ITS-Sorbitol.pdf
December 18, 2018 | Author: Avindha Amnichyetha | Category: N/A
Short Description
Download ITS-Sorbitol.pdf...
Description
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sorbitol yang dikenal juga sebagai glusitol, adalah suatu gula alkohol yang dimetabolisme lambat di dalam tubuh. Sorbitol diperoleh dari reduksi glukosa, mengubah gugus aldehid menjadi gugus hidroksil, sehingga dinamakan gula alkohol. Glukosa dinamakan juga dekstrosa atau gula pasir yang terdapat dalam : sayur, buah, sirup, sari pohon dan bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Glukosa merupakan hasil akhir pencernaan pati, sukrosa, maltose dan laktosa pada hewan dan manusia. (Faith,keyes, fourth edition, 1975 ).
Sorbitol merupakan kelompok dari heksitol secara alami. Ini ditemukan pada tahun 1868 di pegunungan berry dalam konsentrasi 5-12 %, dan pada umumnya sorbitol berada dalam tumbuhan. Nama sorbitol diturunkan dari nama ilmuwan dari pegunungan Ash, Sorbus Aucuparia L. Buah Rosaceae yang kaya akan kandungan sorbitol, antara lain : plums 1.7 - 4.5 % berat, pear 1.2 – 2.8 % berat kering, peache 0.5 – 1.3 % berat dan apel 0.2 – 1 % berat. Didalam buah dan daun–daun, sorbitol dibentuk sebagai bahan kimia intermediet di dalam sintesa pati, selulosa, sorbuse, atau vitamin C. Di dalam hewan, sorbitol dapat diketahui sebagai intermediet dalam absorbsi glukosa. Pada tahun 1890, E.Fischer membawa sintesa kimia sorbitol pertama dengan mereduksi glukosa dengan sodium amalgamat. Hidrogenasi katalitik pertama dilaporkan oleh V. Ipatieff pada tahun 1912. Sejak tahun 1950, sorbitol mengalami perubahan ekonomi dalam dunia sebagai makanan, agen pemanis, penyetabil kelembapan, bahan dasar untuk produk lainnya. Sorbitol digunakan sebagai pemanis buatan pada produk permen bebas gula dan sirup obat batuk. Zat ini juga dikenal sebagai pemanis yang memiliki nilai gizi karena mengandung energi sebanyak 2,6 kkal per gram.
I-1
I-2
Pada tahun 1975 produsen utama sorbitol adalah Roguette Freres Freres dari Perancis. Di Di Indonesia, pertama kali pabrik sorbitol didirikan pada tahun 1983 yaitu PT Sorini yang berlokasi di Desa Ngerong, Gempol Pandaan (Pasuruan) Jawa Timur, awal produksi dilaksanakan pada bulan Januari 1987 1 987 dengan kapasitas sebesar 5000 ton/th, kemudian mengalami perluasan dan peningkatan investasi pada tahun 1988, dengan kapasitas produksi sorbitol jenis powder sebesar 1000 ton/th dan sorbitol jenis liquid sebesar 19.600 ton/th. Tahun 1991 kapasitas produksi sorbitol jenis powder sebesar 3500 ton/th dan sorbitol jenis liquid sebesar 26.400 ton/th. PT Sorbitol Inti Murni Corporation Tbk (Sorini) ,telah menguasai 35 % pangsa pasar sorbitol di Cina setelah mengakuisisi 100 % perusahaan sorbitol, hingga saat ini PT Sorini telah menjadi produsen sorbitol terbesar di kawasan Indonesia. PT Khalista Chemical Industries Ltd, Cina. Sebelum proses akuisisi, produsen bahan kimia ini hanya menguasai 15 persen pasar Cina. Sorbitol merupakan bahan kimia yang digunakan untuk pasta gigi, vitamin v itamin C, beberapa produk makanan serta obat-obatan. Sorini merupakan pemasok sorbitol terbesar kedua di Cina. Perusahaan asal Perancis, Rockett masih menguasai pasar sorbitol sebanyak 65 persen. Sorini sendiri merupakan anak perusahaan dari AKR Corporindo (AKRA). Saat ini Sorini memiliki dua anak perusahaan yang beroperasi, yaitu Sorini Towa Berlian, dan Saritanam Inti Pratama. PT Sorini Towa Berlian Corporindo merupakan perusahaan patungan yang didirikan tahun 1994 bersama dengan Towa Chemical Industry Ltd dan Mitsubishi corporation, saat ini memiliki kapasitas produksi 65,000 tpa. Saritanam pratama didirikan tahun 1993 yang memproduksi tepung tapioka sebagai merupakan bahan baku produk utama perusahaan. Lokasi pabrik berada di Ponorogo dengan kapasitas 50,000 tpa, dan di Lampung sebesar 35,000 tpa (Sorini Agro Asia Corporindo, 2008 ). ). Produsen sorbitol kedua adalah PT. Sama Satria Pasifik (PT SSP) berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur. Pada awalnya perusahaan ini mengajukan permohonan untuk u ntuk mendirikan pabrik
