Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Pasien Tbc Paru Di Rawat Jalan Poli Paru Rs Dr H Marzoeki Mahdi Bogor

July 3, 2019 | Author: FIRSTHI | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Pasien Tbc Paru Di Rawat Jalan Poli Paru Rs Dr H Marzoeki Mah...

Description

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN HARGA DIRI PADA PASIEN TBC PARU DI RAWAT JALAN POLI PARU RS DR H MARZOEKI MAHDI BOGOR

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

Oleh : Anna Amalia NIM : 11162064

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA TAHUN 2017

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN HARGA DIRI PADA PASIEN TBC PARU DI RAWAT JALAN POLI PARU RS DR H MARZOEKI MAHDI BOGOR

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan

Oleh : Anna Amalia NIM : 11162064

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA TAHUN 2017

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan :  Nama

: Anna Amalia

 NPM

: 11162064

Mahasiswa S1 Keperawatan / Angkatan

: Non Reguler /X

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan Laporan Penelitian Mata Ajar Riset Keperawatan saya yang berjudul : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien TBC di poli Paru RS dr H Marzoeki Mahdi Bogor 2017. Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sangsi yang telah ditetapkan. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta, 30 Januari 2018 Yang Membuat Pernyataan

Anna Amalia

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan KaruniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang

 berjudul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pasien TBC di Poli Paru RS dr H Marzoeki Mahdi Bogor” Penelitian ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir mata ajar Skripsi pada Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA. Peneliti menyadari banyak pihak yang turut membantu sejak awal penyusunan sampai selesainya penelitian ini. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr

Dany

Amrul

Ichdan,

SE,

MSc

selaku

Direktur

Utama

PERTAMEDIKA/HAI dan Pembina Yayasan Pendidikan PERTAMEDIKA 2. Dr. Dr, dr. Norman Zainal, Sp.OT, M.Kes selaku Ketua Pengurus Yayasan Pendidikan PERTAMEDIKA 3. Muhammad Ali, SKM, M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA 4. Dr Lenny Rosbi Rimbun, SKp, M.Si., M.Kep selaku Wakil Ketua I Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA 5. Dra Ika Saptini Ec, selaku Wakil Ketua II Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA 6. Maryati, S.Sos., MARS selaku wakil ketua III Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA 7. Wasijati, S.Kep., M.Si., M. Kep, selaku Kepala Program Studi SI Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA 8. Muhammad Ali, SKM, M.Kep selaku Pembimbing Skripsi yang dengan kesabaran dan kebaikannya telah membimbig penulis selama proses penelitian ini 9. dr. H. Bambang Eko Sunaryanto, SpKj, Mars, selaku Direktur Utama RS dr. H. Marzoeki Mahdi tempat penelitian.

10. Para dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA. 11. Suami dan anak-anakku tercinta atas doa dan dukungannya selama ini, sehingga laporan penelitian/skripsi ini dapat selesai sesuai dengan waktunya 12. Orang tua saya yang selalu mendukung dan mendoakan saya dalam melakukan penelitian ini, sehingga laporan penelitian ini dapat selesai dengan waktunya. 13. Para responden atas keikutsertaan dan kerjasamanya, sehingga laporan  penelitian ini dapat selesai sesuai dengan waktunya. 14. Teman-teman Angkatan X Non Regular Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA. 15. Teman-teman di ruangan Antasena dan Poli Paru RS dr H Marzoeki Mahdi yang telah membantu dan mensupport, sehingga laporan penelitian ini selesai sesuai waktunya. 16. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang turut  berpartisipasi sehingga selesainya penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan penelitian ini banyak sekali kekurangannya, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan penulisan dan penyusunan hasil penelitian dimasa mendatang.

Bogor, 31 Januari 2018

Peneliti

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PERTAMEDIKA (STIKes PERTAMEDIKA), saya yang bertanda tangan di bawah ini:  Nama

: Anna Amalia

 NPM

: 11162064

Program Studi

: S1 Keperawatan

Institusi

: Sekolah Tinggi Ilmu Keseshatan PERTAMEDIKA

Jenis Karya

: Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Sekolah

Tinggi

Ilmu

Kesehatan

PERTAMEDIKA

Hak

Bebas

Royalty

 Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas Skripsi saya yang berjudul

“ Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Pasien TBC Di Rawat Jalan Poli Paru RS dr H Marzoeki Mahdi Bogor” Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty  Noneksklusif

ini

STIKes

PERTAMEDIKA

berhak

menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (Database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis /pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 31 Januari 2018 Yang menyatakan

Anna Amalia

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA PROGRAM S1 KEPERAWATAN Riset, Januari 2018 ANNA AMALIA Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri pada Pasien TBC Di Rawat Jalan Poli Paru RS dr H Marzoeki Mahdi Bogor

VII + 78 halaman + 23 tabel + 6 lampiran ABSTRAK

Penyakit masyarakat terbanyak ke tiga di Indonesia saat ini adalah TBC Paru, yang menjadi penyebab kematian tertinggi ke 4 di Indonesia dari survei kejadian selama tahun 2014. Penderita TBC memerlukan dukungan dari orang lain terutama keluarga untuk mendukung program pengobatan yang lama. Stigma yang didapat oleh penderita TBC dapat menimbulkan perubahan terhadap harga dirinya, karena salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang salah satunya adalah penyakit. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada penderita TBC di ruang poli paru RS dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, penelitian ini menggunakan desain penelitian deskripsi korelasi dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 75 orang, tehnik  simple random sampling . Hasil penelitian tidak ada hubungan yang  bermakna antara dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien TBC dengan nilai  p value 0,93. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan petugas kesehatan disarankan untuk memberikan pendidikan kesehatan bagi keluarga pasien TBC tentang pentingnya pemberian dukungan keluarga dalam meningkatkan kebutuhan  psikologis anggota keluarganya, dengan cara memberikan arahan kepada keluarga agar selalu memberikan support dan motivasi kepada anggota keluarganya yang mengalami TBC Paru. Kata Kunci

: Dukungan Keluarga, Harga diri, Penyakit TBC Paru

Daftar Pustaka

: 31 (2004-2017)

HIGH

SCHOOL

HEALTH

SCIENCE

PERTAMEDIKA

PROGRAM S1 NURSING Research, January 2018 ANNA AMALIA Relation of Family Support With Self-Esteem in Tuberculosis Patients In Outpatient Poly Lung Dr H Marzoeki Mahdi Bogor

VII + 78 pages + 23 table + 6 attachment ABSTRACT

The third most prevalent human disease in Indonesia today is Pulmonary TB, the fourth leading cause of death in Indonesia from an incidence survey during 2014. TB patients need support from others, especially families, to support long-term treatment programs. Stigma obtained by tuberculosis patients can cause changes to his self-esteem, because one of the factors that affect one's self esteem is one of disease. The purpose of this study to determine the relationship of family support with self-esteem in patients with tuberculosis in the pulmonary poly room RS dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, this research uses correlation description research design with cross sectional approach. The sample is 75 people, simple random sampling technique. The result of the study was no significant relationship  between family support and self-esteem in TB patients with p value 0,93. Based on the results of the study, it is expected that health workers are advised to  provide health education for families of TB patients about the importance of  providing family support in improving the psychological needs of family members, by providing direction to the family to always provide support and motivation to family members who have Pulmonary TBC.

Keywords

: Family Support, Self-esteem, Lung Tuberculosis

Bibliography : 31 (2004-2017)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i LEMBAR PERNYATAAN ORIGINALITAS ......................................................ii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................iii LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv KATA PENGANTAR.............................................................................................v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .........................vii ABSTRAK ...........................................................................................................viii DAFTAR ISI............................................................................................................x DAFTAR TABEL.................................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xv

BAB I

: PENDAHULUAN.........................................................................1 A. Latar Belakang Masalah.............................................................1 B. Perumusan Masalah...................................................................5 C. Tujuan Penelitian.......................................................................5 1. Tujuan Umum......................................................................5 2. Tujuan Khusus.....................................................................5 D. Manfaat Penelitian.....................................................................6 1. Pelayanan Keperawatan.......................................................6 2. Perkembangan Ilmu Keperawatan.......................................6

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA................................................................7 A. Teori dan Konsep ......................................................................7 1. Tuberculosis ........................................................................7 a. Pengertian ........................................................................7  b. Patofisiologi ....................................................................8 c. Etiologi ............................................................................8

d. Gejala ..............................................................................9 e. Klasifikasi .......................................................................9 f. Faktor-faktor yang mempengaruhi TBC. ......................11 g. Pengobatan ....................................................................12 1). Farmakologi .............................................................12 2). Non Farmakologi......................................................12 2. Harga Diri.............................................................................14 a. Pengertian ......................................................................14  b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Harga Diri..............14 c. Komponen Harga Diri....................................................17 d. Perkembangan Harga Diri..............................................18 3. Dampak TBC terhadap Psikososial....................................19 a. Dampak terhadap sosial ..............................................19  b. Dampak terhadap psikologis.......................................22 4. Dukungan Keluarga...........................................................23 a. Pengertian ...................................................................23  b. Bentuk dukungan keluarga .........................................23 1). Dukungan Emosional.............................................23 2). Dukungan Penilaian...............................................24 3). Dukungan Informasi...............................................24 4). Dukungan Instrumental..........................................24 c. Tugas dan Perkembangan Keluarga............................25 d. Tugas

Keluarga

dalam

bidang

Kesehatan....................27 5. Penelitian Terkait...............................................................28 B. Kerangka Teori.........................................................................31

BAB III

:KERANGKA

KONSEP,

HIPOTESIS

DAN

DEFINISI

OPERASIONAL ...........................................................................32 A. Kerangka Konsep.....................................................................32 B. Hipotesis ..................................................................................33 C. Definisi Operasional.................................................................33

BAB IV

: METODE PENELITIAN.............................................................37 A. Desain Penelitian......................................................................37 B. Populasi dan Sampel................................................................37 C. Tempat Penelitian.....................................................................40 D. Waktu Penelitian......................................................................40 E. Etika penelitian.........................................................................40 F. Alat Pengumpulan Data...........................................................42 1. Instrumen Penelitian...........................................................42 2. Hasil ujicoba instrumen penelitian.....................................44 G. Prosedur Pengumpulan data.....................................................50 1. Prosedur Administratif ......................................................50 2. Prosedur Teknis .................................................................50 H. Teknis Pengolahan dan Analisis Data......................................52

BAB V

: HASIL PENELITIAN .................................................................54 A. Hasil Univariat ........................................................................54 B. Hasil Bivariat ..........................................................................60

BAB VI

: PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ....................................65 A. Membahas hasil penelitian gabungan dari hasil univariat dengan bivariat ........................................................................65 B. Keterbatasan Penelitian ...........................................................75

BAB VI

: PENUTUP ...................................................................................76 A. Simpulan .................................................................................76 B. Saran ........................................................................................77

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................79 LAMPIRAN ..........................................................................................................81

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Tahap Tugas dan Perkembangan keluarga.....................................25

Tabel 2.2

Kerangka Teori...............................................................................31

Tabel 3.1

Kerangka Konsep Penelitian..........................................................32

Tabel 3.2

Definisi Operasional.......................................................................34

Tabel 4.1

Distribusi

Hasil

Uji

Coba

Instrumen

Validitas

Kuesioner

Dukungan Keluarga.......................................................................45 Tabel 4.2

Distribusi Hasil Uji Coba Instrumen Validitas Ulang Kuesioner Dukungan Keluarga.......................................................................46

Tabel 4.3

Distribusi Hasil Uji Coba Instrumen Validitas Kuesioner Harga Diri ................................................................................................47

Tabel 4.4

Distribusi Hasil Uji Coba Instrumen Reliabilitas Kuesioner Dukungan Keluarga dan Harga Diri .............................................48

Tabel 4.5

Distribusi Hasil Uji Coba Instrumen Normalitas Kuesioner Dukungan Keluarga dan Harga Diri .............................................49

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Usia .........................55

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .......................55

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...............56

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga ..............56

Tabel 5.5

Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Emosional ...........57

Tabel 5.6

Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Penilaian ..............57

Tabel 5.7

Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Informasi .............58

Tabel 5.8

Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Instrumen.............58

Tabel 5.9

Distribusi Responden Berdasarkan Harga Diri ............................59

Tabel 5.10

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pasien TBC Di Poli Paru RS dr H Marzoeki Mahdi Bogor....................................60

Tabel 5.11

Hubungan Dukungan Emosional Dengan Harga Diri Pasien TBC Di Poli Paru RS dr H Marzoeki Mahdi Bogor ..............................61

Tabel 5.12

Hubungan Dukungan Penilaian Dengan Harga Diri Pasien TBC Di Poli Paru RS dr H Marzoeki Mahdi Bogor ...................................62

Tabel 5,13

Hubungan Dukungan Informasi Dengan Harga Diri Pasien TBC Di Poli Paru RS dr H Marzoeki Mahdi Bogor ...................................63

Tabel 5.14

Hubungan Dukungan Instrumen Dengan Harga Diri Pasien TBC Di Poli Paru RS dr H Marzoeki Mahdi Bogor ..............................64

BAB I PENDAHULUAN

A Latar Belakang Kesehatan masyarakat adalah kesehatan yang mengacu pada semua tindakan yang terorganisir (baik publik atau swasta) untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan, dan memperpanjang umur di antara populasi secara keseluruhan. Kegiatannya bertujuan untuk memberikan kondisi di mana orang dapat sehat dan fokus pada keseluruhan populasi, bukan pada pasien atau  penyakit individual saja. Dengan demikian, kesehatan masyarakat berkaitan dengan total sistem dan tidak hanya pemberantasan penyakit tertentu (WHO: 2014)

Penyakit masyarakat terbanyak di derita negara Indonesia adalah, penyakit Jantung koroner, Diabetes Melitus, TBC Paru, Hipertensi, Stroke, Kanker, Penyakit Paru-paru lain, Diare dan HIV/Aids. Tuberkulosis (TBC) merupakan  penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menjadi penyebab kematian yang cukup tingggi, menurut Global Tuberculosis Report yang dikeluarkan WHO menunjukkan 1,5 juta orang meninggal akibat TBC pada tahun 2014, sedangkan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan merilis penyakit TBC Paru yang menjadi penyebab kematian tertinggi ke 4 di Indonesia dari survei kejadian selama tahun 2014.

Penyakit Tuberculosis (TBC) Paru adalah penyakit infeksi dan menular (Raynel, 2010). Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif yaitu 15-50 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi, atau yang tinggal satu rumah dan berdesak- desakkan bersama penderita TBC Paru (Naga, 2012). Lingkungan yang lembab, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit penyakit TBC Paru.

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi  perhatian dunia karena angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini tinggi. Hingga saat ini, belum ada satu negara  pun yang bebas TBC. Indonesia sendiri menempati peringkat ke-3 setelah India dan Cina yang menjadi negara dengan kasus TBC tertinggi. Riset Kesehatan Dasar (Riskerda, 2010) WHO menyebutkan prevalensi TBC nasional 725/100.000 penduduk, dengan 12 provinsi memiliki prevalensi TBC di atas angka nasional, termasuk provinsi Jawa Barat dengan angka 0,937 atau 937/100.000 penduduk/tahun.

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi  permasalahan TBC paru di Indonesi, melalui

program yang terkait

 pengobatan dan pencegahan penularan penyakit TBC paru, akhir  – akhir ini  pemerintah melakukan sebuah program yang dikenal dengan Programmatic Managament of Drug resistance TB (PMDT). PMDT tahun 2011-2014  bertujuan untuk melaksanakan secara bertahap diagnosis dan pengobatan Multidrug Resistance Tuberculosis (TB MDR). (Suryani dkk, 2014)

Penyakit TBC ditularkan oleh klien TBC BTA positif, kuman TBC menular melalui udara pada saat klien batuk dan bersin sehingga kuman menyebar di udara dalam bentuk droplet (percikan dahak), sehingga orang dapat terinfeksi apabila menghirup droplet tersebut ke dalam saluran pernafasan (Kemenkes, 2010).

Pemahaman tentang penularan TBC paru melalui batuk, memungkinkan seseorang akan menghindar atau mengejek apabila sedang

berkomunikasi

klien batuk batuk, sehingga klien dapat mengalami penolakan dari lawan  bicaranya karena penyakitnya dapat menular sehingga lawan bicaranya menjaga jarak saat berkomunikasi. Begitu juga sebaliknya, klien dapat menjauhi teman dan lingkungan sekitarnya karena klien tahu bahwa bahwa  penyakitnya dapat menular ke orang lain. Penolakan yang diterima oleh klien dapat mempengaruhi psikologisnya sehingga klien tidak mau bergaul dengan

lingkungan yang ada di sekitarnya dan tidak mau melakukan aktifitas seperti  biasanya. Penelitian yang dilakukan Sulistiyawati dan Kurniawati (2012) mengatakan bahwa TBC Paru dapat mengganggu keadaan fisik dan  psikososial klien yang mempengaruhi harga diri klien TBC Paru. Klien TBC Paru dengan pengobatan lama akan mengalami tekanan psikologis dan merasa tidak berharga bagi keluarga dan masyarakat.

Faktor psikososial berperan dalam pembentukan stigma terhadap klien oleh lingkungan dan keluarga. Penerimaan klien ketika mengetahui bahwa dirinya menderita tuberkulosis bervariasi, sebagian besar mereka mengatakan terkejut, sedih, kecewa, marah dan akhirnya pasrah, bahkan ada yang merasakan putus asa dan tidak memiliki makna hidup yang berarti. Persepsi terhadap sakit ditunjukkan dengan perubahan perilaku, seperti marah-marah, lebih banyak di rumah, menghindar dan membatasi diri dan menarik diri, atau bisa dikatakan  bahwa individu menunjukkan krisis efikasi diri. Selain itu klien merasa ketakutan akan isolasi dan perlakuan negatif dari masyarakat bila mengetahui dirinya menderita TBC (Ginting, dkk, 2008).

Perilaku penderita yang menunjukkan perubahan harga diri meliputi: menghindari kontak mata, perawakan yang sangat kurus, penampilan tidak rapi, permintaan maaf yang berlebihan, berbicara yang ragu-ragu, terlalu kritis atau marah berlebihan, sering menangis atau menangis yang tidak tepat waktu, menilai diri negatif, ketergantungan yang berlebihan, ragu-ragu untuk menunjukkan pandangan atau pendapat, kurang berrminat pada apa yang terjadi, bersikap pasif dan kesulitan dalam membuat keputusan (Potter &Perry, 2010).

Penderita TBC memerlukan dukungan dari orang lain terutama keluarga untuk mendukung

program

pengobatan

yang

lama.

Peranan

keluarga

menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang  berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dan keluarga,

kelompok dan masyarakat. Dukungan Keluarga adalah sikap, tindakan dan  penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga (Friedman, 2010).

Dari

penyakit,

gangguan

fisik,

emosional

dan

dampaknya

pasien

mendapatkan stigma dari lingkungan sosial, pasien TBC dapat mengalami gangguan pada harga dirinya, penderita akan berupaya untuk mencari  pengobatan. Minat masyarakat Bogor untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor cukup tinggi, khususnya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi penderita TBC baik rawat inap maupun rawat jalan, hal ini terlihat dari laporan Akuntabilitas Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor (2016) yang menempatkan TBC sebagai peringkat ke-10 diagnosa terbanyak rawat inap umum dengan 200 kasus dan urutan ke-7 diagnosa terbanyak rawat jalan dengan 625 kasus, total pengunjung poliklinik paru : pengunjung baru lakilaki 75 orang, perempuan 70 orang, pengunjung lama laki-laki 227 orang dan  perempuan 253 orang. Akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan selama  bertugas dilapangan memperlihatkan bahwa dukungan keluarga dalam membantu

merawat

anggota

keluarga

dengan

TBC

Paru

kurang

memperhatikan fungsi keluarga dalam merawat anggota keluarganya yang sakit TBC Paru. (Rekam Medis RS dr H Marzoeki Mahdi, 2016-2017)

Hasil wawancara lima orang penderita TBC di ruang poli Paru RS dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor 31 Oktober 2017, didapatkan penderita TB Paru menyatakan sedih dengan keadaan dirinya, karena sering batuk dan merasa malu ketika batuk. Penderita juga menyatakan bahwa ketika ingin batuk,  penderita memisahkan diri dulu dari anggota kelompoknya karena penderita takut diketahui orang lain bahwa dirinya menderita TB Paru. Penderita juga menyatakan bahwa jika hendak batuk, penderita menutup mulut dan menahan  batuknya agar tidak terdengar oleh orang lain. Penyakit TB Paru yang dialami  penderita mempengaruhi harga diri penderita. Penderita malu untuk

melakukan pengobatan rutin sehingga penderita putus minum obat. Berdasarkan kondisi dan permasalahan yang ditemukan, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang ″Hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada penderita TBC Paru di poli Paru RS dr. H. Marzoek i Mahdi Bogor″.

B Perumusan Masalah TBC merupakan penyakit kronik yang memerlukan manajemen dalam jangka waktu yang panjang, kondisi sakit kronis dan pengobatan yang berlangsung lama meupakan stessor bagi penderita, sehingga memerlukan mekanisme  pertahanan yang adaptif agar mampu beradaptasi dalam menejemen  pengobatan klien. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang

ditetapkan pada penelitian ini adalah apakah ada” hubungan

dukungan

keluarga dengan harga diri pada penderita TBC Paru di poli Paru RS dr. H.

Marzoeki Mahdi Bogor?.” C Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada  penderita TBC di ruang poli paru RS dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia, jenis kelamin dan  pendidikan.  b. Mengetahui gambaran dukungan keluarga pada pasienTBC c. Mengetahui gambaran dukungan emosional keluarga pada pasien TBC d. Mengetahui gambaran dukungan penilaian keluarga pada pasien TBC e. Mengetahui gambaran dukungan informasi keluarga pada pasien TBC f. Mengetahui gambaran dukungan instrumental keluarga pada pasien TBC g. Mengetahui gambaran harga diri pada pasien TBC h. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada  pasien TBC

i. Mengetahui hubungan dukungan emosional keluarga dengan harga diri  pada pasien TBC  j. Mengetahui hubungan dukungan penilaian keluarga dengan harga diri  pada pasien TBC k. Mengetahui hubungan dukungan informasi keluarga dengan harga diri  pada pasien TBC l. Mengetahui hubungan dukungan instrumental keluarga dengan harga diri pada pasien TBC.

D Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi : 1. Pelayanan Keperawatan Setelah diperoleh gambaran hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien TBC di RS dr H Marzoeki Mahdi Bogor, diharapkan menjadi data dasar dan bahan pertimbangan menyusun program  pengendalian pendidikan dan pelayanan kesehatan pasien TBC dan  pelaksanaan terapi keluarga yang lebih tepat sesuai dengan kebutuhan  pasien dan keluarga.

Penelitian ini dapat dijadikan bahan pelayanan

khususnya bidang perawatan terhadap penderita TBC yang berhubungan dengan konsep diri : harga diri

2. Perkembangan Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran untuk menambah ilmu pengetahuan tentang dukungan keluarga yang efektif dan mampu merespon terhadap perkembangan harga diri pada pasien TBC.

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lembar Permohonan Responden.................................... Responden...................................................81 ...............81

Lampiran 2

Lembar Persetujuan Responden...................................... Responden.....................................................82 ...............82

Lampiran 3

Kuesioner Penelitian......................... Penelitian............................................... ............................................ .......................83 .83

Lampiran 4

Hasil Analisa Data SPSS...................................... SPSS............................................................... ..........................87 .87

Lampiran 5

Surat Ijin Penelitian .............................................. .................................................................... .......................103 .103

Lampiran 6

Riwayat Hidup ............................. ................................................... ............................................ ........................107 ..107

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini peneliti akan menguraikan teori, konsep dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah penelitian serta diakhiri dengan kerangka teoritis yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini. A Tinjauan Teoritis

1

Tuberculosis a

Pengertian Penyakit Tuberculosis (TBC) Paru merupakan penyakit infeksi dan menular (Raynel, 2010). Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif yaitu 15-50 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi, atau yang tinggal satu rumah dan berdesak- desakkan bersama  penderita TBC Paru (Naga, 2012). Lingkungan yang lembab, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit penyakit TBC Paru

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan oleh kuman  Mycobacterium tuberculosis, tuberculosis, kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam  paru. Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lain, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas (broncus (broncus)) atau penyebaran langsung ke bagian bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2010).

Dari

pengertian

tersebut

dapat

disimpulkan

bahwa

penyakit

tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang penyebarannya melalui udara, disebabkan oleh bakteri  Mycobacterium tuberculosis dan dapat menyebar ke paru dan sistem tubuh yang lain.

 b

Patofisiologi Infeksi primer tuberkulosis paru terjadi pada saat seorang terpapar  pertama kali dengan

kuman “ Mycobacterium tuberculosis” melalui

droplet yang terhirup oleh hidung, ukurannya sangat kecil sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkhus dan terus  berjalan menuju alveolus dan menetap didalam alveolus. Infeksi terjadi pada saat kuman tuberkulosis paru berkembang biak dengan cara membelah diri diparu sehingga mengakibatkan peradangan. Waktu yang diperlukan dari infeksi sampai pembentukkan komplek  primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi terlihat pada pemeriksaan tuberkulin menunjukkan hasil positif. Masa inkubasi mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan dalam waktu 6 bulan (Depkes RI, 2010).

c

Etiologi Penyebab tuberculosis adalah  Mycobacterium tuberculose, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm. Kuman tergolong dalam  Mycobacterium tuberkulosa kompleks adalah  M. tuberculosae, Varian Asian, Varian African I, Varian African II, dan M bovis. Kelompok kuman M.tuberculosae dan  Mycobacteria Other Than Tb (MOTT, atypical)  adalah  M.kansasi,  M.avium, M.intracellulare, M.scrofulaceum, M.malmacerse, dan M.  Xenopi (Kusnidar, 2012).

Menurut Heinz, 1993 yang dikutip dari Ikue dkk, 2007 penyebab terjadinya penyakit tuberkulosis adalah basil tuberkulosis yang termasuk dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari  family  Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetalis.

Sifat kuman  Mycobacterium tuberculose yang aerob membuat kuman tersebut sering berada di jaringan yang tinggi kandungan oksigennya dalam tubuh seperti pada bagian apikal paru (Soeparman, 1993).

d

Gejala TBC Gejala-gejala yang terdapat pada seseorang yang menderita TB paru diantaranya batuk-batuk selama lebih dari tiga minggu yang pada awalnya mungkin non produktif tetapi dapat berkembang ke arah  pembentukan sputum mukopurulen dengan haemoptisis (batuk darah), demam, suhu badan sedikit meningkat siang/sore hari, menggigil dapat terjadi jika suhu badan naik cepat, berkeringat pada malam hari tanpa melakukan aktivitas, anoreksia, berat badan menurun, kelelahan (fatique),

nyeri

dada,

wheezing

karena

penyempitan

lumen

endobronkus oleh karena sekret, bronkostenosis, jaringan granulasi, ulserasi dan dyspnea yang merupakan late syndrom dari proses lanjut oleh karena restriksi dan obstruksi saluran nafas (Naga, 2012).

e

Klasifikasi Pada penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan yaitu tuberkulosis  paru dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis  paru merupakan  bentuk yang sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru merupakan bentuk dari TBC yang mudah menular. Tuberkulosis ekstra paru merupakan  bentuk penyakit TBC yang menyerang organ tubuh lain selain paru paru seperti pleura, kelenjar limpe, persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan syaraf pusat dan abdomen.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), tuberkulosis  paru diklasifikasikan menjadi: Tuberkulosis paru BTA (+) yaitu: sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif, hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis  aktif, hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif. Sedangkan Tuberkulosis paru BTA (-) yaitu: hasil  pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologi menunjukkan

tuberkulosis  aktif,

hasil

 pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan  M.tuberculosis positif.

