October 29, 2017 | Author: Fina Rifqiyani Azizah Zahro | Category: N/A
Jurnal Integrasi Proses Vol. 1 No. 4 Mei 2016
JURNAL INTEGRASI PROSES Website: http://jurnal.untirta.ac.id/indeks.php/jip
PENGARUH JUMLAH ASAM SALISILAT DALAM PEMBUATAN ASPIRIN ASEP KURNIAWAN DINI HANDAYANI FINA RIFQIYANI M. FAISAL M IRFAN AL GIFARI M. IRVAN FIKRI Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Jendral Sudirman, KM 3, Kota Cilegon, Banten, Indonesia Telp: (0254)372261 Faximile: (0254)395440 Email:
[email protected] ABSTRAK Aspirin adalah obat yang terjual bebas tanpa resep dokter dan merupakan obat dengan penggunaan yang tinggi. Aspirin cepat didestilasi oleh esterase dalam tubuh, menghasilkan salisilat yang mempunyai efek anti-inflamasi, antipiretik dan atau analgesik. Aplikasi dari aspirin yaitu digunakan sebagai obat analgesic, antipiretik, dan anti-inflamasi. Variasi yang digunakan pada percobaan ini adalah perbedaan massa asam salisilat yang digunakan. Variasi 1 menggunakan asam salisilat sebanyak 1,75 gram dan variasi 2 menggunakan asam salisilat sebanyak 2 gram. Aspirin yang diperoleh dari variasi 1 sebesar 0,9 gram dengan titik leleh 124 oC dan kandungan aspirin sebesar 4,86 grains sedangkan hasil yang diperoleh dari variasi 2 sebesar 2,2 gram dengan titik leleh 68 oC dan kandungan aspirin sebesar 2,5 grains. Dari kedua percobaan yang telah dilakukan, variasi 1 mendekati aspirin pada umumnya. Kata Kunci : Esterifikasi, Kristalisasi, Massa, Rekristalisasi
ABSTRACT Aspirin is a drug that is sold freely without a prescription and is a drug with high usage. Aspirin quickly distilled by esterase in the body, producing salicylate which has the effect of antiinflammatory, antipyretic or analgesic. Application of aspirin is used as an analgesic drug, antipyretic and anti-inflammatory. Variations used in these experiments are mass differences salicylic acid used. Variation 1 uses as much as 1.75 grams of salicylic acid and salicylic acid variation 2 using 2 grams. Aspirin is derived from one variation of 0.9 grams with a melting point of 124oC and aspirin content of 4.86 grains while the results obtained from the second variation of 2.2 grams with a melting point of 68oC and aspirin content of 2.5 grains. From these two experiments have been conducted, variation 1 approaching aspirin in general. Keyword : Esterification, Crystallization, Mass, Recrystallization 1.
PENDAHULUAN
Penggunaan obat saat ini semakin lama semakin berkembang. Banyak obat yang telah
dikembangkan untuk menjadi suatu obat yang lebih baik untuk dikonsumsi. Salah satunya penggunaan asam salisilat. Dahulu asam salisilat ditemukan pada pohon willow. Asam
Jurnal Integrasi Proses Vol. 1 No. 4 Mei 2016
salisilat ini digunakan oleh banyak orang sebagai antipiretik, tetapi obat ini memiliki sifat yang keras pada tubuh (efek negatif) saat dikonsumsi sehingga dikembangkannya asam salisilat ini menjadi asam asetil salisilat (aspirin) yang lebih aman untuk dikonsumsi. Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam keadaan bebas di alam, jadi untuk memperolehnya perlu sintesa. Sintesa yang dimaksud adalah reaksi kimia antara asam salisilat dengan asetat anhidrida dengan katalis asam untuk membentuk suatu senyawa baru yaitu aspirin. Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan antiinflamasi. Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Tidak dapat dipungkiri bahwa obat-obatan yang paling banyak dipakai di dunia adalah turunan dari asam benzoate, asam o-hidroksi benzoate atau asam salisilat yang dibuat dari fenol dan karbondioksida. Meskipun cara kerja yang tepat dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik efek-efek berguna dari ester-ester dari asam ini telah diketahui sejak dahulu. Dalam penelitian sintesis aspirin ini, reaksi yang digunakan dalam pembuatannya adalah reaksi esterifikasi. Esterifikasi adalah reaksi pengubahan dari suatu asam karboksilat dan alkohol menjadi suatu ester dengan menggunakan katalis asam. Ester adalah suatu senyawa yang mengandung gugus –COOR dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Sebagai mahasiswa Teknik Kimia, kedepannya kita harus dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam hal ini kebutuhan obat-obatan yakni aspirin. Dalam proses sintesa aspirin pun diberikan perlakuan-perlakuan yang dimana perlakuan tersebut bertujuan untuk menghasilkan produk yang terbaik dan tidak menimbulkan efek samping bagi pengkonsumsi obat ini, seperti penambahan asam salisilat dan lain sebagainya. Dalam pembuatan aspirin, kita
harus memahami beberapa faktor yang mempengaruhi hasil yang didapatkan serta proses yang berbeda.
2. FUNDAMENTAL TEORI Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia.[1] Asam salisilat (o-hidroksi asam benzoat) merupakan senyawa bifungsional, yaitu gugus fungsi hidroksil dan gugus fungsi karboksil. Dengan demikian asam salisilat dapat berfungsi sebagai fenol (hidroksi benzena) dan juga berfungsi sebagai asam benzoat. Baik sebagai asam maupun sebagai fenol, asam salisilat dapat mengalami reaksi esterifikasi. Bila direaksikan dengan anhidrida asam akan mengalami reaksi esterifikasi menghasilkan asam asetil salisilat (aspirin). Apabila asam salisilat direaksikan dengan alkohol (metanol) juga mengalami reaksi esterifikasi menghasilkan ester metil salisilat (minyak gandapura).[2] Aspirin digunakan sebagai analgesik untuk nyeri dari berbagai penyebab (sakit kepala, nyeri tubuh, arthritis, dismenore, neuralgia, gout, dan sebagainya), dan untuk kondisi demam, Aspirin juga berguna dalam mengobati penyakit rematik, dan sebagai anti-platelet (untuk mengencerkan darah dan mencegah pembekuan darah) dalam arteri koroner (jantung) dan di dalam vena pada kaki dan panggul. Asetilasi merupakan proses penggantian atom H pada gugus -OH atau -NH 3 oleh gugus asetil. Zat pengasetelasi yang umum ialah anhidra asetat, asetil klorida, dan ketena mulyono.Reaksi asetilasi ini merupakan reaksi yang setimbang. Reaksi asetilasi sama dengan
Jurnal Integrasi Proses Vol. 1 No. 4 Mei 2016
reaksi esterifikasi, yaitu reaksi antara alkohol dan asam sehingga dihasilkan suatu ester dan air.[3] Ester merupakan turunan asam karboksilat yang gugus – OH dari karboksilnya diganti dengan gugus – OR dari alkohol. Ester dapat dibuat dari asam dengan alkohol, atau dari anhidrida asam denga alcohol.Suatu ester asam karboksilat merupakan suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2R dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril.Alkohol dengan asam karboksilat dan turunan asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat.Reaksi ini disebut reaksi esterifikasi.[3] Dalam pembuatan aspirin ini, digunakan asam sulfat. Asam sulfat sendiri berfungsi sebagai katalis yang dapat membantu mempercepat reaksi yang terjadi antara asam salisilat dengan anhidrida asetat. Asam sulfat ini dapat menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi yang terjadi akan lebih cepat dibandingkan tanpa menggunakan asam sulfat. Selain itu, dalam pembuatan aspirin ini digunakan pula asam anhidrida asetat karena anhidrida asetatm emiliki gugus asetil yang merupakan leaving group yang lebih baik,selain itu anhidrida asetat lebih reaktif jika dibandingkan dengan asam asetat. Asetat anhidrat (CH3CO)2O merupakan larutan aktif, tidak berwarna, serta memiliki bau yang tajam. Asetat anhidrat digunakan dalam pembuatan cellulose asetate, serat asetat, obat-obatan, aspirin, dan berperan sebagai pelarut dalam penyiapan senyawa organik.[3] Asetat anhidrat memiliki berbagai macam kegunaan antara lain sebagai fungisida dan bakterisida, pelarut senyawa organik, berperan dalam proses asetilasi, pembuatan aspirin, dan dapat digunakan untuk membuat acetylmorphine. Asam asetat anhidrat paling banyak digunakan dalam industri selulosa asetat untuk menghasilkan serat asetat, plastik serat kain dan lapisan.
atau suatu lelehan. Disamping untuk pemisahan bahan padat dari larutan, kristalisasi juga sering digunakan untuk memurnikan bahan padat yang sudah berbentuk kristal. Proses pemurnian ini disebut kristalisasi ulang atau rekristalisasi. Jika suatu larutan senyawa tersebut dijenuhkan dalam keadaan panas dan kemudian didinginkan, senyawa terlarut akan berkurang kelarutannya dan mulai mengendap, membentuk kristal yang murni dan bebas dari pengotor. Kemurnian zat ini disebabkan oleh pertumbuahan kristal zat telarut, sehingga zazat ini dapat dipisahkan dari pengotornya. Sebagian materi padat baik alami maupun buatan terdapat dalam bentuk kristal. Pembentukkan kristal itu sendiri terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah nukleasi primer atau pembentukkan inti, yaitu tahap dimana kristal-kristal mulai tumbuh namun belum mengendap. Tahap ini membutuhkan keadaan superjenuh dari zat terlarut. Saat larutan didinginkan, pelarut tidak dapat menahan semua za-zat terlarut, akibatnya molekulmolekul yang lepas dari pelarut saling menempel dan mulai tumbuh menjadi inti kristal. Semakin banyak inti-inti yang bergabung, maka akan semakin cepat pula pertumbuhan kristal tersebut.Tahap kedua setelah nukleasi primer adalah nukleasi sekunder. Pada tahap ini petumbuhan kristal semakin cepat, yang ditandai dengan saling menempelnya inti-inti menjadi kristal-kristal padat[4]
Metode yang digunakan pada pembuatan aspirin ini yaitu kristalisasi dan rekristalisasi. Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu larutan
Bahan
3. METODE PERCOBAAN ALAT DAN BAHAN Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah gelas beker, gelas ukur, bunsen, kaca arloji, erlenmeyer, dan corong Hirsch.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah anhidrida asetat, asam salisilat, asam sulfat, NaOH, minyak, indikator
Jurnal Integrasi Proses Vol. 1 No. 4 Mei 2016
fenolftalein, dan etanol. Variasi yang dipakai pada percobaan ini adalah variasi bahan dengan bahan utama asam salisilat 1,75 gr untuk variasi pertama dan 2 gr untuk variasi kedua.
PEMBAHASAN No
Data Percobaan
PROSEDUR PENELITIAN Pembuatan Aspirin Memasukkan asam salisilat sesuai dengan variasi, 4 ml anhidrida asetat dan 6 tetes asam sulfat ke dalam erlenmeyer, kemudian menyelupkan kedalam penangas air pada suhu 60-70oC selama 20 menit. Kemudian dibiarkan 10 menit, lalu tambahkan air 10 ml dan masukkan ke dalam panci berisi es selama 30 menit. Kemudian jika terbentuk Kristal, menyaring Kristal dengan corong Hirsch. Kemudian memasukkan produk aspirin kedalam Erlenmeyer dan menambahkan 5ml etanol dan 10 ml lalu dipanaskan selama 20 menit. Kemudian dibiakan selama 5 menit lalu masukkan kembali ke panci yang berisi es selama lebih dari 30 menit. Jika kristalisasi sudah sempurna menyaring dengan corong Hirsch. Kemudian produk dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu menimbang berat aspirin yang didapat. Penentuan Titik Leleh Menyiapkan tabung kapiler, kemudian mengisinya dengan produk aspirin. Memasang melting blok dan mengisinya dengan minyak. Memasukan pipa kapiler yang sudah diikit pada termometer kedalam melting blok. Memanaskan dengan bunsen. Jika semua sampel telah berubah fasa, maka kita mencatat trayek titik lelehnya. Penentuan Kandungan Aspirin Siapkan bahan-bahan seperti 0,25 gram sampel, 10 ml etanol, 6 tetes indikator PP, dan 50 ml aquades. Setelah itu dititrasi menggunakan NaOH 0,1M yang terdapat di dalam buret. Titrasi hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Lalu mencatat volume NaOH
Hasil Percobaan Variasi 1
Variasi 2
SNI
1
Massa Aspirin
0,9 gram
2,2 gram
-
2
Titik Leleh Aspirin
124oC
68oC
139 oC
3
Kandunga n Aspirin
4,86 grains
2,5 grain s
5 grai ns
Tabel 1 Hasil Percobaan Aspirin merupakan obat analgesik, antipiretik dan anti inflamasi. Percobaan ini menggunakan bahan baku asam salisilat. Asam salisilat memiliki gugus karboksilat dan gugus fenol, namun pada percobaaan ini asam salisilat bertindak sebagai gugus fenol. Bahan selanjutnya yaitu menggunakan anhidrida asetat yang berfungsi sebagai gugus karboksilat untuk membentuk reaksi esterifikasi dengan gugus fenol dari asam salisilat. Adapun reaksi esterifikasi ini menggunakan katalis asam sulfat pekat. Penggunaan katalis asam kuat dinilai lebih efektif karena lebih mudah bereaksi dan lebih mempercepat reaksi pada esterifikasi. Asam sulfat juga selain sebagai katalis berfungsi sebagai zat penghidrasi yang dapat menarik H2O pada proses esterifikasi ini. Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh massa aspirin untuk variasi 1 yaitu 0,9 gram aspirin dan variasi 2 diperoleh 2,2 gram. Sedangkan pada uji titik leleh variasi 1 memperoleh titik leleh aspirin 124oC sedangkan untuk variasi 2 memperoleh titik leleh aspirin 68oC. Adapun kandungan aspirin pada variasi 1 adalah 4,86 grains dan variasi 2 adalah 0,162 grains. Perbedaan yang cukup signifikan ini diakibatkan karena beberapa faktor. Faktor utama adalah perbandingan variasi massa asam salisilat. Perbedaan dalam perbandingan bahan
Jurnal Integrasi Proses Vol. 1 No. 4 Mei 2016
dapat mempengaruhi hasil reaksi. Jika perbandingan antarbahan tepat maka hasil yang diperoleh akan baik, begitupun sebaliknya. Faktor berikutnya adalah pengadukan. Pengadukan antara variasi 1 dan variasi 2 mengalami perbedaan. Hal ini terjadi karena pengadukan dilakukan secara manual sehingga kecepatan pengadukan tidak konstan dan tidak akurat. Hal ini menyebabkan reaksi tidak terjadi secara sempurna. Reaksi yang tidak sempurna ini akan mempengaruhi lamanya proses kristalisasi dan rekristalisasi. Faktor yang selanjutnya adalah pemanasan. Pemanasan sangat berperan dalam pembuatan aspirin, karena pemanasan digunakan untuk dapat mempercepat tumbukan antar partikel sesuai dengan teori penumbukan, sehingga reaksi yang terjadi akan menjadi optimum. Namun pemanasan memiliki batas pada pembuatan aspirin. Pada percobaan ini batas optimal untuk pembuatan aspirin adalah 6070oC. Hal ini dikarenakan suhu optimum pada katalis H2SO4 adalah sekitar 60-70oC, jika melebihi dari itu maka katalis akan rusak dan reaksi yang terjadi tidak optimal. Pada percobaan ini, suhu yang digunakan tidak konstan sehingga produk aspirin yang didapat pada variasi 1 hanya sedikit karena reaksi yang terjadi tidak optimal. Setelah proses pengadukan selanjutnya yaitu pendinginan. Proses pendinginan ini berfungsi agar terjadi proses kristalisasi secara baik. Adapun metode kristalisasi yang digunakan adalah kristalisasi pemanasan-pendinginan. pendinginan berfungsi untuk mengurangi kelarutan senyawa yang terlarut dalam keadaan panas sehingga akan terjadi pengendapan dan terbentuk kristal. Setelah kristalisasi kemudian penyaringan menggunakan penyaring hirsch. Penggunaan penyaring hirsch dinilai lebih efisien karena menggunakan prinsip perbedaan tekanan dengan menghisap udara dari dalam.
Gambar 1. Produk aspirin yang didapat Pada variasi 1 titik leleh yang diperoleh 124oC sedangkan untuk variasi 2 diperoleh sebesar 68oC, adapun menurut literatur titik leleh aspirin 139oC. Terjadi perbedaan yang signifikan terutama pada variasi 2 terhadap literatur. Hal ini disebabkan karena pada pengujian titik leleh, sampel aspirin tidak mengisi penuh tabung kapiler sehingga ketika proses pengujian aspirin lebih cepat meleleh. Selanjutnya pada pengujian kadar aspirin, kadar yang didapat pada variasi 1 sebesar 4,86 gram sedangkan untuk variasi 2 sebesar 0,162 gram. Menurut literatur, kadar aspirin minimal sebesar 5 grains (1 grain = 0,0648 gram). Pada sampel variasi 1 dan sampel variasi 2 terdapat perbedaan dengan literatur. Perbedaan ini disebabkan karena sampel variasi 2 belum mencapai titik akhir titrasi, dimana warna yang dihasilkan masih dapat berubah kembali menjadi bening. Massa asam salisilat mempengaruhi hasil aspirin, namun bukan berarti semakin banyak massa asam salisilat yang digunakan, semakin baik aspirin yang didapat. Produk aspirin akan semakin baik jika perbandingan massa setiap bahannya tepat. Pada percobaan ini, perbandingan massa yang paling baik terdapat pada variasi 2 yaitu 2 gram asam salisilat dengan 4 ml anhidrida asetat dan 6 tetes H2SO4 dengan produk aspirin yang dihasilkan sebesar 2,2 gram, namun kualitas aspirin yang didapat pada variasi 2 jauh dari aspirin menurut literatur. KESIMPULAN
Jurnal Integrasi Proses Vol. 1 No. 4 Mei 2016
Berdasarkan dua percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa massa asam salisilat mempengaruhi hasil aspirin. Lebih tepatnya perbandingan massa bahan yang tepat akan menghasilkan produk yang baik. Pada percobaan ini produk dengan variasi asam salisilat 2 gram, anhidrida asetat 4 gram dan asam sulfat 6 tetes lebih banyak menghasilkan produk meskipun kualitas aspirin masih jauh dari literatur.
[1]
Groggin, P.H. 1985. Unit Processes in Organic Synthesis. Mac, Grow Hill Book Company Inc. New York [2]
Kirk, R.E, 1981, “Encyclopedia of Chemical Engineering Technology”, halaman 160 [3]
Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting :Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Halaman 540-541. [3]
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, Ralph J.danFessenden, Joan S. 1991.Kimia Organik. Erlangga, Jakarta. [4]
Austin,1984. Shreve’s Chemical Process Industries5th ed. McGraw- Hill Book Co: Singapura.