Irigasi Dan Bangunan Air
October 28, 2017 | Author: Akaz Pujo | Category: N/A
Short Description
Irigasi Dan Bangunan Air...
Description
MODUL PERKULIAHAN
Irigasi Dan Bangunan Air Modul XIII : 13.
BENDUNGAN (DAM) 13.1 13.2 13.3 13.4 12.5 12.6
PENGERTIAN UMUM TIPE DAN FUNGSI BENDUNGAN DASAR DASAR PERENCANAAN BENDUNGAN CONTOH PERHITUNGAN BENDUNGAN ISTILAH – ISTILAH DAFTAR PUSTAKA
Fakultas
Program Studi
Tatap Muka
Kode MK
Disusun Oleh
Teknik Sipil dan Perencanaan
Program Studi Teknik Sipil
13
A61111EL
Ir.Hadi SSilo.MM
Abstract
Kompetensi
Mahasiswa mengetahui dan memahami secara umum pengertian Bendungan, mulai dari fungsi, jenis, tipe, dan perencanaan struktur stabilitas bendungan.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, tujuan serta merencanakan Stabilitas stuktur bendungan.
13.1.
Pengertian Umum Bendungan adalah suatu bangunan air yang dibangun khusus untuk membendung (menahan) aliran air yang berfungsi untuk memindahkan aliran air atau menampung sementara dalam jumlah tertentu kapasitas/volume air dengan menggunakan struktur timbunan tanah homogen (Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan kedap air (Rockfill Dam), konstruksi beton (Concrete Dam) atau berbagai tipe konstruksi lainnya. Dengan pesatnya perkembangan teknologi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan bendungan telah mengaburkan batasan secara jelas pengelompokan tipe bendungan, karena sebagai akibat dari usaha para perancang concrete dams dan geotechnical engineers dalam mengatasi permasalahan bendungan timbunan (Embankment Dams) untuk menurunkan biaya konstruksi, pemeliharaan serta untuk mendapatkan nilai ekonomis yang lebih tinggi. Usaha untuk mendapatkan nilai yang lebih kompetitif diantaranya adalah : -
Tingginya biaya membangun lapisan inti kedap air dan tanah liat diganti dengan timbunan batu dan melapisi kedap air pada dinding permukaan sisi hulu bendungan.
-
Tingginya biaya tenaga kerja, peralatan dan lamanya durasi waktu pelaksanaan pada bendungan beton (Concrete Dam) diatasi dengan pembangunan dengan beton tuang yang langsung dipadatkan (Roller Compacted Concrete Dams).
-
Tingginya biaya pembangunan dan pelimpah darurat (Emergency Spillway) diatasi dengan mengijinkan air melimpah melalui tubuh bendungan yang telah dirancang tersendiri baik pada bendungan timbunan (Embankment Dams) maupun struktur beton (Concrete Dam).
Penyelidikan yang menerus terhadap perilaku bendungan dan pengaruh terhadap gempa akan memperbaiki laboratorium test dinamis (Dynamic Laboratory Method) dan perbaikan pada teknik pembangunan Concrete Dams dan Embankment Dams. Berbagai usaha untuk memperoleh Bendungan yang layak terhadap kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan terus diusahakan hingga saat ini. -
13.2
Tipe dan Fungsi Bendungan
13.2.1 Tipe Bendungan Dalam penentuan tipe bendungan dapat ditinjau dari berbagai pandangan, misal :
‘13
2
-
Pembagian tipe didasarkan pada ukurannya. Bendungan besar (Large Dams) Bendungan kecil (Small Dams)
-
Pembagian tipe didasarkan pada tujuan pembangunannya. Bendungan dengan tujuan tunggal (Single Purpose Dams) Bendungan serba guna (Multi Purpose Dams)
-
Pembagian tipe didasarkan pada jalannya air pelimpah. Bendungan untuk dapat dilewati air (Overflow Dams) Bendungan untuk dapat menahan air (Non Overflow Dams)
-
Pembagian tipe didasarkan pada material konstruksinya. Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Bendungan beton (Concrete Dams) Bendungan timbunan (Embankment Dams). Pada umumnya yang sering digunakan adalah pembagian tipe bendungan berdasarkan material yang digunakan untuk konstruksi yaitu Bendungan tipe beton dan Bendungan tipe timbunan.
13.2.2 Bendungan Beton (Concrete Dams) a.
Umum Prinsip dalam dasar yang harus diperhatikan didalam bendungan beton diantaranya adalah : - Pondasi Bendungan terletak pada lapisan batuan keras (Rock foundation) - Beton merupakan bentuk struktur yang kaku (rigid) sehingga sangat kuat menahan tekanan (Compressive strength) tetapi lemah terhadap gaya tarik (Tensile strength). Oleh karena itu, bentuk dari konstruksi Bendungan beton diusahakan sekecil mungkin mengakibatkan terjadinya tarikan (tensile strength). (Lihat Gambar 13.1, Bendungan Beton (Concrete Dam))
b.
Beberapa tipe bendungan beton diantaranya adalah : - Bendungan tipe Gravity (Gravity Dams) Pada dasarnya bendungan ini mampu menahan beban dari waduk/ Reservoir melalui daya tahan gesekan akibat dari berat bendungan pada pondasi. Pada bentang melebar bendungan dapat diasumsikan bias-bias kantilever dengan mengusahakan sekecil mungkin gaya tarik akibat momen untuk menahan gaya guling (Overturning). Lapisan batuan yang menahan pondasi harus mampu terhadap beban gesek dan daya dukungnya dengan faktor keamanan sesuai yang berlaku. (Lihat Gambar 13.2, Bendungan Tipe Gravity) - Bendungan tipe Lengkung (Curved gravity Dams), apabila panjang as bendungan sempit, maka sebagian dari gaya yang bekerja pada bendungan dialihkan ke tebing (abutment). Untuk menghindari terjadinya gaya tarik pada tubuh Bendungan beton, maka bentuk bendungan disesuaikan dengan penyebaran arah gaya yang terjadi, dan yang paling mendekati kea rah tegak lurus ke abutment adalah membuat bentuk lengkung (Curved) atau busur (Arch). (Lihat Gambar 13.3, Bendungan Tipe Lengkung (Curved Gravity Dam)) - Bendungan tipe Busur (Arch Dams) Apabila bendung tipe lengkung (Curved Dams) terjadi dengan pengalihan beban ke abutment lebih besar, akibat bentuk topografi yang lebih curam dan lebih sempit, maka untuk memperoleh bentuk Bendungan yang lebih sesuai dengan penyebaran gaya yang terjadi dengan arah tekan ke dinding abutment,
‘13
3
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
maka bentuk struktur menjadi lengkung busur atau Bendungan tipe Busur (Arch Dams). Bentuk diperlukan dinding sandaran abutment yang kokoh. (Lihat Gambar 13.4, Bendungan Tipe Busur (Arch Dams) - Bendungan dengan Penyangga (Buttress Dams) Tipe bendungan ini merupakan alternative penyelesaian untuk bendungan tipe gravity bentang yang cukup panjang dengan lebih mengintensifkan tenaga pelaksana dan memperkecil volume beton yang diperlukan. Bentuk Bendungan dapat merupakan kombinasi antara Gravity, Curved atau Arch Dams diantara kolom penyangganya. Namun pemilihan dari bentuk Bendungan ini masih tergantung dari kondisi geologi dan problem yang ditemui di lapangan. (Lihat Gambar 13.5, Bendungan Tipe Penyangga (Buttress Dam) c.
Yang perlu diperhatikan untuk Bendungan Beton [1]
Pondasi (Foundation)
Pondasi merupakan permasalahan kritis untuk Perencanaan Bendungan Beton (Concrete Dams), untuk harus memperhatikan hal-hal diantaranya sebagai berikut : Modulus Deformasi (Deformation Modulus) Deformasi yang tinggi yang disebabkan oleh adanya konsentrasi tegangan di dalam struktur batuan harus dapat diketahui, namun variable deformasi pada pondasi harus mengetahui material properties yang ada di lapangan. Untuk itu diperlukan penyelidikan/test batuan fondasi lebih rinci. Stabilitas Blok (Block Stability) Diperlukan pemetaan batuan pondasi rinci untuk mengindikasi adanya potensi bentuk kehancuran didalam pondasi akibat pengaruh beban. Indikasi terhadap faults (patahan), shlaris (geseran), weathering profiles (profil perlemahan) dan Jariting patterns (pola sambungan) yang terdapat pada massa batuan pondasi. Tes kekuatan geser (shear strength) terkait dengan perubahan relative sesuai pada bentuk pondasi. Perbaikan Pondasi (Foundation Treatment) Permasalah pondasi dapat diketahui selama masa tahap penyelidikan batuan dasar pondasi. Perbaikan pondasi mungkin diantaranya adalah membuang blok batuan yang tidak stabil, menambah system perkuatan, memasang system drainage untuk mengurangi Up lift (tekanan keatas akibat tekanan air) dan memberikan material ke dalam pondasi dengan injeksi (grouting) untuk memperbaiki daya dukung (strength) pada zona yang lemah dan menaikkan tingkat permeabilitas pada dasar pondasi.
‘13
4
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
[2]
Pengaruh Temperatur (Temperature Effects)
Pengaruh temperature terkait dengan desain tipe beton untuk Bendungan terhadap panas hidrasi dari beton pada kondisi batas. Apabila batas temperatur (ambient temperature) tidak dijaga dengan baik, kemungkinan akan terjadi retakan pada beton. Untuk mengatasi kondisi tersebut, diperlukan langkah-langkah untuk mengatasi diantaranya adalah dengan memasang sambungan-sambungan di dalam massa beton atau melakukan pendinginan awal (Pre Cooling) pada material beton dan mengawasi secara teliti pada proses pembuatan beton, atau melakukan pendinginan setelah pengecoran beton dengan memasang jaringan pipa pendingin (Post Cooling). [3]
Bentuk Struktur (Structure Shaping)
Perubahan bentuk yang tajam (patah) diusahakan untuk dihindari, karena dapat menimbulkan penempatan konsentrasi tegangan. Konsentrasi tegangan ini merupakan bagian yang kritis terutama apabila terjadi gempa. 13.2.3 Bendungan Timbunan (Embankment Dams) a.
Umum Tipe Bendungan Timbunan/Urugan (Embankment Dams) pada umumnya didasarkan pada material yang digunakan untuk pembangunan bendungan tersebut, dapat dari tanah atau batuan (Earth fill atau Rock fill). Pengelompokkan selanjutnya diklasifikasikan oleh penempatan lapisan inti kedap air, ada yang ditempatkan didalam tubuh bendungan (ditengah/miring, homogen), ada juga yang ditempatkan di permukaan sisi hulu tubuh bendungan. Stabilitas bendungan timbunan adalah didasarkan pada berat sendiri dari massa materian Bendungan memenuhi syarat untuk menahan tekanan/beban yang terjadi, dengan susunan gradasi material timbunan untuk menurunkan garis tekan hidrolis antara timbunan dengan pondasi, sehingga rembesan (leakage) diharapkan sekecil mungkin dan tanpa ada material yang ikut terhanyut (ter erosi). Tipe bendungan timbunan batu (Rock fill Dams) pada awalnya untuk Konstruksi yang kecil dengan lapisan kedap air pada bagian permukaan hulu, namun dengan kemajuan technologi pada saat ini Rock fill Dams cukup kompetitif untuk bendungan besar dengan lapisan ini kedap air dibagian dalam tubuh bendungan. Untuk menghindari settlement di kemudian hari batuan harus juga dipadatkan dengan pengaturan lapisan gradasi secara teliti. Embankment Sheel (pelapis timbunan) biasanya terdiri dari material random (campuran) atau abu batu berfungsi sebagai pengisi antara struktur dan lapisan kedap air. Timbunan dibagian permukaan hulu tubuh bendung biasanya dilindungi oleh timbunan batu keras dengan susunan gradasi dan bentuk yang sesuai, bila tidak tersedia dapat dilapisi dengan tanah bercampur semen (Soil cement facing). Sedangkan untuk lapisan pelindung dibagian permukaan hilir tubuh bendungan dari erosi terhadap hujan dapat dilapisi dengan gebalan rumput atau tanaman
‘13
5
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
keras. Perlu diperhatikan bahwa lapisan pelindung pada bagian hilir permukaan tubuh bendung jangan sampai menjadi lapisan kedap air. Dimensi besaran lapisan inti kedap air sangat tergantung dari ketersediaan material didaerah pembangunan bendungan . Untuk lapisan kedap air dibagian permukaan hulu dapat terbuat dari lapisan Asphalt atau beton, dengan menggunakan metode cetakan berjalan (Slipforming methods) dan ikatan (key) kedalam lapisan kedap air, pondasi batuan keras atau cut off. Lapisan material kedap air tidak mungkin dapat menghilangkan 100% rembesan dan hanya dapat memperkecil rembesan. Oleh karena itu harus disiapkan lapisan drainase untuk mengalirkan rembesan secara aman didalam tubuh bendungan tanpa membawa serta material timbunan bendungan melalui lapisan halus sampai kasar (finer zones to courser zones). Drainase galeri dan sumuran (Drainage galleries dan relief well) juga perlu dipersiapkan. b.
Yang perlu diperhatikan untuk Bendungan Timbunan [1]
Pondasi (Foundation)
Pondasi bendungan timbunan dapat dibangun diatas batuan keras atau tidak. Bila dibangun diatas massa batuan keras maka penurunan/Settlement yang terjadi lebih kecil bila dibandingkan bendungan yang dibangun diatas massa batuan lunak karena terdapat tambahan penurunan pada pondasi (Consulidate) dan penurunan lebih kecil pada awal masa operasinya. [2]
Pemutus aliran (Cut offs)
Cut off sangat diperlukan oleh pondasi pada massa batuan lunak dan batuan pecah (Non Rock atau Fractured rock) untuk mengurangi tekanan rembesan (seepage), cut off dipasang dibagian hulu dari as puncak bendungan. [3] Sifat Pelunakan (Liquefaction) Kejenuhan akan mengakibatkan penurunan kepadatan material halus dan akan menjadi tidak stabil bila ditambah dengan beban gempa. Selama terjadi gempa, konfigurasi butiran akan menjadi lebih padat yang mengakibatkan menaikkan tekanan air pori dan lepas. Sistem drainase tidak berfungsi dengan baik dan air akan membuat perilaku pondasi menjadi meleleh/mencair. [4]
Retakan dan stabilitas timbunan (Embankment Stability and Cracking)
Bendungan timbunan harus direncanakan aman terhadap kemungkinan terjadinya retakan, khususnya retakan melintang/vertikal (transverse cracks), mungkin disebabkan akibat kerusakan oleh bocoran (piping). Retakan melintang ini kemungkinan juga disebabkan oleh : akibat terjadinya perbedaan settlement pada lereng abutment, kurang sempurnanya prosedur penempatan material, permasalahan pondasi atau sebab lainnya.
‘13
6
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
[5] Tinggi jagaan (Free board) Tinggi jagaan disiapkan untuk melindungi terhadap kemungkinan melimpahnya volume air atau overtopping akibat gelombang, gempa bumu, dan sebab lainnya.
13.3
Dasar-dasar Perencanaan Bendungan
13.3.1 Stabilitas Konstruksi Bangunan Beton (Concrete Dams) Suatu bendungan beton berdasar berat sendiri harus memenuhi 4 syarat yang penting, yaitu : a.
Tidak mengalami penggulingan (Overturning).
Ht
=
gaya horisontal total yang menekan bendungan
Vt
=
gaya vertikal total yang menekan tanah dibawah pondasi
MAh =
momen horisontal di titik A
MAv =
momen vertikal di titik A M
Gambar 13.6 Keamanan terhadap bahaya penggulingan. Dengan adanya gaya Ht akan menyebabkan tendensi terjadi penggulingan pada titik A dengan momen sebesar MAh = Ht.a dan momen ini akan ditahan oleh momen pelawan sebagai akibat gaya vertikal yaitu MAv = Vt.b. Jadi agar stabil momen MAv ditambah angka keamanan haruslah lebih besar dibandingkan dengan MAh (angka keamanan diambil lebih besar dari 1,50). Atau didalam rumus = MAv 1,50 ..................................... MAh
n
=
.(13.1).
n
=
angka keamanan terhadap penggulingan.
MAv
=
momen vertikal total terhadap titik A.
MAh
=
momen horizontal total terhadap titik A.
Keterangan :
‘13
7
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Dapat pula dicari letak eksentrisitasnya. Apabila resultante gaya Ht dan Vt disebut R, maka garis gaya R akan memotong dasar bendungan di titik D. Ternyata bendungan akan stabil apabila titik D terletak didalam batas
1 dari lebar pondasi. 3
Bendungan tidak akan terguling apabila : e
=
e
=
M B B V 2 6
………………………. (13.2)
Keterangan :
b.
eksentrisitas, jarak antara titik tangkap gaya R dengan titik tengah pondasi T = DT
B =
lebar pondasi
M =
momen total terhadap titik A.
V =
Vt = gaya vertikal total.
Tidak mengalami penggeseran (sliding).
Gambar 137 Kemanan terhadap bahaya penggeseran. Dengan adanya gaya Ht, selain ada tendensi mengguling juga ada tendensi menggeser dibagian pondasi sepanjang AC (lebar B). Sebaliknya sebagai akibat gaya vertikal akan terjadi gaya pelawan geseran (τ) yang bekerja sepanjang lebar pondasi. Agar bendungan tidak menggeser maka : N =
f.V .A 4 H
Keterangan :
‘13
8
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
………………. (13.3)
c.
N =
angka keamanan terhadap geseran.
f
koefisien geseran antara beton dengan beton atau beton dengan batuan pondasi = tg φ.
=
Τ =
tegangan geseran dari beton terhadap batuan pondasi.
A =
luas permukaan pondasi.
Tegangan tanah pada pondasi tidak dilampaui.
Gambar 13.8 Kemanan terhadap bahaya penurunan pondasi. Dari segi penggulingan dan penggeseran, makin besar gaya vertikal total akan semakin baik karena angka keamanan yang timbul makin besar. Tetapi dari segi tegangan tanah, hal ini tidak menguntungkan karena semakin besar V t tegangan yang timbul akan makin besar pula. Oleh karena itu untuk bendungan yang tingginya lebih dari 50 m harus dipikirkan alternative dengan tipe berongga (concrete hollow gravity dams). σmaks =
Vt 6.e 1 t B.L B
σmin =
Vt 6.e 1 0 B.L B
……......……… .(13.4)
………..............…………(13.5)
Keterangan :
‘13
9
σmaks
=
tegangan tanah maksimal yang timbul.
σmin
=
tegangan tanah minimal yang timbul.
Vt
=
gaya vertikal total
B
=
lebar pondasi
L
=
panjang pondasi
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
e
=
eksentrisitas
[σt]
=
tegangan tanah yang diizinkan berdasarkan pengujian.
Apabila bentuknya bukan persegi panjang, B.L. adalah luas pondasi. d.
Air rembesan yang timbul masih dapat dikendalikan. Sampai saat ini (1986) belum ada standar yang sama untuk menentukan rembesan air yang diizinkan karena faktor-faktor yang berpengaruh cukup banyak. Sebagai contoh untuk bendungan penyediaan air minum diupayakan tidak terdapat rembesan, sedangkan untuk bendungan pengendali banjir dapat ditolerir asalkan tidak membahayakan konstruksi bendungan.
13.3.2 Stabilitas Konstruksi Bendungan Timbunan (Earthfill Dams) Merupakan perhitungan konstruksi untuk menentukan ukuran (dimensi) bendungan agar mempu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja padanya dalam keadaan dan banjir besar. Data angka yang dipakai untuk perhitungan harus diambil dari hasil penelitian dan penyelidikan. Dalam keadaan yang tidak memungkinkan diadakannya penelitian dan penyelidikan, data diambil dengan anggapan yang diperoleh dari pengalaman yang mirip dengan proyek yang bersangkutan sehingga hasil perhitungan yang diperoleh diyakini akan aman. Didalam kriteria desain dan dasar-dasar perencanaan terdapat 3 prinsip yang harus diperhatikan :
‘13
10
1)
Untuk mencegah terjadinya bahaya limpasan lewat puncak bendungan maka harus disediakan bangunan pelimpah dan bangunan pengeluaran yang cukup kapasitasnya. Apabila terpaksa ada air yang melimpah lewat puncak bendungan, hanya diperbolehkan yang berasal dari ombak/gelombang yang terjadi karena angina. Kalaupun hal ini terjadi bendungan harus dapat menahan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti.
2)
Syarat-syarat stabilitas konstruksi dapat dipenuhi.
3)
Untuk mencegah terjadinya bahaya gejala pembuluh maka rembesan air yang kemungkinan terjadi harus disalurkan lewat saluran pengering, sumur pengering atau sumur pelepas tekan.
a.
Syarat-syarat stabilitas konstruksi [1]
Lereng disebelah hulu dan hilir bendungan harus tidak mudah longsor. Lereng disebelah hulu bendungan harus stabil dan aman dalam keadaan apa pun baik pada waktu waduk kosong, penuh air maupun permukaan air turun dengan tiba-tiba (rapid drawdown). Demikian pula untuk lereng disebelah hilir, harus stabil dan aman dalam keadaan apa pun, baik pada waktu waduk kosong, penuh air maupun permukaan air turun dengan tibatiba.
[2]
Harus aman terhadap geseran.
[3]
Harus aman terhadap penurunan bendungan.
[4]
Harus aman terhadap rembesan.
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
b.
Keadaan berbahaya yang harus ditinjau didalam perhitungan, ada 4 (empat) keadaan, yaitu : [1]
Pada akhir pembangunan. Berdasarkan penyelidikan tanah, baik di lapangan maupun di laboratorium dapat diambil kesimpulan bahwa tanah hanya dapat dipakai secara maksimal apabila kadar airnya mencapai optimal (optimum moisture content). Ini berarti bahwa pada akhir pembangunan masih terdapat kadar air yang besar, sehingga tegangan pori yang timbul juga besar. Keadaan berbahaya yang harus ditinjau adalah daerah kemiringan sebelah hilir.
[2]
Pada waktu waduk terisi penuh dan terdapat rembesan tetap. Makin tinggi permukaan air yaitu pada saat waduk terisi air penuh merupakan keadaan yang berbahaya, sehingga ditinjau di dalam perhitungan. Keadaan berbahaya yang harus ditinjau adalah kemiringan sebelah hilir.
[3]
Pada waktu waduk terisi air sebagian dan terdapat rembesan tetap. Ini perlu ditinjau karena longsornya bendungan tergantung dari beberapa faktor dan kadang-kadang yang berbahaya justru bukan pada waktu waduk penuh tetapi hanya sebagian saja. Keadaan berbahaya yang harus ditinjau adalah kemiringan sebelah hulu (di dalam waduk).
[4]
Pada waktu waduk terisi air penuh dan turun secara tiba-tiba (rapid drawdown).Pada waktu waduk terisi air penuh maka tekanan porinya dangat besar, bagian di dalam waduk mendapatkan tekanan air keatas sehingga beratnya berkurang. Pada waktu permukaan air waduk turun secara tiba-tiba maka air dari pori-pori akan sangat lambat hilangnya sehingga masih terisi air dan dalam keadaan basah maka beratnya menjadi bertambah besar karena tekanan air ke atas tidak ada lagi. Keadaan berbahaya yang harus ditinjau adalah di sebelah hulu.
Gambar 13.9 Bidang Longsor Pada Bagian Hilir
‘13
11
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 13.10 Bidang Longsor Pada Bagian Hulu c.
Muatan-muatan dan gaya-gaya yang harus diperhitungkan Yang terpenting adalah : berat bendungan sendiri, tekanan pori, tekanan hidro static dan gaya sebagai akibat gempa bumi. Tekanan hidrodinamis pada bendungan urugan sebagai akibat gempa bumi biasanya hanya kecil sehingga dapat diabaikan. Menurut Zanger untuk menentukan tekanan hidrodinamis digunakan rumus : ……………………
pd
=
c.Wo.k.H
pd
-
tekanan hidrodinamis
(13.6)
Keterangan :
Wo -
berat jenis air = 1
k
-
koefisien gempa bumi
H
-
tinggi air di sebelah hulu bendungan
c
-
koefisien =
h
-
jarak air tertinggi dengan titik tangkap gaya hidrodinamis
Cm -
Cm h h h h [ (2 ) (2 )] …… 2 H H H H
(13.7)
Koefisien C di sini nilai pd mencapai maksimal.
Menurut Zanger nilai Cm tergantung pada kemiringan bendungan sebelah hulu. Untuk bendungan urugan yang kemiringannya cukup landai maka nilai Cm relatif kecil. Sedangkan h juga kecil disbanding dengan H sehingga relatif nilai C menjadi kecil sehingga nilai pd juga kecil, dan biasanya dapat diabaikan. [1] Berat bendungan sendiri Harus ditentukan dalam keadaan kering, basah atau di bawah air, demikian pula masing-masing lapisan dihitung tersendiri karena berat volumenya tidak sama. Berat volume kering (dry density, dry unit weight) adalah perbandingan antara berat tanah dalam keadaan kering dengan isi tanah seluruhnya. Berat volume basah (lembab, wet density) adalah perbandingan antara berat tanah dalam keadaan basah dengan isi tanah seluruhnya. Yang dimaksud basah di sini adalah dengan adanya air kapiler maka keadaan tanahnya menjadi ‘13
12
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
basah. Berat volume di bawah air (jenuh, submerged density, saturated density) adalah berat volume kering – 1 (berat volume air). Untuk menentukan batas-batasnya digunakan jaringan aliran air (flow net), yaitu pada garis phreatik (phreatic line). Di atas garis phreatik diambil berat volume kering atau basah tergantung dengan keadaan yang paling membahayakan konstruksi. Di bawah garis phreatik diambil berat volume di bawah air.
Gambar 13.11 Garis Phreatik Pada Tubuh Bendungan Untuk bendungan urugan batu yang menggunakan lapisan maka berat volumenya juga berbeda-beda, ada berat volume lapisan batu sebarang, berat volume batu teratur, lapisan filter kasar, lapisan filter halus, lapisan kedap air dan lain-lain. Pada keadaan waduk terisi air penuh lalu tiba-tiba turun maka di bawah garis phreatik yang tadinya menggunakan berat volume di bawah air setelah bagian hulu (waduk) hilang airnya maka dipakai berat volume basah yang jauh lebih berat, hal ini sangat mempengaruhi kestabilan bendungan. [2] Tekanan pori (pori pressure) Bekerja ke arah normal terhadap bidang geser dan sangat menentukan untuk perhitungan keamanan terhadap geseran. [3] Tekanan hidrostatis Merupakan tekanan dari air di dalam waduk dan di sebelah hilir bendungan.
‘13
13
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 13.12 Tekanan Hidrostatis Pada Tubuh Bendungan
[4] Gaya sebagai akibat gempa bumi Tergantung pada lokasi bendungan, biasanya sudah ada standar angka gempa. Untuk bendungan yang tingginya di atas 60 m, dianjurkan mengadakan penyelidikan khusus karena faktor gempa bumi akan sangat besar pengaruhnya. Koefisien gempa (seismic coefficient) biasanya terletak antara 0,05 – 0,25. Untuk menentukan gaya gempa digunakan rumus sebagai berikut : ……………………….. (13.8)
E =
λ.W
E =
gaya gempa dengan arah horisontal (ton)
λ
koefisien gempa.
Keterangan :
=
W = d.
berat bangunan (ton)
Harus aman terhadap geseran Untuk menentukan gaya geser suatu tanah Terzaghi menemukan rumus sebagai berikut : τ
=
C’ + σ n’ . tg Φ
……………… (13..9)
τ
=
gaya geser (ton)
C’
=
angka kohesi tanah yang dapat ditentukan dengan percobaan
Keterangan :
‘13
14
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
σn’
=
tegangan efektif yang bekerja secara normal (tegak lurus) pada bidang geser (ton)
Φ
=
sudut geser yang menahan tegangan efektif.
Apabila tanah dalam keadaan tidak kering betul maka ada tegangan yang disebut tegangan pori yang besarnya dapat dihitung dengan alat piezometer. Semakin basah suatu tanah, semakin besar pula tegangan porinya (merupakan tinggi air di dalam piezometer). Tegangan pori memperlemah kestabilan bendungan maka makin besar tegangan pori keadaan bendungan makin berbahaya. Usaha untuk memperkecil tegangan pori dapat dilakukan dengan membuat saluran-saluran pengering (drainase). σn’
=
(σ – u ) ………………………………… (13.10)
σ
=
tegangan normal pada bidang geser (ton).
u
=
tegangan pori.
τ
=
C’ + (σ – u ) tg. Φ’
Keterangan :
maka
13.4
……………….(13.11)
Contoh Perhitungan Bendungan
13.4.1 Contoh Stabilitas Konstruksi Bendungan Beton a.
Data sebagai hasil penelitian dan penyelidikan Untuk dapat melakukan perhitungan haruslah dicari beberapa angka seperti yang tersebut di dalam rumus dengan melaksanakan penelitian dan penyelidikan yang sesuai dan secukupnya. Apabila datanya tidak ada harus diambil dari pengalaman bendungan, keadaan geologi dan keadaan lapangan yang sejenis.
[1] Berat volume air diambil 1 t/m 3 [2] Berat volume beton. Diambil dari pengujian bahan bangunan setempat yang harganya berkisar antara 2,30 – 2,40 t/m3. [3] Berat volume Lumpur. Diambil dari pengujian lumpur setempat, karena selalu terendam di bawah air, nilainya dikurangi 1, jadi apabila terdapat 2, diambil menjadi 1. [4] Sudut geseran beton terhadap batuan pondasi (φ) dan koefisien geserannya tg φ. Diambil dari pengujian geologi setempat. [5] Tegangan tekan beton yang diizinkan. Diambil dari pengujian bahan bangunan yang akan dipakai.
‘13
15
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
f=
[6] Tegangan tanah yang diizinkan (bearing capacity). Diambil dari pengujian geologi (mekanika tanah) setempat. b.
Muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja pada bendungan
[1] Gaya Vertikal. a) Berat sendiri bendungan. Berat sendiri bendungan termasuk pula berat pintu air dan instalasi-instalasi lainnya.
Gambar 13.13 Berat sendiri bendungan Karena ukuran bendungan tidak teratur maka dibagi menjadi beberapa bagian dan masing-masing bagian dihitung stabilitas konstruksinya. Untuk memudahkan mencari titik tangkap gaya maka dibagi menjadi empat persegi panjang dan segitiga.
‘13
16
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 13.14 Mencari titik tangkap gaya
Untuk mencari titik tangkap gaya ke arah vertikal dan horisontal, jadi jarak b dan a, maka dicari momen terhadap titik c. Untuk memudahkan control perhitungan dibuat secara tabel (contoh Gambar 8.13 dan 8.14). γ air – berat volume air.
γ – berat volume beton. No. irisan
Berat sendiri G ton
Jarak horisontal ke titik c
Jarak vertikal ke titik c a (m)
G.b ton.m
b (m) 1 .h1.b1. 2
1.
G1
2.
G2 h2.b2.
3.
G3
1 .h3 .b3 . 2
2 b1 3
(b1
G1.
1 b2 ) 2
(b1 b2
2 b1 3
G2 (b1
1 b3 ) 3
1 b2 ) 2
G3 (b1 b2
ΣG
1 b3 ) 3
Σ G.b
Jarak titik tangkap gaya resultante berat sendiri Pada arah horizontal
‘13
17
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
b
=
G.b G
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
G.a ton.m
1 .a1 3
1 G1. a1 3
1 .h 2
1 G2. h 2
1 .h 2 3
1 G3. h2 3
Σ G.a
Keterangan
Pada arah vertikal
a
=
G.a G
Dengan cara yang sama dapat dihitung pula untuk gaya lainnya.
b) Berat air disebelah hulu bendungan apabila berbentuk miring sebagian atau seluruhnya. Sebagai permukaan air tertinggi diambil FSL dengan tinggi air = h3 W1 = b1 (h3 – h1) γ air = b1 (h3 – h1) jarak titik tangkap a1. W2 =
1 1 b1 h1 γ air = b1.h1 jarak titik tangkap a2. 2 2
Jarak titik tangkap =
W1.a1 W2.a2 W1 W2
Gambar 1.15 Berat air di sebelah hulu bendungan
c) Berat lumpur di sebelah hulu bendungan (W 1) apabila berbentuk miring sebagian atau seluruhnya. Sebagai permukaan lumpur diambil hasil perhitungan berdasar sedimentasi akhir yang direncanakan. Perhitungan berat dan titik tangkapnya dilakukan seperti pada air, hanya tinggi dan berat volumenya yang berlainan. d) Gaya tekan ke atas (uplift pressure). Hukum Archimedes berlaku pula untuk konstruksi bendungan, yang gaya tekan ke atas sama dengan berat dari volume benda yang dipindahkan. Jadi akan sangat mengurangi berat beton, padahal makin berat betonnya akan makin stabil terhadap gaya geseran. Oleh karena itu harus diusahakan agar gaya tekan ke atas sekecil-kecilnya, dengan cara mengeluarkan air ‘13
18
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
rembesan lewat lubang sumur pengering (drainase wells) atau menahan air rembesan dengan sementasi tirai.
Gambar 13.16 Skema gaya tekan ke atas
Dari gambar 13.16, perbandingan gaya tekan ke atas adalah : U1 (tanpa sedimentasi)
=
½ (h4 + h5) x b
U2 (dengan sedimentasi) k.h5 + h5) x b2
=
½ (h4 + h5 + k.h4 – k.h5) x b1 + ½ (h5 + k.h4 –
Jadi dengan membuat sementasi tirai akan banyak mengurangi gaya tekan ke atas.
[2] Gaya horisontal. a) Gaya Hidrostatik Merupakan air yang menekan bendungan ada atau tanpa angin.
Gambar 13.17 Skema gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik
Sebagai tinggi air diambil TWL dengan tinggi = h3. Hs = ½.h3
‘13
19
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
air = ½.h3 ² dengan titik tangkap pada jarak ⅓ h3.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
b) Gaya hidrodinamik Merupakan air yang menekan bendungan apabila ada gempa. Sebagai tinggi air diambil FSL dengan tinggi = h 4. Dianggap bahwa apabila terjadi gempa bumi tidak bersamaan dengan terjadinya angin. hd = Cd.
air.k1.h4½ = Cd.k1. h4½
Keterangan Cd k1 =
=
koefisien yang biasanya diambil
koefisien gempa
7 12
c) Gaya horizontal sebagai akibat tekanan Lumpur h1 = ½.k1.bd1. h12 Keterangan k1 =
koefisien tekanan Lumpur, biasanya = 0,50
bd1 =
berat jenis lumpur di dalam air
h1 =
tinggi lumpur
d) Gaya sebagai akibat gempa Untuk bendungan yang relatif tidak tinggi (kurang dari 30 m) maka koefisieb gempa dapat diambil dari table berdasr lokasi rencana bendungan, akan tetapi untuk bendungan yang lebih tinggi dari 30 m perlu diadakan penelitian yang dilakukan para ahli (geotechnic engineer). Gaya sebagai akibat gempa sama dengan berat sendiri bendungan x koefisien gempa dan titik beratnya juga sama dengan titik berat bendungan dan arahnya horizontal menekan bendungan.
Gambar 13.18 Skema gaya sebagai akibat gempa
‘13
20
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Keadaan muatan (gaya) yang harus diperhitungkan di dalam perencanaan Ada 3 keadaan yang harus diperhitungkan, yaitu : a. Keadaan pada akhir masa konstruksi Keadaan berbahaya terjadi pada waktu air waduk masih kosong (sebelum pengisian waduk) dan terjadi gempa bumi yang akan mendorong bendungan ke arah hulu.
Gambar 13.19 Skema muatan, keadaan pada akhir masa konstruksi b. Keadaan normal sesudah operasi Muatan dan gaya yang diperhitungkan : 1) Berat sendiri bendungan (G) 2) Berat air di sebelah hulu bendungan (W) 3) Gaya tekan ke atas (U) 4) Gaya hidrostatis (Hs) c. Keadaan luar biasa sesudah beroperasi Muatan dan gaya yang diperhitungkan : 1) Berat sendiri bendungan (G) 2) Berat air di sebelah hulu bendungan (W) 3) Berat Lumpur di sebelah hulu bendungan (W 1) 4) Gaya tekan ke atas (U) 5) Gaya hidrostatis (Hs) 6) Gaya hidrodinamis (Hd) 7) Gaya horizontal sebagi akibat tekanan Lumpur (H 1) 8) Gaya horizontal sebagai akibat gempa Pada keadaan seperti ini tegangan tekan yang diizinkan dapat dinaikkan 30%. Untuk mengakhiri uraian tentang beton berdasar berat sendiri, akan disampaikan sebuah foto bendungan pada waktu pelaksanaan.
13.4.2 Contoh Stabilitas terhadap Geseran pada Bendungan Timbunan Ada beberapa cara untuk menentukan stabilitas terhadap geseran
‘13
21
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
(1) Cara dengan irisan (slices method) Cara ini disebut pula cara Fellenius atau cara Swedia. Diandaikan suatu bendungan mengalami longsoran, maka dapat digambarkan bidang gesernya dan menurut pengalaman terjadi karena putaran. Kelongsoran dapat terjadi baik di daerah hulu (upstream) maupun hilir (downstream). Bentuk bidang geser dapat seperti lingkaran dapat pula kombinasi garis lurus dan garis lengkung yang untuk memudahkan perhitungan dibuat berbentuk lingkaran.
Gambar 13.20 Jari – Jari Bidang Longsor Terjadi bidang geser menurut keadaan berbahaya, yaitu : -
Pada akhir pembangunan Pada waktu waduk terisi air penuh dan terdapat rembesan tetap Pada waktu waduk terisi air sebagian dan terdapat rembesan tetap Pada waktu waduk terisi air penuh dan turun secara tiba-tiba
Kita ambil suatu bidang geser berbentuk lingkaran dengan titik pusat P yang terletak di atas bendungan. Letak titik pusat P dan jari-jari R adalah sebarang asal memotong tepi bangunan. Dipandang untuk lebar 1m. Bidang yang terjadi antara tepi bendungan dan bidang geser dibagi menjadi beberapa irisan yang tebalnya sama. Kita ambil salah satu irisan sebagai berikut :
Gambar 13.21 Bidang Geser Pada Tubuh Bendungan
‘13
22
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Di bidang sepanjang ℓ meter terdapat tegangan geser sebesar maka gaya geser yang timbul = .ℓ.ton. Gaya geser inilah yang akan mempertahankan segmen terhadap longsoran. Berta segmen sebesar W dapat diuraikan ke arah tegak lusur dan sejajar bidang geser. Gaya berat yang searah bidang geser = W sin . Momen yang akan menggeser dan menyebabkan terjadinya longsoran = W.sin .R. Momen yang mempertahankan agar longsoran tidak terjadi = .ℓ.R. Faktor keamanan (safety factor = SF) adalah perbandingan antara momen yang mempertahankan agar longsoran tidak terjadi dengan momen yang akan menggeser dan menyebabkan terjadinya longsoran. .ℓ.R. SF =
.ℓ
W.sin .R.
=
W.sin
…………………………..(13.12)
Tadi telah kita ketahui bahwa = C’ + ( - u) tg Φ’ maka { C’ + ( - u) tg Φ’ }. ℓ SF =
………………………….(13.13)
W.sin
C’ ℓ + (.ℓ - u. ℓ ) tg Φ’ SF =
…………………………..(13.14)
W.sin
Apabila N = .ℓ, maka C’ ℓ + (N - u. ℓ ) tg Φ’ SF =
…………………………..(13.15)
W.sin
Ini adalah factor keamanan untuk 1 segmen yang dipandang tadi sedangkan untuk keseluruhan irisan maka factor keamanan merupakan hasil penjumlahan dari masing-masing segmen. Maka Σ C’ ℓ + Σ (N - u. ℓ ) tg Φ’ SF =
‘13
23
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Σ W.sin
…………………………..(13.16)
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Nilai C’ dan Φ’ dapat ditentukan berdasr percobaan di laboratorium sedangkan panjang ℓ dapat dihitung. Dari masing-masing irisan dapat dihitung : - Berat masing-masing segemen dengan mengingat berat volume yang sesuai dan keadaan yang sesuai pula. - Sudut antara garis tegak dengan garis yang menghubungkan titik pusat P dan titik tengah bidang geser (). Dengan demikian yang belum bias dihitung tinggal . Kita gambarkan lagi 1 irisan dan perhatikan keseimbangan gaya-gayanya.
Gambar 13.22 Keseimbangan Gaya pada Segmen
Pada segmen yang dipandang tadi bekerja gaya horizontal yaitu E n dan En+1 yang besarnya belum dapat ditentukan. Demikian pula terdapat gaya-gaya tegak Xn dan Xn+1 yang besarnya belum dapat ditentukan pula. N1 merupakan uraian gaya W + (Xn + Xn+1) pada arah gaya N maka
N1 = { W + (Xn + Xn+1) } cos
N2 merupakan uraian gaya En + En+1 pada arah gaya N maka N2 = (En + En+1) sin Maka N = N1 – N2 = W. cos + (Xn + Xn+1). cos - (En + En+1). sin
‘13
24
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Karena belum ditentukan rumus yang tepat untuk menghitung N maka Fellenius menanggap bahwa : (Xn + Xn+1). cos - (En + En+1). sin = 0 maka N = W. cos + (Xn + Xn+1). cos - (En + En+1). sin = W cos
jadi factor keamanan SF dapat dihitung : C’ ℓ + (W.cos - u. ℓ ) tg Φ’
C’ ℓ + (N - u. ℓ ) tg Φ’ SF =
W.sin
=
W.sin
……..(13.17)
Factor keamanan yang terkecil adalah factor keamanan yang paling berbahaya maka inilah yang diambil. Dari uraian ini jelaslah bahwa banyak dipakai perhitungan dan untuk mempercepat dapat digunakan kompuiter yang sesuai kapasitas dan programnya. (2) Cara Bishop Juga menggunakan irisan seperti cara Fellenius hanya permisalannya yang berlainan. Kita ambil 1 segmen lagi.
Gambar 13.23 Stabilitas Elemen Menurut Cara Bishop Kalau SF = factor keamanan maka dapat dibuat gambar seperti di atas.
Gaya u. ℓ, (N - u. ℓ), (N - u. ℓ) tg Φ’ dan C’ ℓ SF SF
V =
‘13
25
u. ℓ cos + (N - u. ℓ ). cos + (N - u. ℓ )
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
diuraikan ke arah tegak.
C’ ℓ tg Φ’ SF sin + SF
sin
=
W + (Xn - Xn+1)
tg Φ’ W + (Xn - Xn+1) + u. ℓ cos + (N - u. ℓ ). cos + (N - u. ℓ ) SF sin + C’ ℓ sin SF
(N - u. ℓ ). cos + (N - u. ℓ )
tg Φ’ 1 sin SF
=
C’ ℓ W + (Xn - Xn+1) - u. ℓ cos SF sin
(N - u. ℓ ) digabungkan maka akan didapat :
(N - u. ℓ ). (cos +
N - u. ℓ =
tg Φ’ 1 sin SF
= W + (Xn - Xn+1) - u. ℓ cos C’ ℓ sin SF
W + (Xn - Xn+1) - ℓ. (u.cos + C’ ℓ sin ) SF tg Φ’ 1 sin SF
Kalau kita pandang segmen dengan jari-jari = R cos + Dengan adanya permisalan (Xn - Xn+1) cos - (En - En+1) sin = 0 terlihat bahwa hal ini tidak sepenuhnya benar maka untuk bendungan yang tinggi cara ini tidak tepat, sedangkan untuk bendungan yang tidak terlalu tinggi (< 60 m) cara ini cukup memadai untuk dipakai dengan cepat. Untuk memudahkan dan mempercepat perhitungan biasanya dipakai dengan system table sebagai berikut :
-
Berilah nomor masing-masing segmen dari irisan. Makin banyak segemen yang dipakai makin teliti, tetapi makin banyak perhitungan. Menurut pengalaman dengan mengambil kurang lebih 10 segmen sudah cukup teliti dan cepat. Carilah berat sendiri W 1, W 2, W 3,………………………………………..W n.
-
Ukurlah sudut
-
Carilah sin 1, sin 2, sin 3,………………………………………..….. sin n.
-
Carilah cos 1, cos 2, cos 3,…………………………………….….. cos n.
-
Carilah 1 = W 1. sin 1, 2 = W 2. sin 2,……………………… n = W n. sin n
-
Carilah N1 = W 1. cos 1, N2 = W 2. cos 2,…………………… Nn = W n. cos n
-
Ukurlah ℓ sehingga dapat dicari C’ ℓ dan u. ℓ
-
Hitunglah N1 - u1 . ℓ , N2 - u2 . ℓ …………………………………….… Nn - un . ℓ
-
‘13
26
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
u
4
5
6
7
8
9
10
11
12
(N - u. ℓ) tg Φ
C’. ℓ
3
tg Φ
ℓ
2
N - u. ℓ
C’
1
u. ℓ
N = W. cos
Kemudian dimasukkan dalam table :
cos
-
= W. sin
Hitunglah (N1 - u1 . ℓ). tg Φ’, (N2 - u2 . ℓ). tg Φ’…………………(Nn - un . ℓ). tg Φ’
sin
-
W
Hitunglah tg Φ’
Nomor segmen
-
13
∑ kolom 4
∑ kolom 9
∑ kolom 14
= ∑ W. sin
= ∑ C’. ℓ
= ∑ (N - u. ℓ) tg Φ
14
∑ kolom 9 + ∑ kolom 14 ……………………………….……..(13.18)
SF = ∑ kolom 4
Perhitungan diulangi 3 @ 4 kali dengan mengambil lingkaran dan titik pusat yang berlainan. Jarak horizontal titik pusat P dengan titik tengah alas segmen = X maka X = R. sin
Momen yang akan menggeser dan menyebabkan terjadinya kelongsoran = ∑ W.X Momen yang mempertahankan agar longsoran tidak terjadi = ∑ . ℓ.R ∑ . ℓ.R Faktor keamanan SF =
∑ . ℓ.R =
∑ W.X
= ∑ W. R. sin
1 SF =
C’. ℓ + (N - u) tg Φ ∑ W. sin
‘13
27
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
∑ . ℓ
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
∑ W. sin
1
W + (Xn - Xn+1) - ℓ. (u.cos C’. ℓ +
=
C’ sin ) tg Φ’ SF
tg Φ’ SF
∑ W. sin
Bishop menganggap bahwa Xn - Xn+1 adalah kecil maka nilainya dianggap = 0 cos + dan ℓ. cos = b, maka
W – u.b + ( C’ sin ) SF
C’b
1 SF =
+ ∑ W. sin
. tg Φ’
tg Φ’ SF
cos cos +
sin sec
1 C’b + tg Φ’ . (W – ub) .
SF = ∑ W. sin
1 + tg Φ SF
tg
sec
1 C’b + tg Φ’ . (W – ub) .
SF = ∑ W. sin
1+
tg Φ tg SF
Karena disebelah kanan juga terdapat factor keamanan (SF) maka penyelesaiannya adalah dengaan cara coba-coba (trial and error method) sesudah nilainya tidak banyak selisihnya perhitungan dianggap sudah cukup teliti. Cara ini pun dilakukan dengan cara membuat tabel cara Fellenius sebagai berikut :
‘13
28
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
∑ kolom 4= ∑ W. sin
14
15
∑ kolom 17
16
17
18
∑ kolom 19
∑ kolom 17 Percobaan pertama SF =
∑ kolom 4
∑ kolom 19 Percobaan kedua
SF =
∑ kolom 4
Makin sering membuat latihan / pekerjaan makin cepat pula perhitungan.Jelaslah bahwa di sini perhitungan lebih banyak sehingga hasilnya akan lebih baik. Tetapi cara ini hanya sesuai untuk bendungan yang tinggi (lebih dari 60 m), sedangkan untuk bendungan yang relatif rendah hasil yang akan dicapai tidak jauh berbeda dengan cara Fellenius. Andaikata 1 kali perhitunfan memerlukan 3 kali, ada 4 keadaan, 4 faktor keamanan berarti ada 3 x 4 x 4 = 48 kali perhitungan. Maka dengan menggunakan komputer yang sesuai kapasitas dan programnya dapat mempercepat jalannya perhitungan.
‘13
29
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Kolom 13 x Kolom 18
1 + (tg Φ’/SF) tg
sec
Kolom 13 x Kolom 16
1 + (tg Φ’/SF) tg
sec
tg
sec
C’b(W - u. bℓ) tg Φ
(W - u. bℓ) tg Φ’
tg Φ’
(W –u.b)
u.b
u
C’. b
b
C’
W. sin
sin
W
Nomor irisan
1
19
Harus aman terhadap penurunan bendungan Ini berarti bahwa genangan tekan tanah yang terjadi pada pondasi harus lebih kecil daya dukung tanah yang diijinkan. Ini pun harus dihitung pada keempat keadaan berbahaya seperti tersebut dalam butir 13.4.2 Karena pondasi bendungan sangat luas maka tegangan tekan tanahnya juga tidak akan seragam di daerah satu dengan lainnya. Maka perlu dihitung beberapa keadaan pada daerah bendungan yang paling tinggi dan daerah lain yang daya dukung tanahnya kecil. Perlu diketahui bahwa untuk menentukan daya dukung tanah yang diijinkan harus dihitung berdasarkan hasil-hasil pengujian mekanika tanah secukupnya, jadi tidak hanya mengambil referensi dari buku-buku saja. seluruh gaya tegak pondasi = tegangan tekan tanah = luas bendungan
pondasi = [t]
=
ΣV ……………..…(13.19) b.B
Keterangan : V
=
jumlah seluruh gaya tegak
b
=
lebar bagian yang berbahaya
B
=
lebar bendunfan
[t]
=
daya dukung tanah yang diijinkan dengan memperhatikan angka keamanan yang biasanya diambil 2 – 3.
Gambar 13.24 Gaya Pada Elemen Pondasi
‘13
30
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Harus aman terhadap bahaya rembesan
Ini berarti bahwa rembesan yang timbul di bawah pondasi dan di kaki kiri (left abutment) serta kaki kanan (right abutment) tidak boleh melebihi batas yang telah ditentukan. Perhitungan dapat dilakukan dengan membuat jaringan aliran air (flow net). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan yaitu : (1) Kecepatan kritis dari bahan bangunan tidak dilampaui. Apabila kecepatan kritisnya dilampaui maka ada butir-butir kecil yang terbawa aliran yang akan menimbulkan pori-pori. Dengan demikian lebih menambah kecepatan air dan kalau dibiarkan akan menimbulkan bahaya piping. Agar bendungan stabil, kecepatan aliran air tidak boleh melebihi kecepatan aliran kritis. Justin telah menemukan rumus sebagai berikut :
√ k=
√
W ef . g ……………………………..(13.20) F.
√k
=
kecepatan kritis butir
W ef =
berat efektif
g
=
percepatan gravitasi bumi = 9,78 m/detik2
F
=
luas daerah butir yang memungkinkan terjadinya aliran
=
berat jenis air = 1
Sehingga rumus dapat ditulis :
√k=
√
W ef . g 9,87 .
…………………………….. ……..(13.21) F.
(2) Debit air rembesan tidak boleh melampaui Hal ini selain membahayakan bendungan juga menyebabkan pengoperasian waduk tidak efektif. Maka debit air rembesan harus dibatasi yaitu maksimal 2% 5% dari debit rata-rata yang masuk ke dalam waduk. Makin beesar debit rata-rata, persentasemaksimal yang diambil harus makin kecil.
‘13
31
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Untuk menentukan besarnya debit rembesan air terdapat rumus : Nf .k.h
q=
………………………………………………(13.22)
Np Keterangan : q
=
debit rembesan air
Nf
=
jumlah aliran air (flow channels)
Np
=
jumlah penurunan tenaga potensial yang sama
k
=
koefisien rembesan
h
=
selisih tinggi permukaan air
Untuk keperluan ini, harus dibuat garis jaringan aliran. Berdasr penelitian di laboratorium maka bentuk flow nets adalah seperti pada gambar 13.25. Air akan merembes mengikuti garis aliran (flow line).
Tekanan air dapat diukur dengan piezometer. Garis yang terbentuk sebagai akibat adanya tenaga potensial yang sama disebut equipotential lines. Equipotential lines selalu tegak lurus dengan flow lines dan jarak antara pertemuan equipontial dengan garis phreatik adalah sama.
Gambar 13.25 Garis jaringan aliran
‘13
32
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Untuk membuat garis jaringan aliran akan disampaikan secara singkat.
Gambar 13.26 Garis Aliran Air (Phreatic) Pada Tubuh Bendungan
Urut-urutan penggambaran adalah sebagi berikut : 1.
Setelah digambar potongan melintang bendungan lalu diukur titik G; GE = 0.30 AF. Apabila kemiringannya curam maka GE = 0.20 AF.
2. dibuat lingkaran dengan titik pusat I dan jaringan IG yang memotong garis AI di titik K. Maka KH = Xo. 3. Tentukan titik J sedang IJ = ½ KH = ½ Xo 4. Garis GJ merupakan parabola dengan sumbu X = garis dasar AD dengan sumbu Y = garis tegak GH Persamaan parabola
X = Y2 – Xo2 . 2 Xo
Garis GJ inilah yang disebut phreatic lines.
5. 6.
Tinggi h dibagi menjadi beberapa bagian yang sama dengan h = n.Δh. Dari setiap titik dari Δh dibuat garis lengkung yang tegak lurus dengan GJ dan tegak lurus pula dengan garis AD. Garis-garis inilah yang disebut equipotential lines. 7. Dibuat beberapa garis yang tegak lusur ke garis tersebut butir 6, sedemikian rupa sehingga setiap bagian mempunyai luas yang hampir sama. Dalam contoh luas a = luas b = luas c = luas d. Demikian pula luas e = luas f = luas g = luas h. Garisgaris yang terjadi disebut flow lines. 8. Terjadilah garis jaringan aliran.
‘13
33
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
13.5. Contoh Gambar Bendungan
Gambar 13.1 Bendungan Beton (Concrete Dam)
‘13
34
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 13.2 Bendungan Tipe Gravity
‘13
35
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 13.3 Bendungan Tipe Lengkung (Curved Gravity Dam)
‘13
36
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 13.4
‘13
37
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Bendungan Tipe Busur (Arch Dams)
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
Gambar 13.5
‘13
38
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Bendungan Tipe Penyangga (Buttress Dam)
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
13.6.
Istilah Istilah :
13.7.
1.
Emergency Spillway
6.
Leakage
2.
Weatherinf profles
7.
Rapit drawdown
3.
Grouting
8.
Bearing capacity
4.
Pre Cooling
9.
Phreatic line
5.
Inti kedap air
10.
Flow net
Daftar Pustaka : Modul Irigasi dan Bangunan Air untuk bahan kuliah diambil dari referensi dibawah ini: 1.
Undang Undang RI Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
3. Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai.
‘13
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Pengaliran Sungai
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2012 tentang Sungai
6.
Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan, KP-01 sd KP-07
7.
Hidrologi Untuk Pengairan, Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda, PT. Pradnya Paramita, Jakarta , 1976.
8.
Hidrologi Teknik, Ir. CD Soemarto, Dipl, HE
9.
Hydrologi for Engineers, Ray K. Linsley Ir. Max. A. Kohler, Joseph 1.11. Apaulhus. Mc.grawhill, 1986.
10.
Mengenal dasar dasar hidrologi, Ir. Joice martha, h. Wanny Adidarma Dipl.It Nova, Bandung.
11.
Hidrologi & Pemakaiannya, jilid 1, Prof Ir. Soemadyo, diktat kuliah ITS. 1976.
12.
Irigasi dan Bangunan Air, Ir. Agus Suroso. MT.
13.
Rekayasa Hidrologi, Ir. Hadi susilo. MM
14.
Pengembangan Sumber Daya Air, Ir. Hadi Susilo. MM
15.
Mekanika Fluida/Hidrolika, Ir. Hadi Susilo. MM
39
Irigasi dan Bangunan Air Ir.Hadi Susilo
Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id
View more...
Comments