Jurnal Biologi

October 9, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Jurnal Biologi...

Description

 

 

 

 

 

 

 

 

JURNAL

JSV 34 (1), Juni 2016

SAIN VETERINER   ISSN : 0126 - 0421 

Chi cken n) Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC ( D ay-Old Chicke Ayam Jawa Super   Sexi  Se xing ng D ay-Old Chi Chick ck and D evelo lop pment nta al St Sta age of the the Sup Supe er Ja J avane nese se Chi Chicke cken n E mbryo  Asmarani Kusumawati 1, Rina Febriany2, Shella Hananti2, Mufti Sartika Dewi 2, Ninik Istiyawati3 

Departemen Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada,

1

Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3 Program Studi Bioteknologi Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyak Yogyakarta arta Email: kartapati_2008@ [email protected] yahoo.com 2

Abstract

Super Javanese chicken is the result of a cross breeding between male domestic chicken and female layer chicken. Super Javanese chicken made to fill in market needs. needs . There has not been much research about Super Javanese chicken embryonic embryonic development. This study attempts to provide information about embryonic development developme nt and sexing on Super Javanese chicken. This study used Super Javanese chicken fertile eggs from Java Farm, Maguwoharjo, Depok, Sleman. These eggs were incubated at temperature of 37 o-38oC. Samples were observed with Neutral Red and Hematoxilin Eosine (HE) staining. The measurement of the Super Javanese chicken chicken embryo were about length of the third finger, beak, and the length of the embryo's body. This observation obtained embryonic development development of the super Javanese chicken spesifically. This concluded that Super Javanese chicken as a first generation from cross breeding has slower growth in embryonic development. development. Key words: Super Javanese Chicken, embryo development, sexing Abstrak

Ayam jawa super merupakan hasil persilangan antara ayam kampung jantan dengan ayam ras petelur atau layer. Munculnya ayam jawa super diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar. Belum banyak  penelitian mengena mengenaii ayam jawa super terutama perkemba perkembangan ngan embrio ayam jawa super. Oleh karena itu  penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui perkembangan perkembangan embrio dan sexing Ayam Ayam Jawa Super. Super. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur fertil ayam jawa super yang berasal dari Java Farm, Maguwoharjo, Depok, Sleman. Telur-telur ini diinkubasi pada suhu 37 o-38oC. Kemudian dilakukan pengamatan sampel dengan pengecatan  Neutral Red   dan Hematoxilin Eosin (HE) serta pengukuran embrio ayam jawa super meliputi panjang jari ketiga, paruh, serta panjang tubuh embrio. Hasil penelitian ini didapatkan catatan  perkembangan  perkemba ngan Ayam Jawa Super secara spesifik dari umur nol sampai 21 hari inkubasi. Dapat disimpulkan  bahwa Ayam Jawa Super yang merupaka merupakan n hasil kawin silang pertama memiliki pertumbuhan yang lebih lambat. Kata kunci: Ayam Jawa Super, embrio, jenis kelamin, penentuan jenis kelamin ras karena dagingnya kenyal, memiliki kandungan Pendahuluan

 protein tinggi serta kadar lemak yang rendah Masyarakat Indonesia cenderung lebih menyukai ayam buras dibandingkan dengan ayam

(Triyantini dkk., 1997). Berdasarkan hasil survei konsumsi rata-rata per kapita dalam seminggu

29 

 

Asmarani Kusumawati et Kusumawati et al  

 beberapa macam bahan makanan penting periode

merupakan

lanjutan

tahun 2007-2014 dari Badan Pusat Statistik (BPS),

 berupa massa blastomer membentuk dasar calon

kebutuhan konsumsi produk unggas khususnya

tubuh ayam, pada tahap ini terbentuk blastoselom.

daging ayam mengalami peningkatan terutama pada

Gastrula adalah proses kelanjutan stadium blastula,

tujuh tahun terakhir. Kebutuhan pasar tersebut  belum dapat dipenuhi dipenuhi oleh oleh peternakan peternakan ayam buras di

tahap akhir proses gastrulasi ditandai dengan terbentuknya gastroselum dan sumbu embrio

Indonesia karena pemeliharaannya dalam skala

sehingga

usaha kecil, kondisi lingkungan yang terbatas,

Tubulasi merupakan kelanjutan dari proses stadium

 produktivitas yang masih rendah, pertumbuhan yang

gastrula. Embrio pada stadium ini disebut neurula

lambat, serta sifat alami (mengeram dan mengasuh)

karena pada tahap ini terjadi neurulasi yaitu

yang belum hilang (Muryanto dkk, 2005; Suryana

 pembentukan  pembentuka n

dkk., 2008; Romanov, 2001).

merupakan tahap selanjutnya yaitu perkembangan

embrio

dari

stadium

mulai

bumbung

tumbuh

neural.

pembelahan

memanjang

Organogensiss Organogensi

Solusi yang sedang popular saat ini adalah

dari bentuk primitif embrio menjadi bentuk definitif

dengan pengembangan ayam Jawa Super yang

yang memiliki bentuk dan rupa yang spesifik dalam

merupakan hasil kawin silang antara ayam buras

satu spesies (Huettner, 1956).

 jantan dengan ayam layer petelur ras (Anonim, 2012). Hasil silangan ini diharapkan dapat

