Jurnal Integrasi Proses Vol. x, No. x (Bulan Tahun) xx - xx
JURNAL INTEGRASI PROSES Website: http://jurnal.untirta.ac.id/index http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jip .php/jip Submitted : xxxxx
Revised : xxxxx
Accepted : xxxxx
PENGARUH PERBANDINGAN PENGGUNAAN REAKTAN TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS PRODUK HASIL SINTESIS ASPIRIN Ari Kurniawan*, Juniar Amaliah, Luthfi Nurfajrina Aslan Dudayev Alfaruqi*, Malinda Mayana, Lya Islamiah Taufik *, Winda Wati Dewi, Saiful Bahri 1Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Fakultas Teknik, Jalan Jendral Sudirman, km.3, Kecamatan Cilegon-Banten *Email:
[email protected]
Abstrak Aspirin adalah asam organik lemah yang unik diantara obat-obat AINS dalam asetilasi asetilasi dan juga inaktivasi siklooksigenase irreversible. Aspirin cepat didestilasi oleh esterase dalam tubuh, menghasilkan salisilat yang mempunyai efek anti-inflamasi, antipiretik dan analgesik. Tujuan pembuatan aspirin ini adalah untuk mempelajari reaksi esterifikasi dan menentukan pengaruh perbandingan reaktan asam salisilat dan anhidrida setat. Aplikasi dari aspirin yaitu digunakan sebagai obat analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi. Prosedur dalam pembuatannya dengan mereaksikan asam salisilat dan anhidrida asetat yang disertai dengan asam sulfat 85% yang berperan sebagai katalis, selain itu, dalam prosesnya digunakan penangas air dengan suhu 70-75°C. Dalam tahapan kristalisasi dilakukan penambahan aquades dan dilakukan proses pendinginan dalam ice bath untuk menyempurnakan proses kristalisasi. Tahapan selanjutnya yaitu proses penyaringan kristal aspirin yang terbentuk dengan corong Hirsch. Untuk tahapan rekristalisasi, aspirin yang telah terbentuk direaksikan kembali dengan etanol 25% dan akuades yang kemudian dipanaskan kembali dalam penangas air. Proses rekristalisasi rekristalisasi dilakukan sama seperti proses kristalisasi. Tahapan akhir, dilakukan proses pengeringan pada oven sehingga aspirin yang terbentuk dapat diketahui massa serta kadar massanya dan kualitas aspirin yang terbentuk dengan penentuan pada titik lelehnya. Kata Kunci: Asetilasi, Kunci: Asetilasi, aspirin, esterifikasi Abstract
Aspirin is organic weak acid that is unique between AINS in acetylating and cyclooxygenase irreversible inactivation. Aspirin is quickly distillated by esterase in body producing salicylic that have the effect of antiinflammation, antipyretic and analgesic. The purpose of the aspirin production is to study esterification reaction and to determine the ratio of salicylic acid and acetic anhydrite factor. Application of aspirin is being used as analgesic, antipyretic and anti-inflammation medicine. Procedure of making the aspirin is to reacting salicylic acid and acetic anhydrite with sulfuric acid 85% as catalyst, furthermore in the process is used water bath between 7075 oC. In crystallization stage, add the purified water and do the cooling process on ice bath to perfect crystallization process. Next stage st age is filtering aspirin crystal that is formed with Hirsch funnel. For recrystallization stage, aspirin that is formed reacted again with ethanol 25% and purified water and then heat again in water bath. Recrystallization process is the same as crystallization process. The last stage, do the drying process in oven so that aspirin mass that is formed can be discovered along mass concentration and quality of aspirin that is form by determining the melting point. Keywords: Acetylating, aspirin, esterification
1.
PENDAHULUAN Aspirin yang diproduksi secara besar didunia ini adalah pada negara Amerika Serikat sebesar 2 ton per tahun. Tidak dapat dipungkiri bahwa obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia adalah turunan dari asam benzoat, asam o-hidroksi benzoat atau asam
salisilat yang dibuat dari fenol dan karbondioksida. Walaupun Amerika Serikat adalah produktor terbesar aspirin namun orang yang pertama membuat aspirin adalah orang yang berasal dari Jerman yaitu Arthur Eichengrun dari perusahaan Bayer. Arthur mengemukakan bahwa idenya untuk menambahkan 1
Jurnal Integrasi Proses Vol. x, No. x (Bulan Tahun) xx - xx gugus asetil dari senyawa asam salisilat untuk mengurangi efek negatif sekaligus meningkatkan efisiensi dan toleransinya. Felix Hoffman berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan menciptakan senyawa asam asetil salisilat yang kemudian umum dikenal dengan istilah aspirin. Bayer sendiri membuka cabang di Indonesia yaitu dengan nama perusahaan PT. Bayer Indonesia. Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan antiinflamasi (anti peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Selain kegunaan tersebut manfaat aspirin lainya adalah untuk jerawat karena aspirin memiliki kandungan aktif asam salisilat yang dapat digunakan untuk mengecilkan pori–pori pada wajah serta mengatasi peradangan dan penggumpalan darah pada jerawat. Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat yang memiliki peranan sangat besar dalam bidang farmasi. Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam keadaan bebas di alam, jadi untuk memperolehnya perlu dilakukan sintesis. Sintesis adalah reaksi kimia antara dua zat atau lebih untuk membentuk suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organik adalah sintesis teknik preparasi senyawa yang dapat dianggap sebagai seni, salah satu senyawa organik yang dapat disentesis adalah aspirin. Aspirin atau asetosal atau asam asetilsalisilat adalah turunan dari senyawa asam salisilat yang diperoleh dari simplisia tumbuhan Coretx salicis. Dilakukanya percobaan aspirin ini dapat memberikan gambaran mengenai proses untuk menghasilkan produk aspirin, serta mengetahui kuantitas dalam massa produk yang dihasilkan dan kualiatas dalam penentuan titik leleh serta kadar massa aspirin yang terkandung dalam produk yang dihasilkan tersebut dengan pengaruh dari variasi perbandingan penggunaan reaktan berupa asam salisilat dan anhidrida asetat sehingga dapat menjadi acuan untuk proses sintesis selanjutnya dan dapat disempurnakan kembali. 2.
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah penemuan aspirin sudah diawali sejak ribuan tahun lalu sejak zaman Yunani kuno di mana pada saat itu orang Yunani kuno dan Hippocrates menggunakan kulit pohon Willow sebagai obat penghilang rasa sakit, demam, dan peradangan kemudian khasiat obat ini tersebar luas. (Baysinger, 2004) Reverend Edward Stone dari Chipping Norton, Inggris, merupakan orang pertama yang mempublikasikan penggunaan medis dari aspirin. Pada tahun 1763, ia telah berhasil melakukan pengobatan terhadap berbagai jenis penyakit dengan menggunakan senyawa tersebut. Pada tahun 1826, peneliti berkebangsaan Italia, Brugnatelli dan Fentana melakukan uji coba terhadap penggunaan suatu senyawa dari daun willow sebagai agen medis. Dua
tahun berselang, pada tahun 1828, seorang ahli farmasi Jerman, Buchner, berhasil mengisolasi senyawa tersebut dan diberi nama salicin yang berasal dari bahasa latin willow , yaitu salix . Senyawa ini memiliki aktivitas antipretik yang mampu menyembuhkan demam. Penelitian ini kemudian dilanjutkan oleh ahli farmasi Jerman bernama Merck pada 1833. Sebagai hasil penelitiannya, ia berhasil mendapatkan kristal senyawa salisin dalam kondisi yang sangat murni. Senyawa asam salisilat sendiri baru ditemukan pada tahun 1839 oleh Raffaele Piria dengan rumus empiris C7H6O3. (Austin, 1984) Bayer adalah perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa aspirin. Pada tahun 1845, Arthur Eichengrum dari perusahaan Bayer mengemukakan idenya untuk menambahkan gugus asetil dari senyawa asam salisilat untuk mengurangi efek negatif sekaligus meningkatkan efisiensi dan toleransinya. Pada tahun 1897, Felix Hoffman berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan menciptakan senyawa asam asetil salisilat yang kemudian umum dikenal dengan istilah aspirin.(Marry, 2010) Aspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi(peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia. (Schror,2009) Asam salisilat (o-hidroksi asam benzoat) merupakan senyawa bifungsional, yaitu gugus fungsi hidroksil dan gugus fungsi karboksil. Dengan demikian asam salisilat dapat berfungsi sebagai fenol (hidroksi benzena) dan juga berfungsi sebagai asam benzoat. Baik sebagai asam maupun sebagai fenol, asam salisilat dapat mengalami reaksi esterifikasi. Bila direaksikan dengan anhidrida asam akan mengalami reaksi esterifikasi menghasilkan asam asetil salisilat (aspirin). Apabila asam salisilat direaksikan dengan alkohol (metanol) juga mengalami reaksi esterifikasi menghasilkan ester metil salisilat (minyak gandapura). (Horizon,2011) Aspirin mengandung gugus fungsi asam karboksilat, dengan rumus molekul C 9H8O4. Nama IUPAC dari aspirin adalah asam 2-asetilbenzoat. Nama generik aspirin adalah asetosal. Nama kimia dari aspirin adalah asam asetil salisilat. Adapun struktur kimia dari aspirin adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Struktur Aspirin
2
Jurnal Integrasi Proses Vol. x, No. x (Bulan Tahun) xx - xx Sifat-sifat fisika dan kimia dari aspirin yaitu massa molekul relatif aspirin adalah 180,15 gram/mol, titik leleh aspirin adalah 139°C (282,2°F), aspirin merupakan senyawa padat berbentuk padatan kristal, massa jenis aspirin adalah 1,35 gram/ml, sukar larut dalam air, larut dalam etanol dan larut dalam eter, merupakan senyawa polar. Dalam pembuatan aspirin, reaksi yang terjadi adalah reaksi Esterifikasi yang merupakan prinsip dari pembuatan Aspirin. Reaksi Esterifikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2. Reaksi Pembuatan Aspirin Aspirin dibuat dengan cara mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat dengan menggunakan katalis H 2SO4 pekat sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Aspirin disintesis dengan proses esterifikasi atau asetilasi. Asetilasi merupakan proses penggantian atom H pada gugus -OH atau -NH 3 oleh gugus asetil. Zat pengasetelasi yang umum ialah anhidra asetat, asetil klorida, dan ketena mulyono.Reaksi asetilasi ini merupakan reaksi yang setimbang. Reaksi asetilasi sama dengan reaksi esterifikasi, yaitu reaksi antara alkohol dan asam sehingga dihasilkan suatu ester dan air. (Tjay,2002) Ester merupakan turunan asam karboksilat yang gugus – OH dari karboksilnya diganti dengan gugus – OR dari alkohol. Ester dapat dibuat dari asam dengan alkohol, atau dari anhidrida asam denga alcohol.Suatu ester asam karboksilat merupakan suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Alkohol dengan asam karboksilat dan turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat.Reaksi ini disebut reaksi esterifikasi. (Fessenden,1992) Produksi ester secara industri dilakukan dengan mereaksikan asam asetat anhidrat dengan alkohol.Esterifikasi berkataliskan asam merupakan reaksi yang reversible. Asam anhidrat ialah turunan dari asam dengan mengambil air dari dua gugus karboksil dan menghubungkan fragmen-fragmennya. Ester yang dibuat dengan cara ini adalah asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan aspirin. Proses sintesis aspirin harus dalam kondisi bebas air, dikarenakan aspirin yang terbentuk akan terhidrolisis kembali menjadi asam salisilat jika dalam keadaan berair. Mengingat sifatnya yang higroskopis, asam sulfat juga berperan sebagai penyerap air. (Tjay,2002) Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda. Anhidrida asam karboksilat
dibentuk lewat kondensasi dua molekul asam karboksilat. Berikut ini beberapa cara atau metode yang ditemukan oleh beberapa tokoh, yang pertama adalah proses Wacker, pada proses Wacker sodium phenolate kering direaksikan dengan karbon dioksida menggunakan fenol berlebih sebagai pelarut kemudian disuling dengan xilene dan menggunakan azeotroping agent untuk mengurangi air. Kedua, adalah proses Wolthuis, Wolthuis mereaksikan karbon dioksida dengan potassium phenolate dengan menggunakan halogenasi benzene seperti khlorobenzene sebagai pelarutnya. Awalnya pada proses ini anhydrous potassium phenolate diperoleh dengan mendestilasi air seluruhnya menggunakan sebagian khlorobenzene. (Baysinger, 2004) Adapun sintesa Aspirin menurut Kolbe dimana dalam pembuatan asam salisilat dilakukan dengan Sintesis Kolbe, metode ini ditemukan oleh ahli kimia Jerman yang bernama Hermann Kolbe. Pada sintesis ini, sodium phenoxide dipanaskan bersama CO2 pada tekanan tinggi, lalu ditambahkan asam untuk menghasilkan asam salisilat. Asam salisilat yang dihasilkan kemudian di reaksikan dengan Asetat Anhidrat dengan bantuan Asam Sulfat sehingga dihasilkan asam asetil salisilat dan asam asetat. Selain itu, sintesa aspirin setelah modifikasi sintesa kolbe oleh schmitt, dimana larutan sodium phenoxide masuk ke dalam revolving heated ball mill yang memiliki tekanan vakum dan panas (130oC). Sodium phenoxideberubah menjadi serbuk halus yang kering, kemudian dikontakkan dengan CO2 pada tekanan 700 kPa dan temperatur 100 oC sehingga membentuk sodium salisilat. Sodium salisilat dilarutkan keluar dari mill lalu dihilangkan warnanya dengan menggunakan karbon aktif. Kemudian ditambahkan asam sulfat untuk mengendapkan asam salisilat, asam salisilat dimurnikan dengan sublimasi. Untuk membentuk Aspirin, asam salisilat di reflux bersama Asetat Anhidrat di dalam pelarut toluen selama 20 jam. Campuran reaksi kemudian di dinginkan dalam tangki pendingin aluminium, asam asetil salisilat mengendap sebagai kristal besar. Kristal dipisahkan dengan cara filtrasi atau sentrifugasi, dibilas, dan kemudian dikeringkan. Berdasarkan proses ini, untuk menghasilkan 1 ton asam salisilat, dibutuhkan phenol 800 kg, NaOH 350 kg, CO 2 500 kg, Seng 10 kg, Seng Sulfat 20 kg, dan karbon aktif 20 kg. (Austin, 1984) 3.
ALAT, BAHAN, DAN METODE PENELITIAN
3.1. Alat Alat – alat yang digunakan dalam ercobaan untuk penelitian sintesis aspirin ini yaitu penangas air, corong Hirsch beserta water vacuum, oven, rangkaian alat untuk penentuan titik leleh yang terdiri dari statif, melting block , bunsen, pipa kapiler dan thermometer , serta rangkaian alat titrasi yang terdiri dari statif, buret, dan erlenmeyer. Adapun peralatan gelas laboratorium yang digunakan meliputi corong, gelas beker, gelas ukur, dan kaca arloji. 3
Jurnal Integrasi Proses Vol. x, No. x (Bulan Tahun) xx - xx 3.2. Bahan Bahan – bahan yang digunakan dalam sintesis aspirin dengan variasi perbandingan massa dan volume reaktan berupa asam salisilat dan anhidrida asetat ini yaitu 3.5:4,5 ; 1,75:1,75 ; 2,25:3,5. Selain itu digunakan pula asam sulfat 85%, aquades, etanol, serta ice cube Untuk penentuan titik leleh bahan yang digunakan adalah minyak dan sampel produk aspirin, dan untuk uji kadar massa aspirin bahan yang digunakan adalah sampel aspirin, etanol, aquades, NaOH 0,1 M, dan indikator Phenophtalein. 3.3. Metode 3.3.1
Proses Sintesis Aspirin
Preparasi bahan dan kemudian mereaksikan bahan dengan variasi bahan untuk reaktan berupa asam salisilat yaitu 3,5 gram, 1,75 gram serta 2,25 gram asam salisilat. dan anhidrida asetat sebanyak 4,5 ml, 1,75 ml sertta 3,5 ml disertai penggunaan katalis berupa asam sulfat sebanyak 5 tetes, metode yang digunakan pada percobaan ini yaitu kristalisasi dan rekristalisai. Tahapan awal, melakukan pemanasan pada suhu 70 – 75°C, proses pemanasan ini di lakukan selama 15 menit, bertujuan untuk mereaksikan bahan - bahan dan menurunkan energi aktivasi sehingga dapat mempercepat laju reaksi. Untuk mempermudah proses kristalisasi maka di lakukan proses pendinginan pada ice bath, yang sebelumnya dilakukan pendiaman pada suhu ruang selama 5 menit. Untuk memisahkan kristal dengan air maka dilakukan proses penyaringan dengan menggunakan corong Hirsch. Untuk mempermudah proses rekristalisasi maka di lakukan penambahan etanol sebanyak 5 ml dan aquades sebanyak 20 ml pada produk aspirin karena syarat rekristalisasi adalah ditambahkannya pelarut. Selain itu untuk membentuk proses rekristalisasi yang lebih murni maka di lakukan proses pemanasan kembali pada suhu 70 – 75°C. Untuk memperoleh kristal secara sempurna di lakukan proses pendinginan kembali dengan menggunakan ice bath. Karena pada suhu rendah proses pengkristalisasi ini dapat berlangsung. Untuk memisahkan zat pengotor dengan produk aspirin maka di lakukan penyaringan kembali. Untuk memperoleh berat aspirin secara akurat serta lebih menghilangkan kadar air yang terdapat dalam produk maka di lakukan proses pengeringan pada oven selama 25 menit pada suhu 100 0C. Dan untuk mengetahui massa aspirin yang di hasilkan yaitu dengan menimbang hasil aspirin yang telah di keringkan pada oven dengan menggunakan neraca analitik. 3.3.2
Proses Uji Kualitas Aspirin
Dalam uji kualitas dilakukan uji penentuan titik leleh menggunakan melting block , tahapan awal, memasukkan sampel aspirin yang terbentuk kedalam pipa kapiler, yang kemudian memasukkan pipa kapiler tersebut kedalam melting block yang sudah terisi
minyak dan sudah dilengkapi dengan thermometer . Kemudian memanaskannya dengan Bunsen serta mengamati trayek titik leleh produk. Pada uji kadar massa aspirin yang terkandung dalam produk yang dilakukan dengan melarutkan 0,2 gram sampel produk aspirin dalam 10 ml etanol, 50 ml aquades, dan penambahan 3 tetes indikator phenophtalein. Dan kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 M, 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil beberapa percobaan sintesis aspirin dengan variasi dalam perbandingan penggunaan reaktan antara massa asam salisilat dan volume anhidrida asetat, diperoleh produk berupa aspirin dengan perbedaan dalam kuantitas massa produk dan kualitas dalam hal titik leleh dan kadar massa aspirin dalam produk yang dihasilkan. Berikut ini data mengenai kuantitas dan kualitas aspirin hasil percobaan Table 1. Data hasil percobaan sintesis aspirin Variasi perbandingan asam salisilat dan anhidrida asetat 3.5 : 4,5
1,75 : 1,75
2,25 : 3,5
Massa aspirin
2,98 gram
1,08 gram
2,84 gram
% yield
33,85%
47,62 %
98,61 %
Titik leleh aspirin
108oC
140 C
990C
Kadar massa aspirin
0,1045 gram
0,072 gram
0,144 gram
Berdasarkan data pada tabel 1, massa aspirin terbanyak diperoleh dengan perbandingan reaktan 3.5 : 4,5, namun hasil tersebut memiliki %yield atau persen perbandingan antara massa percobaan dan massa perhitungan teori yang relatif rendah apabila dibandingkan dengan produk aspirin yang menggunakan perbandingan reaktan 2,25 : 3,5 yang memperoleh %yield mencapai 98,61 %. Dengan perolehan yang demikian, menujukkan bahwa perbandingan reaktan antara asam saisilat dan anhidrida asetat mempengaruhi perolehan massa aspirin. Perbandingan reaktan dengan memperbanyak penggunaan volume anhidrida asetat dikarenakan dalam proses reaksi, senyawa inilah yang berperan dalam melarutkan asam salisilat berupa padatan atau kristal. Sehingga semakin banyak pelarut berupa anhidrida asetat yang digunakan maka akan semakin banyak asam salisilat yang terlarut didalamnya dan bereaksi membentuk asetil salisilat atau aspirin.
4
Jurnal Integrasi Proses Vol. x, No. x (Bulan Tahun) xx - xx Selain itu, terbentuknya aspirin juga dipengaruhi oleh proses pemanasan, dimana dengan suhu tinggi, akan meningkatkan energi kinetik terhadap molekul – molekul suatu senyawa dalam suatu reaksi yang secara otomatis akan mempercepat laju reaksi sehingga molekul – molekul dari senyawa asam salisilat dan anhidrida asetat akan saling bertumbukan dan lebih cepat untuk bereaksi membentuk produk berupa aspirin. Penggunaan suhu tinggi pada sintesis aspirin ini hanya pada suhu disekitar 70-75°C dan menjaga suhu pada rentang tersebut, karena apabila penggunaan suhu terlalu tinggi atau melebihi rentang tersebut maka akan terjadi pengalihan fungsi dari pemanasan itu sendiri, dimana pemanasan yang bertujuan untuk menghomogenkan larutan akan beralih fungsi menjadi menguapkan larutan – larutan yang sebenarnya masih dibutuhkan dalam proses reaksi untuk membentuk produk. Suhu yang terlalu tinggi juga dapat menghidrolisis aspirin yang telah terbentuk menjai asam asetat. Uji kualitas aspirin dilakuak dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kemurnian dari produk aspirin yang dihasilkan. Uji kualitas tersebut berdasar pada titik leleh dan kadar massa aspirin dalam produk.
Gambar 4. Hasil proses titrasi untuk uji kadar aspirin Untuk analisis uji kadar massa aspirin dalam produk yang dihasilkan, dilakukan dengan proses titrasi menggunakan sampel produk sebanyak 0,2 gram. massa kadar aspirin yang terkandung dalam 0,2 gram sampel sesuai hasil aspirin dengan perbandingan reaktan 3.5:4,5 ; 1,75:1,75 ; 2,25:3,5 secara berturut – turut adalah 104,5 mg, 72 mg, 144 mg. Jika dikonversikan kedalam 0,5 gram (standar 1 tablet aspirin) akan didapatkan kadar massa aspirin secara berurutan sebesar 261,25 mg, 180 mg, 360 mg. Standar kelayakan berdasarkan FDA (Food and Drug Administration) adalah minimal 5 grains aspirin dalam 1 tablet (1 grains = 0,0648 gram) berarti minimal harus terdapat 0,324 gram atau 324 mg aspirin dalam satu tablet. Jadi berdasarkan hal tersebut, kandungan aspirin hasil sintesis ini hanya 1 dari 3 sampel produk yang dianggap telah memenuhi standar kelayakan untuk dijadikan tablet sebagai obat menurut FDA. 5.
Gambar 3. Proses penentuan titik leleh aspirin Titik leleh aspirin berdasarkan literatur adalah 139°C. Berdasarkan hasil percobaan, produk aspirin dengan titik leleh mendekati literature adalah aspirin dengan perbandingan reaktar 1,75 : 1,75 yaitu dengan titik leleh sebesar 140°C. Dalam hal penentuan titik leleh ini, perbandingan reaktan tidak mempengaruhi kualitas pada aspirin. Kualitas aspirin ini dipengaruhi oleh proses dalam sintesis seperti penambahan aquades yang berlebih. Karena berdasarkan data, titik leleh kedua produk aspirin yang lain lebih mendekati titik didih H2O yaitu 100°C dimana daam proses penentuan titik leleh, ketika H 2O mendidih pada suhu titik didihnya maka produk aspirin dalam pipa kapiler akan bereaksi dengan H 2O sehingga mudah meluruh. Dan dapat dikatakan bahwa produk aspirin tersebut tidak murni karena masih terdapat pengotor berupa H2O.
KESIMPULAN Berdasarkan data perolehan hasil sintesis aspirin, disimpulkan bahwa massa aspirin dipengaruhi oleh variasi perbandingan massa dan volume dalam penggunaan reaktan yaitu dengan perbandingan 3.5:4,5 ; 1,75:1,75 ; 2,25:3,5 menghasilkan massa aspirin secara berturut – turut sebanyak 2,98 gram, 1,08 gram, 2,84 gram dengan kualitas produk yang tidak dipengaruhi oleh perbandingan reaktan melainkan dipengaruhi oleh penambahan dan perlakuan dalam proses sintesis aspirin. Kualitas berdasarkan titik leleh masih secara berurutan sesuai perbandingan reaktan sebesar 108oC, 140 C, 990C dan dengan berdasarkan kadar massa aspirin secara berurutan sebesar 0,1045 gram, 0,072 gram, 0,144 gram
6.
ACKNOWLEDGMENT /UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada assisten laboratorium yang telah membantu dalam penulisan jurnal ini dan Terima kasih kepada Laboratorium Integrasi Proses dan Rekayasa Produk Jurusan Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membantu dalam hal fasilitas untuk penelitian i ni.
7. DAFTAR PUSTAKA Austin. Gorge T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed. McGra- Hill Book Co: Singapura
5
Jurnal Integrasi Proses Vol. x, No. x (Bulan Tahun) xx - xx Baysinger, Grace. Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and physics. 85 th ed . Fessenden, R.J.; Fessenden, J.S., Kimia Organik Jilid 2 Edisi 3, Erlangga, Jakarta. 1992, hal. 82. Horizon. 2011. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Jambi: Universitas Jambi Schror K. 2009. Acetylsalicylic Acid . Darmstadt: WileyBlackwell. ISBN 9783-527-32109-4. Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Kelima Cetakan Pertama. Penerbit PT Elex Media : Jakarta
6