana yang diciptakan sengaja dibuat selayaknya dirumah mereka sendiri. Tidak ada jadwal atau peraturan khusus mengenai kegiatan sehari-hari yang mereka selama komunikasi tetap terjaga dengan baik. Fahlberg (1988) membahas masalahmasalah kelekatan untuk anak-anak dalam perawatan dan memberikan ringkasan singkat bahwa fungsi kelekatan untuk anak antara lain membantu anak untuk (1) Potensi intelektual tinggi, (2) Menyaring keluar perasaan yang dirasakan (3) Berpikir secara logis (4) Mengembangkan hati nurani (5) Menjadi mandiri (6)
Mengatasi stres dan frustrasi (7) Menangani rasa takut dan khawatir (8) Mengembangkan hubungan masa depan (9) Mengurangi kecemburuan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 117 responden ada sebanyak 68 responden (58,1%) memiliki prestasi disekolah. Dapat dilihat bahwa sebagian besar remaja memiliki prestasi yang baik disekolahnya, hal ini merupakan hasil didik ibu asuh yang diterapkan kepada mereka setelah mereka memiliki kedekatan yang baik. Hasil penelitian TenElshof & Furrow terhadap mahasiswa seminari dalam Hart, dkk (2010) menunjukkan bahwa attachment yang diperoleh anak dari pengasuh (ibu) menumbuhkan kedekatan kepada Tuhan di masa dewasa. Seluruh ramaja di panti ini pun mengikuti kegiatan keagamaan sesuai keyakinannya secara rutin. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan data sebanyak 68 responden (58,1%) mengikuti kegiatan keagamaan berdasarkan keyakinan mereka masing-masing. Hal ini terjadi karena kedekatan antara ibu dan anak asuh, dimana ibu asuh mengajarkan bagaimana cara berkomunikasi dengan Tuhan, membimbing remaja agar selalu dekat dengan Tuhan sehingga kedekatan antara remaja dan Tuhan pun terbentuk dan para remaja mengaplikasikannya dengan cara mengikuti kegiatan keagamaan. 2. Identitas Diri Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang
Menurut Erikson (1999), tugas perkembangan utama remaja adalah pembentukan identitas dan menurut Archer (1999), bahwa remaja membentuk identitas mereka dengan memilih nilai, kepercayaan, dan tujuan hidup mereka. Santrock (2003) juga mengemukakan bahwa remaja akan mencoba berbagai peran dan alternatif dalam pencarian identitas mereka. Remaja yang berhasil mengeksplorasi berbagai alternatif tersebut 97
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
akan mendapatkan identitas diri mereka yang baru dan dapat diterima. Remaja yang tidak berhasil melewati masa ini akan mengalami kebingungan identitas. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 117 responden ada sebanyak 60 responden (51,3 %) memiliki identitas diri yang baik. Identitas remaja pada panti ini baik, ini tidak lepas dari peran ibu asuh mereka dalam merawatnya. Ibu asuh mereka merawatnya dengan penuh perhatian sehingga terbina trust diantara mereka yang memberikan dampak positif bagi para remaja di panti ini seperti prestasi yang didapatkan oleh mereka baik di bidang pendidikan maupun di bidang seni dan olahraga. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 117 responden sebanyak 54 (46,1 %) remaja memiliki hobi dalam bidang olahraga dan sebanyak 35 (58,1 %) remaja mampu berprestasi dalam bidang olahraga tersebut. Identitas diri remaja di panti ini sudah baik, namun masih banyak remaja yang memiliki identitas diri tidak tercapai yaitu sebanyak 57 remaja (48,7%), pada awal proses pembentukan identitas diri remaja dihadapkan pada krisis kelompok versus persaingan diri. Pada tahap selanjutnya remaja akan berharap mendapatkan otonomi dari keluarga. Identitas diri yang tidak tercapai disebabkan karena tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar, hal ini karena anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosial. Menurut Sprinthall dan Collins (1995) usia dan jenis kelamin berpengaruh terhadap pembentukan identitas diri, dalam penelitian ini distribusi frekuensi untuk jenis kelamin adalah 64 (54,7%) remaja berjenis kelamin perempuan, dan 53 (45,2 %) remaja berjenis kelamin laki-laki. Penelitian Bahari (2010) menyatakan status identitas diri berdasarkan jenis
