Jenis Dan Genesa Metamorf

December 7, 2017 | Author: Ahmad Rifai Pamone | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

tugas pbm...

Description

Tugas Makalah Mata Kuliah Petrogenesa Batuan Metamorf

“Jenis Batuan Metamorf dan Genesa Batuan Metamorf”

Oleh, Kelompok 3

Ahmad Rifai Fachruddin (F1G1 13 020) Wiwid (F1G1 13 061)

Jurusan Teknik Geologi Fakultas Ilmu Dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo Kendari 2016 i

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai rencana yang ditentukan. Makalah ini disusun sesuai dengan materi yang ada sehingga mudah untuk dipelajari oleh para pembaca. Tersusunnya makalah “Jenis Batuan Metamorf dan Genesa Batuan Metamorf” ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang turut membantu dan mendukung sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan seoptimal mungkin. Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penyusun selalu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Atas kritik dan saran kami ucapkan terima kasih.

Kendari, 7 Desember 2016 Penyusun

ii

DAFTAR ISI Halaman Judul..............................................................................................................i Kata Pengantar.............................................................................................................ii Daftar Isi........................................................................................................................iii BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1 1.1 Latar Belakang...............................................................................................1 1.2 Maksud dan Tujuan........................................................................................1 1.3 Manfaat..........................................................................................................2 BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................3 2.1 Jenis Batuan Metamorf..................................................................................3 2.2 Genesa Batuan Metamorf..............................................................................4 BAB 4 KESIMPULAN....................................................................................................26 DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di kerak bumi (Ehlers and Blatt, 1982). Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C – 8000 C, tanpa melalui fase cair (Diktat Praktikum Petrologi, 2006). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adalah perubahan temperatur, tekanan dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas (Huang, 1962). Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab, antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatit dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa pada umumnya pada suhu 1500 C + 500C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg – carpholite, Glaucophane, Lawsonite, Paragonite, Prehnite atau Slitpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadi pelelehan adalah berkisar 6500C-11000C, tergantung pada jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).

1

Tekanan yang menyebabkan terjadinya suatu metamorfosa bervariasi dasarnya. Metamorfosa akibat intrusi magmatik dapat terjadi mendekati tekanan permukaan yang besarnya beberapa bar saja. Sedangkan metamorfosa yang terjadi pada suatu kompleks ofiolit dapat terjadi dengan tekanan lebih dari 30-40 kBar (Bucher & Frey, 1994). Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antara butir batuan, mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida, asam hidroklorik dan hidroflorik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membentuk reaksi kimia dan penyetimbang mekanis (Huang WT, 1962). 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud diadakannya pembuatan karya ilmiah ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah Geodinamika pada Jurusan Teknik Geologi Universitas Halu Oleo. Tujuan dari pembuatan karya ilmiah ini yaitu  Menentukan Jenis Jenis Batuan Metamorf.  Menentukan Genesa Pembentukan Batuan Metamorf. 1.3 Maanfaat Melalui karya ilmiah ini diharapkan agar mahasiswa dapat melakukan analisis mengenai jenis jenis dan genesa batuan metamorf dari Analisa yang telah dilakukan peneliti peneliti terdahulu.

BAB II PEMBAHASAN

2

2.1 JENIS BATUAN METAMORF a. Metamorf Kontak (Metamorf Termal) Batuan metamorf kontak adalah batuan yang berubah bentuk karena pengaruh suhu yang sangat tinggi. Suhu yang sangat tinggi karena letaknya dekat dengan magma, antara lain di sekitar batuan intrusi. Contohnya, batalit, stock, lakolit, sill, dan dike. Luas zona metamorfosis di sekitar batolit dapat mencapai puluhan kilometer persegi, di sekitar stock sampai ribuan meter persegi, namun di sekitar sill dan dike zona metamorfosis tersebut tidak begitu luas. Pada zona metamorfosis banyak dijumpai mineral-mineral bahan galian yang letaknya relatif teratur menurut jauhnya dari batuan intrusi. Makin jauh dari intrusi makin berkurang derajat metamorfosisnya karena temperatur makin rendah. Mineral-mineral bahan galian yang terbentuk melalui proses metamorfosis antara lain besi, timah, tembaga, dan zink (seng) dihasilkan dari batuan limestone, dan calcareous shale. b. Metamorf Dinamo (Kinetik) Batuan metamorf dinamo adalah batuan yang berubah bentuk karena pengaruh tekanan yang sangat tinggi, dalam waktu yang sangat lama, dan dihasilkan dari proses pembentukkan kulit bumi oleh tenaga endogen. Adanya tekanan dari arah yang berlawanan menyebabkan butiran-butiran mineral menjadi pipih dan ada yang mengkristal kembali, contohnya, batu lumpur (mudstone) menjadi batu tulis (slate). Jenis batuan metamorf dinamo banyak dijumpai di daerah-daerah patahan dan lipatan yang tersebar di seluruh dunia.

c. Metamorf Pneumatolistis Kontak

3

Batuan metamorf pneumatolitis kontak terbentuk karena pengaruh gas-gas dari magma. Pengaruh gas panas pada mineral batuan menyebabkan perubahan komposisi kimiawi mineral tersebut. Contoh batuan metamorf pneumatolitis kontak adalah kuarsa dengan gas borium berubah menjadi Turmalin seperti gambar di bawah ini. Batu Turmalin termasuk batu mineral semi mulia yang terkenal karena kemampuannya. Batu ini dapat membantu dalam proses detoksifikasi tubuh manusia. Turmalin termasuk salah satu mineral yang memiliki kemampuan untuk memancarkan ion negatif dan sinar inframerah jauh. Turmalin juga memiliki kemampuan untuk menjadi sumber muatan listrik sendiri. 2.2 GENESA BATUAN METAMORF Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi (3 – 20 km) yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru yang sesuai dengan lingkungan fisik baru pada tekanan ( P ) dan temperatur ( T ) tertentu. Menurut H.G.F. Winkler, 1967, metamorfisme adalah proses-proses yang mengubah mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau tanggapan terhadap kondisi fisik dan kimia di dalam kerak bumi, dimana kondisi fisik dan kimia tersebut berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesis. Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk, bisa batuan beku, batuan sedimen, ataupun batuan metamorf itu sendiri yang mengalami metamorfosa. Proses metamorfisme kadang-kadang tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar, hanya kekompakkan pada batuan saja yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam 4

keadaan padat. Apabila sampai mencapai titik lebur batuan maka proses tersebut bukan lagi proses metamorfisme tetapi proses aktivitas magma. Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan. Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme. Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain

5

untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineralmineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kirakira 500 bar. Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.

Gambar 1. memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

6

Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km. Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.

Gambar 2. memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).

7

1. Metamorfisme Metamorfisme adalah proses perubahan mineralogi batuan pada kondisi padat(solid), akibat perbedaan suhu dan tekanan pada kondisi tertentu dengan kondisi baru.Proses ini diluar proses pelapukan dan diagenesa (Wingkler, 1967 di dalam Mulyo, 2013). Jadi batuan metamorf merupakan batuan-batuan yang terbentuk dari proses perubahan batuan asal (batuan beku maupun sedimen), baik perubahan bentuk atau struktur maupun susunan mineralnya akibat pengaruh tekanan dan/atau temperatur yang sangat tinggi, sehingga menjadi batuan yang baru. Proses metamorfisme ini berlangsung dalam kondisi isokimia. Menurut Doe, 2013 Metamorfisme dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a) Metamorfisme termal Batuan metamorf yang terbentuk pada zone kontak dengan magma, intrusi maupun ekstrusi, yang memiliki tekanan 1.000 - 3.000 atm dan suhu 300°C -800°C. b) Metamorfisme dinamo Proses metamorfisme yang membentuk batuan terjadi pada daerah yang mengalami pensesaran intensif atau tekanan yang tinggi. c) Metamorfisme regional Batuan metamorf yang terbentuk dihasilkan oleh proses metamorfisme pada daerah yang luas akibat orogenesis, yang memiliki tekanan dan suhu yang tinggi.

Metamorfosa ini

dibedakan menjadi tiga yaitu: metamorfosa orogenik, burial, dan dasar samudera (oceanfloor).

8

Gambar 3. Lokasi dan tipe metamorfisme Jenis Metamorfisme Berdasarkan kenampakan hasil metamorfisme pada batuan, prosesnya dapat dikelompokkan menjadi deformasi mekanik (mechanical deformation) dan rekristalisasi kimia (chemical recrystalisation). Deformasi mekanik menghancurkan, menggerus dan membentuk foliasi. Rekristalisasi kimia, merupakan proses perubahan komposisi mineral serta pembentuk-an mineral-mineral baru, dimana H2O dan CO2 terlepas akibat kenaikan suhu. Perbedaan jenis metamorfime mencerminkan perbeda-an tingkat atau derajat kedua proses itu. a) Metamorfisme Kataklastik (Cataclastic Metamorphism) Kadang-kadang deformasi mekanik pada meta-morfisme dapat berlangsung tanpa disertai rekristalisasi kimia. Meskipun hal ini jarang terjadi namun apabila terjadi, sifatnya hanya setempat-setempat saja. Misalnya batuan berbutir kasar, granit, jika mengalami deferensial stress yang kuat, butiran mineralnya hancur dan juga menjadi halus. Deformasi ini terjadi pada batuan yang bersifat regas (britle) dan dinamakan metamorfisme kataklastik. Apabila metamofisme berlanjut maka butiran dan fragmen batuan akan menjadi lonjong (elongated), dan berkembanglah foliasi.

9

b) Metamorfisme Kontak (Contact Metamorphism) Metamorfisme kontak terjadi akibat intrusi tubuh magma panas pada batuan yang dingin dalam kerak bumi. Akibat kenaikan suhu, maka rekristalisasi kimia memegang peran utama. Sedangkan deformasi mekanik sangat kecil, bahkan tidak ada, karena stress disekitar magma relatif homogen. Batuan yang terkena intrusi mengalami pemanasan dan termetamorfosa, membentuk satu lapisan disekitar terobosan yang dinamakan aureole metamorphic, batuan ubahan. Tebal lapisan batuan ubahan pada metamorfisme kontak tergantung pada besarnya tubuh intrusi dan kandungan H2O didalam batuan yang diterobos. Misalnya pada korok atau sill lapisannya hanya beberapa meter, tetapi tanpa H 2O hanya beberapa centimeter lebarnya. Batuan metamorf kontak yang terjadi, keras terdiri dari mineral berbutir seragam dan halus yang saling mengunci (interlocking), dinamakan Hornfels. Pada terobosan besar, bergaris tengah sampai ribuan meter mempunyai energi panas jauh lebih besar dari pada terobosan kecil, dan dapat mengandung banyak uap H2O. Aureol yang terbentuk dapat sampai ratusan meter lebarnya dan berbutir kasar. Didalam aureol metamorf lebar ini yang telah dilalui cairan, terjadi zonasi himpunan mineral yang konentris. Zona himpunan mineral ini mencirikan kisaran suhu tertentu. Dekat dengan terobosan, dimana suhu sangat tinggi, dijumpai mineral-mineral anhidrous, garnet dan piroksen. Kemudian dijumpai mineral-mineral hidrous seperti amfibol dan epidot. Selanjutnya mika dan klorit, gambar 4. Zonasi himpunan-himpunan mineral tersebut tekstunya tergantung pada komposisi kimia batuan yang diterobos, cairan yang melaluinya serta suhu dan tekanan.

10

Gambar 4. Metamorfisme Kontak Metamorfisme kontak sekitar suatu intrusi porfiri granit. Komposisi batu gamping terubah oleh cairan yang keluar dari granit yang mendingin, menghasilkan metamorfisme aureole. Mineral-mineral baru membentuk satu seri kulit konsentris dalam aureole, masing-masing dengan himpunan mineral yang khas. Lanau diantara lapisan batu gamping yang impervious tidak terpengaruh kecuali bersentuhan dengan granit membentuk lapisan tipis hornfels (Skinner, 1992)

c) Metamorfisme Timbunan (Burial Metamorphism) Sedimen bersama perselingan piroklastik yang tertimbun sangat dalam pada cekungan dapat mencapai suhu 300 0 atau lebih. Adanya H2O yang terperangkap dalam pori-pori sedimen mempercepat proses rekristalisasi kimia dan membantu pembentuk-an mineral-mineral baru. Oleh karena sedimen yang mengandung air lebih bersifat cair dari pada padat, maka tegasan (stress) yang bekerja lebih bersifat homogen, bukan deferensial. Akibatnya pada metamorfisme timbunan pengaruh deformasi mekanik kecil sekali sehingga teksturnya mirip dengan batuan asalnya, meskipun himpunan mineralnya sama sekali berbeda. Ciri khas untuk metamorfisme ini adalah kelompok mineral zeolit, yang merupakan kelompok mineral berstruktur kristal polymer silikat. Komposisi kimianya sama dengan kelompok felspar, yang juga mengandung H2O. Metamorfisme timbunan merupakan tahap pertama setelah diagenesa, terjadi pada cekungan sedimen yang dalam, seperti palung-palung pada batas 11

lempeng. Apabila suhu dan tekanan naik, maka metamorfisme timbunan meningkat menjadi metamorfisme regional. d) Metamorfisme Regional Batuan metamorf yang umum dijumpai pada kerak benua dengan penyebaran yang sangat luas, sampai puluhan ribu kilometer persegi, dibentuk oleh proses metamorfisme regional. Pada metamorfisme ini melibatkan juga deformasi mekanik selain rekristalisasi kimia. Oleh karena itu batuannya memperlihatkan adanya foliasi. Batuan metamorf regional pada umumnya dijumpai pada deretan pegunungan atau yang sudah tererosi, berupa batu sabak (slate), filit, sekis dan gneiss. Deretan pegunungan dengan batuan metamof regional terbentuk akibat subduksi atau tumbukan (collision) kerak benua. Pada saat tumbukan benua, batuan sedimen sepanjang batas lempeng mengalami diferensial stress yang intensif. Dan mengakibatkan berkembangnya foliasi yang khas pada batusabak, sekis, dan gneiss. Sekis hijau dan amfibolit juga merupakan hasil metamorfisme regional, umumnya dijumpai dimana segmen kerak samudra purba yang berkomposisi basaltis bersatu dengan kerak benua dan kemudian termetamorfosa. Gambar 5 memperlihatkan bagaimana terjadinya metamorfisme regional. Saat satu segmen kerak mengalami stress, kompresi horizontal, batuan dalam kerak terlipat dan melenglung (buckling). Akibatnya kerak akan menebal pada satu tempat, seperti diperlihatkan pada gambar 5. Dasar kerak yang menebal akan terdorong lebih kedalam selubung. Akibatnya bagian dasar kerak tersebut mengalami peningkatan suhu dan tekanan, dan mineral-mineral baru mulai tumbuh. Aliran panas dari dasar keatas sangat lambat karena batuan

12

bukan penghantar panas yang baik. Pencapaian panas sangat bergantung pada kedalaman dan waktu batuan yang terbenam dalam timbunan yang menebal. Bila perlipatan dan penebalan berlangsung sangat lambat, pemanasan timbunan sesuai dengan suhu pada bagian batas mantel dan kerak (gradient geotermal benua). Sedangkan jika penimbunan berlangsung sangat cepat, seperti halnya pada daerah subduksi, sedimen tertarik dan terseret kebawah , timbunan sedimen tidak sempat mengalami pemanasan, sehingga peran tekanan lebih besar dibandingkan dengan suhu. Berdasarkan kecepatan penimbunan, dari batuan yang sama, dapat terjadi dua batuan metamorf yang berbeda, karena perbedaan suhu dan tekanan yang mempengaruhinya.

Gambar 5. Metamorfisme Regional Kompresi menyebabkan kerak terdeformasi dan menebal. Pada bagian bawah massa yang menebal terjadi metamorfose regional. (Skinner, 1992)

2. Zona Metamorfisme Derajat metamorfisme dicirikan oleh himpunan mineral baru yang tumbuh pada kondisi tertentu (derajat rendah, menengah dan tinggi). Mineral-mineral tersebut dinamakan mineral indeks, umumnya adalah klorit, biotit, garnet, staurolit, kyanit,dan silimanit. Tempat-tempat pemunculan pertama mineral indeks diplot pada peta. Garis yang menghubungkan lokasi-lokasi di awal pemunculan mineral indeks yang sama dinamakan garis-isograd. Konsep isograd banyak digunakan dalam mempelajari semua jenis 13

batuan metamorfosa. Dan daerah diantara garis isograd dalam peta dinamakan zona metamorfisme, misalnya zona-biotit dan sebagainya. 3. Fasies Metamorfisme Hasil pengamatan batuan metamorf diberbagai tempat di bumi memperlihatkan bahwa komposisi kimia batuan metamorf hanya sedikit terubah oleh proses metamorfisme. Perubahan utama yang terjadi adalah bertambah atau berkurangnya volatile, H 2O dan CO2, tetapi bahan utamanya, seperti SiO2, Al2O3 dan CaO tidak berubah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa himpunan mineral batuan metamorf dari batuan sedimen atau batuan beku ditentukan oleh suhu dan tekanan saat metamorfisme berlangsung. Berdasarkan kesimpulan ini, Pennti Eskola dari Finlandia (1915), mengusulkan konsep fasies metamorfisme. Yang intinya menyatakan bahwa dari komposisi batuan tertentu, himpunan mineral yang mencapai keseimbangan selama metamorfisme dibawah kisaran kondisi fisik tertentu, termasuk dalam fasies metamorfisme yang sama. Prinsip fasies metamorfisme, bersamaan dengan gradient geotermal dan kondisi geologi diperlihatkan dalam gambar 6.

Gambar 6. Fasies Metamorfisme

fasies metamorfis-me di plott berdasrkan suhu dan kedalaman. Kurva A merupakan gradient suhu yang khas sekitar intrusi batuan beku yang menye-babkan metamorfose kontak. Kurva B adalah gradient geotermal normal unutk benua. Kurva C adalah gradient geotermal yang berkembang di zona subduksi. Fasies zeolit berimpit dengan kondisi diagenesis pada suhu dan tekanan (Skinner, 1992). 14

Fasies metamorfisme adalah sekelompok batuan yang termetamorfosa pada kondisi yang sama yang dicirikan oleh kumpulan mineral yang tetap. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Pennti Eskola tahun 1915. Dalam hal ini, Pennti Eskola mengemukakan bahwa kumpulan mineral pada batuan metamorf merupakan karakteristik genetik yang sangat penting sehingga terdapat hubungan antara kelompok mineral dengan komposisi batuan pada tingkat metamorfosa tertentu. Dalam hal ini berarti tiap fasies metamorfik dibatasi oleh tekanan dan temperature tertentu serta dicirikan oleh hubungan teratur antar komposisi kimia dan mineralogi batuan. Fasies metamorfisme juga bisa dianggap sebagai hasil dari proses isokimia metamorfisme, yaitu proses metamorfisme yang terjadi tanpa adanya penambahan unsur-unsur kimia yang dalam hal ini komposisi kimianya tetap. Penentuan fasies metamorf dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan cara menentukan mineral penyusun batuan atau dengan menggunakan reaksi metamorf yang dapat diperoleh dari kondisi tekanan dan temperature tertentu dari batuan metamorf. Jadi, fasies metamorfisme intinya menyatakan bahwa pada komposisi batuan tertentu, kumpulan mineral yang mencapai keseimbangan selama metamorfisme di bawah kisaran kondisi fisik tertentu, termasuk dalam fasies metamorfisme yang sama. Prinsip fasies metamorfisme bersamaan dengan gradien hidrotermal dan kondisi geologi.

15

Gambar 7. Diagram Fasies Metamorf Untuk mengklasifikasikan batuan metamorf, kita dapat menggunakanklasifikasi dari perbedaan fasies. Fasies sendiri merupakan himpunan batuan yang terdiri dari sekumpulan paragenesis mineral yang terbentuk pada kondisimetamorphosis yang sama (Eskola, 1915). 4. Metasomatisme Proses metamorfisme berkaitan dengan komposisi tetap dan sejumlah cairan yang relatif sedikit. Sedikitnya cairan disebabkan volume pori-pori batuan yang termetamorf kecil, dan pelepasan H2O dan CO2 dari mineral-mineral yang termetamof berlangsung lambat dibandingkan keluar dengan segera. Oleh karena itu hanya cukup untuk proses metamorf, dan tidak cukup untuk melarutkan dan mengubah komposisi batuan. Pada kondisi tertentu perbandingan air dan batuan dapat besar, 10 : 1 bahkan sampai 100 : 1, misalnya mengalirnya cairan yang banyak melalui rekahan terbuka pada batuan.

16

Batuannya dapat terubah (altered) secara drastis oleh penambahan ion-ion baru, melarutkan batuan atau kedua-duanya. Proses dimana komposisi kimia batuan terubah oleh penambahan atau pelepasan (removal) ion-ion dinamakan metasomatisme (meta berarti berubah dan soma, dari bahasa Latin yang berarti juice). Biasanya metasomatisme berasosiasi dengan metamorfose kontak, terutama dengan batu gamping, gambar 3.4. Cairan metasomatisme yang dilepaskan magma yang mendingin, menembus batuan yang termetamorf. Karena boleh jadi cairannya membawa bahanbahan seperti silika, besi, dan magnesium dalam larutan, komposisi batu gamping yang dekat dengan magma yang mendingin dapat terubah dengan drastis, dan yang diluar jangkauan cairan tidak terubah. Tanpa adanya penambahan material, batu gamping menjadi marmer, tetapi akibat metasomatisme berubah menjadi himpunan garnet, pyroksen hijau, dinamakan diopsit dan kalsit. 5. Larutan Hidrotermal dan Cebakan Mineral Cairan yang menyebabkan metasomatisme kaya akan H 2O dan bersuhu 2500 C atau lebih dinamakan larutan hidrotermal (dari bahasa Yunani, hidro- air dan termal - panas). Larutan hidrotermal membentuk urat-urat (veins) dengan mengendapkan bahan yang terlarut seperti kwarsa atau kalsit dalam rekahan-rekahan. Selain itu dapat juga menghasilkan ubahan pada batuan yang dialirinya. Larutan hidrotermal mempunyai peranan penting dalam pembentukan cebakan mineral berharga., dengan membentuk urat-urat dan alterasi batuan. Cebakan mineral berharga hasil larutan hidrotermal lebih banyak dijumpai dari pada tipe lainnya. Komposisi utama larutan hidrotermal adalah air. Dalam airnya selalu mengandung garam-garam, sodium khlorida, potasium khlorida, kalsium sulfat, dan kalsium khloride. Kadar garam terlarut bervariasi, berkisar dari salinitas air laut, 3.5 persen berat, sampai puluhan kalinya. Larutan yang sangat ‘asin’ (barin) dapat

17

melarutkan sedikit mineral-mineral yang tampaknya tidak larut, seperti emas, khalkopyrit, galena dan sfalerit. Larutan hidrotermal terjadi dalam beberapa cara. Salah satunya adalah saat magma yang terjadi oleh peleburan parsial basah yang mendingin dan mengkristal, air yang menyebabkan peleburan parsial basah dilepaskan. Namun tidak sebagai air murni, tapi mengandung semua unsur yang dapat larut yang terdapat dalam magma, seperti NaCl, dan unsur-unsur kimia, emas, perak, tembaga, timbal, zinc, merkuri dan molybdinum, yang tidak terikat kwarsa, feldspar, dan mineral lain dengan substitusi ion. Suhu yang tinggi meningkatkan efektivitas larutan sangat asin ini untuk membentuk endapan mineral hidrotermal. Volkanisme dan panas merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu wajar bila banyak endapan mineral berasosiasi dengan batuan volkanik panas yang dimasuki air yang bersirkulasi di kedalaman, yang berasal dari air hujan atau air laut. Banyak sekali endapan mineral dijumpai pada bagian atas tumpukan volkanik, yang diendapkan saat larutan hidrotermal yang bergerak naik, mendingin dan mengendapkan mineral bijih. 6. Tektonik Lempeng, Metamorfisme dan Metasomatisme Metamorfisme regional terjadi pada batas subduksi lempeng, seperti terlihat pada gambar . Metamorfisme timbunan (burial metamorphisml) terjadi pada bagian bawah tumpukan tebal sedimen yang terakumulasi pada paparan benua (continental shelf) dan lereng benua (continental slope). Suhu dan tekanan karakteristik untuk fasies metamorfosis sekis biru dan eklogit tercapai saat batuan kerak tertarik kebawah dengan cepat oleh lempeng yang menunjam. Pada kondisi demikian tekanan naik lebih cepat dibandingkan dengan suhu dan hasilnya adalah batuan metamorf tekanan tinggi - suhu rendah, fasies metamorf sekis biru dan eklogit. Kondisi

18

karakteristik fasies metamorf sekis hijau dan amfibolit terdapat dimana kerak menebal akibat tumbukan benua atau pemanasan oleh magma yang naik. Tumbukan benua umumnya merupakan penyebab metamorfisme regional dan aktivitas magma. Magma yang menghasilkan gunung api strato terjadi oleh peleburan parsial basah kerak samudra yang menunjam. Magma juga merupakan sumber panas untuk larutan hidrotermal yang menghasilkan endapan bijih. Adanya sumber-daya mineral di bumi, adalah berkat kombinasi proses-proses magmatik, metamorfisme, dan metasomatik, yang semuanya terjadi akibat tetonik lempeng.

Gambar 8. Diagram Batas Lempeng

Diagram batas lempeng konvergen, memperlihatkan daerah-daerah metamorfisme yang berbeda. Garis putus-putus memperlihatkan kotur suhu. (1) Zona metamorfisme timbunan. (2) Zona metamorfisme sekis biru dan eklogit. Gradient geotermal C pada Gambar 3.6. (3) Zona metamorfisme sekis hijau dan amfibolit. Gradient geotermal B pada Gambar 3.6. Dan (4) Zona dimana peleburan parsial basah mulai (Skinner,

7. Proses metamorfisme Proses metamorfisme, meliputi:

19

1.

Proses perubahan fisik yang menyangkut struktur dan tekstur oleh tenaga kristaloblastik (tenaga dari sedimen-sedimen kimia untuk menyusun susunan sendiri).

2.

Proses-proses perubahan susunan mineralogi, sedangkan susunan kimianya tetap (isokimia) tidak ada perubahan komposisi kimiawi, tapi hanya perubahan ikatan kimia.

Tahap-tahap proses metamorfisme: 1.) Rekristalisasi Proses ini dibentukoleh tenaga kristaloblastik, di sini terjadi penyusunan kembali kristalkristal dimana elemen-elemen kimia yang sudah ada sebelumnya. 2.) Reorientasi Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, di sini pengorientasian kembali dari susunan kristak-kristal, dan ini akan berpengaruh pada tekstur dan struktur yang ada. 3.) Pembentukan mineral-mineral baru Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang sebelumnya sudah ada. -

Dalam metamorfosa yang berubah adalah : tekstur dan asosiasi mineral, yang tetap adalah komposisi kimia dan fase padat (tanpa melalui fase cair). b. Teksturnya selalu mereflesikan sejarah pembentukannya. c. Ditinjau dari perubahan P & T, dikenal : -

Progresive metamorfosa

: perubahan dari P & T rendah ke P & T

tinggi. -

Retrogresive metamorfosa : perubahan dari P & T tinggi ke P & T rendah.

Kondisi yang mengontrol metamorfosa/mempengaruhi rekristalisasi dan tekstur. 1. Tekanan:

20

- Tekanan Hidrostatik - Tekanan searah (stress) Di sini dikenal 2 kelompok mineral yaitu : a. Stress mineral : yaitu mineral-mineral yang tahan terhadap tekanan. Contoh : staurolit, kinit b. Anti stress mineral : yaitu mineral-mineral yang jarang dijumpai pada batuan yang mengalami stress. Contoh : olivin, andalusit 2. Temperatur : pada umumnya perubahan temperatur jauh lebih efektif daripada perubahan tekanan dalam hal pengaruhnya bagi perubahan mineralogi. Katalisator : berfungsi mempercepat reaksi, terutama pada metamorfose bertemperatur rendah. Ada 2 hal yang dapat mempercepat reaksi yaitu : (a) Adanya larutan-larutan kimia yang berjalan antar ruang butiran. (b) Deformasi batuan, dimana batuan pecah-pecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga memudahkan kontak antar larutan nimia dengan fragüenfragmen. 3. Fluid 4. Komposisi: Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda dengan batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat bahwa kenaikan tekanan atau temperatur akan mengubah mineral bila batas kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan antar butiran / kristalnya. Proses metamorfisme tidak mengubah komposisi kimia batuan. Oleh

21

karena itu disamping faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini jika tergantung pada jenis batuan asalnya. 7. Agen-agen Metamorfisme Adapun agen-agen metamorfisme yaitu: 1. Suhu (temperatur). Suhu atau temperatur merupakan agen atau faktor pengontrol yang berperan dalam proses metamorfisme. Kenaikan suhu dan temperatur dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan rekristalisasi atau pengkristalan kembali mineral-minerl dalam batuan yang telah ada dengan tidak melalui fase cair. Pada kondisi ini temperatur sekitar 350 – 1200 derajat celcius. 2. Tekanan (Pressure). Tekanan atau pressure merupakan faktor pengontrol atau agen dari proses metamorfisme. Kenaikan tekanan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan rekristalisasi pada mineral dalam batuan yang telah ada sebelumnya. Pada kondisi ini tekanan sekitar 1-10.000 bar (Jackson) = (0,9869) atm. Ada dua tipe tekanan yaitu : 1) Tekanan Statis, yaitu tekanan yang disebabkan oleh berat batuan diatasnya. Makin dalam letak batuan maka semakin besar tekanan statisnya. 2) Tekanan Dinamis, yaitu tekanan yang dihasilkan oleh pergerakan kerak bumi atau tektonisme.

22

Gambar 9. Tektonik Lempeng, Metamorfisme Dan Metasomatisme Daerah suhu dan tekanan (sesuai dengan kedalaman) dimana metamorfisme berlangsung pada kerak Pada suhu dan tekanan rendah, berlangsung diagenesa dan pelapukan (suhu dan tekanan normal). Pada suhu tertinggi , magmatisme dan metamorfisme bersamaan, tergantung kandungan H2O yang ada.

3. Cairan panas/aktivitas larutan kimia. Pori-pori pada batuan sedimen atau batuan beku terisi oleh cairan, yang merupakan larutan dari gas-gas, garam dan mineral yang terdapat pada batuan yang bersangkutan. Pada suhu tinggi cairan intergranular ini lebih bersifat uap dari pada cair, dan mempunyai peran penting dalam metamorfisme. Dibawah suhu dan tekanan yang tinggi terjadi pertukaran unsur dari larutan ke mineral-mineral dan sebaliknya. Fungsi cairan ini merupakan media transport dari larutan ke mineral dan sebaliknya, sehingga mempercepat proses metamorfisme. Dan jika tidak ada larutan atau sadikit sekali, maka metamorfisme berlangsung lambat, karena perpindahannya melalui diffusi antar mineral yang padat. Aktivitas larutan kimia juga merupakan agen dari proses metamorfisme. Adanya cairan panas/aktivitas larutan kimia dapat menyebabkan terjadinya alterasi atau perubahan pada batuan yang telah ada sebelumnya. 23

Berat dari sedimen-sedimen overburden akan berpengaruh kecil pada transformasi, selain pemadatan dan litifikasi yang termasuk cairan pelarut yang mengangkut material-material sekaligus berperan sebagai pengikat butiran di batuan sedimen. Perubahan bentuk oleh gaya geser dapat menjadi agen yang berpotensi dalam proses metamorfisme, kristal – kristal besar dan mineral berukuran kerikil akan diratakan memanjang, meratakan dan gaya ini juga merusak struktur asli mineral tersebut. Peringkatan temperatur merupakan agen yang paling berpengaruh dalam proses metamorfisme, ada tiga faktor yang menyebabkan peringkatan temperatur pada litosfer 1. Panas Bumi meningkat secara bertahap kira-kira 25-30 C untuk setiap penambahan kedalam 33-40 m 2. Efek dari panas tubuh magmatic yang dicetak dibagian dalam litosfer 3. Gesekan tektonik dalam litosfer 4. Waktu Untuk mengetahui berapa lama berlangsungnya proses metamorfisme tidaklah mudah dan sampai saat ini masih belum diketahui bagaimana caranya. Dalam percobaan di laboratorium memperlihatkan bahwa di bawah tekanan suhu tinggi serta waktu reasi yang lama akan menghasilkan kristal dengan ukuran yang besar. Dan dalam kondisi yang sebaliknya dihasilkan kristal yang kecil. Dengan demikian untuk sementara ini disimpulkan bahwa batuan berbutir kasar merupakan hasil metamorfisme dalam waktu yang panjang serta suhu dan tekanan yang tinggi. Sebaliknya yang berbutir halus, waktunya pendek serta suhu dan tekanan yang rendah. Batuan metamorf terbentuk akibat perubahan tekanan dan atau temperatur, dalam keadaan padat

serta

tanpa

merubah

komposisi

kimia

batuan

asalnya.

Proses

24

metamorfosa/malihan dipengaruhi oleh komposisi batuan asal dan kondisi metamorphosis.

BAB III KESIMPULAN 1. Jenis batua metamorf terbagi dalam tiga yaitu; Metamorf Kontak (Metamorf Termal), Metamorf Dinamo (Kinetik) dan Metamorf Pneumatolistis Kontak

25

2. Metamorfosa adalah proses rekristalisasi di kedalaman kerak bumi (3 – 20 km) yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fasa cair. Sehingga terbentuk struktur dan mineralogi baru yang sesuai dengan lingkungan fisik baru pada tekanan ( P ) dan temperatur ( T ) tertentu. Proses Metamorfisme; 

Rekristalisasi, Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini terjadi penyusunan kembali kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia yang sudah ada



sebelumnya sudah ada. Reorientasi, Proses ini

dibentuk

oleh

tenaga

kristaloblastik,

disini

pengorientasian kembali dari susunan kristal-kristal, dan ini akan berpengaruh 

pada tekstur dan struktur yang ada. Pembentukan mineral-mineral baru, Proses ini terjadi dengan penyusunan kembali elemen-elemen kimiawi yang sebelumnya telah ada.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Batuan Metamorf. https://febryirfansyah.wordpress.com/2009/08/14/ petrologibatuan-metamorf/. Hendarsyah Adang. 2013. Mengenal Batuan Metamorf/Ubahan. Setiawan Agnas. 2013. Jenis Batuan Metamorf .http://geograph88.blogspot.co.id /2013 /03 /jenisbatuan-metamorf.html. Wingman Arrows. 2015. BATUAN METAMORF. https://wingmanarrows.wordpress. com/g eological/ petrologi/batuan-metamorf/ 26

27

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF