IAS 2 Perbanas Institute

August 18, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download IAS 2 Perbanas Institute...

Description

 

TUGAS MAKALAH SEMINAR AKUNTANSI

 – 

IAS 2A  INVENTORY

Nama NIM

: Danar Prabowo Juniandani : 1711070279

Kelas

: Akuntansi Kelas Karyawan

Perbanas Institute

 

PEMBAHASAN

PENILAIAN

Menurut IAS 2 dalam buku  IFRS Interpretation and Application of International Financial  Reporting Standards, Standards, “ Inventories are defined ad items that are held for sale in the ordinary course of business; int the process of production for such sale; or in the form of materials or  supplies to be consumed in the production process or in the rendering of services”, yang y ang bila diartikan, Persediaan didefinisikan sebagai barang-barang yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari, dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk dikonsumsi dalam proses produksi atau pemberian jasa.

IAS 2 mendiskripsikan bahwa basis utama akuntansi persediaan adalah kas, dan kas didefinisikan sebagai jumlah kas pembelian atau kas konversi, termasuk kas lain untuk membuat  persediaan ada di lokasi perusahaan dan dalam kondisi seperti pada pad a saat pelaporan persediaan. Dikatakan bahwa kas atas pembelian persediaan mencakup harga beli, biaya angkut, asuransi, dan biaya penanganan persediaan (handling costs). Potongan tunai, rabat, dan jenis-jenis  potongan pembelian lain jika ada harus dikurangkan ke biaya persediaan. Dapat disimpulkan  bahwa sampai dengan titik ini, tidak ada perbedaan kententuan pengukuran k kas as persediaan antara IFRS dengan US GAAP, keduanya membuat aturan yang boleh dikatakan sama persis, karena memang untuk kasus kas perolehan persediaan tidak ada ruang untuk penerapan konsep  principles-based , sehingga mau tidak mau harus menggunakan konsep rules-based

Untuk kasus  kasus  persediaan persediaan yang memerlukan m emerlukan proses produksi cukup lama, IAS 23 mengatur meng atur bahwa  bagian dari biaya pendanaan (borrowing costs) harus diperlakukan sebagai bagian dari biaya  persediaan. Dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa IFRS justru sangat mengatur tentang  bagaimana biaya pendanaan harus diperlakukan, atau justru menggunakan rules-based dan  bukannya menggunakan  principles-based. Semestinya jika konsisten menggunakan  principlesbased, financing costs untuk keperluan proses produksi yang panjang semacam ini tetap diperlakukan sebagai  period costs dan bukannya diperlakukan sebagai  production costs, karena

 

 jika manajemen memutuskan untuk tidak menggunakan dana luar dalam proses produksinya, maka financing maka  financing costs tidak akan pernah terjadi.

IAS 2 menyebutkan bahwa biaya konversi untuk proses produksi persediaan mencakup seluruh  biaya yang berhubungan langsung dengan proses produksi persediaan, seperti sep erti biaya tenaga tena ga kerja langsung dan biaya overhead. Alokasi biaya overhead harus dilakukan secara sistematis dan rasional, dan dalam kasus biaya overhead tetap, yaitu yang jumlahnya tidak berubah-ubah menyesuaikan dengan volume produksi, alokasi harus dilakukan berdasarkan tingkat produksi normal. Dalam periode tingkat produksi turun secara tidak normal, sebagian dari biaya overhead tetap harus dibebankan langsung ke periode terjadinya biaya, atau dengan kata lain harus diperlakukan sebagai biaya periode (period costs), costs), dan tidak diperhitungkan sebagai bagian dari  biaya persediaan. Dalam kasus standard pengukuran biaya produksi ini, sekali lagi dapat dirasakan bahwa IFRS membuat aturan dengan cukup jelas tetang bagaimana pengukuran biaya  produksi harus dilakukan, sama sekali tidak berbeda dengan standard pengukuran biaya produk produksi si versi US GAAP, sehingga dapat disimpulkan baik IFRS maupun US GAAP tetap menggunakan konsep rules-based, dan bukannya menggunakan konsep principles-based. konsep principles-based. Berdasarkan paparan dalam

paragraf

ini,

sama

sekali

tidak

ada

alasan

untuk

bisa

mengatakan

IFRS

menggunakan principles-based menggunakan  principles-based dan US GAAP menggunakan konsep  konsep   rules-based.

Biaya produksi selain bahan baku dan biaya konversi (biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead) hanya akan dibebankan sebagai bagian dari biaya persediaan pada saat biaya tersebut dipandang sangat diperlukan untuk membuat persediaan dalam kondisi siap untuk dijual atau dilaporkan dalam laporan keuangan. Contoh biaya semacam semacam ini adalah biaya perancangan  produk dan biaya persiapan produksi untuk memenuhi kepuasan k epuasan sekelompok pelanggan pelangg an tertentu. Di sisi lain, seluruh biaya riset dan pengembangan produk, berdasarkan IAS 38, tidak boleh diperlakukan sebagai bagian dari biaya persediaan. Biaya lain yang juga tidak perperbolehkan diperlakukan sebagai bagian dari biaya persediaan adalah biaya administrasi dan biaya penjualan atas persediaan, biaya sisa bahan-bahan produksi, serta biaya penggudangan persediaan. Biaya lain yang harus dimasukkan sebagai bagian dari biaya overhead, dan oleh karenanya diperlakukan sebagai bagian dari biaya persediaan adalah biaya perbaikan dan pemeliharaan mesin, biaya peralatan produksi, biaya sewa peralatan produksi, biaya tenaga kerja tidak

 

langsung, biaya gaji pengawas produksi, biaya bahan-bahan produksi tidak langsung, biaya  pengendalian dan pengawasan kualitas produk, dan biaya atas peralatan kecil yang tidak dikapitalisasi. Ketentuan dalam IFRS atas biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya konversi, yang diuraikan dalam paragraf ini, juga memperjelas fakta bahwa untuk kasus ini IFRS tidak menggunakan principles-based, menggunakan principles-based, tetapi menggunakan rules-based sebagaimana yang terjadi  pada US GAAP.  PENDAHULUAN

Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi kegiatan perusahaaan dagang. Sebagaian besar sumber daya perusahaan yang diinvestasikan dalam bentuk barang barang yang dibeli atau diproduksi. Biaya barang –  barang  –  barang   barang ini harus dicatat, dikelompokan, dan diikhtisarkan selama periode akuntansi. Pada akhir periode, biaya dialokasikan diantara aktivitas  periode berjalan dan aktivitas periode mendatang yaitu diantara barang  –   barang yang berada dalam persediaan untuk dijual periode mendatang.

Persediaan juga merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan manufaktur maupun dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah terlihat ketika kegiatan bisnis berfluktuasi. Selama iklim usaha baik, penjualan menjadi tinggi dan persediaan bergerak lebih cepat dari  pembelian ke penjualan. Namun ketika kondisi ekonomi menurun, tingkat penjualan juga menjadi menurun, persediaan bertumpuk dan perlu dilakukan penjualan meskipun mengalami kerugian.

Pengertian persediaan menurut Sk ousen, ousen, Stice dan Stice (2004:653) adalah sebagai berikut : “ Kata persediaan ditujukan untuk barang- barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur, maka kata ini ditujukan untuk proses produksi atau yang yang ditempatkan dalam kegiatan produksi“.  produksi“.  

IAS 2 merupakan standard akuntansi keuangan international international

yang mengatur mengenai

 persediaan. Tujuan dari IAS 2 adalah untuk menentukan perlakuan akuntansi untuk persediaan. IAS 2 memberikan panduan untuk menentukan biaya persediaan dan untuk selanjutnya mengakui beban, termasuk setiap penurunan-down menjadi nilai realisasi bersih. Hal ini juga

 

memberikan panduan rumus biaya yang digunakan untuk menentukan biaya persediaan. IAS 2 menyatakan dasar penentuan dan akuntansi untuk persediaan sebagai suatu aset, hingga  pendapatan yang terkait diakui. Standar juga memberikan pedoman mengenai penilaian  persediaan dan konsekuensi k onsekuensi penghapusannya sebagai suatu beban (expense expense), ), dan perlakuan yang harus di adopsi atas pendapatan terkait yang di akui.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai persediaan ber berdasarkan dasarkan IAS 2, yaitu yaitu ruang lingkup, dasar penilaian, pengukuran biaya perolehan, dan pengungkapan.

RUANG LINGKUP IAS 2

Sebelum tahun 2005 IAS 2 membolehkan penggunaan tiga alternatif pengukuran kas persediaan, yaitu metode FIFO dan rata-rata tertimbang tertimbang yang oleh IAS 2 disebut sebagai benchmark treatments,, serta satu lagi metode yang oleh IAS 2 disebut sebagai allowed alternative treatments treatments yaitu metode LIFO. LIFO. Namun efektif mulai 1 Januari 2005 IFRS IFRS tidak membolehkan  penggunaan metode LIFO, sehingga metode pengukuran p engukuran kas yang berlaku tinggal metode FIFO dan metode Rata-rata Tertimbang. Pembatasan penggunakan metode akuntansi semacam ini merupakan indikasi bahwa IFRS pada dasarnya tidak sepenuhnya menggunakan principles based, bahkan dalam kasus akuntansi persediaan menjadi lebih rules-based   dibanding US GAAP.

Tujuan Pernyataan ini adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk persediaan. Permasalahan  pokok dalam akuntansi persediaan adalah penentuan jumlah biaya yang diakui d iakui sebagai aset dan  perlakuan akuntansi selanjutnya atas aset tersebut sampai pendapatan terkait diakui. Pernyataan ini menyediakan panduan dalam menentuan biaya dan pengakuan selanjutnya sebagai beban, termasuk setiap penurunan menjadi nilai realisasi neto. Pernyataan ini juga memberikan panduan rumus biaya yang digunakan untuk menentukan biaya persediaan.

Persediaan adalah salah satu aset lancar signifikan bagi perusahaan pada umumnya, terutama  perusahaan dagang, manufaktur, pertanian, kehutanan, pertambangan, kontraktor bangunan, ban gunan, dan

 

 penjual jasa tertentu. Hal ini menyebabkan akuntansi untuk persediaan menjadi suatu masalah  penting bagi perusahaan-perusahaan tersebut. Menurut IAS No.2 inventory atau persediaan adalah :

  Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal



  Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, atau



  Dalam bentuk bahan atau perlengkapan ( supplies)  supplies) untuk digunakan dalam proses produksi



atau pemberian jasa

Terdapat beberapa poin penting terkait dengan definisi tersebut diatas : a.  Persediaan merupakan aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. Ini  berarti aset yang dikelompokkan sebagai persediaan adalah aset yang memang selalu dimaksudkan untuk dijual atau digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.  b.  Perlengkapan yang dimaksudkan sebagai persediaan adalah perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, sehingga perlengkpan kantor (seperti alat tulis kantor) dengan tujuan untuk digunakan administrasi kantor dan bukan untuk dijual, bukanlah bagian dari  persediaan. c.  Perlengkapan tersebut juga harus merupakan perlengkapan yang digunakan secara regular dalam proses produksi dan bukan perlengkapan yang hanya bisa digunakan bersamaan dengan aset tetap.

IAS 2 diterapkan untuk semua persediaan, kecuali : a)  Barang dalam proses yang timbul menurut kontrak konstruksi (IAS 11 mengenai kontrak konstruksi)  b)  Instrumen keuangan (misal saham, surat hutang, obligasi) yang dimiliki sebagai  persediaan (IAS 32 mengenai instrumen keuangan) c)  Aset biologis dan memproduksi yang terkait dengan aktivitas pertanian (IAS 41 mengenai pertanian).  pertanian).

 

  IAS 2 ini tidak berlaku untuk pengukuran persediaan bagi pialang-pedagang komoditi yang mengukur persediaannya pada nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual, sesuai dengan  praktik yang berlaku pada industri. Ketika persediaan tersebut diukur pada nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual, maka perubahan nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual diakui dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya .

DASAR PENELITIAN

a.   Nilai Realisasi Neto  Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi  biaya penyelesaian pen yelesaian dan estimasi e stimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan. Nilai realisasi neto mengacu kepada jumlah neto yang entitas berharap untuk direalisasi dari penjualan  persediaan dalam kegiatan usaha biasa. Nilai wajar mencerminkan suatu jumlah di mana  persediaan yang sama dapat dipertukarkan antara pembeli dan penjual yang berpengetahuan dan  berkeinginan di pasar. pas ar. Nilai realisasi neto adalah nilai khusus entitas sedangkan nilai wajar tidak tergantung pada nilai khusus entitas. Nilai realisasi neto untuk persediaan bisa tidak sama dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual.

IAS 2 menyatakan bahwa estimasi net realizable value harus diterapan untuk setiap jenis  persediaan atau at au item demi item, kecuali terdapat sekelompok persediaan p ersediaan yang sejenis dan dapat dinilai secara tepat per kelompok jenis persediaan. Sebagai pedoman umum, penilaian harus dilakukan

untuk

setiap

jenis

persediaan

untuk

mencegah

kemungikan

terjadinya

kompensasi unrealized gain dengan unrealized loss kelompok persediaan lain, sehingga menurunkan jumlah rugi yang harus diakui, hal ini penting untuk diperhatikan mengingat IFRS melarang pengakuan unrealized gain pada gain pada laporan rugi-laba. Dikatakan bahwa evaluasi  penurunan nilai persediaan yang dilakukan atas sekelompok persediaan, p ersediaan, tidak atas item per item  persediaan, adalah merupakan mekanisme tidak langsung atau ?backdoor mechanism? untuk mengakuiunrealized mengakui unrealized gain yang seharusnya tidak diakui, sehingga perlu ditegaskan bahwa tuntutan dasar evaluasi penurunan nilai persediaan adalah diterapkan atas item demi item  persediaan. Paparan dalam dua paragraf di atas menegaskan bahwa IAS 2 sangat mengatur

 

 penerapan net realizable value, yaitu harus diterapkan item demi item demi untuk mencegah  potensi pengakuan unrealized gain secara gain secara tidak langsung, di sisi lain US GAAP tidak mengatur hingga sedetil ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa IFRS ternyata justru lebih condong ke rules-based dan bukannya berbasis pada konsep principles-based. konsep principles-based.  

 Recoveries of previously recognized losses. Untuk kasus terjadinya kenaikan kembali nilai  persediaan, IAS 2 mendeskripsikan bahwa pengukuran pen gukuran net realizable value harus dilakukan pada setiap periode pelaporan keuangan, dan pada saat tidak terdapat lagi fakta adanya penurunan nilai persediaan, misalnya karena nilai persediaan mengalami kenaikan kembali, maka  penurunan nilai persediaan harus dibatalkan dengan membuat jurnal koreksi, dan karena  penurunan nilai persediaan telah dimasukkan ke dalam laporan rugi-laba, maka jurnal koreksi atas penurunan nilai persediaan juga harus direfleksikan dalam laporan rugi-laba. Juga ditegaskan bahwa jurnal koreksi atau recovery recovery  hanya diperkenankan maksimum sebesar  penurunan nilai yang telah diakui pada periode sebelumnya. Dalam kasus ini perbedaannya dengan US GAAP adalah bahwa dalam US GAAP penurunan nilai persediaan yang telah diakui  pada periode sebelumnya tidak boleh ditutup dengan kenaikan nilai pada periode berikutnya. Dari sudut pandang istilah konsep principles-based konsep  principles-based dan ruled-based, ternyata untuk kasus inipun keduanya lebih bisa dikatakan sama-sama menggunakan ruled-based. ruled-based.   b.   Nilai wajar  Nilai wajar adalah jumlah di mana suatu aset dipertukarkan, atau kewajiban diselesaikan, antara  pihak yang berpengetahuan dan berkeinginan dalam suatu transaksi yang wajar. c.   Komoditi Komoditi adalah barang dagangan yang menjadi subjek kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa berjangka

 

d.   Nilai Khusus Entitas  Nilai khusus entitas adalah nilai kini dari arus kas yang diharapkan oleh suatu entitas yang timbul dari penggunaan aset berkelanjutan dan dari pelepasannya pada akhir umur manfaat atau yang diharapkan terjadi ketika penyelesaian kewajiban.

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN

Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2005:235), ada tiga metode yang dapat digunakan untuk menilai persediaan, yaitu : 1.   First-in, first out (FIFO). 2.   Last-in, first-out (LIFO). 3.   Average cost .

Seperti yang sudah dibahas diawal, bahwa pada tanggal 1 Januari 2005 IAS 2 sudah tidak membolehkan penggunaan metode LIFO, sehingga metode pengukuran kas yang berlaku tinggal metode FIFO dan metode Rata-rata Tertimbang.

a.

st-in, -in, F ir st Ou Outt (FIFO). Metode F ir st

Metode FIFO mengasumsikan persediaan yang dibeli pertama kali akan dijual terlebih dahulu. Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2005:236) pengakuan cost of goods sold dengan menggunakan men ggunakan metode FIFO adalah sebagai berikut : “Under the FIFO method, the costs of the earliest goods purchased are the first to be recognized as cost of goods sold”. Sedangkan, untuk  perhitungan persediaan akhir (ending inventory) inventory) dengan menggunakan metode FIFO menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2005:236) adalah sebagai berikut : “ Under FIFO, the cost of ending inventory is found by taking the unit cost of the most recent purchase and working backward until all units of inventory are costed”.  costed”.  

Dengan menggunakan metode FIFO, perusahaan akan menghasilkan laba yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode LIFO maupun metode rata-rata karena biaya unit yang lebih rendah dari pembelian persediaan pertama kali. Tetapi, dengan laba yang besar, maka  perusahaan juga akan membayar pajak yang lebih besar sehingga tidak dapat dilakukan

 

 penghematan pajak jika menggunakan metode FIFO. Manajemen perusahaan akan lebih memilih untuk menggunakan metode FIFO karena dengan nilai laba perusahaan yang besar akan menunjukkan bahwa kinerja manajemen perusahaan tersebut bagus dan manajemen akan mendapatkan kompensasi berupa bonus yang cukup besar dari perusahaan. Perusahaan yang menggunakan metode FIFO pada saat terjadi inflasi akan menghasilkan laba yang besar sedangkan pada saat terjadi deflasi, perusahaan yang menggunakan metode FIFO akan menghasilkan laba yang kecil.

b.

Metode Rata-Rata Tertimbang - A  AVE VE R A G E  

Metode rata-rata mengasumsikan persediaan yang tersedia untuk dijual memiliki rata-rata biaya  per unitnya sama. Menurut Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2005:238) perhitungan unit cost  berdasarkan formula rata-rata rata-rata tertimbang adalah sebagai berikut : “Under “ Under this method, the cost of  goods available for sale is allocated on the basis of the weighted-average weighted-average unit cost”. Berikut adalah formula perhitungan unit cost  berdasarkan metode rata-rata tertimbang (weightedaverage method ) :

Setelah dilakukannya perhitungan unit cost , selanjutnya menurut Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2005:238) untuk mengetahui nilai biaya dari persediaan akhir adalah sebagai berikut : “ The weighted-average unit cost is then applied to the units on hand. This computation determines the cost of the ending inventory”.  inventory”. 

Pada sistem periodik, metode rata-rata disebut metode rata-rata tertimbang (weighted average method ) dan pada sistem perpetual disebut dengan metode rata-rata bergerak (moving ( moving average method ) (Abdullah dan Djalil, 2004) dalam Metallia (2007). Dengan menggunakan metode rata-rata, perusahaan akan dapat melakukan penghematan pajak (tax (tax saving ) dikarenakan laba yang di dapat perusahaan dengan menggunakan metode tersebut akan lebih kecil. Tetapi,

 

 pada saat menggunakan metode rata-rata akan dapat menghasilkan nilai akhir persediaan di antara FIFO dan LIFO.

c.

Metode L ast I n F i rst Out (LIFO)

Metode LIFO mengasumsikan persediaan yang terakhir dibeli akan dijual terlebih dahulu. Weygandt, Kieso dan Kimmel (2005:237) menyatakan bahwa pengakuan cost of goods sold dengan menggunakan metode LIFO adalah sebagai berikut : “Under the LIFO method, the costs of the latest goods purchases are the first to be assigned to cost of goods sold”. Sedangkan, untuk mengetahui nilai persediaan akhir (ending ( ending inventory) inventory) dengan menggunakan metode LIFO adalah sebagai berikut : “Under “Under the LIFO method, the cost of ending inventory is found by taking the unit cost of the oldest goods and working forward until all units of inventory are costed”.   costed”.

Dengan menggunakan metode LIFO, perusahaan akan menghasilkan laba yang kecil sehingga dapat melakukan penghematan pajak. Pada saat inflasi, perhitungan harga beli terakhir dibebankan ke operasi dalam periode kenaikan harga sehingga mengurangi laba dan menghasilkan pengurangan pajak.

SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN

Adapun sistem pencatatan persediaan dapat digolongkan ke dalam dua cara yaitu:

a. Sistem Periodic Atau Fisik (Physical Method)

Menurut Epstein dan Jermakowicz (2007:p176), Sistem periodik ialah sistem persediaan di mana  jumlah yang ditentukan hanya berkala oleh perhitungan fisik. Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2007:p2461), dalam sistem persediaan periodik, rincian catatan persediaan barang yang dimiliki tidak disesuaikan secara terus menerus dalam satu periode. Harga pokok penjualan  barang ditentukan hanya pada akhir periode akuntansi.

 

Menurut sistem ini setiap pembelian atau pemasukan maupun penjualan (pengeluaran)  persediaan tidak dicatat atau dibukukan kedalam perkiraan persediaan. Pembelian barang dibukukan keperkiraan-keperkiraan pembelian dan beberapa perkiraan lain seperti potongan  pembelian dan pengembalian pembelian. Penjualan dibukukan ke k e perkiraan penjualan. Dengan sistem ini jumlah persediaan akhir diketahui setelah dilakukan perhitungan fisik (invertory taking ) terhadap barang yang ada digudang. Selanjutnya setelah perhitungan fisik maka perlu dilakukan closing (penutup) terhadap persediaan awal. Jadi dalam d alam buku besar  persediaan hanya terdapat jumlah persediaan awan dan persediaan akhir. Bagi perusahaan dagang jika menggunakan metode ini maka sistem pencatatannya pencatatannya adalah sebagai berikut: Saat Pembelian: Purcahase

Rp xxx

Cash/Account Payable

Rp xxx

Jika barang yang telah dibeli dikembalikan karena rusak atau penyebab lainnya: Cash/Account Payable

Rp xxx

Purchase Return

Rp xxx

Saat penjualan: Cash/Account Receivable

Rp xxx

Sales

Rp xxx

Jika barang yang telah dijual dikembalikan karena sesuatu hal: Sales Return Cash/Account Receivable

Rp xxx Rp xxx

 

b. Sistem Perpetual atau Kontinyu ( Perpetual Method )

Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2007:p2461), Dalam sistem persediaan perpetual, rincian catatan mengenai setiap pembelian dan penjualan persediaan disimpan. Sistem ini secara terus menerus menunjukkan persediaan yang harus dimiliki untuk setiap jenis barang. Berdasarkan sistem persediaan perpetual, harga pokok penjual ditentukan setiap kali terjadi  penjualan. Menurut Epstein dan Jermakowicz (2007:p176), Sistem perpetual ialah sistem  persediaan di mana pembaruan catatan jumlah persediaan selalu dilakukan dan disimpan.

Menurut sistem ini, setiap saat harus dilakukan pencatatan atas penambahan  pengurangan

persediaan

akibat

adanya

atau pun

pembelian, pemakaian bahan baku dan penjualan

sehingga jumlah maupun nilai persediaan dapat diketahui sewaktu-waktu tanpa melakukan  perhitungan fisik. Untuk perusahaan dagang, pencatatan yang dilakukan menurut metode ini adalah sebagai berikut: Saat pembelian: Merchandise Inventory

Rp xxx

Account Payable/Cash

Rp xxx

Jika barang yang telah dibeli dikembalikan karena rusak atau penyebab lainnya: Account Payable/Cash

Rp xxx

Account Payable/Cash

Rp xxx

Saat penjualan: Account Receivable/Cash

Rp xxx

Sales Cost of Good Sold Merchandise Inventory

Rp xxx Rp xxx Rp xxx

 

Jika barang yang telah dijual dikembalikan karena sesuatu hal: Sales Return Cash/Account Receivable Marchandise Inventory Cost of Good Sold

Rp xxx Rp xxx Rp xxx Rp xxx

Karena sistem perpetual dicatat setiap ada perubahan dalam persediaan, persediaan, maka saldo dalam  perkiraan yang ada di neraca saldo adalah saldo perkiraan persediaan akhir, sehingga tidak diperlukan ayat jurnal penyesuaian.

PENGUKURAN BIAYA PEROLEHAN

Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah, Biaya persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan da n lokasi saat ini. a)  Biaya Pembelian Biaya pembelian persediaan meliputi harga beli, bea impor, pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh entitas kepada otoritas pajak), biaya pengangkutan, biaya  penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat d apat diatribusikan pada perolehan barang b arang  jadi, bahan, dan jasa. Diskon dagang, rabat dan hal lain yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.  b)  Biaya Konversi Biaya konversi persediaan meliputi biaya yang secara langsung terkait dengan unit yang diproduksi, misalnya biaya tenaga kerja langsung. Termasuk juga alokasi sistematis overhead  produksi tetap dan variabel yang timbul dalam mengonversi bahan menjadi barang jadi. Overhead produksi tetap adalah biaya produksi tidak langsung yang relatif konstan, tanpa memerhatikan volume produksi yang dihasilkan, seperti penyusutan dan pemeliharaan bangunan dan peralatan pabrik, dan biaya manajemen dan administrasi pabrik. Overhead produksi variabel

 

adalah biaya produksi tidak langsung yang berubah secara langsung, atau hampir secara langsung, mengikuti perubahan volume produksi, seperti bahan tidak langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. c)  Biaya Standar Biaya standar memperhitungkan tingkat normal penggunaan bahan dan perlengkapan, tenaga kerja, efisiensi dan utilisasi kapasitas. Biaya standar di-review secara reguler dan, jika diperlukan, direvisi sesuai dengan kondisi terakhir. d)  Metode Eceran Metode eceran seringkali digunakan dalam industri eceran untuk menilai persediaan dalam  jumlah besar item yang berubah dengan cepat, dan memiliki marjin yang sama saat tidak praktis untuk menggunakan metode penetapan biaya lainnya. e)  Biaya-biaya Lain Biaya-biaya lain hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini. Misalnya, dalam keadaan tertentu diperkenankan untuk memasukkan overhead nonproduksi atau biaya perancangan produk untuk  pelanggan tertentu sebagai biaya persediaan.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF