Intervensi Keperawatan Pada Klien Meningitis
November 22, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Intervensi Keperawatan Pada Klien Meningitis...
Description
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA KLIEN MENINGITIS Intervensi Keperawatan pada klien dengan meningitis Diagnosa Keperawatan 1 Ketidakefektifan perfusi serebral berhubungan dengan pembengkakan jaringan serebral, gangguan aliran darah sekunder terhadap perdarahan, hematoma, odema, trombus, embolus atau spasme Definisi Suatu penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat seluler a. Karateristik : Subyektif : - Nyeri kepala - Pusing - Kehilangan memori - Bingung - Kelelahan - Kehilangan visual - Kehilangan sensasi Obyektif : - Bingung / disorientasi - Penurunan kesadaran - Perubahan status mental - Gelisah - Perubahan motorik - Dekortikasi - Deserebrasi - Kejang - Dilatasi pupil - Edema papil b. Intervensi Kepererawatan / NIC : 1) Peningkatan Perfusi Serebral : Peningkatan keadekuatan perfusi dan pembatasan dari komplikasi untuk pasien yang mengalami atau beresiko untuk terjadi ketidakadekuatan perfusi serebral 2) Pemantauan Tekanan Intra Kranial : Pengukuran dan interpretasi data pasien untuk mengatur tekanan intrakranial 3) Pemantauan Neurologis : Pengumpulan dan analisis data pasien untuk mencegah atau mengurangi komplikasi neurologis 4) Terapi oksigen 5) Penatalaksanaan Sensasi Perifer : Pencegahan atau pengurangan cedera atau ketidaknyamanan pada pasien dengan perubahan sensasi c. Aktifitas Keperawatan 1) Peningkatan perfusi serebral - Konsultasi dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik
- Buat kondisi hipertensi dengan penambahan volume atau inotropik atau agen vasokontriksi atau yang direkomendasikan untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral - Pemberian obat vasoaktif untuk mempertahankan hemodinamik - Pemberian agen untuk meningkatkan volume intravaskuler (koloid, kristaloid) - Monitor protrombin time dan partial tromboplastin time bila menggunakan hetastarch - Berikan agen reologik (manitol dosis rendah, dekstran) - Pertahankan level hematokrit sekitar 33 % untuk terapi hipervolemi hemodilusi - Pertahankan level glukosa darah dalam kondisi normal - Konsul dengan dokter untuk menentukan tingginya kepala dari tempat tidur 15 atau 30 derajat dan observasi respon pasien - Cegah fleksi leher atau fleksi lutut yang berlebihan - Pertahankan PCO2 sekitar 25 mmHg atau lebih - Berikan dan monitor efek osmotik, diuretik dan kortikosteroid - Berikan obat nyeri - Monitor status neurologi - Hitung dan monitor tekanan perfusi serebral - Monitor tekanan intra kranial pada saat melakukan tindakan perawatan - Monitor status respirasi : kecepatan, irama, dan kedalaman pernafasan serta kadar PO2 dan PCO2, pH dan bikarbonat - Dengarkan suara paru adanya krekless atau suara nafas tambahan lain - Monitor tanda adanya kelebihan cairan (ronchi, JVD, edema, peningkatan sekresi paru) - Monitor perfusi oksigen ke jaringan (SaO2, Hb) - Monitor laboratorium perubahan oksigenasi atau keseimbangan asam basa - Observasi intake out put 2) Monitor tekanan intra cranial - Berikan informasi kepada keluarga - Dapatkan sample cairan serebrospinal - Catat perubahan respon pasien - Monitor tekanan intrakranial dan respon neurologi pada saat tindakan keperawatan - Monitor intake dan out put - Batasi pasien jika diperlukan - Monitor suhu - Cek adanya kaku kuduk - Berikan antibiotik - Posisikan pasien dengan elevasi kepala 30 – 45 derajat dengan posisi leher netral - Minimalkan stimulasi lingkungan - Pada saat melakukan tindakan keperawatan cegah peningkatan tekanan intrakranial 3) Pemantauan neurologis - Monitor ukuran, bentuk pupil dan kesimetrisannya serta reaksi terhadap cahaya - Monitor tingkat kesadaran - Monitor tingkat orientasi
- Monitor GCS - Monitor memori jangka pendek, perhatian, afek, perasaan dan tingkah laku - Monitor tanda vital - Monitor status pernafasan : analisa gas darah, pulse oksimetri, kedalaman nafas, pola dan kecepatan pernafasan - Monitor refleks kornea - Monitor batuk dan reflek muntah - Monitor tonus otot dan gerakan otot, gaya berjalan, proprioseptik - Monitor kekuatan genggaman - Monitor adanya tremor - Monitor kesimetrisan wajah - Monitor lidah yang menonjol keluar - Monitor adanya gangguan visual : diplopia, nistagmus, pandangan kabur - Catat keluhan nyeri kepala - Monitor karakteristik bicara : afasia - Monitor respon terhadap stimulus : verbal, taktil - Monitor adanya parestesia, mati rasa - Monitor sensasi bau - Monitor respon babinski - Cegah aktifitas yang meningkatkan tekanan intrakranial 4) Terapi oksigen - Siapkan peralatan oksigen - Berikan tambahan oksigen - Monitor aliran oksigen - Instruksikan kepada pasien tentang pentingnya terapi oksigen - Cek oksigen secara periodic - Monitor efektifitas terapi oksigen Diagnosa Keperawatan 2 Nyeri akut yang berhubungan denganagen pencedera biologis, proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi. Defenisi :pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ( international association for the study of pain); awitan yang tiba – tiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan Batasan Karakteristik : Data subjektif - Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat nyeri Data Objektif - Gerakan menghindari nyeri - Posisi menghindari nyeri - Perubahan autonomic dari tonus otot - Respon – respon otonomik misalnya diaphoresis tekanan darah, pernafasan, perubahan nadi, dilatasi pupil
- Perubahan nafsu makan - Prilaku distraksi - Prilaku ekspresif - Wajah topeng ( gerimisan ) - Prilaku menjaga atau melindungi - Focus menyempit - Bukti yang dapat diamati - Berfokus pada diri sendiri Intervensi Kepererawatan / NIC : a. Administrasi analgesic b. Manajemen nyeri c. Manajemen sedasi Aktivitas keperawatan a. Administrasi analgesic : · Kaji lokasi nyeri, kualitas, karakteristik dan skala nyeri sebelum pemberian obat · Cek order dokter tentang pemberian obat · Kaji riwayat alergi obat · Evaluasi kemampuan pasien pada rute dandosis pemberian obat · Pilih analgesic atau kombinasi dan bila perlu lebih dari satu sesuai order · Catat pemberian narkotika sesuai dengan protokol · Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian · Berikan kenyamanan pada pasien dan relaksasi · Berikan analgesic tepat pada waktunya untuk mencegah kelemahan dan hilangnya efek analgesic terutama pada nyeri berat. · Jelaskan tentang keefektifa analgesic. · Pertimbangkan pemberian infuse dan bolus opioid untuk mempertahan level serum · Evaluasi efektivitas analgesic pada saat pemberian terutama pada dosis awal, observasi tanda dan gejala yang tidak diinginkan seperti depresi respirasi, mual, muntah mulut kering dan konstipasi · Dokumentasikan respon analgesic dan efek sampingnya · Implementasikan tindakan untuk menurunkan efek samping analgesic · Kolaborasikan dengan dokter jika obat, dosis rute pemberian · Ajarkan tentang penggunaan analgesic, strategi untuk mengurangi efek samping dan cara – cara mengekspresikan nyeri. Aktivitas keperawatan b. Manajemen nyeri · Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi karakteristik, durasi, frekwensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus · Observasi aspek non verbal akibat ketidak nyamanan khususnya akibat ketidakmampuan komunikasi · Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasiennya dan responnya terhadap nyeri · Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri · Kaji pengetahuan pasien dan kepercayaan pasien tentang nyeri
· Pertimbangkan pengaruh kebiasaan pada respon nyeri · Kaji respon nyeri yang mempengaruhi pada kualitas hidup ( tidur, rasa,aktivitas, kognisi,perasaan ) · Kaji factor – factor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri · Evaluasi pengalaman nyeri yang lalu . · Evaluasi tindakan efektif apa yang dilakukan pada saat nyeri · Bantu pasien dan keluarga untuk mendapatkan support · Kaji factor pencetus yang meringankan atau menambah berat rasa nyeri · Lakukan pengkajian tentang hal – hal yang membuat pasien nyaman dan lakukan monitoring. · Berikan informasi tentang nyeri meliputi, penyebab,lama dan antisipasi ketidak nyamanan selama prosedur · Kontrol factor lingkungan yang mempengaruhi ketidak nyamanan · Kurangi factor presipitasi yang bisa meningkatkan nyeri missal ketakutan dan kelelahan. · Pertimbangkan tindakan yang dilakukan meringankan nyeri sesuai dengan sumber nyeri · Ajarkan kegunaan teknik non farmakologi seperti hipnotik, teknik relaksasi. Aktivitas keperawatan c. Manajemen sedasi : · Reviw riwayat kesehatan pasien dan hasil tes diagnostic jika pada pasien ditemukan riwayat pemberian sedatif · Tanyakan pada klien dan keluarga tentang riwayat pemberian sedatif · Kaji adanya pemberian obat yang lain dan kontra indikasi pemberian sedatif · Jelaskan pada klien dan keluarga tentang efek pemberian sedatif · Berikan inform concet · Evaluasi tingkat kesadaran klien dan cegah / hindari reflek sebelum pembrian sedative · Pertahankan vital sign, saturasi oksigen, dalam batas normal · Siapkan alat-alat resusitasi emergency terutama O2 100 %, obat-obat emergency dan depribilator · Berikan IV line
Diagnosa Keperawatan 3 Hipertermia berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus Definisi: Keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat di atas rentang normalnya. Batasan Karakteristik : Data Subjektif : - Mual
Data objektif - Kulit memerah - Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal - Frekwensi nafas meningkat - Kejang/ konvulsi - Kulit hangat bila disentuh - Takikardi Intervensi Keperawatan : a. Perawatan Fever b. Temperatur regulation c. Monitoring Vital Sign Aktivitas keperawatan : a. Perawatan Fever - Monitor temperature tiap waktu sesuai indikasi - Monitor insisibe water los - Monitor warna kulit dan temperature - Monitor tekanan darah, nadi, respirasi, sesuai indikasi - Monitor penurunan tingkat kesadaran - Monitor WBC, hemoglobin, dan nilai hematokrit - Monitor intake dan output - Monitor abnormalitas eletrolit - Monitor keseimbangan asam basa - Berikan antipiretik sesuai indikasi - Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam - Berikan tepid spong bed - Tingkatkan pemberian cairan peroral - Berikan cairan IV sesuai indikasi - Tingkatkan sirkulasi udara dengan menggunakan kipas angin. - Berikan oksigen sesuai indikasi Aktivitas keperawatan: b. Temperatur regulation - Monitor suhu minimal setiap 2 jam sesuai indikasi - Gunakan alat untuk memonitor suhu secara kontinyu - Monitor tekanan dara, nadi, pernafasan - Monitor warna kulit dan temperature - Monitor tanda dan gejala hipertermia - Berikan intake cairan dan nutrisi yang adekuat - Berikan pengobatan yang diindikasikan untuk mencegah - Berikan pengobatan antipiretik. - Gunakan matras dingin dan tepid bath untuk merobah temperature Aktivitas keperawatan : c. Monitoring Vital Sign - Monitor tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan - Monitor tekanan darah sebelum dan sesudah perubahan posisi.
- Monitor tekanan darah setelah pasien diberikan pengobatan - Aukultasi tekanan darah dikedua lengan dan bandingkan - Monitor tekanan darah nadi dan respirasi sebelum, selama dan sesudah aktivitas - Monitor tanda gejala hipertermia - Monitor karakteristik dan kualitas nadi - Ukur nadi apical dan radial bersamaan dan catat adanya perbedaan - Monitor respirasi rate dan ritme - Monitor pulse oksimetri - Monitor ketidak abnormalan pola nafas - Monitor warna kulit temperature dan kelembaban - Monitor sianosis sentral dan perifer - Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan pada vital sign - Cek secara periodic instrumentyang digunakan untuk mengambil data pasien. Diagnosa Keperawatan 4 Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan dalam status kesehatan Defenisi : suatu keresahan perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah atau yang disertai respon otonomis sumbernya sering tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu, perasaan kwatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Ini merupakan tanda bahaya yang memperingatkan tanda bahaya yang akan terjadi yang memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman. Karakteristik : - Gelisah - Insomnia - Kontak mata yang buruk - Afektif : cemas ketakutan, menderita, distress, perasaan tidak adekuat, berfokus pada diri sendiri, irritabilitas - Khawatir - Fisiologis : imsomnia,gemetar, tremor, suara bergetar - Parasimpatis: nyeri abdomen, penurunan tekanan darahPenurunan nadi, diare, pingsan, kelelahan, frekwensi berkemih, gangguan tidur , mual - Simpatis : anoreksia, mulut kering, muka merah, berkeringat, tekanan darah meningkat, nadi meningkat, pernafasan meningkat, reflek meningkat. - Kognitif : konvulsi, sulit berkonsentrasi, kemampuan belajar menurun, mudah lupa, khawatir. Intervensi keperawatan a. Reduksi Ansietas Aktivitas keperawatan : a. Reduksi Ansietas : - Lakukan pendekatan dengan tenang - Jelaskan semua prosedur dan kondisi klien - Pahami tentang stuasi pasien yang sangat membuat stress - Dampingi klien untukmemberikan rasa tenang dan menurunkan ketakutan - Kaji adanya peningkatan ansietas - Berikan obat penenang sesuai order
DAFTAR PUSTAKA Dochterman,(2000) Nursing Interventions Classification (NIC),USA : Mosby Doenges,(2000)Rencana Asuhan Keperwatan Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC Wilkinson, (2006) Buku Saku Diagnose Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC,Jakarta: EGC.
ASKEP MENINGITIS BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%. Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit
yang
bervariasi.
Di
Indonesia,
dilaporkan
bahwa
Haemophilus
influenzae tipe B ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia
pada
tahun
1995
meningitis
yang
disebabkan Neisseria
meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun
dan
15
–
19
tahun
.
Sedangkan
kasus
meningitis
yang
disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%. B. TUJUAN PENULISAN Setelah dilakukan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis, diharapkan mahasiswa mampu: 1.
Memahami tentang pengertian dari meningitis
2.
Memahami tentang etiologi dari meningitis
3.
Memahami tentang patofisiologi/pathway dari meningitis
4.
Memahami tentang manifestasi klinis dari meningitis
5.
Memahami tentang pemerikaan diagnosa dari meningitis
6.
Memahami tentang penatalaksanaan medis dari meningitis
7.
Memahami tentang pengkajian keperawatan meningitis
8.
Memahami tentang diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan
meningitis 9.
Memahami tentang perencanaan keperawatan meningitis
C. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I
: PENDAHULUAN
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA
A.
DEFINISI
B.
ETIOLOGI
C.
FAKTOR RESIKO
D.
KLASIFIKASI
E.
PATHOFIS,PATHWAY
F.
KOMPLIKASI
G.
MANIFESTASI KLINIS
H.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
I.
PENATALAKSANAAN MEDIS
J.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
K.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
L.
PERENCANAAN
M. EVALUASI BAB III
: PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN
LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006) Meningitis
adalah
infeksi
ruang
subaraknoid
dan
leptomeningen
yang
disebabkan oleh berbagai organisme pathogen. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri
Rudolph,vol.1, 2006 ) Meningitis merupakan infeksi parah pada selaput otak dan lebih sering ditemukan pada anak-anak. Infeksi ini biasanya merupakan komplikasi dari penyakit lain, seperti campak, gondong, batuk rejan atau infeksi telinga.
(http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/otak.htm) Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim, 2007 dalam Juita, 2008). B. ETIOLOGI 1.
Bakteri:
a.
Neonatus sampai 2 bulan: GBS, basili gram negative, missal, Escherichia
coli, Liateria monocytogenes, S. agalactiae (streptokokus gram B) b.
1
bulan
sampai
6
tahun:
Neisseria
meningitidis (meningokokus), Streptococcus pneumoniae, Hib c. > 6 tahun: Neisseria meningitides, Streptococcus pneumoniae, parotitis (pre-MMR) d.
Mycobacterium tuberculosis: dapat menyebabkan meningitis TB pada
semua umur. Pling sering pada anak umur 6 bulan sampai 6 tahun 2.
Virus: Enterovirus (80%), CMV, arbovirus, dan HSV
C. FAKTOR RESIKO 1. 2.
Faktor predisposisi: laki-laki lebih sering disbanding dengan wanita Faktor maternal: rupture membran fetal, infeksi metrnal pada minggu
terakhir kehamilan 3.
Faktor imunologi: usia muda, defisiansi mekanisme imun, defek lien karena
penyakit sel sabit atau asplenia (rentan terhadap S. Pneumoniae dan Hib), anakanak yang mendapat obat-obat imunosupresi 4.
Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injuri yang
berhubungan dengan system persarafan 5.
Faktor yang berkaitan dengan status sosial-ekonomi rendah: lingkungan
padat, kemiskinan, kontak erat dengan individu tang terkena (penularan melalui sekresi pernapasan) D. KLASIFIKASI 1.
Meningitis Purulenta:
Radang selaput otak ( araknoidea dan piameter) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus. 2.
Meningitis Tuberkulosa:
Terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terimfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke rongga araknoid (Rich dan McCordeck). Anak-anak yang ibunya menderita TBC kadang-kadang mendapatkan meningitis tuberkolusa pada bulan-bulan pertama setelah lahir. (Ngastiyah,2005) E. PATOFISIOLOGI Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara konginetal, traumatik, atau pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih (hiperemi) dari pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan pembentukan eksudat. Perubahan
ini
terutama
terjadi
pada
infeksi
bakteri streptococcus
pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari jaringan otak. Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat
menyebabkan
obstruksi
dan
selanjutnya
terjadi
hidrosefalus
dan
peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edem dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intrakranial. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005) Penyebaran hematogen merupakan penyebab tersering, dan biasa terjadi pada adanya fokus penyakit lain (misalnya, pneumonia, otitis media, selulitis) atau akibat bakteremia spontan. Oleh karena patogen-lazim menyebar melalui jalur pernapasan , peristiwa awalnya adalah kolonisasi traktus respiratorius bagian atas. Meningitis
yang
disebabkan
oleh
penyebaran
nonhematogen
mencakup
penyebaran infeksi dari daerah infeksi yang berdekatan ( otitis media, mastoiditis, sinusitis, osteomielitis vertebralis atau tulang kranialis) serta kerusakan anatomi (fraktur dasar tengkorak, pasca-prosedur bedah saraf, atau sinus dermal konginetal di sepanjang aksis kraniospinalis). Gambaran lazim setiap penyebab infeksi adalah masuknya bakteri patogen ke dalam ruang subaraknoid
dan
perbanyakan
bakteri. (Jay
Tureen.
Buku
Ajar
Pediatri
Rudolph,vol.1, 2006 ) Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Anoreksia, obstipasi, dan muntah juga sering dijumpai. Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala di atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi pernafasan `Cheyne-Stokes`. Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005) F. KOMPLIKASI a.
Hidrosefalus obstruktif
b.
Meningococcal septicemia (mengingocemia)
c.
Sindrom Water Friderichsen (septic syok, DIC, perdarahan adrenal
bilateral) d.
SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone)
e.
Efusi subdural
f.
Kejang
g.
Edema dan herniasi serebral
h.
Cerebral Palsy
i.
Gangguan mental
j.
Gangguan belajar
Attention deficit disorder
k.
G. MANIFESTASI KLINIS Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Peruban tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri
Rudolph,vol.1, 2006 ) Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai berikut: Anak dan Remaja a.
Awitan biasanya tiba-tiba
b.
Demam
c.
Mengigil
d.
Sakit kepala
e.
Muntah
f.
Perubahan pada sensorium
g.
Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal )
h.
Peka rangsang
i.
Agitasi
j.
Dapat terjadi:
Fotofobia Delirium Halusinasi Perilaku agresif atau maniak Mengantuk Stupor Koma k.
Kekakuan nukal
Dapat berlanjut menjadi opistotonus l.
Tanda Kernig dan Brudzinski positif
m. Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasi n.
Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme:
Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila berhubungan dengan status seperti syok. Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae) Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal) Bayi dan Anak Kecil Gambaran klasik jarang terlihat pada anaka-anak antara usia 3 bulan dan 2 tahun a.
Muntah
b.
Peka rangsangan yang nyata
c.
Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi)
d.
Fontanel menonjol
e.
Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidak
f.
Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnosa
g.
Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usia
h.
Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)
Neonatus: Tanda-tanda Spesifik a.
Secara khusus sulit untuk didiagnosa
b.
Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifik
c.
Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihatmenyedihkan dan berperilaku
buruk dalam beberapa hari d.
Menolak untuk makan
e.
Kemampuan menghisap buruk
f.
Muntah atau diare
g.
Tonus buruk
h.
Kurang gerakan
i.
Menangis buruk
j.
Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan
penyakit k.
Leher biasanya lemas
Tanda-tanda Nonspesifik yang Mungkin Terjadi pada Neonatus a.
Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi)
b.
Ikterik
c.
Peka rangsang
d.
Mengantuk
e.
Kejang
f.
Ketidakteraturan pernapasan atau apnea
g.
Sianosis
h.
Penurunan berat badan
(Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003 ) H. PEMERIKSAAN DIAGNOSA 1.
Punksi Lumbal : tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih
meningkat, glukosa menurun, protein meningkat. Indikasi Punksi Lumbal:
a.
Setiap pasien dengan kejang atau twitching baik yang diketahui dari
anamnesis atau yang dilihat sendiri. b.
Adanya paresis atau paralysis. Dalam hal ini termasuk strabismus karena
paresis N.VI. c.
Koma.
d.
Ubun-ubun besar menonjol.
e.
Kuduk kaku dengan kesadaran menurun.
f.
Tuberkulosis miliaris dan spondilitis tuberculosis.
g.
Leukemia.
2.
Kultur swab hidung dan tenggorokan (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan
pada Anak, ed.2, 2006) 3.
Darah: leukosit meningkat, CRP meningkat, U&E, glukosa, pemeriksaan
factor pembekuan, golongan darah dan penyimpanan. 4.
Mikroskopik, biakan dan sensitivitas: darah, tinja, usap tenggorok, urin,
rapid antigen screen. 5.
CT scan: jika curiga TIK meningkat hindari pengambilan sample dengan LP.
6.
LP untuk CSS: merupakan kontra indikasi jika dicurigai tanda neurologist
fokal atau TIK meningkat. 7.
CSS pada meningitis bakteri: netrofil, protein meningkat (1-5g/L), glukosa
menurun (kadar serum 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hr dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hr dibagi dalam 2 dosis. Bila tidak tersedia diazepam, fenobarbital dapat langsung diberikan dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumat. Penyebab utama meningitis purulenta pada bayi atau anak di Indonesia(Jakarta) ialah H.
influenzaedan pneumoccocus sedangkan
meningococcus
jarang
sekali,maka diberikan ampisilin IV sebanyak 400mg/kg BB/hr dibagi 6 dosis ditambah kloramfenikol 100mg/kg BB/hr iv dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tesebut dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum dan pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara yang sama seperti di atas dan diganti dngan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi kuman. Meningitis paru pada neunatus berbeda,karena biasa dan disebabkan oleh baksil colifom danstaphylococcus, maka pengobatan pada neonatus sebagai berikut: Pilihan pertama: Sefalosporin 200mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kg BB/hr IV,dilanjutkan
dengan dosis 15 mg/kg BB/hr atau dengan gentamisin 6 mg/kg BB/hr masingmasing dibagi dalam 2 dosis. Pilihan
kedua :
Amphisilin
300-400
mg/kg
BB/hr
IV
dibagi
dalam
6
dosis,dikombinasi dengan kloramfenikol 50 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 4 dosis. Pada bayi kurang bulan dosis kloramfenikol tidak boleh melebihi 30 mg/kg Bb/hr (dapat terjadi grey baby). Pilihan selanjutnya kotrimoksazol 10 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis 6 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan neonatus adalah 2 hr. Sefalosporin dan kotrimaksozol tidak diberikan pada bayi yang berumur kurang 1 minggu. Ulangan pungsi lumbal pada meningitis paru anak dilakukan pada hari ke 10 pengobatan sedang pada neunatus pada hari ke 21. (Ngastiyah. Perawatan Anak
Sakit, ed.2, 2005) Terapi pilihan pada bayi yang telah mengalami meningitis bakterial dengan komplikasi hidrocephalus adalah dilakukan pembedahan dengan tujuan untuk pemasangan shunt guna mengalirkan cerebrospinal fluid yang tersumbat di dalam otak. Ada beberapa jenis shunt antara lain (VP) ventrikulo peritoneal shunt dan (VA) ventriculoatrial shunt. Penatalaksanaan pada bayi dengan hidrocehalus adalah pemberian posisi head up dan pengawasan pemberian cairan yang adekuat. J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1.
Riwayat keperawatan: riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma
riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala 2.
Pada Neonatus: kaji adanya perilaku menolak untuk makan, reflek
menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah 3.
Pada anak-anak dan remaja: kaji adanya demam tinggi, sakit kepala,
muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi,
fotofobia,
delirium,
halusinasi,
perilaku
agresif
atau
maniak,
penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda Kernig dan Brudzinsky positif, refleks fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus 4.
Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun): kaji adanya demam,
malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda Kernig dan Brudzinsky positif K. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
2.
Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
infeksi pada selaput otak 3. 4.
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang,reflek meningkat Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita
penyakit serius L. PERENCANAAN
1.
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
a.
Tujuan 1 :
Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak b.
Intervensi keperawatan/Rasional:
1)
Biarkan anak mengambil posisi yang nyaman:
i)
Gunakan posisi miring, bila ditoleransi, karena kaku kuduk
ii) Tinggikan sedikit kepala tempat tidur tanpa menggunakan bantal karena hal ini seringkali menjadi posisi yang paling tidak nyaman 2)
Berikan analgesik sesuai ketentuan, terutama asetaminofen dengan kodein
c.
Hasil yang diharapkan:
Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri atau tanda-tanda nyeri yang dialami anak minimum 2.
Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
infeksi pada selaput otak. a. Tujuan: Tekanan intra karanial (TIK) tetap atau berkurang menuju normal b. Intervensi keperawatan/rasional: 1.
Kaji tanda vital, GCS (jika dapat dilakukan) dan tanda-tanda dari terjadinya
penurunan kesadaran 2. Ciptakan dan pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman 3. Beri posisi head up ± 3 cm 4. Ukur lingkar kepala setiap hari 5. Olaborasi dalam pemberian cairan adekuat 6.
Berikan
obat
sesuai
dengan
program;
antibiotic,
antipiretik,
dan
antikonvulsan 7. Ikut sertakan keluarga dalam perawatan bayi secara aktif c.
Hasil yang diharapkan:
Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial selama dalam masa perawatan, dengan kriteria; reaksi pupil terhadap cahaya (+), refleks normal, gerak dan tangis yang kuat, respirasi spontan, suhu dalam batas normal. 3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang,reflek meningkat a.
Tujuan 1:
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi b. 1)
Intervensi keperawatan/Rasional: Bantu
praktisi
kesehatan
mendapat
kultur
yang
diperlukan untuk
mengidentifikasikan organisme penyebab 2)
Berikan antibiotic, sesuai resep, dan segera setelah diinstruksikan
3)
Pertahankan rute intravena untuk pemberian obat
c.
Hasil yang diharapkan:
Anak menunjukkan bukti-bukti penurunan gejala d.
Tujuan 2:
Pasien tidak menyebabkan infeksi ke orang lain
e.
Intervensi keperawatan/ Rasional:
1)
Implementasikan pengendalian infeksi yang tepat:
a)
Tempatkan anak di ruang isolasi selama sedikitnya 24 jam setelah awal
terapi antibiotik b)
Pantau tanda-tanda vital untuk tanda awal proses infeksi
c)
Observasi adanya tanda-tanda infeksi khusus pada penyakit anak
2)
Instruksikan orang lain (keluarga, anggota staf) tentang kewaspadaan yang
tepat 3)
Berikan vaksinasi yang tepat: Berikan vaksin rutin sesuai usia (mis., vaksin untuk mencegah H.
i)
influenzae tipe B [Hib]) ii)
Identifikasi kontak erat dan anak berisiko tinggi yang dapat
memperoleh manfaat dari vaksinasi (mis., vaksinasi meningokokus) f.
Hasil yang diharapkan:
Orang lain tetp bebas dari infeksi g.
Tujuan 3 :
Pasien tidak mengalami komplikasi h. 1)
Intervensi keperawatan/ Rasional: Observasi dengan ketat adanya tanda-tanda komplikasi, terutama
peningkatan TIK, syok, dan distres pernapasan, sehingga dapat dilakukan
tindakan kedaruratan 2)
Pertahankan hirasi optimal sesuai ketentuan
Pantau dan catat masukan dan keluaran untuk mengidentifikasi komplikasi seperti ancaman syok atau peningkatan akumulasi cairan yang berhubungan dengan edema serebral atau efusi subdural 4) Kurangi stimulus lingkungan, karena anak mungkin sensitif terhadap kebisingan, sinar terang, dan stimulus eksternal lainnya 3)
5)
Implementasikan kewaspadaan keamanan yang tepat karena anak sering
gelisah dan kejang 6)
Jelaskan pentingnya perawatan tindak lanjut pada orang tua karena sekuel
neurologis, termasuk penurunan pendengaran mungkin tidak tampak selama penyakit akut i.
Hasil yang diharapkan:
Anak tidak mengalami komplikasi 4.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius a.
Tujuan :
Pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuat b.
Intervensi keperawatan/Rasional:
1) Dorong keluarga untuk mendiskusikan perasaan untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalahkan
2) Yakinkan keluarga bahwa awitan meningitis bersifat tiba-tiba dan bahwa mereka sudah bertindak dengan penuh tanggung jawab dengan mencari bantuan medis untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyelahkan 3)
Pertahankan agar keluarga tetap mendapat informasi tentang kondisi anak,
kemajuan, prosedur, dan tindakan untuk mengurangi kecemasan c.
Hasil yang diharapkan:
Anak (keluarga) mendapatkan dukungan yang cukup M. EVALUASI Angka motalitas meningitis sangat bervariasi, tergantung pada usia pasien dan patogen
penyebab.
meningokoksemia
Pasien
dengan
berat mempunyai
meningitis
angka
meningokokus
fatalitas sebesar
tanpa
hanya
20%,
sedangkan neonatus dengan meningitis gram negative meninggal dalam 70 kasus. Angka kematian akibat H. influenzae dan S. pneumoniae masing-masing adalah sekitar 3% dan 6%. Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30% penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta petogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi bakteri gram negative dan S. pneumoniea. Gejala sisa neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan
saraf
kranial
pada
2-7%
pasien;
dan
cidera
berat
seperti
hemiparesis atau cidera otaku mum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari RS akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implant koklea belum lama ini memberi harapan pada anak dengan kehilangan pendengaran. Pencegahan meningitis saat ini terdiri atas dua bentuk: kemoprokfilaksis terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien indek) serta imunisasi aktiv. Sekarang, kemoprokfilaksis diindikasikan untuk mencegah meningitis sekunder yang disebabkan oleh H.
influenzae dan N. meningitides. Imunisasi aktiv terhadap H. influenzae telah menghasilkan penguangan dramatis pada penyakit invasive, dengan pengurangan sebanyak 70-80% pada meningitis akibat organisme tersebut. Saat ini imunisasi dianjurkan untuk bayi sebagai rangkain imunisasi tiga dosis pada usia 2,4,6 bulan. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu: a.
Pia meter, merupakan lapisan yang menyelipkan dirinya ke dalam celah
pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.
b.
Arachnoid, merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan
dura meter. c.
Dura meter, merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras
berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Komponen intrakaranial terdiri dari: parenkim otak, sistem pembuluh darah, dan CSF. Apabila salah satu komponen terganggu, akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, yang akhirnya akan menurunkan fungsi neurologis. Meningitis merupakan salah satu jenis infeksi yang menyeranga susunan saraf pusat, dimana angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pada banyak penyakit yang mempunyai mobiditas dan mortalitas yang tinggi, prognosis penyakit sangat ditentukan pada permulaan pengobatan. Beberapa bakteri penyebab meningitis ini tidak mudah menular seperti penyakit flu, pasien meningitis tidak menularkan penyakit melalui saluran pernapasan. Resiko terjadinya penularan sangat tinggi pada anggota keluarga serumah, penitipan anak, kontak langsung cairan ludah seperti berciuman. Perlu diketahui juga bahwa bayi dengan ibu yang menderita TBC sangat rentan terhadap penyakit ini. Meningitis adalah infeksi pada cairan otak dan selaput otak (meningen) yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningitis bacterial merupakan penyakit yang sangat serius dan fatal. Diagnose keperawatan yang muncul tergantung dengan kondisi saat pengkajian, tapi yang utama adalah Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi; resiko terjadi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan Infeksi pada selaput otak; resiko cedera berhubungan dengan kejang, reflek meningkat; perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius. B. SARAN Mengerti dan memahami gejala meningitis sangat penting untuk menegakkan diagnosis sedini mungkin. Diagnosis dan pengobatan dini mencegah terjadinya komplikasi yang bersifat fatal. Mengetahui penyebab meningitis sangat penting untuk menentukan jenis pengobatan yang diberikan. Vaksin untuk mencegah terjadinya meningitis bakterial telah tersedia, dan sangat dianjurkan untuk diberikan jika berada atau akan berkunjung ke daerah epidemik. DAFTAR PUSTAKA 1. Alpers,Ann.2006.Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20.Jakarta:EGC. 2. Http://www.anneahira.com 3.
Brough,Hellen,et
al.2007.Rujukan
Cepat
Pediatri
dan
Kesehatan
Anak.Jakarta:EGC. 4. Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Ed.2.Jakarta:EGC Suriadi,
Rita
Yuliani.2006.Asuhan
Ed.2.Jakarta:Percetakan Penebar S
keperawatan
pada
Anak
ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS
1. DEFINISI
Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa,yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Meningitis adalah radang pada meningen (membrane yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan di sebabkan oleh virus atau jamur. Meningitis selanjutnya di klasifikasikan sebagai sepsis, asepsis dan tuberkulosa. Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang di sebabkan oleh abses otak ,ensefalitis, limfoma , leukemia, atau darah di ruang subarakhnoid. Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme
bakteri seperti
meingokokus, staphillococcus, atau basilus influenza.meningitis tuberkulosa di sebabka oleh basilus tuberkel. Infeksi meningeal umumnya di hubungkan oloeh satu atau dua jalan; melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi infeksi bagian lain , seperti selulitis, atau penekanan langsung seperti di dapat setelah cedera traumatic tulang wajah. Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus meupakan iatrogenic atau hasil sekunder prosedur infasif (seperti fungsi lumbal ) atau alat alat infasif (seperti alat alat pematau TIK).
MENIGITIS BAKTERIAL Sampai saat ini bentuk paling signifikan dari meningitis adalah tipe bacterial. Bakteri paling sering di jumpai pada meningitis bakteri akut yaiti neiserrira meningitides (meningitis meningokokkus), streptococcus pneumoniae (pada dewasa),dan haemophilus influenzae (pada anak anak dan dewasa muda). Dari ketiga organisme ini jumlah sekitar 75% dari kasus kasus meningitis bakteri.
Bentuk penularannya
melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan
secret dari hidung dan tenggorik yang mambawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain. Pada hasilnya , banyak yang tidak di kembangkan menjadi infeksi tetapi menjadi carrier . insiden tertinggi pada meningitis di sebabkan oleh bakteri gram negative, yang terjadi pada lansia sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami gangguan respon imun .
2. PATOFISIOLOGI Meningitis bakteri di mulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti septicemia yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.faktor factor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain prosedur bedah saraf, trauma kepala dan pengaruh imunologis.saluran vena yang melalui nasofaring posterior telinga bagian tengah,dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena meningen , semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksiradang di dalam meningen dan di bawah daerah korteks, yang dapat menyebabkan thrombus dan penurunan aliran darah dan menyebabkan resksi radang di dalam meningen dan di bawah daerah korteks, yang dapat menyebabkan thrombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen , vaskulitas dan hipoperfusi.eksudat purulen dapat menyebar sampai ke dasar otak dan medulla spialis. Radang juga menyebar ke dinding membrane ventrikel serebral. Meningitis bakteri di hubungkan dengan perubahan fisiologis intra cranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas darah , daerah pertahanan otak , edema serebral peningkatan TIK.
dan
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan di hubungkan dengan meluasnya hemoragi sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang di sebabkan oleh meningokokkus.
3. ETIOLOGI
a.
Meningitis selosa adalah radang selaput otak arakhnoid dan piameter yang di sertai cairan otak yang di sertai cairan otak yang jernih . penyebab terserng adalah mycobacterium
tuberkulosa . penyebab lain seperti lues, virus toxoplasma
gondhii, ricketsia. b.
Meningitis purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan parameter yang meliputi otak dan medulla spinalis.penyebabnya antara lain: diplococcus pneumoniae(pneumokok) neisseria neningitidis (meningokok) streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus,haemophilus influenzae, echerichia coli, klebsiella pneumoniae, pseudomonas aeruginosa.
4. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus. Yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. tanda kernig dan brudzinsky positif Gejala meningitis di akibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK
Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di hubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Perubahan pada tinkat kesadaran dihubunkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya penyakit individu terhadap proses fisiologik. Manifestasi prilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak response, dan koma. Iritasi meningen negakibatkan sejumlah tanda yang mudah di kenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Rigiditas nukal (kaku leher)adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat. Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kea rah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikn sempurna. Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan. Demikian pula alas an yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi terjadi sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan karakteristik tanda tanda vital(melebarnya tekanan pulse dan
bradikardia),pernafasan tidak teratur, sakit kepal muntah, dan penrunan tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan tipe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan lesi purpura asmpai ekimosis pada daerah yang luas. Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis meningiokokkus, dengan tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba tiba muncul, lesi purpura ynag menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas), syok dan tanda tanda koagulopati intravaskuler diseminata (KID).kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi. Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan kuman ada cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis (CIE) digunakan
secara
luas
untuk
mendeteksi
antigen
bakteri
ada
cairan
tubuh,umumnya cairan serebrosnal dan urine.
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksaan yang berhasil tergantung pada pemberian anti biotik yang melewati darah barrier otak ke dalam ruang subarakhnoid dalam konsentrasi yang cukup
untuk menghentikan perkembangbiakan nakteri. Cairan serebrospinal
(CSS) dan darah perlu di kultur, dan terapi antimikroba di lakukan segera . Dapat digunakan penisilin, ampisilin,
atau khloramphenikol atau satu jenis dari
sepalosforins. Antibi edema serebral. otic lain di gunakan
jika di ketahui
streinbakteri resisten. Pasien di pertahankan pada dosis besar antibiotic yang tepat perintravena. Dehidrasi atau shock diobati dengan pemberian tambahan volume cairan. Kejang dapat terjadi pada awal penyakit, di control dengan menggunakan diazepam atau fenitoin.diuretik osmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebral.
Meningitis Tuborkulosis Generalisata Manifestasi Klinis Penyakit ini di mulai akut, subakut, atau kronis dengan gejala demam, mudah kesal,marah–marah, obstipasi muntah–muntah. Dapat di temukan tanda–perangsangan meningen seperti kaku kuduk. Pada pemeriksaan terdapat kaku kuduk dan tanda- tanda perangsangan meningen lainnya. Suhu badan naik turun, kadang kadang suhu malah merendah. Nadi sangat labil, yangseinrg di jumpai nadi yang lambat selian itu terdapat hipertwnsi yang umum. Abdomen tampak mencengkung. Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksundat pada saraf saraf ini. Yang sering terkena nervus III dan IV. Terjadi apasia motoris atau sensoris, kejang vokal, monoparesis, hamiparesis, gangguan sensibilitas. Tanda – tanda khas penyakit ini adalah: apatis, refleks pupil yang lambat dan refleks – refleks tendo yang lemah.
Pemeriksaan penunjang 1. pemeriksaan darah:
dilakukan peeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endapa darah(LED), kadar glukosa kuasa, kadar ureum, elektrolit. Pada meningitis serosa di dapatkan juga peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada meningitis seosa didapatkan juga peningktan LED 2. cairan otak: periksa lenkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis. Pada meningitis serosa di eroleh hasil emeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein ynagmeninggi 3. pemeriksaan radiologist
foto dada
foto kepala, bila mungkin CT scan
MENINGITIS PURULENTA
MANIFESTASI KLINIS Gejala dan tanda penting adalah demsm tinggi, nyeri kepala, kaku kuduk, kesadaran menurun.
Pemeriksaan penunjang 1)
pemeriksaan darah: dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endapan darah (LED),kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, kultur. Pada meningitis purulenta di dapatkan peningktan leukosit dengan pergeseran kekiri pada hitung jenis
2) Cairan serebrospinalis : lengkap dan kultur
Pada meningitis purulenta, di peroleh hasil pemeriksan cairan serebrospinal yang keruh karenaq mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati dan bakteri. 3) Pemeriksaan radiologis
Foto kepala : periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi.
Foto dada
MENINGITIS DALAM KONDISI LAIN Meningitis pada AIDS.meningitis asepsis, kriptococcus, dan tuberkulosa di laporkan ada pada pasien dengan AIDS.bentuk meningitis asepsis akut dankronik dapat terjadi pad AIDS, keduanya di sertai dengan sakit kepela, tetapi tanda tanda iritasi meningen
umumnya terjadi pad bentuk akut. Meningitis
asepsis dengan AIDS di sertai dengan kelumpuhan saraf cranial.Meningits diperkirakan berhubungan dengan infeksi langsung pada sistem saraf pusat oleh HIV, keadaan ini terpisah dari CSS. Meningitis kriptokokkus merupakan infeksi jamur paling banyak pada sisitem saraf pusat pasien dengan AIDS. Pasien dapat mengalami sakit kepala, mual, muntah, kejang, konfusi, akibat respopns radang yang jelas terjadi pada pasien dengan kerja sama imun, yang lainnya mengembangkan ciriciri yan tidak khas. Pengobatan meningitis kriptokokkus
di lakukan dengan pemberian
amfoterisin B, yang di gunakan dengan atau tanpa 5-flusitosin. Mempertahankan terapi dengan amfoterisin adalah untuk mencegah ulanngan.
Meningitis ada penyakit iyeme adalah proses inflamasi multi-sistem yang di sebabkan oleh sirokheta borrelia burgdorferi yang di tularkan kutu. Keadaan abnormalneurologis di hubungkan dengan penyakit yang terlihat pada tingkat lanjut(tingkat 2 dan 3).salah satu karakteristik pada tingkat 2 adalah ruam atau dari 1 sampai 6 bulan setelah menghilang. Keadaan abnormal neurologik di hubungkan dengan tingkat penyakt iyme ini mencakup meningitis asepsis. Meningitis limfositik kronik ensefalitis.pasien pasien ini juga mengalami radang saraf saraf cranial mencakup paralisis bell dan neuropati perifer lain. Tingkaat 3(bentuk kronik) di mulai bertahuntahun seteklah infeksi kutu dan karakteristik yang muncul berupa arthritis, lesi kulit, dan keadaan abnormal neurolologist berat. Banyak pasien dengan penyakit iyme tingkat2 dan 3 diobati dengan antibiotic intravena, biasanya penisilin,. Gejala-gejal meningitis dan sistemik akan muncul dan meningkat dalam beberapa hari, walaupun gejala lain sepert I sakit kepala dan nyeri radikular muncul pada beberapa minggu.
Asuhan keperawatan Penkajian Pengkajian keperawatan yang dapat di lakukan antara lain a.
AKTIVITASISTIRAHAT GEJALA
:perasaan tidak enak (MALAISE). Keterbatasan
yang
di
timbulkan
oleh
kondisinya TANDA
:Ataksia, masalahberjalan , kelumuhan, gerakan involunter. Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak.hipotonia.
b. SIRKULASI GEJALA
:adanya riwayat kardiopatologi, seerti endokarditis, beberapa penyakit jantung congenital, abses otak
TANDA
: tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh ada pusat Vasomotor).
Takikardia,
distritmia (pada fase akut), seperti distritmia sinus(pada meningitis).
c.
ELIMINASI TANDA
:adanya inkontinensia dan/atau retensi
d. MAKANANCAIRAN GEJALA
:kehilangan nafsu makan. Kesulitan menelan(pada periode akut).
TANDA
:anoreksia, muntah,. Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering. e.
HYGIENE TANDA
:ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada
periode akut) f. GEJALA
NYERI/KENYAMANAN : sakit kepala(berdenyut dengan hebat frontal) mungkin akan di perburuk oleh ketegangan; leher/ punggung kaku; nyeri pad gerakan ocular fotsensitivitas,sakit; tenggorok nyeri.
TANDA
:tampak terus terjaga distraksi/ gelisah. Mengis mengaduh/mengeluh. g. PERNAPASAN GEJALA
:Adanya riwayat infeksi sinus atau abses paruh(abses otak)
TANDA
:Penugkatan
kerja
mental(latergi sampai koma) dan gelisah.
pernasan(episode
awal).perubahan
DIAGNOSA KEERAAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL
Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis adanya proses
infeksi/ inflamasi.toksin dalam sirkulasi
Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian/perubahan dalam status
kesehatan(keterlibatan otak)
Kurang engetahuan mengenai penyebab infeksi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi dan keterbatasan kognitif
INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL EVALUASI
Melaorkan nyeri hilang atau terkontrol.
Menunjukkakan otur rileks dan mamu tidur/istirahat dengan tepat. Mengakui dan mendiskusikan rasa takut. Mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi. Tamak rileks dan melaporkan ansietas berkurang samai ada tingkat dapat di atasi.
Mengungkakan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (Volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (Involunter). Jawaban yang volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter melibatkan sistem saraf otonom. Yang berfungsi sebagai efektor dari sisteSistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun membentuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi (perifer) merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat. Stimulus (Rangsangan) yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh untuk mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit. Stimulus diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf pusat impuls diolah untuk kemudian meneruskan jawaban (Respon)
kembali melalum saraf somatis adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea. Secara garis besar sistem saraf mempunyai empat fungsi yaitu : ☼ Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori (Afferent Sensory Pathway). ☼ Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. ☼ Mengolah informasi yang diterima baik di tingkat medula spinalis maupun di otak
untuk selanjutnya menentukan jawaban (respon).