I-3
tepung tapioka pada tahun 1989 namun karena industri tepung tapioka merupakan industri yang berpotensi menyebabkan pencemaran tinggi, maka pada tahun 1990 perusahaan ini mengajukan perubahan jenis produksinya menjadi sorbitol dengan kapasitas 7200 ton/th. Trial produksi telah dilakukan sejak 1991. tetapi produksi komersial dilakukan sejak tahun 1992. Sebagian hasil produksinya telah diekspor ke Cina dan Filipina. Produsen sorbitol ketiga adalah PT Budi Kimia Raya. Pabrik yang berlokasi di Lampung ini telah melakukan produksi komersial sejak pertengahan tahun 1993 dengan kapasitas produksi sorbitol 3000 ton/th. Tabel I.1.1 Produsen sorbitol di Indonesia dan kapasitasnya
Nama Perusahaan
Lokasi
Kapasitas Produksi (Ton/Tahun)
PT Sorbitol Inti Murni
Pasuruan
29.900
PT Sama Satria Pasifik
Sidoarjo
7.200
PT Budi Kimia Raya
Lampung
3.000
Total kapasitas 40.100 (CIC – Indochemical No. 158, 1994) Produksi sorbitol lokal selain untuk pemasaran di dalam negeri juga sebagian besar untuk diekspor. Ekspor sorbitol sejak tahun 1989 hingga tahun 1992 cenderung mengalami penurunan, hal ini diakibatkan semakin meningkatnya permintaan dalam negeri. Namun secara perlahan ekspor sorbitol mengalami kenaikan tiap tahun, terlebih lagi PT. Sorini sebagai produsen sorbitol terbesar di Indonesia bekerja sama dengan Towakasei, produsen sorbitol dari Jepang. Dilihat dari negara tujuannya, ekspor sorbitol Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1996 jumlah negara tujuan mencapai 29 negara, dan pada tahun 2000 naik menjadi 37 negara dengan Jepang, China, dan Taiwan sebagai negara tujuan ekspor utama
I-4
disusul beberapa negara Eropa. Bahkan PT. Sorini sendiri pada tahun ini sudah mencapai 55 negara tujuan ekspor sorbitol ( CIC – Indochemical Edisi 288). Tabel I.1.2 Perkembangan ekspor sorbitol Indonesia tahun 2004 – 2007 Tahun Volume Harga (US$) 2004 101.693.092 36.624.158 2005 112.065.359 42.861.588 2006 115.200.084 46.002.272 2007 120.439.236 56.308.901 (Sumber: Biro Pusat Statistik, 2009 ) Pasar ekspor sebenarnya menjadi prioritas utama bagi produsen sorbitol Indonesia, karena selain importir luar negeri selalu membayar tunai, mereka juga cenderung melakukan kontrak penjualan jangka panjang. Oleh sebab itu kompetisi di pasar internasional dapat mendorong produsen sorbitol Indonesia selalu mengikuti perkembangan produk dan teknologi di luar negeri. Sesuai dengan kontrak ekspornya, produsen sorbitol Indonesia memperoleh pembebasan dari bea impor bahan baku dan bahan pendukung yang dibutuhkan dalam memproduksi sorbitol untuk tujuan ekspor. Walaupun ekspor terus ditingkatkan, namun hingga sekarang Indonesia masih terus melakukan impor. Impor sorbitol itu masih terus berjalan dikarenakan beberapa hal, yaitu selain karena terjadi peningkatan konsumsi dalam negeri akibat perkembangan industri pemakai juga karena masih dibutuhkan sorbitol dengan spesifikasi tertentu belum diproduksi di Indonesia (CIC – Indochemical Edisi 288 ). Tabel I.1.3 Perkembangan Impor sorbitol Indonesia tahun 2003 – 2007 Tahun Volume Harga (US$) 2003 1.441.243 579.223 2004 3.858.382 572.592 2005 5.002.420 1.421.648 2006 3.278.889 1.428.243
I-5
2007 1.002.805 797.429 (Sumber: Biro Pusat Statistik, 2009 ) Selama tahun 2003 sampai 2007 impor sorbitol cenderung fluktuatif. Namun demikian, sorbitol impor saat ini merupakan ancaman serius bagi kedudukan sorbitol lokal dipasaran domestik. Oleh karena itu pemerintah memberikan proteksi bagi produksi dalam negeri, dengan bea masuk tambahan sebesar 5%. Hingga saat ini sudah cukup banyak produsen sorbitol di dunia. Produsen yang paling besar antara lain Roquette Freres, Lille, Perancis; Nikken Fine Chemicals Co., Ltd., Japan, dan Towakasei Kogyo Co.,Ltd., Japan dengan masing-masing berkapasitas 30.000 metric ton/th. Di Amerika sendiri pertumbuhan rata-rata produksi sorbitol mencapai 6,3% di tahun 1965 – 1974. Harga dari sorbitol liquid 70% di tahun 1955 – 1976 berkisar antara $ 0,33 – 0,84 /kg. Tabel I.1.4 Produsen sorbitol di Amerika dan kapasitasnya tahun 1975 Nama Perusahaan Kapasitas produksi (Metric ton / th ) ICI United States, New Castle, Del 56.700 Hoffmann-LaRoche, Belvidere, N. J. 22.700 Pfizer, Groton, Conn 18.100 Lonza, Mapleton, Ill 15.400 Merck, Danville, Pa 10.000 Total kapasitas 122.900
(Othmer, 1960) Tabel I.1.5 Perkembangan produksi sorbitol di Amerika Tahun Produksi (Metric ton/th) 1955 22.700 1960 30.900 1965 39.500
I-6
1970 56.700 1974 70.800 (Othmer, 1960) Pabrik sorbitol dari tepung singkong dengan proses hidrogenasi katalitik ini didirikan dengan alasan memberi peluang bagus dan membantu pabrik sorbitol lain. Dari literatur terdapat beberapa masalah pabrik sorbitol di indonesia, antara lain : • Kondisi perekonomian dunia dan dalam negeri seperti nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, tingkat inflasi, suku bunga, dan sebagainya. • Adanya perubahan peraturan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai akibat dari negara maju yang terus mengurangi ekspor dari negara maju lain yang menawarkan harga murah • Berkurangnya pasokan dan gejolak harga bahan baku akibat tingginya permintaan seiring dengan pengembangan industri berbasis etanol yang akan berdampak pada laba perusahaan. Dari beberapa masalah di atas pendirian pabrik ini dimaksudkan untuk pengembangan dan pemanfaatan bahan baku untuk sorbitol serta untuk mengimbangi kebutuhan tepung tapioka yang sudah ada sebagai bahan baku sorbitol (Sorini Agro Asia Corporindo, 2008 ). Singkong ( Manihot esculenta, Crautz) yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya
I-7
karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Jenis singkong Manihot esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan kemudian dikembangkan pada masa pra-sejarah di Brasil dan Paraguay. Bentuk-bentuk modern dari spesies yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua varitas M. esculenta dapat dibudidayakan. Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia. Singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 ke Nusantara dari Brasil. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang manis, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar racunnya. Dari umbi ini dapat pula dibuat tepung tapioka. Pati yang terkandung dalam singkong sebesar 90 % (dalam basis kering). Dari tahun ke tahun produksi singkong terus bertambah. Tingkat produktifitasnya juga terus meningkat. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, tahun 2008 lalu produksi singkong nasional mencapai 21,75 juta ton dan meningkat menjadi 22,04 juta ton pada tahun 2009. Tingkat produktifitasnya juga terus meningkat dari 180,57 kuintal per hektare di tahun 2008 menjadi sekitar 189,86 kuintal per hektare tahun 2009.
I-8
Peningkatan produksi singkong tidak terlepas dari adanya faktor eksternal, seperti adanya gerakan diversifikasi tanaman pangan agar tidak terfokus pada komoditas beras. Pemerintah juga telah memberikan iming-iming berupa insentif bagi petani atau investor yang mau membudidayakan singkong. Sehingga petani mulai beralih ke komoditas singkong dan investor mulai melirik investasi di komoditas ini. Kapasitas produksi sorbitol dengan bahan dasar tepung singkong ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sorbitol yang semakin melonjak dan mengimbangi produksi sorbitol di pabrik lain yang semakin berkurang. Dalam hal ini Sorini Agro Asia Corporation, pada tahun 2007 mempunyai kapasitas sebesar 333.000 mt ton per tahun. Sorini Agro Asia Corporation bukan hanya memenuhi kebutuhan nasional tetapi dominan pada kebutuhan dunia. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan dan pasar global sorbitol, maka pabrik sorbitol dengan bahan baku tepung singkong ini berusaha memenuhi kebutuhan sorbitol sebesar 15 % dari keseluruhan kebutuhan nasional. Tabel I.1.6 Perkembangan produksi sorbitol di Indonesia Tahun Produksi (Ton / tahun) 2000 24.952,6 2002 21.356,158 2003 54.007,123 2004 54.325,376 2005 46.808,939 (Sumber: Biro Pusat Statistik, 2009)
I-9
y = 6217x – 1E+07 x = 2013 y = 2.514.821 ton/tahun Untuk data impor sorbitol diperoleh garis lurus dengan persamaan y = -145,63x + 29491. Tabel I.1.7 Perkembangan impor sorbitol di Indonesia Tahun Impor (ton/tahun) 2003 1.441,243 2004 3.858,382 2005 5.002,420 2006 3.278,889 2007 1.002,805 (Sumber: Biro Pusat Statistik, 2009)
I-10
y = -145.6x + 29491 x = 2013 y = - 263.601,8 ton/tahun Garis linear yang ditunjukkan pada grafik semakin menurun, ini menandakan bahwa secara keseluruhan kebutuhan sorbitol untuk import semakin kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan – perusahaan penghasil sorbitol lebih terpaku pada konsumen luar negeri yang lebih menjanjikan. Selain itu, hal ini dipacu karena Kondisi perekonomian dunia dan dalam negeri seperti nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, tingkat inflasi, suku bunga, dan sebagainya serta adanya perubahan peraturan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai akibat dari negara maju yang terus mengurangi ekspor dari negara maju lain yang menawarkan harga murah. Sehingga produksi sorbitol di indonesia lebih konsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dunia. Untuk data eksport sorbitol diperoleh garis lurus dengan persamaan y = 5937x – 1E+07. Tabel I.1.8 Perkembangan ekspor sorbitol di Indonesia Tahun ekspor (ton/tahun) 2004 101.693,092 2005 112.065,359
I-11
2006 115.200,084 2007 120.439,236 (Sumber: Biro Pusat Statistik, 2009 )
y = 5937x – 1E+07 x = 2013 y = 1.951.181 ton/tahun
Impor tahun 2013 Produksi yang ada pada tahun 2013
INDONESIA
Konsumsi tahun 2013
Ekspor tahun 2013
Dari keterangan di atas dapat diperoleh kebutuhan nasional pada tahun 2013 sebesar :
I-12
Kebutuhan konsumen = (Impor + Kapasitas produksi yang sudah ada) – Ekspor Kebutuhan konsumen = 300.038,2 ton/tahun Pabrik didirikan untuk memenuhi 15 % kebutuhan konsumen, sehingga : Kapasitas pabrik = 46.000 ton/tahun Dengan kapasitas yang ada, dapat ditentukan volume reaktor, perhitungan neraca massa, neraca panas dan lain-lain. Untuk menetukan kapasitas pabrik diperlukan data-data produksi dan pemakaian bahan, yang bisa diperoleh dari data Biro Pusat Statistik (BPS). Dari data tersebut pabrik kami merencanakan akan memenuhi 15% dari seluruh kebutuhan sorbitol nasional. Kapasitas pabrik sorbitol dari tepung singkong ini direncanakan sebesar 46.000 ton /tahun. Masa konstruksi pabrik sorbitol ini direncanakan memakan waktu tiga tahun, sehingga direncanakan pabrik ini akan mulai berproduksi pada tahun 2013. Faktor-Faktor Pokok Penentu Pemilihan Lokasi Industri ( Ekonomi Manajemen, 2006 ): – Letak dari sumber bahan mentah untuk produksi – Letak dari pasar konsumen – Ketersediaan tenaga kerja – Ketersediaan pengangkutan atau transportasi – Ketersediaan energi Dari faktor – faktor penentu lokasi pabrik diatas, perancangan pabrik sorbitol dari tepung singkong ini memilih lokasi pabrik berdasarkan letak dari sumber bahan baku untuk produksi. Lebih tepatnya pabrik ini direncanakan berlokasi di daerah Semarang, Jawa Tengah. Hal ini disebabkan Semarang memiliki tata tanam yang sistematis dan terstruktur untuk pertanian singkong. Selain itu Semarang merupakan kota yang strategis terutama dalam hal pemasaran dan transportasi. Perusahaan yang didirikan di lokasi mendekati bahan baku biasanya memiliki keuntungan biaya operasional yang lebih ringan serta dukungan pemerintah daerah setempat. Bahkan kadang-kadang perusahaan bisa mendesak pemerintah daerah
I-13
untuk mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan perusahaan misalnya kelonggaran peraturan mengenai lingkungan hidup dan ketenagakerjaan. Kebijakan pemerintah menjadi faktor yang sangat mempengaruhi perolehan profit dan benefit bagi perusahaan. Pemerintah daerah kawasan industri akan menetapkan upah minimum regional yang tinggi serta peraturan lingkungan yang ketat (kominfoJatim, 2009). I.2 Dasar Teori Gula alternatif yang sekarang sudah digunakan antara lain adalah gula siklamat, aspartam, stevia, dan gula alkohol. Gula alkohol antara lain adalah sirup glukosa, fruktosa, maltosa, manitol, sorbitol, dan xilitol. Gula alkohol mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula tebu (sukrosa), bahkan beberapa jenis lebih manis. Gula jenis ini dibuat dari bahan berpati seperti tapioka, pati umbi-umbian, sagu atau pati jagung sedangkan kita sangat kaya akan sumber bahan berpati ini. Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair mengandung D-glukosa, maltosa, dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati. Perbedaan dengan gula tebu yaitu sukrosa atau gula tebu merupakan gula disakarida, terdiri atas ikatan glukosa dan fruktosa, sedangkan sirup glukosa adalah monosakarida terdiri atas satu monomer yaitu glukosa. Bahan baku yang dapat digunakan yaitu bahan berpati. Sirup glukosa dapat dibuat dengan cara hidrolisis asam ataupun dengan cara enzimatis. Impor sirup glukosa pada tahun 2003 mencapai 112.396 kg atau 98.419 dolar AS ( Badan Litbang Pertanian, 2005). Sorbitol merupakan polihidrat yang serupa dengan gliserin dan merupakan gula alkohol yang mudah larut dalam air. Sorbitol secara komersial dibuat dari glukosa yang dihedrogenasi tekanan tinggi atau reduksi elektrolit melalui reaksi kimia. Konversi glukosa ke dalam bentuk sorbitol merupakan reaksi adisi dua unsur hidrogen terhadap aldosa (glukosa) melalui pemutusan ikatan rangkap C dan O pada gugus fungsional
I-14
aldehid. Sebagai gula alkohol sorbitol digunakan untuk alternatif bahan pemanis yang tidak meningkatkan kadar gula dalam darah, seperti halnya fruktosa dimana fruktosa tidak hanya untuk penderita diabetes tetapi juga digunakan untuk produk minuman ringan (soft drink), sirup, jelly, jam, coctail, dan sebagainya.
Gambar I.2.1 Rumus Bangun Sorbitol Sorbitol, suatu poliol (alkohol gula), bahan pemanis yang ditemukan dalam berbagai produk makanan. Sorbitol adalah golongan alkohol polyhidrat dengan rumus kimia C6 H 8 (OH) 6 struktur molekulnya mirip dengan glukosa, hanya gugus aldehide pada glukosa diganti menjadi gugus alkohol. Kemanisan sorbitol sekitar 60% dari kemanisan sukrosa (gula tebu) dengan ukuran kalori sekitar sepertiganya (wikipedia, 2009). Tabel I.2.1 Tingkat kemanisan beberapa gula terhadap sukrosa Tingkat Tingkat Gula Gula kemanisan kemanisan Sukrosa 100 D-Mannitol 69 Galactitol 41 D-Mannosa 59 D-Fruktosa 114 Raffinosa 22 D-Galaktosa 63 D-Rhamnosa 33 D-Glukosa 69 D-Sorbitol 51 Gula invert 95 Xylitol 102 Laktosa 39 D-Xylose 67 Maltosa 46 Keterangan : 10 % larutan
I-15
Sorbitol digunakan sebagai suatu humektan (pelembab) pada berbagai jenis produk sebagai pelindung melawan hilangnya kandungan moisture. Dengan sifat tekstur dan kemampuan untuk menstabilisasi kelembaban, sorbitol banyak digunakan untuk produksi permen, roti dan cokelat dan produk yang dihasilkan cenderung menjadi kering atau mengeraskan. Sorbitol bersifat non-cariogenik (tidak menyebabkan kanker) dan berguna bagi orang-orang penderita diabetes ( Smith,1991). Secara kimiawi sorbitol sangat tidak reaktif dan stabil, dapat berada pada suhu tinggi dan tidak mengalami reaksi Maillard (pencokelatan). Sehingga pada produksi kue berwarna segar, tidak ada penampilan warna cokelatnya. Juga berkombinasi baik dengan ramuan makanan lain seperti gula, jelly, lemak sayuran dan protein ( Marie,1991).
Bidang makanan Sorbitol umumnya ditambahkan pada makanan untuk memberikan ketahanan mutu dasar yang dimiliki makanan tersebut selama dalam proses penyimpanan. Pada perusahaan produsen permen, sorbitol diproses bersama gula agar permen yang dihasilkan menjadi tahan lama.
Bidang Farmasi Sorbitol merupakan salah satu bahan baku vitamin C. Selain itu sorbitol berfungsi sebagai pemanis, sehingga sering digunakan sebagai bahan baku dasar obat berbentuk syrup. Bagi penderita diabetes, sorbitol dapat dipakai sebagai bahan pemanis pengganti glukosa, fructose, maltose dan sukrose. Untuk produk makanan dan minuman diet, sorbitol memberikan rasa manis yang sejuk di mulut. Bidang kosmetik dan Pasta gigi Penggunaan sorbitol sangat luas di bidang kosmetika, diantaranya digunakan sebagai pelembab berbentuk cream untuk mencegah penguapan air dan dapat memperlicin kulit. Untuk
I-16
pasta gigi, sorbitol dapat dipergunakan sebagai penyegar atau obat pencuci mulut, dapat mencegah kerusakan gigi dan memperlambat terbentuknya caries gigi. Kegunaan lain Pada industri tekstil, kulit, kertas dan semir sepatu, sorbitol digunakan sebagai bahan pelunak dan stabilisator emulsi. Sedangkan pada industri rokok sorbitol digunakan sebagai stabilisator kelembaban, penambah aroma dan menambah rasa sejuk. Tabel I.3.1 Kegunaan dari sorbitol Bidang Kegunaan Farmasi / - Produksi Ascorbit Acid Makanan / (vitamin C) Minuman - Pemberi rasa manis - Stabilisator kelembaban - Pembentuk sirup dan menjaga kerusakan gigi - Dietary dan pengganti sucrose pada diabetiser - Membantu metabolisme Pasta gigi / - Stabilisator kelembaban Kosmetik - Penyegar - Non toxic - Memperlambat terbentuknya caries gigi Rokok / - Stabilisator kelembaban Tembakau - Penambah aroma dan rasa sejuk Kulit / kertas / cat - Stabilisator emulsi / suspensi / khusus / textile / kelembaban semir sepatu - Bahan pelunak dan tahan panas - Antistatic agent (textile) Lem / pernis / - Bahan pelunak
I-17
polyurethane / produk gelatinasi
-
Tahan panas (mempertahankan warna) Viskositasnya cukup tinggi
Gambar I.3.1 Kegunaan sorbitol pada beberapa produk
I.4 Sifat Fisika dan Kimia I.4.1 Bahan Baku Utama Menurut Biro Pusat Statistik (2009) kandungan pati yang terkandung dalam singkong sebesar 87,87 %. Tabel. I.4.1 Komposisi Singkong Komposisi
% Berat
Karbohidrat
87,87
Lemak
0,51
Protein
1,60
Air
7,80
Abu
2,22 Widowati 2001
I-18
Gambar I.4.1 Tepung singkong dan singkong I.4.2 Bahan Baku Pendukung I.4.2.1 Hidrogen Sifat fisika dan sifat kimia hidrogen adalah sebagai berikut (keyes, 1975): Sifat Fisik • Larut dalam air, alkohol dan eter • Tidak korosif • Mudah terbakar dan menimbulkan ledakan Sifat Kimia : 0.0899 gr/lt • Density : 0.0694 • Specific gravity • Specific volume : 193 cuft/lb (21.1oC) • Boiling point : -252oC • Auto – ignation temperature : 580oC I.4.2.2 Katalis Raney Nikel Katalis adalah substansi yang berfungsi untuk meningkatkan laju reaksi kimia, pada temperatur tertentu, namun tidak menimbulkan reaksi kimia terhadap katalis tersebut. Katalis membuat reaksi menjadi lebih cepat karena perubahan yang mereka lakukan pada reaktan, yaitu dengan cara menurunkan energi aktivasi (energi terkecil yang dibutuhkan untuk membuat suatu reaksi terjadi). Ada dua jenis katalis yang
I-19
dikenal, yaitu katalis heterogen dan katalis homogen. Katalis heterogen berada dalam fasa yang berbeda dengan reaktannya, sedangkan katalis homogen berada dalam fasa yang sama dengan reaktannya. Katalis homogen secara umum bereaksi dengan satu atau lebih reaktan untuk membentuk senyawa kimia “intermediate” yang akan bereaksi untuk membentuk reaksi yang diinginkan. Raney Nikel adalah sejenis katalis padat yang terdiri dari butiran halus alloy nikel-alumunium yang digunakan dalam berbagai proses industri. Ia dikembangkan pada tahun 1926 oleh insinyur Amerika Murray Raney sebagai katalis alternatif untuk hidrogenasi minyak nabati pada berbagai proses industri. Baru baru ini, ia digunakan sebagai katalis heterogen pada berbagai macam sintesis organik, umumnya untuk reaksi hidrogenasi.
Gambar I.4.2 Katalis Raney Nikel Nikel Raney dihasilkan ketika alloy nikel-aluminium diberikan natrium hidroksida pekat. Perlakuan yang disebut "aktivasi" ini melarutkan keluar kebanyakan aluminium dalam alloy tersebut. Struktur berpori-pori yang ditinggalkan mempunyai luas permukaan yang besar, menyebabkan tingginya aktivitas katalitik katalis ini. Katalis ini pada umumnya mengandung 85% nikel berdasarkan massa, berkorespondensi dengan dua atom nikel untuk setiap atom aluminium. Aluminium membantu menjaga stuktur pori katalis ini secara keseluruhan. Secara makroskopis, nikel Raney terlihat sebagai bubuk halus
I-20
yang berwarna kelabu. Secara mikroskopis, setiap partikel pada bubuk ini terlihat seperti jaring tiga dimensi, dengan ukuran dan bentuk pori-pori yang tidak tentu yang dibentuk selama proses pelindian. Nikel Raney secara struktural dan termal stabil, serta mempunyai luas permukaan BET yang besar. Sifat-sifat ini merupakan akibat langsung dari proses aktivasi, yang juga mengakibatkan aktivitas katalitik katalis yang relatif tinggi (Welsh, 2005). Menurut Othmer (1989) kandungan dari nikel Riney adalah sebagai berikut : Komposisi kimia – Ni, wt % : 96 – Al,wt % : 4 (seperti Al 2 O 3 ) Densitas pada fase solid : 8.1 g cm-3 Densitas partikel : 3.32 g cm-3 Porosity : 0.59 cm Pure Vol : 0.178 cm3g-1 I.4.2.3 Enzym Enzym adalah kompleks protein yang terdiri atas rantai peptida dengan berat molekul dari 15000 sampai jutaan dan mampu secara efisien mengkatalis reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme perantara. Kata enzym berasal dari istilah Yunani yang berarti harfiahnya”didalam sel” disamping kata enzym dikenal pula kata fermen yang berarti ragi atau cairan dalam. 1. Enzym -amilase α-amilase adalah endo enzym yang bekerja memutuskan ikatan α,1,4 secara acak di bagian dalam molekul baik pada amilosa dan amilopektin. Karena pengaruh aktivitasnya, pati terputus menjadi dekstrin dengan rantai sepanjang 6 – 10 unit glukosa. β –amilase adalah salah satu exo enzym yang memotong pati menjadi gugus maltosa melalui ujung yang tidak mereduksi. Berbeda denga α – amilase, β – amilase tidak dapat memotong
I-21
rantai di luar titik percabangan ( α – 1.6). Dengan demikian amilosa dipotong – potong secara sempurna menjadi maltosa, sedangkan amilopektin tetap dalam keadaan semula. Baik α – amilase maupun β – amilase tidak dapat memotong ikatan α – 1.6. Dengan demikian hasil hidrolisa selalu mengandung isomaltosa dan maltosa. α – amilase relatif tahan panas, tetapi tidak tahan terhadap pH yang rendah. Sebaliknya, β – amilase amat peka terhadap suhu , tetapi agak tahan terhadap asam. Stabilitas enzym dalam larutan meningkat dengan pembubuhan sejumlah senyawa tertentu, di antaranya garam dapur, garam –garam kalsium, pati dan produk-produk hidrolisa pati. Pengaruh ini sangat penting pada suhu di atas 65oC. Pengaruh ion kalsium terhadap stabilitas enzym sangat jelas, meskipun pada pembubuhan yang amat rendah. • Mikroorganisme Asal : Basillus lichenofermis • Nama Dagang : Optitherm L – 420 • Berat Molekul : 28.000 daltons • Kofaktor : Ca2+ max 200 ppm • Temperatur Optimum : 90 – 95 0C • Dosis : 0,5 – 0,8 kg/kg DS • Waktu Operasi : 2 – 3 jam 2. Enzym Glukoamilase Enzym-enzym yang tergolong di dalam kelompok glukoamilase ini dapat diperoleh dari berbagai strain aspergillus dan rhizopus. Tergantung pada organisme asalnya, enzym-enzym tersebut memiliki sifat-sifat kimia enzym yang berbeda-beda, namun pada kondisi yang tepat, semua enzym tersebut dapat menghidrolisis pati secara sempurna menjadi glukosa. Enzym glukoamilase bersifat eksoamilase, yaitu dapat memutus rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian tak mereduksi dari molekul tersebut. Baik ikatan α-1,4 maupun α-1,6 dapat
I-22
diputuskannya, walaupun dewasa ini sudah ditemukan enzim yang bekerjanya khusus memotong ikatan α-1,6 yaitu Pullunase yang dihasilkan oleh Aerobacter aerogenes, namun pemanfaatannya secara komersial, masih terbatas karena kurang ekonomis. I.4.3 Produk I.4.3.1 Produk Utama Produk utama dari pabrik ini adalah sorbitol cair, berikut adalah sifat fisika dan sifat kimia dari hasil utama dari pabrik ini: Sifat fisika : • Berbentuk liquid pada suhu kamar • Berwarna putih, tidak berbau dan berasa manis • Larut dalam air, glycerol dan propylene glycol • Sedikit larut dalam methanol, etanol, asam asetat dan phenol • Tidak larut dalam sebagian besar pelarut organik Sifat Kimia : : 1,2879 g/ml • Densitas (70%solution) : 182 • Berat molekul : 93oC • Melting point (metastable form) : 97,5o C (stable form) Kelarutan dalam air (25ºC) : 235 gr/100 gr H 2 O • : 20,2 kJ/mol • Panas pelarutan dalam air : high • Higroskopisity Spesifikasi produk sorbitol cair dari pabrik ini adalah sebagai berikut: : 75 • Polyalkohol (%) :• Air (%) (%) :• Loss in drying : 0,2 • Reducing sugars (%bb) Abu (%bb) : 0,1 • • Sulfat (SO4) (%) : 0,01
I-23
• • •
Klorida (Cl) (% dalam Cl): 0,002 Nickel (Ni) (%) : 0,0001 Mannitol (%) : 6,6879
I.4.3.2 Produk Samping Produk turunan dari pabrik ini adalah sebagai berikut : • Maltodextrin : dihasilkan dari proses hidrolisis parsial tepung dan enzim. Produk ini digunakan dalam pembuatan susu bubuk dan makanan olahan. : sakarida D – glukosa • Dextrose Monohidrat yang dimurnikan dan berbentuk kristal. D-glukosa memiliki rasa manis, berwarna putih, larut dalam air dan mudah dicerna dalam proses metabolisme tubuh maupun fermentasi dengan ragi. Bahan ini digunakan dalam pembuatan permen, roti, dan makanan olahan. • Maltitol : hasil dari proses hidrogenasi maltose. Banyak digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman bebas gula, karena memiliki daya serap tinggi. Maltitol digunakan untuk membuat makanan dan minuman untuk penderita diabetes, sedang menjalani diet, dan untuk membuat makanan yang tidak merusak gigi.
I-24
(halaman ini sengaja untuk dikosongkan)
View more...
Comments