Isi Laporan Tutor Blok Psikiatri Sken 1

November 18, 2018 | Author: nooriqmaliyar | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

need to edit...

Description

BAB I PENDAHULUAN

I.

PERMASALAHAN

1. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, terhadap keluhan yang dialami oleh  pasien? 2. Apa penyebab dari keluhan yang terjadi pada skenario diatas? 3. Bagaimana mekanisme terjadinya stress, faktor yang memicu, serta manajemen terhadap stress? 4. Bagaimana interpretasi dari hasil anamnesis terhadap pasien? 5. Bagaimana hubungan antara keluhan dan onset yang terjadi pada kasus di skenario? 6. Apa saja klasifikasi dari stress? 7. Apa saja jenis-jenis dari waham, kriteria waham, jenis halusinasi, serta pada skenario di atas termasuk yang mana? 8. Bagaimana faktor resiko orang yang rentan mengalami keluhan tersebut? 9. Bagaimana penegakan diagnosis untuk kasus tersebut? 10. Apa saja ciri-ciri sehat secara psikis? 11. Apa saja ciri-ciri ganggguan secara psikis, serta gejala apa saja yang muncul? 12. Apa saja kontrol rutin yang akan dilakukan, serta apa yang akan terjadi jika tidak melakukan kontrol rutin pada pasien tersebut? 13. Bagaimana penegakan diagnosis? 14. Apa saja diagnosis banding dan diagnosis yang tepat untuk kasus tersebut? 15. Bagaimana komplikasi dan prognosis dari kasus tersebut? II.

PENTINGNYA MASALAH TERSEBUT DIBAHAS

Mengetahui berbagai gangguan yang terjadi pada kasus psikiatri serta mengetahui alur diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat di bidang ilmu kedokteran jiwa.

III.

TUJUAN PEMBAHASAN

Tujuanpembelajaran ( Learning  Learning Objective) Objective) padaskenarioadalah: 1. Menjelaskan klasifikasi dari stress 1

2. Menjelaskan penyebab, faktor resiko, dan manajemen dari stress 3. Menjelaskan jenis-jenis gangguan psikiatri 4. Menjelaskan alur penegakan diagnosis untuk pasien psikiatri 5. Menjelaskan pemeriksaan terkait untuk kasus psikiatri 6. Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding pada skenario terkait 7. Menjelaskan tatalaksana yang tepat untuk kasus psikiatri 8. Menjelaskan komplikasi dan prognosis yang tepat pada skenario

IV.

SKENARIO MENGAMUK

Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke IGD RS oleh keluarga dan tetangganya karena mengamuk hampir membakar rumahnya sendiri. Menurut keluarganya pasien sering marah-marah dan teriak-teriak tanpa sebab sejak 4 minggu yang lalu. Pasien juga jadi sering curiga terhadap orang lain, bahkan pasien juga merasa bahwa tetangga dan keluarganya merencanakan niat jahat terhadap dirinya. Menurut keluarga, sepertinya dia mengalami stress berat karena hal tersebut terjadi setelah beberapa kali melamar pekerjaan di beberapa tempat tidak diterima. Sehariharinya tampak tidak terawat, tidak mau mandi, tampak bingung, pakaian kusut dan kumal. Keluarganya pernah membawanya ke paranormal namun tidak ada  perbaikan, kemudian k emudian atas saran kepala k epala desa dia dibawa ke rumah sakit jiwa. Dokter  jaga di RSJ mengatakan bahwa pada pasien didapatkan waham, halusinasi, dan derealisasi yang menyebabkan perilaku aneh. Dokter jaga mengatakan bahwa pasien harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari dan kontrol rutin untuk penanganan yang lebih baik.

2

2. Menjelaskan penyebab, faktor resiko, dan manajemen dari stress 3. Menjelaskan jenis-jenis gangguan psikiatri 4. Menjelaskan alur penegakan diagnosis untuk pasien psikiatri 5. Menjelaskan pemeriksaan terkait untuk kasus psikiatri 6. Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding pada skenario terkait 7. Menjelaskan tatalaksana yang tepat untuk kasus psikiatri 8. Menjelaskan komplikasi dan prognosis yang tepat pada skenario

IV.

SKENARIO MENGAMUK

Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke IGD RS oleh keluarga dan tetangganya karena mengamuk hampir membakar rumahnya sendiri. Menurut keluarganya pasien sering marah-marah dan teriak-teriak tanpa sebab sejak 4 minggu yang lalu. Pasien juga jadi sering curiga terhadap orang lain, bahkan pasien juga merasa bahwa tetangga dan keluarganya merencanakan niat jahat terhadap dirinya. Menurut keluarga, sepertinya dia mengalami stress berat karena hal tersebut terjadi setelah beberapa kali melamar pekerjaan di beberapa tempat tidak diterima. Sehariharinya tampak tidak terawat, tidak mau mandi, tampak bingung, pakaian kusut dan kumal. Keluarganya pernah membawanya ke paranormal namun tidak ada  perbaikan, kemudian k emudian atas saran kepala k epala desa dia dibawa ke rumah sakit jiwa. Dokter  jaga di RSJ mengatakan bahwa pada pasien didapatkan waham, halusinasi, dan derealisasi yang menyebabkan perilaku aneh. Dokter jaga mengatakan bahwa pasien harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari dan kontrol rutin untuk penanganan yang lebih baik.

2

BAB II DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

I.

LANGKAH I : MEMBACA SKENARIO DAN MENGKLARIFIKASI KATA SULIT

Dalamskenarioini kami menemukanbeberapaistilahsebagaiberikut: 1. Waham Keadaan dimana sekret yang berasal dari hidung turun hingga mencapai tenggorokan 2. Halusinasi adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang banyak digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat  pada sel mastosit kulit 3. Derealisasi Mukosa hidung pucat, kebiruan seperti rhinitis alergica 4. Stress Perubahan posisi septum nasi dari garis medialnya

II.

LANGKAH II : MERUMUSKAN PERMASALAHAN

16. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, terhadap keluhan yang dialami oleh  pasien? 17. Apa penyebab dari keluhan yang terjadi pada skenario diatas? 18. Bagaimana mekanisme terjadinya stress, faktor yang memicu, serta manajemen terhadap stress? 19. Bagaimana interpretasi dari hasil anamnesis terhadap pasien? 20. Bagaimana hubungan antara keluhan dan onset yang terjadi pada kasus di skenario? 21. Apa saja klasifikasi dari stress? 22. Apa saja jenis-jenis dari waham, kriteria waham, jenis halusinasi, serta pada skenario di atas termasuk yang mana? 23. Bagaimana faktor resiko orang yang rentan mengalami keluhan tersebut? 3

24. Bagaimana penegakan diagnosis untuk kasus tersebut? 25. Apa saja ciri-ciri sehat secara psikis? 26. Apa saja ciri-ciri ganggguan secara psikis, serta gejala apa saja yang muncul? 27. Apa saja kontrol rutin yang akan dilakukan, serta apa yang akan terjadi jika tidak melakukan kontrol rutin pada pasien tersebut? 28. Bagaimana penegakan diagnosis? 29. Apa saja diagnosis banding dan diagnosis yang tepat untuk kasus tersebut? 30. Bagaimana komplikasi dan prognosis dari kasus tersebut?

III.

LANGKAH III : MELAKUKAN CURAH PENDAPAT DAN MEMBUAT PERNYATAAN SEMENTARA MENGENAI PERMASALAHAN DALAM LANGKAH II 1. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, terhadap keluhan yang dialami oleh pasien?

2. Apa penyebab dari keluhan yang terjadi pada skenario diatas?

Umumnya

sebab-sebab

gangguan

jiwa

menurut

Santrock

(1999)

dibedakan atas : a. Sebab-sebab jasmaniah/ biologic 1. Keturunan Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat. 2. Jasmaniah Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang berhubungan dengan gangguan jiwa tertentu, Misalnya yang bertubuh gemuk/ endoform cenderung menderita psikosa manik depresif, sedang yang kurus/ ectoform cenderung menjadi skizofrenia. 3. Temperamen 4

Orang yang terlalu peka/ sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan  jiwa. 4. Penyakit dan cedera tubuh Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker dan sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian  pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.  b. Sebab Psikologik Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari. Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa. 1.

Masa bayi Yang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2  –   3 tahun, dasar perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut adalah sosialisasi dan pada masa ini. Cinta dan kasih sayang ibu akan memberikan rasa hangat/ aman bagi bayi dan dikemudian hari menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat. Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak dikemudian hari akan berkembang kepribadian yang bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan. Sebaiknya dilakukan dengan tenang, hangat yang akan memberi rasa aman dan terlindungi, sebaliknya, pemberian yang kaku, keras dan tergesa-gesa akan menimbulkan rasa cemas dan tekanan.

2. Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai 7 tahun) Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh disiplin dan otoritas. Penolakan orang tua pada masa ini, yang mendalam atau ringan,

akan

menimbulkan

rasa

tidak

aman

dan

ia

akan

mengembangkan cara penyesuaian yang salah, dia mungkin menurut, menarik diri atau malah menentang dan memberontak. Anak yang tidak mendapat kasih sayang tidak dapat menghayati disiplin tak ada  panutan,

pertengkaran 5

dan

keributan

membingungkan

dan

menimbulkan rasa cemas serta rasa tidak aman. hal-hal ini merupakan dasar yang kuat untuk timbulnya tuntutan tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak dikemudian hari. 3. Masa Anak sekolah Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan intelektual yang pesat. Pada masa ini, anak mulai memperluas lingkungan  pergaulannya. Keluar dari batas-batas keluarga. Kekurangan atau cacat  jasmaniah dapat menimbulkan gangguan penyesuaian diri. Dalam hal ini sikap lingkungan sangat berpengaruh, anak mungkin menjadi rendah diri atau sebaliknya melakukan kompensasi yang positif atau kompensasi negatif. Sekolah adalah tempat yang baik untuk seorang anak mengembangkan kemampuan bergaul dan memperluas sosialisasi, menguji kemampuan, dituntut prestasi, mengekang atau memaksakan kehendaknya meskipun tak disukai oleh si anak. 4. Masa Remaja Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahanperubahan yang  penting yaitu timbulnya tanda-tanda sekunder (ciri-ciri diri kewanitaan atau kelaki-lakian) Sedang secara kejiwaan, pada masa ini terjadi  pergolakan- pergolakan yang hebat. pada masa ini, seorang remaja mulai dewasa mencoba kemampuannya, di suatu pihak ia merasa sudah dewasa (hak-hak seperti orang dewasa), sedang di lain pihak  belum sanggup dan belum ingin menerima tanggung jawab atas semua  perbuatannya. Egosentris bersifat menentang terhadap otoritas, senang  berkelompok, idealis adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu lingkungan yang baik dan penuh pengertian akan sangat membantu  proses kematangan kepribadian di usia remaja. 5. Masa Dewasa muda Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman dan  bahagia akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan diri dan umumnya ia akan berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan pad a masa ini. Sebaliknya yang mengalami banyak gangguan pada masa sebelumnya, 6

 bila mengalami masalah pada masa ini mungkin akan mengalami gangguan jiwa. 6. Masa dewasa tua Sebagai patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan dan sosial seseorang sudah mantap. Sebagian orang berpendapat perubahan ini sebagai masalah ringan seperti rendah diri. pesimis. Keluhan  psikomatik sampai berat seperti murung, kesedihan yang mendalam disertai kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh diri. 7. Masa Tua Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada masa ini Berkurangnya daya tanggap, daya ingat, berkurangnya daya belajar, kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering mengakibatkan kesalah  pahaman orang tua terhadap orang di lingkungannya. Perasaan terasing karena

kehilangan

teman

sebaya

keterbatasan

gerak

dapat

menimbulkan kesulitan emosional yang cukup hebat. c. Sebab Sosio Kultural Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang dapat dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab langsung menimbulkan gangguan jiwa, biasanya terbatas menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan tersebut.

3. Bagaimana mekanisme terjadinya stress, faktor yang memicu, serta manajemen terhadap stress? Stres dan penyesuaian diri

Stres adalah istilah dari ilmu kedokteran yang secara harfiah diartikan sebagai tekanan atau ketegangan yang memiliki kecenderungan mengganggu tubuh. Dari sudut pandang psikologi, stres dapat dikatakan sebagai segala sesuatu

7

yang mengganggu kita untuk beradaptasi atau mengatasi suatu masalah (Santrock, 2003). Stres bisa datang dari lingkungan, tubuh atau pikiran kita sendiri. Stres dari lingkungan mungkin disebabkan karena kebisingan, polusi, keramaian, situasi kacau, dan segala macam ancaman lain. Stres dari tubuh disebabkan oleh kondisi sakit, luka, ketegangan tubuh, atau penyakit-penyakit metabolik tertentu (Santrock, 2003). Sumber stress psikologis

Sumber atau pembangkit keadaan stress disebut stressor. Stressor dapat menimbulkan beberapa keadaan yang dapat menjadi sumber stress, yaitu frustasi, konflik, tekanan atau krisis.. Ini dapat dirasakan sebagai unsur dari luar. Oleh individu, stressor itu dipersepsikan sebagai tanda ancaman atau kebutuhan; keadaan eksitasi itu sendiri dapat menjadi stressor apabila melebihi batas intensitas tertentu. Kita dapat mengatakan, bahwa bagi pasien kita, omongan yang tidak menyenangkan merupakan salah satu stressor, dan berbagai perasaan kesal, sakit kepala dan mual merupakan manifestasi keadaan stress sebagai respons atas stressor itu. Pada penelitian lebih lanjut atas pasien tersebut terungkap bahwa  pendekatan oleh teman-temannya juga merupakan stressor baginya, meskipun  biasanya manusia merasakan pendekatan oleh teman-teman sebagai hal yang menyenangkan. Nampak disini, bahwa suatu rangsang dapat dirasakan sebagai hal yang menyenangkan pada orang satu, dan sebagai stressor pada orang lain;  bahkan pada waktu tertentu, sesuatu jenis rangsang tertentu dapat menyenangkan  pada waktu ini dan merupakan stressor di waktu lain. Ini menggambarkan suatu kenyataan penting: bahwa sifat stressor bukan inherent terletak pada jenis rangsangan, melainkan pada penanggapan rangsangan itu oleh organisme (Maramis, 2009). (1) Frustasi

Timbul bila ada aral melintang (stresor) antara kita dan tujuan kita, misalnya bila kita mau berpiknik lantas kemudian hujan deras atau mobil mogok, atau mangga di pohon keliatan enak sekali bagi si anak, tetapi tiba-tiba keluar seekor anjing yang galak (Maramis, 2009). 8

(2) Tekanan

Juga dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari  biarpun kecil tetapi bila di tumpuk-tumpuk dan berlangsung terus menerus (stresor jangka panjang), dapat menimbulkan stress yang hebat. Tekanan, seperti  juga frustasi dapat bersal dari dalam atau luar individu (Maramis, 2009). (3) Konflik

Terjadi apabila kita tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam atau tujuan. Memilih yang satu berarti tidak tercapai tujuan yang lain. Ibarat kita ada disimpang jalan tetapi kita tidak dapat memilih ke kiri atau ke kanan, misalnya seorang pemuda ingin menjadi seorang dokter, tetapi sekaligus takut akan tanggungjawab kelak bila sudah jadi ( konflik mau-tak-mau atau pendekatan  pengelakan). Atau jika kita harus memilih antara sekolah terus atau menikah; mengurus rumah tangga atau terus aktif dalam organisasi; antara tugas dan ambisi istri atau ibu kesenangan sekarang atau ideologi, orang tua atau panggilan (konflik  pendekatan ganda) (Maramis, 2009). (4) Krisis

Adalah keadaan karena stresor mendadak dan besar sehingga menimbulkan stress pada seorang individu atau kelompok, misalnya : kematian, kecelakaan,  penyakit yang memerlukan operasi, masuk sekolah untuk pertama kali. Terdapat  banyak tempat dengan banyak krisis (konsentrasi krisis), misalnya ruang gawat darurat di rumah sakit, kamar bersalin, kamar bedah, taman kanak-kanak dan tingkat pertama pada suatu fakultas pada minggu- minggu pertama tahun kuliah  baru, desa yang kena bencana alam dan kekurangan makanan sesudahnya, atau  bila kemudian bantuan makanan datang (tadi krisis karena tidak ada makanan, kemudian krisis karena tiba-tiba ada makanan) (Maramis, 2009). Contoh lain lagi adalah konflik yang terjadi bila kita harus memilih antara  beberapa hal yang semuanya tidak kita inginkan, misalnya pekerjaan yang tidak menarik atau menganggur, menikah dengan orang yang tidak simpatik atau kemungkinan tidak menikah sama sekali; berbuat sesuatu yang berbahaya atau dicap sebagai pengecut (konflik pengelakan ganda) (Lubis, B. 1989).

9

Konflik merupakan pertentangan dalam diri, dan dapat dilihat bahwa konflik meningkatkan ketegangan  –   seringkali suatu ketegangan yang menganggu dan tidak menyenangkan, sehingga berupa stress (Lubis, B. 1989). Konflik intrapsikik yaitu konflik antara komponen-komponen jiwa itu sendiri, yang bukan merupakan konflik yang disadari, bukan yang dihayati nyata sevagai  pergumulan batin antara dorongan, motif atau keinginan, melainkan konflik nirsadar (Lubis, B. 1989). Mekanisme Koping Stress

Mekanisme koping stress adalah suatu usaha untuk mengontrol, mengurangi, atau belajar untuk menoleransi suatu ancaman yang menyebabkan stress. Mekanisme ini dapat dibagi dua, yaitu: a. Koping yang berfokus pada emosi, dimana individu akan mencoba untuk mengatur emosinya dalam menghadapi stress, berusaha untuk mengubah  perasaan yang dialaminya tentang suatu masalah.  b. Koping yang berfokus pada masalah, dimana individu akan berusaha untuk memodifikasi masalah atau sumber yang menyebabkan stress (Feldman, 2009).

Terdapat pula mekanisme koping lainnya yang tidak sesuai untuk menghadapi stress karena mekanisme koping ini cenderung menghindari kenyataan dan masalah, bukannya menghadapi dan menyelesaikan masalahnya, seperti a.  Avoidance coping , dimana individu akan cenderung menghindari stressor. Hal ini bisa dilakukan dengan berharap sesuatu yang cenderung mustahil, atau dengan mengonsumsi obat, meminum minuman beralkohol, atau makan berlebihan.

 b.  Defense mechanism, dimana individu akan berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan menyembunyikan stressor dari dirinya sendiri dan orang lain. Mekanisme ini akan memberi kesempatan individu tersebut untuk menghindari stress dengan berpura-pura bahwa stressor itu tidak ada.

10

c.  Emotional insulation, dimana individu berhenti merasakan emosi apapun, sehingga individu tetap tidak akan terpengaruh dan tergerak oleh suatu  pengalaman positif maupun negatif (Feldman, 2009).

4. Bagaimana interpretasi dari hasil anamnesis terhadap pasien?

5. Bagaimana hubungan antara keluhan dan onset yang terjadi pada kasus di skenario?

6. Apa saja klasifikasi dari stress? (sudah ada di LO)

7. Apa saja jenis-jenis dari waham, kriteria waham, jenis halusinasi, serta pada skenario di atas termasuk yang mana?

Waham adalah kepercayaan yang salah yang didasarkan atas kesimpulan yang salah tentang kenyataan luar, yang tidak sesuai dengan latar belakang intelegensi dan kebudayaan pasien, serta tidak bisa dikoreksi dengan penalaran. Kriteria : 1)

Pasien percaya 100% bahwa isi pikirannya benar

2)

Bersifat egosentrik

3)

Tidak sesuai dengan logika

4)

Tidak bisa dikoreksi dengan cara apapun, termasuk dengan cara yang logis dan re

alistik. 5)

Pasien hidup atau berperilaku menurut wahamnya.

Jenis-jenis waham (Direja, 2011) yaitu : 11

Jenis Waham

engertian

Waham kebesaran

eyakinan

erilaku Klien secara Saya

ini

pejabat

di

erlebihan bahwa dirinya ementrian Semarang” emiliki kekuatan khusus atau

kelebihan

yang

erbeda dengan orang lain, diucapkan

Saya

punya

perusahaan

aling besar lho”

berulang-ulang

etapi tidak sesuai dengan enyataan Waham agama

eyakinan terhadap suatu Saya adalah tuhan yang agama

secara

diucapkan

berlebihan, isa

berulang-ulang

etapi tidak sesuai dengan

menguasai

engendalikan

dan semua

akhluk”

enyataan Waham curiga

eyakinan seseorang atau Saya tahu mereka yang sekelompok au

orang

merugikan

encederai diucapkan

yang isa menghancurkan saya, atau arena

iri

dengan

dirinya, esuksesan saya” berulang-ulang

etapi tidak sesuai dengan enyataan Waham somatik

eyakinan seseorang bahwa Saya menderita kanker” ubuh

atau

sebagian

ubuhnya

terserang

enyakit,

diucapkan

erulang-ulang tetapi tidak

adahal hasil pemeriksaan ab tidak ada sel kanker ada tubuhnya

sesuai dengan kenyataan Waham nihilistik

eyakinan seseorang bahwa Ini saya berada di alam

12

dirinya

sudah

meninggal ubur ya, semua yang ada

dunia, diucapkan berulang- disini adalah roh-rohnya” lang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan

Halusinasi adalah merupakan salah satu contoh gangguan persepsi. Persepsi adalah sebuah proses mental yang merupakan pengiriman stimulus fisik menjadi informasi psikologis sehingga stimulus sensorik dapat diterima secara sadar. Halusinasi adalah

persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan

stimulus eksternal yang nyata; menghayati gejala-gejala yang dikhayalkan sebagai hal yang nyata. Macam-macam halusinasi/ ilusi antara lain: a.

halusinasi hipnagogik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika mulai jatuh tertidur, secara umum bukan tergolong fenomena patologis

 b.

halusinasi hipnapompik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika seseorang mulai terbangun, secara umum bukan tergolong fenomena patologis

c.

halusinasi auditorik: persepsi suara yang keliru, biasanya berupa suara orang meski dapat saja berupa suara lain seperti musik, merupakan jenis halusinasi yang  paling sering ditemukan pada gangguan psikiatri

d.

halusinasi visual: persepsi penglihatan keliru yang dapat berupa bentuk jelas (orang) atau pun bentuk tidak jelas (kilatan cahaya), sering kali terjadi pada gangguan medis umum

e.

halusinasi penciuman: persepsi penghidu keliru yang seringkali terjadi pada gangguan medis umum

f.

halusinasi pengecapan: persepsi pengecapan keliru seperti rasa tidak enak sebagai gejala awal kejang, seringkali terjadi pada gangguan medis umum

g.

halusinasi taktil: persepsi perabaan keliru seperti phantom libs (sensasi anggota tubuh teramputasi), atau formikasi (sensasi merayap di bawah kulit)

13

h.

halusinasi somatik: sensasi keliru yang terjadi pada atau di dalam tubuhnya, lebih sering menyangkut organ dalam (juga dikenal sebagai cenesthesic hallucination)

i.

halusinasi liliput: persepsi keliru yang mengakibatkan obyek terlihat lebih kecil (micropsia)

 j.

halusinasi serasi afek: halusinasi atau ilusi yang isinya sesuai dengan afek. Contoh misalnya pasien depresi mendengar suara-suara yang menyatakan bahwa dirinya orang jelek sedangkan pasien mani mendengar suara yang menyatakan bahwa dirinya kuat, sangat berharga, sangat pandai.

k.

Halusinasi tidak serasi afek : halusinasi dan ilusi yang isinya tidak serasi dengan afek depresi maupun mania; kebalikannya dengan serasi afek

l.

Halusionosis : suatu halusinasi yang umumnya bersifat pendengaran yang ada hubungannya dengan penyalahgunaan alcohol secara kronis dan terjadi dalam kesadaran penuh

m. Sinestesia : suatu sensasi atau halusinasi yang diakibatkan oleh sensasi lain (misalnya, sensasi pendengaran disertai atau dipacu oleh sensasi penglihatan; suara dialami sebagai hal yang terlihat, atau pengalaman penglihatan seperti terdengar)

8. Bagaimana faktor resiko orang yang rentan mengalami keluhan tersebut? (sudah ada di LO)

9. Bagaimana penegakan diagnosis untuk kasus tersebut? (sudah ada di LO)

10. Apa saja ciri-ciri sehat secara psikis?

mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik  jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa terdapat banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental (mental hygene) yaitu: (1) karena tidak mengalami gangguan mental, (2)

14

tidak jatuh sakit akibat stessor , (3) sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya, dan (4) tumbuh dan berkembang secara positif. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. Konsep gangguan jiwa dari DSM IV adalah sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikatakan oleh adanya distres atau disabilitas atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan. Ciri-ciri sehat mental menurut WHO adalah sebagai berikut: 1.

Mempunyai kemampuan menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan , meskipun kenyataan itu buruk ;

2.

Mempunyai rasa kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.

3.

Mempunyai kesenangan untuk memberi dari pada menerima;

4.

Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan

5.

Berhubungan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling memuaskan;

6.

Menerima

kekecewaan

untuk

dipakainya

sebagai

pelajaran

dikemudian hari ; 7.

Mengarahkan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif;

8.

Mempunyai daya kasih sayang yang besar serta mampu mendidik

11. Apa saja ciri-ciri ganggguan secara psikis, serta gejala apa saja yang muncul? Gejala-gejala Gangguan Jiwa

Gejala Gangguan Psikologis Pada Kesadaran dan Kognisi Kesadaran adalah suatu kondisi kesigapan mental individu dalam menanggapi rangsang dari luar maupun dari dalam. Gangguan kesadaran seringkali

15

merupakan pertanda kerusakan organik pada otak. Terdapat berbagai tingkatan kesadaran,yaitu 7: a. Kompos mentis: adalah suatu derajat optimal dari kesigapan mental individu dalam menanggapi rangsang dari luar maupun dari dalam dirinya. Individu mampu memahami apa yang terjadi pada diri dan lingkungannya serta  bereaksi secara memadai.  b. Apatia: adalah suatu derajat penurunan kesadaran, yakni individu berespon lambat terhadap stimulus dari luar. Orang dengan kesadaran apatis tampak tak acuh terhadap situasi disekitarnya. Psikologi & Psikoterapi. c. Somnolensi: adalah suatu keadaan kesadaran menurun yang cenderung tidur. Orang dengan kesadaran somnolen tampak selalu mengantuk dan bereaksi lambat terhadap stimulus dari luar. d. Sopor: adalah derajat penurunan kesadaran berat. Orang dengan kesadaran sopor nyaris tidak berespon terhadap stimulus dari luar, atau hanya memberikan respons minimal terhadap perangsangan kuat. e. Koma: adalah derajat kesadaran paling berat. Individu dalam keadaan koma tidak dapat bereaksi terhadap rangsang dari luar, meskipun sekuat apapun  perangsangan diberikan padanya. f.

Kesadaran berkabut: suatu perubahan kualitas kesadaran yakni individu tidak mampu berpikir jernih dan berespon secara memadai terhadap situasi disekitarnya. Seringkali individu tampak bingung, sulit memusatkan  perhatian dan mengalami disorientasi.

g. Delirium: suatu perubahan kualitas kesadaran yang disertai gangguan fungsi kognitif yang luas. Perilaku orang yang dalam keadaan delirium dapat sangat  berfluktuasi, yaitu suatu saat terlihat gaduh gelisah lain waktu nampak apatis.Keadaan delirium sering disertai gangguan persepsi berupa halusinasi atauilusi.

Biasanya

orang

dengan

delirium

akan

sulit

untuk

memusatkan,mempertahankan dan mengalihkan perhatian ( 3 P terganggu) h. Kesadaran seperti mimpi (Dream like state): adalah gangguan kualitas kesadaran yang terjadi pada serangan epilepsi psikomotor. Individu dalam keadaan ini tidak menyadari apa yang dilakukannya meskipun tampak 16

seperti melakukan aktivitas normal. Perlu dibedakan dengan tidur berjalan (sleep

walking)

yang

akan

tersadar

bila

diberikan

perangsangan

(dibangunkan),sementara pada dream like state penderita tidak bereaksi terhadap perangsangan. i.

Twilight state: keadaan perubahan kualitas kesadaran yang disertai halusinasi. Seringkali terjadi pada gangguan kesadaran oleh sebab gangguan otak organik. Penderita seperti berada dalam keadaan separuh sadar,respons terhadap lingkungan terbatas, perilakunya impulsif, emosinya labildan tak terduga.

Gejala Gangguan Psikologi s Pada E mosi / Perasaan Emosi adalah suasana perasaan yang dihayati secara sadar, bersifat kompleks melibatkan

pikiran,

persepsi

dan

perilaku

individu.Secara

deskriptif

fenomenologis emosi dibedakan antara mood dan afek8.

Gejala Gangguan Mental Pada Mood Mood adalah suasana perasaan yang bersifat pervasif dan bertahan lama, yang mewarnai persepsi seseorang terhadap kehidupannya. a. Mood eutimia: adalah suasana perasaan dalam rentang normal, yakni individu mempunyai penghayatan perasaan yang luas dan serasi dengan irama hidupnya.  b. Mood hipotimia: adalah suasana perasaan yang secara pervasif diwarnai dengan kesedihan dan kemurungan. Individu secara subyektif mengeluhkan tentang kesedihan dan kehilangan semangat. Secara obyektif tampak dari sikap murung dan perilakunya yang lamban. c. Mood disforia: menggambarkan suasana perasaan yang tidak menyenangkan. Seringkali diungkapkan sebagai perasaan jenuh, jengkel, atau bosan. d. Mood hipertimia: suasana perasaan yang secara perfasif memperlihatkan semangat dan kegairahan yang berlebihan terhadap berbagai aktivitas kehidupan. Perilakunya menjadi hiperaktif dan tampak enerjik secara  berlebihan. 17

e. Mood eforia: suasana perasaan gembira dan sejahtera secara berlebihan. f.

Mood ekstasia: suasana perasaan yang diwarnai dengan kegairahan yang meluap luap. Sering terjadi pada orang yang menggunakan zat psiko stimulansia

g. Aleksitimia: menghayati

adalah suasana

suatu

kondisi

perasaannya.

ketidakmampuan Seringkali

individu untuk

diungkapkan

sebagai

kedangkalan kehidupan emosi. Seseorang dengan aleksitimia sangat sulit untuk mengungkapkan perasaannya. h. Anhedonia: adalah suatu suasana perasaan yang diwarnai dengan kehilangan minat dan kesenangan terhadap berbagai aktivitas kehidupan. i.

Mood kosong: adalah kehidupan emosi yang sangat dangkal,tidak atau sangat sedikit memiliki penghayatan suasana perasaan. Individu dengan mood kosong nyaris kehilangan keterlibatan emosinya dengan kehidupan disekitarnya. Keadaan ini dapat dijumpai pada pasien skizofrenia kronis.

 j.

Mood labil: suasana perasaan yang berubah ubah dari waktu ke waktu. Pergantian perasaan dari sedih, cemas, marah, eforia, muncul bergantian dan tak terduga. Dapat ditemukan pada gangguan psikosis akut.

k. Mood iritabel: suasana perasaan yang sensitif, mudah tersinggung, mudah marah dan seringkali bereaksi berlebihan terhadap situasi yang tidak disenanginya.

Gejala Gangguan Mental Pada Afek Afek   adalah respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat

ekspresiwajah, pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya (bahasa tubuh).Afekmencerminkan situasi emosi sesaat. a. Afek luas: adalah afek pada rentang normal, yaitu ekspresi emosi yang luas dengan sejumlah variasi yang beragam dalam ekspresi wajah, irama suara maupun gerakan tubuh, serasi dengan suasana yang dihayatinya.  b. Afek

menyempit:

menggambarkan

nuansa

ekspresi

emosi

yang

terbatas.Intensitas dan keluasan dari ekspresi emosinya berkurang, yang dapat dilihat dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang kurang bervariasi. 18

c. Afek menumpul: merupakan penurunan serius dari kemampuan ekspresi emosi yang tampak dari tatapan mata kosong, irama suara monoton dan  bahasa tubuh yang sangat kurang. d. Afek mendatar: adalah suatu hendaya afektif berat lebih parah dari afek menumpul.

Pada

keadaan

ini

dapat

dikatakan

individu

kehilangan

kemampuan ekspresi emosi. Ekspresi wajah datar, pandangan mata kosong,sikap tubuh yang kaku, gerakan sangat minimal, dan irama suara datar seperti ’robot’. e. Afek serasi: menggambarkan keadaan normal dari ekspresi emosi yang terlihat dari keserasian antara ekspresi emosi dan suasana yang dihayatinya. f.

Afek tidak serasi: kondisi sebaliknya yakni ekspresi emosi yang tidak cocok dengan suasana yang dihayati. Misalnya seseorang yang menceritakan suasana duka cita tapi dengan wajah riang dan tertawa tawa.

g. Afek labil: Menggambarkan perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba tiba, yang tidak berhubungan dengan stimulus eksternal.

Gejala Gangguan Psikologi s Pada Perilaku M otorik Perilaku adalah ragam perbuatan manusia yang dilandasi motif dan tujuan tertentuserta melibatkan seluruh aktivitas mental individu. Perilaku merupakan respons totalindividu terhadap situasi kehidupan. Perilaku motorik adalah ekspresi perilakuindividu yang terwujud dalam ragam aktivitas motorik. Berikut ini diuraikan berbagairagam gangguan perilaku motorik yang lazim dijumpai dalam praktek psikiatri, yaitu: a. Stupor Katatonia: penurunan aktivitas motorik secara ekstrim, bermanifestasi sebagai gerakan yang lambat hingga keadaan tak bergerak dan kaku seperti  patung. Keadaan ini dapat dijumpai pada skizofrenia katatonik  b. Furor katatonia: suatu keadaan agitasi motorik yang ekstrim, kegaduhan motorik tak bertujuan, tanpa motif yang jelas dan tidak dipengaruhi oleh stimulus eksternal. Dapat ditemukan pada skizofrenia katatonik, seringkali silih berganti dengan gejala stupor katatonik.

19

c. Katalepsia: adalah keadaan mempertahankan sikap tubuh dalam posisi tertentu dalam waktu lama. Individu dengan katalepsi dapat berdiri di atas satu kaki selama berjam jam tanpa bergerak. Merupakan salah satu gejala yang bisa ditemukan pada skizofrenia katatonik. d. Flexibilitas cerea: keadaan sikap tubuh yang sedemikian rupa dapat diatur tanpa perlawanan sehingga diistilahkan seluwes lilin. e. Akinesia: menggambarkan suatu kondisi aktivitas motorik yang sangat terbatas, pada keadaan berat menyerupai stupor pada skizofrenia katatonik. f.

Bradikinesia: perlambatan gerakan motorik yang biasa terjadi pada  parkinsonisme atau penyakit parkinson. Individu memperlihatkan gerakan yang kaku dan kehilangan respons spontan.

Gejala Gangguan Psikologi s Pada Proses Berpiki r Gejala gangguan mental pada proses berpikir adalah sebagai berikut: a. Proses pikir primer: terminologi yang umum untuk pikiran yang dereistic,tidak logis, magis; secara normal ditemukan pada mimpi, tidak normal sepertipada psikosis  b. Gangguan bentuk pikir/arus pikir: asosiasi longgar: gangguan arus piker dengan ide-ide yang berpindah dari satu subyek ke subyek lain yang tidak  berhubungan

sama

sekali;

dalam

bentuk

yang

lebih

parah

disebutinkoherensia. c. Inkoherensia: pikiran yang secara umum tidak dapat kita mengerti, pikiran atau kata keluar bersama-sama tanpa hubungan yang logis atau tata bahasa tertentu hasil disorganisasi piker. d. Flight of Ideas / lommpat gagasan: pikiran yang sangat cepat, verbalisasi  berlanjut atau permainan kata yang menghasilkan perpindahan yang konstan dari satu ide ke ide lainnya; ide biasanya berhubungan dan dalam bentuk yang tidak parah, pendengar mungkin dapat mengikuti jalan pikirnya. e. Sirkumstansial: pembicaraan yang tidak langsung sehingga lambat mencapai  point yang diharapkan, tetapi seringkali akhirnya mencapai point atau tujuan

20

yang diharapkan, sering diakibatkan keterpakuan yang berlebihan pada detail dan petunjukpetunjuk. f.

Tangensial: ketidakmampuan untuk mencapai tujuan secara langsung dan seringkali pada akhirnya tidak mencapai point atau tujuan yang diharapkan.

12. Apa saja kontrol rutin yang akan dilakukan, serta apa yang akan terjadi jika tidak melakukan kontrol rutin pada pasien tersebut?

13. Apa saja diagnosis banding dan diagnosis yang tepat untuk kasus tersebut? ( sudah ada di LO)

14. Bagaimana komplikasi dan prognosis dari kasus tersebut? ( sudah ada di LO)

21

1. LANGKAH

IV

SISTEMATIS

:

MENGINVENTARISASI

DAN

PERNYATAAN

PERMASALAHAN SEMENTARA

SECARA

MENGENAI

PERMASALAHAN PADA LANGKAH III Manajemen stress Pen ebab

Stress

Faktor resiko

Tidak terawat, Tidak mau mandi,

Jenis-jenis

Mengamuk

Riwayat Sekarang

Tampak bingung

gangguan Anamnesis

Riwayat Dahulu

Melamar pekerjaan tetapi

Pemeriksaan

Pemeriksaan Fisik dan

Status Mental

Pemeriksaan sikiatri Derealisasi

Waham Halusinasi

ditolak Gangguan psikotik akut

Diagnosis banding

Pemeriksaan tambahan

Delusional Disorder

Gangguan Skizoafrektif Gangguan mood

Skizofrenia

Diagnosis

dengan gejala psikotik

Tatalaksana

Terapi

Medikamentosa Non-Medikamentosa

Komplikasi dan Prognosis

22

2. LANGKAH V : MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuanpembelajaran ( Learning Objective) padascenarioadalah: 1. Menjelaskan klasifikasi dari stress 2. Menjelaskan penyebab, faktor resiko, dan manajemen dari stress 3. Menjelaskan jenis-jenis gangguan psikiatri 4. Menjelaskan alur penegakan diagnosis untuk pasien psikiatri 5. Menjelaskan pemeriksaan terkait untuk kasus psikiatri 6. Menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding pada skenario terkait 7. Menjelaskan tatalaksana yang tepat untuk kasus psikiatri 8.Menjelaskan komplikasi dan prognosis yang tepat pada skenario

3. LANGKAH VI : MENGUMPULKAN INFORMASI BARU DENGAN BELAJAR MANDIRI

Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber-sumber ilmiah dari yang sesuai dengan topik diskusi tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya.Pengumpulan informasi telah dilakukan oleh masingmasing anggota kelompok kami dengan menggunakan sumber referensi ilmiah seperti  buku, review, dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan scenario ini.

4. LANGKAH VII : MELAPORKAN, MEMBAHAS, DAN MENATA KEMBALI INFORMASI YANG HARUS DIPEROLEH 1. Klasifikasi dari stress

Eustress adalah stres baik yang memotivasi orang untuk terus bekerja. Stres bisa menjadi motivator dan memberikan insentif untuk menyelesaikan pekerjaan. Eustress dapat diidentifikasi sebagai "stress baik" dan beberapa orang menikmatinya. Setiap orang membutuhkan sedikit stres dalam hidup mereka untuk terus menjadi bahagia, termotivasi, menantang dan produktif. Ketika stres ini tidak dapat ditoleransi dan / atau dikelola akan berubah menjadi distress.

23

Distress, atau “stress buruk”, adalah ketika stres yang baik sulit diatasi atau dikoping. Mulai terdapat ketegangan, tidak ada lagi rasa menyenangkan dalam menghadapi tantangan, terasa tidak ada bantuan, dan permasalahan yang tiada akhir. Ini adalah jenis stres yang sering ditemui dan merupakan jenis stres yang mengarah ke  pengambilan keputusan yang buruk. Gejala fisiologis distress dapat berupa  peningkatan tekanan darah, napas cepat dan ketegangan. Gejala perilaku termasuk makan berlebihan, kehilangan nafsu makan, minum, merokok dan mekanisme koping negatif. Toleransi stres adalah kekuatan untuk menahan stres. Respon yang ditimbulkan dalam menghadapi stress tergantung pada toleransi stres masing –   masing individu. Toleransi seseorang terhadap stres tidak hanya berbeda sesuai dengan individu tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh waktu dan kondisi. Jadi toleransi terhadap stres mungkin berbeda sebagian besar untuk orang yang sama sesuai dengan waktu dan kondisi yang dialami. Terutama, kepribadian dan fisik, lingkungan dan kondisi mengubah strengh toleransi terhadap stres. 2. Penyebab, faktor resiko, dan manajemen dari stress

Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingkat kesehatan mental yakni sebagai berikut: a. Biologis Para ahli telah banyak melakukan studi tentang hubungan antara dimensi  biologis dengan kesehatan mental. Berbagai penelitian itu telah memberikan kesimpulan yang meyakinkan bahwa faktor biologis memberikan kontribusi sangat  besar bagi kesehatan mental. Karena itu, kesehatan manusia, khususnya disini adalah kesehatan mental, tentunya tidak terlepaskan dari dimensi biologis ini. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang hubungan tersebut, khususnya beberapa aspek biologis yang secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan mental, diantaranya: otak, sistem endokrin, genetik, sensori, kondisi ibu selama kehamilain.  b. Otak Otak sangat kompleks secara fisiologis, tetepi memiliki fungsi yang sangat esensi  bagi keseluruhan aktivitas manusia. Diferensiasi dan keunikan yang ada p ada manusia

24

 pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari otak manusia. Keunikan manusia terjadi  justru karena keunikan otak manusia dalam mengekspresikan seluruh pengalaman hidupnya. Jika didipadukan dengan pandangan-pandangan psikologi, jelas adanya kesesuaian antara perkembangan fisiologis otak dengan perkembangan mental. Funsi otak seperti motorik, intelektual, emosional dan afeksi berhubungan dengan mentalitas manusia. c. Sistem endokrin Sistem endokrin terdiri dari sekumpulan kelenjar yang sering bekerja sama dengan sistem syaraf otonom. Sistem ini sama-sama memberikan fungsi yang penting yaitu berhubungan dengan berbagai bagian-bagian tubuh. Gangguan mental akibat sistem endokrin berdampak buruk pada mentalitas manusia. Sebagai contoh terganggunya kelenjar adrenalin berpengaruh terhadap kesehatan mental, yakni terganggunya “mood” dan perasannya dan tidak dapat melakukan coping stress. d. Genetik Faktor genetik diakui memiliki pengaruh yang besar terhadap mentalitas manusia. Kecenderungan psikosis yaitu schizophrenia dan manik-depresif merupakan sakit mental yang diwariskan secara genetis dari orangtuanya. Gangguan lainnya yang diperkirakan sebagai factor genetik adalah ketergantungan alkohol, obat-obatan,  Alzeimer syndrome,  phenylketunurine, dan huntington syndrome. Gangguan mental  juga terjadi karena tidak normal dalam hal jumlah dan struktur kromosom. Jumlah kromosom yang berlebihan atau berkurang dapat menyebabkan individu mengalami gangguan mental. e. Sensori Sensori merupakan aspek penting dari manusia. Sensori termasuk: pendengaran,  penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman. Terganggunya fungsi sensori individu menyebabkan terganggunya fungsi kognisi dan emosi individu. Seseorang yang mengalami gangguan pendenganran misalnya, maka akan berpengaruh terhadap  perkembangan emosi sehingga cenderung menjadi orang yang paranoid, yakni terganggunya afeksi yang ditandai dengan kecurigaan yang berlebihan kepada orang lain yang sebenarnya kecurigaan itu adalah salah. f.

Psikologis 25

 Notosoedirjo dan latipun (2005), mengatakan bahwa aspek psikis manusia merupakan satu kesatuan dengan dengan sistem biologis. Sebagai subsistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis selalu berinteraksi dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak dapat dipisahkan dari aspek yang lain dalam kehidupan manusia. 1. Pengalaman Awal Pengalaman awal merupakan segenap pengalaman-pengalaman yang terjadi pada individu terutama yang terjadi pada masa lalunya. Pengalaman awal ini dipandang sebagai bagian penting bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari. 2. Proses Pembelajaran Perilaku manusia adalah sebagian besar adalah proses belajar, yaitu hasil pelatihan dan pengalaman. Manusia belajar secara langsung sejak pada masa bayi terhadap lingkungannya. Karena itu faktor lingkungan sangat menentukan mentalitas individu. 3. Kebutuhan Pemenuhan kebutuhan dapat meningkatkan kesehatan mental seseorang. Orang yang telah mencapai kebutuhan aktualisasi yaitu orang yang mengeksploitasi

dan

mewujudkan

segenap

kemampuan,

bakat,

keterampilannya sepenuhnya, akan mencapai pada tingkatan apa yang disebut dengan tingkat pengalaman puncak ( peack experience). Ketidakmampuan dalam mengenali dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya adalah sebagai dasar dari gangguan mental individu. g. Sosial Budaya Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Lingkungan sosial tertentu dapat menopang bagi kuatnya kesehatan mental sehingga membentuk kesehatan mental yang positif, tetapi pada aspek lain kehidupan sosial itu dapat pulan menjadi  stressor yang dapat mengganggu kesehatan mental. Dibawah ini akan dijelaskan beberapa lingkungan sosial yang  berpengaruh terhadap kesehatan mental adalah sebagai berikut: 1.

Stratifikasi sosial 26

Masyarakat

kita

terbagi

dalam

kelompok-kelompok

tertentu.

Pengelompokan itu dapat dilakukan secara demografis diantaranya jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan status sosial. Stratifikasi sosial ini dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang, misalnya kaum minoritas memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami gangguan mental. 2.

Interaksi sosial Interaksi sosial banyak dikaji kaitannya dengan gangguan mental. Ada dua pandangan hubungan interaksi sosial ini dengan gangguan mental. Pertama teori psikodinamik mengemukakan bahwa orang yang mengalami gangguan emosional dapat berakibat kepada pengurangan interaksi sosial, hal ini dapat diketahui dari perilaku regresi sebagai akibat dari adanya sakit mental. Kedua adalah bahwa rendahnya interaksi sosial itulah yang menimbulkan adanya gangguan mental.

3.

Keluarga Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu membentuk homeostatis kan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota keluaganya, dan kemungkinan dapat meningkatkan ketahanan para anggota keluarganya dari gangguan-gangguan mental dan ketidakstabilan emosional  para anggotanya.

4.

Perubahan sosial Sehubungan dengan perubahan sosial ini, terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu, perubahan sosial dapat menimbulkan kepuasan bagi masyarakat karena sesuai dengan yang diharapkan dan dapat meningkatkan keutuhan masyarakat dan hal ini sekaligus meningkatkan kesehatan mental mereka. Namun, di sisi lain dapat pula berakibat pada masyarakat mengalami kegagalan dalam penyesuaian terhadap perubahan itu, akibatnya mereka memanifestasikan kegagalan penyesuaian itu dalam bentuk yang patologis, misalnya tidak terpenuhinya tuntutan politik, suatu kelompok masyarakat melakukan tindakan pengrusakan dan penjarahan.

5.

Sosial budaya

27

Sosial budaya memiliki makna yang sangat luas. Namun dalam konteks ini budaya lebih dikhususkan pada aspek nilai, norma, dan religiusitas dan segenap aspeknya. Dalam konteks ini, kebudayaan yang ada di masyarakat selalu mengatur bagaimana orang seharusnya melakukan sesuatu,

termasuk

didalamnya

bagaimana

seseorang

berperan  sakit ,

kalsifikasi kesakitan, serta adanya sejumlah kesakitan yang sangat spesifik ada pada budaya tertentu, termasuk pula adanya gangguan mentalnya. Kebudayaan pada prinsipnya memberikan aturan terhadap anggota masyarakatnya

untuk

bertindak

yang

seharusnya

dilakukan

dan

meninggalkan tindakan tertentu yang menurut budaya itu tidak seharunya dilakukan. Tindakan yang bertentangan dengan sistem nilai atau budayanya akan dipandang sebagi penyimpangan, dan bahkan dapat menimbulkan gangguan mental. Hubungan kebudayaan dan kesehatan mental meliputi tiga hal yaitu: (1) kebudayaan mendukung dan menghambat kesehatan mental, (2) kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita gangguan mental, (3)  berbagai bentuk gangguan mental karena faktor kultural, (4) upaya  peningkatan dan pencegahan gangguan mental dalam telaah budaya. 6.

Stessor Psikososial lainnya Situasi dan kondisi peran sosial sehari-hari dapat menjadi sebagai masalah atau sesuatu yang tidak dikehendaki, dan karena itu dapat berfungsi sebagai stressor sosial kontribusi ini terhadap kesehatan mental bisa kuat atau lemah. Stressor  psikososial secara umum dapat menimbulkan efek negatif  bagi individu yang mengalaminya. namun demikian tentang variasi  stressor  psikososial ini berbeda untuk setiap masyarakat, bergantung kepada kondisi sosial masyarakatnya.

h. Lingkungan Interaksi manusia dengan lingkungannya berhubungan dengan kesehatannya. Kondisi lingkungan yang sehat akan mendukung kesehatan manusia itu sendiri, dan sebaliknya kondisi lingkungan yang tidak sehat dapat mengganggu kesehatannya termasuk dalam konteks kesehatan mentalnya. 28

Sumber stress dan manajemen stress

Stres menurut Maramis adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, oleh karena itu stres dapat mengganggu keseimbangan kita. Stres tidak terlepas darimana datangnya dan apa saja sumbernya. Sumber stres atau yang disebut stresor adalah suatu keadaan, situasi objek atau individu yang dapat menimbulkan stres. Stres yang berasal dari dalam diri disebut internal sources dan yang berasal dari luar disebut eksternal sources. Eustress merupakan respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun) yang dapat menyebabkan tubuh mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, dan meningkatkan produktivitas seseorang. Sedangkan distress merupakan hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak) yang dapat menyebabkan seseorang menjadi sakit. a.

Sumber stres psikologis : 1.

Frustasi

Timbul bila ada aral melintang (stresor) antara kita dan tujuan kita. Individu sedang berusaha mencapai kebutuhan atau tujuannya, tapi mendadak timbul halangan, ada aral melintang, yang menimbulkan keadaan frustasi baginya dan yang menimbulkan stres padanya. 2.

Konflik

Terjadi bila kita tidak dapat memilih antara dua atau lebih macam kebutuhan atau tujuan. Memilih satu berarti tidak tercapainya yang lain. 3.

Tekanan

Dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari biarpun kecil, tetapi apabila bertumpuk-tumpuk dan berlangsung lama, dapat menyebabkan stres yang berat. 4.

Krisis

Keadaan karena stresor mendadak dan besar yang menimbulkan stres pada seseorang individuataupun suatu kelompok, misalnyakematian, kecelakaan.

Manajemen stress

29

Bila stres dirasakan sebagai permasalahan yang mengganggu aktivitas dan kualitas kehidupan, maka penting dilakukan penanganan dengan segera terhadap stres tersebut dengan manajemen pengelolaan yang baik dan pendekatan yang menyeluruh (holistic), yakni mencakup pengelolaan secara fisik (organobiologik), psikologi psikiatri, psikososial, dan psikoreligious. Secara garis besar terdapat dua tahap, yaitu tahap pencegahan dan terapi (Santrock, 2003). Tahap pencegahan agar seseorang tidak jatuh ke dalam stres, maka diperlukan gaya hidup yang sehat, hidup teratur, serasi, selaras, dan seimbang secara horizontal antara dirinya dan sesama orang lain dan lingkungan sekitarnya, serta secara vertikal antara diriny dan penciptanya Allah SWT, yang menciptakan alam semesta (Santrock, 2003). Tahap terapi, meliputi terapi somatik dan intervensi psikososial. Terapi somatik adalah penanganan gangguan stres dengan menggunakan obat-obatan (psikofarmaka) yang berguna untuk memulihkan gangguan fungsi pada neurotransmitter (sinyal  penghantar) di susunan saraf pusat otak. Cara kerja psikofarmaka adalah jalan memutuskan jaringan atau sirkuit psikoneuroimunologi, sehingga stresor psikososial yang mengenai seseorang tidak lagi mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, psikomotor dan organ-organ tubuh lainnya. Obat-obatan yang sering digunakan dalam penanganan stres

dan gangguan lain yang terkait dengan stres adalah golongan psikotropika,

seperti obat anti psikotik, obat anti anxieta, obat anti depresan, dan lain-lain. Selain itu dapat juga dengan pendekatan somatik yang bisa dilakukan dengan terapi elektrokonvulsi dan psikosurgeri (Santrock, 2003). Pada seseorang yang mengalami stres, selain diberikan pengelolaan dengan terapi somatik, seperti terapi psikofarmaka, terapi elektro konvulsi dan terapi psikosurgeri,  juga penting diberikan pendekatan dengan terapi psikososial termasuk psikoterapi keluarga (Santrock, 2003).

3. Jenis-jenis gangguan psikiatri

30

4. Alur penegakan diagnosis untuk pasien psikiatri

5. Pemeriksaan terkait untuk kasus psikiatri PEMERIKSAAN STATUS MENTAL PADA PASIEN PSIKIATRI

Pemeriksaan status mental adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang menggambarkan tentang keseluruhan pengamatan pemeriksa dan kesan tentang pasien  psikiatrik saat wawancara, yang meliputi penampilan, pembicaraan, tindakan, persepsi dan pikiran selama wawancara. HAL

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

YANG

HARUS

DIKERJAKAN

I. DeskripsiUmum

1. Penampilan

(istilah

yang

biasa

digunakan : tampak sehat, sakit, agak sakit, kelihatan tua, kelihatan muda,

Mengamati

bentuk

ketenangan,

tubuh,

pakaian,

postur,

dandanan,

rambut, dan kuku, tanda kecemasan

kusut, seperti anak-anak, kacau dsb.) 2. Perilaku

dan

aktivitas

psikomotor

Mengamati dan/atau memeriksa cara

(termasuk di sini adalah manerisme, tiks,

 berjalan, gerakan dan aktivitas pasien

gerakan

saat wawancara.

stereotipik,

hiperaktivitas,

agitasi, retardasi, fleksibilitas, rigiditas Mengamati dan merasakan sikap dan

dll.) 3. Sikap terhadap pemeriksa (bekerja sama,  bersahabat,

menggoda,

apatis,

 bermusuhan, merendahkan, dll.)

31

 jawaban  psikiatrik

pasien

saat

wawancara

II. Mood dan Afek

Menanyakan tentang suasana perasaan

1. Mood (adalah emosi yang meresap dan terus-menerus

mewarnai

persepsi

seseorang terhadap dunia. Digambarkan

 pasien. “Bagaimana perasaan anda akhir -akhir ini ?” (pertanyaan terbuka)

dengan depresi, kecewa, mudah marah,

“Apakah

cemas, euforik, meluap-luap, ketakutan

(pertanyaan tertutup)

anda

merasa

sedih

?”

dsb.) 2. Afek (adalah respon emosional pasien yang

tampak,

digambarkan

sebagai

meningkat, normal, menyempit, tumpul dan datar) 3. Keserasian (serasi afek atau tidak serasi afek)

Mengamati variasi ekspresi wajah, irama dan nada suara, gerakan tangan, dan pergerakan tubuh. Mengamati

keserasian

respon

emosional (afek) terhadap masalah subjektif yang didiskusikan pasien. Mengamati selama proses wawancara Logorrhea : bicara yang banyak sekali,  bertalian dan logis

Flight of idea : pembicaraan dengan

III. Pembicaraan

kata-kata yang cepat dan terdapat (digambarkan dalam kecepatan produksi

loncatan dari satu ide ke ide yang lain,

 bicara, dan

ide-ide

kualitasnya, seperti banyak

 bicara, tertekan, lambat, gagap, disprosodi,

cenderung

meloncat/

sulit

dihubungkan.

spontan, keras, monoton, mutisme, dsb.) Asosiasi longgar : pergeseran gagasangagasan dari satu subjek ke subjek lain yang tidak berhubungan, jika berat,  pembicaraan

menjadi

kacau

membingungkan (inkoheren)

32

atau

Menanyakan

tentang

gangguan

 persepsi yang pernah atau sedang dirasakan oleh pasien. IV. Gangguan Persepsi

“Apakah anda pernah mendengar suara (halusinasi,

ilusi,

depersonalisasi,

derealisasi)

atau bunyi lain yang tidak dapat didengar oleh orang lain? “Apakah

anda

dapat

atau

pernah

melihat sesuatu yang tampaknya tidak dilihat orang lain?. V. Pikiran

A. Proses atau bentuk pikiran (termasuk disini

realistik,

nonrealistik,

autistik,

Menanyakan

sesuatu

permasalahan

untuk menilai bentuk dan isi pikiran

irasional,dll)

 pasien. Waham kejar : “Apakah anda merasa orang-orang memata-matai anda?” Waham cemburu : “Apakah anda takut B. Isi pikiran (termasuk waham, preokupasi, obsesi, fobia, dsb.)

 pasangan anda tidak jujur? bukti apa yang anda miliki?”

Waham

bersalah

:

“Apakah

anda

merasa bahwa anda telah melakukan kesalahan yang berat?” Apakah anda

33

merasa pantas mendapat hukuman?” “Apakah anda merasa pikiran anda disiarkan sehingga orang lain dapat mendengarnya?” (waham siar pikir). “Apakah anda merasa pikiran atau kepala

anda

telah

dimasuki

oleh

kekuatan atau sumber lain di luar?” (waham sisip pikir)

“Apakah anda merasa bahwa pikiran anda telah diambil oleh kekuatan atau orang

lain?”

(waham

penarikan

 pikiran) VI. Sensorium dan Kognitif A. Kewaspadaan dan tingkat kesadaran (sadar, pengaburan, somnolen, stupor, koma, letargi, keadaan fugue/ fugue state) B. Orientasi (terhadap waktu, tempat, orang

Pengamatan dan pemeriksaan secara objektif (kuantitatif dengan glasgow coma scale) Menanyakan tentang waktu, tempat, orang dan situasi. “Sekarang hari apa?

dan situasi)

tanggal,

siang/malam?

sekarang?

Di

jam

mana

berapa

kita

saat

ini?kerjanya apa? “Siapa yang mengantar/ menunggui C.Daya ingat (daya ingat jauh/ remote memory, daya ingat masa lalu yang belum lama/ recent past memory, daya ingat yang  baru saja/ recent memory serta penyimpanan

34

anda?

anda

kenl

mereka

?

“Bagaimana suasana saat ini? ramai? Menilai menanyakan

daya data

ingat masa

dengan anak-anak,

dan daya ingat segera/ immediate retention

 peristiwa penting yang terjadi pada

and recall memory)

masa

muda.

Peristiwa beberapa bulan yang lalu, Peristiwa beberapa hari yang lalu, apa yang dilakukan kemarin, apa yang dimakan untuk sarapan, makan siang dsb. Meminta pasien untuk mengulangi

D. Konsentrasi dan perhatian

enam angka maju kemudian mundur. Mengulang tiga kata, segera dan tiga sampai lima menit kemudian. Pasien diminta mengurangi 7 secara  berurutan

dari

angka

100.

Pasien

diminta mengeja mundur suatu kata

E. Kapasitas membaca dan menulis

sederhana Pasien F. Kemampuan visuospasial

diminta

membaca

dan

mengikuti apa yang diperintahkan serta menulis

kalimat

sederhana

tapi

lengkap. G. Pikiran abstrak Pasien H.

Sumber

(dengan

informasi

dan

kecerdasan

memperhitungkan

diminta

mencontoh

suatu

gambar, seperti jam atau segilima.

tingkat

 pendidikan dan status sosial ekonomi pasien)

Menanyakan arti peribahasa sederhana,  persamaan dan perbedaan benda. Pasien

diminta

menghitung

uang

kembalian setelah dibelanjakan, jarak antar kota.

35

VII. Pengendalian impuls

Menanyakan tentang riwayat pasien sekarang

(Impuls seksual, agresif, atau lainnya)

dan

mengamati

perilaku

 pasien selama wawancara

40 - 31 (Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi; misal : bicara tidak logis, tidak bisa dimengerti/ tidak relevan, menyendiri, menolak keluarga, tidak mampu bekerja) 30 - 21 Disabilitas berat dalam komunikasi & daya nilai, tidak mampu berfungsi hampir semua  bidang 20 - 11 Bahaya mencederai diri sendiri/ mengancam dan menyakiti orang lain 10 - 1 secara persisten dan lebih serius membahayakan dirinya dan orang lain (misal tindakan kekerasan berulang- ulang) 0 Inadequate information. 6. Diagnosis dan diagnosis banding pada skenario terkait 1. PSIKOTIK AKUT a. Epidemiologi

Menurut sebuah studi epidemiologi internasional, berbeda dengan skizofrenia, kejadian nonaffective timbul psikosis akut 10 kali lipat lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara-negara industri. Beberapa dokter percaya bahwa gangguan yang mungkin paling sering terjadi pada 36

 pasien dengan sosioekonomi yang rendah, pasien dengan gangguan kepribadian yang sudah ada sebelumnya ( paling sering adalah gangguan kepribadian histrionik, narsistik, paranoid, skizotipal, dan ambang ), dan orang yang pernah mengalami perubahan kultural yang besar ( misalnya imigran ). b. Etiologi

Didalam menyebabkan

DSM

III

psikosis

faktor

reaktif

psikososial

singkat,

tetapi

bermakna

kriteria

dianggap

tersebut

telah

dihilangkan dari DSM IV. Perubahan dalam DSM IV menempatkan diagnosis gangguan psikotik singkat didalam kategori yang sama dengan banyak diagnosis psikiatrik utama lainnya yang penyebabnya tidak diketahui dan diagnosis kemungkinan termasuk gangguan yang heterogen. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tapi sebagian besar di  jumpai pada pasien dengan gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan

biologis

atau

psikologis

terhadap

perkembangan

gejala

 psikotik.Satu atau lebih faktor stres berat, seperti peristiwa traumatis, konflik keluarga, masalah pekerjaan, kecelakaan, sakit parah, kematian orang yang dicintai, dan status imigrasi tidak pasti, dapat memicu psikosis reaktif singkat.Beberapa studi mendukung kerentanan genetik untuk gangguan  psikotik singkat. c. Diagnosis

1) Menggunakan urutan diagnosis: a) Onset yang akut ( 2 minggu atau kurang)  b) Adanya sindrom klinik yang khas (berupa “polimorfik” = beraneka ragam dan berubah cepat, atau “skizophrenia-like” = gejala skizofrenia yang khas) c) Adanya stress akut d) Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung

37

2) Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi criteria episode manic atau episode depresif, walaupun perubahan emosional dan gejalagejala afektif individual dapat menonjol 3) Tidak ada penyebab organic (Maslim, 2001). d. Klasifikasi F23.0 Gangguan Psikotik Polimorfik Akut tanpa Gejala Skizofrenia Pedoman diagnosis

1)

Onset harus akut ( 2 minggu atau kurang)

2) Harus adda beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah dalam  jenis dan intesnsitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang sama 3) Harus ada keanekaragaman emosional yang sama beraneka ragamnya 4) Walaupun gejala beraneka ragam, tidak ada satupun dari gejala itu ada secara cukup konsisten dapat memenuhi criteria skizofrenia atau episode manic atau episode depresif (Maslim, 2001).

F23.1 Gangguan Psikotik Polimorfik Akut dengan Gejala Skizofrenia Pedoman diagnosis

1) Memenuhi criteria a) b) c) diatas yang khas untuk gangguan psikotik akut 2) Disertai gejala-gejala yang memenuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia (F20.-) yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran klinis psikotik itu secara jelas Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia (Maslim, 2001).

F23.2 Gangguan Psikotik Lir-Skizofrenia (skizofrenia-like) akut Pedoman diagnosis

1) Onset harus akut ( 2 minggu atau kurang)

38

2) Disertai gejala-gejala yang memenuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia (F20.-) yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran klinis psikotik itu secara jelas 3) Kriteria psikosis polimorfik akut tidak terpenuhi 4) Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia (Maslim, 2001). e. Penatalaksanaan

1) Menjaga keselamatan penderita dan orang yang merawatnya: a) Keluarga atau teman harus menjaga penderita  b) Pastikan kebutuhan dasar terpenuhi c) Jangan sampai mencederai penderita 2) Mengurangi stres dan stimulasi: a) Jangan mendebat pikiran psikotik  b) Hindari konfrontasi dan kritik, kecuali hal itu perlu untuk mencegah perilaku yang membahayakan c) Agitasi

yang

membahayakan

penderita

dan

keluarga

atau

masyarakat memerlukan hospitalisasi atau pengamanan d) Medikasi: i.

ii. iii.

Pemberian antipsikotik akan mengurangi gejala psikotik i)

Haloperidol 2 –  5 mg, sampai 3 kali sehari

ii)

Klorpromazin 100 –  200 mg, sampai 3 kali sehari

Gunakan dosis terendah yang dapat mengatasi Obat

antianxietas

dapat

digunakan

bersama

dengan

antipsikotik untuk mengontrol agitasi akut i) Lorazepam 1 –  2 mg, sampai 4 kali sehari iv.

Lanjutkan pemberian antipsikotik setidaknya sampai 3 bulan setelah gejala mereda.

v.

Monitor efek samping pengobatan

e) Konsultasi:

39

i.

Pada kasus efek samping yang berat atau ada demam, rigiditas dan hipertensi, stop semua obat antipsikotik dan pertimbangkan

ii. Jika mungkin pertimbangkan konsultasi untuk semua kasus  baru gangguan psikotik (Dharmono, 2001). f.

Prognosis

Pasien biasanya sembuh sempurna dalam beberapa hari, dan  prognosis jangka panjangnya baik, walaupun pasien berisiko untuk mengalami episode singkat di masa mendatang bila mengalami stress yang cukup bermakna (Tomb, 2004). 2. GANGGUAN SKIZOAFEKTIF 1. Batasan dan Uraian Umum

Skizoafektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan dua gambaran yang  berulang yaitu gambaran gangguan skizofrenia (memenuhi kriteria A skizofrenia) dan episod mood baik depresi mayor maupun bipolar.

2. Subtipe

Ada tiga subtipe gangguan skizoafektif yaitu: a. Tipe Manik  b. Tipe Depresi c. Tipe Campuran

3. Pedoman Diagnosis (ICD-X/PPDGJ III)

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang  bersamaan, atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan sebagai konsekuensinya, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.

a. Gangguan Skizoafektif Tipe Manik.

40

Suasana perasaan harus meningkat secara menonjol atau ada  peningkatan suasana perasaan yang tak begitu mencolok dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang meningkat. Dalam episode yang sama harus  jelas ada sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia).

b. Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif

Harus ada depresi yang menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala depresif yang khas atau kelainan perilaku seperti yang terdapat dalam kriteria episode depresif; dalam episode yang sama, sedikitnya harus ada satu atau lebih dua gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk  pedoman diagnostik skizofrenia). c. Gangguan Skizoafektif Tipe Campuran

Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia ada secara bersama-sama dengan gejala-gejala gangguan afektif bipolar tipe campuran.

4. Pemeriksaan Tambahan

a. Pemeriksaan berat badan (BMI), lingkaran pinggang, TD  b. Pemeriksaan laboratorium, DPL, fungsi liver, profil lipid, fungsi ginjal, glukosa sewaktu, kadar litium plasma c. PANSS, YMRS, MADRS.

5. Penatalaksanaan a. Fase Akut

1) Skizoafektif, Tipe Manik atau Tipe Campuran a) Farmakoterapi  Injeksi • Olanzapin, dosis 10 mg/mL injeksi intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maksimum 30mg/hari

41

• Aripriprazol, dosis 9,75 mg/mL injeksi intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maksimum 29,25 mg/hari.

Haloperidol, dosis 5mg/mL injeksi intramuskulus, dapat diulang setiap setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari. • Diazepam 10mg/2 mL injeksi intravena/intramuskulus, dosis maksimum 30mg/hari. Oral • Olanzapin 1 x 10 –   30 mg / hari atau risperidone 2 x 1- 3 mg / hari atau quetiapin hari I (200mg), hari II (400 mg), hari III (600 mg) atau hari I (1x300 mg-XR), dan seterusnya dapat dinaikkan menjadi 1x600 mg-XR) atau aripirazol 1 x 10-30 mg / hari • Litium karbonat 2 x 400 mg, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8-1,2 mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis litium karbonat 1200-1800 mg / hari, pada fungsi ginjal normal) atau divalproat dengan dosis 2 x 250 mg / hari (atau konsentrasi plasma 50-125 μg/L) atau 1-2 x500mg/hari ER. • Lorazepam 3 x 1-2 mg/hari kalau perlu (gaduh gelisah atau insomnia). • Haloperidol 5-20 mg/hari

Terapi (Monoterapi) (1) Olanzapin, Risperidon, Quetiapin, Aripiprazol (2) Litium, Divalproat.

Terapi Kombinasi (1) Olz +; Li/Dival Olz + Lor; Olz + Li/Dival+Lor (2) Ris + Li/Dival; Ris + Lor; Ris + Li/Dival + Lor (3) Que + Li/Dival (4) Aripip + Li/Dival; Aripip + Lor; Aripip + Li/Dival + Lor 42

Lama pemberian obat untuk fase akut adalah 2-8 minggu atau sampai tercapai remisi absolut yaitu YMRS ≤ 9 atau MADRS ≤ 11 dan PANSS-EC ≤ 3 per butir PANSS-EC.  b) Psikoedukasi c) Terapi Lainnya ECT (untuk pasien refrakter)

2) Skizoafektif, Tipe Depresi a) Psikofarmaka  Injeksi • Olanzapin, dosis 10mg/mL injeksi intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maksimum 30mg/hari • Aripriprazol, dosis 9,75mg/mL injeksi intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis maksimum 29,25mg/hari. • Haloperidol, dosis 5mg/mL injeksi intramuskulus, dapat diulang setiap setengah jam, dosis maksimum 20mg/hari • Diazepam 10mg/2 mL injeksi intravena/ intramuskulus, dosis maksimum 30mg/hari

Oral • Litium 2 x 400 m g/hari, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8-1,2 mEq/L (biasanya dicapai dengan dosis litium karbonat 1200-1800 mg/hari, pada fungsi ginjal normal) atau divalproat dengan dosis awal 3 x 250 mg/hari dan dinaikkan setiap beberapa hari

hingga

kadar

plasma

mencapai

50-100

mg/L

atau

karbamazepin dengan dosis awal 300-800 mg/hari dan dosis dapat dinaikkan 200 mg setiap dua – empat hari hingga mencapai kadar  plasma 4-12 μg/mL sesuai dengan karbamazepin 800-1600 mg/hari atau Lamotrigin dengan dosis 200-400 mg/ hari

43

• Antidepresan, SSRI, misalnya fluoksetin 1 x 1 0-20 mg/hari • Antipsikotika generasi kedua, olanzapin 1 x 10  –   30 mg/hari atau risperidone 2 x 1-3 mg/hari atau quetiapin hari I (200mg), hari II (400 mg), hari III (600 mg) dan seterusnya atau aripirazol 1 x 10-30 mg/hari. •

Haloperidol

5-20

mg/hari.

 b) Psikoedukasi c) Terapi Lainnya ECT untuk pasien refrakter terhadap obat atau katatonik. b. Fase Lanjutan

1) Psikofarmaka

Terapi (Monoterapi) a) Litium karbonat 0,6-1 mEq/L biasanya dicapai dengan dosis 900-1200 mg / hari sekali sedengan dosis 500 mg/ hari  b) Olanzapin 1 x 10 mg/hari c) Quetiapin dengan dosis 300 –  600 mg/hari d) Risperidon dengan 1-4 mg/hari e) Aripirazol dengan dosis 10-20 mg/hari

Terapi Kombinasi Kombinasi obat-obat di atas. Penggunaan antidepresan jangka  panjang untuk skizoafektif tipe episode depresi mayor tidak dianjurkan karena dapat menginduksi terjadinya episode manik. • Klozapin dosis 300-750mg/hari (pasien yang refrakter)

Lama pemberian obat fase lanjutan 2-6 bulan sampai tercapai recovery yaitu bebas gejala selama 2 bulan. 2) Psikoedukasi

44

6. Prognosis

Prognosis skizoafektif

lebih baik dari pada skizofrenia tetapi lebih

 buruk bila dibandingkan dengan gangguan mood . Perjalanan penyakitnya cenderung tidak mengalami deteriorasi dan responsnya tehadap litium lebih  baik daripada skizofrenia.

3. SKIZOFRENIA a. Epidemiologi

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di  berbagai daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah rural (Sadock, 2003). Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama

ketergantungan

nikotin.Hampir

90%

pasien

mengalami

ketergantungan nikotin.Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan  perilaku menyerang.Bunuh diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri (Kazadi, 2008). Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993 di seluruh dunia  prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan  perempuan

diperkirakan

sekitar 0,2%-1,5%.

Meskipun

ada

beberapa

ketidaksepakatan tentang distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan  perempuan, perbedaan di antara kedua jenis kelamin dalam hal umur dan onset -nya jelas. Onset untuk perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan risiko onsetnya menjadi 45

terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-laki (Durand & Barlow, 2007). b. Etiologi

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa  penyebab skizofrenia, antara lain: 1) Faktor Genetik Menurut Maramis (2009), faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 –   15%; bagi anak dengan salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 –  16%; bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 –   68%;  bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 61 –  86%. Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow, 2007). 2) Faktor Biokimia Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan  bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang  berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine.Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. 46

Beberapa neurotransmitter lain seperti  serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan (Durand & Barlow, 2007). 3) Faktor Psikologis dan Sosial Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-anak yang patogenik, serta interaksi yang  patogenik dalam keluarga (Wiraminaradja & Sutardjo, 2005). Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah  schizophregenic mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-anaknya (Durand & Barlow, 2007). Menurut Coleman dan Maramis (1994 dalam Baihaqi et al , 2005), keluarga pada masa kanak-kanak memegang peranan penting dalam  pembentukan kepribadian.Orangtua terkadang bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya. 4) Spiritualitas Kesehatan spiritual adalah menantang untuk didefinisikan, dan di kembangkan serta dipelihara. Tapi aspek kesehatan tidak boleh dianggap remeh. Seorang individu dengan tingkat kesehatan spiritual tinggi akan mengalami peningkatan kesehatan fisik, sosial, dan emosional. Spiritual asal kata dari spirit ; roh yang meliputi aspek (jiwa, raga dan akal). Dalam  bahasa inggris berarti semangat. Orang dengan kesehatan spiritual yang tinggi sudah pasti bersemangat dalam menjalani hidupnya. Beberapa kriteria umum yang masuk dalam kategori kesehatan rohani meliputi keyakinan yang tertinggi, persatuan dengan kekuatan yang lebih besar, membimbing rasa makna dan nilai, sebuah agama yang disusun, keseimbangan, introspeksi, dan makna. Sementara semua aspek 47

ini tidak perlu untuk menjadi sehat secara rohani, menyikapi konsep utama dapat memberikan pemahaman dasar untuk cara ini mendekati kesehatan seseorang.Secara keseluruhan kesehatan dapat berdampak positif oleh tingginya tingkat kesehatan rohani. Misalnya, orang yang mengalami  peristiwa yang mengubah hidup dapat menangani situasi mereka dengan cara yang lebih positif jika tingkat mereka kesehatan spiritual yang tinggi. Dengan kata lain, orang bisa menjadi lebih tangguh dengan benar menangani kesehatan rohani mereka. c. Diagnosis Kriteria diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ-III

Persyaratan normal untuk diagnosis skizofrenia adalah: Dari gejala-gejala di bawah ini harus ada paling sedikit satu gejala yang sangat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang jelas) : 1) Thought echo  : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau thought insertion or withdrawal  : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting   : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. 2)  Delusion of control   : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tetentu dari luar; atau delusion of influence  : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau delusion of passivity  : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya : secara jelas merujuk ke

pergerakan

tubuh/anggota

 penginderan khusus);

48

gerak

atau

pikiran,

tindakan,

atau

delusional perception  : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang  bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat; 3) Halusinasi auditorik : a) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap  perilaku pasien, atau  b) mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara  berbagai suara yang berbicara), atau c)  jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh 4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau poltik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan dia atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan

cuaca, atau

 berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas : 5) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setangah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama  bermunggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus; 6) Arus pikiran yang terputus (break ) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; 7) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement ), posisi tubuh tertentu ( posturing ), atau fleksibilitas cerea (waxy flexibility), negativisme, mutisme, dan stupor; 8) Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak dsebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; 49

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nopsikotik prodromal); Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall qualit y) dari beberapa aspek perilaku peribadi ( personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak  bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri ( selfabsorbed attitude), dan penarikan diri secara social (Maslim, 2001).

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan terapi psikososial. 1) Terapi Biologis Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi dengan menggunakan obat antipsikosis, terapi elektrokonvulsif, dan  pembedahan bagian otak.Terapi dengan penggunaan obat antipsikosis dapat meredakan gejala-gejala skizofrenia. Obat yang digunakan adalah chlorpromazine (thorazine) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut termasuk kelompok obat phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol (haldol). Obat ini disebut obat penenang utama. Obat tersebut dapat menimbulkan rasa kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun). Obat ini cukup tepat bagi  penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring stimulus yang tidak relevan (Durand & Barlow, 2007). Terapi Elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock  pada

penatalaksanaan

terapi

biologis.

Pada

akhir

1930-an,

electroconvulsive therapy (ECT) diperkenalkan sebagai penanganan untuk skizofrenia.Tetapi terapi ini telah menjadi pokok perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasan.ECT ini digunakan di

50

 berbagai rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia. Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT semakin

memudar

karena

metode

ini

kemudian

diketahui

tidak

menguntungkan bagi sebagian besar penderita skizofrenia meskipun  penggunaan terapi ini masih dilakukan hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak bangun lagi setelah

aliran

listrik

dialirkan

ke

tubuhnya

dan

mengakibatkan

ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik (Durand & Barlow, 2007). Pada terapi biologis lainnya seperti pembedahan bagian otak Moniz (1935, dalam Davison, et al., 1994) memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu proses operasi primitif dengan cara membuang “stone of madness” atau disebut dengan batu gila yang dianggap menjadi penyebab  perilaku yang terganggu. Menurut Moniz, cara ini cukup berhasil dalam  proses penyembuhan yang dilakukannya, khususnya pada penderita yang  berperilaku kasar. Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan karena menyebabkan penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal. 2) Terapi Psikososial Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara historis, sejumlah penanganan  psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia, yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat masalah adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia dini. Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi keluarga (Durand & Barlow, 2007). 51

Terapi

kelompok

merupakan

salah

satu

jenis

terapi

humanistik.Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling  berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai  pemberi arah di dalamnya.Para peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami.Peserta diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan berkomunikasi. Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok.Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya.Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan  penyakit penderita kambuh kembali. Dalam hal ini, keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap  persoalan secara bersama-sama.Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Dari beberapa  penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata campur tangan keluarga sangat membantu dalam

proses

penyembuhan,

atau

sekurang-kurangnya

mencegah

kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual. e. Prognosis

Kekambuhan pasien skizofrenia adalah istilah yang secara relatif merefleksikan perburukan gejala atau perilaku yang membahayakan pasien dan atau lingkungannya.Tingkat kekambuhan sering di ukur dengan menilai waktu antara lepas rawat dari perawatan terakhir sampai perawatan berikutnya dan jumlah rawat inap pada periode tertentu (Pratt, 2006). Keputusan untuk melakukan rawat inap di rumah sakit pada pasien skizofrenia adalah hal terutama yang dilakukan atas indikasi keamanan pasien karena adanya kekambuhan yang tampak dengan tindakan seperti ide bunuh 52

diri atau mencelakakan orang lain, dan bila terdapat perilaku yang sangat terdisorganisasi atau tidak wajar termasuk bila pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar berupa makan, perawatan diri dan tempat tinggalnya. Selain itu rawat inap rumah sakit diperlukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan diagnostik dan stabilisasi pemberian medikasi (Durand & Barlow, 2 007). Perawatan pasien skizofrenia cenderung berulang (recurrent ), apapun  bentuk subtipe penyakitnya.Tingkat kekambuhan lebih tinggi pada pasien skizofrenia yang hidup bersama anggota keluarga yang penuh ketegangan,  permusuhan dan keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan. Tingkat kekambuhan dipengaruhi juga oleh stress dalam kehidupan, seperti hal yang berkaitan dengan keuangan dan pekerjaan. Keluarga merupakan  bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien dengan skizofrenia. Keluarga berperan dalam deteksi dini, proses penyembuhan dan  pencegahan kekambuhan. Penelitian pada keluarga di Amerika, membuktikan  bahwa peranan keluarga yang baik akan mengurangi angka perawatan di rumah sakit, kekambuhan, dan memperpanjang waktu antara kekambuhan. Meskipun angka kekambuhan tidak secara otomatis dapat dijadikan sebagai kriteria kesuksesan suatu pengobatan skizofrenia, tetapi parameter ini cukup signifikan dalam beberapa aspek.Setiap kekambuhan berpotensi menimbulkan bahaya bagi pasien dan keluarganya, yakni seringkali mengakibatkan perawatan kembali/rehospitalisasi dan membengkaknya biaya  pengobatan. f. Komplikasi

Orang dengan gangguan jiwa khususnya depresi dan skizofrenia memiliki risiko tinggi melakukan bunuh diri. Risiko bunuh diri pada penderita skizofrenia yaitu sebesar 46,3% sedangkan pada pasien depresi risiko bunuh diri sebesar 26,8 %. g. Kriteria Rujukan

Tujuan rujukan Skizofrenia

:

1) Melakukan deteksi dini, identifikasi komorbiditas dan efek samping antipsikotik melalui rujukan rutin. 53

2) Mencegah perburukan komorbiditas dan pencegahan kekambuhan pada  penderita skizofrenia melalui rujukan urgent 3) Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita Skizofrenia yang mengalami penyulit akut yang mengancam jiwa atau orang lain bila tidak segera diberikan

perawatan yang tepat di FKRTL melalui rujukan

emergency 4) Memberikan kemudahan akses, efisiensi dan pelayanan berkelanjutan yang komprehensif

dalam

jangka

panjang

serta

mencegah

fragmentasi

 pelayanan kesehatan bagi penderita Skizofrenia melalui rujuk balik. Beberapa jenis criteria rujukan 1) Rujukan Rutin

2) Rujukan Urgent 54

3) Rujukan Emergency

55

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

I.

KESIMPULAN

Dari Skenario ini didapatkan bahwa penderita mengalami kecurigaan penyakit THT antara lain seperti Sinusitis, Rhinosinusitis kronik, dan rhinitis allergi. Dapat disimpulkan bahwa gejala yang menyerang pasien tersebut diawali dengan mekanisme post nasal drip karena adanya kelainan pada pembersihan hidung serta infeksi yang berada pada sinus paranasal yang mengakibatkan sekret menumpuk dan dapat keluar jika didapatkan adanya allergen atau stimulus. Untuk kasus penyakit  pada region hidung diperlukan untuk menggali anamnesis supaya mendapatkan  penanganan yang tepat. Pemeriksaan penunjang yang sering dipakai antara lain rhinoskopi anterior et posterior dan dilanjutkan dengan pemeriksaan radiologi yang sesuai dengan keluhan yang dialami oleh pasien pada skenario tersebut.

II.

SARAN

Saran kepada kami peserta tutorial antara lain adalah kami harus lebih jeli dan memperluas bacaan untuk kami jadikan referensi dalam menyelesaikan masalah pada skenario ini. Selain itu, hambatan lain yang kita hadapi belum terbiasanya menggunakan metode tutorial seperti yang diterapkan pada tutorial skenario 2 Blok THT ini. Untuk itu kami harus lebih banyak membaca literatur, serta lebih aktif lagi dalam menyampaikan pendapat sehingga kedapannya diskusi menjadi lebih menarik, serta dapat menjawab Learning Objective tutorial yang telah ditetapkan.

56

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF