Iva Test
July 13, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Iva Test...
Description
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) 2.1.1. Pengertian IVA
Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) merupakan metode yang digunakan untuk deteksi dini kanker servik yang murah dengan menggunakan asam asetat 3-5%, yang alatnya menggunakan spekulum dan mengamati /melihat leher rahim yang telah dipulas dengan asam asetat atau asam cuka 3-5%, tergolong sederhana dan memiliki keakuratan 90% (Kemenkes, 2015). Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel -sel pada servik yang mengalami displasia,tidak displasia ,tidak lazim /abnormal /abnormal sebagai salah satu metode skrining kanker mulut rahim, tidak direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional seringkali terletak di kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan inspekulo serta akibat adanya perubahan fisiologis sehingga lesi serviks sulit diamati (Rasjidi, 2010 ; Emilia, 2014). Pada tahun 1985 WHO merekomendasikan suatu pendekatan alternatif bagi negara yang sedang berkembang dengan konsep down staging
terhadap
kanker
servik, salah satunya yaitu dengan cara Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Pengolesan asam asetat 3-5% pada servik pada epitel abnormal akan memberikan gambaran bercak putih yang disebut dengan bercak aceto white
11
Universitas Sumatera Utara
12
epithelium.. epithelium
Gambaran
ini
muncul
karena
tingginya
tingkat
kepadatan
inti
dankonsentrasi protein. Hal ini memungkinkan pengenalan bercak putih pada servikdengan mata telanjang (tanpa pembesaran) yang dikenal sebagai pemeriksaan IVA (Astria tina,2015). Kasus kanker leher rahim lebih tinggi terjadi di negara berkembang, karena tidak mempunyai program penapisan yang efektif. Hal
ini
dengan melakukan metode penapisan harus efektif dalam mendeteksi perubahan prakanker dan dapat dilakukan di lingkungan dengan sumber daya yang terbatas. Program berbasis tes Pap sulit untuk dilakukan dan dipertahankan di banyak negaranegara berkembang karena banyak melibatkan langkah-langkah yang komplek dan mahal (Kemenkes, 2015). Berdasar studi kasus Elizabeth Roger dan Oguchi Nwosu pada wanita Haiti tahun 2014 diketahui bahwa metode IVA merupakan teknik yang cepat mudah diakses dengan bahan biaya yang murah, menjadikannya sebagai pilihan ideal untuk skrining pada sumber daya terbatas.Hasilnya bervariasi dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas test y yang ang berkisar antara 41,4% -93 -93,9% ,9% dan 74,2%
-
93,8%. Data
terkini
menunjukkan
bahwa
pemeriksaan
visual
leher
rahim
menggunakan asam asetat (IVA) paling tidak sama efektifnya dengan Test Pap dalam mendeteksi penyakit dan bisa dilakukan dengan lebih sedikit logistik dan hambatan tekhnis. IVA adalah altern alternatif atif yang menarik untuk skrining berb berbasis asis sitologi
di
sumber daya rendah (WHO,2012). Kesenjangan besar antara negara-negara juga telah diamati, dalam hal tingkat positif IVA hasil tes (misalnya : di Nigeria, dari 5529
Universitas Sumatera Utara
13
wanita disaring hanya 5,7% wanita dinyatakan positif, sedangkan dari 1.381 perempuan di Zambia, Zambia, 28,0% diuji positif). Nilai sensitifitas IVA lebih baik, walaupun memiliki spesifisitas yang lebih rendah. IVA merupakan praktek yang dianjurkan untuk fasilitas dengan sumber daya rendah dibandingkan dengan penapisan lain, beberapa alasan antara lain karena aman, murah, mudah dilakukan, kinerja tes sama dengan tes lain, dapat dilakukan oleh hampir semua tenaga kesehatan, memberikan hasil yang segera sehingga langsung dapat diambil keputusan untuk penatalaksanaannya, peralatan mudah didapat, dan tidak bersifat invasif serta efektif meng mengidentifikasikan identifikasikan berbagai lesi
prakanker
(Emilia., 2014). Hasil penelitian Megan (2010) pada wanita Kenya menunjukkan metode IVA menjadi strategi yang lebih cocok untuk skrining kanker serviks di klinik HIV dengan hasil 26,4% menunjukkan CIN II positif (cervical ( cervical Intraepithelial Neoplasia
II )
sebagai gejala abnormal prakanker. 2.1.2. Sasaran dan Interval IVA
Sasaran pemeriksaan IVA adalah dianjurkan bagi semua perempuan berusia antara 30 sampai dengan 50 tahun, yang memiliki faktor resiko seperti resiko tinggi IMS akan dapat meningkatkan nilai prediktif positif dari IVA. Karena angka penyakit lebih tinggi pada kelompok usia tersebut, maka lebih besar kemungkinan untuk mendeteksi lesi pra-kanker, sehingga meningkatkan efektifitas biaya dari program pengujian dan mengurangi kemungkinan pengobatan yang tidak perlu (Kemenkes, 2015).
Universitas Sumatera Utara
14
WHO mengindikasikan skrining deteksi dini kanker serviks dilakukan pada kelompok berikut ini : a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes sebelumnya, atau pernah pernah menjalani tes 3 tahun sebelumny sebelumnyaa atau lebih. b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal abnormal pada pemeriksaan tes sebelumnya. c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal lainnya.
d.
Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya.
Sedangkan untuk interval skrining WHO merekomendasikan : a. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka sebaiknya dilakukan pada perempuan antara usia 35 – 45 45 tahun. b. Untuk perempuan usia 25- 45 tahun, bila sumber daya memungkinkan, m emungkinkan, skrining hendaknya dilakukan tiap 3 tahun sekali. c. Untuk usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali.
d.
Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif, peremp perempuan uan
usia
diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani skrining.Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun sekali. 2.1.3 Tahapan pemeriksaan IVA
Deteksi dini kanker sserviks erviks dilakukan oleh tenaga tenaga kesehatan yang
sudah
dilatih dengan pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam asetat yang sudah di encerkan, berarti melihat leher rahim dengan mata telanjang telanjang untuk
Universitas Sumatera Utara
15
mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam asetat 3-5%. Daerah yang tidak
normal akan berubah wa warna rna dengan batas yang tegas menjadi putih (acetowhite) (acetowhite),, yang mengindikasikan bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker .Tes IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi, termasuk saat menstruasi, dan saat asuhan nifas atau paska keguguran. Pemeriksaan IVA juga dapat dilakukan pada perempuan yang dicurigai atau diketahui memiliki IS ISR/IMS R/IMS atau HIV/AIDS. Alat dan Bahan untuk pemeriksaan IVA; 1. Spekulum vagina
2. Lampu 3. Larutan asam asetat 3-5%
Dapat digunakan asam cuka 25% yang dijual di pasaran kemudian diencerkan
menjadi 5% dengan perbandingan 1:4 (1 bagian asam cuka dicampur dengan 4 bagian air).Contohnya: 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 40 ml air akan menghasilkan 50 ml asam asetat 5 %. Atau 20 ml asam cuka 25 % dicampur dengan 80 ml air akan menghasilkan 100 ml asam asetat 5%.
Jika akan menggunakan asam asetat 3%, asam cuka 25 % diencerkan dengan air dengan perbandingkan 1:7 (1 bagian asam cuka dicampur 7 bagian air).Contohnya : 10 ml asam cuka 25% dicampur dengan 70 ml air akan menghasilkan 80 ml asam asetat 3%.
Campur asam asetat dengan baik
Universitas Sumatera Utara
16
Buat asam asetat sesuai keperluan hari itu. Asam asetat jangan disimpan untuk
beberapa hari. 4. Kapas lidi/ swab swab 5. Sarung tangan 6. Larutan klorin untuk dekontaminasi peralatan (Kemenkes, 2015). 2.1.4. Tekhnik Skrining dengan Metode IVA
Tekhnik skrining sesuai metode IVA menurut Kemenkes (2015) ; 1. Memastikan identitas, memeriksa status dan kelengkapan informed consent.
2. Klien diminta untuk menanggalkan m enanggalkan pakaianny pakaiannyaa dari pinggang hingga lutut dan menggunakan kain yang sudah disediakan. 3. Klien diposisikan dalam posisi Litotomi. 4. Tutup area pinggang hingga lutut klien dengan kain. 5. Gunakan sarung tangan. 6. Bersihkan area genitalia eksterna dengan air DTT. 7. Masukkan spekulum dan tampakkan serviks serviks hingga jelas terlihat. 8. Bersihkan serviks dari cairan, darah dan sekret dengan kapas kapas lidi bersih. 9. Periksa serviks sesuai langkah-langkah berikut : a. Terdapat kecurigaan kankeratau tidak :Jika ya, klien dirujuk, pemeriksaan IVA tidak dilanjutkan. Jika pemeriksaan adalah dokter ahli obstetri dan ginekologi, lakukan biopsi.
Universitas Sumatera Utara
17
b. Jika tidak dicurigai kanker, identifikasi i dentifikasi Sambungan Skuamo kolumnar (SSK). Jika SSK tidak tampak, maka : dilakukan pemeriksaan mata telanjang tanpa asam asetat, lalu beri kesimpulan sementara, misalnya hasil negatif namun SSK tidak tampak. Klien disarankan untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya lebih cepat atau pap smear maksimal 6 bulan lagi. c. Jika SSK tampak, lakukan IVA dengan mengoleskan kapas lidi yang sudah dicelupkan ke dalam asam asetat 3-5% ke seluruh permukaan serviks. d. Tunggu hasil IVA selama 1 menit, perhatikan apakah ada bercak putih (acetowhite epithelium) epithelium) atau tidak. e. Jika tidak (IVA negatif), jelaskan kepada klien kapan harus kembali untuk mengulangi pemeriksan IVA. f. Jika ada (IVA positif), tentukan metode tata laksana yang yang akan dilakukan. 10. Keluarkan spekulum 11. Buang sarung tangan, kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke dalam container (tempat sampah) yang tahan bocor, sedangkan untuk alat-alat yang dapat digunakan kembali, rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi. 12. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien, kapan harus melakukan pemeriksaan lagi, serta rencana tata laksana jika diperlukan. 2.1.5 Kategori Pemeriksaan IVA
Menurut Laila Nurrana (2010) ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan untuk pemeriksaan IVA yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
18
1. 2.
IVA Negatif = Serviks normal. IVA Radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainanjinak lainnya (polip serviks).
3.
IVA Positif = Ditemukan bercak putih (aceto white epithelium).Kelompok epithelium).Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks prakanker (displasia ringansedang-berat atau kanker serviks insitu).
4.
IVA-Kanker Serviks= Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IBIIA). Menurut M. Farid Aziz, (2006), kategori penemuan IVA dilihat dari kategori
gejala sebagai berikut: 1.
Normal : Licin, merah muda, muda, bentuk porsio normal
2.
Atipik : Servisitis (Inflamasi, hiperemis) banyak fluor ektropion polip atau ada cervicalwart.Plak cervicalwart. Plak atau bercak putih (epitel acetiwhite)
3.
Abnormal (indikasi lesi prakanker servik) Pertumbuhan seperti seperti bunga kol
4.
Servik Terdapat perdarahan
2.1.6. Kelebihan Pemeriksaan IVA
Menurut M. Farid Aziz, (2006), sebagai suatu pemeriksaan skrining alternatif, pemeriksaan IVA memiliki beberapa manfaat lebih jika dibandingkan dengan pemeriksaan yang sudah ada yaitu sebagai ber berikut: ikut:
Universitas Sumatera Utara
19
1. 2.
3.
Lebih mudah dan murah. Peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana. Hasil
pemeriksaan
dapat segera diperoleh
sehingga tidak memerlukan
kunjungan ulang. 4.
Cakupannya lebih luas
5.
Pada tahap penapisan tidak dibutuhkan tenaga skinner untuk memeriksa sediaan sitologi.
2.1.7 Frekwensi Pemeriksaan IVA
Kanker serviks biasanya berkembang perlahan dari lesi prakanker sehingga skrining yang tidak sering pun masih dapat memiliki dampak pada morbiditas dan mortalitas. Skrining yang dilakukan tiap 3 tahun memiliki dampak yang sebanding dengan skrining setiap tahun. Bahkan skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila hasilnya positif adalah 6 bulan, dan bila hasilnya negatif adalah 3-5 tahun (Kemenkes, 2015).
Serviks rviks 2.2 Kanker Leher Rahim/ Se
2.2.1 Pengertian kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim adalah kanker pada leher rahim yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. Kanker leher rahim terjadi jika selsel serviks menjadi menjadi abnormal dan membelah secara tidak terkendali (Emilia, 2014). Kanker leher rahim adalah salah satu jenis keganasan atau neoplasma yang
Universitas Sumatera Utara
20
lokasinya didaerah servik, daerah leher rahim dan
mulut
rahim
(Rasjidi,
2010).Kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/ serviks serviks yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina (Yohana, (Yohana, 2011). 2.2.2. Penyebab Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim/ serviks serviks terjadi jika sel-sel serviks menjadi abnormal dan membelah secara tak terkendali. Penyebab terjadinya kelainan pada sel-sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya kanker leher rahim/serviks rahim/serviks (Saputra.L, 2014). 2.2.3. Faktor Risiko Kanker Leher Rahim
Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan kanker leher rahim menurut Emilia (2014) antara lain : 1. HPV ( Human Human Papilloma Virus Virus)) merupakan penyebab terbanyak kejadian kanker serviks, dengan 40 tipe yang menyerang genital dengan 13 tipe merupakan tipe onkogenik . Setiap wanita berisiko terkena infeksi HPV onkogenik yang dapat menyebabkan kanker serviks (tipe 16 dan 18). HPV dapat dengan mudah ditularkan melalui aktifitas seksual dan beberapa sumber transmisi tidak tergantung dari adanya penetrasi, tetapi juga melalui sentuhan kulit di wilayah genital tersebut ( skin to skin genital contact ). ). Dengan demikian setiap wanita yang aktif secara seksual memiliki resiko untuk terkena kanker kanker serviks.
Universitas Sumatera Utara
21
2. Merokok Tembakau merusak sistem kekebalan dan memengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks. Selain itu menurut Joakam dalam Delia (2010) menerangkan bahwa zat nikotin serta racun lain yang masuk ke dalam darah melalui asap rokok mampu meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi cervical neoplasia (tumbuhnya sel-sel abnormal pada leher rahim) sebagai kondisi awal berkembangnya kanker serviks. 3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini. Prevalensi atau angka kejadian tertinggi kanker leher rahim/serviks (20%) terutama dijumpai pada perempuan yang telah aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun dengan resiko dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan yang melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun 4. Berganti-ganti pasangan seksual. HPV dapat ditularkan melalui hubungan seksual yang berarti berkaitan dengan jumlah partner seksual. Semakin banyak partner seksual yang dimiliki seorang wanita maka semakin meningkat pula resiko terkena kanker serviks. 5. Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada usia 18 tahun, berganti-ganti pasangan dan pernah menikah dengan wanita
yang
menderita kanker serviks. Lelaki yang pernah menikah dengan wanita penderita kanker serviks dapat menjadi perantara karena bisa menularkan penyakit kanker serviks kepada istri atau pasangan seksualnya.
Universitas Sumatera Utara
22
6. Pemakaian DES (dietilstilbestrol (dietilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah keguguran. 7.
Gangguan sistem kekebalan. Penurunan kekebalan tubuh dapat mengakselerasi (mempercepat) pertumbuhan sel kanker.
8. Pemakaian pil KB. Pemakaian kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama yakni 5 tahun atau lebih dapat meningkatkan resiko kanker serviks dua kali lipat lebih besar. 9. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun. Hal ini karena Human Papilloma Virus (HPV) bisa ikut tertularkan seiring bersamaan dengan penyebab penyakit kelamin lainnya saat terjadi hubungan kelamin. 10. Tidak melakukan pap smear secara rutin. 2.2.4. Tanda dan Gejala Kanker Leher Rahim
Pada tahap lesi prakanker umumnya tidak menimbulkan gejala. Pada stadium lanjut gejala yang dapat ditemui yaitu ; a.
Keputihan yang cukup banyak, banyak, makin lama akan disertai bau busuk.
b.
Perdarahan pervaginam abnormal diluar saat menstruasi (sebagai akibat invasi dan erosi seluler lapisan epitel serviks serviks), ), misalnya perdarahan yang dialami segera setelah melakukan hubungan suami istri, perdarahan spontan saat berdefekasi, perubahan menstruasi (lebih lama atau lebih banyak), keluar darah setelah menopause.
Universitas Sumatera Utara
23
c.
Adanya keluhan ny nyeri eri antara lain nyeri pangg panggul, ul, nyeri saat menstruasi, ny nyeri eri saat berhubungan suami istri, nyeri saat berkemih(Emilia, 2014 ; Saputra.L, 2014).
2.2.5. Pencegahan Kanker Serviks
Menurut Ratna (2011) dan Tao.L (2013) untuk mencegah kanker serviks dapat dilakukan dengan cara ; 1.
Mencegah terjadinya infeksi HPV.
2.
Melakukan pemeriksaan pap smear secara teratur.
3.
Vaksinasi HPV Seperti diketahui, Human Papilloma Virus (HPV) memegang peranan penting
dalam hal terjadinya kanker serviks. Sekali seseorang mengidap HPV, seumur hidup virus tersebut akan berada pada tubuh orang tersebut. Saat ini belum ada teknologi kedokteran termasuk yang paling maju sekalipun yang bisa membunuh virus tersebut sampai tuntas pada tubuh seseorang. Oleh karena itu, pencegahan terhadap masuknya virus sangatlah penting untuk mencegah terjadinya kanker leher rahim/serviks. Saat ini ada vaksin yang digunakan untuk mencegah infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang berfungsi untuk merangsang antibodi respon kekebalan tubuh untuk membunuh virus HPV sehingga virus tidak dapat masuk ke serviks. Melakukan vaksinasi HPV sebaiknya pada wanita sebelum aktif melakukan kontak seksual. Namun pada wanita yang telah aktif secara seksual juga bisa diberikan vaksinasi, namun keamanan serta manfaatnya lebih sedikit atau kurang efektif. Vaksin ini tidak melindungi pada wanita yang sudah terpapar virus HPV dan tidak 100% dapat
Universitas Sumatera Utara
24
mencegah semua kasus kanker serviks. Sekitar 30% dari kanker serviks tidak dapat dicegah oleh vaksin, sehingga penting bagi seorang wanita untuk dapat melakukan tindakan pencegahan yang lain terhadap kanker serviks yaitu melakukan skrining melalui deteksi dini kanker servik secara rutin (Emilia, 2014). 2.2.6. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim dapat dikenali pada tahap prakanker, salah satunya dengan melakukan pemeriksaan skrining tanpa menunggu munculnya
keluhan
terlebih
dahulu. Ada beberapa metode yang dikenal untuk melakukan skrining kanker leher rahim/serviks. Tujuan skrining untuk menemukan lesi prakanker. Deteksi dini kanker serviks dapat dilakukan dengan dengan berbagai metode diantaranya adalah : 1. IVA test, adalah Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat. Yaitu pemeriksaan dengan cara mengamati dengan menggunakan spekulum, melihat leher rahim yang telah dipulas dipulas dengan asam asetat aatau tau asam cuka (3-5%). 2. Pemeriksaan Sitologi (Pap smear) merupakan suatu prosedur pemeriksaan sederhana melalui pemeriksaan sitopatologi yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk mengambil sampel sel – sel serviks.
Tujuannya
adalah untuk menemukan perubahan morfologis dari sel-sel epitel leher rahim yang ditemukan pada keadaan prakanker dan kanker. 3. Thin Prep, metode ini lebih akurat dibandingkan Pap Smear, metode ini memeriksa serviks atau leher rahim.
Universitas Sumatera Utara
25
4. Kolposkopi, metode ini dilakukan jika semua hasil test metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau kejanggalan. (Kepmenkes, 2015 ; Delia, 2010).
2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Wanita yang sudah Melakukan Melakuk an Pemeriksan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Menikah
Adapun faktor yang mempengaruhi wanita yang sudah menikah melakukan pemeriksaan InspeksiVisual Asam Asam Asetat (IVA) adalah sebagai ber berikut: ikut: 2.3.1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakanya untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2002). Pendidikan merupakan proses perubahan perilaku menuju kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Pendidikan merupakan hasil prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia, dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan (Budioro Brotosaputro,2002). Cara pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun tidak formal untuk memberi pengertian dan mengubah perilaku (Juli Soemirat,2002). Tingkat pendidikan seseorang mempunyai hubungan dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dalam menghadapi ide-ide baru akan
Universitas Sumatera Utara
26
lebih banyak menggunakan rasiodaripada emosi (Eka Rini N, 2007). Pendidikan mempunyai efek yang signifikan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang. Semakin tinggi pendidikannya diharapkan seseorang dapat memiliki wawasan pemikiran yang lebih luas, walaupun faktor eksternal lain tetap memberikan pengaruh. Tingkat pendidikan pendidikan yang didapatk didapatkan an seseorang dapat me mempengaruhi mpengaruhi perilaku hidup sehat seseorang. seseorang. Makin tinggi tingkat pendidikan pendidikan seseorang, makin tinggi perilaku kesehatan seseorang dalam upaya penceg pencegahan ahan suatu penyakit penyakit termasuk pelaksanaan deteksi dini kanker leher rahim. 2.3.2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui penginderaan yang dimilikinya. Pada
waktu
penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan hal ini sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Pengetahuan atau
kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang ( Over Behavior ). ). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan leb lebih ih baik dari
pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya pengetahuan seseorang diperoleh
dari
pengalaman
yang
berasal
dari
berbagai
macam
sumber
(Notoatmodjo,2010). Menurut Notoatmodjo (2010), proses perubahan pengetahuan melalui enam tingkatan yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
27
1)
Tahu ( Know) Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya/ recall, mengamati sesuatu obyek.
2)
Memahami (Comprehension (Comprehension)) Memahami yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.
3)
Aplikasi ( Aplikation) Aplikation) Aplikasi yaitu kemampuan untuk mengg menggunakan unakan materi yang telah
dipelajari
pada situasi dan kondisi kondisi real (sebenarnya). 4)
Analisis ( Analysis) Analysis) Analisis yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komonen, tetapi masih dalam stuktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5)
Sintesis (Syntesis (Syntesis)) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau bagian bagian di dalam suatu bentuk bentuk keseluruhan yang baru.
6)
Evaluasi ( Evaluation) Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengetahuan yang cukup mengenai bahaya dari kanker
Universitas Sumatera Utara
28
servik
dapat
membantu
meningkatkan
kesadaran
seseorang
untuk
melaksanakan deteksi dini kanker servik. Makin rendah pengetahuan seseorang tentang kanker servik maka makin besar pula dampak yang akan terjadi baik terhadap dirinya dirinya send sendiri iri maupun keluarganya. Sebaliknya pengetahuan
yang
baik tentang kanker servik akan meminimalkan seseorang terkena dampak negatifnya. 2.3.3. Sikap
Sikap merupakan merupakan reaksi yang mas masih ih tertutup dari seseorang terhadap
suatu
objek (Notoatmodjo,2010). Sikap terbentuk dengan adanya interaksi yang dialami individu. Interaksi ini mengandung arti yang lebih mendalam sehingga terjadi hubungan yang saling mempengaruhi antar individu, juga dengan lingkungan fisik maupun dengan lingkungan psikologis disekitarnya (Notoatmodjo,2003). Menurut Abu Ahmadi (1999) dalam Notoadmojo (2003), sikap dibagi menjadi dua, yaitu: 1)
Sikap positif, yaitu sikap yang menunjukan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta menunjukkan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.
2)
Sikap negatif, yaitu sikap y yang ang menunjukan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individuitu berada. Menurut Notoatmodjo (2010), sikap terdiri dari berbagai tingkatan:
1)
Menerima ( Receiving Receiving )
Universitas Sumatera Utara
29
Menerima artinya yaitu orang mau dan memperhatikan stimulus yangdiberikan.
2)
Merespon ( Responding Responding ) Merespon artinya yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakandan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3)
Menghargai Menghargai yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4)
Bertanggung jawab Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala risiko. Jika seseorang bersikap bahwa kanker servik
tidak
menimbulkan
dampak yang negatif terhadap dirinya dan keluarganya maka hal tersebut tidak memicu kesadaran orang tersebut untuk melakukan deteksi dini kanker servik. Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan dalam bentuk pendapat atau pernyataan responden pada suatu objek (Notoatmodjo,2010). (Notoatmodjo,2010). 2.3.4. Akses Informasi
Akses informasi dan fasilitas kesehatan pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya pelaksnaan deteksi dini kanker servik, faktor ini di sebut faktor pendukung. Akses informasi mengenai kesehatan reproduksi terutama kesehatan reproduksi wanita misalnya melakukan pemeriksaan IVA saat ini dapat diperoleh dari majalah, leaflet, poster, televisi, buku kesehatan dan lainnya
Universitas Sumatera Utara
30
(Notoatmodjo, 2007). Informasi merupakan hak asasi manusia yang diakui oleh hukum internasional dalam mendapatkan informasi dengan bebas, yang mencakup kspresi itu bukan hanya dalam teks dan gambar saja tetapi juga pada sarana ber eekspresi sendiri terutama dalam pemanfaatan teknologi informasi informasi.. Kebebasan informasi massa terutama dalam mendapatkan hak akses informasi dari Internet serta media massa lainnya seperti televisi, televisi, radio radio,, surat kabar , buku dan lain sebagainya, juga merupakan demokrasi. nilai dasar dalam kehidupan ber d emokrasi. Oleh karena itu kebebasan memperoleh informasi bagi masyarakat terutama informasi mengenai deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan IVA dapat menjadi dasar dalam meningkatan partisipasi dari masyarakat itu sendiri untuk mau melakukan pemeriksaan IVA, mengingat ketersediaan informasi yang memadai tentunya akan dapat mendorong masyarakat untuk lebih mampu berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan secara efektif dan berarti bagi dirinya. 2.3.5. Jarak Fasilitas Kesehatan (Puskesmas)
Pengertian fasilitas kesehatan maksudnya ialah segala wahana dan prasarana yang bisa menunjang kepada keseh kesehatan atan kita, baik kes kesehatan ehatan jasm jasmani ani
maupun
kesehatan rohani. Menurut Peraturan Presiden RI no 12 tahun
fasilitas
2013
kesehatan adalah fasilitas kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,pemerintah daerah dan atau masyarakat. Rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan khususnya puskesmas disebabkan oleh faktor jarak tempat puskemas yang yang terlalu jauh dengan tempa tempatt tinggal masyarakat, tarif yang
Universitas Sumatera Utara
31
tinggi, pelayanan yang kurang memuaskan. Untuk pemeriksan IVA dipuskesmas saat ini tidak dipunggut biaya jadi alasan untuk tidak melakukan pemeriksaan IVA dipuskesmas dikarenakan biaya tinggi sudah tidak ada lagi (Notoatmodjo, 2003). 2.3.6. Peran Kader Kesehatan
Menurut DEPKES RI (2005), kader adalah anggota masyarakat yangdipilih untuk menangani masalah kesehatan, baik perseorangan maupun masyarakat, serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat pelayanan kesehatan dasar. Kader mempunyai peran mengontrol kesehatan bayi dan balita serta kesehatan ibu. Selain itu, kader kesehatan juga mempuyai tugas untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai masalah kesehatan yang terjadi. Kader berasal dari masyarakat dan bila kader memberikan penyuluhan kesehatan seperti pentingnya deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan IVA, masyarakat akan lebih mudah diarahkan. Sehingga wanita usia subur yang sudah menikah mendapat informasi yang benar untuk datang kepuskesmas melakukan pemeriksaan IVA. 2.3.7. Penyuluhan Kesehatan
Menurut
UU
Kesehatan
No
23
Tahun
1992,
untuk
mewujudkan
derajatkesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, promotif, penyembuhan (kuratif), danpemulihan kesehatan
(rehabilitatif ) (rehabilitatif
yang
dilaksanakan
secara
menyeluruh,
terpadudan
berkesinambungan yang dilaksanakan antara lain melalui kegiatan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan m masyarakat asyarakat untuk hidup sehat dan aktif
Universitas Sumatera Utara
32
berperan serta dalam upaya kesehatan. Materi penyuluhan berisi tentang pengertian kanker serviks, etiologi, patofisiologi, prognosis, bahaya, dan pencegahan yang tepat. Penyuluhan kesehatan ini bisa dilakukan oleh petugas kesehatan maupun kader kesehatan yang sudah terlatih. 2.3.8. Dukungan Suami/ Keluarga
Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa faktor lingkungan dapat pula memengaruhi perilaku seseorang, terutama dalam memutuskan sesuatu untuk kelangsungan hidupnya. Panutan dari keluarga sangat penting dalam memberi motivasi dan dorongan untuk melakukan suatu kegiatan, terutama pada masyarakat pedesaan. Pengertian dan pemahaman yang baik serta benar dari lingkungan sekitar akan memberikan motivasi bagi individu untuk ikut serta dalam melakukan deteksi dini kanker servik. Dukungan suami/keluarga merupakan salah satu hal yang harus mendapat perhatian dalam pelaksanaan deteksi dini kanker leher rahim oleh Kementeriaan Kesehatan yang menjelaskan bahwa sangat perlun partisipasi suami/keluarga untuk mendukung keberhasilan upaya detekdi dini kanker leher rahim untuk menurunkan menurunkan angka kematian y yang ang disebab disebabkan kan oleh kanker leh leher er
rahim
(Depkes, 2007).
2.4 Landasan Teori
Laurince Green mengalisis perilaku manusia dari
tingkat
kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat di pengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior couses). couses). Dan faktor diluar perilaku (non-behavior ( non-behavior causes). causes).
Universitas Sumatera Utara
33
Perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu predisposing, enabling, dan reinporcing . Yang dirangkum dalam akronim PRECEDE. Selanjutnya PRECEDE model ini dapat diuraikan sebagai berikut: a.
Faktor-faktor
Predisposisi
( predisposing predisposing
factors factors))
yang
terwujud
dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, key keyakinan,dan akinan,dan nilai-nilai. b.
Faktor-faktor pemungkin ( Enabling factors factors)) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedia fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan jamban.
c.
Faktor-faktor pendorong atau penguat ( Reinforsing factors factors)) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain (Notoadmodjo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
34
2.4.1. Kerangka Teori Faktor predisposisi
1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan Keyakinan 4. Nilai-nilai
Faktor Pemungkin
1. Lingkungan fisik 2. Fasilitas Kesehatan/sarana kesehatan
Melakukan pemeriksaan IVA
Faktor Penguat
1. Prilaku petugas kesehatan 2. Peran kader kesehatan 3. Dukungan suami/keluarga
Gambar 2.4. Kerangka Teori Sumb Sum ber :
Adopsi Teori Green Notoadmodjo, Notoadmod jo, 2010
1990
tentang
Precede
Model
dalam
Universitas Sumatera Utara
35
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel dependen
1. Pendidikan 2. Pengetahuan 3. Sikap 4. Peran kader kesehatan
Melakukan pemeriksaan IVA
5. Penyuluhan Kesehatan 6. Dukungan suami/keluarga
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
View more...
Comments