Hubungan Unsur Hara Terhadap Ph Tana
October 21, 2017 | Author: hotsaut | Category: N/A
Short Description
Download Hubungan Unsur Hara Terhadap Ph Tana...
Description
HUBUNGAN UNSUR HARA TERHADAP Ph TANA Biasanya air dalam tanah disebut sebagai larutan tanah karena mengandung unsurunsur hara terlarut (kation dan anion) dan juga suspensi koloid mineral liat dan bahanorganic. Unsur hara yang terlarut dalam larutan tanah berasal dari berbagai sumber seperti mineral primer, pupuk, bahan organik, atmosfir dan lain-lain. Unsur hara dalam larutan tanah dikatakan merupakan bentuk yang tersedia bagi (akar) tanaman. Tanaman cenderung memperoleh unsur hara dari larutan tanah, namun ketersediaan hara dala m larutan tanah umumnya tidak cukup bagi kebutuhan tanaman sepanjang hidupnya. Biasanya unsur-unsur hara ini akan digantikan dari cadangan hara yang dapat dipertukarkan (seperti yang dijerap oleh koloid; lihat bahasan tentang kapasitas tuar kation di bawah). Kenyataannya, lebih banyak ”hara” yang berada dalam bentuk stabil (terikat kuat dengan berbagi mineral atau bahan organik). 2. 2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELARUTAN UNSUR HARA Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan unsur hara di dalam tanah antara lain adalah reaksi tanah (pH tanah) dan potensial redoks. a. pH tanah pH singkatan dari “potentia Hydrogenae atau potential of Hydrogen” yang dinyatakan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen (H+) atau hidronium (H 3 O + ) dalam mol per liter, dan dirumuskan sebagai pH = - log [H + ]. Pada air murni, konsentrasi ion hidrogen adalah 1 x 10 -7 M, sehingga pH larutan air murni = 7. Kisaran pH adalah antara 0 – 14; dimana pH 7 dinilai netral ([H 3 O + ] = [OH ]), pH < 7 disebut Bab II: Ketersediaan Hara dalam Tanah 13 asam, dan pH > 7 disebut basa. Perlu diingat bahwa pada pH = 6 ada 10x lebih banyak ion H
+ dibanding pada pH 7, sehingga antara pH 5 dan pH 7 ada perbedaan 100x ion H + . pH tanah merupakan faktor terpenting dalam menetukan sifat kimia tanah (seperti halnya tekstur tanah dalam sifat fisika tanah). Dengan mengetahui pH tanah maka kita dapat segera mengetahui apakah tanah tersebut cocok untuk pertumbuhan tanaman d an unsur apa saja yang paling terbatas ketersediaanya. pH tanah tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung, tetapi mempengaruhi kelarutan unsur-unsur hara sehingga menentukan ketersediaan hara bagi tanaman. Gambar 1 menunjukkan ketersediaan unsur hara pada bebagai kisaran pH tanah. Nilai pH antara 3 – 7 dise but masam, sedangkan antara 7-11 disebut alkalin (basa). Pada tanah masam, kandungan ion H + nya tinggi, sedangkan tanah alkalin banyak mengandung ion OH . Tanah mineral pada daerah yang banyak hujan (lembab) umumnya memiliki kisaran nilai pH antara 4 – 7, sedangkan tanah mineral pada daerah kering (arid) antara 6,5 – 9.5. Pada Gambar 2-1 nampak bahwa ketersediaan unsur makro (N, P, K, S, Ca, dan Mg) berada pada kisaran maksimum antara pH 6 – 8, sedangkan unsur hara mikro (kecuali Mo) banyak tersedia pada pH rendah. Nilai pH yang ekstrim dapat merac uni tanaman sebagai akibat adanya kombinasi antara kelebihan dan defisiensi, misalnya tanah masam (i.e. podsolik merah kuning yang banyak dijumpai di Lampung) dapat memiliki kandungan Al dan Mn yang tinggi sementara defisien unsur lain seperti Ca, Mg, P, K, dan Mo. Pemahaman bahwa pH tanah mengatur ketersediaan unsur hara bagi tanaman adalah penting dalam manajemen pemupukan. Oleh karena itu, agar pemupukan menjadi lebih efisien maka pH tanah harus dipertahankan seoptimum mungkin. Nitrogen – Meskipun pH tanah tidak secara langsung mengontrol ketersediaan N, namun mempengaruhi aktivitas mikroba tanah. Kondisi masam dapat menghambat aktivitas mikroba dan memperlambat mineralisasi N (dari bahan organik) serta menurunkan nitrifikasi. pH tanah yang tinggi dapat mengakibatkan kehilangan N karena volatilasasi, terutama apabila pupuk berbasis urea diaplikasikan (disebar) di permukaa n tanah.
Fosfor – ketersediaan P sangat dipengaruhi oleh pH tanah. Ketersediaan P maksimum antara pH 5,5 dan 7,5. Tanah masam (pH < 5.5) menyebabkan kelarut an aluminium dan besi yang tinggi sehingga dapat berpresipitasi dengan P sehingga menghambat ketersediaan P. Pada kondisi salin (pH > 7,5), kandungan kalsium yan g tinggi dapat mengikat fosfat sehingga ketersediaanya menurun.
Bab II: Ketersediaan Hara dalam Tanah 14 Gambar 2-1. Diagram ketersediaan relatif unsur hara pada kisaran pH antara 3 – 11. Magnesium – ketersediaan Mg juga dipengaruhi oleh pH tanah. Pada tanah yang tingkat pelapukannya tinggi, pH tanah yang rendah dapat menyebabkan defisiensi M g. Mg mudah tercuci sebagai akibat tingginya ion hidrogen, aluminium, dan besi yang saling berkompetisi memperebutkan sisi pertukaran kation. Unsur mikro. Hampir semua unsur mikro secara langsung dipengaruhi pH tanah. Ketika pH menurun, ketersediaan besi, mangan, seng, boron, dan tembaga semuanya meningkat. Sebaliknya, ketersediaan molibdenum menurun. Keadaan ini tidak menguntungkan bagi tanaman legum karena nodul tanaman legum mengandung enzi m nitrogenase yang kaya akan molibdenum. Oleh karena itu, jika pH tanah rendah da n ketersediaan Mo juga rendah maka tanaman legum akan menunjukkan gejala kekurangan N dan produksinya rendah. b. Potensial redoks Selain pH, potensial redoks (Eh) juga mempengaruhi kepekatan unsur hara di dalam larutan tanah. Faktor ini berkaitan erat dengan areasi tanah, dan bergantung pada jumlah respirasi yang dilakukan oleh mikroba-mikroba tanah dan jumlah oksigen yan g mampu berdifusi ke bagian-bagian tanah yang aktif kegiatan mikrobanya. Potensial redoks mempengaruhi kelarutan unsur-unsur hara yang dapat terwujud dalam bentuk lebih dari satu keadaan oksidasi (oxidation state) pada kisaran normal Eh tanah. Unsurunsur ini termasuk C, H, O, N, S, Fe, Mn dan Cu. Areasi tanah yang jelek dapat ditimbukan oleh kandungan air yang berlebihan di dalam tanah, sehingga difusi gas-gas melewati pori-pori tanah yang telah terisi air menjadi terhambat. 2. 3 KOLOID TANAH Koloid tanah adalah suatu bahan aktif dari tanah yang tersusun dari mineral dan humus, sehingga sering disebut sebagai koloid liat dan koloid humus. Koloid liat berasal dari pelapukan mineral-mineral primer yang telah dibentuk kembali menjadi mineralmineral baru. Oleh karenanya ia digolongkan sebagai mineral sekunder. Koloid humus berasal dari hasil pelapukan bahan organik (sisa hewan dan/atau tumbuhan) yang jug a telah dibentuk kembali. Kedua jenis koloid tanah ini memiliki sifat dan ciri yang berbeda, tetapi mempunyai peranan yang relatif sama bagi kesuburan tanah. Menurut Tisdale dan Nelson (1975), koloid tanah berperan sebagai tempat terjadinya pertukaran ion. Semua koloid mengandung muatan negatif sehingga dapat mengikat ion bermuatan positif
(kation). Secara ringkas, koloid liat dan koloid humus akan dipaparkan pada bagian berikut. Koloid liat dapat dibagi menjadi kelompok silikat dan bukan silikat. Kelompok silikat dapat dibagi lagi menjadi dua golongan yaitu tipe 1:1 dan tipe 2:1. Tipe liat 1:1 menunjukkan bahwa mineral tersusun dari aluminium oktaeder, misalnya kaolinit, anauksit, dan haloisit. Tipe 2:1 tersusun dari dua lapisan silikat tetraeder dan satu lapisan aluminium oktaeder, misalnya montmorillonit, vermikulit, dan beidellit. Mineral kaolinit (tipe 1:1) memiliki nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang relatif kecil (10 – 20 me/100g) karena tidak memiliki permukaan dalam yang dapat mempertukarkan ion, yang berar ti hanya pada permukaan luar. Mineral kaolinit tidak mengembang bila basah dan tida k
View more...
Comments