Jenis Malpraktek dan Sanksi
June 12, 2019 | Author: Elma Farisah | Category: N/A
Short Description
Jenis Malpraktek dan Sanksi...
Description
LO 2 Jenis-Jenis Malpraktik
Jenis-Jenis malpraktek adalah malpraktek etik dan yuridis. Malpraktek etik adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran, sedangkan etika kedokteran yang dituangkan dalam kode etik kedokteran Indonesia ( KODEKI) merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter. 1) Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Penegakan Hukum Terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan dokter yang memiliki resiko medik. Kemajuan tekhnologi kedokteran yang sebenarnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyaman bagi pasien dan membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan lebih cepat, ternyata memberikan efek samping yang tidak diinginkan seperti penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran yang merupakan malpraktek etik adalah: a) Dibidang diagnostic Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara teliti. Namun karena laboratorium memberika janji untuk memberikan hadiah kepada dokter yang mengirim pasiennya, maka dokter kadangkadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah tersebut. b) Dibidang terapi Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji kemudahan yang akan di peroleh dokter bila mau mengggunakan obat tersebut, kadangkadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam memberika terapi kepada pasien, orientasi berdasarkan janji-janji pabrik obat yang sesungguhnya s esungguhnya tidak t idak sesuai dengan indikasi yang diperlukan pasien juga merupakan malpraktek etik. Adapun yang dimaksud dengan etik kedokteran ini mempunyai dua sisi dimana satu sisi saling terkait dan saling pengaruh mempengaruhi, yaitu etik jabatan atau medical ethics, ethics, yang menyangkut masalah yang berhubungan dengan sikap para dokter terhadap sejawatnya,
sikap dokter terhadap pembantunya dan sikap dokter terhadap masyarakat. Sedangkan etik asuhan atau ethics of the medical care, yaitu merupakan etik kedokteran dalam kehidupan sehari-hari mengenai sikap dan tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi tanggung jawabnya. Pelanggaran terhadap terhadap ketentuan Kode Etik Kedokteran ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata, tetapi ada juga merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum yang dikenal dengan istilah pelanggaran etikologal. Lebih lanjut bentuk-bentuk pelanggaran etik kedokteran adalah sebagai berikut : a. Pelanggaran etik murni : (1) Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi; (2) Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya (melanggar Pasal 16 Kodeki); (3) Memuji diri sendiri di hadapan pasien (melanggar Pasal 4 huruf a Kodeki); (4) Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri (pelanggaran Pasal 17 Kodeki) b. Terhadap pelanggaran etikolegal antara lain : (1) Pelayanan dokter di bawah standar; (2) Menerbitkan surat keterangan palsu (melanggar Pasal 7 Kodeki sekaligus Pasal 267 KUHP); (3) Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter (melanggar Pasal 13 Kodeki dan Pasal 322 KUHP) ; (4) Tidak pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (5) Abortus provokatus ; (6) Pelecehan seksual (7) Tidak mau melakukan pertolongan darurat kepada orang yang menderita (melanggar Pasal 14 Kodeki dan Pasal 304 KUHP).
2) Malpraktek Yuridis
a. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice) Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad ), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien. Wanprestasi (Pasal 1239 KUHPerdata). Dalam hal ini dokter tidak memenuhi kewajibannya yang timbul dari adanya suatu perjanjian (tanggung jawab kontraktual). Dalam arti harfiah adalah prestasi yang buruk (Subekti, 1985: 45) yang pada dasarnya melanggar isi / kesepakatan dalam suatu perjanjian / kontrak oleh salah satu pihak. Bentuk pelanggaran dalam wanprestasi sebagai berikut : (a) Tidak memberikan prestasi sama sekali sebagaimana yang diperjanjikan; (b) Memberikan prestasi tidak sebagaimana mestinya, tidak sesuai kualitas atau kuantitas dengan yang diperjanjikan; (c) Memberikan prestasi tetapi sudah terlambat tidak tepat waktu sebagaimana yang diperjanjikan ; (d) memberikan prestasi yang lain dari yang diperjanjikan. Di lihat dari transaksi terapeutik dimana kewajiban atau prestasi dokter yang harus dijalankan pada pasien adalah perlakukan medis yang sebaik-baiknya dan secermatcermatnya sesuai dengan standar profesi medis atau standar prosedur operasional. Maka wanprestasi dokter terjadi karena melanggar standar profesi medis atau standar prosedur operasional sehingga memberikan pelayanan medis pada pasien tidak sebagaimana mestinya, dan/atau memberikan prestasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien. b. Malpraktek Pidana Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.