☼ Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik (Efferent Motorik Pathway) ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan. (Depkes : 1995)
2. TUJUAN Adapun tujuan dari makalah ini adalah menjelaskan pengertian sampai pada penatalaksanaan sistem persyarafan khususnya pada penyakit Meningitis.
BAB II PEMBAHASAN 1. PENGERTIAN Meningitis adalah Peradangan pada susunan saraf, Radang umum pada araknoid dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Arief Mansjoer : 2000) Meningitis adalah peradangan yang hebat pada selapus otak.Peradangan itu mungkin terjadi sesudah serangan otitis media,radang mastoid,abses otak ,malahan radang tonsil. Sesuatu retak pada tengkorak atau suatu luka kepala yang menembus mungkin mengakibatkan radang selaput otak. (Clifford R Anderson : 1975) Meningitis adalah Infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan medula spinalis). Infeksi ini dapat disebabkan oleh : ☼ Bakteri, seperti pneumococcus, meningecoccus, stapilococcus, streptococcus, salmonella, dll. ☼ Virus, seperti Hemofilus influenza dan herpes simplex. (Depkes : 1995) Meningitis / Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian yang lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. (Harsono : 1996)
2. PATOFISIOLOGI Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung (endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok, pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke – 2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag. Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak, eksudasi. Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuron-neuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino – purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI, VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans. (Harsono : 1996) Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan berbagai cara antara lain : ☼ Hematogen atau limpatik ☼ Perkontuinitatum ☼ Retograd melalui saraf perifer ☼ Langsung masuk cairan serebrospinal Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruangruang yang berada diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi ini disebut meningo-encephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain : ☼ Hyperemia Meningens ☼ Edema jaringan otak ☼ Eksudasi Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan tekanan intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga eksudat tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak. (Depkes : 1995)
3. MANIFESTASI KLINIK Keluhan pertama biasanya Nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, kesadaran menurun. Tanda Kernig&Brudzinsky positif. (Arief Mansjoer : 2000) Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya disertai septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi intravaskularis diseminata. Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan fontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Biasa dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan taki kardi karena septicemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada penderita. Nyeri kepala dapat hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakkan. Nyeri
kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah. Meningeal, tetapi juga dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial yang disertai fotofobi dan hiperestesi, suhu badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills). (Harsono : 1996)
☼ TANDA DAN GEJALA ☼ 1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema serebral / penyumbatan aliran darah 2. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi 3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular 4. Risiko tinggi terhadap trauma / injuri berhubungan dengan aktifitas kejang umum. 5. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah. Ditandai dengan gejala menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare, tonus otot kurang, menangis lemah. Pada anak dan remaja biasanya terdapat tanda dan gejala demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto fobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinski positif, ptechial (menunjukkan infeksi meningococal). ☼ PENYEBAB ☼ Penyebab meningitis adalah bakteri ; pneumococus; meningococus; stapilococus; streptococus; salmonella; virus; hemofilus influenza; herpes simplek; atau oleh karena luka / pembedahan atau injuri pada sistem persarafan. (Arief Mansjoer : 2000)
(Marilym E. Donges : 1999)
4. KLASIFIKASI Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis Tuberkulosis Generalisata dan meningitis purulenta. Meningitis Tuberkulosis Generalisata adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terjadinya adalah Mycobacterium Tuberculosa,
Penyebab lain seperti Lues, Virus,
Toxoplasma gondhii, Ricketsia. Meningitis Purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa. ☼ Meningitis Tuberkulosis Generalisata ☼ ♥ Manifestasi Klinis ♥ Penyakit ini dimulai akut, subakut atau kronis dengan gejala demam, mudah kesal, marah-marah, obstipasi, muntah-muntah. Dapat ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk. Pada pemeriksaan terdapat kaku kuduk dan tanda-tanda perangsangan meningen lainnya. Suhu badan naik turun, kadang-kadang suhu malah merendah, nadi sangat stabil, lebih sering dijumpai nadi yang lambat, abdomen nampak mencekung.
Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat pada sarafsaraf ini. Yang sering terkena nervus III & VII. Terjadi afasia motoris atau sensoris, kejang fokal, monoparesis, hemiparesis, dan gangguan sensibilitas. Tanda-tanda khas penyakit ini adalah Apatis, refleks pupil yang lambat dan refleks-refleks tendo yang lemah. ♥ Pemeriksaan Penunjang ♥ 1. Pemeriksaan Darah Dilakukan pemeriksaan kadar hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa puasa, kadar ureum, elektrolit. Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada meningitis tuberculosis didapatkan juga peningkatan LED. 2. Cairan Otak Periksa lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis. Pada meningitis serosa diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein yang meninggi. 3. Pemeriksaan Radiologis - Foto data - Foto kepala - Bila mungkin CT – Scan. ♥ Penatalaksanaan ♥ a. Medis 1. Rejimen terapi : 2 HRZE – 7RH. 2 Bulan Pertama : ♦ INH
: 1 x 400 mg / hari, oral
♦ Rifampisin
: 1 x 600 mg / hari, oral
♦ Pirazinamid
: 15-30 mg / kg / hari, oral
♦ Streptomisin a/
: 15 mg / kg / hari, oral
♦ Etambutol
: 15-20 mg / kg / hari, oral.
2. Steroid diberikan untuk - Menghambat reaksi inflamasi - Mencegah komplikasi infeksi - Menurunkan edema serebri - Mencegah perlekatan - Mencegah arteritis / infark otak. 3. Indikasi ♠ Kesadaran menurun ♠ Defisit neurologis fokal. 4. Dosis Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan. Disamping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatanperlekatan antara araknoid dan otak. ☼ Meningitis Purulenta ☼ ♥ Manifestasi Klinis ♥ Gejala dan tanda penting adalah demam tinggi, nyeri kepala, kaku kuduk, dan kesadaran menurun. ♥ Pemeriksaan Penunjang ♥
1. Pemeriksaan Darah Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, kultur. Pada meningitis purulenta di dapatkan peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. 2. Cairan Serebrospinal : lengkap & kultur Pada
meningitis
purulenta,
diperoleh
hasil
pemeriksaan
cairan
serebrospinal yang keruh karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati, jaringan yang mati dan bakteri. 3. Pemeriksaan Radiologis - Foto kepala : periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi - Foto dada. ♥ Penatalaksanaan ♥ Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif, suportif untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut : ♦ Kombinasi Ampisilin 12-18 gr, Kloramfenikol 4 gr, Intravena dalam dosis terbagi 4 x / hari. ♦ Dapat ditambahkan campuran Trimetoprim 80 mg, Sulfametoksazol 400 mg Intravena. ♦ Dapat pula ditambahkan Seftriakson 4-6 gr Intravena. (Arief Mansjoer : 2000)
5. DIAGNOSIS PENUNJANG Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tidak dapat diterangkan sebabnya, letargi, muntah, kejang dan lain-lainya harus difikirkan
kemungkinan meningitis.
Diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan CSS
melalui fungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi meningeal,apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan meningitis atau penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya, harus dilakukan fungsi lumbal. Kadang-kadang pada fungsi lumbal pertama tidak didapatkan derita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan antibiotika,tetapi pada pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun fungsi lumbal merupakan faktor resiko untuk terjadi meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan. Bila terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (koma, kekakuan descrebrasi, reaksi cahaya negatif) dapat dilakukan fungsi melalui sisterna makna. Cara ini untuk menghindarkan terjadinya dekompresi dibawah foramen maknum dan herniasi tonsila cerebellum. Bila tekanan permukaan CSS di atas 200 mmH2O, sebaiknya diberikan manitol 0,25 -0,50 mg/kg BB secara bolus segera sesudah fungsi lumbal untuk menghindari herniasi otak. Jumlah CSS yang diambil secukupnya untuk pemeriksaan. Pada umumnya tekanan CSS 200500 mmH2O dan CSS tampak kabur, keruh dan purulen. Pada meningitis bacterial stadium akut terdapat leukosit polimor fonukleat. Jumlah sel berkisar antara 1000-10000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100000/mm3 , dapat disertai sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000/mm3 , maka kemungkinannya adalah abses otak yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus. (Harsono : 1996) a. Pemeriksaan cairan serebrospinalis baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis.
- Warna (Infeksi bakteri = purulent, infeksi virus dan tuberculosis = Xantocrom) - Tekanan meningkat - Sel PMN (Polimorfonukleus) meningkat - Protein meningkat - Glukosa menurun - None (+) - Pandi (+). b. Pemeriksaan Tambahan - Darah lengkap, LED - Kultur darah - Foto kepala, thorax, vertebra - Kultur Swab hidung dan tenggorokan - EEG, CT – Scan Otak. (Depkes : 1995)
6. PENATALAKSANAAN Infeksi Intrakranial → Lapisan yang menutupi otak dan medulla spinalis (Meningitis). Sumber penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur (fungi) dan hasilnya / penyembuhannya dapat komplet (sembuh total) sampai pada menimbulkan penurunan neurologis dan juga sampai terjadi kematian. ☼ MEDIS ☼ 1. PEMBERIAN ANTIBIOTIK Pemberian antibiotic harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotic dengan spectrum luas. Antibiotic diberikan selama
10 – 14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah demam bebas. Pemberian antibiotic sebaiknya secara parental. Kadang – kadang pada pemberian antibiotic selama 4 hari, tiba-tiba suhu meningkat lagi. Keadaan demikian ini dapat disebabkan oleh flebitis di tempat pemberian cairan parental atau intravena. Sementara itu, suhu yang tetap tinggi dapat disebabkan oleh pemberian antibiotic yang tidak tepat atau dosis yang tidak cukup atau telah terjadi efusi subdural,empiema, atau abses otak. Penisilin G diberikan untuk mengatasi infeksi pneumokok, streptokok dan meningokok dengan dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam. Terhadap infeksi hemofilus sebaiknya diberikan kloramfenikol 4 x 1 gram/24 jam atau ampisilin 4 x 3 gram setiap 24 jam intravena. Untuk meningkok dipakai sulfadiazine sampai 12 x 500 mg dalam 24 jam selama kurang lebih 10 hari. Gentamisin dipergunakan untuk memberantas Escheria coli, klebsiela, proteus, dan kuman-kuman gram negatif. 2. MANAJEMEN TERAPI 1). Isolasi 2). Terapi anti mikroba sesuai hasil kultur 3). Mempertahankan dehidrasi,monitor balance cairan (hubungan dengan edema serebral) 4). Mencegah dan mengobati komplikasi 5). Mengontrol kejang 6). Mempertahankan ventrilasi 7). Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial 8). Penatalaksanaan syok septik
9). Mengontrol perubahan suhu lingkungan. (Harsono : 1996)
☼ PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ☼ Analisa CSS dari fungsi lumbal : Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat; glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri. Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus. Glukosa serum : Meningkat (meningitis). LDH serum : Meningkat (pada meningitis bakteri). Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri). Elektrolit darah : Abnormal. ESR / LED : Meningkat (pada meningitis).
ung / tenggorok / urine : Dapat mengindikasikan daerah “pusat” infeksi
atau mengindikasikan tipe
penyebab infeksi. MRI / CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak ventrikel;
hematom
daerah serebral, hemoragik atau tumor. EEG : Mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalitis) atau voltasenya meningkat (abses).
Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi kranial. Arteriografi karotis : Letak abses lobus temporal, abses serebral posterior.
☼ ASUHAN KEPERAWATAN ☼ 1. PEMERIKSAAN FISIK 1. Testing Cerebral Function ♦ Status mental a. Pemeriksaan orientasi Tanya klien tentang :
Nama Negara kita
Nama Ibukota Negara kita
Tempat tinggal
Tempat lahir
Alamat sekolah Tanya klien tentang :
Hari apa
Tanggal berapa
Jam berapa
Bulan berapa
Tahun berapa 2. Pemeriksaan daya ingat Klien diperlihatkan sendok, garpu dan bolpoint selama kurang lebih 1 detik
Minta klien untuk menyebutkan nama benda. 3. Perhatian dan perhitungan Tanya klien tentang perhitungan : 100-7: 93-7 : 86-7 : 79-7 : 72-7 : 4. Fungsi bahasa Perlihatkan orang coba penghapus dan penggaris, Tanya nama benda tersebut Minta orang coba untuk mengatakan “jika tidak “ atau “andai tetapi” Minta orang coba untuk mengambil penggaris dari baki, diketukkan 3 kali di baki, serahkan ke temannya Perlihatkan kertas perintah pada orang coba. ♦ Tingkat kesadaran 1. Alert ● Klien dapat merespon dengan tepat terhadap stimulus audio, tactil, visual ● Orientasi (orang, tempat,waktu) baik. 2. Lethargi ● Sering tidur/ngantuk ● Klien dapat bangun dengan mudah bila dirangsang denghan suara ● Respon tepat. 3. Obtuned
● Klien akan bangun diranhsang suara lebih keras atau menepuk dadanya ● Klien akan tidur lagi setelah bangun ● Respon tepat. 4. Stuport ● Ada respon terhadap nyeri ● Klien tidak sadar penuh selama stimulasi ● Withdrawl refleks. 5. Comatase ● Tidak ada respond an refleks terhadap stimulus ● Flaccid muscle tone pada tangan dan kaki. Cara mengkaji kesadaran dengan menggunakan GCS 1. Respon Buka Mata, lakukanlah dengan cara memeriksa respon buka mata dengan urutan : ♠ Dekati klien → buka mata ♠ Bila tidak buka mata, beri rangsangan suara/taltil ♠ Bila tetap tidak buka mata beri cubitan ♠ Bila dengan nyeri klien tidak buka mata. 2. Respon Motorik, lakukan dengan cara memerintah orang coba untuk mengangkat tangan dengan urutan : ♠ Bila langsung mengangkat tangan sesuai perintah ♠ Bila tidak mengerti perintah, cubit salah satu bagian tangan, tangan tersebut menghindar → mengenali nyeri lokal ♠ Bila dengan cubitan seluruh tangan menghindar → hanya mengenali nyeri
♠ Bila tetap tidak berespon cubit bagian dada → dekortikasai ♠ Dengan cubitan decerebbrasi ♠ Dengan nyeri tidak berespon. 3. Respon Bicara, Tanya orang coba melalui tahapan : ♠ Beri pertanyaan komprehensif ♠ Dengan pertanyaan sederhana orang coba bingung ♠ Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang tidak sesuai ♠ Hanya mengeluarkan suara erangan, hem,dll ♠ Tidak berespon suara. ♦ Pengkajian bicara 1. Pengkajian bicara – Proses Resiptive Kaji cara pengucapan, kemampuan baca. Beri pertanyaan yang sederhana yang memerlukan jawaban lebih dari satu kata. Kemudian minta klien untuk membaca. 2. Pengkajian bicara – Proses Expressive Kemudian untuk mengekspresikan sesuatu, perhatikan apakah bicara klien lancar,spontan,jelas. Sesuaikan dengan usia dan pendidikan klien. (Suradi Efendi : 2005 ☼ MASALAH DAN INTERVENSI KEPERAWATAN ☼ Masalah keperawatan yang mungkin dijumpai pada klien dengan infeksi susunan saraf pusat (meningitis, encephalitis, abses otak) serta intervensinya : 1. Potensial penyebaran infeksi Kemungkinan penyebab : -
Proses peradangan
-
Cairan tubuh yang statis
-
Daya tahan tubuh yang kurang. Tujuan dan kriteria evaluasi Sampai terjadi penyembuhan, infeksi sekunder tidak terjadi. Intervensi Keperawatan 1. Isolasi klien
2. Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan setiap kali kontak dengan klien baik itu
pengunjung maupun petugas
3. Hindarkan klien dari orang-orang yang mengalami ISPA baik petugas maupun pengunjung 4. Observasi secara teratur tiap 4-6 jam suhu tubuh klien 5. Kaji kemungkinan adanya nyeri dada, nadi yang tidak teratur ataupun panas tubuh yang menetap. 6. Auskultasi bunyi nafas, pola dan frekuensinya 7. Lakukan perubahan posisi secara teratur dan anjurkan klien untuk nafas dalam 8. Observasi urine out put : warna, bau, jumlah. Tindakan Kolaboratif a. Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian antibiotik baik secara IV maupun Intra thecal b. Kolaborasi terhadap kemungkinan pembedahan. 2. Gangguan perfusi serebral Kemungkinan penyebab : -
Hypovolemia
-
Udema serebral
-
Sirkulasi darah ke otak yang kurang Tujuan / kriteria hasil
-
Kesadaran baik
-
Fungsi motorik dan sensorik baik
-
Tanda-tanda vital stabil
-
Nyeri kepala berkurang atau hilang
-
Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi Keperawatan
-
Klien bed rest dengan posisi terlentang atau posisi elevasi 15 – 450 sesuai indikasi.
-
Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam (waspada terhadap terjadinya peningkatan sistolik, tekanan nadi yang meningkat, nadi, pernapasan yang tidak teratur
-
Monitor status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan data-data sebelumnya
-
Kaji adanya kaku kuduk, Twitching, iritabilitas dan kejang-kejang
-
Cegah kemungkinan peningkatan suhu tubuh dengan mengurangi pakaian, selimut dan bila panas berikan kompres
-
Monitor intake dan out put, catat karakteristik urine, turgor kulit dan kondisi membran mukosa
-
Bantu klien menghindari batuk, muntah dan obstipasi. Anjurkan klien untuk merubah-rubah posisinya
-
Ciptakan kenyamanan dengan melakukan massage pada punggung, lingkungan yang hangat, sentuhan yang lembut dan hindarkan suara-suara yang keras
-
Berikan waktu untuk istirahat diantara aktivitas-aktivitas dan hindarkan prosedur yang terlalu lama.
Tindakan Kolaboratif a. Kolaborasi untuk pemberian cairan intravena baik elektrolit atau cairan hipertonis. b. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah c. Kolaborasi pemberian oksigen d. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti steroid, chlorpromazine, acetaminophen. 3. Potensial terjadinya trauma Kemingkinan penyebab : -
Kelelahan, paralise, parasthesia, ataxia, vertigo
-
Rangsangan kejang Tujuan / kriteria hasil : tidak terjadi trauma. Intervensi
-
Beri papan pengaman di sisi tempat tidur
-
Siapkan mesin penghisap lendir di sisi tempat tidur
-
Awasi klien selama terjadi kejang
-
Hindarkan penekanan pada tubuh selama terjadi kejang
-
Mempertahankan bed rest selama fase akut
-
Bantu klien dalam mobilisasi Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi pemberian terapi seperti dilantin dan luminal. 4. Perubahan rasa nyaman : Nyeri
Kemungkinan penyebab : -
Proses peradangan / infeksi
-
Sirkulasi toxin Tujuan / kriteria hasil
-
Nyeri berkurang atau hilang
-
Klien tampak relak
-
Klien dapat tidur dan istirahat dengan baik. Intervensi
-
Ciptakan lingkungan yang tenang, jauh dari stimulus yang berlebihan seperti kebisingan, cahaya yang berlebih / silau
-
Pertahankan tetap bed rest dan Bantu aktifitas sehari-hari
-
Berikan kompres dingin pada kepala dan dahi
-
Pertahankan posisi yang nyaman bagi klien
-
Lakukan massage pada daerah leher, otot bahu dan punggung
-
Gunakan penghangat di daerah leher dan punggung, bisa berupa balsem atau handuk yang dihangatkan. Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi pemberian analgesik seperti codein. 5. Perubahan / gangguan mobilitas fisik Kemungkinan penyebab : -
Kerusakan neuromuskular
-
Perubahan kognitif – perceptual
-
Nyeri / discomfort
-
Bed rest
Tujuan / kriteria hasil -
Tidak terjadi kontraktur, drop foot
-
Integritas kulit baik
-
Fungsi eliminasi baik
-
Kekuatan dan fungsi otot baik. Intervensi
-
Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
-
Rubah posisi klien setiap dua jam
-
Letakkan klien dalam posisi prone satu atau dua hari apabila pasien kooperatif
-
Latih pasien untuk melakukan pergerakan (ROM) aktif / pasif untuk semua aktifitas
-
Gunakan penahan / foot board selama terjadi paralise kaki / tungkai
-
Jaga agar posisi kepala tetap seimbang dalam posisi terlentang
-
Evaluasi penggunaan alat-alat bantu selama paralise misalnya posisi foot board
-
Kaji kemampuan untuk duduk, kekuatan tangan, kaki dan keseimbangan untuk berdiri serta gunakan alat untuk menahan tekanan pada tulang yang menonjol
-
Kaji kemungkinan sirkulasi darah yang tidak adekuat seperti perubahan warna kulit, edema dan tanda-tanda lainnya
-
Observasi keadaan integritas kulit dan lakukan massage untuk melancarkan sirkulasi darah
-
Bila pasien mulai duduk lakukan segera pengukuran tanda-tanda vital
-
Gunakan bantal di atas kursi untuk menahan penekanan dan kaji berat badan secara intensif
-
Dorong pasien untuk melakukan aktifitas dan beri pujian bila ia dapat melakukannya dengan baik. Tindakan Kolaboratif
a. Konsultasi dengan Fisioterapi bila pasien menolak untuk melakukan aktifitas b.
Kaji kemungkinan pemasangan alat elektrik untuk stimulasi sesuai dengan indikasi
c. Beri obat-obatan anti spasmodik dan perangsang otot sesuai dengan program pengobatan. (Depkes : 1995) ☼ DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN ☼ AKTIVITAS / ISTIRAHAT Gejala :
Perasaan tidak enak (malaise). Keterbatasan yang ditimbulkan oleh kondisinya.
Tanda :
Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak. Hipotonia. SIRKULASI Gejala :
Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa Penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda :
Tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor). Takikardia, disritmia (pada fase akut), seperti disritmia sinus (pada meningitis).
ELIMINASI Tanda :
Adanya inkontinensia dan / atau retensi.
MAKANAN / CAIRAN Gejala :
Kehilangan nafsu makan. Kesulitan menelan (pada periode akut).
Tanda :
Anoreksia, muntah. Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
HYGIENE Tanda :
Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut).
NEUROSENSORI Gejala :
Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya berat). Parestesia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitivitas pada nyeri (mengitis). Timbul kejang (meningitis bakteri atau abses otak). Gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi). Fotofobia (pada meningitis). Ketulian (pada meningitis atau ensefalitis) atau mungkin hipersensitif terhadap kebisingan. Adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.
Tanda :
Status mental / tingkat kesadaran: letargi sampai kebingungan yang berat hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis organik (ensefalitis).
Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan (dapat merupakan awal gejala berkembangnya hidrosefalus komunikan yang mengikuti meningitis bakterial). Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi. Mata (ukuran / reaksi pupil); unisokor atau tidak berespons terhadap cahaya (peningkatan TIK), nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus-menerus). Ptosis (kelopak mata atau jatuh). Karakteristik fasial (wajah): perubahan pada fungsi motorik dan sensorik (saraf kranial V dan VII terkena). Kejang umum atau lokal (pada fase abses otak), kejang lobus temporal. Otot mengalami hipotonia / flaksid paralisis (pada fase akut meningitis), spastik (ensefalitis). Hemiparese atau hemiplegia (meningitis / ensefalitis). Tanda Brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut). Rigiditas nukal (iritasi meningeal). Refleks tendon dalam: terganggu, Babinski positif. Refleks abdominal menurun / tidak ada, refleks kremastetik hilarg pada laki-laki (meningitis). NYERI / KENYAMANAN Gejala :
Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan
diperburuk oleh ketegangan leher / punggung kaku; nyeri pada gerakan okular, fotosensitivitas, sakit; tenggorok nyeri. Tanda :
Tampak terus terjaga, perilaku distraksi / gelisah. Menangis /
mengaduh / mengeluh.
PERNAPASAN Gejala :
Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda :
Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah. KEAMANAN Gejala :
Adanya riwayat infeksi saluran napas atas / infeksi lain,
meliputi: mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi; infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala, anemia sel sabit. Imunisasi yang baru saja berlangsung; terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak, chickenpox, herpes simpleks, mononukleosis, gigitan binatang, benda asing yang terbawa. Gangguan penglihatan / pendengaran. Tanda :
Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.
Adanya ras, purpura menyeluruh, perdarahan subkutan. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis atau paresis. Gangguan sensasi. PENYULUHAN / PEMBELAJARAN Gejala :
Adanya riwayat menggunakan obat (abses otak).
Hipersensitif terhadap obat (meningitis non-bakteri). Masalah medis sebelumnya, seperti penyakit kronis / gangguan umum, alkololisme, diabetes melitus, splenektomi, implantasi pirau ventrikel. Pertimbangan
DRG menunjukkan rerata lama perawatan : 8,4 hari.
Rencana pemulangan : Mungkin membutuhkan bantuan pada semua bidang, meliputi perawatan diri dan mempertahankan tugas / pekerjaan rumah. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DIAGNOSA
KEPERAWATAN
INFEKSI,
RISIKO
TINGGI
TERHADAP, (PENYEBARAN) Faktor risiko meliputi :
Diseminata hematogen dari patogen.
Stasis cairan tubuh. Penekanan respons inflamasi (akibat-obat). Pemajanan orang lain terhadap patogen. Kemungkinan dibuktikan oleh :
(tidak dapat diterapkan; adanya tanda-
tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual). HASIL YANG DIHARAPKAN /
Mencapai masa penyembuhan tepat
waktu, KRITERIA EVALUASI
tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
atau PASIEN AKAN :
DIAGNOSA
keterlibatan orang lain.
KEPERAWATAN
PERFUSI
JARINGAN,
PERUBAHAN : SEREBRAL, RISIKO TERHADAP Faktor
risiko
meliputi
:
Edema
serebral
mengubah/menghentikan aliran darah arteri / vena. Hipovolemia. Masalah pertukaran pada tingkat seluler (asidosis).
yang
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-
tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual). HASIL YANG DIHARAPKAN /
Mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya / KRITERIA EVALUASI
membaik dan fungsi motorik /
sensorik. PASIEN AKAN :
Mendemonstrasikan tanda-tanda vital
stabil. Melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit kepala. Mendemonstrasikan
tak
adanya
perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
:
TRAUMA,
RISIKO
TINGGI
Iritasi
korteks
serebral
TERHADAP Faktor
risiko
meliputi
:
mempredisposisikan muatan neural dan aktivitas kejang umum. Keterlibatan area lokal (kejang lokal). Kelemahan umum, paralisis parestesia. Ataksia, vertigo.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
(TIdak dapat diterapkan, adanya tanda-
tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual). HASIL YANG DIHARAPKAN /
Tidak mengalami kejang / penyerta
atau KRITERIA EVALUASI –
cedera lain.
PASIEN AKAN :
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Dapat dihubungkan dengan :
NYERI, (AKUT) Agen pencedera biologis, adanya
proses infeksi / inflamasi, toksin dalam sirkulasi. Kemungkinan dibuktikan oleh :
Melaporkan sakit kepala, fotofobia,
nyeri otot/ sakit punggung. Perilaku distraksi : menangis, meringis, gelisah. Perilaku berlindung, memilih posisi yang khas. Tegangan muskuler; wajah menahan nyeri, pucat. Perubahan tanda-tanda vital. HASIL YANG DIHARAPKAN /
Melaporkan nyeri hilang / terkontrol.
KRITERIA EVALUASI –
Menunjukkan postur rileks dan mampu
tidur / PASIEN AKAN :
istirahat dengan tepat.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Dapat dihubungkan dengan:
MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN Kerusakan neuromuskuler, penurunan
ke kuatan / ketahanan. Kerusakan persepsi / kognitif. Nyeri / ketidaknyamanan. Terapi pembatasan (tirah baring). Kemungkinan dibuktikan oleh :
Enggan mengusahakan gerakan.
View more...
Comments