kelamin menunjukan adanya perbedaan yang bermakna, perempuan memiliki identitas diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Santrock (2007) remaja perempuan memiliki identitas diri yang tinggi dibandingkan laki-laki karena remaja perempuan cenderung mengalami maturitas aspek biologis dan psikologis lebih awal dibandingkan laki-laki. Distribusi frekuensi untuk jenis kelamin laki-laki ini cukup banyak sehingga ini pun berpengaruh pada identitas yang tidak tercapai. Distribusi frekuensi untuk usia dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 12-15 tahun ada sebanyak 45 (38,4 %) dan yang berusia 15-20 tahun ada sebanyak 72 (61,5) remaja. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Meilman (1979) pada remaja awal yaitu usia 12-15 tahun sebagian besar remaja akan mengalami status identitas diffussion dan forcelosure, artinya remaja berada pada status yang belum mengalami krisis maupun membuat komitmen apapun . Pada penelitian ini distribusi frekuensi remaja yang berusia 12-15 tahun masih banyak yaitu 45 (38,4 %) sehingga pada penelitian ini remaja yang memiliki identitas tidak tercapai masih cukup banyak. 3. Hubungan Figur Attachment dengan Pembentukan Identitas Diri Pada Remaja di Panti Asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang
Secara statistik hubungan figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja didapatkan p value = 0,008 lebih kecil dibandingkan nilai α = 0,05 yang berarti ada hubungan antara figur attachment dengan pembentukan identitas diri pada remaja. Semakin baik figur attachment yang dimiliki oleh remaja semakin baik pula identitas dirinya. Sebaliknya semakin tidak baik figur attachment yang dimiliki oleh remaja semakin tidak tercapai pula identitas dirinya. Pengasuh yang tidak 98
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
menyenangkan akan membuat anak tidak percaya dan mengembangkan kelekatan yang tidak aman ( insecure attachment ). Kelekatan yang tidak aman dapat membuat anak mengalami berbagai permasalahan yang disebut dengan gangguan kelekatan (attachment disorder ). Sroufe (1995) mengatakan bahwa gangguan kelekatan terjadi karena anak gagal membentuk kelekatan yang aman dengan figur lekatnya. Hal ini akan membuat anak mengalami masalah dalam hubungan social. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengalami gangguan kelekatan memiliki orang tua yang juga mengalami masalah yang sama dimasa kecilnya. Hal ini menjadi sebuah lingkaran yang tidak akan terputus bila tidak dilakukan perubahan. Di panti asuhan SOS Childern Village SOS Kinder Dorf ini remaja cenderung menjadikan ibu asuh mereka sebagai figur attachment mereka, hal ini berdampak positif pada identitas diri yang mereka bangun. Kedekatan para remaja dan ibu asuh mereka membantu para remaja ini untuk mampu berpikir dan bersikap dengan baik, sehingga identitas diri yang terbentuk pada remaja di panti asuhan ini pun baik. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ihsana Sabriani (2004) mengenai Hubungan Antara Persepsi Tentang Figur Attachment dengan Self-Esteem Remaja Panti Asuhan Muhammadiyah, sebagian besar remaja mempersepsi sangat positif figur attachment mereka. Dapat dilihat bahwa remaja yang mempersepsi dalam kategori sangat positif figur attachment adalah mereka yang menilai bahwa tingkah laku figur attachment dalam memberikan keyakinan pada remaja bahwa remaja tersebut memiliki kemampuan, dan karena figur attachment mampu menerima kelebihan dan kekurangan diri remaja sesuai dengan harapan kebutuhan remaja, selain itu persepsi dalam kategori positif pada figur
attachment ini karena remaja menilai tingkah laku figur attachment dalam memberikan tanggapan positif dipersepsi sesuai dengan harapan dan kebutuhan remaja.
