Ibu dan Bayi: Dalam Cengkraman Penyakit Burung, Palasik & Tatagua. Etnik Minangkabau - Kabupaten Pasaman Barat

March 12, 2018 | Author: Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Masyarakat Jorong Sariak menganggap kasus kematian bayi disebabkan oleh makhluk halus yang disebut tatagua. Makhluk halu...

Description

Ibu dan Bayi: Dalam Cengkraman Penyakit Burung, Palasik & Tatagua Etnik Minangkabau - Kabupaten Pasaman Barat

Fani Saputra Tisha Lazuana Kasnodihardjo

Penerbit

Unesa University Press

iii

Fani Saputra, dkk

Ibu dan Bayi: Dalam Cengkraman Penyakit Burung, Palasik & Tatagua Etnik Minangkabau - Kabupaten Pasaman Barat Diterbitkan Oleh UNESA UNIVERSITY PRESS Anggota IKAPI No. 060/JTI/97 Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015 Kampus Unesa Ketintang Gedung C-15Surabaya Telp. 031 – 8288598; 8280009 ext. 109 Fax. 031 – 8288598 Email: [email protected] [email protected] Bekerja sama dengan: PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176 Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749 xiv, 167 hal., Illus, 15.5 x 23 ISBN : 978-979-028-961-1 copyright © 2016, Unesa University Press All right reserved Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun baik cetak, fotoprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari penerbit

iv

SUSUNAN TIM Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia. Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015, dengan susunan tim sebagai berikut: Pembina

: Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI. Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Wakil Penanggung Jawab : Prof. Dr.dr. Lestari Handayani, M.Med (PH) Ketua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc Ketua Tim Teknis : drs. Setia Pranata, M.Si Anggota Tim Teknis : Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes drg. Made Asri Budisuari, M.Kes dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH drs. Kasno Dihardjo dr. Lulut Kusumawati, Sp.PK Sekretariat : Mardiyah, SE. MM Dri Subianto, SE

iii

Koordinator Wilayah: 1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab. Klaten, Kab. Barito Koala 2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan 3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah Selatan 4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru 5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong Selatan 6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba Barat 7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab. Sumenep, Kab. Aceh Timur 8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab. Bantaeng 9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab. Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke 10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar 11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu Raijua, Kab. Tolikara 12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli, Kab. Muna

iv

KATA PENGANTAR Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kompleks. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannya. Untuk itulah maka dilakukan riset etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan. Dengan mempertemukan pandangan rasionalis dan kaum humanis diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat di Indonesia. Tulisan dalam Buku Seri ini merupakan bagian dari 30 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2015 yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal. Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2015, sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.

v

Surabaya, Nopember 2015 Kepala Pusat Humaniora, kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI

Drg. Agus Suprapto, MKes

vi

DAFTAR ISI SUSUNAN TIM ............................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................... DAFTAR TABEL .............................................................................. DAFTAR GAMBAR .........................................................................

iii v vii xi xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................. 1.1. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 1.2. Tujuan Studi Penelitian .......................................................... 1.3. Waktu Penelitian ................................................................... 1.4. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ............................... 1.5. Analisis Data ...........................................................................

1 1 5 5 5 9

BAB 2 KEBUDAYAAN ETNIK MINANG JORONG SARIAK .............. 2.1. Profil Kabupaten Pasaman Barat ........................................... 2.1.1. Etnik Minang di Kecamatan Luhak Nan Duo ............... 2.1.2. Sejarah Etnik Minang ................................................... 2.1.3. Etnik Minang di Jorong Sariak ..................................... 2.2. Geografi dan Kependudukan ................................................. 2.2.1. Geografi ....................................................................... 2.2.2. Kependudukan di Jorong Sariak .................................. 2.2.3. Pola Tempat Tinggal (Rumah) ..................................... 2.3. Sistem Mata Pencarian .......................................................... 2.4. Pembagian Peran Dalam Mata Pencarian ............................. 2.5. Sistem Religi dan Tradisi Keagaman ...................................... 2.5.1.Tradisi Mapam (Bulan Apam) ....................................... 2.5.2. Tradisi Malamang (Bulan Lemang) .............................. 2.5.3. Tradisi Mandi Balimau ................................................. 2.6. Sistem Kemasyarakatan dan Organisasi Sosial ...................... 2.6.1. Sistem Pemerintahan Jorong Sariak ............................ 2.6.2 Kelompok Sosial ............................................................ 2.6.3. Sistem Kekerabatan .....................................................

10 10 13 14 16 21 21 25 26 30 34 35 38 40 41 42 42 46 47

vii

2.6.4. Adat Perkawinan Etnik Minang Jorong Sariak ............ 2.7 Bahasa Sehari-hari .................................................................. 2.8 Kesenian Ronggeng ................................................................ 2.9 Sistem Budaya Pelayanan Kesehatan ..................................... 2.9.1. Sakit dan Sehat ............................................................ 2.9.2. Pengobatan Tradisional .............................................. 2.9.3. Sijundai (Penyakit Kiriman) ......................................... 2.9.4. Pengetahuan Makanan dan Minuman ....................... 2.9.5. Pelayanan Kesehatan di Jorong Sariak ........................ 2.10. Sistem Peralatan dan Teknologi ..........................................

49 52 53 54 55 58 59 61 62 66

BAB 3 PROFIL KESEHATAN MASYARAKAT JORONG SARIAK ...... 3.1. Kesehatan Ibu dan Anak ........................................................ 3.1.1. Kehamilan .................................................................... 3.1.1.1. Pola Konsumsi Ibu Hamil ..................................... 3.1.1.2 Pantangan Perilaku Selama Kehamilan ................ 3.1.1.3. Tradisi Pada Masa Kehamilan ............................. 3.1.1.4. Penyakit Pada Masa Kehamilan .......................... 3.1.2. Persalinan dan Masa Nifas .......................................... 3.1.2.1. Lapeh Dapu ......................................................... 3.1.3. Menyusui dan ASI Eksklusif ......................................... 3.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ............................... 3.2.1. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan ......... 3.2.2. Penimbangan Bayi dan Balita ...................................... 3.2.3. ASI Eksklusif ................................................................. 3.2.4. Cuci Tangan Pakai Sabun ............................................. 3.2.5. Jamban Keluarga ......................................................... 3.2.6. Penggunaan Air Bersih ................................................ 3.2.7. Pemberantasan Sarang Nyamuk ................................. 3.2.8. Konsumsi Buah dan Sayur ........................................... 3.2.9. Aktivitas Fisik ............................................................... 3.2.10. Merokok .................................................................... 3.3. Penyakit Menular .................................................................. 3.3.1. ISPA .............................................................................

69 69 69 69 70 71 73 73 78 81 82 83 83 86 86 88 90 92 93 95 97 99 100

viii

3.3.2. Diare ............................................................................ 3.3.3. TB Paru ......................................................................... 3.3.4. Demam Berdarah Dengue (DBD) ................................. 3.4. Penyakit Tidak Menular ......................................................... 3.4.1. Hipertensi .................................................................... 3.4.2. Penyakit Jantung .......................................................... 3.4.3. Rematik ........................................................................ 3.4.4. Diabetes Melitus .......................................................... BAB 4 MISTERI DIBALIK TATAGUA, PALASIK DAN PENYAKIT BURUNG ........................................................... 4.1. Studi Kasus Kematian Bayi di Jorong Sariak .......................... 4.2. Studi Kasus Kematian Ibu di Jorong Sariak ............................ 4.3. Tatagua dan Palasik Sebagai Penyebab Kematian Bayi ......... 4.4. Penyakit Burung ..................................................................... 4.5. Perilaku Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Pada Ibu dan Bayi .................................................................. 4.5.1. Simaik Pada Saat Kehamilan ........................................ 4.5.2. Simaik Tangkal Lasik Untuk Bayi .................................. 4.5.3. Pengobatan Penyakit Untuk Ibu Hamil dan Bayi ......... 4.6. Kasus Kematian Bayi Menurut Sudut Pandang Kesehatan ..................................................... BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................... 5.1. Kesimpulan ............................................................................ 5.2. Rekomendasi ......................................................................... 5.2.1. Rekomendasi Untuk Kesehatan Umum ....................... 5.2.2. Rekomendasi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak ............ DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ GLOSARIUM .................................................................................. UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................

102 105 106 107 107 109 111 113 118 120 123 124 127 128 128 131 137 144 147 147 148 148 149 152 156 166

ix

DAFTAR TABEL Tabel 1.1.

x

Data Kesehatan Ibu dan Anak Jorong Sarik Januari - April Tahun 2015 ....................................

4

xi

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 2.4. Gambar 2.5. Gambar 2.6. Gambar 2.7. Gambar 2.8. Gambar 2.9. Gambar 2.10. Gambar 2.11. Gambar 2.12. Gambar 2.13. Gambar 2.14. Gambar 2.15. Gambar 2.16. Gambar 2.17. Gambar 2.18. Gambar 2.19. Gambar 2.20. Gambar 2.21.

xii

Peta dan Luas Wilayah Kabupaten Pasaman Barat .. Akses Jalan Jorong Sariak ................................. Suasana Pasar Jum’at Simpang Tiga ................ Air Sumur Gali .................................................. Rumah Etnik Minang Jorong Sariak ................. Rumah Yang Kesehatan Lingkungannya Kurang Memadai .............................................. Jimek di Atas Pintu Rumah dan di atas Pintu Kamar Rumah .............................. Buah Sawit Yang Baru Saja di Panen dan Dipindahkan ke Pabrik ..................................... Aktifitas Dalam Proses Pemanenan Jagung ...... Salah Satu Mesjid Yang Ada Di Jorong Sariak .. Masyarakat Etnik Minang Lagi Melakukan Pembuatan Kue Apam ........... Acara Mendoa Bulan Mapam Pada Malam Hari .. Masyarakat Etnik Minang Lagi Melakukan Pembuatan Lemang ......................................... Kantor Wali Nagari Koto Baru di Jorong Sariak ....... Acara Pesta Perkawinan Masyarakat Etnik Minang .................................................... Suasana Pertunjukan Kesenian Ronggeng Di malam Hari .................................................. Daun Jarak Yang Digunakan Untuk Mengobati Penyakit Demam Panas ................. Daun Capo Yang Digunakan Untuk Mengobati Sakit Batuk, Sakit Flu dan Sakit Kepala ............ Engku Melakukan Proses Mandi Ubek ............ Ikan Nila Bakar Merupakan Lauk Pauk Yang Disukai Masyarkat Jorong Sariak ............. Puskesmas Ophir Yang Terlektak Di Kecamatan Luhak Nan Duo .........................

12 19 25 25 29 29 30 32 33 37 38 39 40 43 51 54 58 59 60 61 64

Gambar 2.22. Gambar 2.23.

Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 3.8. Gambar 3.9. Gambar 3.10. Gambar 3.11. Gambar 3.12. Gambar 3.13. Gambar 3.14. Gambar 3.15. Gambar 3.16. Gambar 3.17. Gambar 3.18. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6.

Polindes Jorong Sariak ...................................... Kompor Tradisional Dengan 3 Buah Batu Besar Sebagai Pondasi Untuk Memasak Nasi dan Lauk Pauk ........................................... Bayi Diberi Penangkal Agar Terhindar Dari Gangguan Makhluk Halus ......................... Bayi Dimandikan Saat Proses Lapeh Dapu ....... Daun Katuk ....................................................... Kegiatan Posyandu Sariak ................................ Kegiatan Posyandu Inti ..................................... Kegiatan Posyandu Perintis .............................. Seorang Anak Sedang Makan Tanpa Memperhatikan Kebersihan Tangannya ........... Kamar Mandi Tanpa Jamban ............................ Kamar Mandi Yang Dilengkapi Jamban ............ Sumur Sebagai Salah Satu Sumber Air ............. Anak-anak Mandi Di Sungai ............................. Daun Pepaya Salah Satu Sayuran Yang Sering Dikonsumsi Masyarakat Jorong Sariak ............. Buah Jeruk Merupakan Salah Satu Buah Yang Sering Dikonsumsi Masyarakat Jorong Sariak... Aktifitas Ringan Yang Dilakukan Ibu-ibu di Sore Hari ....................................................... Ibu-ibu Sedang Merokok .................................. Penderita Diabetes Melitus (Kering) ................ Penderita Diabetes Melitus (Basah) ................. Ubek Kampuang Diabetes Melitus ................... Angka Kematian Ibu Tahun 1991-2012 ............ Bayi Ibu RM Yang Meninggal ............................ Simaik Di Perut Ibu Hamil ................................. Isi Dari Simaik ................................................... Simaik Penangkal Lasik Susu ............................ Anak Yang Menggunakan Jimat Tangkal Lasik ......

65

67 79 79 82 84 84 85 88 89 90 91 92 94 95 96 98 114 115 116 119 122 129 130 131 132

xiii

Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10. Gambar 4.11. Gambar 4.12. Gambar 4.13. Gambar 4.14.

xiv

Jimat Yang Digunakan Balita ............................ Jimat Yang Terbuat Dari Tempurung Kelapa ... Jimat Yang Dipasang Dirumah ......................... Penggunaan Jimat dan Gelang Besi Putih ........ Tangkal Dijemuran Pakaian Bayi ...................... Al-Qur’an Yang Diletakkan di Ayunan .............. Pengobatan Tatagua ........................................ Mandi Balimau Untuk Mati Ubek ....................

133 134 135 136 136 137 139 143

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia para ahli kedokteran menghadapi kenyataan dan telah menyadari bahwa usaha peningkatan kesehatan masyarakat yang dilakukan tidak mencapai sasaran sebagaimana diharapkan. Analisa kedokteran tentang sakit pada bayi dan anak tidak sepenuhnya diterima secara memuaskan oleh masyarakat terutama orang tua yang mempunyai bayi atau anak balita. Hal ini karena masih adanya perbedaan pengertian (konsep) sakit antara masyarakat dan tenaga kedokteran. Untuk itu keterlibatan para ilmuwan sosial yang menggeluti aspek sosial budaya terkait bidang kesehatan semakin dirasakan penting. Sebagaimana halnya masalah kesehatan di suatu daerah pada etnis tertentu, menjadi permasalahan yang memerlukan suatu kajian lebih mendalam dan spesifik menyangkut aspek budaya masyarakat yang bersangkutan. Kondisi kesehatan suatu masyarakat atau etnis tertentu merupakan gejala sosial budaya yang tidak muncul begitu saja. Kondisi kesehatan tersebut merupakan hasil interaksi dari berbagai macam faktor, seperti faktor lingkungan, faktor fasilitas, kondisi sosial dan kondisi budaya yang ada dalam masyarakat atau etnis yang bersangkutan. Namun demikian, tidak semua unsur yang membentuk kondisi tersebut memberikan pengaruh yang sama terhadap tingkat kesehatan yang ada. Ada unsur-unsur atau aspek dalam kondisi yang lebih berpengaruh terhadap kondisi kesehatan daripada unsur-unsur atau aspek-aspek lainnya. Mekanisme atau cara kerja suatu unsur atau aspek mempengaruhi kondisi kesehatan suatu masyarakat atau kelompok etnis tertentu bukanlah hal yang mudah untuk dilihat dan diketahui. Diperlukan pengamatan yang teliti atas berbagai gejala sosial serta berbagai informasi untuk dapat menentukan mekanisme pengaruh-mempengaruhi yang terjadi antara kondisi kesehatan

1

suatu masyarakat atau etnis tertentu dengan faktor-faktor lain dalam masyarakat atau etnis yang bersangkutan. Suatu kebudayaan terdiri dari banyak unsur, dan unsur-unsur budaya ini mendasari unsur budaya yang lain seperti nilai-nilai, pandangan hidup, norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku dan dianut oleh warga dalam masyarakat. Unsur-unsur budaya tersebut berpengaruh terhadap kondisi kesehatan masyarakat yang bersangkutan. Unsur-unsur budaya tersebut di atas adalah hal-hal yang tidak dapat dilihat dan tidak mudah diketahui dengan cepat keberadaannya, dan hanya dapat diketahui dan diungkap melalui penelitian yang relatif lama, serta memerlukan ketelitian dan ketekunan dari peneliti melalui pendekatan etnografi yang didalamnya menggunakan “metode partisipasi observasi”. Masalah kesehatan tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsikonsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan, dan pengetahuan tentang kesehatan, dapat membawa dampak positif maupun negatif terhadap kesehatan. Hal tersebut merupakan potensi dan kendala yang perlu digali. Keberadaan budaya kesehatan menjadi ciri khas pola kehidupan, dan yang telah menjadi tradisi turun temurun, memiliki potensi sangat besar untuk mempengaruhi kesehatan baik dari segi negatif maupun positif. Kebudayaan yang memiliki dampak positif sudah mestinya dilestarikan, agar tidak pudar nantinya. Sebaliknya pengaruh negatif perlu dihilangkannya karena akan mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian diharapkan adanya pemahaman budaya daerah secara spesifik, dengan menggali unsur kearifan lokal diharapkan dapat digunakan sebagai strategi intervensi dalam upaya kesehatan di masyarakat setempat dengan tepat.

2

Melihat bagaimana tinggi dan rendahnya peringkat permasalahan kesehatan masyarakat setiap Kabupaten ditentukan berdasarkan hasil Indeks Prestasi Kesehatan Masyarakat (IPKM) tahun 2007 dengan menggunakan 20 indikator yang mana 8 dari 20 indikator tersebut yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak atau balita. Kabupaten Pasaman Barat menjadi salah satu fokus dalam penelitian ini yang nerupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Sumatra Barat. Berdasarkan hasil IPKM tahun 2007, Kabupaten Pasaman Barat berada pada nomor urut 375 dari 440 kabupaten di Indonesia, dan pada tahun 2013 ada kenaikkan peringkat IPKM Kabupaten Pasaman Barat berada pada nomor urut 377 dari 440 kabupaten di Indonesia. Berdasarkan profil Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2013, sasaran prioritas pembangunan kesehatan di kabupaten tersebut ditujukan pada segi pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Dengan demikian dalam waktu jangka menengah sasaran pembangunan kesehatan di Kabupaten Pasaman Barat adalah meningkatkan umur harapan hidup, penurunan angka kematian bayi, penurunan angka angka kematian balita dan penurunan angka kematian ibu. Salah satu indikator keberhasilan program pembangunan kesehatan dapat dilihat dari perkembangan angka kematian dari tahun ke tahun. Infant Mortality Rate atau angka kematian bayi adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Indikator ini terkait dengan target kelangsungan hidup anak dan kondisi sosial, enokomi dan lingkungan tempat tinggal anak-anak termasuk pemeliharaan kesehatannya. Angka kematian bayi cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat tahun 2013, AKB di kabupaten tersebut 7 per 1.000 kelahiran hidup atau sebanyak 59 orang bayi, angka kematian balita 8 per 1.000 kelahiran hidup atau sebanyak 66 orang bayi dan angka kematian ibu

3

tercatat 4 kematian atau 48 per 1.000 kelahiran hidup yang terjadi di Kabupaten Pasaman dalam tahun 2013 terakhir Melihat angka-angka tersebut maka perlu diadakan penelitian untuk melihat faktor-faktor yang menyebabkan masih tingginya tingkat kematian pada bayi dan balita, salah satunya faktor budaya masyarakat setempat, antara lain diduga secara tradisi masih banyak masyarakat menggunakan jasa tenaga tradisional yaitu dukun bayi yang berperan dalam pertolongan persalinan dan terlibat langsung dalam asuhan kesehatan ibu dan anak. Penelitian di konsentrasikan di salah satu desa/jorong yaitu Jorong Sariak, Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat. Pemilihan desa tersebut berdasarkan data, yaitu masih banyak masalah kesehatan yang belum teratasi, salah satunya adalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Tabel berikut menggambarkan data KIA Jorong Sarik tahun 2015. Tabel 1.1 Data Kesehatan Ibu dan Anak Jorong Sarik Januari -April Tahun 2015 INDIKATOR 2015 K1 29,1 % K4 16,3 % Risti 17,6 % Neonatus 20,5 % PN 18,3 % PD 3,7 % KF1 22 % KF2 22 % Kunjungan Bayi 30,3 % ASI Eksklusif 52 % Sumber : Data Pukesmas Ophir Tahun 2015

Tabel diatas menunjukan bahwa indikator terkait kesehatan ibu dan anak terbilang relatif masih rendah, yaitu dibawah 50 %.

4

1.2. Tujuan Studi Penelitian 1) Diperolehnya gambaran secara menyeluruh mengenai aspek potensi budaya masyarakat yang terkait dengan masalah kesehatan yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Menular (PM), Penyakit Tidak Menular (PTM), dan Perilaku Hidup Bersih (PHBS) yang dilaksanakan di Jorong Sariak, Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat. 2) Teridentifikasi secara mendalam unsur-unsur budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat, dan juga meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Menular (PM), Penyakit Tidak Menular (PTM), dan Perilaku Hidup Bersih (PHBS) yang dilaksanakan di Jorong Sariak, Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat. 3) Teridentifikasi peran dan fungsi sosial masyarakat yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan terkait dengan pelayanan kesehatan. 1.3. Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilakukan selama 35 hari, dimulai dari tanggal 22 April 2015 dan berakhir pada tanggal 27 Mei 2015). 1.4. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data Dari pemaparan latar belakang tersebut diatas, bisa dipahami bahwa masalah kesehatan sangat terkait dengan budaya masyarakat. Oleh sebab itu dilakukan kajian mendalam dan lebih spesifik di setiap daerah dengan etnik tetentu. Berdasarkan tujuan penelitian ini, maka kajian lebih difokuskan pada salah satu etnik lokal yang merupakan etnik asli di Kabupaten Pasaman Barat. Saat tim peneliti melakukan persiapan lapangan, penduduk Kabupaten Pasaman Barat sifatnya heterogen, karena selain penduduk asli etnik lain juga sudah lama menghuni di kabupaten tersebut diantaranya etnik Jawa, etnik Mandailing. Penduduk asli adalah Etnik Minang. Dilihat dari 7 (tujuh) unsur budaya, aspek kesehatan yang meliputi Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Penyakit Tidak Menular (PTM),

5

Penyakit Menular (PM) dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sangat penting sekali untuk dikaji. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi. Dengan pendekatan etnografi berupaya mengungkapkan masalah kesehatan terkait dengan budaya masyarakat didaerah penelitian, secara holistik, komprehensif atau menyeluruh. Pemilihan Informan Salah satu hal terpenting dalam penelitian etnografi adalah pemilihan informan, karena informan sebagai sumber data. Informan adalah orang-orang yang dipilih karena berasal dari kebudayaan yang menjadi setting penelitian dan terlibat langsung dalam kebudayaan masyarakat setempat. Penelitian ini bersifat kualitatif, maka sesuai dengan sifatnya tersebut salah satu hal yang terpenting adalah pemilihan informan sebagai sumber data. Pemilihan informan menggunakan teknik snow ball yang merupakan teknik pengambilan informan bermula pada salah seorang atau beberapa informan yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi. Untuk itu membangun rapport dengan informan adalah langkah pertama yang harus dilakukan peneliti. Menjalin rapport yang baik antara peneliti dengan informan akan membawa kedekatan antara keduanya untuk memudahkan peneliti dalam menggali data dan informan akan tetapi harus tetap ada sekat antara peneliti dengan informan agar tidak terjadi going native. (Spradley, 1997:39-40). Selanjutnya sumber tersebut merekomendasikan untuk pemilihan informan-informan berikut atau informan lainnya. Penelitian diawali dengan mencari informasi melalui aparat desa (Kepala Jorong) setempat yang diharapkan dapat memberikan rekomendasi tentang beberapa orang yang dapat dijadikan sebagai informan awal. Beberapa informan terpilih meliputi : Aparat pemerintah desa, tokoh adat, alim ulama, ibu hamil, ibu hamil yang telah melahirkan, petugas kesehatan beserta jaringannya, dukun bayi dan warga masyarakat biasa. Dalam penelitian ini jumlah informan tidak

6

dibatasi. Selanjutnya sumber informasi tersebut diharapkan dapat memberikan informasi dan merekomedasikan tentang siapa di antara warga masyarakat di daerah penelitian yang dapat dijadikan informaninforman berikutnya dengan harapan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan masalah Kesehatan Ibu Anak (KIA) di daerah Jorong Sariak. Adapun yang digunakan untuk memilih informan-informan mengacu pada kriteria menurut Spradley. J, (1997), antara lain : pertama, informan-informan tersebut harus berasal dari kebudayaan yang menjadi setting penelitian. Kedua, informan-informan tersebut pada saat penelitian dilakukan sedang terlibat langsung dalam kebudayaan yang sedang diteliti. Ketiga, informan mempunyai waktu yang memadai untuk diwawancarai. Dalam penelitian ini dilakukan beberapa cara atau teknik sebagai berikut : Observasi partisipatif Observasi partisipatif dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai suatu subyek penelitian. Dalam hal ini, peneliti melibatkan diri atau terlibat langsung dengan segala kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sehari-hari di daerah penelitian, terutama kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak selama 35 hari dengan pendekatan kesetaraan. Dalam hal ini tim peneliti selama tinggal di lokasi penelitian telah berusaha menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat setempat. Bertindak sebagai pengamat maka tim peneliti mengikuti berbagai aktivitas masyarakat, baik aktivitas di rumah, pekerjaan, aktivitas yang berkaitan dengan kesehatan secara umum maupun kesehatan ibu dan anak sehingga ritual-ritual dan upacara-upacara yang sedang dilakukan di Jorong Sarik yang ada di lapangan (Moleong, 2005:174-175). Dalam observasi di lapangan peneliti juga mengadakan pencatatan biasa dengan menggunakan check list dan peneliti juga meggunakan mechanical device seperti recorder, kamera, dan video yang bertujuan untuk mengabadikan fenomena yang sedang diamati di lapangan.

7

Wawancara Dalam penelitian ini model wawancara yang dipilih peneliti menerapkan model wawancara tak berstruktur (unstructured interview) dan berfokus (focused interview). Diharapkan dengan model wawancara demikian diharapkan percakapan antara tim peneliti dan informan berlangsung seperti percakapan biasa tanpa adanya pembatas atau wawancara tetap terfokus pada suatu pokok bahasan tentang permasalahan penelitian. Peneliti juga menggunakan metode wawancara mendalan (indepth interview), yaitu proses tanya jawab dengan bertatap muka antara peneliti dengan informan sehingga mendapatkan informasi lebih dalam lagi dari informan serta kehidupan informan. Wawancara yang mendalam sangat berpengaruh dengan kelengkapan data, karena dengan wawancara yang mendalam dianggap bisa memberikan gambaran yang jelas dari kejadian atau peristiwa tertentu. Semua ini dilakukan agar data yang diperoleh dapat lebih valid lagi. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara mendalam ini diperlukan informan yang tepat untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Untuk memulai wawancara dan mengajukan pertanyaan dalam penelitian ini, peneliti tidak langsung mengarah ke topik permasalahan tetapi dengan memulai obrolan santai terlebih dahulu agar informan berada dalam keadaan nyaman. Setelah situasi mulai kondusif dan nyaman peneliti mulai melakukan wawancara sesuai dengan pokok permasalahan. Terkadang peneliti juga bercanda dalam proses tanya jawab dengan informan layaknya berbincang dalam kondisi yang sewajarnya agar informan tidak terlalu canggung nantinya dalam berbicara. Dalam wawancara sebaiknya juga harus menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami oleh informan dan disampaikan dengan sikap rendah hati. Berilah juga dorongan kepada informan agar informan memiliki perasaan sebagai orang yang dibutuhkan agar dapat bekerja sama dan bantuannya untuk membantu dalam pelaksanaan penelitian.

8

Dari sinilah peneliti selalu berusaha agar dapat membina rapport yang baik dengan para informan, sehingga saat peneliti melakukan wawancara dengan informan tidak ada kesan formal di benak informan, kemudian informan dapat bercerita apa adanya tanpa harus menutup-nutupi sesuatu hal. Data yang didapatkan dari hasil wawancara dengan para informan divalidasi dengan melakukan triangulasi agar dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Data Sekunder Selain data primer melalui wawancara mendalam dan pengamatan, data sekunder juga dikumpulkan. Data sekunder berupa profil kabupaten, data-data kesehatan secara umum dan KIA, PTM, PM dan PHBS, yang diperoleh baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat, Puskesmas Ophir Kecamatan Luhak Nan Duo maupun dari Posko Persalinan Desa, data Demografi dari BPS Provinsi Sumatra Barat, data monografi Kecamatan Luhak Nan Duo, data monografi Nagari Kota Baru, penulusuran literatur, dan artikel dari berbagai jurnal baik yang dimuat dalam media elektronik maupun media cetak. Untuk melengkapi informasi juga dilakukan pengambilan gambar melalui pemotretan dan perekaman. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yang dimaksud adalah cara untuk memperoleh informasi atau data mengenai topik permasalahan yang dibahas dari buku-buku, koran, surat kabar, media elektronik dan juga internet. 1.5. Analisis Data Data hasil wawancara ditranskrip ke dalam buku catatan, untuk selanjutnya dimasukkan kedalam tabel matrik untuk memilahmilah informasi penting yang berkaitan dengan masalah kesehatan yang diteliti. Sedang hasil observasi, catatan lapangan, fieldnote, diberi catatan untuk keperluan tambahan guna melengkapi data hasil wawancara melalui selektivitas terkait dengan topik penelitian.

9

BAB 2 KEBUDAYAAN ETNIK MINANG JORONG SARIAK 2.1. Profil Kabupaten Pasaman Barat 1 Kabupaten Pasaman Barat merupakan salah satu kabupaten termuda di Provinsi Sumatera Barat selain Kabupaten Solok Selatan, dan Kabupaten Dharmasraya. Kabupaten Pasaman Barat merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Pasaman berdasarkan Undangundang No. 38 tanggal 18 Desember Tahun 2003. Legalitas formal (peresmian) berdirinya Kabupaten Pasaman Barat dilakukan pada tanggal 7 Januari 2004 di Jakarta oleh Menteri Dalam Negeri bersama 24 Kabupaten lainnya di Indonesia, sehingga tanggal 7 Januari tersebut ditetapkan sebagai hari ulang tahun berdirinya Kabupaten Pasaman Barat. Sebelum pemekaran hanya ada satu kabupaten saja, yaitu Kabupaten Pasaman. Akan tetapi dengan pemekaran, daerah Kabupaten Pasaman di pecah menjadi dua yaitu Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Pasaman Barat, dengan Ibukota Simpang Empat. Kabupaten Pasaman Barat merupakan daerah yang dilalui garis katulistiwa, terletak antara 0003' Lintang Utara - 0011' Lintang Selatan, dan antara 99010' - 100004' Bujur Timur dengan luas wilayah sekitar 3.887,77 km2, berpenduduk kurang lebih 392.907 jiwa yang terdiri dari berbagai etnik yaitu Etnik Jawa, Etnik Mandailing, Etnik Batak, dan Etnik Minang. Kabupaten Pasaman Barat merupakan suatu kota yang dijuluki dengan sebutan “ Kota Sawit dan Kota Dolar “. Julukan ini didapatkan karena daerah Kabupaten Pasaman Barat dikelilingi perkebunan sawit. Seluruh wilayah kabupaten tersebut merupakan perkebunan sawit sehingga membuat Kota Pasaman Barat pertumbuhan ekonominya berpotensi tinggi.

1

. BPS Kabupaten Pasaman Barat Dalam Angka 2014, kemudian data di olah kembali oleh peneliti sesuai kebutuhan peneliti.

10

Kabupaten Pasaman Barat terletak pada ketinggian antara 0 2.912 meter di atas permukaan laut. Terdapat Gunung Talamau dan gunung tertinggi di Kabupaten Pasaman Barat yaitu dengan ketinggian mencapai 2.912 meter di atas permukaan laut. Sebahagian besar wilayah Kabupaten Pasaman Barat merupakan dataran, dan sebagian lagi berupa daerah perbukitan. Ada pulau-pulau kecil yang masih merupakan wilayah kabupaten tersebut, dan sebagian lagi wilayah lautan dan pesisir pantai. Secara administrative Kabupaten Pasaman Barat terdiri dari 11 Kecamatan, 19 Nagari dan 212 Jorong, dengan batas wilayah : 1) 2) 3) 4)

Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat

: Kabupaten Mandeling : Kabupaten Pasaman : Kabupaten Agam : Samudra Indonesia

Berikut adalah nama-nama kecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat beserta jumlah Nagari dan Jorong : 1) Sungai Beremas, Ibukota Aia Bangih, 1 Nagari , 15 Jorong 2) Ranah Batahan, Ibukota Silapiang, 2 Nagari , 30 Jorong 3) Kota Balingka, Ibukota Parik, Nagari 1, 28 Jorong 4) Sungai Aua, Ibukota Kota Dalam, 1 Nagari , 22 Jorong 5) Lembah Melintang, Ibukota Ujung Gadiang, 1 Nagari, 16 Jorong 6) Gunung Tuleh,Ibukota Simpang Tigo Alim, 2 Nagari , 20 Jorong 7) Talamau, Ibukota Talu, 3 Nagari, 20 Jorong 8) Pasaman, Ibukota Simpang Ampek, 3 Nagari, 23 Jorong 9) Luhak Nan Duo, Ibukota Simpang Tiga, 2 Nagari, 14 Jorong 10) Sasak Ranah Pasisie, Ibukota Sasak, 2 Nagari, 17 Jorong 11) Kinali, Ibukota Kinali, 2 Nagari, 17 Jorong

11

Gambar 2.1. Peta dan Luas Wilayah Kabupaten Pasaman Barat Sumber : http://www.pasamanbarat.go.id

Topografis Kabupaten Pasaman Barat keadaan tanahnya bervariasi antara datar, bergelombang, dan perbukitan bergelombang. Wilayahnya berada pada ketinggian 0-2913 mdpl. Dilihat dari ketinggian tersebut maka dapat dikategorikan kedalam 4 kondisi yaitu: 1) Daratan yang berada pada ketinggian sampai dengan 5 meter dari permukaan laut. 2) Daratan yang bergelombang di atas 15 meter dari permukaan laut. 3) Kawasan bergelombang yang menuju kawasan perbukitan dengan ketinggian diatas 50 meter dari permukaan laut. 4) Kawasan perbukitan dengan ketinggian sampai mencapai ketinggian 2.913 meter diatas permukaan laut, yang sebahagian besar merupakan kawasan hutan lindung.

12

Hidrologi yang dimiliki oleh Kabupaten Pasaman Barat yaitu berupa sungai, berasal dari 11 kecamatan yang ada di kabupaten tersebut. Sungai yang melintas di Kabupaten Pasaman Barat lebih dari 100 sungai, baik sungai besar maupun kecil. Kabupaten Pasaman Barat secara geografis berada di kawasan pesisir pantai barat Sumatera, bersuhu selalu panas dan lembab. Tingkat suhu berkisar antara 20ºC-26ºC dengan kelembaban udara sekitar 88%. Kabupaten Pasaman Barat tergolong jenis iklim tropika basah.2 2.1.1. Etnik Minang di Kecamatan Luhak Nan Duo Etnik Minang yang tinggal di Kecamatan Luhak Nan Duo tersebar di antara dua Nagari yaitu, Nagari Koto Baru dan Nagari Kapa. Mereka masih memegang suatu khazanah budaya yang masih khas dan adat yang kuat. Selain itu memiliki institusi yang mapan untuk menopang pola hidup mereka. Masyarakat Etnik Minang tinggal di Nagari Kota Baru tersebar di 8 Jorong yang ada di nagari tersebut, yaitu : Jorong Sariak, Jorong Ophir, Jorong Mahakarya, Jorong Sungai Talang, Jorong Simpang II, Jorong Jambak Selatan, Jorong Pujo Rahayu, Jorong Giri Maju. Sedangkan Nagari Kapa terdiri dari 6 Jorong, yaitu : Jorong Kapa Selatan, Jorong Kapa Timur, Jorong Padang Sawah, Jorong Kapa Utara, Jorong Lubuk Pudiang, Jorong Malasiro. Secara kultural Etnik Minang selalu menjadikan adat alam Minangkabau menjadi dasar bangunan kehidupan mereka. Adat biasanya dipahami sebagai suatu kebiasaan setempat yang mengatur interaksi masyarakat dalam suatu komunitas. Masyarakat Etnik Minang menganggap adat merupakan kompleksitas dari kebiasaan norma-norma, kepercayaan dan etika yang mempunyai arti ganda. Adat berati kumpulan kebiasaan setempat dan adat juga dianggap sebagai keseluruhan sistem struktural masyarakat. Dalam konteks ini adat adalah seluruh sistem nilai, dasar dari keseluruhan penilaian etis dan hukum dan juga dipahami sebagai sumber harapan 2

. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pasaman_Barat#Geografis.

13

sosial yang mewujudkan pola perilaku ideal. Atas keyakinan terhadap adat sebagai sistem nilai, sistem norma, sistem sikap, dan sistem perilaku, menuntun mereka memahami tentang hakikat kehidupan, hakikat hubungan manusia dengan manusia, hakikat hubungan individu dengan komunitas dalam masyarakat lainnya (De Joselin de Jong Pe, 1995:85).3 Kemajuan dan kehidupan ekonomi membuat masyarakat Etnik Minang yang tinggal di Kecamatan Luhak Nan Duo selalu dapat bertahan hidup. Kondisi demikian karena masyarakat Etnik Minang memiliki pola hidup yang selalu berkelompok dan berkumpul sesama masyarakat Etnik Minang lainnya. Mereka melakukan ini karena pola pikir dan pemahaman mereka sama dalam menjalani hidup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga tiap harinya. Tidak hanya masyarakat Etnik Minang saja yang tinggal di Kecamatan Luhak Na Duo, ada Etnik Jawa, Etnik Batak dan Etnik Mandailing. 2.1.2. Sejarah Etnik Minang Etnik Minang merupakan salah satu etnik yang terkenal dengan cerita rakyatnya yang begitu melegenda di seluruh tanah air. Etnik Minang sebagian besar tinggal di wilayah Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi yang terletak di sepanjang pesisir pulau Sumatera. Sejarah bermula pada masa Kerajaan Adityawarman, yang merupakan tokoh penting di Minangkabau. Adityawarman adalah seoranga Raja yang berjasa memberi sumbangsih bagi alam Minangkabau, selain itu beliau juga orang pertama yang memperkenalkan sistem kerajaan di Sumatera Barat. Sejak pemerintahan Raja Adityawarman tepatnya pertengahan abad ke-17, Propinsi ini lebih terbuka dengan dunia luar khususnya Aceh. Karena hubungan dengan Aceh yang semakin intensif melalui kegiatan ekonomi masyarakat, akhirnya mulai berkembang nilai baru yang menjadi landasan sosial budaya masyarakat Sumatera Barat. Nilai baru tersebut adalah nilai-nilai yang berasaskan agama Islam, 3

De Jong, P.E, de Josselin. 1987. Minangkabau dalam “Islam and Society in Southeast Asia”. Singapura. Institute of Southaeast Studies, 85.

14

dan berkembang di kalangan masyarakat dan secara berangsur-angsur mendominasi masyarakat Minangkabau yang sebelumnya di dominasi agama Buddha. Selain itu sebagian kawasan di Sumatera Barat yaitu pesisir pantai barat masih berada di bawah kekuasaan kerajaan Pagaruyung, namun kemudian menjadi bagian dari kesultanan Aceh. Melihat sejarah singkat, Minangkabau ini, merupakan salah satu desa yang berada di kawasan Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat. Desa tersebut awalnya merupakan tanah lapang. Namun karena adanya isu yang berkembang bahwa Kerajaan Pagaruyung akan di serang oleh tentara kerajaan Majapahit dari Jawa maka diadakannya acara adu kerbau atas usul kedua belah pihak. Kerbau tersebut mewakili peperangan atau lambang (simbul) dari kedua kerajaan. Adu kerbau dimenangkan kerbau Minang maka muncul kata manang kabau dan saat itu juga perubahan nama terjadi yaitu dengan sebutan nama minang kabau yang selanjutnya di jadikan nama Nagari atau desa tersebut. Upaya penduduk setempat mengenang peristiwa bersejarah tersebut, penduduk Pagaruyung mendirikan sebuah rumah loteng (rangkiang) dimana atapnya mengikuti bentuk tanduk kerbau. Cerita yang sama diungkapkan oleh salah seorang Datuak HS (kepala suku) megenai sejarah awal mula Etnik Minang, sebagai berikut : “Suku minang ini berasal dari pagaruyung, minang itu dulu namanya bukan minang tapi menang, dulunya ada orang Jawa punya kerbau paling besar, dan punya kita ini paling kecil, ketika saat itu anak kerbau kita yang kecil ini mau nyusu, kebutulan anak kerbau ini belum punya tanduk, pas mau dilaga kerbau ini mau netek dia nunja-nunja, akhirnya si kerbau kecil ini mengalahkan kerbau si besar“.

Menurut sejarah Etnik Minang, rumah tersebut didirikan di batas tempat bertemunya pasukan Majapahit yang di jamu dengan hormat oleh wanita cantik Pagaruyung. Situasi Saat itu masyarakat umumnya hidup dengan cara berdagang, bertani sawah, menuai hasil hutan dan mulai berkembang setelah ada pertambangan emas. Saat itu alat transportasi yang digunakan untuk menelusuri dataran tinggi Minangkabau adalah kerbau. Konon menurut ceritanya, alasan menggunakan kerbau karena agama yang dipercaya pada

15

waktu itu mengajarkan untuk menyayangi binatang gajah, kerbau, dan lembu. Lima Puluh Koto merupakan daerah yang dihuni pertama kali oleh nenek moyang Etnik Minang. Di daerah tersebut mengalir sungaisungai yang dijadikan sebagai jalur transportasi saat itu. Nenek moyang orang Sumatera Barat di perkirakan berlayar melalui rute ini dan sebagian diantaranya menetap dan mengembangkan peradaban di sekitar Lima Puluh Koto tersebut. 4 Terbukanya Provinsi Sumatera Barat terhadap dunia luar menyebabkan kebudayaan Etnik Minang semakin berkembang karena bercampurnya antar para pendatang. Jumlah pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah menyebabkan persebaran penduduk ke berbagai lokasi di Provinsi Sumatera Barat. Sebagian menyebar ke selatan dan sebagian lagi ke bagian barat Sumatera. Sampai awal Kemerdekaan Negara Indonesia tahun 1945, daerah Provinsi Sumatera Barat digabungkan dalam Provinsi Sumatera yang berdomisili di Bukittinggi. 2.1.3. Etnik Minang Di Jorong Sariak Menurut sejarah, asal mula nama Jorong Sariak, pada dahulu kala ada seorang raja berdarah putih yang tinggal di daerah ini, dan raja tersebut dimata rakyatnya dipandang sebagai seorang yang alim, dan ada sebagian rakyatnya tidak menyukai kepemimpinannya. Akhirnya terjadilah perperangan, sang raja tiba-tiba di hadriak (dibentak), karena dibentak oleh rakyat yang memusuhinya menyebabkan ilmu sang raja hilang, sehingga perut sang raja tembus oleh senjata rakyat yang memusuhinya, maka pada saat itu kerajaan dinamakan dengan sebutan Sariak. Salah satu jorong yang masih banyak di tempati Etnik Minang adalah Jorong Sariak yang terletak di Kecamatan Luhak Nan Duo. 4

. Bahwa pemakaian nama Minangkabau dipergunakan untuk nama sebuah nagari dekat kota Batusangkar, untuk suku bangsa Minangkabau dan wilayah kebudayaan Minangkabau, nama Minangkabau yang berasal dari cerita adu kerbau inilah yang kita yakini kebenarannya. Penduduk Provinsi Sumatera Barat dihuni oleh mayoritas Etnik Minangkabau. Selain Etnik Minang di wilayah Pasaman, di huni juga oleh Etnik Mandailing dan Etnik Batak.

16

Keberadaan sarana dan prasarana pertanian di Jorong Sariak sangat mendukung keberhasilan dan kelangsungan usaha pertanian masyarakat di daerah itu. Wilayah Jorong Sariak juga memiliki perkebunan sawit yang sangat luas. Adanya perkebunan sawit yang luas ini menyebabkan wilayah Jorong Sariak berkembang pesat, terutama bagi kehidupan masyarakat Etnik Minang yang tinggal di jorong tersebut. Di tahun 1980, Jorong Sariak masih dikenal sebagai daerah yang tertinggal, semenjak kehadiran investor dan adanya PT. Perkebunan Nusantara VI di Jorong Sariak, daerah ini berkembang dan menjadikan masyarakat Etnik Minang secara ekonomi berpendapatan cukup tinggi. Kondisi demikian membuat masyarakat Etnik Minang tetap bertahan untuk bertempat tinggal di Jorong Sariak. Tidak hanya masyarakat Etnik Minang saja yang tinggal di Jorong Sariak, sekarang ada beberapa suku yang sudah menetap di Jorong Sariak Kecamatan Luhak Nan Duo yaitu Suku Jawa dan suku Mandailing. Jorong Sariak dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang signifikan, dan perubahan tersebut dirasakan oleh masyarakat Etnik Minang bahkan juga etnik lainnya yang tinggal di Jorong Sariak. Terjadinya perubahan tersebut karena pola pikir masyarakat Etnik Minang yang sudah mengalami kemajuan, ditunjang adanya pembangunan baik fisik maupun non fiisik di wilayah tersebut. Seperti ungkapan yang disampaikan Bapak Hs sebagai berikut : “Dari segi pembangunan disini sudah mulai ada kemajuan, namun yang paling di utamakan ada jalan. Untuk sawah disini sudah mulai kurang sudah jarang lagi sawah untuk ditemukan, mereka sudah beralih ke sawit, jadi lahan yang dulunya sawah sudah menjadi kebun sawit, karena lahan sawah untuk sekarang saluran irigasinya sangat susah untuk di dapatkan”.

Masyarakat Etnik Minang dan Etnik lainnya yang ada di Jorong Sariak bergantung kepada kepemimpinan Kepala Jorong dan Kepala Wali Nagari. Masyarakat patuh kepada memegang teguh nilainilai dan mentaati norma yang berlaku di masyakat Jorong Sariak dan patuh kepada kepemimpinan Kepala Jorong dan Keapal Wali Nagari. Begitu juga peranan Datuak atau Ninik Mamak sangat dibutuhkan

17

terhadap bagaimana menjaga sebuah norma dan nilai yang dimiliki masyarakat Etnik Minang. Seperti ungkapan Bapak In yang bercerita bagaimana penyelesaian sebuah konflik yang terjadi dalam lingkungan masyarakat Etnik Minang berikut ini : “Apabilo ado tajadi pasalisihan atau konflik dalam rumah tanggo atau pun kasus lainnyo. Dalam adat istiadat minang akan disalasaikan talabiah dahulu dengan kapalo jorong, katiko masalah iko indak dapek tasalasaiian akan dibawo ka wali nagari. Indak bisa juo tasalasaiian akan dibawo ka ketua adat sasuai suku yang di anutnyo, pamasalahan biso diliek dari ketek atau gadang masalahnyo, kalau pamasalahan iko alah melewati bateh, sanksi adat akan berlaku, siapo yang basalah akan dikaluakan dari kampuang dan dari suku yang mereka miliki, karano iko alah katantuan adat yang balaku dari dahulunyo”. “(Apabila terjadi perselisihan atau konflik dalam rumah tangga atau pun kasus lainnya. Dalam adat istiadat minang akan diselesaikan terlebih dahulu dengan kapala jorong, ketika masalah ini tidak dapat terselesaikan akan dibawa ke wali nagari, tidak bisa juga terselesaikan akan dibwa ke ketua adat sesuai suku yang di anut, permasalahan bisa dilihat dari kecil atau besarnya terjadi, kalau permasalahan ini sudah melewati batas, sanksi adat akan berlaku, siapa yang salah akan dikeluarkan dari kampung dan dari adat yang mereka miliki, karna ini sudah ketentuan adat yang berlaku dari dahulunya)"

Rasa solidaritas dan sifat kegotong royongan yang dimiliki masyarakat Etnik Minang masih sangat kuat sekali, dan tingkat kedamaian antara masyarakat Etnik Minang dengan etnik lainnya selalu terjaga. Dapat diambil contoh, ketika ada acara gotong royong di jorong, perananan seorang Kepala Jorong sangat penting dalam pemberian informasi kepada masyarakat etnik lainnya, karena Kepala Jorong yang akan bertanggung jawab besar dalam kegiatan ini. Sifat gotong royong, selalu bekerjasama, saling tolong menolong dan saling membantu dengan kelompok masyarakat etnik lainnya, dan juga rasa solidaritas membuat kerukunan masyarakat Etnik Minang di Jorong Sariak masih tetap berpegang teguh pada adat istiadat yang mereka miliki.

18

Sebagai sarana untuk dapat berinteraksi atau berkomunikasi dengan masyarakat Etnik Minang lainnya dari satu tempat ke tempat lainnya, masyarakat Etnik Minang dahulu harus menempuh dan melawati jalan yang banyak ditumbuhi semak belukar dengan kondisi tanah yang masih lembut, dan ketika musim hujan jalan akan sulit untuk dilalui dan akses untuk mencapai tempat yang dituju atau jika ingin berpergian kemana saja sangat jauh.

Gambar 2.2.

Akses Jalan Jorong Sariak Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

Namun Jorong Sariak untuk saat ini sudah mengalami banyak perubahan. Akses jalan sebagian sudah beraspal walaupun ada juga yang masih jalan tanah. Dengan adanya akses jalan yang sudah memadai sedikit membantu masyarakat setempat untuk menuju ke daerah lain dan tidak memerlukan waktu yang cukup lama. Di sepanjang jalan utama maupun di jalan kecil, masyarkat Etnik Minang meletakan buah sawit hasil kebun mereka untuk di jual kepada para toke sawit. Segala akses jalan yang ada di Jorong Sariak juga berpengaruh terhadap berjalannya sistem perekonomian masyarakat Etnik Minang, seperti terjadinya proses jual beli barang dagangan mereka yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena masyarakat Etnik Minang harus menempuh jarak sekitar 1 km untuk ke pasar yang terletak di Simpang Tiga yang merupakan Ibukota Kecamatan Luhak Nan Duo dengan menggunakan kendaraan sepeda motor.

19

Di Jorong Sariak tiap satu kali dalam seminggu akan dibuka Pasar Mingguan yang dilaksanakan setiap hari jum´at dan pasar ini sangat ramai sekali dikunjungi masyarakat Etnik Minang serta masyarakat etnik lainnya. Berbagai macam kebutuhan rumah tangga diperjual belikan di pasar Jum´at ini. Pada umumnya yang berdagang di pasar Jum´at ini adalah masyarakat Etnik Minang, sebagian kecil masyarakat Etnik Jawa dan masyarakat Etnik Mandailing. Pasar mingguan merupakan suatu wahana di mana masyarakat Etnik Minang, Jawa, dan Mandailing berjualan sayuran, jagung, sagu, beras, buah-buahan, ayam, dan ikan. Sebagian komoditi dan barang dagangan lainnya yang mereka jual adalah hasil dari kebun mereka. Uang hasil penjualan akan dibelikan sembako untuk kebutuhan sehari-sehari selama seminggu.

Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Suasana Pasar Jum´at Simpang Tiga Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

Dalam hal prasarana dan sarana pendidikan, Jorong Sariak sudah memiliki 3 PAUD yang terletak di jalan utama Jorong Sariak, 2 Sekolah Dasar (SD), satu terletak di dalam komplek PT. Perkebunan Nusantara VI dan satunya lagi terletak di jalan SD Jorong Sariak. Sedangkan SMP letaknya tidak di Jorong Sariak melainkan di Jorong Ophir. Jaraknya sekitar 1,5 km untuk menempuh ke SMP tersebut dari Jorong Sariak, dan biasanya anak-anak di Jorong Sariak ketika berangkat ke SMP menumpang bus sekolah yang dimiliki oleh PT. Perkebunan Nusantara VI, karena kebanyakan anak-anak bermukim di komplek PT. Perkebunan Nusantara. Anak yang bermukim di

20

Perkebunan Nusantara VI ada juga yang bersekolah di SMP di Jorong Ophir, sedangkan SMA letaknya di Jorong Sariak. Pendidikan sudah merupakan prioritas utama bagi anak-anak di Jorong Sariak. Mereka pada umumnya sudah bersekolah mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA bahkan sudah ada yang melanjutkan ke perguruan tinggi (PT). Masyarakat Etnik Minang beranggapan dengan semakin tingginya pendidikan anaka mereka maka akan lebih memudahkan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik lagi, sehingga dengan pekerjaan ini dapat merubah kehidupan keluarganya. Tetapi masih ada sebagian anak-anak dari masyarakat Etnik Minang yang berhenti sekolah, dan mereka tidak menuntaskan pendidikan wajib 9 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh pola pikir orang tua yang cenderung kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Sebagian dari orang tua lebih cenderung agar anak mereka bekerja saja dan membantu orang tuanya bekerja di ladang dan di kebun. Sebagaimana diungkapkan Bapak AL : “Anak-anak disini masih banyak sekolahnya tidak tamat, karena mereka lebih senang bekerja di kebun dan bisa mendapatkan uang. Dan sebenarnya semua ini juga tegantung pola pikir orang tuanya yang mendidik anak-anaknya, kalau mau sukses sekolah yang tinggi kan, tapi kalau tidak mau ya berkebun saja. Kadangkala ada juga yang terbentur keadaan ekonomi yang banyak uangnya bisa sampai kemana aja sekolahnya. kalau tidak punya uang mungkin tamat SMP aja.”

2.2. Geografi dan Kependudukan 2.2.1. Geografi Jarak antara beberapa jorong yang satu dengan jorong lainnya bervariasi. Sebagai contoh jarak Jorong Sariak dengan Jorong Ophir sekitar 1,5, km, sedangkan untuk menuju ke Jorong Girimaju sekitar 5 km. Begitu juga pula jarak antara Jorong Sariak dengan Jorong Kinali sekitar 1 km, dan dengan Jorong Mahakarya jarak dari Jorong Sariak sekitar 2 km. Sementara ini jika masyarakat setempat ingin bepergian ke jorong-jorong tersebut tidak ada kendaraan umum. Mereka hanya bisa menggunakan sepeda motor milik pribadi. Kendaraan umum seperti angkot tersedia tetapi hanya melayani rute menuju ke Ibukota

21

Kabupaten Pasaman Barat, yaitu Simpang Ampek, dengan biaya sekitar Rp. 5.000 per orang. Waktu yang diperlukan untuk menempuh perjalanan menuju ibukota kurang lebih 30 menit. Sedangkan apabila masyarakat ingin berpergian ke Ibukota Provinsi Sumatera Barat, mereka menggunakan bus dan travel. Jarak tempuh menuju ke Ibu Kota Propinsi dari Jorong Sariak sekitar 164 km, dengan waktu sekitar 4 jam. Ongkos atau biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp. 30.000 per orang menggunakan bus dan Rp. 50.000 menggunakan jasa travel. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan di sini, sepanjang perjalanan menuju Jorong Sariak akan melalui jalan yang berbatu kecil (kerikil) dan berdebu. Semua jalan yang menuju Jorong Sariak ini belum diaspal sehingga dapat dikatakan kondisi jalan tidak bagus karena banyak berlubang. Kondisi demikian tak urung membuat tim peneliti bercucuran keringat dan mengalami sesak napas akibat terhirup debu. Sepanjang perjalanan menuju Jorong Sariak dapat dilihat hamparan sawah menghijau yang dapat menyegarkan mata. Demikian pula tanaman jagung dan pohon sawit ikut menghiasi sehingga menambah keindahan panorama sepanjang perjalanan. Jika musim panen tiba, sawah nan hijau tersebut akan berubah menjadi kuning. Namun tumbuhan lain akan tetap hijau karena letaknya dibawah kaki Gunung Pasaman sehingga membuat mata tetap segar memandangnya. Adapun batas wilayah Jorong Sariak adalah sebagai berikut : 1) Sebelah Utara : Jorong Ophir 2) Sebelah Timur : Jorong Girimaju 3) Sebelah Selatan : Kecamatan Kinali 4) Sebelah Barat : Jorong Mahakarya Flora yang terdepat di Jorong Sariak adalah kelapa sawit, jagung, coklat, kelapa, kacang panjang, yang terhampar luas di seluruh kawasan Jorong Sariak. Tanaman kelapa sawit dan jagung merupakan tanaman unggulan yang ada di Jorong Sariak. Nampaknya, masyarakat Etnik Minang lebih mengutamakan tanaman kelapa sawit dan jagung sebagai komoditi untuk menambah pendapatan mereka guna memenuhi kebutuhan ekonomi.

22

Selain itu masyarakat Jorong Sariak memanfaatkan halaman rumah untuk ditanami berbagai jenis tumbuhan antara lain durian, nangka, nanas, pisang. Berbagai jenis tanaman tersebut selain diambil buahnya masyarakat setempat memanfaatkannya untuk sayuran ataupun pelengkap dalam pembuatan sayur. Buah nangka dan pisang sering diperjualbelikan di pasar dan di depan rumah mereka untuk menambah pendapatan keluarga. Hewan peliharaan yang ada di masyarakat Etnik Minang di Jorong Sariak adalah sapi, ikan tawar, monyet, kerbau, kambing, kucing, ayam kampung dan anjing. Kambing dan sapi tidak dimasukan dalam kandang, tiap harinya mereka lepas dan dibiarkan berkeliaran dihalaman rumah sehingga meninggalkan kotoran terlebih lagi di teras bagian belakang rumah. Begitu juga dengan ternak sapi yang mereka miliki lebih sering di lepas di halaman belakang rumah. Meski terdapat sebagian pemilik yang menyediakan kandang untuk hewan ternak sapi dan kambing, biasanya hanya dikandangkan pada sore hari, atau ketika sudah malam hari. Seperti yang dijelaskan Bapak Ir berikut ini : “Kalau sapi dan kambing disini pagi harinya sudah di lepas begitu saja, nanti ada yang berkeliaran sampai belakang dan depan rumah warga. Sore baru dimasukan ke dalam kandang dengan digiring pakai bambu biar dia takut dan mudah memasukkannya ke kandang.”

Sapi dan ayam kampung biasanya oleh masyarakat diambil dagingnya untuk dikonsumsi. Selain sapi dan kambing dan juga ayam, hewan peliharaan lainnya adalah kucing. Selain itu Ikan air tawar jenis nila, sepat merupakan ikan untuk dikonsumsi yang diperoleh masyarakat dari sungai Batang Sariak yang mengaliri di sepanjang wilayah Jorong Sariak. Ikan tersebut diperoleh dengan cara ditangkap berenang disungai atau ditombak. Rutinitas masyarakat Jorong Sariak tiap minggunya adalah berburu babi. Anjing adalah binatang peliharaan yang digunakan oleh masyarakat untuk memburu babi. Babi diburu agar kebun sayursayuran yang mereka miliki terhindar dari dari kerusakan akibat ulah binatang tersebut.

23

Sebagai sumber air untuk kebutuhan sehari-hari, masyarakat Etnik Minang memanfaatkan air sungai Batang Sariak, air hujan dan air sumur gali. Namun untuk air minum masyarakat lebih sering mengkonsumsi air galon yang dibeli seharga Rp. 3.000 per galonnya, dan ada juga sebagian masyarakat menggunakan air sumur gali yang terlebih dahulu dimasak. Masyarakat mengganggap dengan minum air galon dapat menyehatkan tubuh dan mempelancar saluran pencernaan, karena air galon sudah bebas dari bakteri. Air yang bersumber dari sumur gali biasanya digunakan masyarakat sebagai kebutuhan setiap harinya untuk memasak, mencuci dan untuk mandi. Air sumur gali biasanya pada umumnya diambil dengan cara ditarik menggunakan mesin penyedot air, atau sebagian lagi masyarakat menimba menggunakan ember kecil yang diikat dengan tali yang langsung dimasukan kedalam sumur gali. Kemudian ditampung kedalam bak air atau tempat penyimpanan air yang dibersihkan terlebih dahulu sehingga membuat kualitas air menjadi bersih. Namun berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan, nampaknya sebagian masyarakat setempat jarang membersihkan bak penampungan air yang mereka sehingga membuat bak tersebut berlumut, dan kotor. Seperti ungkapan Bapak HS sebagai berikut : “Kalau untuk minum di rumah ini saya, anak-anak dan istri saya menggunakan air galon kadang air sumur gali. Kalau untuk minum air hujan jarang kita minum, saya kurang suka. Tapi kalau air sumur gali saya masak dahulu biar hilang kumannya dan supaya saya tidak sakit. Untuk bak air di rumah kadang saya bersihkan kadang tidak, makanya berlumut.”

Masyarakat setempat pada umumnya untuk membersihkan badan dengan cara mandi di sungai. Mereka menganggap dengan mandi di sungai Batang Sariak tubuh akan terasa lebih segar karena airnya dingin dan sejuk sehingga dapat menumbuhkan semangat dalam bekerja di pagi hari. Pada musim kemarau sumber air berupa sumur gali tidak pernah kering sehingga kebutuhan akan air tetap terpenuhi.

24

Gambar 2.4. Air Sumur Gali Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

2.2.2 Kependudukan Di Jorong Sariak Berdasarkan data kependudukan di Kantor Camat Luhak Nan Duo pada tahun 2012 jumlah penduduk Jorong Sariak ada 3.420 jiwa terdiri dari 1.722 laki-laki dan 1.698 wanita. Etnik yang paling banyak bertempat tinggal di Jorong Sariak adalah etnik Minang yaitu sekitar 60 %, Etnik Jawa sekitar 20 %, dan etnik Batak 20 % yaitu (Batak Mandailing). Ketiga etnik tersebut dikenal dengan sebutan JAMBAK (Jawa, Minang dan Batak). Kelompok masyarakat etnik Minang merupakan pribumi atau penduduk asli Jorong Sariak, sedangkan Etnik Jawa dan Etnik Batak merupakan pendatang. Tidak ada data yang tersedia di monografi Jorong Sariak atau di Kantor Wali Nagari yang menyatakan luas pemungkiman penduduk yang dihuni oleh masyarakat Etnik Minang. Seperti yang diungkapkan Bapak SJ : “Untuk penduduk di Jorong Sariak sudah banyak pendatang yang datang, dari Kota Jawa dan Kota Medan, namun masyarakat pribumi asli masih banyak berada di Jorong Sariak ini.”

25

Namun, berdasarkan perkiraan dari hasil observasi dan pernyataan dari beberapa informan dari Etnik Minang setempat, hanya seperempat dari luas Jorong Sariak yang dijadikan lahan pemukiman penduduk, sedangkan tiga per empat lainnya merupakan persawahan, perkebunan, perladangan untuk bercocok tanam. Karena mayoritas pekerjaan masyarakat baik Etnik Minang maupun etnik lainnya adalah sebagai petani, dengan jenis tanaman sawit, jagung, coklat dan kelapa. 2.2.3. Pola Tempat Tinggal (Rumah) Rumah menunjukkan tempat bermukim dan bertempat tinggal manusia secara menetap. Selain itu juga rumah untuk melakukan kegiatan sehari-hari penghuninya. Rumah berfungsi untuk mempertahankan, melangsungkan, dan mengembangkan kehidupan suatu masyarakat. Sehingga rumah berfungsi mengembangkan ekonomi, sejarah dan budaya baik lingkup keluarga atau masyarakat secara luas. Rumah tidak sekedar sebagai tempat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar, namun demikian walaupun sederhana yang terpenting memenuhi syarat sebagai rumah sehat sehingga layak untuk dihuni. Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah, pertama, sirkulasi udara yang baik, ke dua, penerangan yang cukup, ke tiga, air bersih terpenuhi, ke empat, pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran., ke lima, bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara kotor. Pola tempat tinggal atau bentuk rumah masyarakat Etnik Minang pada masa lalu berbentuk rumah adat atau rumah panggaung (rumah bundo kanduang). Bahan utama pada umumnya terbuat dari papan dan kayu, termasuk lantai dasar rumah, yaitu kayu bayur, kayu sungkai, kayu

26

durian. Sebagai pondasi rumah Etnik Minang menggunakan kayu sungkai, karena kayu jenis ini mempunyai kekuatan yang sangat kuat. Untuk dinding rumah menggunakan anyaman bambu, sedangkan atap rumah menggunakan daun rumbio. Rata-rata rumah masyarakat Etnik Minang berukuran panjang sekitar 5 meter dan lebar 6 meter. Halaman atau perkarangan bagian depan masih berupa tanah pada umumnya ditanami berbagai jenis tanaman atau tumbuhan obat tradisional. Seperti diungkapkan Ibu SN sebagai berikut : “Dahulunya rumah panggung yang terbuat dari kayu dan bambu saja, gempa Pariaman datang menghancurkan rumah disini semuanya, tapi kami diberi bantuan dari pemerintah pusat, dan bantuan ini dialihkan ke kepala Jorong terlebih dahulu, baru kepala Jorong yang menyampaikan bantuan untuk perbaikan rumah, bantuan rumah ini dapat Rp. 15.000.000 per rumahnya dan bisa juga dilihat dari bagaimana keadaan rumahnya.”

Permukiman di Jorong Sariak letaknya tidak jauh dari pegunungan yang merupakan lahan perkebunan masyarakat setempat. Sebagian besar masyarakat masih memiliki rumah belakang yang terpisah dengan rumah utama yang tidak jauh dari rumah dengan ukurannya lebih kecil. Rumah kecil ini berfungsi sebagai tempat masak atau dapur. Hanya sebagian kecil rumah yang masih bertahan dengan formasi dapur yang berada di dalam rumah. Apabila dilihat dari sudut pandang kesehatan, keberadaan dapur dibagian dalam rumah bisa memicu gangguan kesehatan seperti batuk, paruparu dan sesak napas. Seperti ungkapan Ibu DL sebagai berikut : “Masak sambal, masak nasi dan merebus air minum di rumah ini masih menggunakan kayu bakar masaknya, kalau udah masak asapnya sering terhirup ke hidung dan buat saya batuk-batuk sehingga susah bernapas juga. Mau pake kompor gas saya tidak berani dan beli gas nya pun saya tidak punya uang, yang pake kompor gas itu orang ekonomi berada”.

Namun dewasa ini rumah adat tersebut yaitu rumah gadang sudah sangat sulit dijumpai di Jorong Sariak, disebabkan oleh perubahan zaman. Masyarakat etnik Minang sudah merubah sedikit demi sedikit bentuk rumah mereka menjadi rumah semi permanen,

27

dimulai dari dinding rumah terbuat dari batu bata, atap rumah menggunakan seng, dan lantai dasar rumah beralaskan semen. Dari segi fentilasi rumah masyarakat etnik Minang sudah cukup memadai. Ruangan tamu untuk tempat istirahat dan tempat berkumpul bersama keluarga. Jumlah kamar terbatas sehingga barang-barang keperluan rumah tangga tampak berantakan di dalam rumah, sehingga membuat keadaan di dalam rumah kotor. Sebagaimana diungkapkan Ibu Ik berikut ini : “Kebersihan rumah tergantung orang yang punya rumahnnya , kalau dia bisa merawat rumahnya pasti akan bersih, tapi kalau tidak, ya binantang seperti, tikus, kecoak akan masuk”.

Rumah tinggal yang ditempati tidak terlepas dari kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan merupakan bagian dari kesehatan masyarakat, yang menitik beratkan kepada kehidupan disekitar masyarakat tinggal yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dimana mereka tinggal. Hubungan antara manusia dan lingkungan fisiknya dapat mempengaruhi kualitas kondisi lingkungan. Kondisi lingkungan rumah yang tidak bersih masih merupakan masalah kesehatan di Jorong Sariak. Kondisi demikian nantinya akan mudah terjadinya atau menimbulkan berbagai penyakit terutama penyakit yang penularannya melalui makanan, minuman, udara dan air. Sebagian rumah masyarakat Etnik Minang tidak memiliki kakus atau kamar mandi sehingga jika berkunjung ke rumah masyarakat setempat sering mengalami kerepotan jika ingin buang hajat. Dalam pada itu sebagian besar masyarakat jika melakukan buang air besar di sungai yang jaraknya tidak jauh dari rumah mereka. Karena mungkin sudah menjadi kebiasaan dan adaptasi terhadap lingkungannya sangat kuat maka walaupun mereka memiliki kakus atau kamar mandi di rumah, mereka kadangkala buang air besar di sungai. Barangkali dengan buang air besar dan mandi di sungai lebih praktis. Masyarakat yang tidak memilik fasilitas sanitasi untuk buang air besar alasan yang dikemukakan karena tidak mempunyai uang untuk membangun kamar mandi dan wc. Untuk membangun relatif cukup mahal, maka lebih memilih BAB atau mandi di sungai.

28

Gambar 2.5. Rumah Etnik Minang Jorong Sariak Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

Gambar 2.6. Rumah yang Kesehatan Lingkungannya Kurang Memadai Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

29

Masyarakat Etnik Minang masih mempercayai adanya sebuah jimek (jimat) yang dipasang di atas pintu rumah dan di atas pintu kamar. Jimek oleh masyarakat etnik Minang dipercaya mempunyai untuk mengusir roh halus atau mahluk halus yang menganggu, selain juga sebagai pelindung dari gangguan palasik. Jimek ini biasanya di dapatkan dari datu kampuang (dukun kampung). Jimek terbuat dari bahan kemenyan, kunyit bolai dan dibungkus dengan kertas timah putih dan dilapis dengan kain puth. Ada juga dengan menggunakan benang cerano tiga warna yaitu warna merah, pitih dan hitam.

Gambar 2.7. Jimek di atas Pintu Rumah dan di atas Pintu Kamar Rumah Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

2.3. Sistem Mata Pencarian Dewasa ini kebudayaan merupakan hal yang sudah mulai luntur di kalangan masyarakat suatu daerah tertentu. Kebudayaan yang merupakan hasil cipta, karsa, dan rasa menurut Koentjaraningrat (1976:28). Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa, oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda-beda. Wujud kebudayaan yang jumlahnya cukup banyak itu terbagi ke dalam beberapa unsur kebudayaan secara universal yang antara lain adalah sistem kepercayaan (religi), sistem pengetahuan, mata pencaharian,

30

peralatan dan perlengkapan hidup manusia, sistem kemasyarakatan, bahasa, dan kesenian. Sistem mata pencaharian serta peralatan dan perlengkapan hidup manusia merupakan wujud kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan. Sistem mata pencaharian hidup merupakan sumber kegiatan ekonomi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari untuk melangsungkan kehidupannya. Setiap manusia wajib memiliki sistem mata pencaharian demi kesejahteraan hidup di masyarakat serta untuk memiliki kelas atau kedudukan tinggi jika mata pencahariannya cenderung lebih baik. Namun di satu sisi, suatu wilayah tertentu masyarakatnya memiliki mata pencaharian yang masih tergolong sederhana dalam upaya pemenuhan kehidupannya, seperti bertani, berladang, dan beternak atau budidaya. Mayoritas mata pencarian masyarakat Jorong Sariak adalah bertani, baik sebagai petani pemilik lahan atau penggarap lahan maupun buruh tani. Tanaman yang banyak ditanam adalah sawit, dan jagung. Untuk tanaman padi masih ada hanya beberapa masyarakat etnik Minang saja yang menjalaninya. Selain tanaman sawit, jagung dan padi, ada juga masyarakat Etntik Minang yang menanam kelapa, avokad, coklat, kacang panjang, cabe dan daun obat tradisional Jenis tanaman yang ditanam masyarakat etnik Minang dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tanaman pangan dan non-pangan. Tanaman pangan adalah tanaman yang bisa dimakan oleh masyarakat sebagai kebutuhan pangan mereka, seperti jagung, padi, kacang panjang dan cabe. Sementara tanaman non-pangan tanaman yang tidak bisa untuk dikonsumsi oleh masyarakat sebagai pangan mereka, seperti buah sawit. Aktifitas sehari-hari yang dilakukan masyarakat Etnik Minang yang bekerja sebagai petani sawit, mulai berangkat bekerja ke kebun biasanya jam 08.00 pagi, dengan menggunakan sepeda motor jarak tempuh ke kebun sekitar 1 km. Namun, ada juga masyarakat etnik Minang yang memiliki lahan perkebunan sawit yang terletak dibelakang rumah. Dengan demikian memudahkan mereka untuk melihat kebun sawit yang

31

mereka miliki hanya cukup berjalan kaki sudah sudah menjangkau kebunnya. Mereka setiap hari ke kebun dan sore hari pulang ke rumah. Mereka di kebun mengurus pohon sawit antara lain yang dilakukan membersihkan lahan yang banyak ditumbuhi rumput yang sudah gersang. Luas kebun sawit yang dimiliki oleh masyarakat Etnik Minang rata-rata antara 2 ha - 3 ha per orang/keluarga, dan ada juga diantara mereka yang hanya memiliki lahan sekitar 1 ha. Untuk memanen buah sawit dilakukan dua puluh hari sekali dalam satu bulannya. Dengan cara mendodos buah sawit dengan menggunakan besi yang panjang dan di ujung besi dikasi sabit yang tajam, bertujuan agar ketika buah sawit dipotong jatuh ke bawah.

Gambar 2.8. Buah sawit yang baru saja di panen dan dipindahkan ke pabrik Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

Jagung juga merupakan salah satu hasil pertanian di Jorong Sariak. Jagung banyak ditanam masyarakat Etnik Minang. Tidak semua masyarakat memiliki lahan yang ditanami jagung. Namun kebun jagung yang ada di Jorong Sariak terhampar cukup luas yang letaknya yang tidak jauh dari kaki Gunung Pasaman. Penanaman dan perawatan kebun jagung biasanya dikerjakan masyarakat secara bersama-sama termasuk cara pemanenannya. 32

Gambar 2.9. Aktifitas Dalam Proses Pemanenan Jagung Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

Jagung yang masih muda dipanen empat bulan sekali, sedangkan jagung yang sudah tua di panen bisa melebihi diatas empat bulan sekali. Setelah jagung di panen dan dipilah-pilah berdasakan ukurannya, selanjutnya di jual. Jagung muda yang sudah direbus dan siap untuk dimakan, di jual seharga Rp. 1.000 per buahnya. Sedangkan jagung tua yang tidak direbus akan diproses kembali dengan menggunakan mesin untuk mengelupas buah tersebt dari batangnnya, dan siap untuk dijual ke pasar Simpang Tiga. Selain dijual, jagung yang sudah tua juga dipergunakan masyarakat setempat untuk makanan hewan peliharaan seperti ayam. Sebagian hasil pertanian berupa tanaman pangan, antara lain padi, jagung, kacang panjang dan cabe sebagian dikonsumsi dan disimpan untuk cadangan pangan memenuhi kebutuhan keluarga setiap harinya, dan sebagian lagi di jual ke pasar mingguan setiap hari jum´at di Pasar Simpang Tiga. Hasil penjualan sebagian dibelikan bahan makanan lainnya untuk konsumsi keluarga antara lain ayam, ikan, telur, daging, sayuran dan buah-buahan. Apabila ada sisa uang dari hasil penjualan tersebut ditabung untuk biaya anak yang masih sekolah. Sebagaimana diungkapkan Ibu AS sebagai berikut : 33

“........kalau saya bekerja seperti ini, pagi sampai sore hari setiap gini terus di kebun. Nanti kalau sudah panen tanaman ini, dibawa ke pasar mingguan yang tiap hari jum”at pasarnya. Bawanya pake motor bersama suami. Jualan dari pagi sampai sore hari, nanti hasil dari jualan ini dibelikan sembako untuk kebutuhan tiap harinya. Kalau ada sisa uangnya biasa di tabung kalau nggak ada ya nggak ditabung.”

Selain bertani, masyarkat etnik Minang juga sebagian ada yang berternak, antara lain sapi, ayam, kambing. Hewan ternak tersebut dipelihara sendiri masyarakat dengan cara menkandangkan terutama pada malam hari. Letak kandang dibelakang rumah. Hanya saja untuk hewan peliharaan seperti sapi dan kambing cukup di kebun dan ladang. Pada pagi hari hewan peliharaan tersebut diikat di tengah lapangan bola yang ditumbuhi menjadi santapannya. Ternak yang sudah besar dan mempunyai anak, biasanya oleh pemiliknya di jual. Para peternak di Jorong Sariak atau dari jorong lain berkumpul di pasar pada saat pasar mingguan diselenggarakan. 2.4. Pembagian Peran dalam Mata Pencarian Kehidupan perekonomian masyarakat etnik Minang di Jorong Sariak tidak terlepas dari kegiatan perdagangan yang kebanyakan berupa dari jual beli hasil-hasil pertanian. Dalam sistem mata pencarian, terutama pekerjaan utama masyarakat etnik Minang adalah sebagai petani. Dalam sistem pekerjaan di bidang pertanian ini ada pembagian peran antara perempuan dan laki-laki. Ambil contoh dalam pertanian kelapa sawit. Seorang perempuan biasanya bertugas mengumpulkan buah sawit yang terlepas dari batangnya, sedangkan kaum laki-laki bertugas yang mendodos buah kelapa sawit ketika sudah masanya panen dengan menggunakan tongkat panjang yang di ujungnya diberi pisau sebagai pemotong buah sawit. Demikian pula dalam berkebun jagung, kaum perempuan berperan memungut dan memilih jagung yang berjatuhan di tanah untuk dimasukan ke dalam karung. Sedang kaum laki-laki bertugas menebang pohon jagung yang waktunya harus sudah panen, dan membersihkan lahan kebun jagung setelah dipanen, agar lahan bisa ditanami kembali dengan bibit jagung yang baru.

34

Masyarakat etnik Minang Jorong Sariak memiliki sistem kerja dalam bertani, mereka saling bekerja sama atau gotong royong dalam mengerjakan pertanian. Ketika panen jagung akan saling membantu dalam proses pemanenan antar keluarga yang satu dengan yang keluarga yang lain. Prinsip kerja ini istilah setempat dengan sebutan karajo samo. Tidak semua perempuan pada etnik Minang bekerja dan berkebun, ada juga yang hanya berperan sebagai ibu rumah tangga saja mengurus rumah tangga, dan atau membuka warung kecil-kecilan di rumah. Setelah para suami atau laki-laki pulang ke rumah dari kebun mereka ini akan menyempatkan sedikit waktu untuk beristirahat sebelum berkumpul bersama keluarga. Disinilah peranan seorang perempuan atau istri sangat dibutuhkan. Istri dan anak perempuan sudah mulai mempersiapkan makan malam bersama. Pembagian peran dalam mata pencarian ini tidak ada pernah paksaan dari pihak suami, bahwa seorang istri wajib bekerja dalam melayani suami dan keluarganya. Dalam kehidupan masyarakat etnik Minang, seorang istri sangat berperan sekali dalam mengatur rumah tangga termasuk masalah keuangan yang diperoleh dari penghasilan suami. Tujuannya adalah agar segala pengeluaran terorganisir dan tidak terjadi pemborosan dalam pengeluaran keuangan. Seperti yang dilakukan oleh Ibu MD, menurut penuturannya bahwa : “Untuak pitih di rumah ambo yang mamegang pitihnyo dan mangalola pangaluaran kabutuhan satiap hari samo balanjo anakanak sakolah, kalau indak di hemat biso boros beko.” “(Untuk keuangan di rumah saya yang megang uangnya dan mengelola pengeluaran kebutuhan setiap hari sama belanja anakanak sekolah, kalau tidak di hemat bisa boros nanti).”

2.5. Sistem Religi Dan Tradisi Keagamaan Jauh sebelum Islam datang ke ranah Minang, masyarakat Minangkabau sudah mempunyai tata nilai, aturan hidup (way of life) yang jelas. Sebagaimana pepatah ? minang, jikok dibalun saketek kuku (seandainya digumpal sekecil kuku), jikok dikambang saleba alam (kalau digelar selebar alam), walau sagadang bijo labu (walau sebesar 35

biji labu), bumi jo langik ado di dalam (bumi dan langit ada di dalam). Islam datang ke Minangkabau membawa perubahan budaya. Akulturasi Islam dan adat terjadi bukan tanpa perjuangan. Perang Padri menjadi bukti sejarah bahwa Islam sebenarnya dapat diterima di komunitas budaya Minangkabau tanpa harus mengubah tatanan yang telah mapan. Adat Minangkabau sebelum bersentuhan dengan Islam adalah adat yang praktis, tidak mengenal ajaran kosmologi dan okultisme, yaitu pengetahuan tentang asal usul kejadian bumi, serta kejadian tentang kekuatan gaib. Bahkan, mereka tidak mengenal ajaran “spiritisme dan animisme” apa pun. Ajaran tentang “spiritisme dan animisme” adalah ajaran yang berhubungan dengan pemujaan terhadap roh nenek moyang, dan kepercayaan bahwa benda-benda alam seperti pohon, gua, gunung dan lain-lain mempunyai roh. Kalau diperhatikan, kebudayaan Hindu dan Buddha yang pernah masuk ke Minangkabau ternyata lenyap begitu saja tanpa meninggalkan buktibukti yang berarti (Amir M.S, 2002:61). Mayoritas masyarakat etnik Minang Jorong Sariak adalah pemeluk agama islam dan sebagian lainnya adalah pemeluk agama Kristen. Terdapat beberapa masjid dan surau sebagai tempat ibadah masyarakat Etnik Minang Jorong Sariak yang beragama islam dan ada juga tempat ibadah bagi agama Kristen yaitu gereja. Selain digunakan untuk kegiatan beribadah masjid dan surau sering dipergunakan juga untuk acara pengajian dan Isra´ Mi´raj. Agama merupakan suatu hal yang sangat penting dalam masyarakat. Dengan adanya sarana pendidikan agama islam yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka, seperti Tempat Pengajian AlQur´an yang dibangun oleh masyakat Etnik Minang setempat dengan bekerja sama dan adanya juga bantuan dari pemerintah setempat, disanalah anak-anak Etnik Minang belajar membaca al-Qur´an bersama-sama dengan anak-anak yang ada di lingkungan mereka dengan tujuan agar menambah ilmu dalam konteks islam.

36

Gambar 2.10. Salah Satu Masjid yang ada di Jorong Sariak Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

Bagi masyarakat Etnik Minang agama sangat berkaitan dengan adat dan identitas lokal pun sangat amat penting untuk dipertahankan, seperti falsafah adat minang “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adaiak mamakai, Alam Takambang Jadi Guru” (Adat Bersendi Syariat, Syariat Bersendi AlQu´an, Syariat Berkata Adat Memakai, Alam Terbentang Menjadi Guru). Makna falsafah adat ini adalah merupakan solusi dalam memecahkan setiap persoalan-persoalan yang berkaitan dengan interaksi sosial di masyarakat Etnik Minang. Sedangkan Syarak di yakini penuh oleh masyarakat Etnik Minang sebagai pedoman hidup masyarakat yang beragama islam. Falsafah adat yang berlandaskan syariat membuat masyarakat Etnik Minang yang islami. Sehingga tidak ada masyarakat Etnik Minang yang non muslim. Bahwa sulit memisahkan antara adat dan agama di masyarakat Etnik Minang. Penegasan falsafah dalam budaya Etnik Minang merupakan haluan yang memiliki kekuatan hukum ilahiah (Hamka 1967:22).5 5

. Religiusi masyarakat Minangkabau tidak dapat dipisahkan dengan ideologi yang dianut oleh masyarakat Minangkabau. Karena nilai-nilai keislaman dan keberagamaan masyarakat Minangkabau, selalu tercermin dalam falsafah adatnya, yaitu adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. 37

2.5.1. Tradisi Mapam (Bulan Apam) Tradisi terkait dengan keagamaan sering ditemui dalam kehidupan masyarakat etnik Minang di Jorong Sariak. Tampaknya tradisi terkait keagamaan tersebut sudah menjadi norma yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat setempat. Pada umumnya tradisi keagamaan erat kaitannya dengan mitos yang lahir dan sudah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Tradisi yang terkait keagamaan mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan agama yang dianut oleh masyarakat pada umumnya atau individu-individu pemeluk agama tersebut. Masyarakat etnik Minang Jorong Sariak masih kental dengan tradisi keagamaanya, ketika mulai masuk bulan Rajab masyarakat setempat akan melaksanakan tradisi keagamaan yang dinamakan dengan sebutan Tradisi Mapam (Bulan Apam). Tradisi ini sudah dilaksanakan sejak neneng moyang etnik Minang terdahulu dan dilaksanakan setiap tahun.

Gambar 2.11. Masyarakat Etnik Minang lagi Melakukan Pembuatan Kue Apam Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

38

Dalam pelaksanaan tradisi mapam ibu-ibu membuat kue apam. Bahan yang digunakan dalam pembuatan kue apam adalah tepung beras dan santan kelapa. Hal ini sesuai dengan apa yang diceritakan Bapak DT berikut ini : “Kala itu kaum ibu-ibu di Jorong Sariak tepatnya bulan rajab, ibu-ibu membuat makanan dari bahan tepung beras dan di campur santan, yang akhirnya makanan ini disebut dengan nama kue apam.”

Bulan mapam dilaksanakan bertujuan untuk menghormati dan mendoakan orang tua dan leluhur yang telah meninggal. Acara berdoa dilaksanakan pada malam hari yang dihadiri oleh para keluarga yang bersangkutan dan tetangga dekat rumah yang diundang. Sebelum acara berdoa dimulai, kue apam yang dibuat pada siang hari yang disajikan oleh ibu-ibu terlebih dahulu di letakkan di ruangan tamu dan setelah itu baru disantap bersama. Dalam kegiatan berdoa pemilik rumah menyediakan abu arang yang masih hidup yang nantinya akan diberikan kepada engku. Abu arang yang masih hidup ini nantinya akan ditambah dengan sedikit kemenyan yang diberikan oleh engku, tujuannya adalah agar arwah-arwah yang telah meninggal akan datang kembali. Setelah acara berdoa selesai ibu-ibu akan memberikan kue apam ini kembali kepada tamu yang hadir, pemberian kue apam ini adalah suatu bentuk nazar dari pihak keluarga.

Gambar 2.12. Acara Mendoa Bulan Mapam Pada Malam Hari Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

39

2.5.2. Tradisi Malamang (Bulan Lemang) Masyarakat Etnik Minang dapat belajar dan mendapatkan pengetahuan melalui alam sesuai dengan falsafah “Alam Takambang Jadi Guru”. Mempunyai makna yaitu adanya hubungan yang saling berkaitan dalam berbagai tradisi masyarakatnya. Salah satu tradisi masyarakat etnik Minang yang masih dilaksanakan adalah malamang atau membuat lemang. Tradisi malamang dilakukan untuk acara tertentu seperti acara kematian, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, penyambutan datangnya bulan Ramadhan, pada saat Hari Raya Idul Fitri. Bisa juga dihidangkan ketika sebuah keluarga ketika mengundang warga untuk membaca doa memohon keselamatan kepada yang Maha Kuasa, dan acara perhelatan serta acara besar lainnya. Biasanya tradisi malamang ini dilakukan oleh masyarakat etnik Minang di Jorong Sariak pada hari kedua belas bulan Rabi´ul Awal.

Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Masyarakat Etnik Minang lagi Melakukan Pembuatan Lemang Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

Lemang adalah makanan yang terbuat dari beras ketan dan santan. Ketan dan bahan lainnya dimasukkan dalam sebatang bambu yang kemudian dipanggang. Sebelumnya, lubang dalam bambu tersebut dilapisi daun pisang muda agar ketan yang dimasak tidak

40

melekat pada bambu ketika proses pemanggangan. Dalam tradisi Malamang memiliki makna yaitu memupuk rasa kerjasama dan saling bantu membantu, karena proses pembuatan lemang tidak bisa dikerjakan sendiri. Ibu ND mengungkapkan terkait dengan tradisi malamang sebagai berikut : “Indak lakang kanai paneh, indak lapuak kanai hujan” (tidak lekang kena panas, tidak lapuk kena hujan) yang memiliki makna adalah tradisi malamang ini harus dipertahankan sampai kapan pun, meski zaman sekarang ini sudah semakin maju.”

2.5.3. Tradisi Mandi Balimau Mandi balimau adalah suatu tradisi yang bernuansa religious bagi masyarakat etnik Minang Jorong Sariak yang diselenggarakan sejak masa dahulu hingga sekarang. Biasanya tradisi mandi balimau ini dilakukan selang satu hari menjelang datangnya bulan Ramadhan. Masyarakat etnik Minang beranggapan dengan mandi balimau dapat mensucikan diri, sama halnya juga seperti mandi wajib dan mandi junub. Bahan tambahan yang digunakan sewaktu mandi balimau adalah beberapa daun pandan yang diiris halus, bunga kenanga, bunga mawar, bunga tanjung, bunga melati, jeruk kasturi. Semua bahan-bahan tersebut dicampur, kemudian dituang kedalam air. Badan terlebih dahulu dibersihkan untuk mengikis kotoran yang menempel pada tubuh, lalu sucikan hati dengan niat lahir dan bathin akan menunaikan ibadah puasa sepenuh hati. Ramuan tradisional untuk mandi balimau ini adalah warisan turun-temurun sejak dulunya, sejak puluhan tahun lalu bahkan konon sejak ratusan tahun lalu. Seperti yang dialami Bapak Jh berikut ini : “Istri dan anak-anak sering mandi balimau kalau sudah dekat mau puasa, mandi balimau dekat sungai Jorong Sariak ini saja. Bawa limau, jeruk nipis, dan bunga-bunga yang harum. Kalau mandi balimau ini ramai sekali kalau sudah mau dekat puasa, sungai nya bisa penuh dengan orang-orang yang inigin mandi.”

Makna dari tradisi mandi balimau adalah untuk kebersihan hati dan tubuh manusia dalam rangka mempersiapkan diri untuk melaksanakan ibadah puasa. Masyarakat etnik Minang beranggpan dengan mandi balimau adalah wujud dari kebersihan hati, jiwa dan memberikan kenyamanan bathin serta kesiapan lahir bathin ketika melaksanakan Ibadah puasa 41

2.6. Sistem Kemasyarakatan dan Organisasi Sosial 2.6.1. Sistem Pemerintahan Jorong Sariak Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Desa, Nagari di usulkan menjadi Desa, pada tahun 1983 terbentuklah Pemerintahan Desa yang terdiri dari 5 Desa yaitu : Desa Simpang Tigo, Desa Sariak, Desa Sungai Talang, Desa Pujorahayu, Desa Mahakarya. Pemerintahan Desa berjalan dari tahun 1983 sampai tahun 2002, pada saat itu di usulkan kembali menjadi Pemerintahan Nagari 5 Desa di jadikan 1 Nagari, berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah direvisi kembali menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Tahun 2003 dilaksanakan pemilihan Wali Nagari Koto Baru, 5 Desa dijadikan menjadi 5 Jorong, setahun kemudian yaitu pada tahun 2004 timbulah aspirasi dari pemerintah untuk memekarkan Jorong melalui BPAN dari 5 Jorong menjadi 8 Jorong, yaitu : Jorong Simpang Tigo, Jorong Sariak, Jorong Sungai Talang, Jorong Pujorahayu, Jorong Ophir, Jorong Jambak, Jorong Mahakarya, Jorong Giri Maju. Sistem administrasi pemerintahan sudah seragam oleh pememerintah termasuk di Jorong Sariak. Daerah Jorong Sariak dipimpim oleh Kepala Jorong yang dipilih melalui sistem pemungutan suara. Begitu juga dengan kepemimpinan Wali Nagari Kota Baru yang dipimpin oleh Kepala Wali Nagari. Dilihat dari tingkatan sistem pemrintahan Kepala Jorong termasuk dibawah naungan kepemimpinan Wali Nagari. Tugas seorang Kepala Jorong mengatur segala bentuk keperluan adminitrasi masyarakat yang ada di wilayahnya. Kemudian kepala Jorong melanjutkan ke Kantor Wali Nagari. Nagari sebagai kesatuan adat memiliki kebebasan untuk mengurus nagarinya sendiri sesuai ketentuan adat yang berlaku. Pemerintahan di sebuah nagari diatur menurut tingkatan sebagai berikut : 1. Suku, dipimpim oleh mamak/penghulu suku 2. Buah Paruik (kumpulan orang sekaum), dipimpin oleh mamak/penghulu kaum 3. Kampuang (kumpulan rumah gadang yang berdekatan), dipimpin oleh tuo kampuang 4. Rumah Gadang, dipimpin oleh tungganai

42

Undang-undang dalam nagari mengatur hubungan antara nagari dengan isinya dan seseorang dengan masyarakat yang lainnya. Undang-undang dalam nagari juga menggariskan hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat, dapat juga menjamin keamanan dalam nagari. Menjadi sebuah nagari yang sah harus memenuhi 5 persyaratan sebagai berikut : berlebuh, berbalai, bertepian, bermasjid, dan bergelanggang. Bila tidak memenuhi 5 persyaratan ini belum boleh dikatakan nagari, melainkan baru bisa dikatakan dengan sebutan dusun atau teratak, meskipun disana sudah ada penghulu yang akan menghukum menurut adatnya. 1. Lebuh itu adalah jalan yang pasa labuah nan golong (tempat orang keluar masuk di dalam nagari itu). 2. Tepian adalah tempat orang mengambil air, tempat mandi yang terletak di tepi-tepi kampung. 3. Balai adalah tempat penghulu duduk mnghukum dan memperkatan sepanjang adat, juga tempat orang berniaga jual beli yang diramaikan sekali sepekan. 4. Masjid adalah tempat perhimpunan orang bersidang Jum”at menurut syarak. 5. Gelanggang adalah suatu tanah lapangan untuk tempat berkumpul tiap-tiap pagi dan petang, bisa juga untuk tempat untuk menghilangkan hati yang rusuh, menimbulkan hati yang damai, dan tempat bermacam-macam permainan anak nagari.

Gambar 2.14. Kantor Wali Nagari Koto Baru Di Jorong Sariak Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

43

Dalam mendirikan sebuah nagari harus ada tiang nagari, yang bertujuan sebagai bentuk kekuatan sebuah nagari seperti, pertama, segala penghulu yang ada dalam setiap nagari disebut dengan jiwa nagari, kedua, segala panglima hulubalang yang ada di dalam nagari, ketiga, segala manti yang biasanya disebut kaki tangan nagari, keempat, segala kadhi, imam, bikal, khatib, alim ulama, disebut ujung lidah nagari, kelima, segala oang cerdik pandai disebut ujung lidah nagari, keenam, segala orang banyak, disebut isi nagari. Secara adat masyarakat etnik Minang Jorong Sariak sejak dahulu dipimpin oleh penghulu dengan panggilan sehari-hari datuak (Datuk), dan biasanya masyarakat etnik Minang menyebutnya Rang Kayo (orang kaya yang banyak harta). Seorang penghulu bagi masyarakat etnik Minang adalah orang yang sangat di muliakan karena keistimewaannya yang ada melekat padanya, dan juga merupakan seorang kepala kaum yang dituakan dalam sukunya. Suku yang ada di Jorong Sariak ada empat yaitu, Suku Tanjung Bantai, Suku Sikumbang, Suku Melayu dan Suku Melayu Limau Manih. Dalam keseatuan suku penghulu juga berperan sebagai pengendali, pengarah, pengawas, dan pelindung terhadap anak kemenakan serta tempat keluarnya sebuah aturan dan keputusan yang dibutuhkan oleh masyarakat anak kemenakan yang dipimpin oleh penghulu. Pak HN yang menjabat sebagai penghulu atau datuak menjelaskan tentang syarat-syarat untuk menjadi seorang penghulu sebagai berikut : 1. Laki-laki 2. Penghulu harus seorang laki-laki. 3. Baik sifatnya Ayahnya hendaklah berasal dari orang baik, ini gunanya untuk jaminan bagi ahklak atau budi pekertinya. 4. Balig-berakal Penghulu itu harus seorang yang telah dewasa, berakal dan berpendidikan teguh serta tegas dalam segala tindakannya. 5. Berilmu Penghulu harus mempunyai pengetahuan tentang adat, termasuk undang-undang dan hukum adat serta memiliki ilmu pengetahuan umum.

44

6. Adil Penghulu tidak berat sebelah, semua kemenakan adalah sama, baik terhadap yang kandung maupun yang tidak. 7. Arif bijak sana Penghulu hendaklah mempunyai perasaan halus, berpikiran tajam, cerdik-cendikia dan paham akan yang tersirat. 8. Tablig Penghulu hendaklah menyampaikan sesuatu yang baik kepada masyarakatnya. 9. Pemurah Penghulu hendaklah bersedia memberi nasihat-nasihat kepada barang siapa yang berbuat salah. 10. Tulus

Penghulu itu harus lurus dan benar. 11. Sabar

Penghulu hendaklah berpandang lapang dan ber alam luas. 12. Kaya

Penghulu diharapkan adalah seorang yang berada, sehingga ia tidak akan menyusahkan anak kemanakan untuk memenuhi keperluannya seharihari. Setelah penghulu atau datuak terpilih berdasarkan musyawarah mufakat melalui demokrasi moril, secara adat antara anak kemenakan dalam suatu suku atau kaum mempersiapkan acara pengukuhan pada acara baralek gadang. Dalam acara baralek gadang pengukuhan seorang penghulu atau datuak terdapat beberapa symbol-simbol adat (Ibrahim, 2003 : 183). Mambantai Kabau, “Kabau didabiah tanduak dibanam darah dikacau dagiang dilapah” (menyembelih kerbau, kerbau disembelih, tanduk ditanam, darah dikacau daging dimakan), pengertian menyembelih kerbau adalah membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri seorang penghulu atau datuak, tanduk ditanam artinya membuang sifat-sifat hewani yang cenderung melukai dan membinasakan dari jiwa seorang penghulu atau datuak pemimpin adat, sedangkan pengertian darah dikacau adalah mendinginkan darah yang panas dalam hati seorang pemimpin, karena seorang penghulu atau datuak harus berjiwa teduh dan mengayomi.

45

Pengertian daging dilapah adalah bahwa seorang penghulu atau datuak dia adalah tempat mengadu anak kemenakannya dikala susah dan kelaparan, harta pusaka tinggi dan ulayat yang diaturnya adalah untuk kemakmuran anak kemenakannya. Marawa dipancangkan (mengibarkan umbul-umbul) dimedan perhelatan. Marawa 3 warna yaitu kuning, merah dan hitam berdiri kokoh menjulang tinggi ke udara namun ujungnya menjulai tunduk ke bawah. Warna kuning melambangkan kekuasaan seorang penghulu atau datuak. Warna merah melambangkan keberanian. Warna hitam melambangkan kesabaran dan ketabahan seorang penghulu atau datuak dalam mengahadapi anak kemenakannya. Berdiri kokoh menjulang tinggi artinya seorang penghulu atau datuak harus mempunyai wibawa dan kharismatik ditengah-tengah kaum dan masyarakat dalam nagari. Ujung marawa menjulai tunduk ke bawah melambangkan walau penghulu atau datuak orang yang ditinggikan dan didahulukan selangkah namun dia tetap harus melihat ke bawah memperhatikan dan mengayomi orang yang dipimpinnya dengan rendah hati memakai ilmu padi semakin berisi semakin tunduk. Dalam melaksanakan tugasnya seorang penghulu biasanya dipanggil dengan sebutan “Urang nan gadang basa batuah” dia gadang pada kaumnya dia basa pada sukunya dan dia batuah dalam nagari, gadang dalam kaumnya artinya seorang penghulu ini dibesarkan atau dituakan selangkah dalam kaumnya, dan basa pada sukunya artinya dia menjadi panutan dan pemimpin yang mengatur dalam sukunya, sedangkan batuah dalam nagari artinya seorang penghulu karena dia ninik mamak maka apa-apa yang dikatakan dan diperbuatnya juga menjadi acuan sehingga dia disegani dan dihormati dalam nagari. 2.6.2. Kelompok Sosial Menurut informasi dari beberapa warga masyarakat etnik Minang di Jorong Sariak, ada beberapa kelompok sosial yang masih aktif yaitu, Kelompok Petani Jagung, Kelompok Petani Sawit dan Kegiatan Ibu PKK. Dengan adanya kelompok tani tersebut masyarakat etnik Minang dapat saling berinteraksi, berkomunikasi dan saling tukar menukar informasi. Kelompok tani juga merupakan suatu wadah

46

tempat musyawarah dan gotong royong, karena masyarakat etnik Minang Jorong Sariak masih menjunjung tinggi azas musyawarah mufakat dan jiwa gotong royong masih kental. Masyarakat etnik Minang mendirikan kelompok tani ini tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pendapatan para anggota petani lainnya. Seperti ungkapan Bapak MD yang bekerja sebagai petani sawit berikut ini : “Disini ada kelompok petani jagung ada juga kelompok petani sawit. Kalau udah berkumpul bersama dengan petani yang lainnya sering membahas masalah harga jual buah sawit, dan sering juga membahas kepunyaan lahan sawit dengan petani sawit lainnya. Apabila kita ada acara hajatan di rumah nanti kita undang petani yang ada dalam kelompok tani ini, mereka sudah seperti keluarga sendiri.”

Kegiatan sosial yang masih aktif dilaksanakan masyarakat etnik Minang adalah kegiatan Ibu-ibu yang terwadahi dalam PKK (Pembinaan kesejahteraan Keluarga). Segala bentuk kegiatan PKK di Jorong Sariak ibu jorong selaku istri kepala jorong berperan mengkoordinir seluruh kegiatan dan bertanggung jawab. Kegiatan ibu PKK di Jorong Sariak ini sering juga diperlombakan antara masyarakat Etnik Minang, perlombaanya adalah masyarakat Etnik Minang membuat suatu kelompok tanaman obat tradisonal dan tugasnya adalah melakukan penanaman berbagai jenis tumbuhan obat tradisional. Sebulan sekali perlombaan ini akan dinilai oleh staf pukesmas dan aparat pemerintah dari kantor wali nagari. 2.6.3. Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan yang berlaku di etnik Minang yang tinggal di Jorong Sariak bersifat unilineal atau unilateral, yaitu suatu sistem menghitung garis keturunan hanya mengakui satu pihak orang tua saja sebagai penghubung keturunan. Dalam hal ini hanya memakai ibu, oleh karena itu disebut dengan sistem matrilineal atau garis keturunan ibu. Ada tiga kemungkinan mengapa orang Etnik Minang mengambil alur matrilineal (Idris S. 1992). 1) Dibawa dari kampung asal di India Selatan (Hindia Belakang), atau mungkin juga dari Vietnam bagian timur.

47

2)

Direkayasa pada masa pemerintahan raja Adityawarman, bahwa raja mereka adalah orang Etnik Minang, karena ibunya adalah putri Melayu. Dengan rekayasa yang demikian, orang Etnik Minang tidak merasa diperintah oleh raja keturunan Majapahit, tetapi diperintah oleh raja dari kalangan mereka sendiri. 3) Karena Bundo Kanduang yang dihormati, tetapi ia dianggap tidak pernah bersuami, sehingga tidak mungkin ditarik garis keturunan bapak (patrilineal), maka satu-satunya kemungkinan ialah menarik garis keturunan ibu. Masyarakat etnik Minang di Jorong Sariak menganut sistem kekerabatan matrilineal, dimana sistem kekerabatan ini menarik garis keturunan dari garis ibu. Jadi suku masyarakat Etnik Minang harus mengikuti suku ibunya dan seorang perempuan memiliki kedudukan istimewa di dalam kaum. Dalam suatu pernikahan orang sesuku tidak boleh menikah. Untuk pembagaian harta warisan yang menguasai adalah ibu dan yang mengikat tali kekeluargaan rumah gadang adalah hubungan dengan harta warisan dan sako (gelar). Seperti yang diungkapan Bapak Hs berikut : “Di etnik Minang ini sistem kekerabatan matrilineal inilah yang menguasakan penggunaan harta warisan akan jatuh pada kaum perempuan, karena mereka memiliki kelebihan yaitu, teliti, hemat, dan pandai menggunakan harta warisan untuk keperluannya.”

Wanita tertua di kaum dijuluki limpapeh, dan dia juga mendapat kehormatan sebagai penguasa seluruh harta kaum. Untuk pembagian harta warisan nantinya diatur olehnya. Sedangkan laki-laki tertua di kaum dijuluki tungganai, dan bertugas sebagai mamak kapalo warih. Tungganai hanya berkuasa untuk memelihara, mengolah, dan mengembangkan harta milik kaum, tapi tidak untuk menggunakannya. Dalam keluarga masyarakat Etnik Minang, tanggung jawab lebih banyak berada di tangan ninik mamak (saudara laki-laki ibu atau saudara laki-laki dari ibunya ibu). Seorang ninikmamak wajib mengurusi kemenakannya dan mengawasi segala sesuatu yang berhubungan dengan harta warisan. Begitu juga dengan peranan seorang suami di dalam keluarganya sendiri, yaitu mengawasi saudara perempuan dan kemenakan-kemenakannya. Namun, pada

48

masa sekarang, peranan ninik mamak semakin kecil karena hanya cenderung untuk mengurusi istri dan anak-anaknya6. Menurut Bapak AM ada beberapa istilah dalam hubungan kekerabatan Etnik Minang sebagai berikut : “Mamak (Saudara laki-laki dari ibu), Kemanakan (Anak saudara perempuan dari seorang laki-laki), Sumando (Hubungan seorang laki-laki dengan suami saudara perempuannya), Pasumandan (Hubungan urang sumando dengan keluarga istrinya yang laki-laki), Minantu (Suami/istri dari anak), Mintuo (Orang tua dari suami/istri), Induak bako (Ibu dari bapak, ibu dari para bako (saudara perempuan bapak).”

2.6.4. Adat Perkwaninan Etnik Minang Jorong Sariak Masa perkawinan merupakan masa permulaan bagi seseorang melepaskan dirinya dari lingkungan kelompok keluarganya, dan mulai membentuk sebuah kelompok kecil atau unit tersendiri yaitu. Dalam penentuan pemilihan jodoh, dahulunya perjodohan masyarakat Etnik Minang ditentukan oleh kedua orang tua mereka. Namun, pola penentuan pemilihan jodoh itu sekarang sudah jauh berubah, mereka dapat menentukan atau memilih pasangan hidup mereka dengan sendirinya. Dengan pilihan mereka sendiri ini nantinya orang tua akan menyetujui atas pilihan anak mereka, karena orang tua dalam hal ini beranggapan pilihan anaknya merupakan yang terbaik, dan dapat mejalani kehidupan rumah tangga dengan baik nantinya. Mengenai usia pernikahan masyarakat Etnik Minang, untuk sekarang ini ratarata berusia hampir di atas 20 tahun. Dalam prosesi perkawinan masyarakat etnik Minang, kedua calon mempelai harus beragama Islam dan tidak ada hubungan sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama. Kedua calon 6

. Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal dimana wanita mempunya bbbbgi peran penting sebagai pengikat, pemelihara, dan penyimpan harta pusaka. Sedangkan laki-laki mempunyai peranan penting untuk mengatur dan mempertahankan hartapusaka.Kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam adat Minangkabau berada dalam posisi seimbang. Laki-laki punya hak untuk mengatur segala yang ada di dalam perkauman, baik pengaturan pemakaian, pembagian harta pusaka, perempuan sebagai pemilik dapat mempergunakan semua hasil itu untuk keperluannya. 49

mempelai bisa saling menghormati dan menghargai orang tua serta keluarga kedua belah pihak. Marapulai (pengantin laki-laki) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk menjamin kehidupan keluarganya setelah menikah. Perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat-syarat tersebut di atas dianggap perkawinan sumbang, atau perkawinan yang tidak memenuhi syarat menurut adat masyarakat etnik Minang Jorong Sariak. Tahap pertama dalam perkawinan masyarakat etnik Minang adalah mencari ayam (acara perkenalan antara pihak laki dan perempuan). Acara mencari ayam biasanya melibatkan niniak mamak, urang sumando, bundo kanduang serta sanak famili dan juga tetangga di sekitar tempat tinggal. Di acara mencari ayam ini pihak laki-laki datang ke tempat pihak calon mempelai perempuan. Dalam prosesi mencari ayam ini membahas tentang acara antar tando (bertunangan) atau sebaliknya tidak ada acara bertunangan. Acara antar tando (bertunangan) biasanya berupa cincin atau gelang dan ada pula berupa pitih nikah (uang nikah). Dalam acara tando ini (bertunangan) pihak laki-laki membawa emas gram. Setelah dilaksanakannya pertunangan dilanjutkan kedua belah pihak untuk menentukan tanggal baralek (pesta), hari, dan bulan berapa baralek (pesta) perkawinan akan dilangsungkan. Sebelum barelek (pesta) pekawinan dilangsungkan, ada acara duduak kaki balek (berbicang tentang penentuan panitia pesta). Pada acara ini yang terlibat ninik mamak suatu suku, bundo kanduang, datuak serta tetangga dan kerabat terdekat membahas masalah siapa saja yang akan membantu memanggiah (memanggil) masyarakat etnik Minang lainnya untuk hadir dalam acara pesta perkwaninan. Kemudian dilanjutkan dengan acara duduak urang (duduk bersama-sama) yaitu acara mengumpulkan uang seperti, kalau niniak mamak diwajibkan menyubang uang sebesar Rp. 50.000, sedangkan untuk urang sumando menyumbang uang sebesar Rp. 30.000, dan masyarakat Etnik Minang lainnya bebas untuk menyumbang uang berapa saja. Di acara duduak urang yang paling berperan adalah urang sumando, tugasnya adalah mengantar makanan dan minuman untuk tamu yang datang dalam acara duduak urang.

50

Selanjutnya dilanjutkan dengan acara puncak yaitu baralek gadang, istilah dalam bahasa minang “barek samo di pakuo ringan samo di jinjiang”. Pada acara baralek ini ada acara manyalang (meminjam) marapulai (pengantin laki-laki). Kalau manyalang marapulai biasa dari pukul 08.00 pagi sampai pukul 17:00 sore. Marapulai juga di dampingi oleh sumandan (saudara pihak laki-laki), biasanya sumandan terdiri dari tiga sampai lima orang. Setelah selesai acara baralek, ada acara selanjutnya yaitu manyudahan alek (sudah pesta). Acara ini merupakan acara terakhir dari acara baralek. Tujuan acara ini diselenggarakan untuk mengetahui berapa banyak uang yang terkumpul selama baralek dan berapa banyak potong kain atau kado yang dapat dalam acara baralek ini. Acara manyudahan alek ini juga melibatkan niniak mamak, urang sumando, dan bundo kanduang serta tetangga di sekitar tempat tinggal. Dalam acara manyudahan alek ini juga mendo’a sukuran dengan membuat singgang ayam dan nasi kuning yang dihidangkan untuk di makan, selesainya mendo’a ini menandakan bawha ke panitiaan baralek sudah selesai. Gambar 2.15. Acara Pesta Perkawinan Masyarakat Etnik Minang Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

51

Setelah menikah masyarakat Etnik Minang akan menjalani kehidupan dalam berumah tangga, peranan kepala keluarga sangat berpengaruh sekali dalam mengambil sebuah keputusan dalam berumah tangga. Karena kepala keluarga berhak menentukan pemilihan tempat tinggal, apakah di rumah mertua atau mereka mencari rumah baru. Hal ini juga tergantung dari kehidupan ekonomi keluarga. Namun, untuk pemilihan tempat tinggal masyarakat Etnik Minang biasanya memilih tempat tinggal tidak jauh dari rumah mertuanya, dan lokasi yang dipilih lebih sering dibelakang rumah mertua dan disamping rumah mertua. Seperti ungkapan Ibu RK berikut ini : “Rumah saya sekarang ini disamping rumah mertua saya, tanahnya luas dan disuruh bangun saja rumah disini kata mertua saya, kita membangun rumah ini berdua saja sama suami, kalau dibuatkan sama tukang kita tidak ada uang, karena keadaan ekonomi yang kurang memadai, kita buat rumah ini bertahap-tahap, nanti akan siap juga walaupun rumahnya agak kecil.”

2.7. Bahasa Sehari-hari Bahasa merupakan alat komunikasi untuk berinteraksi seharihari. Dalam kehidupan masyarakat etnik Minang bahasa sehar-hari yang digunakan dalam berinteraksi masih menggunakan bahaso minang (bahasa minang). Penggunaan bahasa Indonesia hanya dilakukan oleh anak-anak saja, sedangkan untuk kalangan remeja, dewasa, ibu-ibu, bapak-bapak dan yang sudah lanjut usia mereka ebih sering menggunakan bahaso minang dalam berinteraksi sehari-hari. Berikut ini merupakan bebarapa contoh kalimat bahaso etnik Minang dan pepatah bahaso etnik Minang oleh Ibu MI : “Indak buliah mambuang sarok di siko (tidak boleh membuang sampah disini). Murah kato takatokan, sulik kato jo patimbangan, kato nan liok-liok lambai, rundiang nan liok lamak manih, sakali rundiang disabuik takana salamanyo (kata yang mudah terkatakan, kata yang sulit dengan pertimbangan, ucapan yang kenyal serta lentur, rundingan yang lembut enak dan manis, sekali rundingan diketengahkan teringat selamanya).”

52

2.8. Kesenian Ronggeng Kesenian Ronggeng adalah satu kesenian yang masih eksis atau bertahan dan kesenian tersebut sering ditampilkan dalam acara perkawaninan dan acara menyambut hari besar. Menurut salah seorang warga masyarakat etnik Minang kesenian Ronggeng sudah mengakar didalam kehidupan masyarakat setempat. Kesenian Ronggeng merupakan salah satu sarana hiburan masyarakat etnik Minang. Dalam setiap pertunjukan kesenian Ronggeng jumlah penampil pria paling sedikit tiga orang. Salah seorang di antaranya akan bertugas sebagai pendendang dan tukang pantun yang senantiasa akan berpantun dan berjoget. Dalam dendang ini ada berirama sedih, senang, dan sindiran atau bergurau. Nyanyian dendang biasanya diiringi dengan alunan musik seperti, biola, gendang, dol, tamburin dan botol. Suara alat musik yang lebih riang dan bervariasi ini tentu saja untuk mengiringi tarian-tarian yang dilakukan oleh para penari Ronggeng. Bentuk pantun yang dibawakan adalah pantun muda-mudi dan didendangkan atau dinyanyikan mengikuti irama lagu. Pantun yang didendangkan akan mengikuti irama-irama lagu yang dilantunkan oleh Ronggeng, yaitu penari pria yang memakai kostum wanita dan penampil pria sambil menari secara bergantian. Dalam pertunjukan Ronggeng dari awal hingga akhir para pemain akan diberikan waktu untuk beristirahat beberapa kali. Untuk berapa jumlah berapa kali mereka beristirahat tidak bisa ditentukan, karena berdasarkan kondisi fisik setiap penampil. Setelah selesai beristirahat penampil pendendang akan melakukan pertukaran irama lagu yang diminta oleh penonton, tujuannya agar penonton bersemangat mengikuti pertunjukan Ronggeng ini7.

7

“Ronggeng Pasaman” merupakan salah satu tradisi yang masih hidup dan lestari di Pasaman Barat. Tradisi kesenian ini merupakan seni pertunjukan yang terdiri atas pantun, tari atau joget, dan musik.

53

Gambar 2.16 Suasana Pertunjukan Kesenian Ronggeng di Malam Hari Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

2.9. Sistem Budaya Pelayanan Kesehatan Serupa dengan tiap kebudayaan atau sub-kebudayaan bahwa sistem pelayanan kesehatan mempunyai tiga wujud, yaitu : (1) wujud gagasan dan konsep-konsep ; (2) wujud aktivitas dan (3) wujud benda. Secara budaya wujud pertama biasanya disebut sistem budaya atau cultural system ; wujud kedua disebut sistem sosial atau social system dan wujud ketiga disebut kebudayaan fisik atau material culture. Mengenai sistem budaya terkait dengan sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai suatu jaringan dari berbagai macam gagasan, konsep, nilai budaya, norma dan aturan hidup, motivasi dan pengetahuan tentang kesehatan, yang saling terkait erat sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat, tidak dapat diobservasi apalagi difoto atau difilmkan. Wujud budaya ini letaknya di masing-masing kepala yaitu otak setiap individu sebagai anggota masyarakat yang menganut kebudayaan yang bersangkutan. Ambil contoh tentang konsep sakit dan sehat, pengetahuan tentang pengobatan atau obat-obat dan lainlain. Sedangkan mengenai sistem sosial terkait dengan sistem pelayanan kesehatan adalah sebagai suatu sistem dari berbagai macam aktivitas berpola, karya, ritual-ritual untuk memenuhi 54

kebutuhan hidup sehat manusia atau masyarakat yang bersangkutan. Sistem sosial ini sifatnya konkrit atau dapat dilihat, dapat diobservasi atau difoto/difilmkan. Ambil contoh aktivitas atau praktek dari seorang tenaga medis atau dukun dalam menyembuhkan/mengobati suatu penyakit. Sedangkan wujud ketiga dari kebudayaan terkait dengan sistem budaya pelayanan kesehatan adalah berupa kebudayaan fisik atau benda-benda atau peralatan untuk menunjang dalam pelayanan pengobatan penyakit. Sedang sistem budaya pelayanan kesehatan di masyarakat minimal ada tiga sektor, yaitu (1) sistem pelayanan kesehatan bio-medikal ; (2) sistem pelayanan kesehatan tradisional dan (3) sistem pelayanan kesehatan oleh keluarga. 2.9.1. Sakit dan Sehat Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual. Menurut WHO (1947) definisi Sehat Dalam Keperawatan Sehat : Perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (Aktualisasi)8. Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten sedangkan penyesesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas struktural. Pemahaman makna sehat dan sakit dalam kehidupan masyarakat Jorong Sariak kadang kala bertentangan dengan pemahaman dalam dunia medis. Seperti batuk, demam, sakit kepala, dalam pandangan dunia medis ini bisa dikatakan bahwa orang tersebut sedang sakit. Berbeda dengan cara pandang masyarakat Jorong Sariak, menurut Ibu BD yang berpendapat bahwa sakit adalah ketika dia tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari dan hanya bisa tertidur di rumah.

8

http://id.scribd.com/doc/36716628/Defiini-Sehat.

55

Meskipun dalam keadaan sakit batuk dan sakit kepala dia mengganggap bahwa dirinya masih sehat dan tidak sakit. Karena Ibu BD menganggap sakit batuk dan sakit kepala masih kategori sakit ringan saja. Ketika sakit dan dirasakan tidak terlalu parah, masyarakat etnik Minang pada umumnya membeli obat-obat generik di warungwarung. Ada juga sebagian masyarakat Jorong Sariak ketika sakit melakukan pengobatan diri sendiri dengan membuat ramuan obat tradisional dari bahan tumbuhan-tumbuhan yang dipercaya dapat menyembuhkan suatu penyakit. Ketika sakit yang dialami cukup parah, umumnya masyarakat etnik Minang mencari pengobatan ke tenaga kesehatan yang dipercaya. Mulai dari Polindes, Pukesmas, Dokter, Bidan Desa dan Rumah Sakit. Hal ini yang dialami oleh Ibu Rt berikut ini : “Kalau belum masuk rumah sakit dan masih bisa bekerja itu masih sehat. Yang dinamakan sakit itu sering masuk rumah sakit dan tidak bisa bekerja lagi. Sakit batuk, sakit flu, sakit kapala, itu belum sakit lagi, dan ini masih kategori sakit ringan. Sakit yang sedang itu sakitnya cuma 3 hari saja dan bisa cepat sembuh. Yang namanya sakit berat itu sakitnya sudah satu bulan ke atas dan tidak sembuhsembuh.”

Sebut saja Pak Sm, ia menderita penyakit darah tinggi sudah ia derita selama 5 tahun. Upaya penyembuhan atau pengobatan sudah dilakukan dari mulai berobat ke Pukesmas ophir, Rumah Sakit Jambak, Rumah Sakit Yarsi dan ke Rumah Sakit Enjamil yang terletak di Kota Padang. Dengan berobat keseluruh tenaga kesehatan ini dan mengeluarkan biaya yang cuku mahal, Pak Sm merasa kondisinya menjadi lebih baik. Meskipun tingkat kepercayaan untuk berobat ke tenaga kesehatan masih cukup tinggi yang dilakukan masyarakat etnik Minang, namun pada umumnya masyarakat setempat masih sering melakukan pengobatan ke datu kampuang (dukun kampung) dan engku (alim ulama) untuk melakukan penyembuhan penyakit yang diderita. Pengobatan yang diberikan oleh datu kampuang (dukun kampung) dan engku (alim ulama) ke pasienya seperti pengobatan herbal dan pengobatan alternatif.

56

Demikian juga dengan Pak Sm, ketika melakukan pengobatan dengan datu kampuang (dukun kampung) dan engku (alim ulama), Pak Sm diberikan ubek kampuang (obat kampung) yaitu daun gambus dan kunyit yang diperas lalu diminum. Manfaatnya adalah untuk menurunkan darah tinggi dan badan terasa sehat kembali. Sebagai negara yang sedang berkembang di Indonesia sistem pengobatan tradisional masih hidup berdampingan dengan sistem pengobatan modern (bio medikal). Banya orang yang sudah sangat terbiasa pergi ke dokter untuk penyakit-penyakit tetentu, masih juga pergi ke dukun untuk penyakit-penyakit yang lain. Tidak jarang juga ada orangb yang pergi ke dokter dan ke dukun untuk pengobatan penyakit yang dianggapnya sama ( Koentjaraningrat, 1982) (Dalam Ilmu-Ilmu Sosial Dan Pembangunan Kesehatan, Prosiding Seminar Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Depkes RI, 1982). Menurut WHO bahwa pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif adalah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan dari pengetahuan dan pengalaman praktek yang dia miliki, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam melakukan diagnosis, prevensi, dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental, ataupun sosial (Agusmarni, 2012). Faktor ekonomi memiliki peranan yang cukup besar bagi masyarakat etnik Minang Jorong Sariak dalam melakukan pengobatan tradisional dan pengobatan alternatif kepada datu kampuang (dukun kampung) dan engku (alim ulama). Faktor ekonomi ini diperkuat dengan anggapan masyarakat Etnik Minang bahwa pengobatan alternatif dan pengobatan tradisional membutuhkan sedikit biaya dalam membayar pengobatan tersebut. Faktor budaya juga salah satu yang mempengaruhi masyarakat etnik Minang dalam melakukan pengobatan kepada datu kampuang (dukun kampung) dan engku (alim ulama) , karena budaya merupakan suatu pikiran, adat-istiadat, kepercayaan, yang menjadi kebiasaan masyarakat Etnik Minang yang masih mereka pegang dari dahulunya. Seperti yang dialami Ibu MD berikut ini : “Sakit badan ini, bawa berobat dulu ke Pukesmas, tunggu 2 hari dulu kalau tidak ada perubahan bawa ke datu kampuang (dukun

57

kampung) aja lagi, berobat disini biayanya murah, sudah sering berobat disini dan sudah percaya juga, tidak saya saja masyarakat yang lain banyak juga berobat ke datu kampuang (dukun kampug) ini.”

2.9.2. Pengobatan Tradisional Penyembuhan penyakit yang dilakukan masyarakat Etnik Minang tidak hanya dengan melakukan pengobatan alternatif melalui datu kampuang tetapi masyarakat juga sering mengkonsumsi obatobat tradisional yang mereka cari dan diracik sendiri. Tanaman obat ini sangat mudah mereka dapatkan, karena masyarakat mempunyai tanaman kelompok kusus obat tradisional. Menurut masyarakat setempat ada beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan obat tradisional. Ambil contoh pengobatan untuk menurunkan demam atau panas biasanya masyarakat menggunakan daun jarak. Daun jarak dipilih yang muda sebanyak 7 lembar kemudian dicampur dengan sedikit beras dan dimasukan ke dalam baskom berukuran kecil berisi air. Demikian pula untuk pengobatan batuk, flu, dan sakit kepala, masyarakat etnik Minang di Jorong Sariak menggunakan daun capo dan telur ayam kampung, kemudian daun capo tersebut di remasremas sampai menghasilkan air, selanjutnya di aduk, baru diminum.

Gambar 2.17. Daun Jarak yang digunakan untuk Mengobati Penyakit Demam Panas Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015.

58

Gambar 2.18. Daun Capo yang digunakan untuk Mengobati Sakit Batuk, Sakit Flu dan Sakit Kepala Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

2.9.3. Sijundai (Penyakit Kiriman) Dalam kehidupan masyarakat etnik Minang masih ada kepercayaan tentang penyakit kiriman, yang disebut Sijundai. Dalam istilah yang dipahami masyarakat setempat adalah penyakit karena guna-guna yang dikirim oleh seseorang melalui perantara makhluk halus. Ketika seseorang terkena penyakit kiriman tersebut akan berakibat dengan gejala yang tidak wajar sehingga akan hilang kesadaran, ada kalanya menangis atau sebaliknya tertawa, tanpa sebab apapun. Menurut masyarakat sijundai biasanya lebih sering menimpa gadis maupun bujang. Masalah yang lebih erat kaitannya dengan hubungan percintaan, atau saling dengki dalam hal kepemilikan harta benda. Ada juga karena dendam yang tak terbalaskan maka dengan cara inilah dilampiaskan dengan mengirim sijundai. Akibat bagi seorang yang terkena sijundai ini akan berperilaku seperti orang gila, menangis, tertawa sendiri, berteriak, menarik-narik rambut, dan memanjat dinding. Pengiriman sijundai biasanya dilakukan pada malam hari. Seperti yang diungkapan Bapak Dn berikut ini :

59

“Naikkan saja sijundai itu lagi kalau kita sudah sakit hati dan dendam sama dia, karena perkataannya terlalu menyakitkan. Sijundai ini kalau orang Jawa bilang sama dengan santet. Kalau udah kena susah sembuhnya, bisa mati kita dibuatnya.”

Pengobatan yang dilakukan masyarakat Jorong Sariak ketika terkena sijundai dengan cara meminta bantuan kepada engku untuk mengobatinya. Dalam tahap pertama pengobatan engku memberikan satu botol air yang telah dibacakan do´a. Air ini akan diminum selama dua hari, apabila selama dua hari belum ada perubahan terhadap kesehatannya, maka akan dilakukan dengan pengobatan ke dua yaitu dengan mandi ubek (mandi obat). Bahan yang digunakan engku dalam mandi ubek ini adalah jeruk nipis 3 buah dan air. Pada jeruk nipis dan air engku membaca mantra dengan tujuan agar penyakit kiriman dapat lepas dan hilang dari tubuh yang menderita penyakit kiriman. Nampaknya kemajuan zaman tidak mempengaruhi kepercayaan dan tindakan masyarakat terkait dengan penyakit kiriman (sijundai).

Gambar 2.19. Engku melakukan Proses Mandi Ubek Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

60

2.9.4. Pengetahuan Makanan dan Minuman Makanan pokok masyarakat etnik Minang sebagaimana masyarakat Indonesia lainnya yaitu nasi ditambah lauk pauk dan sayur. Lauk pauk yang lebih sering dikonsumsi adalah ayam dan ikan, dan bahan didapat dengan cara membeli di pasar yang tidak jauh dari permukiman mereka. Sedangkan daging hanya pada hari-hari tertentu saja yaitu ketika ada pesta perkawinan atau acara mendoa. Sementara sayuran yang biasa dikonsumsi antara lain labu, kacang panjang, lobak, pucuk ubi, kangkung, dan daun paku. Namun, kacang panjang kurang diminati masyarakat setempat, karena mereka pada umumnya mengganggap dengan banyak makan sayur kacang panjang akan mudah cepat terkena penyakit asam urat. Seperti yang ungkapan Ibu Wg berikut : “Kalau udah makan pantangannya seperti sayur kacang panjang ini badan sudah mulai terasa mau copot, kepala juga sakit dan bawaan badan tu nggak enak terus.”

Adapun makanan selingan ketika lagi bersantai yaitu singkong dan jagung rebus. Selain itu untuk menambah vitalitas biasanya masyarakat lebih sering mengkonsumsi telur ayam, pinang muda sehingga kuat bekerja. Pola makan masyarakat etnik Minang 3 kali dalam satu hari. Pada pagi hari sebelum berangkat bekerja biasanya mengkonsumsi gulai lontong sebagai menu utama. Adapun minumannya teh atau kopi. Makanan sebelum diolah terlebih dahulu dicuci.

Gambar 2.20. Ikan Nila Bakar Meruapakan Lauk Pauk yang Disukai Masyarakat Jorong Sariak Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

61

Untuk minum, masyarakat Jorong Sariak saat ini sudah meggunakan air dalam kemasan galon yang dibeli di tempat pengisian air minum dengan harga Rp. 3.000 per galonnya. Tentunya penggunaan air minum sehari-hari dalam kemasan galon dapat dikatakan merupakan suatu kemajuan pola pikir masyarakat sebagai suku minang tentang penggunaan air minum yang layak untuk dikomsumsi. Walaupun masih ada sebagian masyarakat yang masih menggunakan air sumur gali untuk dikonsumsi sebagai air minum sehari-hari yang terlebih dahulu dimasak. Menurut masyarakat, air sumur gali sebelum diminum dimasak akan mengakibatkan bakterinya mati sehingga layak untuk diminum. 2.9.5. Pelayanan Kesehatan di Jorong Sariak Kepuasan dalam berobat merupakan hal yang sangat penting dalam menilai mutu pelayanan kesehatan. Ada dua faktor utama yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan, yaitu pelayanan yang diharapkan (expected services), dan pelayanan yang dirasakan (perceived services). Jika harapannya terlampaui maka pelayanan dirasakan sebagai mutu pelayanan yang ideal dan sangat memuaskan, dan jika harapannya tidak terpenuhi pada pelayanan maka mutu pelayanan dianggap kurang memuaskan. Penilaian mutu pelayanan kesehatan dapat ditinjau dari beberapa sisi, yaitu sisi pemakai jasa pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan. Dari sisi pemakai, pelayanan kesehatan yang bermutu adalah suatu pelayanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan, dan diselenggarakan dengan cara yang sopan, santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembang atau meluasnya penyakit. Jorong Sariak merupakan Jorong di bawah ke Nagarian Koto Baru dan di bawah sistem Pemerintahan Kecamatan Luhak Nan Duo. Fasilitas kesehatan yang dimiliki Kecamatan Luhak Nan Duo ada 1 Pukesmas dengan nama Pukesmas Ophir yang terletak di ibukota Kecamatan Luhak Nan Duo yaitu Simpang Tiga. Pukesmas yang ada di Kecamatan Luhak Nan Duo ini tidak memiliki fasilitas ruang rawat inap untuk pasien. Sehingga ketika adanya pasien yang ingin rawat inap akan dipindahkan ke Rumah Sakit Jambak yang tidak jauh dari Pukesmas.

62

Untuk melayani serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, Pukesmas Ophir memiliki beberapa staf tenaga kesehatan terdiri dari dokter umum, dokter gigi, bidan dan perawat umum. Dengan adanya seluruh tenaga kesehatan ini masyarakat Etnik Minang Jorong Sariak mempunyai harapan yang sangat besar semoga seluruh petugas bisa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Etnik Minang, Etnik Batak dan Etnik Jawa yang ingin berobat dan senantiasa juga bisa ada waktu saat dibutuhkan oleh masyarakat. Ketika masyarakat Etnik Minang mengalami sakit, untuk pergi berobat ke Pukesmas Ophir masyarakat Etnik Minang harus menggunakan kendaraan sepeda motor sebagai sarana transportasi utama untuk menuju Pukesmas dengan jarak tempuh sekitar 1 km. Akses jalan yang ditempuh untuk menuju Pukesmas Ophir sedikit kurang baik dengan keadaan jalan berlubang dan berdebu, sehingga mengakibatkan debu berterbangan di jalan dan terhirup ke hidung bagi pengendara yang melawati jalan utama ini. Yang akhirnya dapat juga mempengaruhi kesehatan bagi masyarakat Etnik Minang. Dilihat dari segi bangunan fisik, Pukesmas Ophir bentuknya cukup baik dan sangat terawat, fasilitas kesehatan yang dimiliki Pukesmas dalam melakukan pengobatan pun sudah cukup baik, lengkap dan bisa dikatakan untuk standar Pukesmas sudah memadai. Luas tanah perkarangan Pukesmas sangat besar memungkinkan untuk kendaraan roda 4, dan kendaraan roda 2 punya pegawai Pukesmas serta pasien yang ingin berobat dapat parkir di perkarangan Pukesmas. Pukesmas Ophir juga memiliki mobil ambulans, yang berfungsi untuk menjemput dan mengantar pasien dalam keadaan sakit darurat.

63

Gambar 2.21. Pukesmas Ophir yang Terletak di Kecamatan Luhak Nan Duo Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

Jorong Sariak memiliki 1 orang tenaga kesehatan yaitu bidan, yang diutus oleh Kepala Pukesmas Ophir Kecamatan Luhak Nan Duo untuk bekerja di Polindes Jorong Sariak, masyarakat Etnik Minang sehari-hari memanggil bidan ini dengan sebutan Bidan Jorong. Untuk bagunanan fisik Polindes Jorong Sariak terbagi atas dua bangunan, ruangan pertama tempat bidan untuk melakukan aktivitas bekerja dan ruangan ke dua rumah dinas Polindes. Bangunan fisik tempat bekerja bidan di fasiltasi dengan 1 meja, 1 timbangan, 1 lemari yang digunakan untuk meletakan obat-obatan, dan 1 temapt tidur yng digunakan untuk melakukan pemeriksaan ibu hamil yang berkunjung ke Polindes. Rumah dinas dihuni oleh bidan selama masih bekerja di polindes.

64

Gambar 2.22. Polindes Jorong Sariak Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

Polindes yang ada sekarang ini sangat berpengaruh tehadap kesehatan masyarakat Etnik Minang, karena ketika masyarakat mengalami sakit bisa langsung berobat ke Polindes dan peranan bidan sangat dibutuhkan serta harus cepat tanggap dalam menanganinya, supaya masyarakat bisa menilai bagaimana kerja bidan tersebut. Sebagaimana yang diungkapan Ibu Jr sebagai berikut : “Pelayanan kesehatan disini bagus-bagus saja, ketika ada yang sakit langsung berobat ke Polindes, untuk fasilitas yang ada di Polindes sangat sederhana sekali belum cukup dengan gawat darurat, karena kalau sudah darurat akan dirujuk ke Pukesmas Ophir.”

Jarak tempuh untuk menuju Polindes tidak jauh dari tempat tinggal masyarakat lainnya. Namun ketika ada warga masyarakat sakit yang tidak dapat teratasi oleh bidan, pasien akan dirujuk ke Pukesmas. Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan pihak medis masyarakat tidak pernah mengalami kesulitan, karena bahasa yang dipergunakan masyarakat setempat sama dengan bahasa para petugas kesehatan yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu bahasa minang.

65

Baik kuantitas maupun kualitas dar segi pelayanan tenaga kesehatan yang ada di Polindes sudah cukup baik. Namun ada juga sebagian masyarakat yang memberikan kritikan terhadap Polindes, karena masih seringnya terjadi selisih paham antara bidan yang ditugaskan di jorong dengan masyarakat setempat ini. Sebagaimana diungkapkan Ibu Rm yang pernah berselisih paham, sebagai berikut : “Pelayanan kesehatan Polindes disini sedikit kurang baik ya, ini kalau menurut saya, dilihat dari segi melahirkan saja lah ya, kalau ibu-ibu disini banyak melahirkannya dengan bidan kampung bukan sama dia, nanti kalau ibu-ibu ini minta obat sama dia, dia nggak mau ngasih, apalagi kalau untuk minta buat akte dia nggak mau juga nolongin kita, ya itu tadi karena ibu-ibu disini nggak melakukan proses kelahiran sama dia. Tapi kalau kita minta ke bidan sunior mau mengasih.”

2.10. Sistem Peralatan dan Teknologi Teknologi yang digunakan pada masyarakat Etnik Minang Jorong Sariak bisa dikatakan sudah cukup modern dan sudah juga mengikuti perkembangan zaman. Ini terlihat dari kepemilikan alat komunikasi seperti handphone. Namun dengan kepemilikan handphone mereka menganggap bukan termasuk barang asing dan mewah, karena setiap orang bisa memilikinya dan dipergunakan tiap harinya. Untuk sinyal yang ada di jorong Sariak bisa dikatakan belum terlalu baik, sehingga untuk bekomunikasi melalui handphone masih sering terputus-putus. Masyarakat Etnik Minang Jorong Sariak suda merasakan kenyamanan dalam penerangan rumah mereka ketika malam hari, karena sarana listrik yang ada disana sudah sangat memadai dan listrik pun hidup 24 jam dalam satu hari. Dengan hidup lampu 24 jam setiap harinya masyarakat Etnik Minang bisa mengibur diri mereka dengan menonton televisi. Hampir semua masyarakat Etnik Minang Jorong Sariak sudah memiliki televisi dan vcd player. Selain itu masyarakat Etnik Minang juga sudah banyak memiliki kendaraan bermotor untuk digunakan berpergian berkerja ke kebun dan ladang. Namun ada sedikit berbeda dalam kepemilikan alat-alat masak, karena masih ada sebagian masyarakat Etnik yang menggunakan alat masak tradisional, seperti kompor.

66

Ketika memasak sambal dan memasak nasi masih ada masayarakat Etnik Minang yang menggunakan batu besar sebanyak 3 buah sebagai pondasi untuk menahan periuk nasi ketika ingin memasak nasi, begitu juga dengan memasak sambal kuali akan diletakkan diatas ketiga batu ini. Bahan bakar yang digunakan adalah kayu bakar, kayu kelapa sawit, dan buah sawit. Seperti ungkapan Ibu Sa berikut ini yang masih menggunakan kompor tradisional dalam memasak. “Alat masak yang digunakan di rumah masih tradisional kali, masaknya menggunakan kayu bakar sebagai bahan untuk apinya, kadang pake kompor minyak, tapi minyak susah di dapatkan disini kalau ada harganya mahal. Makanya pakai kayu bakar saja, untuk masalah rasa masakan dengan menggunakan kayu bakar tidak ada beda rasanya dengan mengunakan kompor minyak rasanya sama saja.”

Gambar 2.23. Kompor Tradisional dengan 3 Buah Batu Besar sebagai Pondasi untuk Memasak Nasi dan Lauk Pauk Sumber : Dokumentasi Penelitian, Mei 2015

67

Kepemilikan alat-alat teknologi peralatan kesehatan, masyarakat Etnik Minang tidak ada yang memiliki peratalatan kesehatan khusus di rumahnya. Faktor utama adalah keadaan ekonomi yang kurang memadai untuk dapat mempunyai alat-alat kesehatan di rumah. Masyarakat Etnik Minang dan masyarakat lainnya beranggapan ketika mereka terkena sakit ringan, mereka akan langusng pergi ke Polindes untuk berobat dan ada juga yang langsung membeli obat ke warung. Sebagaimana yang diungkapan Bapak Iw berikut : “Untuk makan sehari-hari saja kadang tidak cukup, tak bisa beli alat kesehatan dan tempat obat-obatan untuk letak di rumah. Kalau sakit bawa berobat aja ke Polindes kalau tak ke Pukesmas.”

68

BAB 3 PROFIL KESEHATAN MASYARAKAT JORONG SARIAK Dalam profil kesehatan masyarakat Jorong Sariak diuraikan tentang Penyakit Menular (PM), Penyakit Tidak Menular (PTM), Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan dan pencarian pengobatan penyakit. 3.1. Kesehatan Ibu dan Anak 3.1.1. Kehamilan Masyarakat Jorong Sariak menganggap kehamilan adalah sesuatu hal yang sangat membanggakan dan diharapkan oleh semua pasangan suami istri. Menurut masyarakat setempat, apabila pasangan suami istri setelah nikah lama tidak hamil atau bahkan tidak memiliki anak sama sekali maka akan merasa malu. Dalam kehidupan masyarakat setempat ada kepercayaan bahwa semasa kehamilan atau saat-saat kehamilan, masyarakat wajib menggunakan jimat yang biasa diesebut simaik. Menurut mereka, darah orang hamil sangat disukai makhluk halus. Jimat tersebut merupakan penangkal lasik ataupun makhluk halus lainnya. Apabila tidak menggunakan jimat, banyak kemungkinan buruk yang bisa terjadi, seperti terkena lasik atau bahkan terkena penyakit burung. Penyakit burung merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan makhluk halus (kerasukan) yang dapat terkena pada saat hamil, melahirkan, ataupun masa nifas. Gejala yang timbul bermacammacam, seperti demam tinggi, badan kuning kehitaman, hilang kesadaran hingga dapat menyebabkan kematian. 3.1.1.1. Pola Konsumsi Ibu Hamil Wanita biasanya saat hamil pola makannya tidak banyak berubah. Namun kebiasaan wanita Minang saat hamil mengonsumsi makanan pedas dikurangi. Menurut beberapa informan yang 69

diwawancarai, makanan pedas tidak baik untuk kesehatan anak di dalam kandungan. Makanan pedas dapat meningkatkan suhu di Rahim sehingga menjadi panas dan dapat menimbulkan dampak pada kandungan yaitu keguguran. Selain itu, selama wanita hamil juga tidak diperbolehkan terlalu banyak minum es. Menurut beberapa informan jika terlalu banyak minum es, maka anak yang ada dalam kandungan bisa kelebihan berat badan dan berdampak terhadap proses persalinan, yaitu wanita yang bersangkutan sulit melahirkan. Jenis makanan lainnnya yang juga dianggap sebagai pantangan bagi Ibu hamil, antara lain: 1) Pantang makan makanan yang pedas 2) Pantang minum es karena dapat menyebabkan janin menjadi lemah dan kelebihan berat badan, sehingga sulit melahirkan 3) Pantang makan makanan panas ataupun menyebabkan rahim panas, seperti nenas, durian, daging dan gorengan. 4) Pantang makan jangek (kerupuk kulit), karena dapat menyebabkan ketuban jangek dan sulit melahirkan 5) Pantang makan leher ayam, karena dapat menyebabkan leher anak panjang seperti leher ayam Namun, tidak semua Ibu hamil mematuhi pantangan tersebut. Hal ini tergantung dari kepercayaan seseorang terhadap benar atau tidaknya pantangan tersebut. Penjelasan Ibu R : “…sebagian orang pantang makan daging, makan pedas juga gak boleh, kalo saya sih ga ada pantang pantang. Itu kan tergantung kepercayaan masing-masing ya. Saya dari hamil anak pertama juga ga ada pantang.”

3.1.1.2. Pantangan Perilaku Selama Kehamilan Selain pantangan makanan, ada juga beberapa pantangan menyangkut apa yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan baik untuk Ibu hamil ataupun suaminya. Pantangan tersebut antara lain: 1) Tidak boleh keluar rumah pada malam hari, 2) Tidak boleh keluar rumah saat gerimis,

70

3) Tidak boleh keluar rumah saat siang bolong, 4) Jika keluar rumah harus menutup kepala, keempat pantangan tersebut dikarenakan pada waktu-waktu itu makhluk halus sangat banyak dan Ibu hamil sangat rentan terkena gangguan makhluk halus 5) Tidak boleh duduk di depan pintu karena dapat mengakibatkan sulit melahirkan 6) Tidak boleh melewati tali jemuran karena dapat mengakibatkan anak terlilit tali pusat dan sulit melahirkan 7) Tidak boleh tidur di semen karena akan menyebabkan bayi lengket dengan kakaknya (bantalan bayi di dalam kandungan) 8) Suami tidak boleh membunuh binatang karena dapat menyebabkan kecacatan pada anak 9) Suami tidak boleh menggantungkan handuk di bahu karena dapat menyebabkan anak terlilit tali pusat Masyarakat Jorong Sariak umumnya masih menjalankan pantangan-pantangan tersebut. Menurut mereka, orang tua mereka dahulu juga mematuhi pantangan tersebut. Selain itu, masyarakat juga mempercayai bahwa apabila mereka melanggar pantangan akan terjadi dampak yang tidak baik pada diri mereka. 3.1.1.3. Tradisi Pada Masa Kehamilan Wanita Jorong Sariak pada saat hamil menjalani pijit yang disebut dengan istilah bakusuak. Bakusuak dapat dilakukan oleh bidan kampuang. Bakusuak biasanya dilakukan pada usia kehamilan diatas 6 bulan dan tidak boleh dilakukan di usia kehamilan muda (kurang dari 6 bulan). Jika bakusuak dilakukan dibawah usia 6 bulan akan menimbulkan resiko bagi si Ibu dan bayinya. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibu I sebagai berikut : “Orang hamil disini udah kebiasaannya bakusuak. Kusuk hamil itu banyak manfaatnya. Untuk bagusin posisi bayi, biar dibawah kepalanya, jadi gampang lahiran. Tapi kusuk itu diatas usia 6 bulan kandungan, kalo masih mudah gak boleh dikusuk dulu. Anaknya kan masih kecil masih lemah.”

71

Menurut masyarakat Jorong Sariak, bakusuak sudah menjadi kewajiban bagi ibu hamil. Manfaat bakusuak adalah memperbaiki posisi bayi dalam kandungan. Selain itu, bakusuak juga dipercaya mampu mempermudah proses persalinan. Bakusuak ini biasanya rutin dilakukan setiap bulan sejak kandungan berusia 6 bulan atau 7 bulan hingga menjelang persalinan. Kemudian, pasca persalinan juga dianjurkan bakusuak yang bermanfaat untuk mempercepat proses kesembuhan. Manfaat bakusuak lainnya adalah memperlancar ASI bagi Ibu menyusui. Bakusuak selain sudah menjadi tradisi bagi ibu hamil, juga dilakukan untuk bayi dan balit. Kebanyakan bayi dan balita di Jorong Sariak yang mengalami sakit seperti demam, terkilir, flu, dan sebagainya, akan dibawa ke bidan kampuang untuk dilakukan bakusuak. Demikian pula balita yang terlambat berjalan, bakusuak juga menjadi solusinya. Sebagaimana dikemukakan oleh Ibu Y, bahwa “Kalo anak demam biasa dikusuk. Kalo terkilir gitu dikusuk juga. Bagus untuk anak. Bakusuak bisa melancarkan darah juga dan merenggangkan otot-otot anak. Anak saya dulu itu pernah habis imunisasi disuntik kakinya, malah jadi pincang-pincang jalannya. Terus dikusuk sama etek itu sekarang udah bagus lagi jalannya.”

Selain tradisi bakusuak pada masa kehamilan, masyarakat Jorong Sariak juga kebanyakan memeriksa kehamilan ke bidan kampuang saja. Menurut mereka, memeriksa kehamilan ke bidan kampuang saja sudah cukup karena bidan kampuang juga dapat mengetahui kondisi kandungan mereka, sehat atau tidak. Seperti penjelasan Ibu R berikut : “Saya biasanya periksa kandungan ke bidan kampuang aja. Kan sama aja. Bidan kampuang juga bisa meriksa keadaan anak sehat atau tidak. Biasanya etek itu megang perut saya gitu, terus bisa ngerasain detak jantung anaknya. Kemudian kan sekalian bakusuak juga. Kalo sakit-sakit perut saya, ya saya ke bidan kampuang.”

72

3.1.1.4. Penyakit Pada Masa Kehamilan Masa kehamilan merupakan masa yang rentan untuk terkena suatu penyakit. Menurut masyarakat Jorong Sariak, penyakit pada masa kehamilan biasanya penyakit medis ataupun non-medis. Penyakit nonmedis yang dimaksud disini adalah penyakit akibat gangguan makhluk halus, yaitu tatagua dan penyakit burung. Kedua penyakit ini oleh masyarakat dianggap penyakit yang terjadi akibat tidak memakai jimat pada masa kehamilan. Tatagua merupakan sebuah kesakitan yang terjadinya karena keteguran ataupun ditegur oleh makhluk halus atau makhluk gaib, sedangkan penyakit burung merupakan suatu penyakit akibat gangguan makhluk halus ataupun kerasukan makhluk halus. Selain tatagua dan penyakit burung, terdapat permasalahan lain pada masa kehamilan, yaitu Bunting Kabau. Menurut masyarakat, bunting kabau ini bukan merupakan suatu penyakit ataupun kelainan kehamilan. Bunting kabau adalah suatu keadaan dimana usia kehamilan melebihi 9 bulan, bahkan bisa mencapai 12 bulan (1 tahun). Kehamilan di atas 9 bulan dianggap kondisi yang normal. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari seorang informan yang pernah mengalami bunting kabau ini, tidak ada dampak negatif yang terjadi pada ibu ataupun bayinya. Kepercayaan masyarakat Minang di Jorong Sariak ini, anak yang lahir dari kandungan lebih dari 9 bulan ini akan memiliki fisik yang lebih kuat dan lebih sehat. Sebagaimana disampaikan Ibu I berikut ini : “Saya pernah hamil 12 bulan. Orang sini nyebutnya itu bunting kabau. Itu gak bahaya. Malah bagus. Kalo kata orang-orang tua dulu, hamil lebih dari 12 bulan itu malah anaknya lebih sehat nantinya lebih kuat anaknya.”

Selanjutnya yang dilakukan keluarga jika terjadi bunting kabau hanya menunggu saja sampai saatnya ibu yang bersangkutan melahirkan. 3.1.2. Persalinan dan Masa Nifas Proses persalinan tradisional masih menjadi pilihan utama di Jorong Sariak ini. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masyarakat di Jorong Sariak masih menaruh kepercayaan yang besar 73

kepada dukun atau yang biasa disebut bidan kampuang. Sedangkan untuk Bidan desa masyarakat setempat menyebutnya bidan jorong. Proses persalinan dilakuakan bidan kampuan masih tradisional dan dilakukan di rumah ibu melahirkan. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara mendalam dengan masyarakat, persalinan yang dilakukan bidan kampuang tidak menggunakan alat apapun. Bidan kampuang melengkapi dengan gunting yang fungsinya untuk memotong tali pusat bayi. Potongan tali pusat selanjutnya dikubur beserta ari-arinya dan sekaligus dengan bantalan bayi di dalam kandungan, yang biasa disebut kakaknya bayi. Pada umumnya ibu-ibu di Jorong Sariak ini melakukan persalinan di rumah sendiri, baik dibantu oleh bidan kampuang ataupun bidan jorong. Seperti apa yang dijelaskan oleh informan R berikut ini : “Disini lebih banyak yang melahirkannya sama etek D itu, di panggil ke rumah aja. Tapi sama bidan jorong sebenarnya di panggil ke rumah juga. Bukan kita yang kesana, tapi dia yang kesini.”

Menurut apa yang disampaikan masyarakat, bahwa biaya yang dikeluarkan untuk persalinan dengan bidan kampuang ataupun bidan jorong sama saja. Bahkan terkadang persalinan dengan bidan kampuang mengeluarkan biaya yang lebih mahal. Namun, kepercayaan lah yang membuat masyarakat disini memilih untuk melakukan persalinan dengan bidan kampuang. Salah seorang informan, ibu M, menyatakan bahwa : “Biaya melahirkan sama dukun atau sama bidan sama aja sebenarnya, malah kadang-kadang lebih mahal sama dukun. Tapi emang karena udah percaya aja udah turun temurun etek itu yang bantu persalinan.”

Terdapat beberapa cara yang dianjurkan bidan kampuang agar persalinan lebih mudah, yaitu: 1) Bakusuak pada masa kehamilan hingga menjelang persalinan, agar posisi bayi dapat terbentuk dengan benar dan tidak sungsang

74

2) Beberapa hari sebelum persalinan, dianjurkan untuk meminum air selusuah (air putih yang dibacakan do’a oleh bidan kampuang) 3) Pada saat proses persalinan, pihak keluarga ataupun suami yang menemani dianjurkan untuk mengunyah merica, hal ini dipercaya dapat mempermudah persalinan dan penangkal makhluk halus. Menurut bidan kampuang, orang yang sedang melahirkan fisiknya akan lemah dan mudah diganggu oleh makhluk halus. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat, proses persalinan tradisional ini hanya dilakukan oleh bidan kampuang tersebut saja, tidak ada bantuan orang lain, termasuk keluarga. Biasanya, pihak keluarga hanya menemani dan menunggu hingga persalinan selesai. Di Jorong Sariak sendiri, hanya terdapat 1 orang dukun atau bidan kampuang saja. Menurut masyarakat, bidan kampuang ini sudah terlatih dan sudah menolong persalinan dari tahun 80an. Sebagaimana dikemukakan oleh ibu Etek D selaku bidan kampuang di jorong sariak berikut ini : “Awalnya saya gak mau menjawek bayi, tetapi saya mendapatkan mimpi seperti panggilan untuk membantu orang bersalin. Saya mulai membantu persalinan dari tahun 80an, lagi pula dulu belum ada bidan. Dulu, saya motong tali pusat bayi menggunakan sembilu. Pada tahun 97an, dokter membagikan gunting kepada para dukun bayi, karena memotong tali pusat dengan sembilu dapat menyebabkan infeksi katanya” Menurut bidan kampuang, ada 3 jenis ketuban yang mempengaruhi mudah atau tidaknya persalinan, yaitu: 1) Ketuban air, yaitu ketuban yang berisi air merupakan jenis ketuban yang paling sering ditemukan dan paling mudah pecah sehingga memudahkan persalinan 2) Ketuban darah, yaitu ketuban yang berisi darah. Ketuban jenis ini bisa terjadi jika ada suatu penyakit. Dalam proses persalinan tidak begitu sulit pecah, namun tidak begitu baik. 3) Ketuban jangek, yaitu ketuban yang pembungkusnya menyerupai kulit jangek (kerupuk kulit). Ketuban jenis ini terjadi karena

75

melanggar pantangan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, orang hamil tidak boleh memakan jangek. Namun apabila melanggar maka akan terjadi ketuban jangek. Ketuban jenis ini tidak bisa pecah dan harus dipecahkan menggunakan padi ataupun kuku. Penjelasan Ibu N : “Dulu saya pernah melahirkan ketuban jangek. Ya gak bisa pecah ketubannya. Kalo ketuban yang normal kan ketuban air, pas melahirkan pecah ketubannya yaudah keluar airnya dan keluar anaknya. Anak kan posisinya di dalam ketuban itu, kalo pecah ya keluar anaknya dari ketuban. Tapi ketuban jangek ini, gak mau pecah. Jadi pas melahirkan, keluar kayak bola gitu. Anaknya masih di dalam bola itu. Barulah dipecahkan pake kuku kalo ga ada padi, harus pelan-pelan biar gak kena anaknya. Setelah dipecahkan barulah nangis bayinya

Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama nifas yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 2001:115). Menurut masyarakat Jorong Sariak, masa nifas merupakan masa pantang. Selama masa nifas ini, terdapat beberapa pantangan bagi Ibu hingga masa lapeh dapu. Lapeh dapu merupakan tradisi masyarakat dimana Ibu melepas pantangannya. Selama masa nifas terdapat beberapa pantangan makanan dan pantangan perilaku, yaitu: 1) Tidak boleh makan yang pedas-pedas 2) Tidak boleh makan makanan panas 3) Tidak boleh makan daging (daging lembu ataupun ayam), pantangan ini berlaku untuk Ibu, suami, keluarga, atau siapa saja yang berkunjung menjenguk si bayi. Namun hanya pada sub suku Tanjung Bantai saja berlaku pantangan ini. Apabila memakan daging makanya diwajibkan mandi limau dulu sebelum mendekati si bayi. Dampak apabila melanggar pantangan ini adalah idiot pada bayi.

76

4) Tidak boleh memakai barang yang terbuat dari kulit. Sama seperti pantangan yang ketiga, pantangan ini hanya berlaku pada sub suku Tanjung Bantai saja. Penjelasan Bundo Kanduang suku Tanjung Bantai : “Abis lahiran itu gak boleh makan daging (baik daging sapi ataupun daging ayam). Bukan hanya keluarga yang gak boleh makan daging, tapi siapapun yang datang kerumah tidak boleh makan daging. Jika ada yang makan daging, maka harus mandi dulu sebelum datang ke rumah yang bersangkutan. Kalau dilanggar, maka si bayi akan mengeluarkan buih dari mulutnya, selanjutnya si bayi bisa cacat ataupun binguang (idiot)”

5) Ibu dan bayi harus selalu bersama-sama, tidak boleh dipisahkan kecuali ke kamar mandi. Jika ibu ke kamar mandi, bayi tidak boleh sendiri, harus ada orang yang menemani ataupun diletakkan benda tajam atau Al-Qur’an di dekatnya. 6) Tidak boleh berpindah tempat tidur ataupun posisi hingga lapeh dapu Selain itu, menurut kepercayaan masyarakat Jorong Sariak, terdapat beberapa obat-obatan tradisional yang harus diminum selama masa nifas. Obat-obatan tradisional tersebut dipercaya mampu mengeluarkan darah kotor dan mempercepat penyembuhan pasca persalinan. Obat-obatan tradisional tersebut adalah rempah ratus, daun batiak (daun pepaya), dan daun capo. Sama seperti masa kehamilan, saat masa nifas juga dianjurkan bakusuak. Manfaat bakusuak pasca persalinan adalah mempercepat kesembuhan, merenggangkan otot-otot yang tegang karena persalinan, dan menaikkan perut agar perut tidak kendur dan tidak turun. Berikut penjelasan etek D : “Pasca melahirkan juga banyak orang yang bakusuak, manfaatnya adalah agar tidak turun perut dan mempercepat kesembuhan juga. Ya selain bakusuak minum ubek kampuang juga seperti daun batiak, daun capo, rempah ratus.”

77

3.1.2.1. Lapeh Dapu Setelah kelahiran bayi, masyarakat Jorong Sariak melakukan ritual atau tradisi lapeh dapu. Lapeh dapu wajib dilaksanakan karena apabila tidak dilaksanakan dipercaya akan berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan bayi yang mana bayi yang bersangkutan akan mendapat gangguan berbagai antara lain penyakit burung, penyakit tatagua dan penyakit palasik. Lapeh dapu ini dilaksanakan pada hari ke-7 pasca persalinan. Hari pertama persalinan hingga hari pelaksanaan lapeh dapu adalah tanggung jawab bidan kampuang dalam merawat bayi dan ibunya. Pada hari pertama bayi dan ibunya akan diletakkan dalam satu tempat atau di dalam kamar dan tidak boleh dipisahkan. Menurut kepercayaan masyarakat apabila bayi dipisahkan dari ibunya akan berdampak terhadap keselamatan bayi karena makhluk halus akan mudah untuk menghampirinya bayi dan berakibat bayi akan mudah sakit. Untuk menjaga keselamatan bayi dari gangguan mahklus halus, maka peranan bidan kampuang dibutuhkan. Bidan kampuang akan memberikan penangkal berupa Al-Qur´an, gunting kecil, dan pisau. AlQur´an dan gunting kecil diletakkan di dalam tempat tidur bayi, sedangkan pisau diletakkan dibawah tempat tidur bayi. Tangkal ini bertujuan agar tidak makhluk halus tidak mudah menghapiri si bayi. Selain Al-Qur´an, gunting kecil, dan pisau. Bidan kampuang juga memberikan 1 kantong beras yang dimasukkan ke dalam plastik dan kemudian diletakkan diatas kepala si bayi, maknanya adalah agar leher si bayi tidak panjang. Dalam perawatan pasca persalinan, bidan kampuang yang akan memandikan bayi di pagi hari dan sore hari selama 7 hari hingga tali pusat terputus. Menurut kepercayaan masyarakat, apabila tali pusat tidak terputus selama 7 hari akan berpengaruh terhadap si bayi ketika besar nanti, yaitu anak ini akan menjadi orang karengkang (bandel). Sedangkan untuk ibunya hanya dimandikan selama 3 hari saja oleh bidan kampuang.

78

Gambar 3.1 Bayi diberi Penangkal Agar Terhindar dari Gangguan Makhluk Halus Sumber : Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Gambar 3.2 Bayi Dimandikan Saat Proses Lapeh Dapu Sumber : Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

79

Pada hari pelaksanaan lapeh dapu ini akan dilakukan oleh bidan kampuang. Tempat tidur bayi dan tempat tidur ibu bayi sudah bisa dipindahkan kemana saja, baik di dalam kamar maupun di luar kamar. Bayi juga sudah diperbolehkan dibawa kemana saja yang penting tidak melanggar pantangan yang telah ditentukan oleh bidan kampuang. Kecuali bayi dibawa keluar ditengah hari, saat magrib dan malam hari. Sebelum pelaksanaan lapeh dapu pihak dari keluarga akan mengadakan acara selamatan kecil-kecilan atau mendo´a khususnya keluarga terdekat saja, seperti sumando, bundo kanduang dan penghulu atau datuak yang berada dalam kaum satu suku. Acara mendoa ini akan sekaligus dilaksanakannya pada saat ritual potong rambut bayi. Acara selamatan akan dimulai pada pukul 9 pagi. Tamu yang hadir dikumpulkan dirungan bagian tengah, seperti sumando, bundo kanduang dan penghulu atau datuak dan tetangga terdekat. Untuk bundo kanduang akan duduk dibelakang berseta ibu-ibu yang hadir lainnya untuk mempersiapakan makanan yang disajikan kepada para tamu undangan. Sebelum pembacaan do´a dimulai pihak dari keluarga akan memberikan abu arang yang diletakkan dalam piring kepada engku, setelah itu engku akan menambahkan sedikit kemenyan ke dalam piring yang telah berisi abu arang tersebut. kemudian dibuka dengan pembacaan ayat al-quran sampai selesai. Setelah pembacaan ayat Al-quran selesai, orang tua si bayi akan menggendong anaknya dengan didampingi satu orang yang membawa alat untuk potong rambut. Selain gunting bahan yang digunakan dalam potong rambut ini adalah kelapa muda yang sudah dipotong atasnya dan sedikit daun pandan untuk membasuh kepala si bayi sebelum rambutnya di potong. Kemudian orang tua si bayi akan menghampiri tamu yang telah datang, yang pertama memotong adalah engku, setelah itu pihak keluaraga dan dilanjutkan kepada tetangga yang datang menghadiri acara mendo’a. Setelah potong rambut selesai ibu-ibu akan mengantar makanan ke depan untuk disantap bersama.

80

3.1.3. Menyusui dan ASI Eksklusif Berdasarkan observasi dan wawancara hampir seluruh bayi yang baru lahir diberikan madu sesaat setelah lahir. Menurut masyarakat, pemberian madu ini dilakukan agar setiap kata yang keluar dari mulut si bayi ketika ia dewasa akan selalu manis dan baik. Sesuai dengan penjelasan informan M sebagai berikut : “Anak bayi disini tu rata-rata ya pertama kali abis lahir dikasih madu, dioles ke bibirnya juga. Itu gunanya biar perkataannya nanti manismanis terus, bagus perkataannya kalo udah dewasa”

Hampir semua informan menyatakan bahwa anak mereka disusui ASI eksklusif. Namun pada kenyataannya di lapangan berdasarkan hasil pengamatan ditemukan ibu-ibu memberikan air putih kepada anaknya yang masih bayi yang berumur dibawah 6 bulan. Selain itu ditemukan pemberian susu formula ataupun makanan tambahan seperti bubur kerap kali pada bayi mereka dan Alasan yang mereka kemukakan pun bermacam-macam, seperti si anak masih lapar, si anak terus menangis, ataupun karena ASI tidak lancar. Sebagaimana penjelasan Ibu N berikut ini : “Anak saya ini dikasih susu formula karena ASI saya gak lancar. Dari lahir udah dikasih susu formula, gak menyusul dia”

Menurut beberapa informan yang berhasil ditemui ASI eksklusif adalah memberikan ASI kepada anak hingga usia 6 bulan ataupun lebih. Namun demikian menurut mereka, bayi tetap diberi ASI tetapi makanan tambahan bukan menjadi suatu masalah. Padahal pengertian ASI eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, selain menyusi (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes, ASI perah juga diperbolehkan) selama 6 bulan.9 Untuk memperlancar ASI masyarakat Jorong Sariak biasanya mengkonsumsi ubek kampuang, seperti daun katuk dan jantung

9

www.depkes.go.id, diakses pada tanggal 1 Mei 2015

81

pisang. Daun katuk dan jantung pisang tersebut digulai, kemudian dimakan dengan nasi. Seperti dijelaskan oleh Ibu R sebagai berikut : “biasanya biar ASInya lancar saya makan jantung pisang atau bisa juga daun katuk. Digulai dan dimakan sama nasi. Itu taunya dari orang-orang jaman dulu, dari umak dari mertua.”

Gambar 3.3 Daun Katuk Sumber: www.daunkatuk.com

3.2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007). Pembinaan PHBS di rumah tangga berguna untuk mewujudkan rumah tangga sehat. Rumah tangga sehat adalah rumah tangga yang memenuhi 7 indikator PHBS dan 3 indikator Gaya Hidup Sehat. Tujuh Indikator PHBS di rumah tangga adalah: 1) pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan; 2) penimbangan bayi dan balita; 3) bayi diberi ASI eksklusif; 4) mencuci tangan dengan air dan sabun; 5) menggunakan 82

jamban sehat; 6) menggunakan air bersih; 7) rumah bebas jentik. 3 Indikator gaya hidup sehat adalah: 1) makan buah dan sayur setiap hari; 2) melakukan aktivitas fisik setiap hari; 3) tidak merokok di dalam rumah. 3.2.1. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Pelayanan kesehatan modern telah berkembang di Indonesia, namun demikian jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Begitu pula yang yang terjadi di Jorong Sariak. Sebagian masyarakat Jorong Sariak masih memiliki kepercayaan yang besar terhadapa bidan kampuang ataupun dukun beranak. Namun, sebagian lainnya lebih memilih tenaga kesehatan untuk menolong persalinan. Masyarakat yang memilih pertolongan persalinan oleh bidan kampuang memiliki alasan tersendiri, misalnya lebih yakin dan percaya kepada bidan kampuang karena merekapun dulunya lahir di tangan bidan kampuang dan bidan kampuang jauh lebih berpengalaman daripada bidan jorong. Seperti yang dikemukakan Ibu S beriku ini : “Saya melahirkan anak pertama dan kedua dengan bidan kampuang karena lebih yakin aja, kan bidan kampuang sudah berpengalaman, sudah menjawek bayi dari dulu. Keluarga saya juga sudah turun temurun melahirkan dengan bidan kampuang itu.”

Selain itu, ada juga yang memilih bidan kampuang karena takut dengan alat medis dan lebih memilih persalinan dengan alat-alat dan obat-obatan tradisional. Berikut penjelasan Ibu R : “Saya lebih memilih bersalin di dukun karena takut melihat alat-alat medis, seperti suntik ataupun gunting yang digunakan bidan. Kalau dengan bidan susah keluar anaknya, digunting pintu keluar si bayi, sedangkan dukun tidak seperti itu.”

3.2.2. Penimbangan Bayi dan Balita Penimbangan bayi dan balita biasanya dilakukan di Posyandu. Terdapat 3 Posyandu di Jorong Sariak ini, yaitu Posyandu Sariak, Inti, dan Perintis. Kegiatan Posyandu diadakan 1 bulan sekali, yaitu pada hari senin, selasa, dan rabu di minggu kedua setiap bulannya.

83

Kegiatan posyandu ini dilakukan oleh tenaga kesehatan dari Puskesmas dan dibantu oleh 5 orang kader di setiap Posyandu.

Gambar 3.4 Kegiatan Posyandu Sariak Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Gambar 3.5 Kegiatan Posyandu Inti Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

84

Gambar 3.6 Kegiatan Posyandu Perintis Sumber: Dokumentasi Peneliti

Kegiatan yang dilakukan di Posyandu adalah penimbangan bayi dan baita, imunisasi, pemeriksaan kandungan bagi Ibu hamil, dan pemberian makanan tambahan (PMT). Penimbangan bayi dan balita dilakukan oleh kader. Pemeriksaan Ibu Hamil dan Imunisasi dilakukan oleh Tenaga Kesehatan dari Puskesmas. Posyandu sariak difasilitasi oleh Puskesmas, sedangkan Posyandu Inti dan Perintis sudah mandiri dan difasilitasi oleh Polikbun (Poliklinik Kebun). Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, kegiatan imunisasi kurang berjalan dengan baik karena ketersediaan vaksin dari Puskesmas. Bidan L menjelaskan bahwa : “kalo imunisasi kadang memang gak lengkap semua dilakukan. Karena sering juga vaksin kosong di Puskesmas. Memang dari Dinas Kesehatannya pun kosong.”

Peran serta masyarakat di Posyandu Inti dan Perintis cukup baik. Hal tersebut terlihat dari antusiasnya masyarakat untuk datang ke posyandu, baik untuk imunisasi ataupun untuk menimbang berat badan anak mereka. Menurut msyarakat, tujuan mereka datang ke

85

posyandu adalah agar anak mereka sehat, selain itu agar mengetahui apakan gizi anak mereka sudah baik atau belum. Alasan lainnya yang diungkapkan oleh salah seorang Ibu Hamil adalah agar mengetahui kondisi anak di dalam kandungan, apakah sehat atau tidak. Menurut masyarakat, Posyandu di Inti dan Perintis sudah baik dan memiliki tempat yang cukup bersih. Namun, Posyandu Sariak masih kurang baik karena Posyandu belum memiliki tempat tetap sehingga masih harus menumpang. Selain itu, tempat Posyandu Sariak berada tepat di pinggir jalan raya, sehingga banyak debu yang berterbangan. Seperti penjelasan Informan A : “Posyandu di Sariak masih kurang baik. Kurang layak tempatnya. Karena belum ada tempat tetap jadi masih numpang di depan kedai orang itu di pinggir jalan. Banyak debu kan gak baik untuk kesehatan anak-anak yang dibawa ke Posyandu itu.”

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dengan Bidan Jorong, pemberian makanan tambahan di Posyandu Inti dan Perintis sudah rutin dilakukan, sedangkan di Posyandu Sariak hanya sesekali saja dilakukan. Makanan tambahan dibuat oleh kader dan pembiayaannya disediakan oleh Polikbun, sedangkan di Posyandu Sariak pembiayaan dilakukan oleh Puskesmas. Penjelasan Bidan L : “Posyandu Sariak jarang ada pemberian makanan tambahan karena kurangnya dana. Kalau inti dan perintis kan udah mandiri, dibiayain sama perusahaan makanya rutin dilakukan PMT.”

3.2.3. ASI Eksklusif Cakupan pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu indikator perilaku hidup bersih dan sehat. Mengenai ASI Eksklusif di Jorong Sariak akan dibahas lebih lanjut pada sub bab menyusui. 3.2.4. Cuci Tangan Pakai Sabun Cuci tangan pakai sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan air yang bersih dan mengalir dan sabun, sehingga dapat menghilangkan berbagai macam kuman dan kotoran yang menempel 86

di tangan, dampaknya tangan bersih dan bebas dari kuman (Depkes RI, 2006). Perilaku mencuci tangan menggunakan sabun belum menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan masyarakat Jorong Sariak. Kadang-kadang masyarakat lebih sering menggunakan air saja dalam mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun hendaknya dilakukan setelah beraktifitas dari kebun dan ladang, memegang hewan, setelah buang air besar, dan sebelum makan. Namun, masih ada masyarakat yang belum mencuci tangan dengan sabun sebelum makan. Seperti yang dialami Bapak J salah satu informan peneliti berikut ini : “Kalau mau makan, tangan dicuci saja pake air, tak pake sabun. Karena tangan tidak terlalu kotor, kecuali tangan sudah kotor kena tanah baru cuci bersih-bersih pake sabun, kan banyak kumannya.”

Dalam hal mencuci tangan ini masyarakat masih menggunakan sumber air dari sumur gali dan air sungai. Masyarakat pada umumnya hanya mengetahui bahwa cuci tangan dengan sabun hanya dalam kondisi tertentu saja. Ini artinya masyarakat setempat kurang memperhatikan kesehatan tubuh. Secara kesehatan syarat fisik air bersih adalah tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa. Jarak sumber air bersih dengan tempat penampungan limbah minimal 10 m. Untuk tempat pengolahan air dan tempat menyimpan air selalu bersih dan terhindar dari kuman. Hasil pengamatan dijumpai masih ada anak-anak yang sedang makan di tempat yang kurang bersih. Seharusnya anak diajari atau dilatih oleh orang tuanya jika makan di tempat yang bersih seperti di meja makan. Ada kalanya anak-anak bermain tanah tidak mencuci tangan terlebih dahulu terus makan. Kebiasaan demikian menjadi faktor pemicu anak terkena penyakit cacingan dan sakit perut.

87

Gambar 3.7 Seorang Anak Sedang Makan Tanpa Memperhatikan Kebersihan Tangannya Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

3.2.5. Jamban Keluarga Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor 852/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat disebutkan bahwa jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit. Sebagian masyarakat Jorong Sariak hanya memiliki kamar mandi saja tanpa dilengkapi jamban. Sehingga anggota keluarga di rumah yang bersangkutan ingin membuang hajat pergi ke sungai yang tidak jauh dari rumah. Masyarakat pada umumnya berkeyakinan dengan membuang hajat ke sungai kotoran akan terbawa oleh arus sungai dan di makan oleh ikan yang ada di sungai. Sebagaimana disampaikan informan yaitu Ibu U berikut ini : “Kalau untuk buang hajat disini masih membuangnya di sungai, sudah terbiasa dari dulunya, kadang-kadang karena faktor ekonomi juga, kalau ada uang mau saya buat wc, tapi tidak punya uang. Makanya ke sungai kan dekat dengan rumah jadi kesana saja buang hajatnya.”

Dengan masih adanya warga masyarakat membuang hajat sembarangan, bisa saja menjadi salah satu faktor terhadap kondisi kesehatan lingkungan yang menimbulkan berbagai penyakit, antara

88

lain diare, penyakit kulit dan sejenisnya yang berhubungan dengan kualitas lingkungan yang kurang sehat. Fungsi jamban dari aspek kesehatan lingkungan antara lain dapat mencegah berkembangnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia. Sementara dampak serius membuang kotoran di sembarang tempat menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara karena menimbulkan bau. Pembuangan tinja yang tidak dikelola dengan baik berdampak mengkawatirkan terutama pada kesehatan dan kualitas air untuk rumah tangga maupun keperluan komersial (Azwar, 1990). Ada beberapa syarat untuk jamban sehat, yakni tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air minum, mudah dibersihkan dan aman penggunaannya, dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna, tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus, tersedia air dan alat pembersih, cukup penerangan, lantai kedap air, ventilasi cukup baik (Depkes RI, 2006). Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, alasan utama masyarakat belum memiliki jamban di rumah adalah keadaan ekonomi. Menurut masyarakat yang bersangkutan, mereka tidak mampu untuk membuat jamban di dalam rumah. Oleh sebab itu masyarakat lebih cenderung untuk membuang hajat ke sungai karena lebih praktis.

Gambar 3.8 Kamar Mandi Tanpa Jamban Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

89

Gambar 3.9 Kamar Mandi Yang Dilengkapi Jamban Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

3.2.6. Penggunaan Air Bersih Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup. Manusia dan makhluk hidup yang lain sangat bergantung pada air untuk mempertahankan hidupnya. Manusia membutuhkan air untuk minum, memasak, mandi, mencuci, dan keperluan lain. Air yang dikonsumsi setiap hari harus memenuhi standart kualitas air bersih. Namun tak jarang kita mendapati air yang belum memenuhi standart kualitas air bersih, terutama pada saat musim kemarau. Air sumur dan sumber lainnya menjadi keruh dan berbau. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat kualitas air bersih harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi syarat fisik, kimiawi, mikrobiologis, dan radioaktif. Syarat fisik meliputi ar harus Jernih, kadar maksimal kekeruhan 5 skala NTU (Nephelometric Turbidity Units), tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, Suhu sama dengan suhu udara. Secara kimiawi air tidak mengandung bahan bahan yang

90

berbahaya atau beracun, tidak boleh mengandung zat-zat yang menimbulkan gangguan kesehatan. Syarat Mikrobiologis, Air untuk keperluan rumah tangga atau air minum dikatakan memenuhi syarat mikorbiologis bila air tersebut bebas dari segala bakteri patogen, dan bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri coli maka air tersebut memenuhi syarat mikrobiologis. Syarat radioaktif, Kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu aktivitas sinar Alpha (0,1 Bq/L) dan aktivitas sinar Betha (1,0 Bq/L). Sumber air bersih warga masyarakat Jorong Sariak seluruhnya bersumber dari sumur gali yang diambil dengan cara ditimba atau menggunakan mesin penyedot air untuk dialirkan ke bak mandi atau tempat penampungan air lainnya. Air yang bersumber dari sumur gali digunakan masyarakat Jorong Sariak untuk keperluan sehari-hari, seperti mandi, mencuci, memasak dan diminum yang terlebih dahulu dimasak. Masyarakat beranggapan kalau tidak dimasak bakterinya masih ada didalam air, sehingga bisa mengakibatkan timbulnya penyakit pada tubuh kita, seperti sakit perut.

Gambar 3.10 Sumur Sebagai Salah Satu Sumber Air Sumber : Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

91

Sebagian masyarakat Jorong Sariak baik anak-anak maupun orang dewasa menggunakan air sungai untuk mandi dan mencuci. Keberadaan sungai ini tidak jauh dari rumah mereka, bahkan ada yang berada dibelakang rumah. Mandi di sungai sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat sejak dahulu walaupun mereka saat ini sudah mempunyai kamar mandi walaupun bangunannya masih sederhana. Masyarakat tidak pernah memperhatikan bagaimana kualitas air tersebut bila dilihat bersih atau tidaknya dan apakah air tersebut tercemar dan tidaknya.

Gambar 3.11 Anak-anak Mandi di Sungai Sumber : Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

3.2.7. Pemberantasan Sarang Nyamuk Pengawasan atau pemeriksaan sanitasi terhadap tempat-tempat umum mewujudkan lingkungan tempat-tempat umum yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. Kondisi kamar mandi pada umumnya cukup bersih walaupun masih ada yang kurang bersih. Masyarakat membersihkan bak mandi dan tempat penampungan air minum yang dimiliki satu minggu sekali dan ada kalanya tidak rutin

92

dilakukan. Hal ini membuat bak mandi menjadi kotor dan berlumut menyebabkan nyamuk berkembang biak didalamnya sehingga dapat menimbulkan demam berdarah (DBD). Untuk mencegah timbulnya DBD maka harus dilakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan cara menguras tempat penampungan air secara rutin, menutup tempat penampungan air, dan mengubur barang-barang yang tidak terpakai. (Depkes RI, 2008) 3.2.8. Konsumsi Buah dan Sayur Di Indonesia, buah dan sayur merupakan bahan pangan yang sangat mudah didapatkan, bahkan setiap daerah memiliki buah dan sayur sebagai ciri khas untuk daerah tersebut. Buah dan sayur dengan beraneka jenis dan warna dapat saling melengkapi kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh kita. Disamping itu, salah satu bahan pangan yang banyak mengandung serat terdapat pada buah dan sayur. Sayuran dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan tubuh untuk mengatur proses dalam tubuh. Meskipun kebutuhannya realatif kecil, namun fungsi vitamin dan mineral hampir tidak dapat digantikan sehingga terpenuhinya kebutuhan konsumsi zat tersebut menjadi esensial. Apabila konsumsi vitamin dan mineral ini tidak memenuhi kebutuhan, maka tubuh akan mengalami defisiensi vitamin dan mineral yang dapat mengakibatkan berkurangnya daya tahan tubuh (Jahari dkk, 2001). Sayuran merupakan makanan yang sudah hampir dikonsumsi setiap hari oleh keluarga di Jorong Sariak. Sayur yang sering dikonsumsi adalah sayur bayam, kangkung, pucuk ubi, lobak, kacang panjang, pucuk pepaya, dan labu. Sedangkan mengkonsumsi buahbuahan hanya sesekali saja jika mereka menginkan, dan juga jika mempunyai uang lebih untuk membelinya. Untuk memperoleh sayur dan buah-buahan ini masyarakat Jorong Sariak membelinya di warung terdekat yang tidak jauh dari rumah, dan bisa juga membelinya di Pasar Simpang Tiga. Buah-buahan yang sering dikonsumsi adalah buah pisang, pepaya dan jeruk, karena buah-buahan ini bisa diambil dibelakang rumah mereka yang berasal dari kebun sendiri.

93

Buah-buahaan dan sayuran yang dibeli biasanya disimpan di dalam kulkas supaya bisa bertahan lama dan esok harinya bisa dimasak kembali. Apabila sayur tidak habis dalam satu hari akan dibuang ke tempat pembuangan sampah, karena masyarakat beranggapan bisa menyebabkan sakit perut kalau di makan. Biasanya sayur jika ingin dimasak terlebih dahulu dicuci hingga bersih sebelum dikonsumsi, begitu juga dengan buah-buahan yang ingin dikonsumsi terlebih dahulu dicuci hingga bersih. Terkecuali beberapa buahbuahan yang tidak dicuci seperti buah pisang dan jeruk yang sering dikonsumsi masyarakat Jorong Sariak.

Gambar 3.12 Daun Pepaya Salah Satu Sayuran Yang Sering Dikonsumsi Masyarakat Jorong Sariak Sumber : Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Sebelum dikonsumsi sayur pucuk pepaya dimasak terlebih dahulu dengan cara direbus, kemudian diremas hingga keluar airnya setelah itu bisa langsung dimakan. Biasanya masyarakat Jorong Sariak juga mencampur pucuk pepaya ini dengan kelapa yang diparut dicampur kunyit yang dihaluskan dan juga ditambah dengan sayuran lainnya seperti toge, kacang panjang dan mentimun.

94

Gambar 3.13 Buah Jeruk Merupakan Salah Satu Buah Yang Sering Dikonsumsi Masyarakat Jorong Sariak Sumber : Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Buah jeruk adalah salah satu hasil unggulan pertanian di Jorong Sariak dan Kabupaten Pasaman Barat. Buah jeruk di Jorong Sariak sangat mudah didapatkan, bisa membeli di Pasar Simpang Tiga atau pinggir jalan yang tidak jauh dari rumah penduduk setempat. 3.2.9. Aktivitas Fisik Kehidupan manusia sehari-hari di dunia ini tidak terlepas dari berbagai bentuk aktivitas fisik, baik yang membutuhkan energy banyak maupun sedikit. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Bergerak atau aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas fisik adalah segala macam gerak yang membutuhkan energi. Aktivitas fisik secara teratur telah lama dianggap sebagai komponen penting dari gaya hidup sehat, (Russell R. Pate, 2005).

95

Aktifitas yang dilakukan masyarakat Jorong Sariak antara lain bekerja di kebun dan di ladang. Masyarakat beranggapan bahwa bekerja sebagai petani sawit dan petani jagung merupakan aktifitas yang berat, karena banyak mengeluarkan tenaga. Mereka mengaku selalu merasakan sakit tubuhnya, seperti sering sakit pinggang dan nyeri pada otot. Sebagaimana diungkapkan Bapak W : “Saya bekerja sebagai petani jagung, kalau pagi sekitar pukul 07.00 sudah turun ke kebun dan pulang sore hari. Kalau bekerja di kebun ini pekejaan berat yang saya rasakan, pinggang saya sering sakit kalau bekerja berat”

Sementara suami bekerja di ladang atau di kebun, ibu-ibu menyapu rumah, mencuci pakaian di sungai, dan pergi mengajar di sekolah. Pada siang dan sore harinya kadang-kadang masyarakat terlihat duduk-duduk di depan rumah dan di pinggir jalan sambil bercerita dan bersenda gurau untuk melepaskan rasa lelah. Walaupun demikian masih terlihat ibu hamil yang menyapu halaman rumah, mencuci pakaian, mengepel, dan memasak.

Gambar 3.14 Aktifitas Ringan yang dilakukan Ibu-ibu di Sore Hari Sumber : Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

96

3.2.10. Merokok Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1999, menganggap perilaku merokok telah menjadi masalah yang penting bagi seluruh dunia sejak satu dekade yang lalu (Mayasari, 2007). Diperkirakan jumlah perokok di dunia sebesar 1,3 milyar orang dan kematian yang diakibatkan rokok mencapai 4,9 juta orang pertahun (deHaan dalam Tarigan, 2007). Survei Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pencegahan dan Pengawasan Penyakit Amerika Serikat menetapkan Indonesia ke peringkat teratas dunia sebagai negara dengan jumlah perokok laki-laki terbesar. Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) tahun 2011, Indonesia memiliki jumlah perokok aktif terbanyak dengan prevalensi 67 % laki-laki dan 2,7% pada wanita atau 34,8 % penduduk (sekitar 59,9 juta orang) dan 85,4 % masyarakat terpapar asap rokok di tempat umum yaitu restoran 78,4 % terpapar asap rokok di rumah dan 51,3 % terpapar asap rokok di tempat kerja. Hampir 80% dari perokok Indonesia merokok di rumah masingmasing. Dan Indonesia merupakan Negara dengan jumlah perokok laki-laki terbesar di dunia yaitu 14% sejak 17 tahun (Depkes RI, 2012). Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan di Jorong Sariak yang rata-rata adalah laki-laki, pada umumnya mereka merupakan perokok aktif. Menurut jawaban mereka, dalam satu hari mereka bisa menghabiskan 1-2 bungkus rokok. Jenis rokok yang sering dihisap ada rokok kretek dan rokok filter. Tidak hanya bapak-bapak saja yang merokok di Jorong ini, bahkan ibu-ibu dan anak sekolah (SMA) juga didapati sebagai perokok. Menurut masyarakat Jorong Sariak, mereka sudah mengetahui dampak dari bahayanya merokok. Tetapi, bagi masyarakat merokok sudah suatu kebiasaan dan candu yang tidak bisa dihilangkan. Masyarakat beranggapan dengan merokok bisa mempengaruhi rasa semangat dalam bekerja dan sebagai salah satu obat kebugaran bagi hidupnya. Seperti ungkapan Bapak R berikut : “Saya lebih suka minum kopi dan merokok, merek rokok matra ini selama 10 tahun saya hisap. Kalau nggak ngerokok sakit kepala saya,

97

tapi pas merokok baru enaan kepalanya. Nggak ngerokok dan ngopi saya tidak mau kerja. Kadang lagi bekerja mendodos sawit saya sambil merokok.”

Menurut hasil wawancara dari beberapa orang tua, remaja di Jorong Sariak merokok karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Perilaku merokok ini dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui oleh orang tua mereka Sedangkan dikalangan ibu-ibu perilaku merokok sudah sejak lama mereka lakukan. Mulai dari mereka muda sampai saat ini perilaku merokok ini masih mereka lakukan. Namun, ada juga di usia tua baru mulai merokok. Kebiasaan merokok ini sangat sulit untuk untuk dihentikan karena sudah merasa candu dengan rokok. Seperti ungkapan Ibu Y berikut “Kalau disini masih banyaknya ibu-ibu yang merokok sambil bekerja p, dimulai dari umur 35 tahun keatas, ksaya merokok waktu saya hamil, karena sudah bawaan ngidam dan permintaan si bayi. Kandungan usia 2 bulan saya sudah merokok. Tidak merokok kepala ini bisa pening, dengan merokok dan minum kopi saja sudah mengenyangkan. Untuk berhenti saya belum bisa karena sudah candu”

Gambar 3.15 Ibu-ibu Sedang Merokok Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

98

Dimungkinkan dengan kebiasaan merokok di kalangan masyarakat mempengaruhi angka kesakitan karena ISPA. Tingginya kejadian penyakit ISPA di Jorong Sariak tidak lepas dari kebiasaan masyarakatnya yang sering merokok. Menurut WHO Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC), asap rokok mengandung sejumlah zat yang berbahaya seperti benzen, nikotin, aromatik, dan lain-lain. Partikel ini akan mengendap di saluran napas dan bersifat karsinogenik, yaitu zat yang merusak gen dalam tubuh sehingga dalam jangka panjang akan memicu terjadinya kanker, aterosklerosis atau pengerasan pembuluh darah yang bisa menyebabkan penyakit jantung, hipertensi, risiko stroke, menopause dini, osteoporosis, infeksi saluran pernapasan dan impotensi. 3.3. Penyakit Menular Penyakit menular atau disebut juga penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh agen biologi (seperti virus, bakteri, atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik atau kimia dengan cara penularan langsung dari Orang ke Orang (permukaan kulit) ataupun melalui perantara seperti air (water borne disease) ataupun udara (air borne disease). Sanitasi lingkungan, perilaku masyarakat, pengetahuan, peran tenaga kesehatan, serta keadaan rumah yang tidak memenuhi standar rumah sehat menjadi faktor utama tingkat kejadian penyakit menular ini. Jorong Sariak bisa dikatakan cukup padat dan masih terdapat banyak rumah yang tidak memenuhi standar rumah sehat. Pengamatan peneliti menunjukkan bahwa masih banyak rumah di Jorong Sariak yang tidak memilik jendela ataupun ventilasi yang cukup, serta kurangnya pencahayaan, sehingga kelembaban cenderung lebih tinggi. Selain itu, kebiasaan masyarakat untuk mandi, buang air, ataupun mencuci di sungai juga menjadi salah satu faktor terjadinya penyakit menular. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas ataupun bidan jorong, prevalensi penyakit menular tertinggi di Jorong Sariak adalah ISPA dan diare. Namun ketika melakukan observasi di

99

lapangan, peneliti juga menemukan penyakit menular lainnya seperti TB Paru dan DBD. 3.3.1. ISPA Berdasarkan data dari bidan jorong di Jorong Sariak, ISPA adalah penyakit menular yang angka kejadiannya cukup tinggi. Hal ini terlihat dari data kunjungan masyarakat yang berobat ke bidan jorong. Rata-rata penderita ISPA di Jorong Sariak ini adalah balita dengan keluhan berupa demam dan batuk. Hasil wawancara peneliti dengan bidan jorong dan beberapa orang tua penderita ISPA di Jorong Sariak, yang menjadi penyebab terjadinya ISPA adalah: 1) tingginya polusi udara berupa debu dan asap kendaran; 2) sanitasi rumah yang kurang baik berupa kurangnya ventilasi dan pencahayaan; 3) kondisi cuaca yang ekstrim dan berubah-ubah; 4) daya tahan tubuh yang kurang baik akibat dari kurangnya asupan makanan gizi seimbang ataupun tidak adanya imunisasi. Masyarakat Jorong Sariak mengistilahkan penyakit ISPA sebagai penyakit demam ataupun batuk biasa. Masyarakat menganggap debu adalah penyebab utama terjadinya penyakit ini. Sesuai penjelasan Ibu dari F : “Sejak pelebaran jalan raya di depan rumah, timbunan jalan dengan pasir dan tanah mengakibatkan banyaknya debu ditambah lagi dengan hilir mudiknya kendaraan debu pun semakin berterbangan dan terhirup oleh anak yang sedangi bermain di halaman rumah”

Sebagian masyarakat lainnya menganggap ISPA ataupun demam yang terjadi pada anak mereka adalah tatagua. Menurut masyarakat, ISPA bukanlah penyakit yang membahayakan. Sebagian masyarakat menganggap penyakit ini tidak menular, namun sebagian lagi sudah mengetahui bahwa penyakit ini bisa menular.

100

Persepsi Masyarakat Menurut masyarakat Jorong Sariak, gejala ISPA pada anak adalah batuk, badan lemas dan suhu tubuh meningkat (demam). Seperti yang dikatakan Ibu T berikut : “Sejak perbaikan jalan di depan rumah kan debu jadi semakin banyak. Anak saya sering main di depan rumah mungkin terhirup debu itu. Kemudian malah jadi demam, batuk gak sembuhsembuh, badannya juga jadi lemas.” Masyarakat di Jorong ini melakukan pengobatan ISPA secara tradisional ataupun modern. Pada umumnya, masyarakat Sariak membawa anaknya berobat ke bidan jorong , namun jika batuk dan demam tidak berkurang maka mereka membawa anaknya ke dukun kampuang. Pengobatan dengan cara ini disebut berubek kampuang. Untuk mengobati ISPA biasanya masyarakat Sariak menggunakan daun jarak, telur ayam kampung, air kelapa muda dan daun bunga raya. Berikut penjelasan orang tua dari F berikut : “telur ayam kampung, air kelapa muda, remasan air bunga raya dicampurkan lalu diminum agar panas badan menurun. Kemudian daun jarak yang dengan jumlah ganjil mulai dari 7 lembar, 5 lembar, 3 lembar, 1 lembar direndam”

Cara menggunakan daun jarak untuk menurunkan panas: 1) Daun jarak hari pertama, berjumlah 7 lembar, direndam lalu diambil daunnya di usapkan dari kening hingga kaki helai demi helai. 2) Daun jarak hari kedua, 5 lembar, rendam, lalu usapkan helai demi helai dari kening kepala hingga kaki. 3) Daun jarak hari ketiga, 3 helai lakukan dengan cara yang sama. 4) Daun jarak hari keempat, berjumlah 1 helai lakukan dengan cara yang sama. Selain itu, menurut kepercayaan suku Minang di Jorong Sariak, ISPA dapat disembuhkan dengan meminum air kencing pertama di pagi hari. Penjelasan orang tua F :

101

“Biasanya kalau batuk gak sembuh-sembuh itu obatnya air kencing dia sendiri, yang pertama kali keluar di pagi hari. Itu saya tamping lalu diminumkan kepada anak saya dengan membaca Shalawat Nabi”

Masyarakat di Jorong Sariak ini mempercayai pengobatan secara tradisional lebih ampuh dalam mengobati penyakit yang mereka anggap berasal dari makhluk gaib namun mereka tetap melakukan pengobatan secara medis terlebih dahulu untuk menentukan apakah penyakit tersebut berhubungan dengan medis atau tidak. Jika setelah melakukan pengobatan medis namun penyakit tersebut tidak sembuh, maka penyebab penyakit tersebut adalah hal gaib. Sebagian masyarakat di jorong ini menganggap bahwa hal utama yang menyebabkan ISPA adalah debu sehingga hal yang dipantangkan selama terkena ISPA adalah aktivitas di luar rumah. Istirahat yang cukup sangat dianjurkan selama masa pengobatan ISPA. Penjelasan orang tua F: “Anak saya selama demam dan batuk ini tidak saya ijinkan main-main keluar rumah. Biasanya kan dia suka main diluar sama teman-teman seusianya, terhirup debu ya bisa makin parah batuknya. Lagian selama sakit kan badannya lemas, jadi ya tidur aja dirumah”

Selain itu sebagian lainnya menganggap makanan berminyak juga menjadi salah satu faktor terjadinya ISPA. Oleh sebab itu, makanan berminyak, seperti goreng-gorengan menjadi makanan yang pantang untuk penderita ISPA. Menurut masyarakat Sariak pencegahan ISPA adalah dengan menghindari debu, tidak membiarkan anak bermain di luar rumah karena akan terhirup debu-debu di jalanan, apabila keluar rumah menggunakan masker, mencuci tangan anak setelah bermain dan makan makanan yang bergizi seimbang. 3.3.2. Diare Diare sering terjadi di jorong Sariak, terutama pada bayi atau balita. Diare masih merupakan salah satu dari 10 penyakit menular tertinggi di jorong ini. Masyarakat jorong Sariak dengan tingkat

102

ekonomi menengah ke atas biasanya membawa anak mereka berobat ke bidan jorong, puskesmas, ataupun rumah sakit. Sebagian lainnya lebih memilih untuk berubek kampuang. Menurut nakes, tingginya kejadian diare di jorong ini dipengaruhi oleh PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang masih kurang baik. Hall tersebut dapat dilihat dari kurangnya sanitasi lingkungan dan juga pemberian makanan tambahan untuk bayi usia kurang dari 6 bulan yang kemungkinan dapat menyebabkan diare pada bayi tersebut. Persepsi Masyarakat Masyarakat Jorong Sariak menganggap penyakit diare sebagai penyakit yang berbahaya namun tidak menular. Menurut mereka, penyakit mencret ini disebabkan oleh palasik, yaitu orang yang menuntut ilmu dan menghisap darah dari ubun-ubun bayi atau balita. Seperti penjelasan Ibu M: “Anak saya baru saja sembuh dari lasik. Lasik itu orang yang menuntut ilmu hitam untuk awet muda untuk kenyang, jadi dia ga perlu makan lagi selama 1 bulan itu. Udah kenyang karena mengisap darah anak bayi di jorong ini. Kalau kena lasik ya anak jadi mencretmencret dan nangis terus-menerus”

enurut masyarakat Sariak, lasik itu berbahaya karena dapat berakibat fatal yaitu kematian atau kebodohan pada si penderita. Di Jorong ini kepercayaan penyakit diare disebabkan oleh lasik masih sangat tinggi. Menurut masyarakat Sariak, Diare disebabkan oleh orang yang menuntut ilmu gaib dan menghisap darah melalui ubun-ubun bayi atau balita, celana dalam atau popok balita, ataupun kain panjang bayi atau balita yang dijemur. Selain itu, ada juga kejadian lasik susu, yaitu ASI terkena lasik sehingga anak tidak mau lagi minum ASI. Berikut penjelasan dari orang tua S : “Awalnya anak saya sedang bermain tiba-tiba dia menangis, kemudian pipis dan buang air besar. Kotorannya berbeda dengan mencret biasa. Ini kotorannya seperti air bercampur lendir. Itulah

103

yang dibilang kena lasik. Kalau kena lasik itu kotorannya sangat bau sekali dan ubun-ubun anak juga jadi cekung. Itu tanda-tandanya.”

Menurut kepercayaan masyarakat, gejala yang ditimbulkan apabila terkena lasik adalah 1)balita terlihat lemas 2)mata sayu 3)ubun-ubun cekung 4)BAB lebih dari 3 kali sehari tanpa ampas hanya cairan dan lendir 5)kotoran sangat bau. Penjelasan orang tua S : “Ketika terkena lasik, anak saya terlihat lemas, biasanya yang kan sangat riang dan aktif, matanya lebih sayu, cekung di bagian ubunubun, BAB sehari bisa lebih dari 3x, bahkan buang angin pun disertai BAB cair berlendir dan kotorannya sangat bau menyengat”

Untuk mengobati lasik masyarakat memilih pengobatan tradisional yang dilakukan oleh dukun. Cara pengobatan berbeda-beda, tergantung dukun yang mengobati. Salah seorang Ibu penderita mengatakan bahwa pengobatan lasik biasanya menggunakan daun Sikaduduak. Daun tersebut dimantrai oleh dukun kemudian direbus dan airnya diminum sebanyak 3 teguk, kemudian sisa air rebusan dimandikan ke penderita dengan membaca salawat nabi 3 kali, diulangi selama 3 hari berturut-turut. Si dukun juga akan memberikan jimat dan dikalungkan ke penderita. Jimat penangkal lasik berisi dasun (bawang putih tunggal). Jika ritual pengobatan sudah selesai dilakukan, orang tua harus melakukan ritual mati ubek dengan cara membawa seekor ayam hitam, ketan dan pisang emas, kemudian diberikan kepada si dukun. Selanjutnya dukun akan menganjurkan orang tua si penderita untuk memandikannya dengan air limau. Memandikan air limau harus dengan air mengalir. Itu dilakukan dengan makna agar penyakit mengalir keluar tubuh mengikuti aliran air limau tersebut. Menurut masyarakat selama pengobatan lasik terdapat beberapa pantangan yang diberikan oleh dukun yang mengobati, seperti tidak boleh makan pulut/ketan dan pisang emas bagi si Ibu jika anaknya masih minum ASI, tidak boleh membawa anak melewati jemuran kain dan tidak boleh melihat orang meninggal. Penjelasan orang tua S : 104

“…tidak boleh makan pulut / ketan, pisang emas, melihat orang mati, kenak air hujan, tidak boleh melewati jemuran kain. Apabila melanggar pantangan maka pengobatan diulang dari awal”

Hampir seluruh anak di Jorong Sariak menggunakan simaik tangkal lasik untuk mencegah penyakit lasik. Jimat tersebut didapat dari dukun dan berisi dasun (bawang putih tunggal atau memakaikan gelang besi di tangan anak. Selain itu, masyarakat juga percaya bahwa untuk menghindari terjadinya lasik, singlet ataupun baju dalam anak harus dipakai terbalik. Untuk mencegah terjadinya lasik susu, si Ibu juga menggunakan jimat berupa daun sikaduduak yang diletakkan di dekat puting susu. 3.3.3. TB Paru Dari data sekunder yang peneliti dapatkan dari puskesmas, angka kejadian TB Paru di Jorong Sariak tidak banyak. Namun berdasarkan temuan peneliti di lapangan, terdapat beberapa penderita TB Paru dan 1 kasus kematian akibat TB Paru pada tahun 2014. Melihat pola tempat tinggal masyarakat di Jorong Sariak, kemungkinan masyarakat beresiko terkena TB Paru cukup tinggi. Padatnya penduduk dan keadaan rumah tanpa ventilasi sangat memungkinkan masyarakat terpapar TB Paru. Persepsi Masyarakat Masyarakat Jorong Sariak mengenal TB Paru sebagaii batuk darah. Menurut mereka, batuk darah disebabkan karena termakan upeh atau racun yang tanpa sengaja ada di dalam makanan atau minuman. Kepercayaan terhadap mistis ditengah-tengah masyarakat Jorong Sariak masih cukup tinggi. Masyarakat menganggap batuk darah bukan merupakan penyakit yang menular, tetapi cukup berbahaya. Jika terkena penyakit batuk darah, yang dianggap karena termakan upeh, biasanya masyarakat lebih dominan mencari pengobatan kampung daripada pengobatan medis.

105

Menurut masyarakat Jorong Sariak TB Paru disebabkan oleh upeh atau racun yang tidak sengaja termakan ataupun terminum sehingga menyebabkan batuk darah. 3.3.4. Demam Berdarah Dengue (DBD) DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty. Selama berada di lapangan, peneliti mendapat informasi darii beberapa informan bahwa pada awal tahun 2015 banyak masyarakat yang terkena penyakit demam berdarah. Persepsi Masyarakat Secara umum masyarakat menganggap DBD hanya demam biasa. Apabila ada anggota keluarga yang demam tinggi, biasanya masyarakat hanya meminum obat tradisional seperti air remasan daun capo atau daun rambutan. Selain itu, masyarakat juga menggunakan daun jarak untuk menurunkan panas, dengan meletakkan daun jarak di perut. Daun jarak dipercaya mampu memindahkan suhu panas tubuh ke daun jarak itu sendiri. Apabila suhu tubuh tidak turun, barulah masyarakat mencari pengobatan medis baik ke bidan atau puskesmas. Masyarakat Jorong Sariak menyebut DBD dengan demam berdarah. Masyarakat juga sudah cukup mengenal penyakit DBD dan cara penularannya. Menurut masyarakat, nyamuk yang menularkan demam berdarah tersebut kepada meraka. Seperti penjelasan J berikut : “iya, kemarin itu saya sempat kena DBD. Dirawat di RS di Padang. Panas saya naik turun, kemudian dibawa berobat. Ternyata demam berdarah. Awalnya saya rasa banyak nyamuk di dalam kamar, mungkin karena digigit nyamuk itu lah jadi demam berdarah”

Menurut informan yang pernah terkena DBD, gejala awalnya adalah suhu badan naik, demam, menggigil. Lama kelamaan muncul bintik-bintik merah di permukaan kulit, muntah darah, badan semakin lemah.

106

Biasanya jika demam, masyarakat meminum obat tradisional berupa air remasan daun rambutan. Daun rambutan dipercaya mampu menurunkan panas. Penjelasan J : “ketika demam tinggi itu, saya minum obat tradisionall dulu. Biasanya kalo Cuma demam biasa, langsung turun panasnya. Saya ambil beberapa helai daun rambutan, saya remas lalu minum airnya.”

Menurut informan yang pernah menderita DBD, pantangan ketika sakit deman berdarah tidak ada, hanya menjaga kondisii tubuh, tidak terlalu capek, dan banyak minum air putih. Masyarakat menganggap bahwa cara mencegah demam berdarah adalah dengan menghindari gigitan nyamuk melalui pemberantasan jentik nyamuk, menggunakan obat anti nyamuk, dan menjaga kebersihan rumah. 3.4. Penyakit Tidak Menular 3.4.1. Hipertensi Berdasarkan data sekunder yang peneliti dapatkan baik dari dinas kesehatan ataupun puskesmas, angka kejadian hipertensi tidak banyak. Namun temuan peneliti di lapangan, angka kejadian hipertensi di masyarak Jorong Sariak cukup tinggi. Kebanyakan dari penderita hipertensi hanya berobat ke bidan jorong ataupun mengatasi sendiri dengan obat tradisional saja, sehingga kemungkinan tidak terdata oleh petugas-petugas kesehatan. Masyarakat desa atau jorong sariak cukup mengenali penyakit hipertensi, menurut masyarakat hipertensi bukanlah penyakit menular namun penyakit yang harus dihindari dan diwaspadai atau diperhatikan. Penjelasan ibu S : “ biasanya terlalu banyak mengkomsumsi makanan berlemak seperti daging, garam yang berlebihan dan terlalu banayak pikiran”

107

Persepsi Masyarakat Masyarakat desa sariak cukup tau penyakit hipertensi ini, namun sebagian masyarakat masih menggunakan ramuan-ramuan tradisional. Menurut salah seorang masyarakat penyakit hipertensi merupakan penyakit tekanan darah tinggi atau di atas normal, biasanya masyarakat menyebut dengan darah tinggi, dan penderita penyakit hipertensi biasanya memiliki tekanan darah 180/100 mmhg. Menurut masyarakat desa Sariak hipertensi disebabkan mengkomsumsi makanan yang berlemak, garam yang berlebihan, aktifitas tinggi dan pikran yang terlalu banyak, beberapa masyarakat mengaku aktifitas yang tinggi juga dapat menaikkan tekana darah, akibat dari aktifitas menimbulkan kecapkean dan pikiran yang banyak, seperti ungkapan ibu S berikut : “Kalau bannyak kerja akhirnya badan capek, pikiran tak tenang, terasa pundak mulai terasa berat, mata berkunang-kunang berati tensi mulai naik”

Adapun gejala hipertensi menurut masyarakat desa sariak seperti pundak terasa berat, penglihatan berkunang-kunag dan pusing kepala. Berikut penuturan ibu S : “Kalau tensi sudah naik kepala sakit, mata atau penglihatan berkunang-kunang, pikiran tak tenang segera cek tensi”

Masyarakat suku minang umumnya mengutamakan obat ramuan tradisional sebelum melakukan pengobatan medis. Apabila ramuan tradisional tidak mengurangi rasa sakit, barulah mereka mencari pengobatan ke tenaga medis terdekat. Seperti penjelasan ibu S berikut : “Meminum remesan daun pokat dan daun salam dapat menurunkan tekanan darah, apabila semakin parah bawa saja ke polindes atau tenaga medis terdekat”

Pantangan hipertensi menurut masyarakat desa sariak adalah makanan yang berlemak seperti daging. Selain itu, makanan asin juga harus dihindari oleh penderita hipertensi. Bukan hanya pantangan dalam konsumsi makanan saja, penderita hipertensi juga harus menghindari 108

stress, karena stress menjadi salah satu faktor pemicu naiknya tekanan darah. Seperti penjelasan ibu S berikut : “Saya pantang makan daging, makan yang asin-asin, juga gak boleh stress banyak pikiran. Tapi kadang-kadang kepengen makan daging. Ya udah di makan aja, eh malah jadi sakit kepala. Di tensi ternyata darahnya naik”

Menurut masyarakat, hipertensi dapat dicegah dengan menghindari stress dan makanan berlemak. Seperti penjelasan ibu S berikut : “Tidak boleh banyak pikiran, terlalu lelah dan jangan memakan makanan berlemak berlebihan, apabila tensi naik segara berobat ke tenaga medis atau meremas daun pokat atau daun salam”

3.4.2. Penyakit Jantung Penyakit Tidak Menular lainnya yang peneliti temukan di lapangan adalah penyakit jantung. Salah satu informan yang peneliti temui adalah seorang Bapak berusia 65 tahun yang bekerja sebagai pegawai honorer kantor wali nagari. Menurut informan, penyakit jantung yang dideritanya akibat dari stress. Penjelasan Bapak M sebagai berikut : “Awal mulai jantung saya terjadi diakibatkan salah seorang anak saya laki-laki kecelakaan lalu meninggal dunia. Saya selalu memikirkan nasib kelanjutan hidup cucu-cucu yang di tinggalkan. Kemudian, kondisi saya drop dan sempat masuk Rumah Sakit”

Persepsi Masyarakat Masyarakat Jorong Sariak menganggap penyakit jantung adalah penyakit berbahaya yang mematikan. Namun kebanyakan dari masyarakat tidak atau belum mengetahui apakah diri mereka mengidap penyakit jantung atau tidak karena tidak adanya gejala-gejala awal yang dirasakan. Padahal kemungkinan beresiko terkena penyakit jantung di masyarakat Jorong Sariak cukup tinggi, sama halnya dengan hipertensi. Adapun penyebab penyakit jantung sangat erat kaitannya dengan perilaku masyarakat, misalnya pola makan, tingginya stress, ataupun

109

gaya hidup modern seperti merokok dan minum alkohol.10 Menurut masyarakat Jorong Sariak, penyakit jantung disebabkan oleh terlalu banyak fikiran. Fikiran yang berlebihan dapat menyebabkan stress dan stress dapat menyebabkan penyakit jantung. Menurut informasi yang peneliti dapatkan dari informan, sakit jantung yang dideritanya berawal dari rasa lelah yang berkepanjangan, fikiran tak tenang, badan terasa panas dan jantung berdebar-debar. Penjelasan Bapak M : “..kalau suhu tubuh saya mulai panas, badan capek dan fikiran tak tenang, dadapun mulai berdebar debar sampai menyesakkan nafas langsung di bawa ke tenaga medis saja berarti udah kumat itu jantungnya”

Di Jorong Sariak pengetahuan masyarakat tentang penyakit jantung sudah cukup baik, sehingga penanganan penyakit jantung di jorong ini sudah melalui pengobatan medis. Menurut informan, ketika pertama kali mengalami gejala-gejala penyakit jantung anggota keluarga langsung menghubungi nakes terdekat. Masyarakat sudah cukup mengetahui bahwa penyakit jantung merupakan penyakit yang tidak menular namun tidak bisa sembuh, hanya saja dapat dikontrol dengan cara minum obat secara rutin. Menurut masyarakat Jorong Sariak terdapat beberapa pantangan makanan bagi penderita penyakit jantung, seperti sayuran paku dan sawi. Selain itu, kebiasaan merokok juga harus dihindari oleh penderita penyakit jantung. Penjelasan Bapak M : “kalau sudah memakan sayur paku, sawi di tambah merokok, nafas saya sesak dan badan saya pegal pegal badan mulai panas mulailah jantung saya berdebar debar”

Penyakit jantung merupakan penyakit tidak menular yang paling bisa dicegah. Pencegahan penyakit jantung dapat dilakukan dengan 10

Epidemiologi Tidak Menular, DR. M. N. Bustan

110

menjaga pola makan dan merubah gaya hidup. Menurut masyarakat Jorong Sariak untuk mencegah penyakit jantung agar tidak semakin parah adalah dengan meminum obat secara rutin dan menghindari stress berlebihan. Penjelasan Bapak M : “...ya untuk mencegah agar penyakit jantungnya gak makin parah saya minum obat terus gak putus-putus. Tiap habis obat ya pergi berobat lagi. Terus ya harus menghindari stress karena kalo banyak pikiran kumat lagi”

3.4.3. Rematik Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari masyarakat, penyakit rematik cukup sering terjadi di Jorong Sariak. Mayoritas penderita rematik adalah Ibu rumah tangga. Pola makan suku Minang dan aktivitas fisik di Jorong Sariak kemungkinan menjadi penyebab tingginya angka kejadian rematik ini. Persepsi Masyarakat Masyarakat menganggap rematik merupakan penyakit yang timbul karena faktor usia atau karena seseorang sudah semakin tua. Selain itu, ada juga yang menganggap rematik terjadi karena sewaktu muda banyak melakukan pekerjaan berat atau karena kebiasaan mandi malam. Penjelasan Ibu W : “… biasanya kalau saya udah banyak kerjaan, banyak jalan kesana kemari, apa lagi mencuci banyak, mulailah tulang-tulang kaki terasa mau copot semua keram. Dulu juga waktu muda, saya sering mandi malam hari. Mungkin itu juga jadi penyebabnya”

Biasanya masyarakat menyebut rematik sebagai penyakit asam urat. Secara umum masyarakat Jorong Sariak menganggap rematik merupakan penyakit tidak menular yang menyerang seseorang di usia lanjut. Masyarakat juga menganggap penyakit ini merupakan dampak dari pola hidup sewaktu muda.

111

Sebagian besar masyarakat menganggap rematik dapat disembuhkan dengan obat-obatan tradisional yang di tanam di dekat rumah ataupun racikan obat tradisional yang sudah di kemas. Namun sebagian masyarakat juga menyelingi obat tradisional dengan obat dari tenaga medis. Penjelasan Ibu W : “Apabila badan, kaki atau persendian mulai kebas, panas ngilu-ngilu bagian pinggang, biasanya saya ambil 2 atau 3 lembar sirih merah, saya rendam dengan air panas, lalu diminum airnya. Kadang juga saya minum obat tradisional yang diracik berbentuk kemasan yang disebut Binahong. Tapi saya selingi juga dengan obat dokter.”

Gejala rematik yang di derita Ibu W yang berusia 62 tahun ini menyebutkan terasanya kebas kebas anggota gerak, pinggang mulai terasa ngilu-ngilu dan panas. Penjelasan Ibu W : “biasanya kalau udah banyak kerja, banyak nyuci, kecapean, mulai lah kumat sakitnya. Biasanya gejalanya itu tangan saya jadi kebas, pinggang sakit, tulang dan persendian ngilu semua”

Masyarakat memiliki anggapan bermacam-macam mengenai pantangan rematik. Namun sebagian besar masyarakat menganggap pantangan makanan untuk penderita rematik adalah kacangkacangan, sayur bayam, dan rebung (anak batang bambu yang muda). Penjelasan Ibu W : “penderita rematik itu ya gak boleh makan sayur bayam, kacangkacangan apalagi rebung. Kalo dimakan juga, ya mulai lah terasa ngilu semua badan, seperti mau copot rasanya badan ini”

Pola hidup sewaktu muda menjadi penyebab terjadinya remati menurut masyarakat sariak. Oleh karena itu, masyarakat menganggap bahwa pencegahan yang paling baik adalah dengan mengurangi aktivitas-aktivitas berat di waktu muda. Selain itu, bagi penderita rematik sendiri, pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga makan, mematuhi pantangan-pantangan, serta meminum obat secara rutin.

112

3.4.4. Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) adalah gangguan kesehatan yang berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah (glukosa) akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Sama halnya dengan hipertensi dan penyakit jantung, DM juga merupakan penyakit degeneratif yang timbul akibat gaya hidup dan juga pola makan. Selain itu, DM juga tidak terlepas oleh faktor usia dan genetik.11 Saat berada di lapangan, peneliti menjumpai beberapa penderita DM yang rata-rata berusia lanjut. Berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari informan penderita DM, DM dapat terjadi karena faktor keturunan. Biasanya, para informan penderita DM memiliki anggota keluarga yang juga merupakan penderita DM. Penjelasan Ibu B : “saya kena penyakit gula ini udah 7 tahun. Abang dan kakak saya juga kena penyakit gula. Abang saya satu orang kena gula basah, sampe luka-luka, boroan, tapi sekarang udah meninggal. kalo saya ini gula kering, makanya gak luka-luka”

Persepsi Masyarakat Menurut masyarakat Jorong Sariak, penyakit DM ada 2 jenis, yaitu DM basah dan DM kering. DM basah ditandai dengan lukaluka ataupun borok yang tidak bisa sembuh dan lama-lama menjadi bernanah lalu busuk, sedangkan DM kering hanya menyebabkan kulit merah-merah dan gatal saja.

11

Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, DR. M. N. Bustan

113

Gambar 3.16 Penderita Diabetes Melitus (Kering) Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Masyarakat Jorong Sariak menyebut DM merupakan penyakit gula, namun persepsi lain juga menganggap DM diakibatkan oleh tasapo atau disapa setan. Menurut masyarakat, penyakit DM adalah penyakit tidak menular dimana kadar gula darah meningkat akibat terlalu banyak mengonsumsi gula. Menurut masyarakat, pola makan yang tidak teratur dan terlalu banyak fikiran menjadi pemicu naiknya kadar gula darah seseorang. Masyarakat juga menganggapr minuman yang mengandung gula paling cepat menaikan kadar gula, seperti teh ataupun kopi. Selain itu, ada persepsi lain di tengah masyarakat, yaitu DM disebabkan oleh tasapo atau disapa makhluk halus.

114

Penjelasan Bapak K : “sakit gula ini berawal dari membersihkan perkarangan rumah kosong, menebang batang jeruk, pulang dari situ kaki terasa kebas, telapak kaki panas, sehari setelah itu kaki bengkak dan bernanah kemudian anak saya menganjurkan cek gula darah ternyata gula darah mencapai 541 mg/dl”

Gambar 3.17 Penderita Diabetes Melitus (Basah) Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Menurut masyarakat Jorong Sariak, gejala awal DM adalah badan terasa lelah, buang air kecil terus menerus, kalau duduk dengan kaki tergantung kaki menjadi bengkak, kaki terasa kebas dan telapak kaki terasa panas. Penjelasan Bapak K : “gejala awalnya itu badan saya terasa lelah terus, ngantuk aja bawaanya, buang air kecil sering namun sedikit, apalagi kalo malam hari bolak balik ke kamar mandi, telapak kaki terasa panas, kaki juga terasa kebas, kalo duduk kaki tergantung kaki jadi bengkak”

115

Pada umumnya masyarakat Jorong Sariak mencari pengobatan medis ke tenaga kesehatan untuk menangani DM, baik untuk memeriksakan kadar gula darah ataupun meminta obat. Namun demikian, masyarakat juga menambahkan dengan obat-obatan tradisional, seperti kunyit, jahe, merica dan daun jarak. Penjelasan Bapak K : “biasanya saya minum obat dokter, tapi juga ada minum ramuan tradisional seperti kunyit, jahe, dan merica dihaluskan hingga menghasilkan serbuk seperti jamu, lalu diminum satu sendok setiap hari, agar luka akibat DM lekas mengering. Selain itu juga bisa dengan daun jarak 12 lembar yang telah di tawar oleh dukun lalu direndam dengan air putih. Hari pertama direndam airnya di minum, daun di kurangi satu lembar, tinggal 11 lembar lalu hari kedua kembali airnya direndam, daun kurangi 1 lembar, tinggal 10, begitulah seterusnya air rendaman daun diminum lalu lembaran daun dikurangi hingga daun dan air rendaman habis, minum obat secara rutin”

Gambar 3.18 Ubek Kampuang Diabetes Melitus Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

116

Menurut masyarakat Jorong Sariak, pantangan bagi penderita DM adalah makanan yang manis-manis, selain itu juga harus menjaga pola makan. Penjelasan Bapak K : “Tidak ada pantangan, tapi makan yang dikurangi, biasa makan 3 kali – 4 kali satu hari dengan jumlah porsi yang banyak sekarang berkurang dan menghindari makanan yang manis-manis”

Kunci utama pencegahan diabetes terletak pada 3 titik yang saling berkaitan, yaitu pengendalian berat badan, olahraga, dan makan sehat. Selain itu, bagi orang yang beresiko, mulai usia 45 tahun, terutama yang berat badan lebih, hendaknya melakukan pemeriksaan kadar gula darah.12 Menurut masyarakat Jorong Sariak, cara mencegah DM adalah dengan mengatur pola makan dan menghindari fikiran-fikiran yang membuat stres. Penjelasan Bapak K : “untuk mencegah DM ya harus kurangi makan, hindari makanan minuman yang manis-manis, fikiran yang membuat stres karena dulu pernah dokter menyarankan amputasi, saya stres dan mengakibatkan gula saya naik turun”

12

Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, DR. M. N. Bustan

117

BAB 4 MISTERI DI BALIK TATAGUA, PALASIK DAN PENYAKIT BURUNG (Kasus Kematian Ibu dan Bayi di Etnik Minangkabau-Pasaman Barat) Di Indonesia setiap tiga menit satu anak meninggal dunia. Sebagian besar kematian tersebut terjadi pada masa baru lahir (neonatal). Menurut data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 Angka kematian bayi sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan pada tahun 2012 Data Angka Kematian Bayi menurut World Health Organization (WHO) adalah sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian bayi baru lahir sangat tinggi di Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Barat. 13 Selain itu, setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab-sebab yang berhubungan dengan kehamilan. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI tahun 1991, yaitu sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk menurukan kesejahteraan rakyat di suatu negara. 14

13 14

UNICEF Indonesia, Ringkasan Kajian, 2012 InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2014

118

Gambar 4.1 Angka Kematian Ibu Tahun 1991-2012 Sumber SDKI 1991-2012

Kasus kematian yang terjadi pada bayi pada awal tahun di Jorong Sariak relatif cukup tinggi. Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas dalam rentang waktu Januari hingga April 2015 terdapat 2 kasus kematian bayi di Jorong. Menurut informasi yang diperoleh dari tenaga kesehatan, 2 kasus kematian bayi terjadi karena proses persalinan ditolong oleh bidan kampuang. Menurut masyarakat, kematian bayi tersebut diakibatkan oleh tatagua. Selama tim peneliti melakukan observasi dan wawancara telah ditemukan 2 kasus kematian Ibu. Kasus kematian Ibu yang pertama terjadi pada tahun 2014 dan kasus kematian kedua terjadi saat penelitian berlangsung. Menurut masyarakat, kedua kasus kematian Ibu disebabkan oleh suatu penyakit yang disebut penyakit burung. Pembahasan mengenai kematian Ibu dan kematian bayi, tidak hanya pada suku Minang saja tetapi juga terjadi pada suku pendatang atau suku lain yang ada di Jorong Sariak ini, seperti suku Jawa. Oleh sebab itu timbul pertanyaan adakah keterkaitan antara tradisi dan kepercayaan suku Minang terhadap kejadian kematian Ibu dan Bayi di Jorong Sariak ini?

119

4.1. Studi Kasus Kematian Bayi di Jorong Sariak Berdasarkan hasil wawancara dengan si Ibu ataupun keluarga inti yang mengalami kasus kematian bayi, menggambarkan kondisi sebagai berikut : Kasus 1 – Ibu Rt (2015) Bu Rt (31 tahun) melahirkan anak keenamnya pada bulan Februari 2015. Pada masa kehamilan keenamnya ini, Ibu Rt beberapa kalinmelakukan pemeriksaan kehamilan di posyandu. Ketika hamil, Ibu Rt jarang keluar rumah ataupun melakukan aktivitas berat. Ia hanya melakukan pekerjaan rumah saja, seperti menyapu, memasak, dan membersihkan rumah. Sama seperti kehamilan-kehamilan sebelumnya, Ibu Rt juga rutin bakusuak mulai usia kehamilan 7 bulan hingga menjelang persalinan. Ibu Rt sudah memiliki 3 orang anak dan 2 kali mengalami keguguran. Ketiga anaknya lahir dengan bantuan Bidan Kampuang. Proses kelahiran anak keenamnya juga dibantu oleh Bidan Kampuang. Menurut Ibu Rt, melahirkan dengan Bidan Kampuang merupakan keputusannya dan suami. Ibu Rt mengaku bahwa beliau takut dengan alat-alat medis, seperti suntik. Proses persalinan dengan Bidan Kampuang tentu saja dengan cara tradisional dan tanpa alat-alat medis. Sebelum persalinan, beliau tidak merasa ada kejanggalan pada kehamilannya. Ketika memeriksakan kandungan ke Posyandu juga keadaan janinnya masih sehat. Pada hari H, beliau merasakan sakit di bagian perutnya. Kemudian, air ketuban pecah. Pihak keluarga langsung menjemput Bidan Kampuang. Ketika lahir, anaknya tidak menangis. Menurut Bidan Kampuang, anaknya sudah meninggal di dalam perut beberapa hari sebelum persalinan karena Buk Rt mengalami tatagua atau keteguran makhluk halus. Sehingga anaknya meninggal. (Ibu Rt)

120

Kasus 2 – Ibu Rm (2015) Ibu Rm (33 Tahun) melahirkan anak keempat pada bulan Maret 2015. Sebelumnya, Ibu Rm pernah mengalami keguguran pada anaknya yang kedua. Di kehamilan keempat ini, menurut Ibu Rm banyak pantangan yang diabaikannya, termasuk bekerja terlalu keras pada saat hamil Suatu pagi, di hari sabtu, Ibu Rm sedang membersihkan kandang sapi. Tiba-tiba perutnya terasa sangat sakit. Kemudian keluarganya melarikan Ibu Rm ke bidan. Menurut bidan, itu belum waktunya melahirkan, oleh sebab itu bidan hanya memeriksa kandungan Ibu Rm. Denyut jantung si bayi masih terdengar sehat. Setelah diperiksa, Ibu Rm kembali pulang. Dua hari kemudian, perut Ibu Rm kembali sakit. Saat itu, suaminya sedang bekerja dan tidak di rumah. Keluarga Ibu Rm lah yang mengambil tindakan untuk menjemput Bidan Kampuang. Ketika Bidan Kampuang tiba di rumah Ibu Rm, ternyata memang sudah tiba saatnya melahirkan. Bidan Kampuang kembali ke rumahnya untuk mengambil peralatan persalinan. Menurut Ibu Rm, dirinya lah yang memutuskan untuk bersalin dengan Bidang Kampuang. Salah satu alasannya adalah faktor ekonomi. Penjelasan Ibu Rm : “kalo dengan bidan kampuang kan bayarnya gak dipatokkan harus berapa, seiklasnya saja dan bisa dicicil, kalo sama bidan mana bisa dicicil. Ya harus bayar kontan dan juga dipatokkan harganya”

Setelah mengambil alat persalinan, Bidan Kampuang kembali ke rumah Ibu Rm dan membantu persalinannya. Ketika lahir, anaknya menangis. Ketika dipotong tali pusat dan dimandikan, si bayi kembali menangis. Dari awal lahir, mata si bayi tidak terbuka. Menurut Bidan Kampuang, si anak terkena tatagua sejak dalam kandungan. Oleh karena itu, Bidan Kampuang menyembur si bayi dengan bawang putih. Karena tidak enak perasaan, Ibu Rt melarikan anaknya ke Rumah Sakit. Di Rumah Sakit, anaknya meninggal dengan keadaan perut membesar dan tubuh membiru. Keadaan demikian memang 121

sudah terlihat sejak si bayi lahir. Kakaknya juga sudah busuk setengah, dan setengah lagi normal. Menurut dokter, anak Ibu Rm menderita penyakit Liver bawaan. Menurut Bidan Kampuang, Ibu Rm terlalu letih selama hamil sehingga terkena tatagua. Ya, Ibu Rm memang tetap bekerja berat dan kurang istirahat saat hamil. Beliau mencari berondolan (sawit yang sudah jatuh) untuk membantu suaminya memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, Ibu Rt selalu minum es, menurut Bidan Kampuang itu juga menjadi penyebab tubuh anak menjadi lemah. (Ibu Rm)

Gambar 4.2 Bayi Ibu Rm Yang Meninggal Sumber: Ibu Rm

122

4.2. Studi Kasus Kematian Ibu di Jorong Sariak Selama Penelitian berlangsung, peneliti mendapatkan informasi tentang 2 kasus kematian Ibu. Kasus pertama terjadi pada tahun 2014 dan kasus kedua terjadi saat peneliti berada di lapangan, yaitu pada bulan Mei 2015. Kasus 1 – Bapak D “Anak saya meninggal pasca 40 hari persalinan. Proses persalinan melalui operasi. Pada awalnya, si ibu mengalami demam dan dibawa berobat ke dokter. Pada tubuhnya tumbuh bintik-bintik merah. Menurut dokter yang menanganinya, bekas operasi tidak ada pengaruh, baik-baik saja. Si ibu dibawa pulang, namun panasnya makin tinggi. Kemudian jatuh karena gemetaran, dilarikan ke Rumah Sakit. 2 hari dirawat di Rumah Sakit, kata dokternya tipes. Lalu pada hari keempat dokternya bilang magh. Semakin hari anak saya semakin sesak dan sulit bernafas. Badannya juga semakin membesar, bintik-bintik merahnya membesar dan menghitam, badan menguning dan mata juga kuning. Dadanya sesak, beberapa kali nelpon saya, katanya “dadaku sesak pak, badanku sakit semua”. Malam minggunya, saya jemput ke Rumah Sakit karena dia minta pulang, katanya sudah sehat. Hari Minggu sorenya sudah dipasang oksigen, kesehatannya semakin menurun. Saya sempat berdebat dengan dokter, karena sudah 8 hari di rumah sakit tapi dokter belum tahu jelas apa penyakitnya. Selasa pagi di ronsen dan hasil ronsennya baik, tidak ada masalah. Hasil pemeriksaan lainnya seperti jantung dan urin semuanya baik, hanya sakit kuning yang positif. Selasa jam 4 sore, nafasnya semakin berat, oksigen sudah tidak membantu lagi. Terakhir kali dia narik nafas dalam terus tidak sadar lagi, sudah nggak bisa komunikasi lagi, nafasnya sudah terputusputus dan air matanya keluar. Saya mohon ke dokter untuk mengeluarkan anak saya dari Rumah Sakit dan mencari dukun kampung. Kebetulan ada famili seorang dukun kampung yang saat itu sedang di rumah sakit. Menurutnya, anak saya memang sudah ada makhluk yang mengganggu. Si dukun tidak bisa mengobati di Rumah Sakit, maka dibawa ke rumah dukun kampung. Di rumah dukun kampung itu fisik anak saya sudah sangat lemah jadi belum

123

bisa diobati, sehingga dukun dan keluarga memutuskan untuk menunggu hingga agak kuat. Namun beberapa saat kemudian anak saya sudah menghembuskan nafas terakhir. Memang sebelum masuk Rumah Sakit, sempat kesurupan di rumah. Kemudian saya panggil dukun kampung, diobati, kemudian sehat dan anak saya tidur sampai pagi. 2 hari kemudian, demam panas tinggi dan sempat mengeluh lehernya berat di bagian tengkuk. Anak saya meninggal pas umur bayinya 40 hari dan dia belum sempat memberi nama anaknya. Menurut dukun kampung sejak usia 7 bulan kehamilan sudah ada yang mengganggu anak saya itu karena dia tidak ada pakai jimat. Menurut masyarakat disini, anak saya itu terkena penyakit burung.”

4.3. Tatagua dan Palasik Sebagai Penyebab Kematian Bayi Tatagua Berdasarkan kasus-kasus kematian bayi yang diuraikan, penyebabnya adalah suatu kesakitan yang disebabkan oleh makhluk halus yang biasa disebut tatagua oleh masyarakat Jorong Sariak. Tatagua merupakan sebuah kesakitan yang terjadinya karena keteguran ataupun ditegur oleh makhluk halus atau makhluk gaib. Makhluk halus sama halnya dengan manusia, yang juga bersosialisasi sesamanya. Makhluk halus tersebut ada di sekeliling kita, namun tidak tampak dengan kasat mata. Sebenarnya, makhluk halus tersebut tidak berniat menganggu manusia. Mereka hanya menyapa, sama halnya seperti kita menyapa teman kita. Namun, bagi manusia malah jadi suatu kesakitan yang bisa menimbulkan kesakitan atau bahkan kematian. Begitu penjelasan Etek D yang merupakan bidan kampuang di Jorong Sariak. Pernyataan Etek D berikut : “tatagua itu karena ditegur makhluk halus. Sebenarnya sama saja seperti disapa makhluk kasar, sesama manusia juga. Tetapi karena makhluk halus yang menyapa, jadi sakit di kita”

124

Menurut Etek D, selain karena ditegur makhluk halus bisa juga tatagua terjadi karena kita menginjak orang halus tersebut. Pada ibu hamil, sangat rawan terjadi tatagua karena darah Ibu hamil itu manis dan sangat disukai makhluk halus. Oleh sebab itu, Ibu hamil dianjurkan untuk menggunakan jimat sebagai penangkal. Sebenarnya tatagua bukan hanya dapat diderita oleh Ibu Hamil atau bayi saja, namun juga bisa terkena pada siapa saja. Hanya saja, yang paling rentan terkena tatagua adalah Ibu hamil dan juga bayi atau balita. Menurut etek D, Apabila Ibu hamil ditegur makhluk halus, dampaknya bisa ke si Ibu ataupun ke bayinya. Dampak yang timbul berbeda-beda, mulai dari demam pada Ibu, kelainan kehamilan, sakit pada janin, bahkan bisa menimbulkan kematian. Untuk pengobatan tatagua pun bermacam-macam, tergantung Datu ataupun dukun yang mengobatinya. Etek D sendiri biasa mengobati tatagua dengan menggunakan kunyit yang dido’akan dan dioleskan ke kening, tangan, dan kaki. Palasik Kepercayaan mengenai palasik juga sangan kental di suku Minangkabau. Tidak hanya suku Minangkabau di Jorong Sariak, namun hampir seluruh daerah di Minangkabau masih sangat kental dengan kepercayaan mengenai palasik ini. Palasik merupakan seseorang yang menuntut ilmu hitam dan menghisap darah bayi dan balita. Darah yang dihisap oleh palasik berguna untuk kelangsungan hidupnya, sebagai pengganti makanan, dan agar awet muda. Menurut masyarakat, jika palasik tersebut sudah menghisap darah maka Ia mampu untuk tidak makan nasi selama 1 bulan. Penjelasan Ibu M : “palasik itu sebenarnya manusia biasa, tapi dia nuntut ilmu hitam untuk awet muda. kalo udah ngisap darah bayi udah kenyang dia, bisa gak makan sampe 1 bulan. Kita gak tau juga siapa, ada sih sebenarnya orang yang dicurigai sama masyarakat, tapi belum ada buktinya”

125

Memang tidak ada kasus kematian bayi yang disebabkan oleh palasik, namun menurut cerita masyarakat setempat, pada waktuwaktu yang lalu palasik ini cukup berbahaya dan pernah menyebabkan kematian. Namun, sekarang ini sudah ada penangkalnya yang biasa disebut sebagai simaik tangkal lasik. Kesakitan yang dapat ditimbulkan oleh palasik ini adalah mencret ataupun diare pada bayi dan balita. Mencret yang terjadi akibat palasik dengan mencret ataupun diare biasa berbeda. Mencret yang terjadi karena kena lasik biasanya bau yang luar biasa, cair tanpa ampas, dan ubun-ubun anak menjadi cekung ke dalam. Seperti penjelasan Ibu M berikut : “kalo kena lasik ini beda sama diare biasa. Diare biasa kan baunya gak menyengat, kalo lasik ini bau tinjanya pun menyengat sekali kayak bau ayam mati. Terus cair gak ada ampasnya, ubun-ubun anak pun jadi cekung ke dalam”

Untuk menangkal lasik, hampir seluruh bayi dan balita di Jorong Sariak oleh orang tuanya dikenakan jimat. Masyarakat Jorong Sariak menyebutnya simaik tangkal lasik. Jimat penangkal lasik ini mereka dapatkan dari Datu ataupun engku. Selain jimat, biasanya juga bayi dan balita di Jorong Sariak menggunakan gelang besi putih yang juga dipercaya sebagai penangkal lasik. Tidak hanya menggunakan jimat dan gelang besi putih, bayi dan balita di Jorong Sariak juga selalu menggunakan singlet ataupun baju dalam terbalik. Menurut mereka, itu juga merupakan salah satu cara untuk menangkal lasik tersebut. Selain mengincar darah bayi dan balita, palasik juga mengincar Air Susu Ibu. Ini dinamakan lasik susu. Apabila Air Susu Ibu terkena lasik, maka anak tidak lagi mau meminum Air Susu Ibunya. Ibu hamil juga sangat rawan terkena lasik. Apabila Ibu hamil terkena lasik, maka janin dalam kandungannya bisa hilang dan tiba-tiba perut mengecil ataupun usia kandungan bisa berkurang. Penjelasan Ibu M : “lasik ini gak Cuma bisa kena ke bayi aja, ke Ibunya juga bisa. Kena lasik susu. kalo kena lasik susu, gak mau lagi anaknya minum ASI Ibunya tu. Ada juga orang hamil kena lasik. Bisa hilang sendiri

126

bayinya dalam perut. Atau bisa juga berkurang usia kandungannya, karena dihisap darah bayi dalam perutnya tu malah mengecil bayinya”

4.4. Penyakit Burung Berdasarkan kasus kematian Ibu yang telah diuraikan di atas, penyebab kematian tersebut adalah karena penyakit burung. Sama halnya dengan kasus kematian Ibu pada tahun 2014, yang dipercaya oleh penyakit burung. Menurut masyarakat Jorong Sariak, penyakit burung merupakan suatu penyakit akibat gangguan makhluk halus ataupun kerasukan makhluk halus. Gejala yang ditimbulkan bermacam-macam, mulai dari suhu badan meningkat, hilang kesadaran, melakukan tindakan-tindakan diluar kesadaran, bahkan dapat menyebabkan kematian. Menurut masyarakat Jorong Sariak, seseorang terkena penyakit burung boleh jadi karena tidak memakai penangkal berupa jimat ketika hamil ataupun melanggar pantangan-pantangan saat hamil. Pantangan-pantangan yang dilanggar, seperti keluar rumah di malam hari, keluar rumah saat hujan gerimis, ataupun pergi ke tempat-tempat yang gelap. Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan, tanda-tanda seseorang terkena penyakit burung adalah didatangi oleh burung gagak hitam ataupun burung hantu yang hinggap di atap rumah. Menurut informan yang pernah menderita penyakit burung, pengobatannya bisa dilakukan oleh Datu ataupun ulama. Cara pengobatannya pun bermacam-macam. Bisa dengan kemenyan ataupun air yang dibacakan do’a. Masyarakat juga menganggap bahwa penyakit burung ini sebenarnya bisa disembuhkan jika cepat diobati. Seperti yang diungkapkan bapak D : “ada juga orang di dekat sini, dia melahirkan seminggu setelah anak saya melahirkan. Operasi juga. Dia juga baru-baru ini kena penyakit yang gejalanya persis seperti anak saya. Tapi orang tua nya memang masih fanatik sama sakit-sakit gaib gini. Jadi dari awal emang udah

127

dibawa berobat ke dukun, bukan ke Rumah Sakit. Sekarang udah sembuh tapi masih dalam pengobatan juga. Kalo saya karena dulunya kurang percaya sama yang gaib-gaib gini, makanya bawa anak saya ke Rumah Sakit. Sekarang, baru saya percaya ternyata memang benar ada penyakit-penyakit karena hal gaib”

Selain itu, terkena penyakit burung bisa juga pada saat proses persalinan. Menurut masyarakat Jorong Sariak, saat proses persalinan kondisi fisik si Ibu akan sangat lemah. Oleh sebab itu, saat bersalin biasanya tidak boleh tidur, jempol kaki dan kepala harus ditutup, dan biasanya pihak keluarga diwajibkan mengunyah rempah-rempah seperti merica dan lain-lain. Jempol kaki dan kepala harus ditutup karena makhluk halus biasanya masuk melalui jempol kaki atau ubunubun. 4.5. Perilaku Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Pada Ibu dan Bayi Kepercayaan mengenai makhluk halus memang masih cukup kental dalam kehidupan masyarakat di Jorong Sariak. Termasuk kesakitan ataupun kematian dan penyebabnya yang terjadi pada Ibu dan bayi. Masyarakat menganggap kematian Ibu dan kematian bayi terjadi tak lepas dari gangguan makhluk halus. Kepercayaan masyarakat tersebut tercermin pada perilaku mereka dalam mencegah ataupun mengobati kejadian sakit pada Ibu dan bayi. Sebagaimana terurai pada sub-sub bab berikut ini. 4.5.1. Simaik pada Saat Kehamilan Masyarakat Jorong Sariak percaya bahwa penggunaan tangkal pada saat hamil sangat mempengaruhi keselamatan Ibu dan bayi dalam kandungan. Simaik, begitu sebutan tangkal bagi masyarakat Jorong Sariak, berguna untuk menjaga Ibu dan Bayi dari gangguan makhluk halus. Menurut mereka, Ibu hamil memiliki darah yang manis sehingga sangat disukai oleh makhluk halus. Simaik yang digunakan pun bermacam-macam, ada yang digantungkan di pintu rumah dan kamar, dipakaikan di diri Ibu, ataupun dibawa kemanapun si Ibu pergi.

128

Berdasarkan observasi di lapangan, peneliti menemukan simaik yang paling banyak digunakan oleh Ibu hamil di Jorong Sariak berupa benang hitam yang dipakaikan di perut ataupun lengan si Ibu. Namun, peneliti juga menemukan beberapa simaik yang digantung di pintu rumah berupa tapal kuda atau benang cerano (3 warna) dan simaik yang dibawa-bawa berupa gunting dan Al-Qur’an yang dibungkus kain hitam.

Gambar 4.3 Simaik di Perut Ibu Hamil Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan dari masyarakat, simaik yang dipakai di perut Ibu hamil merupakan benang hitam yang berisi daun jerangau, dasun (bawang putih tunggal), merica, kunyit bolai, dan kertas timah hitam yang ditulisi bacaan Al-Quran.

129

Gambar 4.4 Isi dari Simaik Sumber: Dokumentasi peneliti, Mei 2015

Selain itu, ada juga benang cerano tiga warna, yaitu warna hitam, merah dan putih. Makna dari ketiga warna tersebut adalah merah berhubungan dengan setan, putih berhubungan denga jin dan hitam berhubungan dengan ilmu hitam. Kemudian ketiga benang disatukan menjadi satu lilitan yang bertujuan untuk menghindari roh setan, roh jin dan ilmu hitam agar tidak mudah masuk kedalam tubuh. Tangkal-tangkal tersebut tidak bisa dibuat sendiri. Biasanya, masyarakat akan mengunjungi Datu, ulama, ataupun bidan kampuang untuk meminta dibuatkan simaik. Selanjutnya, mereka akan dianjurkan untuk membeli bahan-bahan pembuatan simaik, kemudian membawa kembali bahan tersebut ke Datu, ulama, ataupun bidan kampuang. Kemudian, simaik akan dibuat dan dimantrai dengan do’a dan shalawat, barulah simaik dapat digunakan. Simaik tersebut biasanya harus selalu digunakan oleh Ibu hamil dan tidak boleh dilepaskan. Simaik akan dilepas setelah melahirkan ataupun sehabis masa nifas. Selanjutnya, akan dibuatkan simaik baru

130

yang akan dipakaikan ke bayi, untuk menjaga bayi tetap sehat dan terhindar dari gangguan makhluk halus, termasuk palasik. Selain simaik yang didapatkan dari orang pintar, biasanya Ibu menyusui di Joroong Sariak juga menggunakan penangkal lain, seperti daun kuku. Daun kuku dipercaya mampu melindungi Ibu dari gangguan palasik. Lasik yang biasa terkena ke Ibu menyusui adalah lasik susu. Dampak dari lasik susu adalah si anak tidak lagi mau meminum ASI dari Ibunya.

Gambar 4.5 Simaik Penangkal Lasik Susu Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

4.5.2. Simaik Tangkal Lasik Untuk Bayi Sama halnya dengan Ibu hamil, hampir seluruh bayi dan balita di Jorong Sariak ini menggunakan jimat. Namun, pemakaian jimat pada bayi dan balita di Jorong Sariak rata-rata hanya dikhususkan untuk menangkal lasik saja. Hal tersebut dikarenakan ancaman yang paling sering terjadi kepada anak-anak di Jorong Sariak adalah palasik.

131

Gambar 4.6 Anak Yang Menggunakan Jimat Tangkal Lasik Sumber : Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Jimat penangkal palasik ini biasa disebut sebagai simaik tangkal lasik. Pemakaian simaik tangkal lasik ini dianggap sangat mempengaruhi kesehatan si anak. Masyarakat Jorong Sariak juga sangat yakin, simaik mampu melindungi anak dan menangkal dari palasik yang ingin menghisap darah anak. Namun, ada juga beberapa kasus terjadi padahal si anak sudah memakai jimat penangkal. Simaik tangkal lasik ini biasa didapat dari orang pintar, seperti bidan kampuang, Datu, ulama, ataupun engku. Simaik tangkal lasik memiliki bentuk yang sama seperti simaik pada masa kehamilan. Bahan-bahan yang digunakan juga sama saja. Simaik ini bisa dipakai di pinggang ataupun dijadikan kalung untuk anak. Penjelasan Datu K berikut : “Isi dari jimat ini adalah dasun (bawang putih tunggal), jerangau, merica (lado ketek), timah hitam yang dituliskan dengan tulisan AlQuran, benang cerana tiga warna hitam merah putih sebagai

132

pengikat jimat, dan kertas timah putih sebagai pembungkus pertama dari bahan yang telah disediakan agar tidak mudah basah dan kemudian dibungkus dengan kain hitam, kemudian di jahit sedikit menggunanakan benang berwarna hitam. Dan setelah semua dibungkus dengan kain warna hitam jimat akan dimantra dengan bacaan ayat suci Al-Quran, baru dipakaikan ke pinggang anak bayi tersebut dan bisa juga di pakekan ke leher anak bayi dalam bentuk kalung.”

Gambar 4.7 Jimat Yang Digunakan Balita Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Isi dari penangkal lasik ini juga berbeda-beda. Tergantung orang pintar yang membuatnya. Selain jerangau, lado ketek, dan merica, tempurung kelapa juga bisa digunakan sebagai bahan jimat. Seperti pernyataan Ibu N :

133

“Ini jimat yang saya pakaikan ke pinggang anak saya bahannya dari tempurung kelapa yang sudah ditembak petir yang jatuh dan diambil sedikit, dibuat dalam bentuk lingkaran dan diikat dengan benang cerana tiga warna. Tujuannya dipakai ini agar terhindar dari roh atau setan.”

Gambar 4.8 Jimat Yang Terbuat Dari Tempurung Kelapa Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Selain tangkal yang dipakaikan ke anak, tim peneliti juga menjumpai tangkal yang di letakkan di rumah. Menurut masyarakat, tangkal diletakkan di rumah agar tidak ada makhluk halus yang masuk ke dalam rumah. Seperti penjelasan Ibu R : “didalam rumah masyarakat suku minang masih kental memakai jimat di dalam rumah untuk tulak bala tujuannya agar roh halus atau roh jahat tidak bisa masuk ke rumah, dan sekarang pun masih ada 134

masyarakat suku minang yang memakainya dengan menggunakan benang cerano yang digantungkan dengan berapa warna merah hitam putih dan kemudian benang dibawa ke dukun untuk dibacakan mantra dengan menggunakan kemenyan yang diasapi. Kalau tidak dipasang penangkal ini kita bisa sakit”

Gambar 4.9 Jimat Yang Dipasang di Rumah Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Masyarakat tidak hanya menggunakan jimat untuk mencegah gangguan makhluk halus, namun juga pemakaian gelang besi pada tangan anak. Menurut masyarakat, gelang besi putih sangat ditakuti oleh palasik, oleh sebab itulah hampir seluruh anak di jorong Sariak menggunakan gelang besi putih.

135

Gambar 4.10 Penggunaan Jimat dan Gelang Besi Putih Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Selain anak menggunakan penangkal yang dikenakan pada tubuh anak, penangkal palasik juga diletakkan di tempat-tempat yang memungkinkan untuk menghisap darah anak. Menurut masyarakat, palasik bisa menghisap darah anak melalui pakaiannya yang sedang dijemur. Oleh karena itu, biasanya masyarakat juga meletakkan penangkal di jemuran baju anak yang berupa batang jerangau.

Gambar 4.11 Tangkal di Jemuran Pakaian Bayi Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

136

Selain itu, masyarakat juga percaya bahwa ketika anak sedang tidur sangat rawan didatangi oleh makhluk halus. Untuk mencegah anak di ganggu oleh makhluk halus, biasanya masyarakat juga meletakkan penangkal berupa Al-Qur’an ataupun benda tajam di ayunan ataupun di sebelah anak yang sedang tidur. Peneliti juga menemukan perilaku lainnya di masyarakat yang bertujuan untuk mencegah kesakitan pada anak. Perilaku tersebut berupa pemakaian singlet atau baju dalam anak dengan posisi terbalik (bagian dalam menjadi bagian luar).

Gambar 4.12 Al-Qur'an Yang Diletakkan di Ayunan Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

4.5.3. Pengobatan Penyakit Untuk Ibu hamil dan Bayi Anggapan kesakitan disebabkan oleh gangguan makhluk halus membuat masyarakat Jorong Sariak lebih memprioritaskan pengobatan dilakukan oleh orang pintar seperti Datu ataupun bidan kampuang. Menurut masyarakat, orang pintar adalah orang yang mampu berkomunikasi dengan makhluk halus sehingga dianggap mampu mengatasi kesakitan yang terjadi akibat gangguan makhluk

137

halus tersebut. Kesakitan akibat gangguan makhluk halus yang umumnya terjadi pada Ibu hamil adalah tatagua, lasik, dan penyakit burung. Kesakitan yang terjadi pada bayi dan balita pun tidak jauh berbeda, seperti tatagua dan lasik. Pernyataan Etek D selaku bidan kampuang di Jorong Sariak sebagai berikut : “penyakit yang bisa kena ke Ibu hamil dan bayi itu sama aja sebenarnya. Ditegur makhluk halus juga atau kena lasik. Dampaknya aja yang tak sama. Kalo tatagua kena ke ibu itu bisa pengaruh ke anaknya bisa sampe keguguran. Lasik pun gitu juga. Kalo tatagua ke bayi bisa sakit damam anaknya itu. Kalo lasik ya mencret-mencret”

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penyebab kasus kematian bayi di Jorong Sariak adalah tatagua. Menurut masyarakat, tatagua mungkin saja karena saat hamil si Ibu tidak memakai jimat ataupun karena melanggar pantangan-pantangan. Pengobatan tatagua yang terjadi pada Ibu ataupun bayi sama saja. Pengobatan tatagua ini pun bermacam-macam, tergantung siapa yang mengobati. Kami mendapat informasi dari 2 informan yang berbeda, yaitu bidan kampuang dan Datu. Etek D merupakan bidan kampuang yang biasa menolong persalinan di Jorong Sariak, juga memiliki kemampuan untuk mangususak dan mengobati tatagua. Dalam mengobati tatagua, Etek D biasa menggunakan kunyit yang masih segar. Dalam melakukan pengobatan tatagua ini, Etek D juga menggunakan sajadah sebagai alas untuk tempat duduk dan juga sebagai tempat untuk melakukan pemotongan kunyit. Kunyit yang masih segar tadi akan dibelah dua. Kemudian kunyit yang telah dibelah dua tersebut akan dimantrai. Dalam hal membacakan mantra ini, Etek D tidak bisa memberitahu kepada orang lain karena mantra hanya bisa diberi tahu kepada keturunan yang bisa mengobati saja. Setelah dibacakan mantra, kunyit tersebut dijatuhkan untuk menentukan apakah seseorang ini terkena tatagua atau tidak. Apabila pelemparan pertama kunyit sudah sama-sama tertutup, maka orang tersebut belum bisa dikatakan terkena tatagua.

138

Apabila pada lambungan kedua ada diantara salah satu kunyit yang terbalik, itu pertanda bahwa memang tatagua penyebab. Untuk menentukan orang tersebut sudah berapa lama terkena tatagua, dapat dilihat dari seberapa jauh jarak kunyit tersebut jatuh. Apabila jarak antara kedua kunyit berdekatan, maka orang tersebut baru saja terkana tatagua. Jika benar orang tersebut terkena tatagua, maka satu kunyit akan dipergunakan untuk pengobatan dan kunyit yang tidak terpilih akan dibuang. Selanjutnya, kunyit yang terpilih akan dimantrai lagi. Kemudian kunyit tersebut akan dioleskan pada kening, hidung, dada dan pusat. Menurut Etek D, makna kunyit dioles ke kepala bertujuan agar pikiran orang yang terkena tatagua dapat bersih kembali dari gangguan dan rasukan setan. Makna dioles ke hidung bertujuan agar bau-bau roh halus tidak mudah lagi untuk masuk ke dalam tubuh dan makna dioles ke dada dan pusat bertujuan agar orang yang terkena tatagua bisa bersih dan suci kembali tubuhnya dari roh-roh halus.

Gambar 4.13 Pengobatan Tatagua Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

139

Informasi selanjutnya peneliti dapatkan dari seorang Datu yang biasa disebut sebagai Kulipah. Pengobatan tatagua yang dilakukan kulipah sedikit berbeda dengan pengobatan yang dilakukan Etek D. Kulipah tetap menggunakan kunyit sebagai bahan utama pengobatan, namun Kulipah juga menggunakan air putih yang dibacakan do’a dan mandi ubek. Mandi ubek adalah dimandikan dengan air yang telah dibacakan do’a dan shalawat Nabi. Biasanya mandi ubek dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Pernyataan Kulipah K “Kalau pengobatan tatagua saya menggunakan kunyit kemudian dibelah dua, dilambungkan terlebih dahulu untuk menentukan apakah penyakit karena keteguran atau tidaknya, lalu ditawarkan dengan doa, dioleskan ke kepala, hidung, dan pusat. Kemudian saya juga tetap menggunakan air putih dan mandi ubek. Dalam proses pemandian ini biasanya dilakukan selama 3 hari lamanya”

Selain tatagua, penyebab kesakitan lainnya pada bayi dan balita yang sering terjadi di Jorong Sariak adalah palasik. Dalam mencari pengobatan lasik, masyarakat umumnya lebih mengutamakan pada pengobatan tradisional saja. Untuk pengobatan palasik inipun biasanya dilakukan oleh Datu ataupun ulama. Bidan kampuang tidak dapat mengobati lasik. Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan dari Kulipah, pengobatan lasik ini pun berbeda-beda, tergantung orang pintar yang mengobatinya. Kulipah K sendiri mengobati lasik dengan menggunakan air putih saja. Air putih tersebut dibacakan shalawat, ayat kursi, dan ayat-ayat pendek. Setelah itu, dilanjutkan dengan mandi ubek (mandi obat) yang bertujuan agar seluruh tubuh yang terkena lasik dapat suci kembali dan bersih dari segala roh halus yang masuh ke dalam tubuhnya. Kulipah K sudah mengobati segala macam penyakit sejak 25 tahun yang lalu. Beliau mendapatkan ilmunya dari syeh-syeh terdahulu melalui bersuluk. Seperti pernyataan Kulipah K berikut

140

“Saya mulai mengobati penyakit2 ini sudah lama juga, sekitar 25 tahun, sejarah awal saya dapat ilmu ini awalnya dari saya menuntut ilmu dari syeh-syeh terdahulu dan saya juga bersuluk atau berzikir di dalam mesjid selama 60 hari dan ada juga selama 40 hari. Ini semua tergantung ridho Allah juga. Kalau Allah menghendaki maka ilmu ini akan datang sendirinya kepada kita dan selalu ingat kepada Allah”

Pengobatan palasik yang dilakukan oleh Datu P pun sedikit berbeda dengan pengobatan yang dilakukan oleh Kulipah K. Datu P menggunakan 1 botol air aqua. Air aqua tersebut dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran dan shalawat. Kemudian diminumkan kepada bayi atau balita yang terkena lasik. Selanjutnya, air diusapkan sedikit ke kepala, tangan, dan kaki bayi sebanyak 3 kali sambil dibacakan shalawat. Setelah itu, Datu juga membisikkan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an ke telinga si bayi. Pengobatan tersebut dilakukan selama 3 kali pagi atau 3 hari berturut-turut. Pengobatan dilakukan setiap subuh sebelum Datu memijak tanah. Hal ini sudah menjadi ketentuan cara pengobatan dari nenek moyang Datu P terdahulu. Jika Datu sudah memijakkan kaki di tanah, maka pengobatan tidak bisa dilakukan. Berikut pernyataan Datu P : “Segala penyakit yang saya obati hanya bisa berdo’a saja pada yang maha kuasa, kalau kita yakin insyaallah penyakit ini akan sembuh nantinya. Saya mengobati penyakit palasik terhadap anak maupun bayi ini dengan cara menggunakan media air aqua satu botol saja, setelah itu air aqua ini saya bacakan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan shalawat, setelah itu baru saya minumkan kepada bayi dan saya usapkan sedikit air ke kepala, tangan, dan kaki bayi sebanyak 3 kali sambil membacakan shalawat dan saya juga membisikkan bacaan ayat suci Al-Qur’an ke telinga si bayi. Pengobatan ini dilakukan dengan cara 3 kali pagi atau 3 hari berturut-turut setiap hari. Pengobatan ini dilakukan setiap subuh sebelum saya memijakkan kaki ke tanah. Kalau seandainya pasien terlambat datang dan saya terlebih dahulu memijak tanah, maka pengobatan tidak akan bisa dilakukan. Ini sudah ketentuan cara pengobatan dari nenek moyang saya.”

141

Selama proses pengobatan pun terdapat pantangan-pantangan yang harus dipatuhi oleh Ibu si bayi. Pantangan-pantangannya adalah sebagai berikut : 1) tidak boleh makan pulut 2) tidak boleh melewati jemuran kain 3) tidak boleh makan nasi bilangan (nasi yang disajikan ketika orang meninggal) 4) tidak boleh makan pisang buai 5) tidak boleh menjenguk orang meninggal. Apabila pengobatan telah selesai dan si anak telah sembuh dari lasik, selanjutnya akan dilakukan penguncian obat yang biasa disebut mati ubek. Mati ubek berguna untuk mengunci penyakit agar tidak kembali lagi. Sama halnya dengan pengobatan, mati ubek ini pun bermacam-macam caranya. Berdasarkan informasi yang tim dapatkan dari Ibu M, mati ubek untuk pengobatan lasik anaknya menggunakan ayam hitam, dua buah kelapa, beras pulut dan sedikit uang yang nantinya akan diserahkan kepada datu sebagai bentuk tanda terima kasih. Dalam penguncian obat, datu membelah 3 buah limau kapeh (jeruk nipis) atau air asam untuk mandi balimau. Tujuan mandi balimau ini adalah membersihkan seluruh penyakit yang ada pada tubuh dan agar penyakit tidak kembali lagi. Untuk mandi balimau ini si ibu nantinya harus menyediakan air bersih setengah ember. Kemudian asam limau yang sudah dibacakan do’a oleh datu dimasukkan ke dalam ember dan si bayi di mandikan dengan air yang mengalir. Ketika di mandikan, si Ibu wajib membacakan shalawat. Mandi balimau harus dilakukan dengan air mengalir agar penyakit dapat hilang dari tubuh mengikuti aliran air tersebut.

142

Gambar 4.14 Mandi Balimau Untuk Mati Ubek Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015

Selain tatagua dan palasik, terdapat 1 penyakit lain yang dianggap sebagai akibat dari gangguan makhluk halus, yaitu penyakit burung. Berdasarkan 2 kasus kematian Ibu yang peneliti jumpai di lapangan, penyebabnya adalah penyakit burung tersebut. Dampak yang timbul dari penyakit burung ini pun berbeda-beda. Mulai dari kesakitan dalam diri penderita sendiri sampai melakukan hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, termasuk anaknya sendiri. Seperti pernyataan informan U yang pernah mengalami penyakit burung berikut: “Menurut dukun yang ngobati saya katanya saya kena sakit burung ini karena saat hamil suka keluar malam-malam. Waktu kena sakit itu, pikiran nerawang kemana-mana, pengennya bunuh diri aja, anak saya pun hampir saya cekek. Gak tau apa yang ada di pikiran saya saat itu”

143

Ibu U untuk menyembuhkan penyakit menempuh 2 cara pengobatan, yaitu dengan dukun kampuang dan ulama. Menurutnya, pengobatan penyakit burung yang dilakukan dukun kampuang itu menggunakan kemenyan. Caranya adalah dengan menghirup kemenyan yang dibakar. Pengobatan ini dilakukan 3 kali dalam sehari, yaitu pada siang hari, maghrib, dan tengah malam. Pengobatan dilakukan pada 3 waktu tersebut karena dianggap bahwa ketiga waktu tersebut merupakan waktu yang paling rentan setan ataupun makhluk halus mengganggu manusia. Kemenyan digunakan sebagai media pengobatan karena makhluk halus tidak menyukai bau kemenyan. Pengobatan kedua yang dilakukan Ibu U adalah dengan ulama. Ulama menggunakan air hujan dan ayat Al-Qur’an sebagai media pengobatannya. Cara pengobatan yang dilakukan ulama tersebut adalah dengan menampun air hujan di dalam sebuah botol. Kemudian potongan ayat Al-Qur’an yang ditulis di sebuah kertas, dimasukkan ke dalam botol berisi air hujan tadi dan diminum oleh Ibu U. Selain melakukan pengobatan dengan orang pintar, Ibu U juga meminum obat tradisional seperti daun capo. Menurutnya, daun capo berguna untuk menguatkan badannya. Pengobatan penyakit burung ini pun, berbeda-beda. Tergantung kepada siapa kita berobat. Namun, menurut masyarakat, yang terpenting dalam pengobatan penyakit akibat gangguan makhluk halus ini adalah keyakinan kita kepada Allah yang maha esa bukan kepada siapa kita berobat. Orang pintar yang mengobati hanya sebagai perantara saja. Tetapi kesembuhan tetap datangnya dari Allah. Seperti pernyataan Kulipah K berikut : “Segala penyakit yang saya obati ini kita hanya bisa berdo’a saja dengan yang maha kuasa, kalau kita yakin dan percaya insya Allah penyakit ini akan sembuh nantinya.”

4.6. Kasus Kematian Bayi Menurut Sudut Pandang Kesehatan Sebelumnya telah dibahas pandangan masyarakat mengenai kasus kematian Ibu dan Bayi yang terjadi di Jorong Sariak. Selanjutnya pada sub-bab ini akan dibahas sudut pandang kesehatan mengenai 144

kasus tersebut. Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir/neonatal (umur 0-28 hari). Masalah neonatal ini meliputi asfiksia (kesulitan bernafas saat lahir), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), infeksi, masalah gizi, dan kelainan bawaan15 Kematian bayi karena infeksi merupakan akibat dari proses persalinan dan perawatan yang tidak bersih. Pada persalinan di rumah ditolong dukun bayi ataupun tenaga tidak terlatih lainnya, kebersihan selama proses persalinan dan perawatan bayi baru lahir kurang mendapat perhatian sehingga ibu dan bayi sangat beresiko mengalami infeksi bakteri.16 Menurut petugas kesehatan di Jorong Sariak, penyebab kematian bayi di jorong ini pun merupakan akibat dari infeksi. Kebiasaan masyarakat untuk melakukan persalinan di rumah dengan bantuan bidan kampuang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ini. Seperti penyataan bapak kepala puskesmas berikut : “Kematian bayi di Jorong Sariak itu ya sebenarnya karna persalinan di bantu sama tenaga tidak terlatih. Itu kan beresiko tinggi. Tempat bersalin gak steril misalnya. Bisa terinfeksi bakteri. Atau juga karena tradisi disini bakusuak itu. Itu juga meningkatkan resiko kematian bayi.”

Selain itu, kebiasaan semasa kehamilan juga bisa menjadi penyebab kematian bayi. Misalnya, asupan gizi yang kurang baik ataupun kebiasaan bakusuak semasa hamil. Jika dilihat dari sudut pandang kesehatan, bakusuak memiliki dampak yang tidak baik bagi bayi dalam kandungan. Seperti yang telah diungkapkan oleh Kepala Puskesmas. Bakusuak dapat meningkatkan resiko pendarahan dan menyebabkan kematian bayi. Bertolak belakang dengan pendapat masyarakat, menurut nakes cara yang baik untuk memperbaiki posisi bayi dalam kandungan 15 16

www.gizikia.depkes.go.id, diakses pada tanggal 30 Juni 2015 www.edukia.org, diakses pada tanggal 30 Juni 2015

145

bukan dengan cara bakusuak, tetapi dengan cara senam hamil, sujud, ataupun membiasakan berjalan setiap pagi diatas kehamilan 7 bulan. Dengan cara-cara tersebut dapat memungkinkan posisi bayi menjadi benar dan menghindari terjadinya sungsang atau sulit melahirkan. Selanjutnya, beberapa penyebab kasus kematian ibu menurut sudut pandang kesehatan adalah eklampsia, pendarahan, penyakit infeksi, dan sepsis (infeksi bakteri). Sama halnya seperti pernyataan Bidan L berikut : “kalau penyebab kematian Ibu itu biasanya kasus dalam persalinan kayak pendarahan misalnya. Itu sering terjadi. eklamsi preeklamsi juga. Kalo bersalin sama nakes kan cepat pertolongannya, langsung dirujuk ke Rumah Sakit. Kalo bersalin sama dukun ya beresiko tinggi”

Berbeda dengan pendapat sebagian besar masyarakat yang menganggap kematian ibu dan bayi disebabkan oleh gangguan makhluk halus, menurut sudut pandang kesehatan sendiri yang menjadi sebab kematian ibu dan bayi adalah masih rendahnya pengetahuan masyarakat. Akibat dari kurangnya pengetahuan tersebut menjadi faktor utama tingginya persalinan yang dibantu oleh tenaga tidak terlatih. Masih adanya persepsi demikian di masyarakat, bisa saja menjadi penyebab timbulnya masalah kesehatan. Menurut tenaga kesehatan setempat, kematian Ibu yang terjadi di Jorong Sariak kemungkinan disebabkan oleh infeksi bakteri pasca persalinan. Infeksi bakteri ini bisa saja terjadi karena perawatan pasca persalinan yang kurang baik. Seperti yang dikemukakan informan D : “Anak saya ini terkena penyakit burung kalo kata masyarakat. Tapi kalo kata dokternya anak saya kena penyakit kuning. Makanya seluruh badannya jadi kuning, matanya juga kuning.”

146

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Etnik Minang di Jorong Sariak yang menjadi subjek penelitian ini menunjukkan bahwa kebudayaan yang dilihat dari unsur-unsur di dalamnya memang menjadi salah satu faktor yang menentukan derajat kesehatan masyarakatnya. Dari data yang didapatkan di lapangan maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Dalam memahami kesehatan masyarakat perlu adanya pemahaman tentang kebudayaan masyarakat tersebut, karena setiap masyarak memiliki cara tersendiri untuk bisa menjadi sehat. Dilihat dari apakah cara mereka itu benar atau tidak, mulai dari kacamata kebudayaan dan kacamata medis. 2) Masyarakat Jorong Sariak melihat suatu keadaan sakit terjadi karena dua faktor yaitu non medis dan medis. Ketika sakit non medis seperti terkena sakit burung, palasik dan tatagua mereka akan mengobatinya dengan engku dan dukun kampung. Sedangkan sakit medis mereka akan mengobatinya ke tenaga kesehatan, dan juga membeli obat diwarung. Pengobatan dengan cara menggunakan obat tradisional yang berbahan daun-daunan masih dilakukan, seperti daun jarak dan daun capo. 3) PHBS di masyarakat Jorong Sariak sudah cukup baik, tetapi masih ada yang kurang memadai dari segi kebersihan tempat tinggal mereka, karena masyarakat masih membuang sampah dibelakang rumah. 4) Masih adanya perilaku ibu hamil yang masih melakukan pemijatan perut ketika hamil, yang bertentangan dengan konsep secara medis, karena hal ini bisa beresiko terhadap kandungan ibu hamil. 5) Masyarakat merasa sedikit tidak kepuasaan terhadap pelayanan kesehatan yang ada di jorong. Sehingga masyarakat beralih melakukan pengobatan kepada dukun kampung.

147

6) Proses persalinan tradisional masih menjadi pilihan utama yang dipilih masyarakat, karena mereka memiliki kepercayaan dari dahulunya kepada bidan kampung untuk melakukan proses persalinan dan tidak mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Sedangkan melakukan proses persalinan kepada bidan jorong jarang dilakukan, menurut masyarakat bidan jorong belum kaya pengalaman dalam melakukan proses persalinan dan faktor biaya juga salah satunya karena tidak terjangkau. 7) Hasil dilapangan menunjukkan bahwa kematian bayi dan ibu yang ada di jorong ini terjadi karena adanya penyakit yang menurut masyarakat disebabkan karena penyakit burung, palasik dan tatagua. Semua penyakit ini masyarakat menganggap ini adalah gangguan dari roh-roh halus dan adanya manusia yang menuntut ilmu hitam dengan perantara ro-roh halus. Cara pengobatan yang dilakukan masyarakat dengan cara berobat ke engku dan dukun kampung. Slah satunya dengan cara meminta penangkal agar terhindar dari gangguan roh-roh halus tersebut. 5.2. Rekomendasi Dari point-point kesimpulan diatas, maka akan coba kami berikan rekomendasi untuk perbaikan derajat kesehatan masyarakat Jorong Sariak. Rekomendasi ini terkait kesehatan umum dan terkait KIA, khususnya kematian bayi. 5.2.1. Rekomendasi untuk Kesehatan Umum 1) Perbaikan jalan utama yaitu jalan raya agar tidak berdampak pada kesehatan masyarakat Jorong Sariak. 2) Pemerintah hendaknya melakukan pembangunan tempat air bersih untuk mendorong masyarakat supaya meninggalkan kebiasaan mandi air sungai yang merupakan faktor resiko penyakit kulit. 3) Pemeliharaan sarana penunjang yang ada oleh petugas, sehingga bisa digunakan ketika dalam keadaan darurat.

148

4) Pemerintah hendaknya melakukan tempat pembuangan sampah dan tempat pembuangan akhir agar tidak terjadinya pembuangan sampah sembarangan, serta dapat mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan oleh vektor. 5) Peranan Pemerintah dalam Nagari agar dapat lebih ditingkatkan lagi dalam memberikan sosialisasi mengenai PHBS. Sosialisasi bisa dilakukan dimana saja mulai dari kegiatan ibu-ibu PKK dan ibu-ibu pengajian. Ibu-ibu merupakan sarana jaringan yang cepat untuk mensosialisasikan mengenai PHBS dan mengajarkan kepada anggota keluarga di dalam rumah. 5.2.2. Rekomendasi untuk Kesehatan Ibu dan Anak 1) Meningkatkan tata laksana alur rujukan dengan cepat dan tepat. 2) Meningkatkan pemberdayaan dan pengetahuan masyarakat dalam promosi Kesehatan Ibu dan Anak dan diperlukan cara yang tepat dengan melibatkan peranan tokoh adat (penghulu, ninik mamak, wali nagari) yang berpengaruh dan disegani dalam jaringan kekerabatan, sebagai agen yang dapat merubah masalah Kesehatan Ibu dan Anak. 3) Pelatihan-pelatihan tentang Kesehatan Ibu dan Anak lebih sering diadakan lagi kepada para kader, karena masih banyaknya kader yang belum cukup ilmu dalam pengetahuan kesehatan. Peranan kader harus lebih ditingkatkan lagi kepada masyarakat agar memberikan contoh yang baik kepada masyarakat lainnya. 4) Perlu adanya penambahan informasi mengenai konsep sehat sakit yang mudah dimengerti oleh masyarakat, tanpa menghilangkan nilai dan norma adat yang mereka punya selama ini. Keyakinan masyarakat terhadap mengenai sehat sakit karena adanya pantangan dari roh-roh perlu dibarengi dengan pengetahuan sehat sakit sesuai dengan konsep medis. 5) Perlu adanya kerja sama antara bidan jorong dan bidan kampung dalam hal meningkatkan program-program kesehatan, maupun program lainnya yang saling berkaitan.

149

6) Peran bidan jorong yang cukup baik saat ini perlu ditingkatkan lagi. Agar masyarakat bisa merasakan pelayanan kesehatan yang baik diberikan oleh bidan jorong. 7) Perlu adanya kerja sama bidan jorong dan bidan kampung dalam hal pemberian informasi tentang masalah pantangan-pantangan apa saja yang harus dihindari ketika hamil dilihat dari konsep medis maupun secara mistik. 8) Dibutuhkan upaya yang keras dalam merubah pola pikir masyarakat terhadap kepercayaan mereka kepada roh-roh halus yang menyebabkan kematian bayi. Dalam penyelesaiannya diperlukan kerja sama tenaga kesehatan kabupaten, tenaga kesehatan pukesmas, bidan jorong, wali nagari dan kepala jorong. Agar masyarakat bisa memahami bahwa kesehatan medis yang sangat diperlukan dan dipercaya.

150

DAFTAR PUSTAKA

1.

Agusmarni Soraya. (2012). Gambaran Healht belief model pada individu penedrita diabetes yang menggunakan pengobatan medis dan alternatif.

2.

Azwar, A, 1990, Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara, Jakarta.

3. 4.

Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. De Jong, P.E, de Josselin. 1987. Minangkabau dalam “Islam and Society in Southeast Asia. Taufiq Abdullah dan Sharon Siddique (peny.). Singapura: Institute of Southeast Studies.

5.

Datoek Sanggoeno Diradjo, Ibrahim. Tambo Alam Minangkabau. Kristal Multimedia Bukittinggi. 2003.

6.

Depkes RI. 2006. Panduan Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga Melalui Tim Penggerak PKK. Jakarta : Departemen Kesehatan.

7. 8.

Foster dan Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Hamka. 1967. Perjuangan Kaum Agama di Sumatera. Jakarta: Djajamurni.

9.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Atropologi, (Jakarta:Rineka Cipta, 2009).

10. M.S, Amir. 2002. Tanya Jawab Adat Minangkabau. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

151

11. Moleong.2005. Metodologi Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 12. Magnus, Manya. 2008. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: EGC 13. Russell R. Pate. 2005. Physical Activity and Public Health — A Recommendation from the Centers for Disease Control and Prevention

and

the

American

College

of

Sports

Medicine.. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpai r=en|id&u=http://wonder.cdc.gov/wonder/prevguid/p0000391 /p0000391.asp (Diakses tanggal 8 Oktober 2011). 14. Soewardi Idris. 1992. Selayo Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok. Jakarta. Ikatan Keluarga Selayo. 15. Spradley, James P.1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. 16. Tony Bennet, "Popular Culture : A Teaching Object, Screen Education" (1980) yang dikutip dalam buku Keith Tester, Media, Budaya dan Moralitas, terjemahan. Muhammad Syukri, Kreasi Wacana dan Juxtapose, 2003. 17. Tobing, Imran SL. 2005. Dampak Sampah Terhadap Kesehatan Lingkungan Dan Manusia. Tesis. Jakarta : Universitas Nasional. Internet : 1.

http://www.satuharapan.com/read-detail/read/analisis-rakyatperlu-kritis-pada-pengobatan-berbasis-agama (diunggah pada 21 Juli 2014. Pukul: 19.00 WIB).

152

2.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pasaman_Barat#Geogr afis.

3.

sumber : http://sejarahtukmasadepan.com/2012/01/asal-sukuminang.html.

4.

(http://palantaminang.wordpress.com/2008/02/16/falsafahadat-minangkabau-kepentingan-

religius-dengan-budaya/,

diakses pada 25 Mei 2010). 5.

http://www.cwasta.org/index.php?option=com_content&view= article&id=59:definisi-jamban-sehat&catid=2:berita&Itemid=35.

6.

http : //www.who. int/gho/tobacco/en/.

7. 8. 9. 10.

www.depkes.go.id. www.unicef.org. www.gizikia.depkes.go.id. www.academia.edu.

153

Sumber Lain : 1.

BPS Kabupaten Pasaman Barat Dalam Angka 2014.

2.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 Menkes SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

3.

Kantor Camat Luhak Nan Duo Tahun 2012.

4.

Profil Dinas Kesehatan 2013 Kabupaten Pasaman Barat.

5.

Peraturan

Menteri

416/MENKES/PER/IX/1990 Pengawasan Kualitas Air.

154

Kesehatan Tentang

RI

Nomor

Syarat-syarat

: dan

GLOSARIUM

ado

: ada

adaiak

: adat

alah

: sudah

ambo

: saya

antar tando

: dalam acar ini membawa berupa cincin emas

atau gelang emas dan ada pula

berupa uang nikah anutnyo

: anutnya

apabilo

: apabila

balaku

: berlaku

bawo

: bawa

bateh

: batas

balanjo

: belanja

bakusuak

: pemijatan kepada ibu hamil yang bertujuan untuk

mempercepat

merenggangkan

otot-otot

kesembuhan, yang

tegang

karena persalinan, dan menaikkan perut agar perut tidak kendur dan tidak turun bahaso

: bahasa

baralek

: pesta

batuah

: seorang penghulu yang menjadi

155

acuan sehingga dia disegani dan dihormati dalam nagari basalah

: bersalah

balai

: tempat orang berniaga jual beli yang diramaikan sekali sepekan

basandi

: bersendi

beko

: nanti

berubek

: berobat

bersuluk

: proses

menuntut

terdahulu

dengan

ilmu

dari

melakukan

syeh-syeh berzikir

bersama di dalam mesjid selama 60 hari dan ada juga selama 40 hari benang cerana

: benang tiga warna yaitu merah, putih dan hitam yang dipercaya masyarakat sebagai penangkal rumah dari gangguan roh halus

biso

: bisa

bijo

: biji

bidan jorong

: bidan desa

binguang

: bingung

bundo

: bunda

bunting kabau

: suatu keadaan dimana usia kehamilan melebihi 9 bulan, bahkan bisa mencapai 12 bulan (1 tahun)

buliah

156

: boleh

dahulunyo

: dahulunya

dapek

: dapat

datuak

: gelar pusako adat dalam suatu suku

datu

: dukun

dagiang

: daging

dasun

: bawang putih tunggal

daun jarak

: obat untuk menurunkan penyakit demam panas

daun capo

: obat untuk sakit batuk, flu, dan sakit kepala

daun kuku

: daun yang dipercaya mampu melindungi ibu dari lasik susu

dilaga

: dilepas

dibalun

: digumpal

dikambang

: dikembang

didabiah

: disembelih

dibanam

: ditanam

disabuik

: disebut

disiko

: disini

dilapah

: dimakan

duduak urang

: acara mengumpulkan uang untuk membantu dalam acara pesta pernikahan

duduak kaki alek

: berbicang tentang penentuan panitia pesta bersama ninik mamak sumando, bundo kanduang yang ada dalam kaum

157

engku

: orang alim ulama

etnik

: etnik

etek

: ibu

gadang

: besar

galanggang

: tempat untuk menghilangkan hati yang rusuh, menimbulkan hati yang damai, dan tempat permainan anak nagari

gelang besi putih

: dipercaya masyarakat merupakan gelang yang sangat ditakuti palasaik

hadriak

: dibentak

iko

: ini

indak

: tidak

induak bako

: ibu dari bapak, ibu dari para bako (saudara perempuan bapak)

jangek

: kerupuk kulit

jimek

: jimat

jikok

: jika

jorong

: bagian dari desa, dukuh, dan kampung

jo

: dengan

juo

: juga

ka

: ke

katiko

: ketika

kato

: kata

kapalo

: kapalo

158

karano

: karena

kaluakan

: keluarkan

kampuang

: kampung

kanduang

: kandung

kanai

: kena

katantuan

: ketentuan

kabau

: kerbau

kaum

: orang yang berada dalam satu kesatuan suku

karajo

: kerja

karengkang

: bandel (anak yang perilakunya kurang baik)

ketek

: kecil

kemanakan

: anak saudara perempuan dari seorang lakilaki

ketuban air

: ketuban yang berisi air merupakan jenis ketuban yang paling sering ditemukan dan paling mudah pecah sehingga memudahkan persalinan

ketuban darah

: ketuban yang berisi darah, ketuban jenis ini bisa terjadi jika ada suatu penyakit dan dalam proses persalinan tidak begitu sulit pecah, namun tidak begitu baik

159

ketuban jangek

: ketuban yang pembungkusnya menyerupai kulit jangek (kerupuk kulit), Ketuban jenis ini terjadi karena melanggar pantangan

Khulifah

: orang

pintar

alim

ulama

yang

bisa

mengobati penyakit lainnyo

: lainnya

langik

: langit

lamak

: enak

lamang

: lemang

lakang

: lekang

lapuak

: lapuk

lapeh dapu

: tradisi ritual yang wajib dilakukan setelah kelahiran bayi agar terhindar dari gangguan roh-roh halus

lasik susu

: penyakit yang disebabkan lasik dan target organ tubuh yang sering terkena adalah susu ibu-ibu

lebuh

: tempat orang keluar masuk di dalam nagari

liek

: lihat

limau kapeh

: jeruk nipis

liok-liok

: lentur

limpapeh

: Wanita tertua di kaum dan dia juga mendapat kehormatan sebagai penguasa seluruh harta kaum

160

masalahnyo

: masalahnya

mangalola

: mengelola

manjawek bayi

: menjemput bayi

manih

: manis

mati ubek

: prose penguncian penyakit yang dilakukan oleh dukun dengan cara memandikan dengan air limau kepada yang terkena penyakit

mangato

: berkata

mandi ubek

: untuk mematikan penyakit di dalam tubuh atau pengunci penyakit

mambantai

: menyembelih

mamanggiah

: memanggil

manyalang

: meminjam

manyudahan alek

: acara ini merupakan acara terakhir dari acara pesta, tujuan acara ini diselenggarakan untuk mengetahui berapa banyak uang yang terkumpul

selama pesta dan berapa

banyak potong kain atau kado yang dapat dalam acara pesta manang

: menang

mamak

: saudara laki-laki dari ibu

marawa

: umbul-umbul

mambuang

: membuang

161

mamakai

: memakai

marapulai

: pengantin laki-laki

mendodos

: alat yang digunakan untuk memotong buah sawit dari pohonnya

menjulai

: menjulur

mencari ayam

: acara perkenalan antara pihak laki dan perempuan, di acara mencari ayam ini pihak laki-laki nantinya yang akan datang ke tempat pihak perempuan

minantu

: suami/istri dari anak

mintuo

: orang tua dari suami/istri

nagari

: desa

ninik mamak

: satu kesatuan dalam sebuah lembaga perhimpunan

penghulu,

datuak,

suatu kanagarian di Minangkabau pasalisihan

: perselisihan

pamasalahan

: permasalahan

palupuah

: bambu

pangaluaran

: pengeluaran

paneh

: panas

pantang

: larangan

pancangkan

: mengibarkan

pangguang

: panggung

162

dalam

pasumandan

: hubungan urang sumando dengan keluarga istrinya yang laki-laki

penghulu

: orang yang memegang tampuk tangkai yang akan

menjadi

pengendali,

pengarah,

pengawas dan pelindung kemanakan penyakit burung

: merupakan suatu penyakit akibat gangguan makhluk halus ataupun kerasukan makhluk halus. Gejala yang ditimbulkan bermacammacam, mulai dari suhu badan meningkat hilang kesadaran, melakukan

tindakan-

tindakan diluar kesadaran, bahkan dapat menyebabkan kematian penyakit tatagua

pitih

: merupakan sebuah kesakitan yang terjadinya karena keteguran ataupun ditegur oleh makhluk halus atau makhluk gaib : merupakan seseorang yang menganut ilmu hitam dan menghisap darah bayi dan balita, darah yang dihasap oleh palasik berguna untuk kelangsungan hidupnya sebagai pengganti makanan dan agar awet muda : uang

rangkiang

: rumah loteng

rang kayo

: orang kaya

rundiang

: runding

samo

: sama

sakolah

: sekolah

penyakit palasik

163

saleba

: selebar

sakali

: sekali

salamonyo

: selamanya

salasaikan

: selesaikan

saketek

: sekecil

sarok

: sampah

siapo

: siapa

sijundai

: sejenis penyakit kiriman atau guna-guna

sumando

: hubungan seorang laki-laki dengan suami saudara perempuannya

sulik

: sulit

syarak

: syariat

tasalasaian

: terselesaikan

tajadi

: terjadi

takambang

: terbentang

tanggo

: tangga

tasapo

: tersapa makhluk halus

tangkal lasik

: penangkal dari gangguan palasik

takatokan

: terkatakan

takana

: teringat

talabiah

: terlebih

tepian

: tempat orang mengambil air, tempat mandi yang terletak di tepi-tepi kampung

164

tradisi mapam

: tradisi agama yang dilaksanakan mulai masuk bulan rajab untuk mendoakan arwah dan leluhur yang sudah meninggal

tradisi balimau

: tradisi yang bernuansa religious untuk mensucikan diri, sama halnya juga seperti mandi wajib dan mandi junub, dilaksanakan waktu penyambutan bulan ramadhan

tradisi malamang

: tradisi agama yang dilaksanakan kedua belas bulan

Rabi´ul

Awal

dimana

masyakat

membuat kue lemang pulut, yang biasa disajikan

pada

penyambutan

bulan

ramadhan tungganai

: laki-laki yang tertua dalam kaum

ubek

: obat

untuak

: untuk

upeh

: racun

urang

: orang

warih

: warisan

165

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada seluruh masyarakat Jorong Sariak yang telah menerima kami menjadi bagian dari mereka sehingga kami belajar banyak dan memperoleh informasi tentang mereka dari mereka. Tanpa mereka, buku ini tidak dapat ditulis dan berada di tangan pembaca saat ini. Selain itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung sampai dengan selesainya penyusunan buku ini. Ucapan terima kasih kami haturkan kepada yang terhomat : 1. Bapak Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(k). DTM&H sebagai Kepala

Badan

Penelitian

dan

Pengembangan

Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI; 2. Bapak drg. Agus Suprapto, M.Kes. sebagai Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan, dan Pemberdayaan masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI; 3. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M. Med(PH) sebagai Kepala Bidang Humaniora Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI; 4. Ibu dr. Tri Juni Angkasawati, M,Sc. dan drs. Setia Pranata,M.SI sebagai Ketua Pelaksana Riset Etnografi Kesehatan tahun 2015 5. Bapak drs. Kasnodihardjo, M.Kes. sebagai supervisor sekaligus reviewer penelitian sampai dengan selesainya penulisan buku; 6. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat; 7. Kepala Dinas Kesbangpol Provinsi Sumatra Barat;

166

8. Kepala Perpustakaan Wilayah Provinsi Sumatra Barat; 9. Kepala Dinas Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatra Barat; 10. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat 11. Kepala Pukesmas Ophir dan seluruh jajarannya; 12. Camat Kecamatan Luhak Nan Duo; 13. Kepala Wali Nagari Koto Baru; 14. Kepala Jorong Sariak, tokoh masyarakat, kader kesehatan, bidan kampung, dukun kampung, alim ulama, dan seluruh masyarakat Jorong Sariak yang telah memberikan banyak informasi dan menjadikan kami “keluarga” selama penelitian berlangsung; 15. Bidan Jorong Sariak yang telah banyak membantu dalam proses penelitian; 16. Bapak Hendra, Ibu Alun dan Ibu Ratih Kesuma Dewi sebagai penanggung jawab administrasi dan birokrasi; Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan yang sesuai dengan sumbangsih yang telah bapak ibu berikan.

Tim Peneliti

167

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF