Isi Makalah Eter Pada Kelinci
October 13, 2017 | Author: Elissa Sarwohono | Category: N/A
Short Description
FARMAKOLOGI...
Description
1 BAB. I
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes berasal dari bahasa Yunani anaisthēsia (dari an- ‘tanpa’ + aisthēsis ‘sensasi’) yang berarti tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: (1) anestesia lokal: hilangnya rasa sakit tanpa disertai kehilangan kesadaran; (2) anestesia umum: hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Anastetik local yang sering digunakan yang terdiri dari suatu ujung lopofilik (biasanya berupa cincin aromatic) dan ujung hidrofilik (biasanya amina sekunder atau tersier), yang dihubungkan suatu rantai intermediet yang menghubungakan ikatan ester atau amida.
Pada praktikum ini, kami melihat pengaruh pemberian eter terhadap perubahan kondisi kesadaran kelinci yang dapat diamati dengan beberapa parameter penting.
B. RUMUSAN MASALAH Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi garis besar penjelasan secara singkat mengenai hal – hal berikut ini. 1.
Apakah yang dimaksud dengan Anestesi Umum ?
2.
Bagaimana melakukan anestesi lokal dengan eter pada binatang percobaaan kelinci ?
3.
Apa saja yang menjadi parameter pengamatan pada hewan coba ?
4.
Bagaimana pengamatan stadium anestesinya ?
C. TUJUAN 1. Mampu melakukan anestesi umum menggunakan eter pada binatang percobaan kelinci 2. Mampu mengamati stadium anestesi yang terjadi melalui parameter-parameter antara lain : respon nyeri, lebar pupil, jenis pernafasan, frekuensi jantung, dan tonus otot 3. Mampu menjelaskan stadium-stadium anestesi 4. Memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Farmakologi
FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
2 BAB. II
PEMBAHASAN MATERI DASAR TEORI Anestesi umum merupakan tindakan menghilangkan rasa nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidaksadaran, analgesia, relaksasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Anestesi umum ini dapat dihasilkan dengan pemberian obat sesuai dengan bentuk fisiknya, yaitu anestetik menguap, anestetik gas dan anestetik yang diberi secara IV (intravena). Praktikum pemberian anestesi umum pada kelinci ini menggunakan obat anestetik menguap, yaitu eter. Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama, yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlewatinya induksi. Namun hal ini dapat diatasi dengan memberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai, kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap. Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau, mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter juga merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anastesi. Eter dapat menghasilkan efek analgesik dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % walaupun penderita masih sadar sehingga eter mempunyai sifat analgesik yang kuat sekali. Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium, yaitu: Stadium I Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.
FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
3 Stadium II Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apnu dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia. Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian. Stadium III Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu: Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun). Plana2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi. Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun). Plana 4: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).
Stadium IV Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pemapasan buatan.
FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
4 BAB. III
METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT Alat : Mouth cap (corong anestesi) Pipet penetes Hewan uji: kelinci Bahan : Eter
B. CARA KERJA Mencatat -
Keadaan pernafasan Keadaan mata Keadaan otot atau pergerakan Keadaan saliva Rasa nyeri Lain - lain
-
Memasang corong anestesi pada kelinci Memulai meneteskan eter dengan kecepatan kira – kira 60 tetes / menit
-
Mempertahankan keadaan ini beberapa saat ( 5 menit ) Mengamati keadaan kelinci tanpa menambah eter
-
Percobaan dapat diulangi Mencatat hal – hal yang perlu Memperhatikan keadaan stadium anestesi Menghitung jumlah eter yang diperlukan
Memulai Percobaan
Stadium of Anesthesia
10 – 15 menit
Hasil Pengamatan FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
5 BAB. IV
DATA HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Pemeriksaan
No.
Waktu 0’ menit
5’ menit
10’ menit
15’ menit
20’ menit
1
Frekuensi Pernafasan
230/60 detik
290/60 detik
290/60 detik
290/60 detik
290/60 detik
2
Irama
Teratur
Teratur
Tidak teratur
Teratur
Tidak teratur
3
Jenis Pernafasan
Dada
Dada
Dada
Dada
Perut
4
Amplitudo
Dangkal
Dangkal
Sedang
Sedang
Dalam
5
Keadaan mata
Normal
Normal
Sayu
Sayu
Sayu
6
Lebar Pupil kanan(mm)
0,8 cm
0,8 cm
0,8 cm
0,8 cm
0,8 cm
7
Lebar Pupil kiri(mm)
0,8 cm
0,8 cm
0,8 cm
0,8 cm
0,8 cm
8
Refleks Kornea
Normal
Normal
Ada
Ada
Tidak ada
9
Keadaan Saliva
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
10
Rasa nyeri
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
11
Warna telinga
Merah muda
Merah muda
Merah muda
Merah muda
Merah muda
12
Stadium
-
I
II
III
III
13
Pergerakan mata
Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Tidak bergerak
Hasil Diskusi 1) Apakah semua stadium anestesi umum dengan eter didapatkan dapat terlihat pada pecobaan ini? Iya, walaupun tidak semua stadium dari I sampai IV, namun percoban dapat menunjukkan keadaan kelinci di stadium I. 2) Bila dapat terlihat dengan jelas, apakah tanda-tanda pada setiap stadium didapatkan? Tanda-tanda manakah yang tidak terlihat dengan jelas pada percobaan?
FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
6 Iya, terdapat tanda-tanda yang khas pada stadium anestesi tertentu, sehingga dapat dibedakan dengan jelas sudah memasuki stadium yang mana. Tanda-tanda yang tidak terlihat jelas adalah keadaan saliva, rasa nyeri, dan refleks kornea. 3) Pada stadium manakah rasa nyeri mulai hilang? Pada penggunaan anestesi eter, efek analgesik mulai didapatkan pada stadium I. Pada stadium tersebut hewan coba tidak merasakan nyeri dan kesadaran mulai hilang. 4) Pada stadium manakah terdapat relaksasi otot bergaris? 5) Bagaimanakah salivasinya, dan mengapa bisa terjadi? Kelinci pada kelompok kamu tidak mengalami hipersaliva. Apabila terjadi, hipersaliva bisa terjadi karena penurunan refleks kelenjar. 6) Tanda-tanda apakah yang didapatkan pada binatang coba dan keadaan anestesi sampai kembali ke keadaan sadar? Frekuensi napas, frekuensinya berubah menjadi cepat dan teratur. Mata mulai kembali normal Nafsu makan kembali normal Adanya refleks cahaya kornea 7) Cara pemberian anestesi pada percobaan ini disebut dengan cara apa? Teknik anestesi umum dengan cara anestesi inhalasi 8) Apa kerugian dan keuntungan penggunaan eter sebagai anestesi umum? Keuntungan : –
Cocok untuk prosedur yang singkat
–
Trauma laring kurang
–
Bisa dengan alat sederhana dan tanpa oksigen
Kerugian : –
Kemungkinan aspirasi besar
–
Waktu operasi menjadi terburu-buru / diteruskan dengan insuflasi
–
Tidak dapat menggunakan diaterm
9) Apakah keuntungan premedikasi morphine – atrophine pada anestesi dengan ester? – Menimbulkan rasa nyaman – Menghilangkan rasa khawatir – Memberikan analgesia
FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
7 10) Anestesi umum
apakah yang tidak boleh digunakan pada penderita yang baru
menderita hepatitis infeksiosa? Anasthesi halotan, enfluran, dan isofluran, karena jenis anasthesi ini akan menghasilkan metabolit yang dapat merusak hepar. 11) Anestesi manakah yang baik / dapat digunakan pada penderita dengan TBC paru dupleks? Anasthesi yang baik / dapat digunakan pada penderita dengan tuberculosis paru dupleks adalah anasthesi yang tidak mengiritasi saluran napas dan tidak merangsang sekresi kelenjar bronkus, yaitu Ketamin, karena hanya menganasthesia area spesifik saja di otak, dan tidak menyebabkan depresi pernafasan, sehingga nafas tetap normal. 12) Apakah pemberian adrenalin dapat dilakukan pada semua jenis anestesi? Jelaskan ! Tidak. Pada anasthesi menggunakan halotan tidak boleh diberikan adrenalin, karena halotan memberikan efek kardiovaskular dengan meningkatkan sensitifitas miokardium terhadap adrenalin, sehingga jika diberikan adrenalin, bisa menyebabkan terjadinya aritmia. Pada anestesi menggunakan ketamin juga tidak boleh dikombinasikan dengan adrenalin recovery-nya sudah lama dan tekanan darahnya sudah bisa meningkat tanpa adrenalin
Pembahasan Sebelum melakukan persobaan pada kelinci, dilakukan tindakan perawatan. Contohnya, memberikan makanan dan minuman yang cukup serta menjaga kebersihan tubuhnya, agar kelinci dalam keadaan yang sehat , stabil, dan tenang. Setelah keadaan kelinci dirasa siap, mulai dilakukan pemeriksaan sebelum meneteskan eter. Pengamatan meliputi keadaan pernafasan, mata, saliva, rasa nyeri dan warna telinga. Pada keadaan normal ini yang nantinya digunakan sebagai kontrol. Pemberian eter awal seharusnya 60 tetes, tetapi kelinci kami pada tetes ke 60 masih tetap dalam keadaan normal, sehingga ditambahkan 30 tetes lagi, akan tetapi keadaan kelinci masih tetap normal. Kelinci didiamkan selama 5 menit , setelah 5 menit diamati keadaan kelinci yang meliputi frekuensi pernafasan, jenis pernafasan, keadaan mata, lebar pupil kanan dan kiri, reflek kornea, keadaan saliva, rasa nyeri, warna telinga, dan stadium.
FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
8 Hasil yang didapat pada penetesan pertama mencapai stadium 1 yang ditandai dengan perubahan frekuensi pernafasan saja, sementara yang lain masih tetap sama seperti stadiumn sebelum ditetesi eter. Pada menit ke 10 dilakukan penetesan kedua sebanyak 30 tetes. Pada anestesi kedua ini kelinci mengalami stadium II, dimana hasil pengamatan menunjukkan hasil adanya irama pernafasan yang tidak teratur dan keadaan mata yang sayu. Pada menit ke 15 dilakukan penetesan ketika sebanyak 30 tetes. Pada anestesi ketiga ini, pengamatan yang didapat yaitu kelinci tetap dalam keadaan normal, tidak ada perubahan yang terjadi pada kelinci. Pada menit ke 20 dilakukan penetesan yang terakhir. Pada anestesi terakhir ini, keadaan kelinci mulai menurun dengan stadium III yang ditandai dengan irama pernafasan yang tidak teratur, pernafasan perut mulai nyata dari pada pernafasan dada, dan refleks cahaya hilang. Pada anestesi terakhir ini kelinci mengalami hilangnya kesadaran dalam beberapa menit sampai akhirnya kembali normal lagi.
FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
9 BAB. V
DOKUMENTASI
FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
10 BAB. VI
PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa obat anetesi umum yang paling lambat menimbulkan reaksi eksitasi, anestesi dan kematian melalui jalur inhalasi adalah dietil eter. Dietil eter dapat menimbulkan kematian pada kelinci berumur dibawah 2 bulan hal ini mungkin disebabkan oleh sifat eter yang mudah menguap sehingga cepat berikatan dengan oksigen. Anestesi umum memiliki empat stadium yaitu stadium analgesia delirium (eksitasi), pembedahan dan paralisis medula oblongata eter dari stadium anestesi membutuhkan waktu yang lama karena jenis anestesi umum ini akan efektif apabila digunakan melalui intravena. Pada percobaan kelinci mengalami stadium II pada menit ke 10, mengalami stadium III pada menit ke 20.
FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
11
DAFTAR PUSTAKA Baulton,Thomas B.1994.Anestesiologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Katzung B,G.1989.Basic and clinical pharmachology.4 th.ed (1989) Appleton dan
Lange, A publishing division of Prentica Hall International Inc. Conecut USA Kee, Soyce,L. 1996. Farmakologi. Jakarta : EGC
FARMAKOLOGI : ANESTESI UMUM
View more...
Comments