Hasil penelitian yang dilakukan di panti asuhan SOS Childern Village SOS Kinder Dorf menunujukkan adanya hubungan attachment antara figur dengan pembentukan identitas diri pada remaja. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor diantaranya figur attachment ini mampu menunjukkan kepeduliannya dengan menyediakan waktu untuk membicarakan evaluasi kesuksesan dan kegagalan remaja. E. Simpulan
1. Terdapat sebagian besar remaja yaitu 84 responden (71,8 %) di panti asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang mempersepsi figur attachment mereka dalam kategori positif 2. Terdapat lebih dari setengahnya yaitu 60 responden(51,3 %)di panti asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembangidentitas dirinya sudah tercapai. 3. Hasil uji statistic didapatkan p value = 0,008, lebih kecil dibandingkan dengan nilai α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara attachment figur dengan pembentukan identitas diri pada remaja di PantiAsuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang. F. Saran
1. Bagi panti asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang Pihak panti asuhan CV SOS Kinder Dorf Lembang, diharapkan dapat memberikan perhatian lebih dengan bekerjasama dengan psikologuntuklebih memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh 99
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
remaja, mendengarkan pendapat dan keinginannya serta lebih menunjukan kepedulian dengan meluangkan waktu untuk membicarakan evaluasi kesuksesan dan kegagalan yang dialami remaja.Fase ini merupakan fase yang penting bagi remaja, dan salah satu faktor yang membantu pembentukkan identitas diri remaja ini adalah keberadaan figur attachment. 2. Bagi peneliti selanjutnya Disarankan untuk meneliti faktor- faktor lain yang mempengaruhi pembentukan identitas diri pada remaja di panti asuhan. Seperti faktor yang mempengaruhi kesiapan remaja dalam menghadapi masa depan. G. Referensi
Arikunto, Sukartini. (2006). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek . Jakarta. Rineka Cipta. Chase, M.E. (2001). Identity Development And Body Image Dissatisfaction. University Wisconsin. http://www.uwstout.edu/lib/thesis/20 01/chasem.pdf (diunduh tanggal 13 Maret 2013 pukul 19.00). Dian, Alif. (2010). Hubungan Pola Attcment dengan Self Esteem Remaja pada Mahasiswa Psikologi Semester IV di Universitas Islam Negeri (UIN). Maulana Malik Ibrahim Malang. http://lib.uinmalang.ac.id/thesis/fullchapter/06410 070-alif-dian-cahyaning-tyas.ps. Diunduh tanggal 11 Maret 1013 pukul 09.00. Erickson.(2010). Childhood and Society . Terjemahan. Jokjakarta : Pustaka Pelajar. Kelekatan Ervika, Eva.(2005). (Attachment) Pada Anak. Dalam http://library.usus.ac.id/download/fk/ psikologi-ekaervika.pdf . Fatimah, Maria.(2005). Konsep Diri Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan dalam
http://www.gunadarma.ac.id/library/ articles/graduate/psycology/2006/Art ikel_10599139.pdf . Fuji, Arthi.(2008).Usaha Pembinaan Dalam Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Pada Remaja Anak Asuh Dip Anti Asuhan Yatim Putri Aisyiyah Serangan Jogjakarta . http://digilib.uin-suka.ac.id/2320. diunduh tanggal 10 Maret 2013 Mahoney.(2001). In Searchof Gifted Identity from Absctract Concept To Workable Counceling Construct. http://www.counselingthegifted.com/ diunduh tanggal 13 Maret 2013 pukul 21.00. Nurjanah, Siti.