Manajemen reproduksi yang belum dipelajari pada ayam Jawa Super adalah seleksi

menghilangkan sifat-sifat yang tidak diinginkan,

kelamin (sexing). Sexing pada unggas dilakukan

meningkatkan produktivitas, serta mempercepat

untuk beberapa hal seperti berikut, studi populasi,

 pertumbuhan

Manajemen Manajeme n

studi perilaku hewan, manajemen spesies satwa liar,

 pemeliharaan  pemeliharaa n ayam Jawa Super sendiri belum

dan analisis teknik breeding dalam dunia unggas

menerapkan manajemen yang benar-benar sesuai

komersial (Morinha dkk, 2012). Sexing tidak hanya

dengan ayam jenis ini, terutama manajemen pakan,

dilakukan untuk teknik breeding pada unggas

kandang, penetasan dan juga manajemen

komersial, namun juga dilakukan untuk efektifitas

reproduksi. Manajemen penetasan dapat dipelajari

 produksi

dengan cara mempelajari perkembangan embrio dan

menghasilkan telur (Feng dkk., 2006).  2006).  Berikut ini

mencari

 beberapa metode sexing tradisional antara lain,

tahu

dari

ayam

faktor

buras.

yang

mempengaruhi

 perkembangan  perkemba ngan embrio tersebut. tersebut.

karena

hanya

ayam

betina

yang

observasi tingkah laku, laparotomi, laparoskopi,

Telur ayam akan menetas setelah 21 hari inkubasi

 feather sexing   dan vent sexing. Metode-metode sexing. Metode-metode ini

dengan melalui serangkaian perkembangan embrio

memerlukan dana yang tidak sedikit, waktu yang

secara komplek (Smith dkk, 2004).

lama, bersifat invasif dan berbahaya (Morinha dkk,

Perkembangan Perkemba ngan embrio ayam dimulai dari fertilisasi,

2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

 blastulasi, gastrulasi, gastrulasi, neurolasi neurolasi dan organogenesis organogenesis

 perkembangan  perkemba ngan embrio ayam Jawa Super dan

(Murphy, 2013). Fertilisasi merupaka merupakan n

mengetahui metode penentuan jenis kelamin yang

 penggabungan  penggabunga n sel kelamin jantan dan sel kelamin

 paling tepat untuk DOC ayam Jawa Super.

 betina membe membentuk ntuk zigot. Tahap selanjutnya adalah  pembelahan  pembelaha n secara mitosis pada zigot. Blastula

30 

 

Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC

ekor, panjang sayap, panjang kaki, dan ukuran

Materi dan Metode

 paruh dari nostril nostril sampai ujung anterior anterior paruh. Telur ayam Jawa Super berembrio yang

DOC menetas dilakukan penentuan jenis

diperoleh dari penetasan Java Farm diinkubasi

kelamin dengan metode vent sexing   dan  feather

 pada suhu 37 –  37 –  38  38 0C dengan kelembaban 60 –  60  –  70  70

 sexing  

%.

dikoleksi

membuktikan membuktika n ketepatan kedua metode tersebut. Vent

 berdasarkan  berdasarka n tahapan perkemb perkembangan angan embrio embrio mulai

 sexing   dilakukan dengan metode Dr. Masui, yaitu

umur 12 jam hingga telur menetas diumur 21 hari.

dengan meletakkan kepala ayam di antara jari tengah

Pada umur awal yaitu umur 0 sampai 3 hari

dan jari manis tangan kiri, kemudian feses

 perkembangan  perkemba ngan embrio, albumin dikeluarkan di keluarkan dari

dibersihkan dan ditampung di suatu tempat. Dengan

telur kemudian embrio diwarnai dengan 0,5 %

tekanan halus tapi kuat dari kedua ibu jari dan jari

neutral red   untuk memberikan visual dari somit

telunjuk kanan digunakan untuk menyibakkan

untuk dianalisa dan memberi kontras warna pada

 permukaan  permuka an ventral kloaka ke atas untuk melihat

 jaringan tubuh embrio. Embrio ayam Jawa Super

adanya bentukan menonjol yang disebut “bead”.

mulai dari umur 4 hingga 7 hari dibunuh dengan

 Feather sexing   dilakukan

memotong pembuluh darah plasenta kemudian dilakukan pewarnaan dengan Hematoxylin Eosin

 pertumbuhan bulu covert yang ada pada sayap ayam, yang kemudian dibandingkan dengan bulu primer

(HE) untuk memberikan gambaran kontras dari

yang juga berada di sayap. Ayam betina memiliki

 perkembangan  perkemba ngan organ embrio. Embrio ayam Jawa

 bulu covert yang sama panjang dengan bulu primer

Super diatas umur 8 hari difiksatif dalam netral

dan ayam jantan memiliki bulu covert yang lebih

buffer   formalin

meminimalkan

 pendek dari bulu primer.  Penentuan akurasi metode

 penyusutan dan selanjutnya dianalisis. Analisa

sexing yaitu dengan membandingkan persentase

ukuran tubuh embrio diatas umur 8 hari dilakukan

tingkat akurasi metode vent sexing dan  feather

dengan mengukur panjang tubuh dari cranium

 sexing  dengan  dengan dibuktikan menggunakan menggunakan laparotom l aparotomi. i.

mengikuti alur vertebrae sampai ujung tulang

Persentase dihitung dengan cara:

Embrio

ayam

5%

Jawa

untuk

Super

serta

dilakukan

laparotomi

dengan

untuk

mengamati

00%  jumlah sampel 

Hasil dan Pembahasan 

rendah dibandingkan dengan ayam White Leghorn. Oleh karena itu, sangat sulit dibandingkan dengan Ayam Jawa Super merupakan hasil hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya yang  persilangan generasi pertama pertama dari ayam jantan kam kampung pung telah dilakukan oleh Hamburger dan Hamilton, dengan ayam betina ras, hal ini (1951). Tabel 1 menunjukkan ringkasan menyebabkan menyeba bkan fertilitas telur Ayam Jawa Super lebih  pertumbuhan embrio embrio Ayam Jawa Super. Jumlah hasil  sexing yang sesuai dengan laparotomy

Persentase

Akurasi = × 1 Tabel 1. Rangkuma Rangkuman n  perkembangan  perkemba ngan embrio Ayam Ayam Jawa Super Super umur 0 sampai sampai 21 hari hari inkubasi.

31 

 

Asmarani Kusumawati et Kusumawati et al  

32 

 

Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC





12 –  12 –  15 jam







23 -26 jam 

18 18 –   –  22 jam

30 –  30 –  33 jam



64 64 –   –  69  69 jam 

48 48 –   –  52 jam

Gambarr 1. Gambar embrio Ayam Jawa Super umur Gamba umur 12 sampai 69 jam (1-3 hari) yang diwarnai dengan larutan  larutan  neutral red  (A-F)  (A-F) B 



5 Hari



6 Hari

7 Hari 

Gambar 2. Potongan membujur embrio Ayam Jawa Super umur 5 sampai 7 hari dengan pewarnaan Hematoxilin Eosin (HE) (A-C)

Gambarr 3. Pertumbuhan embrio Gamba embrio Ayam Jawa Super umur 8-14 hari inkubasi

33 

 

Asmarani Kusumawati et Kusumawati et al  

Gambar 4. Gambar pertumbuhan embrio Ayam Jawa Super umur umur 15 sampai 20 hari. Embrio dieutanasi, dan disimpan dalam formalin 5% sebelum difoto. Memasuki umur 18 jam inkubasi stria  primitif telah mencapa mencapaii panjang maksim maksimal, al, area Umur 0-7 Hari Inkubasi

Perkembangan awal embrio dimulai dari  proses blastulasi dimana pada masa akhir proses  pembelahan massa balstom balstomer er akan memben membentuk tuk dasar calon tubuh yang disebut blastula. Proses  blastulasi terus terjadi sepanjang telur melewati saluran reproduksi induk, kemudian akan diikuti  proses

gastrulasi

dimana

mulai

terjadi

 pembenttukan stria primitif (Nelsen, 1953). Hasil  penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa embrio embrio Ayam Jawa Super umur 12 jam sampai 26 jam memiliki kesamaan dengan perkembangan ayam White Leghorn (White Leghorn) seperti yang telah dilakukan oleh Hamburger dan Hamilton (1951). Embrio Ayam Jawa Super pada umur 12 jam memperlihatkan stria

primitirif mulai telihat

memanjang dari bagian posterior dan mulai terbentuk cekungan primitif. Menurut Bellair dan Osmond (2005) perkembangan stria primitif mulai dapat diamati diamati pada umur 10 jam inkubasi.

34 

 

 pelucida memb membentuk entuk oval, proamnion, cekunga cekungan n  primitif, notochord, nodus Hensen dan lipatan kepala mulai terlihat jelas. Embrio telah mulai memasuki tahapan transisi pada umur 23 jam inkubasi, ketika lipatan kepala di anterior dan somite mulai terlihat terli hat dengan jelas. Pada umur 20 jam somite  pertama mulai terbentuk dan akan terus bertamba bertambah h sepasang setiap jamnya (Huettner, 1957). Pada embrio umur 25 jam, somite berkembang sebanyak 5 pasang. Proamnion, lipatan kepala, area opaca, dan area pelusida terlihat dengan jelas. Somite, pulau darah, batas mesoderm, dan foregut mulai terlihat. Embrio Ayam Jawa Super umur 30 sampai 36 jam dibandingkan dengan perkembangan ayam White Leghorn, seperti yang telah dilakukan oleh Hamburger

dan

Hamilton

(1951),

mengalami

 perlambatan terlihat dari jumlah somite somite hanya tujuh  pasang, sedangk sedangkan an pada embrio White Leghorn sudah

mencapai

sepuluh

pasang.

Namun

Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC

 perkembangan  perkemba ngan vesikula optika, jantung yang berada ventrikel. Pemisahan bagian- bagian jantung mulai sedikit ke kanan, dan pembagian 3 vesikel otak

terjadi pada tahap 16 hingga 20 atau mulai umur 52

(procencepalon, mesenchepalon, dan

hingga 72 jam inkubasi (Bellair dan Osmond,

rombenchepalon)

yang

mulai

jelas.

Perlambatan 2005). Tuba neural semakin berkembang menjadi

 pertumbuhanan  pertumbuhana n ini dikarenaka dikarenakan n Ayam Jawa Super corda neural. Pembagian otak semakin berkembang merupakan hasil dari persilangan antara ayam kampung menjadi

telenchepalon,

dienchepalon,

dan ayam Leghorn serta masih adanya in breeding dalam mesencenchepalon, dan rombenchepalon. Mata  perternakan.  perternaka n. Dikutip dalam Romanoff Romanoff (1949) bahwa in- akan mulai mengalami pigmentasi pada umur 70 breeding   dapat meningkatkan mortalitas pada embrio  jam. Kuntum ekor akan mulai menekuk ke arah periode awal maupun peroide akhir depan tubuh.

 baik pada

 pengeraman,  pengeram an, namun paling sering terjadi pada periode

Embrio Ayam Jawa Super umur empat hari

akhir. Sinus romboorbitalis mulai muncul dan stria terlihat

mengalami

perlambatan

pertumbuhan

 primitif semak semakin in ke arah posterior pada umur inkubasi dibandingkan perkembangan ayam White Leghorn seperti yang telah dilakukan oleh Hamburger dan

30 –  30  –  33  33 jam. Memasuki

umur

48

jam

embrio

mulai Hamilton (1951), yaitu pada ayam White Leghorn

memperlihatkan perbedaan spesifik dibanding umur kuntum sayap dan kaki terlihat lebih panjang dan sebelumnya karena bagian anterior memutar ke arah lebar. Plat jari pada kuntum kuntum sayap belum terpisah kanan, lubang auditorius mulai terbuka, jantung sedangkan plat jari pada kuntum kaki namun jari-jari membentuk memben tuk S, lekukan kepala amnion menutupi seluruh  belum terpisah region

telenchepalon,

dienchepalon,

dan celah pada protuberensia

membentuk ntuk garis. dan  prosesus mandibularis mulai membe

mesenchepalon, serta plat oral, batang mata, dan tuba Perkembangan embrio Ayam Jawa Super memasuki neural yang sudah mulai terbentuk. Perkembangan ini umur 4 hingga 7 hari sudah tidak lagi dapat diwarnai sama dengan tahap 12 hingga 13 dari perkembangan dengan neutral red karena mesoderm yang sudah berkembang.Pada umur lima hari paruh mulai ayam White Leghorn seperti yang telah dilakukan oleh sangat berkembang.Pada Hamburgerr dan Hamilton (1951). Hamburge

terbentuk dan cekungan antar digiti mulai terlihat

(Hamburger er dan Hamilton, 1951), sedangkan Memasuki umur embrio di atas 50 jam jumlah  jelas (Hamburg embrio Ayam Jawa Super Super plat jari jari baru terlihat terlihat somite sudah tidak akurat digunakan sebagai penentu  pada embrio umur embrio karena adanya pelebaran mesoderm di di umur lima hari dan cekungan antar digiti anterior somite (Hamburger dan hamilton, 1951). terbentuk mulai umur enam hari. Pada umur lima Embrio Ayam Jawa Super umur 64  –  72   72 jam memiliki hari inkubasi tungkai memanjang terutama bagian memanjang njang kesamaan dengan perkembangan ayam White Leghorn  proksimal, garis anterior dan posterior mema seperti yang telah dilakukan oleh Hamburger dan secara paralel, sebaliknya perubahan bentuk tubuh Hamilton (1951). Kuntum sayap dan kuntum kaki mulai sangat sedikit, kuntum sayap dan kaki memiliki terbentuk dan semakin besar ukurannya seiring dengan ukuran panjang dan lebar yang sama. Embrio Ayam  pertambahan  pertambaha n waktu inkubasi. Kuntum kaki ukurannya Jawa Super umur 5 hari dibandingkan dengan akan lebih besar ukurannya dibandingkan pada kuntum embrio Ayam Jawa Super umur 4 hari mulai sayap. Jantung sudah dapat dibedakan antara atrium dan menunjukkan perbedaan dimana pada embrio umur

35 

 

Asmarani Kusumawati et Kusumawati et al  

4 hari lengkung tubuh sangat terlihat jelas sehingga bagian dorsal, sayap dan kaki sudah berkemba berkembang ng seluruh embrio terlihat menekuk dan kuntum ekor berada lengkap, folikel bulu tumbuh pada permukaan dorsal sangat berdekatan dengan kepala. Potongan melintang tubuh mulai dari brachial hingga lumbo-sacral. dari embrio Ayam Jawa Super umur 5 hari menunjukka menunjukkan n Gambar 18 memperlihatkan potongan melintang di mana archus visceral bagian maxilla mulai memanjang dari embrio Ayam Jawa Super umur tujuh hari lebih jauh, lipatan visceral mulai muncul, bagian dorsal dimana organ visceral mulai berkembang. Lubang membelah dengan jelas bagian caudal archus kedua esofagus terlihat sangat jelas telah berkembang. menonjol ke permukaan lipatan visceral ke empat Gizzard mulai mengalami penebalan pada dinding mereduksi menjadi bakal lubang oval pada bagian ujung dan glandula proventrikulus mulai terbentuk pada dorsal. Fleksura dorsal dari hindbrain ke ekor membentuk akhir hari ke 6 begitupun pembagian dari intestinum garis melengkung. Archus maxillar, archus faringeal, dapat mulai terlihat (Bellair dan Osmond, 2005). faring, trachea berkembang, hepar dan nervus trigeminus Intestinum pada embrio Ayam Jawa Super umur dapat terlihat. Menurut Bellair dan Osmond (2005) nervus tujuh hari sudah terlihat berada pada bagian trigeminus muncul pada tahap 13-14 yaitu setelah umur posterior dari gizzard. dari gizzard. Menurut Bellair dan Osmond 50 hingga 53 jam inkubasi. Somite sudah berkembang (2005) corda sexual primer sudah mulai muncul menjadi tulang belakang. Aorta dorsalis terlihat jelas. pada umur lima hari inkubasi dan mengala mengalami mi Bagian mata telah mengalami pigmentasi sempurna dan proliferasi pada umur ke tujuh inkubasi. Corda  bumbung mata mata telah terisi penuh penuh dengan vitrous humour. sexual primer terdiferensiasi menjadi tubulus Pada umur enam hari paruh embrio Ayam Jawa Super seminiferous pada jantan dan corda medularis pada mulai terlihat dengan jelas, segmen digiti sudah betina dan pada tahap awal corda sexual akan terbentuk, digiti dua dan tiga mulai memanjang, serta muncul berdekatan pada bagian mesonefros. Dalam  pembengkokan  pembengkok an pada persendian sayap dan kaki mulai Embrio Ayam Jawa Super terlihat di sekitar terbentuk. Pada potongan melintang Ayam Jawa Super mesonefros belum terlihat adanya corda sexual pada umur enam hari terlihat adanya perkembangan lubang embrio Ayam Jawa Super umur tujuh hari. telinga yang berupa lubang besar, bagian dinding dienchepalon mengecil,  gizzard,  pankreas. Menurut Umur 8-15 Hari Inkubasi Bellair dan Osmond (2005) bagian foregut akan

Pada hari ke tujuh terjadi pertumbuhan yang

 berkembang menjadi  gizzard mulai dari umur 3 hari sangat cepat, digiti sudah mulai tampak pada sayap  berkembang inkubasi dan dinding  gizzard akan mulai menebal dan dan kaki, serta jantung sudah sempurna pada rongga  berkembang  berkemba ng ke arah posterior saat saat memasuki memasuki umur 7 hari toraks. Menurut Menurut Hamburger dan Hamilton Hamilton (1951), inkubasi. Pankreas pada unggas berkembang dari tiga pada perkembang perkembangan an embrio ayam umur 8 hari hari mulai rudimenter, satu di dorsal dan dua di anterior. Bagian terlihat membran niktitan dan pada perkembangan dorsal mulai berkembang pada umur 52 hingga 64 jam embrio ayam umur 9 hari terlihat paruh akan mulai inkubasi dan akan mulai jelas terlihat daripada hari ke mengeras. Hal tersebut berbeda dengan hasil empat inkubasi. E m b r i o Ayam Jawa Super pada umur umur penelitian Ayam Ayam Jawa Super umur umur 8 hari dan 9 hari, tujuh hari memiliki organ yang cukup lengkap. Paruh dimana pada umur 8 hari belum terlihat adanya tumbuh lebih prominen dengan  papilla sclera sclera   pada pertumbuhan dari membran membran niktitan niktitan tetapi membran membran

36 

 

Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC

niktitan baru muncul pada umur 9 hari. Selain itu, paruh ketiga 9,8 ± 0,3 mm dan pada umur ini kelopak mata mata mulai menutup. Perkembangan embrio ayam umur

terlihat belum mengeras.

Paruh embrio Aayam Jawa super umur 10 hari 14 hari hanya terlihat pertambahan panjang paruh mulai mengeras tetapi belum bisa dilakukan pengukuran menjadi 4 mm dan panjang jari ketiga 12,7 ± 0,5  panjang paruh. Pengukura Pengukuran n panjang paruh dan panjang mm, namum ada perbedaan pada umur 13 hari  jari ketiga ketiga baru bisa dilakukan pada umur 11 hari. hari. Panjang Panjang kelopak mata belum menutup tetapi kelopak mata  paruh yang terukur adalah 3 mm dan panjang jari ketiga baru menutup pada pada umur 14 hari. hari. adalah 7 mm, serta terlihat membran niktitan mulai

Dari

data

diatas

terlihat

bahwa

menutupi mata. Hal tersebut berbeda dengan pernyataan perkemba  perkembangan ngan Ayam Jawa Super lebih lambat Hambuger dan Halminton (1951), umur 10 hari panjang daripada perkembangan ayam menurut Hamburger  paruh dan panjang jari ketiga mulai bisa diukur. Ukuran dan Hamilton (1951). Banyak faktor yang dapat  panjang paruh umur 10 hari adalah 2,5 mm dan panjang menyebabkan pertumbuhan ayam jawa super lebih  jari ketiga 5,4 ± 0,3 mm. Pada umur 11 hari membran lambat. Menurut Smith (2004), suhu, kelembaban niktitan mulai mulai menutupi menutupi mata, mata, panjang panjang paruh 3 mm dan dan ventilasi inkubator yang tidak sesuai merupakan  panjang jari ketiga 7,4 ± 0,3 mm, namun membra membran n salah

satu

faktor

yang

dapat

menganggu

niktitan mulai menutupi mata pada umur 11 hari sudah pertumbuhan embrio embrio ayam. Selain Selain itu masih masih banyak faktor yang dapat mengganggu pertumbuhan

sesuai.

Hasil penelitian perkembangan embrio Ayam embrio, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih Jawa Super umur 12 hari adalah kelopak mata mulai lanjut terkait faktor yang dapat menyebabkan  perkembangan ngan ayam jawa super lebih lebih lambat terlihat dan menutupi sebagian mata. Panjang paruh perkemba embrio Ayam Jawa Super umur 12 hari adalah 3 mm dan  panjang jari ketiga 8 mm disajikan pada Gambar 18. Umur 15-21 Hari Inkubasi Kelopak mata menutupi dua per tiga bagian, panjang

Pada Tabel 1, dapat dilihat dari ke tiga

 paruh 3,5 mm dan panjang kaki ketiga 9,5 mm, mm, serta tunas pengukuran tersebut, terdapat pertamba pertambahan han ukuran  bulu mulai tampak pada bagian punggung. Selanjutnya yang cukup signifikan pada umur inkubasi ke- 16  perkembangan  perkemba ngan embrio umur 14 hari disajikan pada hari sampai 18 hari. Jika dibandingkan dengan Gambar 20, kelopak mata mulai menutup pada embrio perkemba  perkembangan ngan embrio Ayam Arab pada penelitian Ayam Jawa Super umur 14 hari dan tunas bulu mulai yang dilakukan oleh Sari (2013), embrio Ayam Jawa  berkembang pada bagian sayap dan punggung. Super berukuran lebih kecil. Pada umur 15 hari  berkembang Pertambahan panjang kaki dan paruh embrio Ayam Jawa inkubasi, ukuran panjang tubuh ayam Jawa Super Super 4 mm, dan panjang jari ketiga 12 mm. Hasil masih 48 mm sedangkan pada ayam Arab panjang  penelitian perkemba perkembangan ngan embrio embrio Ayam Jawa Super Super umur umur tubuh sudah mencapai 67,20 mm. Panjang sayap dan 12 hari sampai 14 hampir sesuai dengan Hambuger dan panjang kaki Ayam Jawa Super secara secara berturut-urut Halminton (1951), yang menyatakan bahwa embrio ayam 17mm dan 29 mm. Pada Ayam Arab, ukuran sayap umur 12 hari memiliki memiliki panjang panjang paruh paruh 3,1 mm,

dan dan kaki lebih panjang dari Ayam Jawa Super yaitu

 panjang jari ketiga 8,4 ± 0,3 mm. Umur 13 hari panjang 31,5 mm dan 48,5 mm.  paruhnya adalah 3,5 mm, sedangkan panjang jari ke

37 

 

Asmarani Kusumawati et Kusumawati et al  

Berbeda

dengan

mamalia,

embrio

unggas embrio karena secara umum perkembangan organ

 berkembang  berkemba ng di luar tubuh induk. Asupan nutrisi untuk  pada fase ini ini sudah hampir hampir sempurna. embrio juga hanya didapat dari albumin dalam telur

Parameter selanjutnya untuk mengetahui

untuk berkembang (Campbell dkk., 2008). Masa embrio kecepatan pertumbuhan embrio yaitu panjang paruh untuk berkembang pun cukup singkat yaitu 21 hari. Pada dan panjang digiti ketiga kaki embrio. Jika dilihat masa ini perlu diperhatikan keadaan lingkungan telur. dari Tabel 1, ukuran embrio ayam Jawa Super lebih Menurut Walter (1961), ada tiga faktor penting yang kecil dan pertumbuhannya lebih lambat jika  berpengaruh pada perkem perkembangan bangan embrio selam selamaa dibandingkan dengan ayam White Leghorn pada inkubasi, yaitu temperature, kelembaban, dan zat  penelitian yang yang dilakukan Hamburger Hamburger dan Hamilton  penyusun dari telur itu sendiri. Oleh karena itu, pada (1953). Pada hari ke- 16 dan hari ke- 18 panjang  penelitian ini digunakan mesin tetas telur untuk  paruh embrio ayam Jawa Super lebih panjang. Hal menggantikan induk. Selain lingkungan, breed  juga ini dapat disebabkan kecepatan pertumbuhan pertumbuhan embrio  berpengaruh pada perkemba perkembangan ngan embrio. Contohnya, dan bobot DOC Ayam Jawa Super yang baru ayam

White

Leghorn

lebih

cepat

berkembang menetas lebih variatif jika dibandingkan dengan

disbanding dengan ayam Barred Playmouth Rock ayam White Leghorn. Pada hari ke- 20, ukuran paruh (Hamburger dan Hamilton, 1953). Pada penelitian ini embrio mengalami penurunan. Pada fase ini paruh kecepatan pertumbuhan embrio Ayam Jawa Super

embrio ayam mengalami penurunan ukuran karena

dibandingkan dengan ayam White Leghorn menurut adanya pengelupasan lapisan periderm (Hamburger  penelitian

yang

dilakukan

oleh

Hamburgerr Hamburge

dan dan Hamilton, 1953). Pada hari ke- 19 dan 20, digiti

Hamilton, (1953). Parameter pertumbuhan digunakan kaki ke tiga embrio juga tidak ada perubahan ukuran. adalah pertumbuhan bulu, panjang paruh dan panjang Pada penelitian Hamburger dan Hamilton (1953) digiti ke tiga pada.

 juga sudah dijelaskan bahwa pada umur ini, ukuran

Parameter pertama ialah kecepatan pertumbuhan digiti ke tiga embrio sudah tidak berkembang lagi,  bulu, menurut Hamburger dan Hamilton, pada hari ke- tetapi pada beberapa breed yang masa inkubasinya 15, bulu penutup sudah tumbuh, semua organ sudah lebih panjang masih terlihat adanya perubahan hampir terbentuk sempurna, kanal auditori sudah  panjang digiti kaki ke ke tiga. tampak, dan dapat dilihat melalui sudut posterior tubuh

Dari ke tiga parameter di atas dapat

embrio. Pada penelitian ini kanal auditori sudah tampak, diasumsikan bahwa perkembangan Ayam Jawa dan organ juga sudah terbentuk sempurna tetapi embrio Super lebih lambat dibandingkan ayam White umur 15 hari belum tumbuh bulu sama sekali. Jika Leghorn. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa diamati lebih lanjut, pertumbuhan bulunya, embrio faktor. Faktor pertama adalah tempat penyimpanan Ayam Jawa Super umur 15 hari masih seperti embrio atau inkubasi (Kirk dkk., 2007). Hal ini dapat ayam White Leghorn umur 11 hari. Embrio ayam White dipengaruhi oleh suhu serta kelembaban kelembaban lingkungan Leghorn umur 15 hari hampir sama dengan embrio ayam dalam mesin tetas. Pada penelitian ini masih Jawa Super umur 18 hari. Pengamatan pada hari menggunak menggunakan an mesin tetas tradisional yang suhu dan  berikutnya hanya berfokus pada pengukuran tubuh kelembaban nya fluktuatif. Selain itu mesin tetas yang digunakan tidak dapat membolak balikkan

38 

 

Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC

telur secara otomatis, sehingga telur dibolak balikkan Sexing pada DOC Ayam Jawa Super secara manual dua kali sehari. Hal ini dapat menyebabkan menyebabkan inkubator

harus

sering

di

buka

tutup

Penelitian ini menggunakan metode vent

sehingga sexing dan  feather sexing. sexing.   Pada penelitian ini

menyebabkan adanya perubahan suhu di dalam mesin. didapatkan hasil cukup signifikan antara metode Telur yang digunakan pun berasal dari berbagai macam vent sexing   dengan metode  metode  feather sexing   yang induk yang berbeda-beda umurnya. Seperti yang sudah dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. dijelaskan oleh Reis, dkk (1997), bahwa umur induk Tabel 2. Persentase Akurasi Metode Vent sexing  dan Feather  dan Feather sexing  sexing  pada  pada Ayam Jawa Super. Metode

F eathe therr sexi sexing ng 

V ent se sexi xi ng 

50%   50%

80%   80%

Persentase Akurasi 

menentukan menentuka n daya tetas, waktu tetas, dan bobot DOC.

Pada metode vent sexing  digunakan   digunakan metode

DOC yang ditentukan jenis kelaminnya dengan

Dr. Masui yang menjelaskan bahwa ada bentukan

metode ini, ada lima hasil yang tidak sesuai dengan

tonjolan berwarna putih di kloaka yang akan

hasil laparotomi. Hal ini disebabkan karena metode

 berkembang menjadi organ kopulasi pada ayam  berkembang  jantan saat dewasa (Masui dan Hashimoto, 1934).

ini memanfaatkan gen dominan yang terpaut dengan gen sex Z, yaitu gen K yang mengatur kecepatan

Menurut penelitian yang dilakukan Lunn (1948),

 pertumbuhan bulu ayam (Brackett dkk., 1981;

 jika dilakukan oleh ahli nya, metode ini mem memiliki iliki

Bacon dkk., 1987). Ayam Jawa Super merupakan

tingkat akurasi mencapai 95%. Metode feather

 persilangan ayam ras layer betina dengan ayam

sexing

hanya dapat menentukan jenis kelamin

 jantan kampung. Ayam kampung yang digunakan

 beberapa ayam saja pada hasil proses proses cross cross breeding breeding

 pada persilangan ini tidak diperiksa dan diseleksi

(Nandi dkk., 2003).

terlebih dahulu seperti apa status genetiknya,

Dilihat dari tabel di atas, jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lunn (1948),

sehingga dapat mengurang mengurangii keakuratan. Kesimpulan

ada perbedaan pada hasil vent sexing.  sexing.  Menurut  penelitian yang dilakukan Lunn, tingkat akurasi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah telah

metode vent sexing   sebesar 95% sedangkan hasil

didapatkan catatan perkembangan Ayam Jawa

vent sexing  pada   pada Ayam Jawa Super pada penelitian

Super secara spesifik dari umur nol sampai 21 hari

ini tingkat akurasinya sebesar 80%. Karena dari

inkubasi. Meskipun embrio Ayam Jawa Super dapat

sepuluh DOC yang dilakukan sexing menggunakan

dibandingkan langsung dengan perkembangan

metode vent sexing, ada 2 hasil sexing yang tidak

embrio ayam ras lain, Ayam ini merupakan ayam

sesuai dengan laparotom l aparotomy. y.

silangan generasi pertama dengan tingkat fertilitas

Tingkat akurasi metode feather metode  feather sexing  pada  pada

dan kecepatan pertumbuhan yang lebih rendah. Oleh

 penelitian ini sebesar 50%. Karena dari sepuluh

karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk

39 

 

Asmarani Kusumawati et Kusumawati et al  

mengetahui tentang gambaran genetik ayam Jawa Super, agar ke depannya dapat menjadi alternatif ayam kampung dengan kecepatan pertumbuhan yang tinggi.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih disampaikan kepada segenap dosen dan staf Departem Departemen en Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan UGM. Penelitian ini menggunakan dana Hibah Penelitian

Huettner, A. F. (1957). Fundamental of Comparative Embriology of the Vertebrates. The Masmillah Company.  New York. Kirk, S., Emmans, G. C., McDonald, R., Arnot, D. (2007). Factor Affecting the Hatchability of Eggs From Broiler Breeders. British Breeders. British Poultry Science, Vol.21 Science,  Vol.21 No. 1, 37-57. Lunn, J. H. (1948). Chick Sexing. American Sexing. American Scientist. Vol. 36 No. 2, 280-287. Masui, K. dan Hashimoto, O. (1934). Sexing Baby Chicks. The Chick Sexing Assosiation of America Vancouver, Canada. 27: 62-66.

Bagian Reproduksi dan Kebidanan Fakultas Kedokteran Hewan UGM Tahun 2015.

Daftar Pustaka

Anonimus. (2012). Kajian Ayam Buras dengan Pendekatan Rantai Nilai dan Iklim Usaha di Kabupaten Boven Digoel. International Digoel. International  Labour Organization. 14. Organization. 14. Bacon, L. D., Smith, E., Crittenden, L. B., Havenstein, G. B. (1987). Assosiation of the Slow Feathering (K) and an Endogenous Viral (ev21) Gene on the Z Chromosome of Chickens.  Poultry Science. Science.   Vol. 67: 191197. Bellairs, R. dan M. Osmond. (2005). The Atlas of Chick Development. Elsevier: London. Brackett, B. G.; Seidel, G. E.; Seidel, S. M. (1981).  New Technologies in Animal Breeding. Academic Press, Inc, New York. 83. Campbell, N. A., Reece, J. B., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V., Jackson, R. B. (2008). Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Erlangga, Jakarta. 191-202. Feng, Y. P., Gong, Y. Z., Affara, N. A., Peng, X. J., Yuan, J. F., Zhao, R. X., Hamburger, V., dan Hamilton, H. H. (1951). A Series of Normal Stages in the Development of the Chick Embrio. J Embrio.  J Morphol  8:  8: 654-662.

Morinha, F., Cabral, J. A., Bastos, E. (2012). Molecular Sexing of Bird: A Comparative Review of Polymerase Chain Reaction (PCR)-Based Methods. Theriogenology. Vol. 78, 703-714. Murphy. P. (2013). The First Steps To Forming a  New Organism Descriptive Embryo. Developmental Biology. internet https://www.tcd.ie/Biology_Teaching_Cen tre/assets/pdf/by1101 tre/assets/pdf/by 1101 [22 Desem Desember ber 2015]. Muryanto, Hardjosworo, P. S., Herman Herman,, R., Setijanto, H. (2002). Evaluasi Karkas Persilangan Antara Ayam Kampung Jantan dengan Ayam Ras Petelur Betina. Animal Betina.  Animal  Vol. 4 No. 2, 71-76.  Production. Vol.  Production.  Nandi, S., McBride, McBride, D., Blanco, R., Clinton, M. (2003). Avian Sex Diagnosis and Sex Determination. World's Poultry Science  Journal, Vol. 59, 8-14  Nelsen, O. O. E. (1953). (1953). Coparative Coparative Embryology Embryology of the Vertebrates. The Blakiston Co. Inc.: New York. Reis, L. H., Gama, L. T., Soares, M. C. (1997). Effect of Short Condition and Broiler Breeder Age on Hatchability, Hatching Time, and Chick Weights. Poultry Weights. Poultry Science. Vol. 76, 14591466. Romanoff, A. L. (1949). Critical Periods and Causes of Death in Avian Embryonic Development.  AUK Vol. 6 : 264-270.

40 

 

Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC

Romanov, M. N. (2001). Genetics of Broodiness in Poultry  –   A Review. Asian-Australian

 Journal Animal Science, Science,   Vol. 14(11): 16471654. Sari, D. M. (2013). Perkembangan Embrio dan Daya Tetas Serta Viabilitas Anak Ayam Arab Dari Umur Induk yang Berbeda.Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 31. Smith, T. (2004). Avian Embryo. Mississippi State University. Hal : 4-10. Suryana, Hasbianto, A. 2008. Usaha Tani Ayam Buras di Indonesia: Permasalahan Permasalahan dan Tantangan.  Jurnal Litbang Pertanian. Pertanian.   Vol. 27(3): 75-83. Triyantini, Abubakar, Bintang, I. A. K., dan Antawidjaja, T. (1997). Studi Komparatif Preferensi, Mutu dan Gizi Beberapa Jenis Daging Unggas.  Unggas.  Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol. Veteriner.  Vol. 2(3): 157-163. Walter, L. (1961). Hatchability of Chicken Eggs as Influenced by Environment and Heredity, The. Agricultural Experiment Station, Connecticut. 55-58. Yusuf, M., Jeffer, O., dan Zhang, S. J. (2006). Analysis of the Offspring Sex Ratio of Chicken by Using Molecular Sexing. Agricultural Sciences in China. Vol. 5(7): 545-549.

41 

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF