Implementasi Sila-Sila Pancasila
November 3, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Implementasi Sila-Sila Pancasila...
Description
Nilai-Nilai Sila-sila Pancasila Pengertian Nilai, Moral dan Norma Nilai, moral dan norma merupakan konsep yang saling berkaitan, di mana ketiga konsep ini terkait dalam memahami Pancasila sebagai etika politik. 1. Nilai Kehidupan manusia dalam masyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kolektivitas, senantiasa berhubungan dengan
nilai-nilai, norma dan moral.
Kehidupan masyarakat dimanapun tumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup interaksi nilai, norma dan moral yang memberi motivasi dan arah sekalian anggota masyarakat untuk berbuat, bertingkah dan bersikap. Dengan demikian, nilai adalah suatu yang berharga, yang berguna, yang indah, yang memperkaya batin, yang menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong, mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (system nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep, ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Oleh karena itu nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Dalam menghadapi alam sekitarnya, manusia didorong untuk membuat perhubungan yang bermakna melalui budinya. Budi manusia menilai benda-benda itu serta kejadian yang beraneka ragam di sekitarnya dan dipilihnya menjadi kelakukan kebudayaannya.
Proses
pemilihan
secara
terus
menerus.
Alport
mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi. Manusia dalam memilih nilai-nilai menempuh berbagai
16
cara yang dapat dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya dan kenyataannya. Apabila tujuan penilaian itu untuk mengetahui identitas benda serta kejadian yang terdapat disekitarnya, terlihat proses penilaian teori yang menghasilkan pengetahuan yang disebut nilai teori. Jika tujuannya untuk menggunakan bendabenda atau kejadian, manusia dihadapkan kepada proses penilaian ekonomi, yang mengikuti nalar efisensi untuk memenuhi kebutuhan hidup, disebut nilai ekonomi. Perpaduan antara nilai teori dan nilai ekonomi itu merupakan aspek progresif dari kebudayaan manusia Apabila manusia menilai alam sekitar sebagai wujud rahasia kehidupan dan alam semesta, di situlah nampak nilai religi, yang dipersepsikan sebagai suatu yang suci. Jika manusia mencoba memahami yang indah, kita berhadapan dengan proses penilaian estetik. Perpaduan antara nilai religi dengan nilai estetik yang lebih menekankan kepada intuisi, rasa, imajinasi merupakan aspek ekspresif dari kebudayaan. Nilai estetik itu mempunyai kedudukan yang khusus karena nilai itu bukan hanya menyangkut keindahan yang dapat memperkaya batin, tetapi juga berfungsi sebagai media yang memperhalus budi pekerti. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antar manusia dan menekankan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat kepada kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik. Di samping teori nilai terurai di atas, Prof. Notonogoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu : 1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsure manusia, 2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas, 3) Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dirinci menjadi empat macam, yaitu:
17
a) Nilai kebenaran yang bersumber kepada unsure rasio manusia, budi dan cipta, b) Nilai keindahan yang bersumber pada unsure rasa, atau intuisi, c) Nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak manusia atau kemauan (karsa, etika). d) Nilai religi, yang merupakan nilai Ketuhanan, meerupakan nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia terhadap Tuhan. Nilai religi itu berhubungan dengan nilai penghayatan yang bersifat transedental, dalam usaha manusia untuk memahami arti dan makna kehadirannya di dunia. Nilai ini berfungsi sebagai sumber moral yang dipercayai sebagai rahmat dan ridho Tuhan. Dalam pelaksanaannnya nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran, criteria sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu nilai berperan sebagai dasar pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai berada dalam hatinurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan, kepercayaan yang bersumber dari berbagai system nilai. 2. Moral Moral berasal dari kata mos (mores)= kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidahkaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsipprinsip, yang benar, yang baik, yang terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, negara dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral Ketuhanan atau agama, moral filsafat, etika, hukum, 18
ilmu dan sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya. 3. Norma Manusia cenderung untuk memelihara hubungan dengan Tuhan, masyarakat dan alam sekitarnya dengan selaras. Hubungan manusia terjalin secara vertical (Tuhan) dan horizontal (masyarakat) dan hubungan vertikal-horizontal (alam, lingkungan alam) secara seimbang, serasi dan selaras. Oleh sebab itu manusia juga memerlukan pengendalian diri, baik terhadap manusia sesamanya, lingkungan alam dan Tuhan. Kesadaran akan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, kesesuliaan, hukum dan norma social. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan saanksi, misalnya: a) Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan, b) Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri, c) Norma kesopanan,
dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam
pergaulan masyarakat, d) Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan oleh alat negara.
C. Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis 19
Dalam kaitannya dengan penjabarannya, nilai dapat dikelompokkan kepada tiga macam, yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. 1. Nilai Dasar Sekalipun nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati melalui pancaindra manusia, tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkahlaku atau berbagai aspek kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar, yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan objektif dari segala sesuatu. Contohnya hakikat Tuhan, manusia atau makhluk lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah kausa prima (penyebab pertama), segala sesuatu yang diciptakan berasal dari kehendak Tuhan. Nilai dasar itu juga berkaitan dengan hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut harus bersumber kepada hakikat manusia itu sendiri, nilai dasar yang bersumber pada hakikat kemanusiaan itu dijabarkan dalam norma hokum yang dapat diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia). Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepda hakikat kepada suatu benda, kuantitas, aksi, ruang dan waktu, nilai dasar itu dapat juga disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praksis, namun nilai yang bersumber dari kebendaan itu tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma tersebut. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilainilai yang terkandung dalam Pancasila. 2. Nilai Instrumental Nilai instrumental ialah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila nilai dasar tersebut belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan kongkrit. Apabila nilai instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka nilai tersebut akan menjadi norma moral. Tetapi jika nilai 20
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau negara maka nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar, sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan kita nilai instrumental itu dapat kita temukan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Tanpa ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945 maka nilai-nilai dasar yang termuat dalam Pancasila belum memberikan makna yang kongrit dalam praktek ketatanegaraan kita. 3. Nilai Praksis Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata. Dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai instrumental. Berhubung fungsinya sebagai penjabaran dari nilai dasar dan nilai instrumental, maka nilai praksis
dijiwai oleh nilai-nilai nasar dan instrumental dan sekaligus tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dasar dan instrumental tersebut. Nilai praksis dalam kehidupan ketatanegaraan kita dapat kita temukan dalam undang-undang organik, yaitu semua perundang-undang yang berada di bawah UUD 1945 sampai kepada kepada peraturan pelaksana yang dibuat oleh pemerintah. Apabila kita melihat Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, dinyatakan bahwa Tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hokum di bawahnya, yaitu:
Undang-Undang Dasar 1945
Ketetapan MPR-RI
Undang-Undang
Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah
21
Keputusan Presiden
Peraturan Daerah. Apabila kita kaitkan dengan nilai-nilai yang kita bahas di atas, maka nilai
dasar terdapat dalam UUD 1945, yaitu dalam pembukaannya, sedangkan nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal UUD 1945 dan juga dalam ketetapan MPR.. Nilai praksis dapat ditemukan dalam peraturan perundangundang berikutnya, yaitu dalam Undang-undang sampai kepada peraturan di bawahnya.
D. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Bangsa dan Negara RI Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan nafas humanisme, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saja. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal akan tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimas moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya (Andre Ata Ujan 1998), yaitu: Sila Petama, Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya memuat pengakuan eksplisit akan eksistensi Tuhan sebagai sumber dan pencipta universum. Pengakuan ini sekaligua memperlihatkan relasi esensial antara yang mencipta dan yang diciptakan serta menunjukkan ketergantungan yang diciptakan terhadp yang mencipta. 22
Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, sesungguhnya merupakan refleksi lebih lanjut dari sila pertama, Sila ini memperlihatkan secara mendasar dari negara atas martabat manusia dan sekaligus komitmen untuk melindunginya. Asumsi dasar di balik prinsip kedua ini ialah bahwa manusia, karena kedudukannya yang khusus di antara ciptaan-ciptaan lainnya di dalam universum, mempunyai hak dan kewajiban untuk mengembangkan kesempatan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Dengan demikian manusia secara natural, dengan akal dan budinya mempunyai kewajiban untuk mengembangkan dirinya menjadi person yang bernilai. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, secara khusus meminta perhatian setiap warga negara akan hak dan kewajiban dan tanggung jawabnya pada negara. Khususnya dalam menjaga eksistensi negara dan bangsa.. Sila keempat, demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, memperlihatkan pengakuan negara serta perlindungannya terhadap kedaulatan rakyat yang dilaksanakan dalam iklim “musyawarah
dan
mufakat”.
Dalam
iklim
keterbukaan
untuk
saling
mendengarkan, mempertimbangkan satu sama lain dan juga sikap belajar serta saling menerima dan memberi. Hal ini berarti bahwa setiap orang diakui dan dilindungi haknya untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik. Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, secara istimewa menekankan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Setiap warga negara harus bias menikmati keadilan secara nyata, tetapi iklim keadilan yang merata hanya bias dicapai apabila struktur sosial masyarakat sendiri adil. Keadilan sosial terutama menuntut informasi struktur-struktur sosial, yaitu struktur ekonomi, politik, budaya dan ideologi ke arah yang lebih akomodatif terhadap kepentingan masyarakat.. Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apabila kita memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, pada hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila, yaitu:
23
Pokok pikiran pertama, Negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenab bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara mengatai segala faham golongan dan perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran dari sila ketiga. Pokok pikiran kedua, menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi eluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini penjabaran dari sila kelima. Pokok pikiran ketiga, menyatakan negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini menunjukkan negara Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat, sesuyai dengan sila keempat. Pokok pikiran keempat, menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yanag adil dan beradab. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran dari sila pertama dan kedua. Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa Pancasila dan pembukaan UUD 1945
dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah negara yang
fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep, yaitu : Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan negara, asas politik negara (negara Indonesia republik dan berkedaulatan rakyat) dan asas kerohaniaan negara (Pancasila), Ketentuan diadakannya Undang-Undang Dasar, yaitu “ … maka disusunlah kemerdekaan kebangaan Indonesia dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia..”. Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum. Nilai dasar yang fundamental suatu negara daalam hokum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hokum apapun tidak mungkin lagi untuk di ubah. Berhubung Pembukaan UUD 24
1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat dirubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
E. Makna Nilai-Nilai Setiap Pancasila Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan negara merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya, karena apabila dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa lain, namun makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tidak dapat ditukar balikkan letak dan susunannya. Namun demikian untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila-sila Pancasila, maka berikut ini kita uraikan sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa Ketuhanan berasal dari kata Tuhan Pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa, berarti Yang Maha Tunggal, tiada sekutu, dalam zat-nya, sifatnya dan perbuatannya. Zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang banyak lalu menjadi satu. Sifatnya adalah sempurna dan perbuatannya tiada dapat disamai oleh siapa pun/apa pun. Tiada yang menyamai Tuhan, Dia Esa. Jadi Ketuhanan Yang Maha Esa, pencipta alam semesta. Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akah pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika. Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan sesuai dengan keyakinannya dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Bagi kita dan di dalam Negara
25
Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti-Ketuhanan Yang Maha Esa dan anti-keagamaan. Dengan perkataan lain, di dalam negara Indonesia tidak boleh ada faham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme), dan yang seharusnya ada ialah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme) dengan toleransi beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Sebagai sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber pokok nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan mencari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, Penggalangan Persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara Kesatuan Indonesia yang telah berdaulat penuh, yang bersifat Kerakyatan dan dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan guna mewujudkan Keadilan social bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hakikat pengertian di atas sesuai dengan: a) Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…” b) Pasal 29 UUD 1945.
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi piker, rasa, karsa dan cipta. Karena potensi seperti yang dimilikinya itu manusia tinggi martabatnya. Dengan budi nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabatnya. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Keputusan dan tindaakan didasarkan pada sesuatu objektifitas, tidak pada subjektifitas. Di sinilah yang dimaksud dengan wajar/sepadan. Beradab kata pokoknya adab sinonim dengan sopan, berbudi luhur, susila. Beradab artinya berbudi luhur berkesopanan dan susila. Maksudnya sikap hidup, keputusan dan tindakan selalu berdasarkan 26
pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan dan kesusilaan. Adab terutama mengandung pengertian tata kesopanan, kesusilaan atau moral. Dengan demikian beradab berarti berdasarkan nilai-nilai kesusilaan, bagian dari kebudayaan. Kemanusiaan yang adil dan beradab ialah kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan normanorma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun terhadap alam dan hewan. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap dan perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang sopan dan susila nilai. Potensi kemanusiaan tersebut dimiliki oleh semua manusia, tanpa kecuali. Mereka harus diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sesuai dengan fitrahnya, sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam sila ke II itu telah disimpulkan cita-cita kemanusiaan yang lengkap, yang adil dan beradab memenuhi seluruh hakikat makhluk manusia. Kemanusiaan yang adil dan beradabsuatu rumusan sifat keluhuran budi manusia (Indonesia). Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama terhadap undangundang Negara, mempunyai kewajiban dan hak-hak yang sama, setiap warga negara dijamin haknya serta kebebasannya yang menyangkut hubungan dengan Tuhan, dengan orang-orang seorang, dengan negara, dengan masyarakat, dan menyangkut pula kemerdekaan menyatakan pendapat dan mencapai kehidupan yang layak sesuai dengan hak-hak dasar manusia. Kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Manusia adalah makhluk pribadi anggota masyarakat dan sekaligus hamba Tuhan. Hakekat pengertian di atas sesuai dengan : a) Pembukaan UUD 1945 alinea pertama: “ Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan di
27
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan…”. b) Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya
secara pokok-pokok dalam
Batang Tubuh UUD 1945 3. Persatuan Indonesia Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah, persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila III ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, social budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia, bertujuan, melindungi segenab bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, bertujuan melindungi segenab bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi. Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari faham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa, serta kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena itu faham kebangsaan Indonesia tidak sempit (chauvinistis), tetapi menghargai bangsa lain. Nasionalisme Indonesia mengatasi faham golongan, suku bangsa serta keturunan. Hal ini sesuai dengan: a) alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenab bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia…”. 28
b) Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam batang Tubuh UUD 1945.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yaitu sekolompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Rakyat meliputi seluruh Indonesia itu tidak dibedakan fungsi dan profesinya. Kerakyatan adalah rakyat yuang hidup dalam ikatan negara. Dengan sila ke IV berarti bahawa bangsa Indonesia menganut demokrasi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Denokrasi tidak langsung (perwakilan) sangat penting dalam wilayah negara yang luas serta penduduk yang banyak. Pelaksanaan demokrasi langsung sekalipun sulit diwujudkan dalam alam modern, namun dalam beberapa hal tertentu dapat dilaksanakan, seperti dalam memilih Kepala Negara atau system referendum. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan berarti bahwa” Kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat”. Kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat. Hikmat kebijaksanaan berarti
penggunaan
pikiran
atau
rasio
yang
sehat
dengan
selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya Rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan berarti, bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputusan-keputusan. Sila keempat ini
29
merupakan sendi asas kekeluargaan masyarakat, sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam: a) Alinea ke IV Pembukaan UUD 1945; “ maka disusunlah Kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat..” b) Selanjutnya dapat penjabarannya secara pokok-pokok dalam pasal-pasal UUD 1945. 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materil maupun spiritual. Seluruh Rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam dalam negeri maupun Warga Negara Indonesia yang berada di Luar Negeri. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti, bahwa setiap warga Indonesia mendapat perlakukan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Sesuai dengan UUD 1945, maka keadilan sosial itu mencakup pula pengertian adil dan makmur. Keadilan sosial yang dimaksud tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis, karena yang dimaksud dengan keadilan social dalam sila V bertolak dari pengertian bahwa antara pribadi dan masyarakat satu sama lain tiada dapat dipisahkan. Masyarakat tempat hidup dan berkembang pribadi, sedangkan pribadi adalah komponennya masyarakat. Tidak boleh terjadi praktek dalam masyarakat sosialistis/komunalistis yang hanya mementingkan masyarakat, dan juga sebaliknya serti yang berlaku dalam negara liberal yang segala sesuatu dipandang titik beratnya dari pribadi/individu. Keadilan sosial mengandung arti tercapainya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan kehidupan masyarakat. Karena kehidupan manusia itu meliputi kehidupan jasmani dan rohani, maka keadilan itu pun meliputi keadilan dalam memenuhi tuntutan kehidupan jasmani serta keadilan memenuhi tuntutan kehidupan rohani secara seimbang. (keadilan material dan spritual). Hakekat keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam : 30
a) Alinea ke II Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “ Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia ….. Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur”. b) Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya dalam pasal-pasal UUD 1945.
Kelima Sila Pancasila Merupakan Satu Kesatuan a. Pancasila susunannya adalah majemuk tunggal (merupakan satu kesatuan yang bersifat organis), yaitu: (1) Terdiri dari bahagian-bahagian yang tidak terpisahkan. (2) Masing-masing bagian mempunyai fungsi dan
kedudukan
tersendiri, (3) Meskipun berbeda tidak saling bertentangan, akan tetapi saling melengkapi, (4) Bersatu untuk mewujudkannya secara keseluruhan, (5) Keseluruhan membina bagian-bagian, (6) Tidak boleh satu silapun ditiadakan, melainkan merupakan satu kesatuan. b. Bentuk susunannya adalah hirarkis piramidal (kesatuan bertingkat dimana tiap sila dimuka, sila lainnya merupakan basis) Pancasila yang bentuk susunannya hirarkis – pyramidal adalah sebagai berikut: Sila Pertama; meliputi dan menjiwai sila kedua, sila ketiga, sila keempat dan sila kelima. Sila Kedua : diliputi dan dijiwai sila pertama, meliputi dan menjiwai sila ketiga, sila keempat dan sila kelima.
31
Sila Ketiga
: diliputi dan dijiwai sila pertama, sila kedua, meliputi sila
keempat dan sila kelima. Sila Keempat: diliputi dan dijiwai sila pertama, sila kedua, sila ketiga dan meliputi sila kelima. Sila Kelima : diliputi dan dijiwai oleh seluruh sila-sila.
Konsep Negara Pancasila
Menurut Pembukaan UUD 1945 adalah “ Faham negara Persatuan” yang meliputi kehidupan masyarakat. a. Sifat Sosialistis - Religius b. Semangat Kekeluargaan dan Kebersamaan c. Semangat Persatuan d. Musyawarah e. Menghendaki Keadilan Sosial Ide Pokok Bangsa dan Kebangsaan Indonesia dapat dilihat dari sifat keseimbangan Pancasila, yaitu : (1) Keseimbangan antara golongan agama (Islam) dan golongan Nasionalis (Negara Theis Demokrasi) (2) Keseimbangan antara sifat individu dan sifat social (aliran monodualisme). (3) Keseimbangan antara Ide – ide asli Indonesia (faham dialektis). Faham Integralistik (Faham Negara Persatuan), terjermin dalam nilai-nilai dasar faham kekeluargaan, yaitu: (a) Persatuan dan kesatuan serta saling ketergantungan satu sama lain dalam masyarakat. (b) Bertekad dan berkehendak sama untuk kehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka dan bersatu.
32
(c) Cinta tanah air dan bangsa serta kebersamaan. (d) Kedaulatan rakyat dengan sikap demokratis dan toleran. (e) Kesetiakawanan sosial, non diskriminatif. (f) Berkeadilan sosial dan kemakmuran masyarakat. (g) Menyadari bahwa bangsa Indonesia berada dalam tata pergaulanan dunia dan universal. (h) Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Nilai dan norma-norma yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan
dan
Pengamalan
Pancasila
(Ekaprasetya
Pancakarsa) tersebut meliputi 36 butir, yaitu: 1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masingmasing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. b. Hormat-menghormati dan bekerja sama antara
pemeluk
agama
dan
penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup. c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat
sesuai
dengan
agama
dan
kepercayaannya. d. Tidak
memaksakan
suatu
agama
dan
kepercayaan kepada orang lain. 2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. b. Saling mencintai sesama manusia. 33
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan teposeliro. d. Tidak semena-mena terhadap orang lain. e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. g. Berani membela kebenaran dan keadilan. h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain. 3. Sila Persatuan Indonesia a. Menempatkan
persatuan,
kesatuan,
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. c. Cinta tanah air dan bangsa. d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia. e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. 4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
34
c. Mengutamakan
musyawarah
dalam
mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. d. Musyawarah
untuk
mencapai
mufakat
diliputi olehsemangat kekeluargaan. e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. f.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
g.
Keputusan
yang
diambil
harus
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan h. Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat
manusia
serta
nilai-nilai
kebenaran dan keadilan. 5. Sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana b. kekeluargaan dan kegotong-royongan. c. Bersikap adil. d. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. e. Menghormati hak-hak orang lain. f. Suka memberi pertolongan kepada orang lain. g. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain. h. Tidak bersifat boros. i. Tidak bergaya hidup mewah.
35
j. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum. k. Suka bekerja keras. l. Menghargai hasil karya orang lain. m. Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial. Nilai-nilai Pancasila yang terdiri atas 36 butir tersebut, kemudian pada tahun 1994 disarikan/dijabarkan kembali oleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4. Perbedaan yang dapat digambarkan yaitu: Sila Kesatu, menjadi 7 (tujuh) butir; Sila Kedua, menjadi 10 (sepuluh) butir; Sila Ketiga, menjadi 7 (tujuh) butir; Sila Keempat, menjadi 10 (sepuluh) butir; dan Sila Kelima, menjadi 11 (sebelas) butir.
F. Daftar Pustaka Miriam Budiardjo. 1981. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta. Indonesia. Keketapan MPR 1999 – 2002. Syahrial Syarbaini. 2001. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Jakarta. Ghalia Indonesia.
36
View more...
Comments