(2011). Pengaruh Terapi Generalis Dan Latihan Ketrampilan Social Terhadap Pencapaian Identitas Diri Remaja Dipanti Asuhan Di Kabupaten Banyumas. http://lontar.ui.ac.id./file=digital/202 82397sitinurjanah.pdf. diunduh tanggal 9 Maret 2013 pukul 09.30. Nursalam.(2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika. Sabriani, Ihasana.(2004). Hubungan Antara Persepsi Tentang Figure Attachment Dengan Self Esteem Pada Remaja Di Panti Asuhan Muhamaddiyah. Diunduh tanggal 8 Maret 2013. http://repository.upi.wdu/operator/up ioad/s_054587_bibliography.pdf . Santrock,Jhon. W(2003). Adolesence (Perkembangan Remaja). Jakarta. Erlngga. Soetjiningsih, dkk.(2010). Buku Ajar : Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahnnya. Edisi 3. Jakarta. Sagung Seto. Valentini, Veronica dan M. Nisfianoor. (2006). Identity Achievement Dengan Intimacy Pada Remaja SMA. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
100
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 PEDOMAN PENULISAN MANUSKRIP JURNAL
Jurnal Kesehatan Priangan adalah terbitan berkala nasional terakreditasi yang memuat artikel ilmiah kesehatan masyarakat di bidang keperawatan, farmasi, kedokteran, kebidanan, epidemiologi, biostatistika, kependudukan, administrasi dan kebijakan kesehatan, kesehatan dan keselamatan kerja, kesehatan lingkungan, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, gizi kesehatan masyarakat, dan kesehatan reproduksi. Jurnal Kesehatan Priangan menerbitkan artikel penelitian (research article ), artikel telaah (review article), artikel konsep atau kebijakan, laporan kasus ( case report ), dan surat pembaca dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Semua artikel penelitian yang diterbitkan ditelaah oleh redaksi Jurnal. Redaksi hanya menerima manuskrip eksklusif untuk diterbitkan di Jurnal Kesehatan Priangan , belum pernah dipublikasikan, dan tidak sedang diajukan untuk diterbitkan di jurnal lain (dibuktikan dengan pernyataan penulis dalam surat pengantar) . Hanya jurnal yang ditulis menurut Format Penulisan Jurnal yang diproses untuk ditelaah oleh redaksi secara anonim dan disunting editor. Redaksi hanya mengatur ( typesetting) teks manuskrip (mulai dari huruf pertama teks sampai dengan huruf terakhir daftar pustaka) menjadi artikel versi tampilan jurnal. Data lainnya, seperti data publikasi , abstrak, dan kata-kata kunci diambil dari informasi yang diisikan penulis dari halaman judul dan abstrak manuskrip yang diserahkan secara manual. Kebenaran dan kemutakhiran data yang diisikan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Cara Mengirimkan Manuskrip
Manuskrip dapat dikirimkan secara manual dan elektronik. Pengiriman manual dilakukan dengan mengunggah berkas elektronik ( file) berisi data publikasi dan teks ke
[email protected] disertai dengan surat pengantar, atau dengan mengirimkan dokumen yang terdiri surat pengantar, dua kopi manuskrip cetak dan satu CD berisi berkas manuskrip ke: Pemimpin Redaksi Jurnal Kesehatan Priangan Akademi Kebidanan Cianjur Jln. Pangeran Hidayatullah No. 105 Kabupaten Cianjur Telp/fax: (0263) 271283, e-mail:
[email protected] Format Penulisan Manuskrip
Seluruh teks manuskrip (data publikasi dan teks, termasuk tabel dan rumus atau persamaan matematika) ditulis dalam format Microsoft Word . Persamaan atau rumus matematika dibuat dalam format Microsoft Equation. Gambar dan tabel dibuat dalam berkas terpisah dengan teks. Manuskrip diketik dengan ukuran kertas A4, batas kiri-kanan dan atas-bawah masing-masing 3,17 cm dan 2,54 cm, Times New Romans berukuran 12 (teks) dan 10 (abstrak, tabel, daftar pustaka), spasi ganda, rata kiri ( left justified ) untuk data publikasi dan rata kiri-kanan ( justified ) untuk teks dan abstrak. Gunakan pemenggalan suku kata 101
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
(hyphenation) sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia atau Inggris untuk mengurangi river of white dalam teks. Seluruh teks manuskrip tidak boleh lebih dari 20 halaman. Manuskrip dibuat dengan susunan berkas ( file) sebagai berikut: 1. Halaman judul ( title page) Terdiri dari : a. Judul Lengkap b. Nama Penulis, afiliasi dan alamat korespondensi 2. Abstrak ( abstract) dan kata-kata kunci ( keywords) Abstrak dalam bahasa Indonesia, tidak lebih dari 150 kata. Abstrak mencakup permasalahan, metode, dan temuan serta kesimpulan. 3. Teks, terdiri dari: a. Pendahuluan ( Introduction) b. Metode (Methods) c. Hasil ( Discussion) d. Pembahasan (Discussion) e. Simpulan (Conclussion) f. Saran ( Recommendation) 4. Pernyataan Terima Kasih ( Acknowledgement) Penulis dapat menuliskan ucapan terima kasih kepada individu, lembaga pemberi dana penelitian dan sebagainya. 5. Daftar Pustaka ( Reference) Kepustakaan yang dicantumkan dalam daftar pustaka hanya kepustakaan yang dikutip atau dijadikan rujukan dan ditulis dalam teks. Penulisan rujukan dalam badan karangan dilakukan sebagai berikut : a. apabila terdiri dari satu orang penulis, ditulis sebagai berikut : McNeely (1995) atau (McNeely, 1995) b. Apabila terdiri dari dua orang penulis, ditulis sebagai berikut : McNeely & McCurdy (1995) atau (McNeely & McCurdy, 1995) c. Apabila terdiri dari tiga orang penulis atau lebih sebagai berikut : McNeely et al. (1995) atau (McNeely et al.,1995). Kata/istilah et al., hanya digunakan untuk referensi berbahasa asing, adapun referensi berbahasa Indonesia digunakan istilah dkk., misalnya Suparman, dkk.(1995).
Penulisan daftar pustaka dilakukan sebagai berikut : a. Cara Penulisan Sumber dari Buku Sumber informasi dari buku dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama akhir penulis, tahun penerbitan, Judul buku ditulis mi ring/italic, edisi (jika ada), tempat penerbit, dan penerbitan.
102
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106
-
Contoh: Strahler, A.N. (1957). Physical Geography. New York : Willey Nay, R., & Garratt, S. (2009). Nursing older people: Issues and innovations. Sydney: Maclennan & Petty, Pty, Ltd. Van Noordwijk, M., van Roodee, M., McCallie, E. L., & Lusiana, B. (1998). Implication for models, experiments and the real world. New York : CAB International.
b. Cara Penulisan Sumber Bagian Bab dari Buku Sumber informasi bagian bab atau chapter dari suatu buku, dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama akhir penulis, tahun, judul chapter, diikuti dengan nama penulis atau editor buku yakni singkatan nama awal dan tengah dan diikuti nama akhir, judul buku ditulis miring/italic, halaman dalam kurung, tempat penerbit dan penerbitan. Contoh: Bjork, R.A. (2008). Retrival inhibition as an adaptive mechanism in human memory, dalam Roediger, H.L., & Craik, F.LM. (Eds), Varieties of memory & consciousness (hlm. 309-330). Hillsdale, NJ: Erlbaum.
c. Cara Penulisan Artikel dari Jurnal Sumber informasi dari jurnal dituliskan di dalam daftar pustaka meliputi nama akhir penulis, tahun, Judul artikel, judul jurnal ditulis miring/italic, volume penerbitan dan nomor penerbitan yang ditulis di dalam tanda kurung, nomor halaman yang dikutip. Contoh: Fagard, R.H. (2003). Epidemiology of hypertension in elderly. American Journal of Geriatric Cardiology, 11(1), 23-28
d. Cara Penulisan Artikel dari Sumber Internet Sumber informasi dari elektronik dituliskan dengan menuliskan penulis, tahun ditulis, judul tulisan, tempat lokasi penerbitan, nama jurnal, alamat website. Contoh: Knox McCulloch, A., Meinzen-Dick, R., & Hazell, P. (1998). Property rights, collective action and technologies for natural resource management : A conceptual framwork. CAPRi working Paper No. 1. Washington DC, USA : International Food Policy Research Institute. http://www.capri.cgiar.org/pdf/capriwp01.pdf.
e. Cara Penulisan Artikel dari Jurnal Sumber informasi yang dikutip dari jurnal, cara penulisan daftar pustaka diawali dengan nama akhir penulis, tahun, nama artikel, nama di mana monograf dipublikasikan ditulis miring/italic, volume, nomor (jika ada), dan halaman.
103
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 Contoh: Tornich, T.P., Fagi, A.M., de Foresta, H., Michon, G., Murdiyarso, D., Stolle, F., & van Noordwijk, M. (1998). Indonesian’s fires : Somoke as a problem, smoke as symptom. Agroforesty Today, 10 (1), 4-7.
f.
Cara Penulisan Sumber dari Lembaga Urutan penulisan kepustakaan sebagai berikut: nama l embaga, tahun penerbitan, judul penerbitan, data publikasi (volume, edisi), tempat penerbitan, dan badan penerbitan. Contoh
: Ditjen Yankes Depkes RI, (2008), Klasisfikasi dan Regionalisasi Rumah Sakit, Edisi ke-2, Jakarta: PT. Yankes. g. Cara Penulisan Sumber dari disertasi/tesis
Urutan kepustakaan sebagai berikut: nama penulis, tahun penulisan, judul buku (dicetak miring), kata ”Karya Tulis Ilmiah” (dicetak miring), tempat penerbitan, Universitas atau Institut. Contoh
: Santoso W., (2008 ), Pengaruh Imbalan Terhadap Semangat Kerja dan Penampilan Kerja Dokter Puskesmas di Kabupaten Situbondo dan Jember, Tesis, Surabaya, Universitas Airlangga.
6. Gambar ( figure)
Gambar ( figure) dibuat dalam format jpeg dengan resolusi 300 dpi atau lebih tinggi. Pada teks diberi keterangan nomor gambar yang sesuai dengan gambar dalam teks. 7. Tabel ( table)
Tabel dibuat dengan format dan typeface (jenis huruf) yang sama dengan teks Semua halaman manuskrip diberi nomor dengan angka Arab, mulai dari halaman judul sebagai halaman 1, abstrak dan kata kunci sebagai halaman 2, dan seterusnya. Header dikosongkan dan footer hanya diisi nomor halaman.
104
Jurnal Kesehatan Priangan, Volume 1 No. 2 (April 2014): 049-106 JUDUL MANUSKRIP JURNAL :
HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN GIZI BURUK DI DESA XXXX KABUPATEN XXXX TAHUN 2013
Oleh : Novi Widiastuti, SST.,M.Kes* Ranti Lestari, SST**
*) Akademi Kebidanan Cianjur, Kabupaten Cianjur e-mail :
[email protected] **) Akademi Kebidanan Cianjur, Kabupaten Cianjur e-mail :
[email protected]
Halaman Abstrak ABSTRAK HUBUNGAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN GIZI BURUK DI DESA XXXX KABUPATEN XXXX TAHUN 2013
XXXXXXXX Kata Kunci :
105