Malpraktek pidana (criminal malpraktek) ada tiga (3) bentuk yaitu: 1. kesengajaan adalah aborsi tanpa indikasi medik, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan kepada seseorang yang dalam keadaan emergensi meskipun dia tahu tidak ada dokter lain yang menolongnya, menerbitkan surat keterangan dokter yang benar, membuat visum et revertum yang tidak benar, memberikan keterangan yang tidak benar disidang pengadilan dalam kapasitasnya sebagai ahli 2. kecerobohan seperti melakukan tindakan medik yang tidak lege artis, melakukan tindakan medik tanpa informed consent. 3. Kealpaan seperti, kurang hati-hati sehingga meningalkan gunting dalam perut pasien, kurang hati-hati menyebabkan pasien luka-luka, kurang hati-hati sehingga menyebabkan pasien meninggal dunia. Pelanggaran dokter dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan yang memenuhi aspek hukum pidana apabila memenuhi syarat-syarat tertentu dalam tiga aspek, yaitu (Bambang Tri Bawono, 2011: 3): 1) Syarat dalam sikap batin dokter Sikap batin adalah sesuatu yang ada dalam batin sebelum seseorang berbuat. Sesuatu yang ada dalam alam batin ini dapat berupa kehendak, pengetahuan, pikiran, perasaan dabn apapun yang melukiskan keadaan batin seseorang sebelum berbuat. Dalam keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan mengarahkan dan mewujudkan sikap batinnya ke dalam perbuatan-perbuatan. Apabila kemampuan mengarahkan dan mewujudkan alam batin ke dalam perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang, hal itu disebut kesengajaan. Namun apabila kemampuan berpikir, berperasaan dan berkehendak itu tidak digunakan sebagaimana mestinya dalam melakukan suatu perbuatan yang pada kenyataannya dilarang, maka sikap batin tersebut dinamakan kelalaian (culpa). Sebelum melakukan perlakuan medis diwujudkan oleh dokter , ada tiga arah sikap batin dokter yaitu : a. Sikap batin mengenai wujud perbuatan (terapi) ; b. Sikap batin mengenai sifat melawan hukum perbuatan ; c. Sikap batin mengenai akibat dari wujud perbuatan. 2) Syarat dalam perlakuan medis.
Perlakuan medis, yakni wujud dan prosedur serta alat yang digunakan dalam pemeriksaan untuk memnperioleh data-data medis, menggunakan data-data medis dalam mendiagnosis, cara atau prosedur dan wujud serta alat terapi, bahkan termasuk pula perbuatan-perbuatan dalam perlakukan pasca terapi. Syarat lain dalam aspek ini adalah kepada siapa perlakuan medis itu diberikan dokter. Berarti untuk kasus konkrit tertentu kadang diperlukan syarat lain, misalnya kepatutan dan pembenaran dari sudut logika umum. Misalnya, salah dalam menarik diagnosis, tetapi perbuatan itu dapast dibenarkan apabila ada alasan pembenar, misalnya fakta-fakta medis uyang ada dari sudut kepatutan dibenarkan untuk menarik kesimpulan diagnosis itu. 3) Syarat mengenai hal akibat. Akibat yang boleh masuk pada lapangan malpraktek kedokteran harus akibat yang merugikan pihak yang ada hubungan hukum dengan dokter. Sifat akibat dan letak hukum pengaturannya menentukan kategori malpraktek kedokteran antara malpraktek pidana atau perdata. Dari sudut hukum pidana akibat yang merugikan masuk dalam lapangan pidana apabila jenis kerugian disebut dalam rumusan kejahatan menjadi unsur tindak pidana akibat kematian atau luka merupakan unsur dalam ketentuan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHPidana dan masuk kategori malpraktek pidana. Meskipun demikian untuk dapat dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum / bersifat melawan hukum, masih diperlukan adanya syarat yaitu orang tersebut melakukan perbuatan itu memenuhi unsur-unsur kesalahan, baik itu berupa kesengajaan ataupun kelalaian.
LO 5 Penegakan Hukum Terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan dokter yang memiliki resiko medik .
Di dalam KUHP, perbuatan yang menyebabkan orang lain luka berat atau mati yang dilakukan secara tidak sengaja dirumuskan didalam Pasal 359 dan 360. Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan 360 adalah sebagai berikut: 1. Adanya unsur kelalaian (kulpa) 2. Adanya wujud perbuatan tertentu 3. Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain 4. Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu. Demikian pula jika kita bandingkan antara resiko medik dengan malpraktek medik. Baik pada resiko medik dan malpraktek medik terkandung unsur 2,3 dan 4 yaitu ada wujud perbuatan tertentu yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien, perbuatan tersebut sama-sama berakibat luka berat maupun matinya orang lain ada hubungan kasual. Tetapi ada satu unsur yang berbeda dari resiko medik dengan melpraktek medik, yaitu pada resiko medik ditemukan unsur kelalaian, sedangkan pada malpraktek medik jelas ditemukan adanya unsur kelalaian (Isfandyarie, 2005). Selain itu, khusus didalam pelayanan kesehatan, kelalaian juga dikaitkan dengan pelayanan yang tidak memenuhi (dibawah) standar profesi (standar pelayanan medis) yang dalam prakteknya juga perlu digunakan untuk membedakan antara resiko medik dan Malpraktek medik. Kalau terhadap pasien telah dilakukan prosedur sesuai standar pelayanan medis, tetapi pasien akhirnya luka berat atau mati, ini merupakan resiko medis. sedangkan bagi pasien yang mengalami luka berat maupun kematian sebagai akibat dokter melakukan pelayanan dibawah standar medis, maka hal ini berarti terjadi malpraktek medik. Uunsur kelalaian sangat berperan dalam menentukan dipidana atau tidaknya seorang dokter dan kelalaian dalam bidang kedokteran sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan standar profesi dokter. Tidak hanya unsur kelalaian didalam resiko medik, juga mengandung arti bahwa baik pasal 359 maupun 360 KUHP tidak bisa diterapkan bagi tindakan dokter yang memiliki resiko medik, karena salah satu unsur dari pasal 359 maupun 360 KUHP tidak dipenuhi didalam resiko medik (Isfandyarie, 2005).
Selain itu, tindakan dokter terhadap pasien juga mempunyai alasan pembenar sebagaimana disebutkan dalam pasal 50 KUHP dan pasal 51 ayat 1 KUHP. Sedangkan untuk dapat dipidananya suatu kesalahan yang dapat diartikan sebagai pertanggungjawaban dalam hukum pidana haruslah memenuhi 3 unsur, sebagai berikut: 1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada petindak artinya keadaan jiwa petindak harus normal. 2. Adanya hubungan batin antara petindak dengan perbuatannya yang dapat berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa). 3. Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau pemaaf. Dengan demikian, agar suatu tindakan medis tidak bersifat melawan hukum, maka tindakan tersebut harus: 1.
Dilakukan sesuai dengan standar profesi kedokteran atau dilakukan secara lege artis, yang tercermin dari: a. Adanya indiikasi medis yang sesuai dengan tujuan perawatan yang konkrit b. Dilakukan sesuai dengan prosedurr ilmu kedokteran yang baku
2.
Dipenuhinya hak pasien mengenai informed consent
(Pontoh, 2013)
Pengaturan pertanggungjawaban hukum dokter terhadap pasien jika terjadi malpraktek
Kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesi yang tercantum dalam pasal 54 dan 55 UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, berbunyi sebagai berikut: Pasal 54 : (1)
Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2)
Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis disiplin tenaga kesehatan.
(3)
Ketentuan mengenai pembentukan, tugas,fungsi dan tatakerja Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan keputusan pengadilan.
Pasal 55 : (1)
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
(2)
Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Dari pasal 54 dan 55 tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa sanksi terhadap malpraktek medik adalah dikenakannnya tindakan disiplin yang ditentukan oleh majelis disiplin tenaga kesehatan kepada dokter yang menurut penilaian Majelis tersebut telah melakukan kelalaian. Sedangkan mengenai ganti rugi yang harus dipenuhi dokter yang bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur tentang ganti rugi dapat mengacu pada kitap undang-undang Hukum Perdata (Isfandyarie, 2005). Jika sidang pemeriksaan disiplin dokter atau dokter gigi selesai maka Majelis akan menetapkan keputusan terhadap teradu. Keputusan tersebut dapat berupa : a.
Dinyatakan tidak melakukan pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi
b.
Pemberian sanksi disiplin, berupa : 1. Peringatan tertulis 2. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan, yang dapat dilakukan dalam bentuk : a) Reedukasi formal di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi b) Reedukasi nonformal yang dilakukan dibawah supervise dokter atau dokter gigi tertentu di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi yang terakreditasi, fasilitas pelayanan kesehatan dan jejaringnya, atau fasilitas pelayanan kesehatan lain yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun 3. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP yang bersifat : a) Sementara paling lama 1 (satu) tahun
b) Tetap atau selamanya c) Pembatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmua kedokteran atau kedokteran gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran (Mangkey, 2014). Sanksi dalam hukum pidana pada dasarnya adalah sanksi yang berupa penyiksaan atau pengekangan kebebasan terhadap pelaku tindak pidana. Dengan harapan setelah menjalani sanksi pidana akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku atau ada unsur preventif terhadap orang lain (masyarakat). Pasal 359: ”Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selamalamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.” Pasal 360: 1) Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun 2) Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak adapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggitingginya Rp. 4.500,00. Berdasarkan skenario sanksi malpraktek yang dapat dikenakan kepada dokter tersebut adalah sanksi pidana, perdata, dan etik. a. Sanksi pidana : pasien merasa telah dirugikan karena wajahnya menjadi berubah. Bila pasien tersebut merasa telah timbul kecacatan pada dirinya akibat pemasangan gigi tiruan jembatan, maka dokter tersebut dapat di tuntut berdasarkan KUHP pasal 360 ayat 1 “Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selamalamanya satu tahun”. b. Sanksi pidana : bila setelah pemeriksaan dan penyidikan terbukti bahwa dokter tersebut sebelumnya telah mengetahui adanya kesalahan pada gigi tiruan tersebut dan tetap memasangkannya ke mulut pasien tanpa mengatakan hal yang sejujurnya atau memberi penjelasan, maka dokter dapat dikenakan hukum pidana karena telah memenuhi salah satu unsur dari sanksi pidana itu sendiri, yaitu unsur kesengajaan.
c. Sanksi perdata : setelah pemasangan ibu tersebut merasa tidak puas dengan hasilnya karena tidak sesuai dengan keterangan yang telah diberikan dokter sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan adanya wanprestasi yang menyebabkan dokter tersebut dapat dikenakan sanksi per data yaitu KUHP pasal 360 ayat 2 “Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama - lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama - lamanya enam bulan atau hukuman denda setinggi tingginya Rp 4500”. d. Sanksi imaterial: karena pasien merasa malu akibat merasa wajahnya telah berubah, maka dokter tersebut dapat dituntut dengan tuntutan yang nilainya ditentukan oleh ibu tersebut (Hamzah, 2000).
Hamzah, Andi. 2000. KUHP dan KUHAP (Edisi digabungkan dalam satu buku). Rineka Cipta. Jakarta. Isfandyarie, Anny. 2005. Malpraktek dan Resiko Medik . Prestasi Pustaka: Jakarta. Mangkey, M. D. 2014. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN MEDIS . Lex et Societatis, Vol. II(8) Pontoh, Mohammad Rizky. 2013. PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP RESIKO MEDIK DAN
MALPRAKTEK DALAM PELAKSANAAN TUGAS DOKTER . Lex
Crimen Vol. II/No. 7/November/2013
View more...
Comments