Identifikasi Senyawa Obat Golongan Alkohol, Fenol, Asam Karboksilat, Alkaloid dan Basa Nitrogen, Sulfonamida dan Barbiturat dan Antibiotik
March 18, 2018 | Author: atikah khairunnisa | Category: N/A
Short Description
-...
Description
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN
IDENTIFIKASI SENYAWA OBAT GOLONGAN ALKOHOL, FENOL, ASAM KARBOKSILAT, ALKALOID DAN BASA NITROGEN, SULFONAMIDA DAN BARBITURAT DAN ANTIBIOTIK
Disusun Oleh : Atikah Khairunnisa 260110160120
LABORATORIUM ANALISIS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2017
Identifikasi Senyawa Obat Golongan Alkohol, Fenol, Asam Karboksilat, Alkaloid dan Basa Nitrogen, Sulfonamida dan Barbiturat dan Antibiotik
I.
TUJUAN Mengetahui cara identifikasi senyawa golongan obat alkohol, fenol, asam karboksilat, alkoid dan basa nitrogen, sulfomida dan barbiturat dan antibiotik.
II.
PRINSIP 2.1 Esterifikasi Esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester dari senyawa alkohol dan asam karboksilat yang memiliki araoma yang khas. Reaksi ini merupakan reaksi reversibel dengan katalis asam (Fessenden dan Fessenden, 1986). 2.2 Reaksi Pembentukan Kompleks Reaksi pembentukan kompleks adalah suatu ion yang terdiri dari satu atom pusat dengan beberapa ligan yang terikat dengan atom atau ion pusat tersebut (Petrucci, 1997). 2.3 Reaksi Kristal Reaksi
pembentukan
padatan dari atom,molekul atau ion
penyusunnya yang tersusun secara teratur dan polanya berulang melebar tiga dimensi (Roth, 1985). 2.4 Reaksi Identifikasi Alkaloid dan Basa Nitrogen Reaksi positif dengan pereaksi Dragendroff akan menghasilkan endapan coklat muda sampai kuning dan dengan uji mayer menghasilkan endapan putih (Sastronamidjojo, 1996). 2.5 Reaksi Identifikasi Golongan Sulfonamida Zat antimikroba yang bersifat amfoter bekerja sebagai penghambat sintesis asam folat. Dengan reagen p-DAB HCl menghasilkan endapan merah (Gupra, 2014). 2.6 Reaksi Identifikasi Golongan Barbiturat Pembentukan kompleks berwarna dengan reagen Parri. Dalam obat zat ini digunakan sebagai obat penenang atau anestesi (Sudarma dan Mulyanto, 2008).
2.7 Reaksi Identifikasi Golongan Antibiotika Reaksi dengan asan atau basa pekat. Dengan gugus fungsi yang berbeda maka warna yang dihasilkan juga akan berbeda dengan reagen yang spesifik (Petrucci, 1997).
III.
REAKSI
3.1. ALKOHOL 3.1.1. Etanol a) Reaksi esterifikasi Asam benzoat + Etanol → Etil benzoate + air
(Solomon, 1976) b) Reaksi Iodoform
(Clarkson, 2007)
c) Reaksi Etanol + K2Cr2O7
(Clarkson, 2007)
3.1.2 Gliserin a) Reaksi Gliserin dengan CuSO4
(Fessenden, 1986)
3.1.3
Menthol
a) Mentol + H2SO4+ Vanilin sulfat
(Attaway, 1993)
3.2 Golongan Fenol 3.2.1 Fenol a) Fenol + FeCl3
(Svehla,1986) b) Fenol + K2Cr2O7
(Svehla, 1986)
3.2.2 Nipagin a) Nipagin + FeCl3
(Svehla,1986) b) Nipagin + HNO3
(Svehla, 1986)
3.2.3 Hidrokinon a) Hidrokinon + FeCl3
(Svehla,1986) b) Hidrokinon + NaOH
(Fessenden,1982)
3.2.4. Resorsinol a) Resorsinol + FeCl3
(Svehla, 1986)
3.3 Golongan Asam Karboksilat 3.3.1. Asam benzoat a) Asam benzoat + FeCl3
(Svehla, 1986) 3.3.2 Asam tartrat a) Asam tartrat + NaOH + CuSO4
(Clarkson, 2007)
3.4 Golongan Alkaloids a. Kinin
(Svehla, 1989) b. Papaverin HCl
(Svehla, 1989)
c. Efedrin HCl
(Svehla, 1989)
3.5 Golongan Sulfonamida a. Sulfanilamid
(Svehla, 1989)
b.
Sulfamerazin
3.6 Golongan Barbiturat a.Luminal
(Fessenden, 1997)
b. Barbital
(Fessenden, 1997) 3.7 Golongan Antibiotika c. Amoksisilin
(Fessenden, 1997) d. Kloramfenikol
(Fessenden, 1997) e. Tetrasiklin
(Fessenden, 1997)
IV.
NO
DATA PENGAMATAN DAN HASIL
NAMA ZAT
REAGEN
PROSEDUR
PUSTAKA
HASIL
KRITERIA
ALKOHOL
I. Menggunakan tabung reaksi, Asam Salisilat
1.1.
Etanol
atau Asam Benzoat + H2SO4
masukkan 1 mL etanol
Tambah as.benzoat perlahan
Larutan bening dan bau
melalui dinding tabung.
balsam ( Clark, 2003 )
Tambah H2SO4. Tutup mulut
Larutan bening, bau
sesuai
balsam
tabung dengan kapas. Panaskan diatas penangas air.
Iodoform
Menggunakan tabung reaksi,
Larutan berwarna kuning
larutan warna
lakukan reaksi iodoform.
(Reksohadiprojo, 1976)
kuning pekat
Menggunakan tabung reaksi, K2Cr2O7
tambah larutan jenuh K2Cr2O7 dengan H2SO4 50 %.
Larutan berwarna ungu (Chang, 2005 )
sesuai
larutan warna biru keunguan
sesuai
GAMBAR
1.2.
Gliserin
CuSO4
Campurkan larutan gliserin
+
dengan 1 tetes CuSO4 dan
NaOH
basakan dengan NaOH.
dikisatkan
Larutan biru jernih (Fessenden, 1986)
Larutan biru
Kisatkan sampel diatas
Larutan bening (Clark,
Larutan
penangas air.
2003)
bening
sesuai
sesuai
Berbentuk
1.3.
Menthol
Organoleptik
Amati bentuk dan aroma
Aroma menthol tajam dan dingin (Depkes RI, 1979)
kristal panjang,
sesuai
aroma tajam dan dingin
FENOL
II.
2.1.
Fenol
FeCl3
Liebermann
Diatas pelat tetes, tambahkan
Larutan ungu kehitaman
Larutan ungu
FeCl3 ke larutan sampel
(Kelly, 2009)
kehitaman
Tambahkan reagen Liebermann
Berwarna merah muda
Larutan
di pelat tetes
(Clark, 2004)
hitam
sesuai
tidak sesuai
K2Cr2O7
Tambahkan K2Cr2O7 ke dalam
Larutan warna jingga
Larutan
sampel didalam tabung reaksi
(Clark, 1997)
oranye
Larutan warna biru
Larutan
(Flyingbrich, 2008)
kecoklatan
Larutan warna jingga
Larutan
(Clark, 2003)
warna oranye
Dalam tabung reaksi, 2.2.
Nipagin
FeCl3
tambahkan FeCl3 ke larutan sampel
sesuai
tidak sesuai
Dalam tabung reaksi, panaskan sejumlah yang sama banyak Millon
dalam larutan alkohol dan pereaksi millon. Membiarkan
sesuai
larutan selama 10 menit. Didalam tabung reaksi, 2.3.
Hidrokinon
Ag(NH3)NO3
tambahkan perak nitrat amoniakal ke larutan sampel.
Larutan kehitaman (Depkes RI, 1979)
Larutan berwarna hitam
sesuai
FeCl3
Resorsinol
Larutan ungu kehitaman
FeCl3 ke larutan sampel
(Flyingbrich, 2008)
Pb(CH3COO)2
Dalam pelat tetes, tambahkan
+
larutan timbal asetat dan
NH4OH
NH4OH ke sampel
NaOH
2.4.
Dalam pelat tetes, tambahkan
FeCl3
Liebermann
Larutan berwarna
tidak sesuai
hitam
Terdapat endapan putih
Endapan
(Clark, 2007)
putih
sesuai
Larutan
Dalam pelat tetes, tambahkan
Coklat kehitaman
NaOH ke larutan sampel
(Finabika, 1989)
Dalam pelat tetes, tambahkan
Warna ungu (Flyingbrich,
Larutan ungu
FeCl3 ke larutan sampel
2008)
pekat
Tambahkan reagen Liebermann
Terbentuk cincin (Clark,
di tabung reaksi
2007)
coklat
sesuai
kehitaman
sesuai
Cincin kuning kecoklatan
sesuai
Didalam tabung reaksi, Ag(NH3)NO3
tambahkan perak nitrat amoniakal ke larutan sampel.
(Fessenden, 1986)
Larutan hitam
sesuai
keabuan
ASAM KARBOKSILAT
III.
3.1.
Hitam keabuan
Asam Tatrat
CuSO4
Campurkan larutan as.tartrat
Kuning jernih kemudian
+
dengan larutan CuSO4 dan
biru muda karena NaOH
NaOH
basakan dengan NaOH.
(Svehla, 1985)
Larutan biru muda
sesuai
Didihkan larutan sampel yang NaOH + 3.2.
Asetosal
H2SO4 + metanol
sudah ditambahkan dengan NaOH 8 % selama 3 menit. Tambah H2SO4 hingga ada endapan putih. Panaskan
Endapan putih dan bau metil salisilat (Depkes RI, 1979)
Larutan bening
tidak sesuai
filtrate dengan metanol.
FeCl3
Dalam pelat tetes, tambahkan
Larutan ungu kehitaman
Larutan
FeCl3 ke larutan sampel
(Svehla, 1985)
merah muda
tidak sesuai
Dalam tabung reaksi, 3.3.
Asam Benzoat
FeCl3
tambahkan FeCl3 ke larutan sampel.
Larutan
1985)
oranye pucat
sesuai
ALKALOID dan BASA NITROGEN
IV.
4.1.
Larutan kuning (Svehla,
Papaverin HCl
Liebermann
Marquis
Tambahkan reagen Liebermann
Hitam dan ada sedikit
di tabung reaksi
endapan (Clark, 2007)
Melakukan uji Marquis di
Warna ungu coklat ros
dalam tabung reaksi
(Clark, 2007)
Larutan oranye
tidak sesuai
berbuih
Larutan coklat
tidak sesuai
kehitaman
Tidak ada 4.2.
Efedrin
Liebermann
Tambahkan reagen Liebermann
Larutan orange berbuih
reaksi /
di tabung reaksi
(Fessenden, 1986)
perubahan yang terjadi
tidak sesuai
CuSO4
Campurkan larutan efedrin
Ungu dan ada sedikit
Ungu dan
+
dengan larutan CuSO4 dan
gumpalan (Fessenden,
terdapat
NaOH
basakan dengan NaOH.
1986)
gumpalan
SULFONAMIDA dan BARBITURAT
V.
5.1.
sesuai
Sulfamezatin
CuSO4
Vanilin
Campurkan larutan sampel dengan larutan CuSO4
Jingga kecoklatan (Sudarma dan Mulyanto, 2008)
Larutan abu abu
Menambah vanillin dan asam
Merah jingga (Sudarma
Larutan
sulfat ke dalam larutan sampel
dan Mulyanto, 2008)
oranye
Koppayi
Menambah kopayyi zwikker ke
Merah muda (Clark,
Larutan
Zwikker
dalam sampel
2007)
merah muda
+ H2SO4
tidak sesuai
sesuai
sesuai
Asam Sulfat 5.2.
Luminal
+ α - naftol
Kopayyi Zwikker + NaOH
Liebermann
Asam Sulfat 5.3.
Barbital
+ α - naftol
Warna merah
Larutan
muda/merah (Clark,
hitam
2007)
berbuih
Menambah kopayyi zwikker
Larutan merah muda
Larutan
dan NaOH ke dalam sampel
(Clark, 2007)
merah muda
Tambahkan reagen Liebermann
Oranye kekuningan
di tabung reaksi
(Thex, 2010)
Menambah asam sulfat dan α naftol ke dalam larutan sampel
Menambah asam sulfat dan α naftol ke dalam larutan sampel
tidak sesuai
sesuai
Larutan kuning
sesuai
bening
Larutan -
warna bening kehitaman
-
Kopayyi Zwikker + NaOH
Menambah kopayyi zwikker
Berbau, warna keunguan
dan NaOH ke dalam sampel
(Attaway, 1993)
6.2.
sesuai
ANTIBIOTIKA
VI.
6.1.
Larutan ungu
Amoksisilin
Tetrasiklin
aroma / bau
Memanaskan sampel di atas
Bau karet terbakar
penangas air.
(Petrucci, 1997)
Benedict
Melakukan uji benedict
Liebermann
Melakukan uji Liebermann
Hijau dengan pemanasan (Kelly, 2009)
Larutan kuning, bau
sesuai
karet hangus
Larutan hijau
Berwarna hitam (Clark,
Larutan
2007)
hitam
sesuai
sesuai
Violet menjadi merah Mandelin
Melakukan uji Mandelin
menjadi oranye (Clark, 2007)
Marquis
H2SO4
Larutan coklat terang
Merah hijau kehitaman
Larutan
(Roth, 1985)
oranye
Melakukan penetesan H2SO4
Merah keunguan (Roth,
Larutan
pada sampel
1985)
kecoklatan
Melakukan uji marquis
sesuai
tidak sesuai
tidak sesuai
V.
PEMBAHASAN Pada praktikum analisis instrumen kali ini, praktikan mempelajari metode identifikasi untuk macam-macam senyawa yang termasuk ke dalam golongan alkohol, fenol, asam karboksilat, alkaloid dan basa nitrogen, sulfonamida dan barbiturat dan antibiotik. Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui reaksi warna dari semua sampel yang telah diberikan. Uji reaksi warna ini termasuk dalam uji kualitatif karena tidak untuk menentukan kadar zat yang terkandung dalam sampel tersebut. Dalam identifikasi golongan alkohol terdapat beberapa macam sampel yang digunakan yaitu etanol, gliserin dan mentol. Dalam mengidentifikasi etanol, ditambahkan asam salisilat atau asam benzoat (asam karboksilat). Penambahan asam ini nantinya dapat membentuk reaksi
esterifikasi.
Reaksi
esterifikasi
merupakan
reaksi
yang
menghasilkan ester dari sebuah produk alkohol dan asam karboksilat. Ester mempunyai wangi yang cukup khas untuk masing - masing zatnya. Reaksi esterifikasi umumnya menggunakan asam sulfat pekat untuk katalisnya. Asam sulfat pekat juga berperan sebagai pembuat suasana asam. Mekanisme reaksi yang terjadi antara asam benzoat atau asam salisilat terhadap etanol yang pertama adalah protonasi. Hal ini dapat terjadi karena asam karboksilat yang diserang oleh H+ yang berasal dari asam sulfat pekat sehingga asam karboksilat menjadi lebih reaktif. H+ akan menyerang atom O yang terdapat pada asam karboksilat yang memiliki ikatan rangkap sehinggat atom O menjadi memiliki pasangan elektron bebas (PEB). Selanjutnya, yang terjadi adalah reaksi adisi alkohol dimana etanol akan masuk mengintervensi asam karboksilat yang teraktivasi melalui atom O dari gugus OH yang terdapat dalam etanol. Kemudian, terjadi deprotonasi, molekul akan melepaskan satu atom H+ yang paling mudah dilepaskan karena ketidakstabilan yang terjadi dalam molekul. Selanjutnya, yang terjadi dalam reaksi esterifikasi asam karboksilat adalah
protonasi kembali oleh H+ yang sehingga terjadi penggabungan dua atom H pada salah satu gugus O. Setelah itu, adalah proses hilangnya gugus H2O dari molekul asam karboksilat yang sudah terintervensi. Tahapan terakhir yang terjadi dalam esterifikasi asam karboksilat adalah deprotonasi sehingga terbentuklah ester. Ester etil benzoat memiliki bau yang khas seperti bau pada balsem sementara itu ester etil salisilat memiliki aroma khas seperti bau lisol. Cara
lainnya
untuk
mengidentifikasi
etanol
adalah
dengan
menambahkan iodoform ke dalam sampel etanol. Reaksi iodoform adalah reaksi haloform dimana dalam reaksi tersebut digunakan iodide dari larutan alkali hidroksida (NaOH dan KOH) sehingga menghasilkan iodoform. Pada hasil akhirnya, akan terbentuk endapan kuning yang terjadi karena adanya senyawa iodoform dalam sampel. Dalam uji identifikasi etanol, zat terakhir yang dapat digunakan adalah agen pengoksidasinya sendiri, salah satunya adalah kalium dikromat. Hasil yang terbentuk dari etanol yang ditambahkan oleh kalium dikromat adalah warna merah jingga, tetapi pada uji identifikasi ini, juga harus ditambahkan asam sulfat sebagai katalis. Dan hasil akhir dari pengujian ini adalah warna ungu, warna ungu tersebut didapat dari Cr3+ sebagai hasil oksidasi alkohol dengan ion - ion dikromat. Warna larutan jingga adalah karena larutan mengandung ion-ion dikromat (VI) yang kemudian setelah penambahan asam sulfat akan direduksi menjadi sebuah larutan hijau yang mengandung ion-ion kromium (III). Senyawa yang kedua adalah gliserin. Pada uji gliserin ditambahkan CuSO4 kemudian ditambahkan lagi NaOH. Pada uji yang pertama, gliserin ditambahkan beberapa tetes CuSO4 dan tidak menunjukkan reaksi apapun. Setelah ditambahkan NaOH, larutan gliserin menjadi berwarna biru jernih. CuSO4 merupakan oksidator yang mengalami reduksi pada suasana basa, Suasana basa ini terbentuk setelah penambahan NaOH. Warna biru yang terbentuk ini berasal dari kompleks [C3H5O3.CuNa]2.
Metode kedua untuk uji gliserin adalah dengan cara gliserin diletakkan diatas kaca arloji kemudian dikisatkan pada penangas air, dan hasil yang diperoleh adalah bentuk gliserin yang menjadi lebih cair. Hal ini disebabkan karena struktur gliserin menjadi tidak stabil karena adanya kenaikan panas sehingga terjadi perubahan viskositas dimana awalnya kental menjadi agak encer. Setelah uji senyawa gliserin, yang terakhir adalah uji senyawa menthol. Mentol merupakan zat organik mint dalam bentuk Kristal bening atau putih yang sudah diekstrak secara sintesis dari minyak esensial peppermint. Uji yang pertama adalah uji organoleptic. Aroma peppermint dari mentol sangat khas, sehingga mentol dapat diidentifikasi hanya dengan mencium aromanya yang khas. Aroma ini berasal dari kandungan minyak atsiri yang berupa minyak mentol. Identifikasi mentol juga dilakukan
dengan
mereaksikannya
dengan
H2SO4
dan
vanilin.
Penambahan H2SO4 pada mentol menimbulkan warna kuning-orange. Selanjutnya, dilakukan uji pada senyawa golongan fenol. Fenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Pembentukan senyawa kompleks dengan FeCl3 dan pereaksi Liebermann terjadi karena adanya pembentukan senyawa komples yang terbentuk. Uji fenol dilakukan pada senyawa fenol, nipagin, hidrokinon, dan resorsinol. Pada identifikasi pertama dilakukan identifikasi senyawa fenol menggunakan pereaski FeCl3. Dari hasil percobaan, terbentuk warna biru tua keunguan. Hal ini sesuai dengan literatur dimana larutan FeCl3 bereaksi positif dengan senyawa fenol membentuk senyawa komplek ungu karena terbentuk senyawa kompleks antara besi (Fe3+) dengan fenol, dimana Fe sebagai ion pusat dan fenol sehingga berwarna ungu. Warna ungu ini terbentuk karena kompleks [Fe(OC6H5)6]3-. Terakhir, untuk senyawa fenol dapat dilakukan identifikasi dengan penambahan K2Cr2O7 pada sampel. Hasil yang diperoleh yaitu terbentuk warna orange pada sampel. Hal ini sesuai dengan literatur dimana hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi oksidasi gugus hidroksil dari senyawa fenol dengan logam krom. Kemudian, dilakukan uji pada senyawa nipagin. Nipagin merupakan salah satu jenis parabens, atau pengawet, yang banyak digunakan untuk kosmetik dan obat. Identifikasi nipagin dapat dilakukan dengan cara serbuk nipagin ditempatkan ke dalam tabung reksi dan dilarutkan dengan air. Berdasarkan hasil percobaan, nipagin termasuk sulit larut. Oleh karena itu, dilakukan pemanasan agar nipagin larut. Warna larutan setelah dipanaskan menjadi lebih keruh. Kemudian larutan didinginkan. Setelah cukup dingin, ditambahkan FeCl3. Dari hasil percobaan setelah penambahan FeCl3 seharusnya terjadi perubahan warna menjadi ungu yang menandakan bahwa terbentuk suatu kompleks berwarna dari senyawa yang sudah bercampur. Namun, warna larutan berubah menjadi warna kecoklatan. Diduga perubahan warna yang tidak sesuai ini dikarenakan alat maupun bahan yang tidak steril dan sudah bercampur dengan zat lainnya. Selanjutnya, uji nipagin dapat dilakukan dengan menambahkan pereaksi millon. Cara ini dilakukan dengan memanaskan nipagin dengan alkohol kemudian ditambahkan pereaksi millon kemudian didiamkan 10 menit untuk mengamati perubahan warnanya. Hasil dari identifikasi ini sesuai dengan literature, yaitu larutan menjadi berwarna orange. Hidrokinon adalah senyawa kimia yang bersifat larut air. Hidrokinon banyak digunakan pada produk kosmetik karena sifatnya sebagai antioksidan. Identifikasi hidrokinon yang pertama adalah dengan cara, hidrokinon dilarutkan dengan air dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan larutan perak nitrat amoniakal, hasil warnanya yaitu coklat kehitaman. Warna yang timbul ini menunjukkan adanya daya reduksi pada senyawa tersebut. Reaksi ini terjadi jika atom karbon yang berdampingan dalam cincin mengikat gugus hidroksil. Identifikasi hidrokinon dengan penambahan larutan FeCl3 yang dihasilkan yaitu endapan berwarna hitam yang tidak sesuai dengan
literatur. Perubahan warna pada literatur seharusnya berwarna ungu kehitaman ini menunjukkan bahwa terjadi peristiwa oksidasi hidrokinon oleh oksidator lemah yaitu Fe3+ menjadi senyawa karbonil yang disebut kinon. Namun, oksidasi ini bersifat reversibel dimana kinon mudah direduksi kembali menjadi senyawa hidroksi, hal ini lah yang mungkin menjadi penyebab timbulnya warna ungu gelap dan kehitaman pada sampel percobaan yang terlalu lama didiamkan. Ketidak sesuaian hasil dengan
literatur
dikarenakan
alat
maupun
bahan
yang
sudah
terkontaminasi dengan zat pengotor lain. Identifikasi hidrokinon juga dapat dilakukan dengan penambahan timbal asetat dan akan dihasilkan endapan berwarna putih, ammonium hidroksida pada reaksi ini perlu ditambahkan karena akan berfungsi sebagai pemberi suasana basa. Selanjutnya, dilakukan identifikasi hidrokinon dengan penambahan Natrium hidroksida. Berdasarkan hasil percobaan, terbentuk warna coklat ke abu – abuan. Perubahan warna disebabkan adanya gugus Fenolik -OH Hidrokuinon pada kelompok yang cukup asam untuk membentuk garam dengan NaOH. Produk campuran Hidrokuinon dan NaOH merupakan produk oksidasi yang sangat kompleks yang menyebabkan Hidrokuinon teroksidasi menjadi 1,4-benzoquinon, sehingga terbentuklah warna larutan Hidrokuinon yang teroksidasi yaitu gelap dan kecoklatan. Sampel golongan fenol yang keempat adalah resorsinol. Identifikasi Resorsinol yang pertama adalah dengan penambahan pereaksi FeCl3 yang didapatkan warna ungu pekat. Hal ini menandakan terbentuknya kompleks antara sampel resorsinol dengan logam Fe. Perubahan warna ini karena antara golongan transisi (Fe3+) yang mensubstitusi atom –H pada –OH di resorsinol. Ikatan ini membentuk kompleks yang berwarna. Identifikasi Resorsional
yang
kedua
yaitu
ditambahkan
Ag(NH3)NO3
yang
menghasilkan warna itam keabu – abuan. Setelah selesai dilakukan uji kepada golongan fenol, selanjutnya dilakukan uji terhadap senyawa asam karboksilat. Golongan asam
karboksilat merupakan golongan senyawa yang memiliki gugus karboksil pada rantai ikatan alifatik atau cincin aromatic. Asam karboksilat juga biasa disebut dengan asam alkanoat. Senyawa-senyawa golongan asam benzoat yang diidentifikasi pada percobaan kali ini ada tiga macam yaitu asam tartrat, asam sitrat dan asam benzoat. Lalu metode yang kedua dapat digunakan tembaga (II) sulfat dan ditambahkan NaOH yang digunakan untuk menjadikan suasana menjadi basa. Metode ini bisa disebut juga sebagai metode cuprifil, dan metode ini positif untuk identifikasi asam tartrat, dimana pada percobaan ini menghasilkan warna kuning jernih dan setelah ditambahkannya NaOH akan menjadi warna biru. Selanjutnya metode ketiga yaitu dengan menambahkan pereaksi FeSO4, H2O2 dan NaOH. Hasil dari reaksi ini adalah terbentuknya larutan berwarna kuning. Larutan kuning ini menunjukkan hasil positif adanya senyawa asam karboksilat. Penambahan NaOH dalam reaksi ini diperlukan, untuk membentuk suasana basa. Namun, uji identifikasi ini tidak dilakukan karena keterbatasan bahan dan juga alat. Senyawa kedua yang diidentifikasi adalah asetosal. Asetosal merupakan adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik, antipiretik, dan anti inflamasi. Untuk mengidentifikasi senyawa asetosal, iji yang pertama dapat dilakukan adalah dengan uji marquis. Dalam uji ini sampel hanya dilarutkan kemudian ditambahkan dengan pereaksi marquis. Setelah direaksikan timbul perubahan warna menjadi larutan merah muda, berbeda dengan literatur yang seharusnya menjadi warna merah dan terdapat endapannya. Hal ini disebabkan karena terdapat zat pengotor pada sampel maupun alat yang digunakan. Kemudian, asetosal direaksikan dengan FeCl3 dimana hasil yang didapat adalah larutan berwarna ungu kehitaman. Larutan ini terbentuk karna terbentuknya senyawa kompleks antara asetosal dengan FeCl3.
Lalu senyawa berikutnya yang diidentifikasi dalam golongan ini adalah asam benzoat. Identifikasi asam benzoat dapat dilakukan dengan cara larutan netral senyawa benzoat dipanaskan dengan asam sulfat dalam tabung reaksi. Berdasarkan percobaan yang dilakukan terbentuk endapan putih di dinding tabung maupun di permukaan bawah tabung. Sementara itu, ketika ditambahkan dengan FeCl3 terjadi perubahan warna yang terbentuk menjadi oranye pucat. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa reaksi asam karboksilat yang ditambahkan dengan FeCl3 menghasilkan warna merah muda kekuningan. Selanjutnya, dilakukan uji terhadap senyawa golongan alkaloid dan basa nitrogen. Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung substansi dasar nitrogen basa, biasanya dalam bentuk cincin heterosiklik dan merupakan kandungan yang terdistribusi secara luas pada tanaman. Pereaksi mayer dan Dragendorff merupakan pereaksi umum yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi alakaloid. Sampel yang digunakan pada identifikasi golongan alkaloid dan basa nitrogen adalah kinin HCl, papaverin HCl, efedrin dan heksamin. Identifikasi kinin HCl dilakukan dengan melakukan fluoresensi, hal yang dilakukan pertama kali adalah menambahakan H2SO4 kemudian dilihat fluoresensi 254 nm. Namun, karena keterbatasan waktu, tidak digunakan uji fluoresensi. Penambahan H2SO4 berfungsi agar larutan kinin HCl akan lebih mudah berfluoresensi. Kinin HCl berfluoresensi berwarna putih kebiruan (biru muda). Kemampuan kinin dalam berfluoresensi dapat disebabkan karena gugus kromofor yang dimiliki oleh senyawa kinin HCl dan ditunjang pula dengan gugus auksokrom terutama setelah kinin direaksikan dengan penambahan H2SO4 yang berfungsi untuk lebih menarik alkaloid yang bersifat asam lemah sehingga kinin dapat berfluoresensi pada panjang gelombang 254 nm. Identifikasi kinin HCl juga dapat dilakukan dengan penambahan beberapa reagensia seperti reagensia king dan pembentukan kristal, namun tidak dapat dilakukan karena reagen yang tidak tersedia. Seharusnya, kinin HCl dapat
membentuk kristal yang berbentuk persegi panjang dengan penambahan Hg2Cl2. Sampel yang diidentifikasi selanjutnya adalah papaverin HCl. Papaverin adalah obat yang biasa digunakan untuk meningkatkan aliran darah dalam tubuh serta mengobati impotensi pada pria. Identifikasi papaverin HCl yang pertama dilakukan dengan penambahan reagen Marquis. Setelah penambahan tersebut hasilnya adalah larutan berwarna kecoklatan. Hasilnya seharusnya berwarna hitam dan terdapat endapan yang disebabkan oleh adanya cincin benzene pada papaverin HCl yang dapat bereaksi dengan formalin dan H2SO4 dimana formalin memiliki gugus CHO yang dapat memberi warna hitam. Namun, pada saat perlakuan pengujian ini, setelah ditambahkan marquis, zat berubah menjadi warna oranye berbuih dan hal ini tidak sesuai dengan literatur. Hal ini dikarenakan terkontaminasinya zat sampel maupun reagen dengan zat pengotor. Selanjutnya papaverin HCl diidentifikasi dengan uji fluoresens. Tetapi karena hal satu dan lainnya, uji fluoresens tidak dapat dilakukan. Yang pertama adalah penambahan anhidrida asetat dan asam sulfat kedalam sampel yang belum dilarutkan. Papaverin HCl yang ditambahkan dengan anhidrida asam asetat melarut sempurna sehingga terbentuk larutan. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk membentuk komplek berwarna kuning yang akan stabil dengan adanya pemanasan. Setelah penambahan kedua zat tersebut, kemudian dipanaskan terlebih dahulu. Setelah dipanaskan, kemudian diamati fluoresensi dibawah sinar ultraviolet. Hasilnya adalah senyawa berfluoresensi pada panjang gelombang 254 nm dengan warna kuning kehijauan. Papaverin HCl dapat berfluoresensi karena adanya gugus kromofor yang dapat menyerap energy pada panjang gelombang tertentu. Sampel terakhir yang diidentifikasi untuk golongan alkaloid adalah efedrin. Identifikasi efedrin dilakukan dengan penambahan CuSO4 dengan NaOH. Sampel ditambahkan terlebih dahulu dengan CuSO4 kemudian
ditambahkan NaOH yang menyebabkan suasana menjadi basa sehingga reaksi dapat berlangsung. Hasilnya adalah larutan yang warna biru keunguan. Warna biru ditimbulkan dari warna larutan CuSO4 yang memang berwarna biru. Selanjutnya dilakukan identifikasi untuk golongan sulfonamide. Sampel golongan sulfonamide yang diidentifikasi adalah sulfamezatin. Sampel ini dapat diidentifikasi dengan berbagai macam cara. Pertama dilakukan identifikasi dengan penambahan p-DAB HCl. Sulfamerazin ditambahkan dengan p-DAB HCl dan hasilnya adalah larutan dengan warna kuning jingga. Hal ini terjadi karena p-DAB HCl akan mendeteksi gugus amin aromatic yang terdapat pada sulfa sehingga menghasilkan warna yang khas. Tetapi, uji ini tidak dilakukan karena ketidak sediaan reagen p-DAB HCl. Identifikasi selanjutnya adalah sulfamezatin ditambahkan dengan CuSO4. Hasilnya adalah larutan berwarna abu-abu. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang yaitu larutan jingga coklat. Identifikasi selanjutnya adalah sulfamezatin ditambahkan dengan vanillin dan asam sulfat. Hasilnya adalah terbentuk larutan berwarna oranye, hasil ini mirip dengan literatur yaitu warna merah jingga. Selanjutnya sulfamezatin diidentifikasi dengan penambahan pereaksi Koppayi Zwikker. Hasilnya adalah larutan berwarna pink dan setelah didiamkan pada udara terbuka menjadi kering dan adanya endapan berwana putih. Warna pink yang terbentuk diberikan oleh senyawa yang mengandung struktur imida, yang gugus karbonil dan amina pada karbon yang berdampingan, senyawa dengan gugus SO2NH. Reaksi ini positif karena adanya reaksi antara senyawa yang terdapat dalam pereaksi zwikker dengan gugus O=S-NH2. Identifikasi yang dilakukan selanjutnya adalah untuk sampel golongan barbiturat. Sampel yang diidentifikasi adalah luminal dan barbital.
Yang pertama, sampel luminal diidentifikasi dengan penambahan pereaksi Koppayi-Zwikker. Hasilnya adalah terdapat larutan warna merah muda dan cepat mengering ketika didiamkan di udara terbuka. Selain itu dilakukan kristalisasi dengan aseton-air. Luminal dilarutkan terlebih dahulu dengan aseton. Aseton merupakan pelarut yang digunakan untuk senyawa polar maupun non polar. Kemudian ditambahakan air yang menyebabkan aseton akan cepat menguap. Air dapat mempermudah saat pengamatan dibawah mikroskop. Hasil yang didapatkan setelah pengamatan dibawah mikroskop adalah terbentuk kristal polygonal yang khas. Proses kristalisasi ini merupakan salah satu uji yang spesifik karena masing-masing senyawa memiliki bentuk kristal yang berbeda. Sampel selanjutnya adalah barbital. Barbital diidentifikasi dengan penambahan pereaksi Koppayi Zwikker. Hasilnya adalah larutan berwarna ungu dan berbau. Warna ungu yang dihasilkan berasal dari pereaksi Koppayi-Zwikker yang berwarna pink. Kemudian
dilakukan
kristalisasi
dengan
aseton-air.
Barbital
dilarutkan terlebih dahulu dengan aseton. Aseton merupakan pelarut yang digunakan untuk senyawa polar maupun non polar. Kemudian ditambahakan air yang menyebabkan aseton akan cepat menguap. Air dapat mempermudah saat pengamatan dibawah mikroskop. Hasil yang didapatkan setelah pengamatan dibawah mikroskop adalah adanya bongkahan kristal berukuran besar. Identifikasi yang dilakukan selanjutnya dalah untuk golongan antibiotik.
Antibiotik
yang
diidentifikasi
adalah
amoksisilin,
kloramfenikol, dan tetrasiklin. Pertama dilakukan identifikasi amoksisilin. Amoksisilin dapat diidentifikasi secara organoleptis yaitu dengan adanya bau yang ditimbulkan dari senyawa tersebut. Amoksisilin dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dipanaskan di atas Bunsen. Hasilnya adalah timbul bau seperti karet yang hangus. Amoksisillin akan mengalami degradasi menjadi bentuk penyusunnya dan menimbulkan bau yang tidak
enak seperti karet hangus karena adanya pemanasan. Bau ini sangat menyengat dan merupakan bau khas dari senyawa amoksisilin. Selain itu dilakukan dengan penambahan asam sulfat dan diamati fluoresensinya. Hasilnya adalah amoksisilin berfluoresensi berwarna kuning kehijauan di bawah sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm. Amoksisilin juga dapat diamati dari proses kristalisasi dengan aseton-air.
Amoksisilin
diletakkan
diatas
kaca
objek
kemudian
ditambahkan aseton. Setelah penambahan aseton kemudian ditambahkan air. Setelah penambhan air, kristal amoksisilin diamati dibawah mikroskop. Hasilnya adalah kristal kecil-kecil berbentuk agak bulat. Sampel selanjutnya yang diidentifikasi adalah kloramfenikol. Kloramfenikol diidentifikasi dengan penambahan pereaksi Nessler. Hasilnya adalah terdapat berwarna hijau kehitaman (dalam literatur). Warna hijau kehitamanan dihasilkan dari amida alifatik dan tioamida. Adanya cincin aromatik memperlambat reaksi ini, dan semakin dekat amida dengan cincin aromatik, semakin lambat reaksinya. Kemudian dilakukan proses pengkristalan dengan aseton-air. Kloramfenikol dilarutkan terlebih dahulu dengan aseton, kemudian ditambahakan air yang menyebabkan aseton akan cepat menguap. Air dapat mempermudah saat pengamatan dibawah mikroskop. Hasil yang didapatkan setelah pengamatan dibawah mikroskop adalah bentuk kristal kloramfenikol khas, yaitu berbentuk kristal seperti batang. Kloramfenikol dapat pula diuji dengan pereaksi Fujiwara yang akan berekasi positif menghasilkan warna merah. Namun tidak dilakuakan saat praktikum karena keterbatasan reagen Fujiwara. Sampel terakhir yang diidentifikasi adalah tetrasiklin. Tetrasiklin berbentuk serbuk yang berwarna kuning kunyit. Identifikasi tetrasiklin dilakukan dengan menambahakan beberapa reagensia seperti Benedict, Marquis, Madelin, Lieberman.
Tetrasiklin
yang
ditambahkan
dengan
pereaksi
benedict
menghasilkan endapan berwarna hijau dengan larutan berwarna biru, hal ini mempunyai kesesuaian dengan literatur. Kemudian tetrasiklin diuji dengan ditambahkan pereaksi Marquis dan hasilnya adalah larutan berwarna oranye yang tidak sesuai dengan literatur yang seharusnya larutan berwarna merah hijau kehitaman. Hal ini disebabkan karena terdapat zat pengotor pada sampel maupun reagen yang digunakan. Berbagai senyawa dengan struktur kimia berbeda memberikan reaksi terhadap reagensia ini. Struktur yang cenderung mempertahankan respons terhadap reagensia pada ujung spectrum ungu, dengan urutan yang menurun adalah cincin sulfur, cincin oksigen dengan cincin aromatik, cincin oksigen atau sulfur luar dengan cincin aromatik, senyawa aromatik yang seluruhnya terdiri dari C, H, dan N. Sehingga terdapat kecenderungan respons terhadap reagen Marquis bergerak secara bertahap ke arah panjang gelombang yang lebih jauh yaitu melalui warna hijau, jingga dan merah, karen rasio C, H, dan N terhadap gugus lain dalam molekul meningkat. Selain itu, tetrasiklin diuji dengan asam sulfat. Hasilnya adalah terbentuk larutan berwarna kecoklatan yang tidak sesuai dengan literatur. Dalam literatur, larutan yang seharusnya terbentuk adalah warna merah keunguan. Hal ini disebabkan alat dan bahan sampel maupun reagen yang tidak terbebas dari zat pengotor.
VI.
SIMPULAN Dapat diidentifikasi senyawa etanol, gliserin, dan menthol yang termasuk dalam golongan alkohol; fenol, nipagin, hidrokinon, dan resorsinol yang termasuk dalam golongan fenol; asam tartrat, asetosal, asam benzoat yang termasuk dalam golongan asam karboksilat; papaverin HCl dan efedrin yang termasuk dalam golongan alkaloid dan basa nitrogen; sulfamezatin, luminal, dan barbital yang termasuk dalam golongan sulfonamida dan
barbiturat; dan terakhir amoksisilin dan tetrasiklin yang termasuk dalam golongan antibiotik dengan berbagai reagen yang mendukung pengujian identifikasi.
DAFTAR PUSTAKA Attaway, D.H. 1993. Marine Biotechnology. Vol I no.3 Chang, R. 2005. Kimia Dasar : Konsep - Konsep Inti Jilid I. Jakarta : Erlangga Clark,
R.
1997.
Carbonyls.
Tersedia
online
di
http://chemistryrules.me.uk/candyands/carbonyls.html [Diakses 12 Maret 2017] Clark,
J.
2003.
Oxidation
of
Alcohols.
Tersedia
online
di
http://www.chemguide.co.uk/organicprops/alcohols/oxidation.html [Diakses 12 Maret 2017] Clark, J. 2008. The Mechanism for the Esterification Reaction. Tersedia online di http://www.chemguide.co.us/organicprops/esterem.html1
[Diakses
12
Maret 2017] Clark,
R.
2007.
A
Organic
Chemistry-Alcohols.
Tersedia
online
di
http://www.chemistryrules.me.uk/rands/alcohols.html [Diakses 11 Maret 2017] Clarkson, dan Thomson. 2007. Antioxidants: what role do they play in psyhcal acitivity and health. Amj dm Nurs Journal. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga Fessenden, R.J dan Fessenden, J.S. 1986. Kimia Organik Jilid II. Jakarta : Erlangga Finabika, T. 1989. Catalytic Hydroxylation of Aromatic Compounds with Oxygen by a Cathecolate Iron Complex in Acetonitrite using Sydroguinoner as Reductions. US : Chem Left Publish. Flyingbrich.
2008.
Reaction
with
FeCl3.
Tersedia
online
di
http://www.chemicalforums.com/index.php?topics30262.0 [Diakses pada 12 Maret 2017] Gupra, R.I.C., Ali. S., dkk. 2014. PCR-RFLP Differentiation of Multidrug Resistent Proteus sp. Stains from Raw-Beef. Microbiology and Biotechnology Journal. Vol 2 no. 4 426-430.
Kelly.
2009.
Identify
of
Phenol.
Tersedia
online
di
http://www.sciencemadness.org/talk/files.php?pid=219050&aid=15724 [Diakses 12 Maret 2017] Petrucci, R.H. 1997. General Chemistry. New Jersey : Prennce Hall. Reksohadiprojo, S. 1976. Kimia Farmasi Preparatif. Yogyakarta : UGM-Press. Roth, H. 1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta : UGM Press. Sastronamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam Cetakan I. Yogyakarta: Liberty Solomon, T. W. G., 1976. Organic Chemistry, John Wiley & Sons Inc., New York, p.62-63, 742 Sudarma, I. dan Mulyanto. 2008. Studi Khusus Analog Sulfanilomid dan Senyawa Bahan Alam Papaverin. Jurnal Ilmu Dasar. Vol 9 no. 2 Svehla, G. 1985. Analisis Kualitatif Anorganik Makro dan Semimikro. Jakarta : Kalman Media Pustaka. Thex,
2010.
Sulfonamida.
Tersedia
online
http://www.faktailmiah.com/2017/03/10/sulfonamida.htm Maret 2017]
di
[Diakses 12
View more...
Comments