Berdasarkan

tipe

pasien,

ditentukan

dari

riwayat

pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu : 1). Kasus baru Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. 2). Kasus kambuh (relaps) Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau  biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif. 3). Kasus defaulted  atau drop out Pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 4). Kasus gagal Pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi  positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir  pengobatan). Pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik  positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. 5). Kasus kronik atau persisten Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai  pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.



Faktor-faktor yang mempengaruhi TBC Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberkulosis yaitu: 1) Faktor Ekonomi Keadaan sosial yang rendah pada berkaitan dengan berbagai masalah kesehatan karena ketidakmampuan dalam mengatasi masalah kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan

masyarakat

untuk

memenuhi

kebutuhan

gizi,

 pemukiman dan lingkungan sehat. Sembilan puluh lima persen kasus TBC dan 98% kematian akibat TBC terjadi di negara  berpenghasilan rendah dan menengah kebawah (WHO 2011).

2) Status Gizi Merupakan faktor yang penting dalam timbulnya penyakit tuberkulosis, penyakit tuberkulosis menunjukkan bahwa penyakit yang bergizi normal ditemukan lebih kecil dari pada status gizi kurang dan buruk.

3) Status pendidikan Latar belakang pendidikan mempengaruhi penyebaran penyakit menular khususnya tuberkulosis. Semakin rendah latar belakang  pendidikan maka cenderung terjadi kasus tuberculosis (Famy, 2009). Sedangkan menurut departemen kesehatan, TBC paru dapat dipengaruhi oleh: status sosial ekonomi, kepadatan penduduk, status gizi, pendidikan, pengetahuan, jarak tempuh dengan pusat  pelayanan kesehatan, ketidakteraturan berobat (Taufan, 2008). Pendidikan

dapat

mempengaruhi

seseorang,

makin

tinggi

 pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan seseorang semakin sulit untuk menerima informasi (Notoadmodjo, 2010)

Penelitian terkait yang dilakukan Putra (2011) mengatakan tingkat  pendidikan yang rendah mempunyai hubungan terhadap kejadian TBC Paru.

g

Pengobatan TBC 1)  Farmakologi Lamanya pengobatan beragam, beberapa program mempunyai  pendekatan dua fase: a) Fase intensif , menggunakan dua atau tiga jenis obat, ditujukan untuk

menghancurkan

sejumlah

besar

organisme

yang

 berkembang biak dengan cepat  b) Fase rumatan, biasanya dengan dua obat diarahkan pada  pemusnahan sebagian besar basil yang masih tersisa

Program pengobatan dasar yang direkomendasikan bagi penderita yang sebelumnya belum diobati adalah dosis harian isoniazid, rifamfisin dan pirazinamide selama dua bulan. Pengobatan ini diikuti dengan isoniazid dan rifamfisin selama empat bulan.

Medikasi yang digunakan untuk mengobati TBC mempunyai efek samping yang serius, bergantung pada obat spesifik yang diresepkan. Toleransi obat, efek obat dan toksisitas obat tergantung  pada faktor-faktor seperti usia, dosis obat, waktu sejak obat terakhir digunakan, formula obat, fungsi ginjal, hati dan usus.

2)  Non Farmakologi a) Terapi non farmakologi  dengan mengkonsumsi makanan  bergizi. Salah satu penyebab munculnya penyakit TBC adalah kekurangan gizi seperti mineral dan vitamin. Maka dari itu akan

sangat

penting

bilamana

penderita

secara

rutin

mengkonsumsi makanan bergizi, seperti buah, sayur dan ikan

laut. Akan tetapi hindari buah yang banyak mengandung lemak  jahat atau gas seperti buah buah nangka, buah durian, kedondong dan buah nanas.  b) Terapi non Farmakologi dengan tinggal di lingkungan sehat Lingkungan yang sehat akan membantu penderita penyakit TBC untuk segera sembuh, karena penyakit ini disebabkan oleh kuman sehingga jika penderita berada di lingkungan yang kotor maka akan menyebabkan kuman tersebut semakin berkembang dan memperburuk keadaan. c) Terapi non farmakologi degan berolahraga secara teratur Mungkin hampir semua penyakit dapat ditangani dengan melakukan olahraga secara rutin, begitu juga untuk penyakit TBC, jika penderita biasa berolahraga secara rutin misalnya senam, maka akan membantu peredaran darah dan metabolisme dalam tubuh menjadi lancar sehingga kuman TBC tidak akan mampu berkembang atau duplikasi diri menjadi banyak. d) Terapi

non

farmakologi  dengan

mengurangi

makanan

 bernatrium dan kafein Penyakit TBC akan semakin parah apabila penderita masih rutin mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung natrium seperti  junkfood , kerang, saus instan, alkohol, sedangkan makanan yang mengandung kafein seperti kopi, capuccino, moccacino, rokok dan teh (tidak untuk teh hijau). Diharapkan penderita mengurangi konsumsi natrium dan kafein untuk mempercepat kesembuhannya.

2

Harga Diri. a

Pengertian Harga diri merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart & Sudeen, 2007).

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart, 2007 dalam Muhith, 2015). Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, Akemat,2009).

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan evaluasi individu yang bersifat positif atau negatif mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penghargaan terhadap dirinya

sendiri.

Nilai

harga

diri

seseorang

dipengaruhi

oleh

 penerimaan individu terhadap dirinya.

 b

Faktor-faktor yang mempengaruhi Harga Diri. Menurut

Coopersmith

(1967)

terdapat

beberapa

faktor

yang

mempengaruhi harga diri, yaitu: 1) Usia Pengalaman dan kematangan jiwa seseorang disebabkan semakin cukupnya usia dan kedewasaan dalam berfikir dan bekerja (Stuart, 2009). Pembagian umur menurut Hurlock (1993) yaitu : a. Dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun sampai 40 tahun, b. Dewasa madya dimulai usia 41 tahun sampai 60 tahun, c. Dewasa lanjut

dimulai pada usia 60 tahun sampai kematian. Semakin tua usia seseorang semakin konstruktif dalam menghadapi masalah.

2) Faktor Jenis Kelamin Wanita selalu merasa harga dirinya lebih rendah dari pada pria, seperti perasaan kurang mampu, kepercayaan diri yang kurang atau merasa harus di lindungi. Hal ini terjadi mungkin karena peran orang tua dan harapan-harapan masyarakat yang berbeda-beda baik  pada pria maupun wanita. Pendapat tersebut sama dengan  penelitian dari Coopersmith (1967) yang membuktikan bahwa harga diri wanita lebih rendah dari pada harga diri pria.

3) Inteligensi Individu dengan harga diri yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi dari pada individu dengan harga diri yang rendah. Individu yang memiliki harga diri yang tinggi memiliki skor intelegensi yang lebih baik, taraf aspirasi yang lebih baik, dan selalu berusaha keras.

4) Kondisi Fisik Adanya hubungan yang konsisten antara daya tarik fisik dan tinggi  badan dengan harga diri. Individu dengan kondisi fisik yang menarik

cenderung

memiliki

harga

diri

yang

lebih

baik

dibandingkan dengan kondisi fisik yang kurang menarik.

5) Lingkungan Keluarga Coopersmith berpendapat bahwa perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif dan mendidik yang demokratis akan membuat anak mendapat harga diri yang tinggi. Orang tua yang sering memberi hukuman dan larangan tanpa alasan dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga. Mereka yang berasal dari keluarga bahagia akan memiliki harga diri tinggi karena

mengalami perasaan nyaman yang berasal dari penerimaan, cinta, dan tanggapan positif orang tua mereka. Sedangkan pengabaian dan penolakan akan membuat mereka secara otomatis merasa tidak  berharga. Karena merasa tidak berharga, diacuhkan dan tidak dihargai maka mereka akan mengalami perasaan negatif terhadap dirinya sendiri.

6) Lingkungan Sosial Pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari dirinya berharga atau tidak. Hal ini merupakan hasil dari proses lingkungan, penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain kepadanya. Termasuk penerimaan teman dekat, mereka bahkan mau untuk melepaskan prinsip diri mereka dan melakukan  perbuatan yang sama dengan teman dekat mereka agar bisa dianggap sama walaupun perbuatan itu adalah perbuatan yang negatif. Ada beberapa perubahan dalam harga diri melalui konsepkonsep kesuksesan, nilai, aspirasi dan mekanisme pertahanan diri. Kesuksesan tersebut dapat timbul melalui pengalaman dalam lingkungan, kesuksesan dalam bidang tertentu, kompetisi, dan nilai kebaikan.

7) Stress Menurut Ginting, 2008 mengungkapkan bahwa stres adalah  pernyataan yang sering digunakan sebagai label untuk gejala  psikologis

yang

mendahului

penyakit,

reaksi

ansietas,

ketidaknyamanan dan banyak keadaan lain. Pada pasien TBC  penyakit yang dialami dapat menimbulkan stress str ess yang dikarenakan oleh; pengobatan yang terlalu lama, penyakit itu sendiri, dampak dari penyakit (menular ke orang lain) .

8) Psikologis Disepanjang kehidupan, setiap individu menghadapi tugas-tugas  perkembangan tertentu. Individu juga akan memiliki krisis krisi s disetiap disetia p tahap perkembangannya. Hal ini dikemukakan oleh Erikson (Monks,

dkk,

1999)

dimana

jika

individu

tersebut

gagal

menyelesaikan krisis tersebut dapat menyebabkan masalah dalam diri, konsep diri, dan harga dirinya.

c

Komponen Harga diri Menurut Felker (1974) mengemukakan bahwa komponen harga diri terdiri dari : 1) Perasaan diterima ( feeling  feeling belonging ) Perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dan bahwa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok lainnya. Kelompok ini dapat berupa keluarga, kelompok teman sebaya atau kelompok apapun. Individu akan memiliki  penilaian positif tentang dirinya apabila individu tersebut merasa diterima dan menjadi bagian dalam kelompoknya. Namun individu akan memiliki penilaian negatif tentang dirinya apabila mengalami  perasaan tidak diterima, misalnya perasaan seseorang pada saat menjadi anggota suatu kelompok tertentu.

2) Perasan mampu ( feeling  feeling of competence) competence) Perasaan individu akan kemampuan dan keyakinan individu akan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri dalam mencapai suatu hasil yang diharapkan, misalnya perasaan pada saat seseorang mengalami keberhasilan dan kegagalan.

3) Perasaan berharga ( feeling  feeling of worth) worth) Perasaan dimana individu merasa dirinya berharga atau tidak, dimana perasaan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman yang lalu. Perasaan yang dimiliki individu sering kali ditampilkan atau

 berasal dari pernyataan-pernyataan pernyataan-pernyataan yang sifatnya pribadi seperti:  pintar, sopan, baik, dan lain sebagainya, misalnya perasaan seseorang pada saat dihargai dan pada saat merasa berharga.

d Perkembangan Harga Diri Menurut Kozier dan Erb (1987) ada empat elemen pengalaman yang  berhubungan dengan dengan perkembangan harga diri, yaitu : 1) Orang yang berarti atau penting Seseorang yang berarti adalah seorang individu atau kelompok yang memiliki peran penting dalam perkembangan harga diri selama tahap kehidupan, seperti: orang tua, saudara kandung, teman sebaya dan guru. Pada berbagai tahap perkembangan terdapat satu atau beberapa orang yang berarti. Melalui interaksi sosial dengan orang yang berarti dan umpan balik tentang  bagaimana perasaan dan label orang ora ng yang berarti tersebut, individu akan mengembangkan sikap dan pandangannya mengenai dirinya.

2) Harapan akan peran sosial Pada berbagai tahap perkembangan, individu sangat dipengaruhi oleh harapan masyarakat umum yang berkenaan dengan peran spesifiknya. Masyarakat yang lebih luas dan kelompok masyarakat yang lebih kecil memiliki peran yang berbeda dan hal ini tampak dalam derajat yang berbeda mengenai keharusan dalam memenuhi  peran sosial. Harapan-harapan peran sosial berbeda menurut usia,  jenis kelamin, status sosial ekonomi, etnik dan identifikasi karir.

3) Krisis setiap perkembangan psikososial Disepanjang kehidupan, setiap individu menghadapi tugas-tugas  perkembangan tertentu. Individu juga akan memiliki krisis disetiap tahap perkembangannya. Hal ini dikemukakan oleh Erikson (Monks, dkk, 1999) dimana jika individu tersebut gagal

menyelesaikan krisis tersebut dapat menyebabkan masalah dalam diri, konsep diri, dan harga dirinya.

4) Gaya penanggulangan masalah Strategi yang dipilih individu untuk menanggulangi situasi yang mengakibatkan

stress

merupakan

hal

yang

penting

dalam

menentukan keberhasilan individu untuk beradaptasi pada situasi tersebut dan menentukan apakah harga diri dipertahankan, meningkat atau menurun.

e. Klasifikasi harga diri 1). Harga diri tinggi adalah suatu perasaan yang berdasarkan pada suatu kondisi penerimaan diri, merasa dihargai, memiliki keyakinan untuk melakukan sesuatu yang benar dan bermanfaat (Stuart & Laraia 2005, dalam Muhith, 2015). Individu yang menghargai dirinya dan merasa dihargai biasanya memiliki harga diri tinggi. 2). Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi mayor, di mana aktifitas merupakan bentuk hukuman (Stuart & Laraia 2005, dalam Muhith, 2015)

3

Dampak TBC terhadap Psikososial Pasien TBC mengalami perubahan pada fisik dan psikologis, hal tersebut berdampak terhadap lingkungan sosial dan juga psikologis  penderita TBC 1) Dampak terhadap sosial Pada kehidupan sosial, penderita berinteraksi dengan banyak orang dan

dari

berbagai

 berinteraksi,

karakteristik

sifat

manusia.

Dalam

hal

salah satu hal yang berpangaruh dalam proses

interaksi adalah faktor fisik. Pada pasien TBC mengalami  perubahan pada fisik yang diakibatkan oleh penyakit TBC tersebut. Perubahan fisik seperti; berat badan menurun drastis, batuk-batuk

yang sering, penurunan status kesehatan (rentan terhadap penyakit), nafsu makan menurun.

Dari perubahan fisik tersebut dapat menimbulkan dampak terhadap sosial dan lingkungan disekitarnya, seperti: mendapatkan stigma yang buruk dari teman, keluarga dan orang disekitarnya yang menganggap penyakit TBC merupakan penyakit menular dan sering didapat dari ekonomi rendah. Stigma yang didapat oleh  penderita dapat menimbulkan perubahan terhadap harga dirinya, karena salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang salah satunya adalah penyakit.

Konsep harga diri menurut Rosenberg (dalam Reasoner, 2001) Rosenberg menganggap individu yang memiliki harga diri tinggi cenderung menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan diri dengan cara memaksimalkan potensi yang dimilikinya.

Karakteristik harga diri tinggi antara lain tidak merasa unggul dan sombong, individu dengan harga diri tinggi juga tidak merasa  bangga yang berlebihan akan dirinya, melainkan lebih menghargai orang lain, menghargai prestasi dan kebaikan orang lain dan mau mengakui kesalahan yang dilakukan. Individu yang memiliki harga diri tinggi tidak mengagap dirinya lebih baik dari orang lain, namun juga tidak menganggap lebih lemah dari orang lain.

Secara umum seseorang yang hampir memenuhi ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sementara seseorang yang konsep dirinya mempunyai variasi luas dari ideal dirinya mempunyai harga diri yang rendah (Perry & Potter, 2010).

Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah meliputi: mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas,

destruktif yang diarahkan pada orang lain, gangguan dalam  berhubungan, rasa diri penting yang berlebihan, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, pandangan hidup yang pesimis, kecemasan (Stuart, 2007).

Harga

diri

yang

rendah

berhubungan

dengan

hubungan

interpersonal yang buruk yang mengakibatkan individu cenderung melakukan kesalahan-kesalahan yang berangkat dari sebab-sebab internal (Carpenito, 2001).

Sedangkan apabila penderita memiliki harga diri tinggi (normal), maka akan memiliki sikap; menerima penyakit yang dialaminya  bukan sesuatu hal yang negatif, merasa diri sendiri sebagai orang yang berharga dan dapat menghargai orang lain, dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dan dapat menerima kritik dengan  baik, aktif dan dapat mengekpresikan dirinya dengan baik. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa. syarat, walaupun melakukan kekalahan dan kegagalan tetapi tetap merasa sebagai seorang yang penting dan  berharga (Carpenito, 2001).

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui individu dengan harga diri tinggi lebih cenderung dapat menyelesaikan masalah dengan baik, terbuka dengan masukan orang lain dan perubahan yang terjadi didalam dan diluar dirinya. Sementara individu yang memiliki harga diri rendah, cenderung kurang menerima kritikan atau masukan dari orang lain, menganggap dirinya kurang sempurna, merasa tidak diterima oleh lingkungan. Stigma yang didapat oleh pasien TBC dapat menimbulkan harga diri rendah, karena faktor paling berpengaruh terhadap harga diri adalah lingkungan.

Pada pasien TBC harga diri yang dapat muncul adalah harga diri rendah, karena percaya diri berkurang dan sering mendapatkan stigma yang buruk dari lingkungan. Sedangkan pada pasien TBC tidak mengalami gangguan pada harga dirinya karena memiliki mekanisme koping yang baik. Hal yang paling berpengaruh dalam harga diri pasien itu sendiri yaitu lingkungan yang ada disekitarnya.

2) Dampak terhadap psikologis Penyakit TBC dapat menimbulkan dampak terhadap psikologis  penderita seperti stress, marah, mudah tersinggung dan putus asa. Stress yang dialami oleh penderita TBC dapat diakibatkan oleh  pengobatan yang terlalu lama, penderita takut penyakitnya semakin  parah,

stress

terhadap

kondisi

ekonomi,

stress

terhadap

keluarganya. Dari hal tersebut penderita dapat mengalami gangguan pada konsep dirinya, salah satunya adalah gangguan terhadap harga diri. Tidak sedikit pasien yang ketika di diagnosis TB Paru timbul ketakutan dalam dirinya, ketakutan itu dapat  berupa ketakutan akan pengobatan, kematian, efek samping obat, merasa takut penyakitnya menular ke orang lain, kehilangan  pekerjaan, ditolak dan didiskriminasikan ( International Union  Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007).

Sebagai salah satu contoh yaitu stress terhadap keluarga akibat  penyakitnya.

Perilaku

seseorang

di

dalam

keluarga

dapat

mempengaruhi perilaku anggota keluarga yang lain. Apabila  penderita

didalam

keluarganya

sudah

dikucilkan

karena

 penyakitnya, maka hal tersebut dapat berpengaruh ke psikologis  pasien yang akan berdampak pada harga diri pasien itu sendiri. Pada penderita TBC, peran keluarga sangat dibutuhkan khususnya dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik

namun juga perawatan secara psikososial ( International Union  Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007 ). Dalam hal ini  penderita berhak untuk tetap disayangi, didukung oleh keluarganya dan hidup bahagia. Apabila kebutuhan ini terpenuhi maka dapat  berdampak baik pada psikologis pasien dan berpengaruh baik pada harga diri penderita.

4

Dukungan Keluarga a Pengertian Friedman (2010) menyatakan dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang  bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan  jika diperlukan.

 b Bentuk Dukungan Keluarga Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan (Friedman, 2010) yaitu: 1). Dukungan Emosional Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional, sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai. Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam  bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat. Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor.

2). Dukungan Penilaian Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi pengaharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif s eseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kuran mampu. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus  pada aspek-aspek yang positif.

3). Dukungan Informasi Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung  jawab bersama, termasuk

di dalamnya memberikan solusi dari

masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan  balik tentang apa yang

dilakukan

oleh

seseorang.

Keluarga

dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stresor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed back. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

4). Dukungan Instrumental Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti  pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support material support), suatu kondisi dimana  benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-

hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif  bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan  praktis dan tujuan nyata. Hasil penelitian Hafidz dkk, 2015, dukungan keluarga dan masyarakat mempunyai andil besar dalam meningkatkan kepatuhan  pengobatan serta pemberian semangat kepada pasien TBC c Tugas perkembangan keluarga Berubahnya tahap perkembangan keluarga diikuti dengan perubahan tugas perkembangan keluarga dengan berpedoman pada fungsi yang dimiliki keluarga (Suprajitno, 2014)

Tabel 2.1. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga

 No

Tahap perkembangan

Tugas perkembangan

1

Keluarga baru menikah

1. Membina hubungan intim yang memuaskan 2. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial 3. Mendiskusikan rencana memiliki anak

2

Keluarga dengan anak baru lahir

1. Mempersiapkan mejadi orangtua 2. Adaptasi dengan perubahan, adanya anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan 3. Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangan

3

Keluarga dengan anak usia  prasekolah

1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat tinggal privasi, dan rasa aman 2. Membantu anak untuk bersosialisasi 3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain (tua) juga harus terpenuhi

4. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik didalam atau luar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar) 5. Pembagian waktu untuk individu,  pasangan dan anak (biasanya keluarga mempunyai tingkat kerepotan yang tinggi) 6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga 7. Merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak 4

Keluarga dengan anak usia sekolah

1. Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan lingkungan lebih luas 2. Mempertahankan keintiman  pasangan 3. Memenuhi kebutuhan yang meningkat, termasuk biaya kehidupan dan kesehatan anggota keluarga

5

Keluarga dengan anak remaja

1. Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat remaja adalah seseorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi 2. Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga 3. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua. Hindarkan terjadinya perdebatan, kecurigaan dan permusuhan 4. Mempersiapkan perubahan sistem  peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk memenuhi kebutuhan tubuh kembang anggota keluarga

6

Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa

1. Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi keluarga besar 2. Mempertahankan keintiman  pasangan 3. Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat 4. Penataan kembali peran orang tua dan kegiatan di rumah

7

Keluarga usia pertengahan

1. Mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan 2. Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anakanaknya dan sebaya 3. Meningkatkan keakraban pasangan

8

Keluarga usia tua

1. Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan pasangannya 2. Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi: kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan penghasilan keluarga 3. Mempertahankan keakraban  pasangan dan saling merawat 4. Melakukan life review masa lalu (Sumber Suprajitno, 2014)

d Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan Friedman (1998) dikutip dari Setiadi (2008) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan yaitu: 1). Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan  perubahan- perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang

dialami anggota keluarga secara tidak

langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar  perubahannya. 2). Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan

keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga

yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang di lingkungan sekitar keluarga. 3). Memberikan keperawatan anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda. Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki

kemampuan

melakukan

tindakan

untuk

memperoleh lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak te rjadi. 4). Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga. Keluarga memainkan

peran yang bersifat mendukung anggota keluarga

yang sakit. Dengan kata lain perlu adanya sesuatu kecocokan yang  baik antara kebutuhan keluarga dan asupan sumber lingkungan bagi  pemeliharaan kesehatan anggota keluarga. 5). Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada). Hubungan yang sifatnya positif akan memberi pengaruh yang baik  pada keluarga mengenai fasilitas kesehatan. Diharapkan dengan hubungan yang positif terhadap pelayanan kesehatan akan merubah setiap perilaku anggota keluarga mengenai perilaku sehat dan sakit.

5. Penelitian Terkait Penelitian yang dilakukan Novitasari dkk TBC di Puskesmas Bendosari, Sukoharjo, (2014) Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasien TBC 52,9% responden mengalami harga diri rendah. Terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga terhadap konsep diri pada penderita TBC dalam proses pengobatan di wilayah kerja Puskesmas Bendosari.

Menurut Yuliana, dkk 2013 pada  jurnal hubungan antara harga diri dengan perilaku pada pasien TBC . Pasien TBC takut mendapatkan stigma yang tidak baik dari lingkungan sekitarnya. Tetapi beberapa pasien mau mengungkapkan penyakit yang dialaminya yang dilandasi oleh rasa kepercayaan, rasa aman, dan rasa kewajiban untuk orang lain. Hasil  penelitian menunjukkan bahwa 60% responden memiliki perilaku negatif Cara yang paling umum adalah pengungkapan melalui diskusi pribadi antara pasien dan orang lain.

Hafidz, Azza & Komarudin, (2015) mengemukakan dalam penelitiannya

yang berjudul “ Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri pasien  Rawat Inap di RS Paru Jember” tahun 2015, didapatkan bahwa 56,8% mendapatkan dukungan keluarga yang baik, 34,1% mendapatkan dukungan keluarga cukup, dan sisanya 9,1% mendapatkan dukungan keluarga yang kurang. Mayoritas responden berusia diatas 40 tahun sebanyak 23 orang (52,3%), mayoritas lali-laki 40 orang (90,9%). Hasil uji statistik diperoleh  p value

0,0005 lebih kecil dari nilai α 50 tahun, 2=25-50 tahun, 3= < 25 tahun, pendidikan 1= SD- SMP, 2= SMA, 3= PT, untuk dukungan keluarga 1= dukungan baik, 2=dukungan kurang baik, untuk harga diri 1= harga diri tinggi, 2= harga diri rendah.

c.  Prosessing ( Entry data)

 Processing dilakukan dengan cara memasukkan data dari kuesioner ke dalam komputer dengan menggunakan salah satu program komputer. Yaitu SPSS (Statistical Product and Service Solution)

d. Pembersihan Data (Cleaning) Proses pembersihan data dilakukan dengan mengecek kembali data yang sudah di-entry. Pengecekan dilakukan apakah ada data yang hilang (missing) dengan melakukan list, mengecek kembali apakah data yang sudah di-entry benar atau salah dengan melihat variasi data atau kode yang digunakan.

2. Teknik Analisa Data Proses selanjutnya yaitu melakukan analisa data. Analisa data merupakan kegiatan meringkas kumpulan data (Hastono, 2014). Analisis data pada  penelitian ini menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. a. Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Data yang dianalisis univariat  pada penelitian ini adalah data katagorik, yaitu jenis kelamin, usia,  pendidikan, dukungan keluarga : emosional, penilaian, informasi dan intrument serta harga diri pada pasien TBC di poli paru RS Dr H Marzoeki Mahdi Bogor yang disajikan dengan distribusi frekuensi dengan presentase.

Rumus yang dipakai ;

X = f x 100 % n

Keterangan :

X : Relatif dari responden f

: Frekuensi responden

n : Banyak sampel

b. Analisis bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel bebas (dukungan kelurga : emosional, penilaian, informasi, instrument) dengan variabel terikat (harga diri pada pasien TBC). Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square karena variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) pada penelitian ini merupakan data kategorik. Pengolahan data bivariat penelitian menggunakan uji Continuity Correction

Rumus yang dipakai :

X² = Ʃ (0-E)² E

Keterangan

:

X ²: Chi Kuadrat O : Nilai yang diobservasi E : Frekuensi yang diharapkan.

BAB V HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan disajikan mengenai hasil pengumpulan dan pengolahan data yang di peroleh sejak bulan Oktober 2017 sampai dengan Januari 2018. Data diperoleh dari data RS. Dr H Marzoeki Mahdi berupa kuisioner yang diberikan  pada responden. Penyajian dimulai dalam bentuk tabel dan narasi yang meliputi tentang distribusi karakteristik responden, distribusi dukungan keluarga dan distribusi harga diri pasien TBC Rumah Sakit dr H Marzoeki Mahdi. Uji ini menggunakan Chi square, untuk mengetahui hubungan variabel independen terhadap dependen, dengan kriteria hasil kemaknaan variabel 50 tahun

7

10

25-50 tahun

58

77

50 tahun sebanyak 7 orang (10%) respoden yang berusia 25- 50 tahun sebanyak 58 orang (77%), dan responden yang berusia
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF