Jurnal Bahasa Indonesia

August 2, 2018 | Author: yuan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

jurnal...

Description

PREVALENSI MALARIA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013-2015 Yuan Hasnaa, Rizky Febri, Ayudya Pramesti, Klaudia Vindy, Qonita Rahmadiena, Dharma Prayogi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta [email protected] Abstrak  Malaria merupakan penyakit endemik yang ditularkan oleh nyamuk  Anopheles.  Anopheles. Penyebaran penyakit malaria sering terjadi pada daerah tropis, termasuk Indonesia. Penyakit ini masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia karena menyebabkan kesakitan dan kematian. Kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil, malaria juga  berdampak pada penurunan produktivitas kerja akibat anemia. Saat ini malaria merupakan penyakit endemis disebagian besar wilayah di Indonesia, namun lebih  banyak terjadi di daerah pedesaan dan terpencil. Beberapa faktor penyebab  penyebaran penyakit malaria yang dapat dianalisis salah satunya faktor lingkungan. Faktor lingkungan dari setiap wilayah dapat ditinjau dari kepadatan  penduduk, banyaknya tenaga kesehatan, banyaknya puskesmas/rumah sakit,  prosentasi kemiskinan serta angka gizi buruk. Kata kunci: malaria, Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, prevalensi

I.

Pendahuluan Penyakit malaria sudah dikenal sejak 3.000 tahun silam. Hippocrates (400 - 377 BC) telah membedakan beberapa tipe malaria. Namun, pengetahuan tentang malaria baru mulai berkembang dalam abad terakhir ini dengan ditemukannya  parasit dalam darah dar ah oleh Alphonse Laveran pada tahun 1880. Tidak lama sesudah s esudah itu, Ross (1897) membuktikan bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk  Anopheles.  Anopheles. Beberapa dekade setelahnya, Sort dan Garnham (1948) menemukan bentuk bentuk praeritrosit dalam hati penderita malaria. Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa dan banyak menyebabkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh parasit protozoa dari genus Plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles yang juga berfungsi sebagai inang parasit ini. Penyakit ini ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah dan parasit ini menyerang eritrosit. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Gejala lain yang mungkin timbul ialah sakit kepala, mual atau muntah dan diare serta nyeri otot atau pegal-pegal pada orang dewasa. Infeksi malaria dapat berlangsung akut maupun kronik, tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal dengan malaria berat.

2

Diagnosis yang tepat dan cepat serta terapi yang akurat adalah kunci untuk meminimalkan mordibitas dan mortalitas akibat malaria. Di Indonesia diagnosis malaria ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik dan pemeriksan RDT. Penggunaan RDT membantu dalam menegakkan parasitebase diagnosis di daerah di mana kualitas mikroskopiknya yang baik kurang tersedia. Untuk mengetahui tingkat kesakitan suatu daerah di gunakan parameter Parasite Rate (PR),  parameter ini di dapat dengan membuat sediaan darah tebal dan ditentukan  presentase sediaan yang mengandung parasit, dengan diketahuinya Parasit rate maka dapat ditentukan daerah tersebut masuk dalam daerah LPA (Low Prevalent Area), MPA (Medium Prevalent Area), dan HPA (High Prevalent Area). Malaria banyak terjadi di negara-negara dengan iklim daerah tropis, salah satunya Indonesia. Salah satu Provinsi di Jawa dengan prevalensi malaria yang tinggi ada di Provinsi Tawa Tengah. Pada penyebaran malaria di Jawa Tengah terlihat bahwa kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Purworejo, Pati, dan Grobogon merupakan wilayah dengan karakteristik penyebaran yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya, kepadatan penduduk, dan rumah tangga kumuh mempengaruhi penyebaran malaria. Berikut hasil pengujian nilai Moran’s I untuk semua variabel yang diujikan di wilayah Jawa Tengah tahun 2013 sampai 2015.

Dari data diatas penyebaran malaria di Jawa Tengah tahun 2013 sampai 2015 membentuk pola mengelompok untuk beberapa wilayah. Jika dibandingkan  pola penyebarannya, jumlah penderita Malaria dari tahun 2013 sampai 2015

mengalami penurunan. Terdapat autokorelasi spasial penyebaran malaria di Jawa Tengah dari tahun 2013 sampai 2015. Sedangkan untuk faktor yang mempengaruhi pola penyebaran, hanya kepadatan penduduk dan presentase rumah tangga kumuh yang terdapat autokorelasi spasial. II.

Pembahasan Penyakit malaria masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Tengah. Saat ini masih ditemukan desa High Case Incidence (HCI) sebanyak 31 desa yang tersebar di 5 Kabupaten yaitu Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara, Grobogan dan Pati Angka kesakitan malaria Annual Parasite Incidence (API) merupakan indikator untuk memantau perkembangan penyakit malaria. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah karena menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tenga terdapat 25 kabupaten/kota non endemis malaria dan pada tahun 2014 sudah dinyatakan eliminasi. Sepuluh kabupaten/kotayang endemis malaria adalah Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara,Kebumen,Purworejo, Magelang, Pekalongan dan Jepara. Beberapa kabupaten endemis malaria sudah mengalami penurunan kasus sehingga tahun 2014. Kabupaten Magelang dan Pekalongan dinyatakan eliminasi,tahun 2015 Kabupaten Wonosobo juga dinyatakan eliminasi oleh Kemenkes R.I. Angka kesakitan malaria (API = Annual Parasite incidence) di Jawa Tengah pada tahun 2015 tercatat 0,06 per 1.000 penduduk, meningkat bila dibandingkan tahun 2014 yaitu 0,05 per 1.000 penduduk. API tersebut sudah mencapai target nasional yaitu kurang 1 per 1.000 penduduk. Walapun kasus malaria secara umum sudah menurun tetapi masih ditemukan kasus indigenous yang cukup tinggi di 4 kabupaten: Purworejo, Banjarnegara, Purbalingga dan Magelang. Empat kabupaten tersebut juga Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 43 mempunyai API yang tinggi, Purworejo 1,96 per 1.000 penduduk, Banjarnegara 0,36 per 1.000  penduduk, Magelang 0,13 per 1.000 penduduk, dan Purbalingga 0,04 per 1.000 penduduk. Untuk menjamin kasus malaria tetap rendah diperlukan upaya-upaya untuk mempertahankan kasus supaya tidak meningkat kembali seperti penemuan dini dan tatalaksana kasus yang tepat. Kasus malaria import di daerah reseptif yang terlambat ditangani sangat potensial untuk terjadinya  penularan lokal (indigenous) bahkan peningkatan kasus atau KLB. Penanganan kasus malaria yang terlambat juga bisa menyebabkan kasus mati seperti yang terjadi di Kabupaten Purbalingga, Kebumen. Pada tahun 2015 terjadi dua kasus kematian akibat Malaria, satu kasus di Purbalingga dan satu kasus di Kebumen, sehingga CFR Malaria di Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 0,1 persen. Masih terdapat beberapa permasalahan dalam upaya  penanggulangan Malaria di Jawa Tengah yaitu: 1)Tingginya mobilitas penduduk dengan surveilans migrasi Malaria 2)Berkurangnya jumlah dan frekuensi kunjungan Juru Malaria Desa diatasi dengan memberdayakan bidan di desa, mengaktifkan kembali Pos Malaria Desa/kader Malaria

3)Kurangnya komitmen stakeholder dalam Eliminasi Malaria dengan dukungan Peraturan Perundangan dari Pusat, advokasi 4)Belum optimalnya Tim Gebrak Malaria diatasi dengan mengaktifkan kembali Tim Gebrak Malaria 5)Belum semua rumah sakit melakukan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis (pemeriksaan dengan RDT) dilakukan ceramah klinik, on the job training.

Gambar 1 : Penyebaran Kasus Malaria

Grafik 1: Kasus Malaria di Jawa Tengah

5

Grafik 3 : Angka Kesakitan Malaria di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2015

Gambar 2 : Distribusi Kasus Malaria di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015

III.

Kesimpulan Penyebaran malaria di Jawa Tengah tahun 2013 sampai 2015 membentuk  pola mengelompok untuk beberapa wilayah. Jika dibandingkan pola  penyebarannya, jumlah penderita Malaria dari tahun 2013 sampai 2015 mengalami penurunan. Terdapat autokorelasi spasial penyebaran malaria di Jawa Tengah dari tahun 2013 sampai 2015. Sedangkan untuk faktor yang mempengaruhi pola penyebaran, hanya kepadatan penduduk dan prosentase rumah tangga kumuh yang terdapat autokorelasi spasial.

IV.

Daftar Pustaka

Gusra, Tuti et al. 2014. “Gambaran Penyakit Malaria di Puskesmas Tarusan dan Puskesmas Balai Selasa Kabupaten Pesisir Selatan periode JanuariMaret 2013”. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol. 3, No. 2, hal 234-237 Hakim, Lukman. 2011. “Epidemiologi da Diagnosis ”. Badan Litbangkes Ciamis, Vol. 3 , No. 2 , hal 107-116 Laihad, Ferdinand J et al. 2011. “Epidemiologi Malaria di Indonesia”.  Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Triwulan I. Laksono, Rudy Dwi. 2011. “Profilaksis Malaria di Perbatasan Indonesia Timor Leste”. Jurnal CDK 188, Vol. 38 ,  No. 7, November, hal 503-507  Natalia, Diana. 2014. “Peranan Trombosit dalam Patogenesis Malaria”.  Departemen Parasitologi Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak. Vol. 37 , No. 3, Desember, hal 219-225 Putra, Teuku Romi Imansyah. 2011. “Malaria dan Permasalahannya”.  Jurnal Kedokteran Syah Kuala, Vol. 11 , No. 7  , Agustus, hal 103-114

5

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF