Jawaban Tugas 3 Pendidikan Agama Islam

November 23, 2018 | Author: Muhamad Adam AbdulLah | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

agama islam...

Description

NAMA: ADAM ABDULLAH NIM

: 02 021335084

1. Jelaskan pandangan saudara tentang kontribusi agama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa! Ayat-ayat Al-Qur an yang secara langsung berkaitan dengan prinsip- prinsip dasar ‟

kekuasaan politik adalah surat An-Nisaa  ayat 58-59 yang artinya, “Sesungguhnya Allah ‟

menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hokum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesunggguhnya Allah member pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat (58). Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu kemudian jika kamu berlainan pendapat t entang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (59). Dari kedua ayat tersebut, para ulama kemudian merumuskan tentang konsep politik yang diajarkan oleh Islam. Konsep tersebut meliputi empat macam: a. Kewajiban untuk menunaikan amanah Amanat adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak l ain untuk dipelihara dan dikembalikan bila saatnya atau bila diminta pemiliknya. Amanat tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai oleh pemberinya dapat memelihara dengan apa yang telah diamanatkan tersebut. Amanah adalah termasuk menjadi cirri utama orang yang beriman karena hanya orang yang beriman yang akan selalu berusaha menunaikan amanat. Sikap amanat adalah sendi utama dalam berinteraksi sosial terutama dalam bidang politik. Artinya bahwa setiap pejabat adalah pengemban amanat. b. Perintah untuk menetapkan hukum dengan adil

Di antara kewajiban seorang yang memegang kekuasaan politik adalah menegakkan aturan-aturan hukum yang ada juga membuat aturan hukum yang mungkin belum ada. Surat Al-Maa idah ayat 49 mengungkapkan bahwa dalam menetapkan hukum harus adil. ‟

c. Perintah taat kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri

Ulil amri adalah orang atau sekelompok orang yang mendapat tugas untuk mengurusi urusan-urusan kaum muslim baik yang menyangkut ibadah, pendidikan, sosial, ekonomi, bahkan termasuk urusan hubungan luar negeridan juga pemimpin perang. Taat kepada ulil amri adalah bagian dari sikap orang yang beriman, sehingga ini menjdai bagian dari suatu ibadah. Menarik diperhatikan adalah perintah taat kepada Allah dan Rasul yang masing-masing diawali dengan kata “taatilah”, berbeda dengan ulil amri yang tidak disertai kata “taatilah”. Taat kepada Allah dan Rasul berarti taat terhadap Al-Quran dan as-Sunnah. Taat kepada ulil amri bersyarat apabila ulil amri tersebut dalam menjalankan kebijakannya mengatur urusan umat Islam tidak bertentangan dengan Al-Quran dan as- Sunnah. Ulil amri hanya boleh mengatur urusan yang belum diatur secara jelas dalam Al- Quran dan as-Sunnah misalnya, masalah system pendidikan yang baik. d. Perintah untuk kembali pada Al-Quran dan as-Sunnah Ungkapan yang secara langsung menunjukkan perintah tersebut adalah “kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al- Quran) dan Rasul (as-Sunnah). Sebuah fakta terhidang di hadapan kita bahwa tidak semua persoalan ada penjelasannya secara rinci dalam Al-Quran dan as-Sunnah. Dalam kedua sumber suci tersebut hanya memuat ketentuan-ketentuan pokok bagi kehidupan manusia. Dan harus diyakini bahwa petunjuk tersebut sudah sempurnadan dapat menjadi pegangan hidup bagi manusia. Kontribusi yang diberikan oleh agama Islam khususnya dalam kehidupan politik kehidupan politik cukup banyak. Islam secara lebih khusus dalam Al-Quran mengajarkan bahwa kehidupan politik harus dilandasi dengan empat hal yang pokok yang berkaitan dengan konsep politik yang diajarkan Islam yaitu:

a. Sebagai bagian untuk melaksanakan amanat b. Sebagai bagian untuk menegakkan hukum dengan adil c. Tetap dalam koridor taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan ulil amri d. Selalu berusaha kembali kepada Al-Quran dan as-Sunnah

Dalam kehidupan politik, Islam member kontribusi bagaimana seharusnya memilih dan mengangkat seorang yang akan diberi amanah untukk memegang kekuasaan politik yaitu, orang tersebut haruslah: a. Seorang yang benar dalam pikiran, ucapan, dan tindakannya serta jujur b. Seorang yang dapat dipercaya c. Seorang yang memiliki keterampilan dalam komunikasi d. Seorang yanbg cerdas e. Yang paling penting adalah seorang yang dapat menjadi teladan dalam kebaikan Secara naluriah manusia tidak dapat hidup secara individual. Sifat sosial pada hakikatnya adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT agar manusia dapat menjalani hidupnya dengan baik. Dalam faktanya manusia memiliki banyak perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya, di samping tentunya sejumlah persamaan. Perbedaan tersebut kalau tidak dikelola dengan baik tentu akan menimbulkan konflik dan perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat. Dari kenyataan tersebut perlu dicari sebuah cara untuk dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan. Pendekatan terbaik untuk melakukan tersebut adalah melalui agama. Secara normatif agama Islam lebih khusus Al-quran banyak memberi tuntunan dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan. Contoh konkretnya adalah kontribusi tokoh agama Islam dalam memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dengan menyetujui tidak dijadikannya Islam sebagai dasar negara. Beberapa prinsip yang diajarkan Al-Quran untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa antara lain prinsip:

a. persatuan dan persaudaraan, b. persamaan, c. kebebasan, d. tolong-menolong, e. perdamaian, f. musyawarah.

2. Di antara prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Al-quran untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa adalah prinsip persamaan, persatuan dan tolong-menolong. Jelaskan maksud masing-masing prinsip tersebut!

a. Prinsip Persatuan dan Kesatuan Bangsa Al-Quran menggambarkan persatuan dari berbagai sisi. Pertama, Al-Quran mengisyaratkan bahwa kecenderungan untuk bersatu, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi manusia. Sejak umat pertama tercipta dan menghuni dunia, saat itu pula keinginan untuk bersatu muncul. Manusia, dengan tujuan untuk melangsungkan kehidupan serta mengurangi berbagai kesulitan, saling membantu antara satu dengan yang lainnya. Tetapi, karena berbagai faktor terjadilah pertikaian dan peperangan. Dalam ajaran Islam baik Al-Quran maupun hadis kita temukan banyak petunjuk yang mendorong agar umat Islam memelihara persaudaraan dan persatuan di antara sesame warga masyarakat. Di antaranya adalah ayat yang menjelaskan bahwa pada mulanya manusia itu adalah satu umat ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 213 yang artinya, “Manusia sejak dahuluu adalah umat yang satu, selanjutnya Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan,...” Kedua, Al-Quran menjelaskan bahwa salah satu tugas kenabian adalah meluruskan perselisihan yang terjadi di tengah umat serta mengembalikannya kepada seruan Al- Quran seperti yang ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 213 yang artinya, “...dan

menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk member keputusan di antara menusia tentang perkara yang mereka perselisihkan....” Ketiga, Quran menyebutkan tentang dampak dan pengaruh persatuan. Misalnya, dengan persatuan, umat Islam akan mencapai kemenangan serta kemuliaan. Selain itu, masih banyak sisi-sisi lainnya yang dijelaskan dalam Al-Quran. Dengan terciptanya persatuan maka kemenangan dan kemuliaan umat Islam akan tercipta sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Quran. Oleh sebab itu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukan persatuan, sebab ancaman yang akan menghancurkan umat Islam sudah didepan mata. Kedatangan Islam dengan Al-Quran sebgai kitab sucinya selain mengembalikan bangsa yang terpecah kepada kepercayaan yang murni atau hanif dalam arti sesuai

fitrah kejadian manusia yang paling primordial juga mengandung misi mempersatukan indibidu-individu dalam masyarakat yang lebih besar yang disebut dengan ummah wahidah, yaitu suatu umat yang bersatu berdasarkan iman kepda Allah mengacu pada nilai-nilai kebajikan. b. Princip Persamaan Persamaan seluruh umat manusia ini dit egaskan oleh Allah dalam surat An-Nisaa



ayat 1 yang artinya, “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan menciptakan darinya pasangannya; Allah memperkembangbiakkan dari keduanya laki-laki yang banyak dan perempuan. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah pula) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah Maha mengawasi kamu.” Al-Quran begitu peduli terhadap prinsip persamaan manusia ini, sehingga karena pada dasarnya memiliki titik persamaan maka hidup dengan keadaan selalu bersatu

padu menjadi lebih baik dan lebih mudah. Ayat-ayat dan beberapa hadis menjelaskan bahwa dari segi hakikat peciptaan, manusia tidaklah berbeda. Atas dasar asal-usul kejadian manusia yang seluruhnya adalah sama, maka tidak layak seseorang atau satu golongan membanggakan diri terhadap yang lain atau menghinanya. Prinsip persamaan merupakan bagian dari upaya agar manusia dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik. Namun demikian, bukan berarti bahwa manusia harus seragam dan membiarkan dirinya kehilangan kepribadiannya. Manusia sebagai individu tetap memiliki kebebasan dalam batsa-batas tertentu untuk menjalankan kehidupannya. c. Prinsip tolong-menolong Manusia adalah makhluk sosial, tidak mungkin seseorang dapat bertahan hidup sendirian tanpa bantuan pihak lain. Tolong-menolong adalah prinsip utama dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Kita dapat bayangkan seandainya satu komunitas sudah luntur nilai saling menolongnya maka cepat atau lambat masyarakat tersebut pasti akan hancur. Ajaran Al-Quran menganjurkan untuk saling menolong dalam kebaikan. Hal ini ditegaskan dalam surat AL-Maaidah ayat 2 yang artinya, “Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan

tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertawakallah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat besar siksa-Nya.” Maka sungguh tepat apa yang dipaparkan oleh Al-Quran bahwa manusia tidak akan pernah rugi selama mereka masih menegakkan nilai-nilai saling menolong di samping juga beriman dan beramal shalih. Secara jelas ditegaskan dalam surat Al-„Ashr yang artinya, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali prang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”

3. Musyawarah adalah salah satu cara yang sangat dianjurkan oleh agama Islam dalam memecahkan masalah yang timbul dalam masyarakat. Bagaimana pandangan Islam tentang musyawarah dan apa kaitannya dengan usaha mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa? Kata musyawarah berasal dari bahasa Arab musyawarah yang merupakan bentuk isim masdar dari kata kerja syawara, yusyawiru. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata tersebut pada mulanya bermakna dasar mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna inin kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain termasuk pendapat. Dalam Al-Quran, syawara dengan segala perubahannya terhitung sebanya empat kali. Tiga yang terakhir terkait dengan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, seperti yang dijelaskan pada surat Al-Baqarah ayat 223 dan Ali-Imran ayat 159. Pentingnya masalah musyawarah dalam pandangan Islam sehingga satu di antara 114 surat dalam Al-Quran bernama “Assyura” artinya musyawarah. Surat Assyura bersifat Makkiyah artinya Surat ini diturunkan di Mekkah ketika kaum muslimin masih merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah kesombongan kaum musyrikin Quraisy yang mayoritas. Ketika menghadapi perang Badar, Rasul bermusyawarah dengan kaum Muhajirin dan Anshar, setelah sepakat barulah Beliau dan pengikutnya menuju ke medan perang. Setelah tiba di medan perang timbul musyawarah kedua. Para sahabat semua tahu bahwa

hal-hal yang berhubungan dengan ibadah murni mereka akan taat dan patuh kepada perintah Rasullullah, namun sebaliknya terhadap perintah yang bukan bersifat ibadah murni seperti “siasat perang” misalnya mereka akan balik bertanya kepada Rasul.

Demikian yang dilakukan oleh Al Habbab Bin Al Munzir, ketika Rasullullah memerintahkan berhenti para pasukan pada tempat yang jauh dari sumber air. Lalu Habbab bertanya kepada Rasul: “Apakah perintah berhenti di tempat ini datang dari Allah SWT yang tidak mungkin kami bantah atau perintah ini hanyalah pendapat pribadi dalam rangka berperang dan siasat. Rasul menjawab: ini semata-mata pendapat pribadi. Habbab berkata lagi: Kalau begitu ya Rasullullah tempat ini tidak pantas sebagai tempat berhenti pasukan, lebih baik kita berhenti yang dekat dengan sumber air sebelum diduduki musuh. Rasul menjawab, pendapat Habbab sangat tepat, lalu Rasul memerintahkan seluruh pasukan untu berpindah ke tempat yang ditunjuk Habbab al Munzir. Setelah perang Badar usai dan mendapat kemenangan yang mampu menawan pasukan musuh sebanyak 70 orang, Rasul bermusyawarah dengan para sahabat tentang perlakuan terhadap para tawanan dengan pilihan; dibebaskan semuanya, dibunuh semuanya atau diberikan kebebasan untuk menebus diri mereka. Tegasnya seluruh perintah yang bukan wahyu dan yang menyangkut kepentingan orang banyak Rasul berpesan: “Antum `alamu bi umuri dunyakum” (Kamu lebih mengetahui tentang urusan dunia kamu). Pelaksanan hasil musyawarah ditegaskan pula dalam Alquran Allah berfirman: “Dan bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam urusan itu, maka apabila telah bulat hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.” Dengan perkataan lain bahwa apabila keputusan hasil musyawarah telah disepakati maka dengan ketetapan hati keputusan itu harus dilaksanakan dengan menyerahkan diri kepada Allah. Ironinya dalam kehidupan kita meski keputusan telah diambil dengan kesepakatan bersama, namun tak j arang hasilnya tidak berani dijalankan. Hal ini persis seperti musyawarah tikus untuk mengetahui kedatangan kucing- musyawarah itu digelar dengan satu kata putus yaitu dengan cara mengikat lonceng di leher kucing. Namun ketika hasil musyawarah ini hendak dijalankan tidak seekor pun para tikus yang bersedia mengikat lonceng di leher sang kucing---tentunya sebuah

keputusan yang sia-sia.

Hal itu adalah musyawarah yang dibuat oleh manusia, untuk bermusyawarah dalam system pemerintahannya dengan dirinya sendiri, sedangkan musyawarah dalam Islam adalah tukar pendapat antara orang-orang yang mempunyai pemikiran yang cerdas dari ahlul halli wal aqdi, untuk sampai pada keputusan terbaik dalam menerapkan hukum Allah atas manusia.Oleh karena itu masyarakat dalam Islam sangat mulia, karena ia adalah perintah Allah, tidak boleh bagi penguasa menghapusnya untuk memaksakan kekuasaannya pada manusia: “Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 156) “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka;” (QS. Asssyuura: 38) Sedangkan dalam Negara yang menggunakan undang-undang buatan manusia, seorang penguasa boleh membekukan konstitusi, dan memberlakukan hukum darurat dengan alasan keamanan, disinilah terjadi sikap otoriter dan kezaliman. Oleh karena musyawarah dalam Islam bersumber dari Allah, maka pemimpin muslim yang bertakwa tidak akan merasa gusar jika mendengar kritikan dari rakyat yang mana saja, ia akan menerimanya dengan lapang dada dan menjawabnya dengan kebesarah jiwa, sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Khattab kepada seorang wanita yang membantahnya dalam masalah pembatasan Mahar: "Umar salah dan wanita ini benar".

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF