hiperurisemia Dan Kerusakan Ginjal
May 15, 2018 | Author: Abdul Muin Ritonga | Category: N/A
Short Description
terlampir...
Description
1
BAB I PENDAHULUAN
Asam urat adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses katabolisme purin
baik
dari
makanan
maupun
dari
asam
nukleat
endogen
(asam
deoksiribonukleat). Asam urat sebagian besar diekskresi melalui ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuhnya karena pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat. Kadar asam urat dalam tubuh yang meningkat berlebihan disebut hiperurisemia. hiperurisemia .1 Hiperurisemia dapat menyebabkan penimbunan kristal asam urat. Jika penimbunan terjadi pada ginjal maka asam urat dapat mengakibatkan kerusakan ker usakan pada ginjal. Pada stadium awal penyakit ginjal tidak menimbulkan gejala apapun. Namun seiring dengan keadaan hiperurisemia yang terus terjadi, maka akan terjadi kerusakan ginjal yang lebih lanjut. Keadaan hiperurisemia ini menjadi masalah khusus bagi manusia karena kelarutan yang terbatas, khususnya dalam lingkungan yang asam pada tubulus ginjal. Hal ini menimbulkan masalah karena manusia tidak memiliki enzim urikase, yang mengubah asam urat menjadi senyawa yang lebih larut yaitu allantoin. Tiga bentuk penyakit ginjal yang berkaitan dengan asam urat berlebih yaitu nefropati asam urat akut, nefropati asam urat kronis, dan nefrolitiasis asam urat. urat.2 Beberapa peneliti menyatakan kadar asam urat bukan hanya menjadi penanda berkurangnya fungsi ginjal dan menjadi faktor independen pada penyakit jantung, tetapi dapat juga sebagai faktor risiko penyebab berkembangnya penyakit ginjal. Pada hewan percobaan didapatkan keadaan kerusakan ginjal dengan peningkatan
2
kadar asam urat. Asam urat juga berperan pada proses adhesive platelet. Hiperurisemia dapat menjadi salah satu kunci mekanisme aktivasi renin angiotensin dan siklooksigenase-2 dalam perkembangan penyakit ginjal, dapat juga dengan proses up-regulation angiotensin-1 up-regulation angiotensin-1 pada otot polos pembuluh darah, stimulasi oxonic acid mengakibatkan mengakibatkan hipertensi sistemik, glomerular sistemik, glomerular hypertrophy, hypertrophy, afferent arteriolar sclerosis, sclerosis, dan infiltrasi makrofag ke ginjal. ginjal.3-5 Penyakit hiperurisemia lebih sering menyerang pria berusia lebih dari 40 tahun, karena kadar asam urat pada pria cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Jika penyakit ini menyerang wanita, maka wanita yang menderita adalah wanita yang sudah menopause. Pada wanita yang belum menopause, kadar hormon estrogen cukup tinggi, yang membantu mengeluarkan asam urat darah melalui urin. Pria tidak memiliki hormon estrogen yang tinggi, sehingga asam urat sulit dikeluarkan melalui urin. urin .6 Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai hiperurisemia, etiologi dan faktor risiko menderita hiperurisemia, metabolisme asam urat, transpor asam urat pada ginjal, patofisiologi hiperurisemia menyebabkan kerusakan ginjal, nefropati urat, dan diagnosis nefropati urat.
2
kadar asam urat. Asam urat juga berperan pada proses adhesive platelet. Hiperurisemia dapat menjadi salah satu kunci mekanisme aktivasi renin angiotensin dan siklooksigenase-2 dalam perkembangan penyakit ginjal, dapat juga dengan proses up-regulation angiotensin-1 up-regulation angiotensin-1 pada otot polos pembuluh darah, stimulasi oxonic acid mengakibatkan mengakibatkan hipertensi sistemik, glomerular sistemik, glomerular hypertrophy, hypertrophy, afferent arteriolar sclerosis, sclerosis, dan infiltrasi makrofag ke ginjal. ginjal.3-5 Penyakit hiperurisemia lebih sering menyerang pria berusia lebih dari 40 tahun, karena kadar asam urat pada pria cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Jika penyakit ini menyerang wanita, maka wanita yang menderita adalah wanita yang sudah menopause. Pada wanita yang belum menopause, kadar hormon estrogen cukup tinggi, yang membantu mengeluarkan asam urat darah melalui urin. Pria tidak memiliki hormon estrogen yang tinggi, sehingga asam urat sulit dikeluarkan melalui urin. urin .6 Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai hiperurisemia, etiologi dan faktor risiko menderita hiperurisemia, metabolisme asam urat, transpor asam urat pada ginjal, patofisiologi hiperurisemia menyebabkan kerusakan ginjal, nefropati urat, dan diagnosis nefropati urat.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat darah lebih dari normal. Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh. Dalam keadaan normal terjadi keseimbangan antara pembentukan dan degradasi nukleotida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan asam urat. Apabila terjadi kelebihan
pembentukan
(overproduction)) (overproduction
atau
penurunan
ekskresi
(underexcretion) underexcretion) atau keduanya maka akan terjadi peningkatan kadar asam urat darah yang disebut dengan hiperurisemia. Dikatakan hiperurisemia bila asam urat serum lebih dari 7 mg/dL (lebih dari 0,42 mmol/l) pada pria dan lebih dari 5.7 mg/dL (lebih dari 0,34 mmol/l) pada wanita. Kadar asam urat normal pada pria adalah 3.4-7.0 mg/dL, dan pada wanita adalah 2.4-5.7 mg/dL. mg/dL .7 Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan penyakit Gout atau pirai, namun tidak semua hiperurisemia akan menimbulkan kelainan patologik berupa Gout. Gout adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh respon peradangan akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan. Penyakit Gout terdiri dari Gout artritis, pembentukan tophus, tophus, kelainan ginjal berupa nefropati asam urat dan pembentukan batu pada saluran kemih. Gout merupakan diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah keadaan biokimia darah. darah.7
4
2.1.1 Epidemiologi Hiperurisemia
Angka kejadian hiperurisemia dan Gout berdasarkan berbagai kepustakaan sangat bervariasi, diperkirakan antara 2.3-17.6%. Menurut Vazquez dkk .8 pada tahun 2004 hiperurisemia terjadi pada 5-30% populasi umum dan prevalensinya dapat lebih tinggi pada kelompok etnik tertentu. Prevalensi hiperurisemia pada saat ini menunjukkan peningkatan di seluruh dunia, diduga karena peningkatan prevalensi hipertensi dan penggunaan obat-obatan. Data yang dikemukakan oleh Luk AJ dkk .9 pada tahun 2005, prevalensi Gout bervariasi yaitu dari 0,2-10 % di Eropa dan Amerika Serikat. Kejadian hiperurisemia dan Gout banyak dijumpai pada penduduk Filipina, Samoan, Maori, dan penduduk di daerah Pasifik Selatan lainnya dibandingkan bangsa Eropa. Hal tersebut diduga karena asupan makanan tinggi purin seperti ikan laut dan faktor genetik.
2.1.2 Etiologi Hiperurisemia
Berdasarkan penyebabnya, hiperurisemia dapat diklasifikasikan menjadi :
Hiperurisemia primer Hiperurisemia primer merupakan hiperurisemia yang tidak disebabkan oleh penyakit lain. Biasanya berhubungan dengan kelainan molekuler yang belum jelas dan adanya kelainan enzim.10
Hiperurisemia sekunder Hiperurisemia sekunder merupakan hiperurisemia yang disebabkan oleh penyakit atau penyebab lain. Hiperurisemia jenis ini dibagi menjadi
5
beberapa kelompok, yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan de novo biosynthesis, peningkatan degradasi ATP, dan underexcretion.10
Hiperurisemia idiopatik Hiperurisemia idiopatik merupakan jenis hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primernya dan tidak ada kelainan genetik, fisiologi serta anatomi yang jelas.10
2.1.3 Faktor Risiko Terjadinya Hiperurisemia
Peningkatan kadar asam urat dalam darah dapat terjadi karena interaksi berbagai faktor risiko. Keadaan hiperurisemia tidak selalu tampak dari gejala klinis sehingga mempunyai risiko yang besar untuk terjadinya berbagai komplikasi terutama di ginjal.11 Mekanisme beberapa faktor risiko terjadinya hiperurisemia dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Faktor Risiko Terjadinya Hiperurisemia Disadur dari : Roddy E 11
6
2.1.3.1 Nutrisi
Purin adalah salah satu senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat dan termasuk dalam kelompok asam amino yang berguna untuk pembentukan protein. Makanan dengan kadar purin tinggi (150 – 180 mg/100 gram) antara lain jeroan, daging sapi, babi, kambing atau makanan dari hasil laut ( sea food ), kacang-kacangan, bayam, jamur, kembang kol, sarden, dan kerang. Konsumsi makanan tinggi purin dapat menimbulkan penyakit asam urat. Dengan demikian pada penderita radang sendi tanpa mengetahui penyebabnya, selalu berupaya menghindari makanan tinggi purin.11,12
2.1.3.2 Obat- obatan
Penggunaan obat-obatan tertentu juga dapat memicu peningkatan kadar asam urat atau membantu dalam mengekskresikan asam urat. Salah satu jenis obat yang membantu proses ekskresi asam urat yaitu probenesid dan sulfinpirazon. Untuk memperoleh hasil yang diinginkan maka ketika menggunakan obat tersebut diperlukan minum air putih yang banyak supaya dapat menurunkan tingkat saturasi asam urat sehingga dapat diekskresikan dengan mudah.13 Aspirin dapat menghambat proses ekskresi asam urat sehingga memperparah keadaan hiperurisemia.14 Begitu juga dengan obat antihipertensi yang memiliki dampak hampir sama dengan jenis aspirin. Obat antihipertensi memiliki efek samping yaitu menghambat metabolisme lipid dalam tubuh. Timbunan lipid di dalam tubuh dapat mengganggu proses ekskresi asam urat melalui urin. Salah satu obat antihipertensi yang memiliki efek peningkatan kadar asam urat tersebut adalah tiazid.15
7
2.1.3.3 Riwayat Keluarga
Pengaruh genetik terhadap asam urat darah diduga sekitar 40%. Faktor genetik dapat berkontribusi terhadap prevalensi hiperurisemia yang tinggi pada kelompok etnik tertentu. Beberapa penelitian menyebutkan penderita dengan riwayat genetik/keturunan mempunyai risiko mengalami hiperurisemia 1-2 kali lipat dari pada penderita yang tidak memiliki riwayat.8
2.1.3.4 Usia dan Jenis Kelamin
Hiperurisemia sering dijumpai pada lanjut usia (lansia) yaitu rata-rata lebih dari 50 tahun. Akan tetapi tidak semua lansia dapat mengalami hiperurisemia. Hal ini disebabkan karena pada sebagian lansia masih diproduksi steroid seks dalam jumlah yang cukup. Steroid seks ini akan memproduksi androgen, estrogen dan progesteron. Adanya hormon estrogen ini yang akan membantu pengeluaran asam urat melalui urin.6,11 Penderita lansia yang mengalami hiperurisemia disebabkan penurunan produksi beberapa enzim dan hormon di dalam tubuh yang berperan dalam proses ekskresi asam urat. Wanita memiliki hormon estrogen. Produksi hormon ini akan meningkat ketika pada usia pubertas, sehingga wanita sangat jarang mengalami hiperurisemia. Hormon estrogen ini berfungsi untuk membantu ekskresi asam urat. Pada wanita menopause, cenderung lebih sering mengalami hiperurisemia yang disebabkan penurunan hormon estrogen tersebut .6,11
8
2.1.3.5 Hipertensi
Hipertensi akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah sehingga terjadi penurunan aliran darah glomerulus. Hal ini akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin yang menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium. Pada prinsipnya air selalu mengikuti gerak dari natrium sehingga pada saat terjadi reabsorpsi natrium maka air akan mengalami reabsorpsi pula. Pada saat terjadi resistensi natrium dan air
maka ekskresi asam urat dapat terhambat. Selain
menyebabkan penurunan aliran darah glomerulus, hipertensi juga berdampak pada terjadinya kerusakan pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan iskemia pada jaringan yang akan meningkatkan produksi laktat sehingga ekskresi asam urat berkurang dan mengakibatkan asam urat dalam darah meningkat.16,17
2.1.3.6 Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa
darah
melebihi
normal
(hiperglikemia)
dan
adanya
gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh defisiensi insulin secara relatif atau absolut. Hiperglikemia dapat menginduksi pembentukan stres oksidatif yaitu dengan pembentukan reactive oxygen species (ROS) akibat peningkatan respirasi pada mitokondria dan peningkatan aktivitas enzim xantin oksidase sehingga dapat meningkatkan produksi asam urat .18,19
2.1.3.7 Gagal Ginjal
Pasien dengan gagal ginjal mengakibatkan tubuh gagal mengeluarkan timbunan asam urat melalui urin. Semakin lama timbunan asam urat ini akan
9
menyebabkan hiperurisemia dan berbagai komplikasi antara lain batu urat dalam ginjal. Kecenderungan penderita gagal ginjal akan mengalami hiperurisemia sebesar 47-67 %.20
2.1.3.8 Starvation
Dalam keadaan kelaparan (seperti puasa, diet terlalu ketat) dan ketosis menyebabkan tubuh kekurangan kalori sehingga tubuh mengompensasi dengan membakar zat lemak dan menghasilkan keton. Zat keton yang terbentuk dari pembakaran lemak akan menghambat keluarnya asam urat melalui ginjal sehingga dapat menyebabkan hiperurisemia.11,21
2.1.3.9 Obesitas
Pada obesitas, lemak banyak disimpan di jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida. Selain itu timbunan kolesterol pada obesitas juga banyak. Pada kadar normal kolesterol merupakan salah satu bahan untuk membentuk hormon seks steroid (estrogen, progesteron, androgen) akan tetapi jika produksinya berlebih kolesterol tersebut akan menumpuk di endotel pembuluh darah dan terjadi plak sehingga menghalangi darah maupun senyawa lain termasuk asam urat untuk bersirkulasi. 11,22
2.1.3.10 Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol berpengaruh pada kejadian hiperurisemia. Alkohol memicu peningkatan produksi asam urat karena kandungan etanol dan purin yang terdapat dalam alkohol. Selain itu produk sampingan dari alkohol adalah asam laktat.
10
Produk asam laktat ini juga akan menghambat pengeluaran asam urat melalui urin sehingga terjadi hiperurisemia. Konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan perlemakan di dalam hati.
Perlemakan hati akibat alkohol bersifat reversible.
Perlemakan hati terjadi pada individu yang mengonsumsi lebih dari 60 gram alkohol per hari. Mekanisme alkohol menginduksi perlemakan hati yaitu terjadi peningkatan glycerol 3-phosphate yang menyebabkan peningkatan esterifikasi asam lemak dan menyebabkan peningkatan lipolisis melalui stimulasi langsung aksis adrenal-pituitary serta menyebabkan inhibisi oksidasi asam lemak dan melepaskan VLDL ke dalam darah sehingga terjadi hiperlipidemia. Terjadinya hiperlipidemia akan menyebabkan terbentuknya plak pada endotel pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan hiperurisemia.23
2.2 Metabolisme Asam Urat
Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin. Proses pembentukan asam urat sebagian besar berasal dari metabolisme nukleotida purin endogen, guanylic acid (GMP), inosinic acid (IMP), dan adenylic acid (AMP). Perubahan intermediet hypoxanthine dan guanine menjadi xanthine dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase dengan produk akhir asam urat. Sintesis purin melibatkan dua jalur, yaitu jalur de novo dan jalur penghematan ( salvage pathway) yang dapat dilihat pada gambar 2.2.24
Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat melalui prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah ribosa-5-fosfat, yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida purin (asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini dikendalikan oleh serangkaian
11
mekanisme
yang
kompleks,
dan
terdapat
beberapa
enzim
yang
mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat (FRPF) sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-FRT). Terdapat suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin yang terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang berlebihan.24
Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin melalui basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau asupan makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada jalur de novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondensasi dengan FRPF untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari asam urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim yaitu hipoxantin guanin fosforibosiltransferase (HGFRT) dan adenin fosforibosiltransferase (AFRT).24
Gambar 2.2 Metabolisme Asam Urat 24
Dikutip dari : Rodwell
12
2.3 Transpor Asam Urat pada Ginjal
Asam urat merupakan asam lemah dengan pKa 5.8. Pada pH 7.40, sebanyak 95% dari asam urat terionisasi sebagai urat di dalam kompartemen ekstraseluler. Dalam tubulus ginjal dengan pH 5.0 pembentukan asam urat sering terjadi. Asam urat kurang larut dibanding urat, lingkungan asam menurunkan kelarutan. Dari asam urat yang diproduksi setiap hari, saluran empedu dan pencernaan mengekskresi 30 % dan ginjal mengekskresi 70 %.25 Ekskresi asam urat oleh ginjal melibatkan empat jalur yaitu filtrasi, reabsorpsi, sekresi, dan reabsorpsi post sekresi. Urat secara bebas difiltrasi di glomerulus. Sebuah proses penukaran anion aktif dalam tubulus proksimal menyerap kembali sebagian besar dari asam urat. Asam urat merupakan produk yang tidak dapat dimetabolisme lebih lanjut. Hanya 5% asam urat yang terikat plasma dan sisanya akan difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. Dari semua asam urat yang difiltrasi 99% akan direabsorpsi di segmen S-1 tubulus proksimal melalui transporter urat (URAT 1), kemudian 7-10 % fraksi asam urat akan disekresi di segmen S-2 melalui asam organik transporter (OAT 1 dan OAT 3), serta reabsorpsi post sekresi asam urat terjadi di segmen S-3 melalui URAT 1. Asam urat urin sebagian berasal dari sekresi tubular yaitu dari segmen S-2 tubulus proksimal. Secara keseluruhan 95-100 % dari urat yang diserap, sebesar 6-10 % disekresi, akhirnya muncul dalam urin. Secara fisiologis, faktor utama yang mempengaruhi ekskresi asam urat adalah pH cairan tubulus, laju aliran tubulus, dan aliran darah ginjal
25,26
Beberapa faktor mempengaruhi penanganan urat oleh ginjal. Banyak obat dapat mempengaruhi transportasi asam urat di ginjal melalui efek inhibisi pada proses filtrasi dan sekresi. Pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh efek langsung
13
transporter urat, sedangkan pada kasus lainnya merupakan efek sekunder akibat kontraksi atau ekspansi volume plasma atau efek hemodinamik ginjal. Beberapa obat memiliki efek bifasik terhadap ekskresi urat, pada dosis rendah meningkatkan retensi sedangkan pada dosis tinggi bersifat urikosurik. Obat tersebut antara lain salisilat, fenilbutazon, inhibitor siklooksigenase, pirazinamid, probenesid, dan nikotinat. Vasokonstriktor ginjal seperti adrenalin, noradrenalin, dan angiotensin dapat menurunkan klirens urat. Siklosporin juga merupakan vasokonstriktor kuat dan menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan insidensi hiperurisemia dan Gout. Senyawa fisiologik yang menurunkan ekskresi urat adalah asam organik seperti laktat, asetosetat dan β-hidroksi butirat.15,25 Peningkatan volume plasma menyebabkan peningkatan ekskresi urat sebagai akibat aktivasi hormon ADH (antidiuretic hormone) yang tidak sesuai. Obat urikosurik dapat menurunkan kadar urat plasma dengan meningkatkan ekskresi asam urat namun dapat menimbulkan gagal ginjal akut karena presipitasi asam urat pada tubulus. Vitamin C dosis besar juga bersifat urikosurik namun dapat menyebabkan kristaluria atau batu campuran antara oksalat dan urat.15,27
2.4 Patofisiologi Hiperurisemia Menyebabkan Kerusakan Ginjal
Asam urat adalah mediator penting terjadinya kerusakan ginjal. Peningkatan kadar asam urat serum memiliki efek pada ginjal dan pembuluh darah. Hiperurisemia menyebabkan inflamasi vaskuler dan proliferasi otot polos, penurunan NO dan peningkatan ROS, peningkatan produksi renin, serta lesi vaskuler pada ginjal.28
14
Proliferasi otot polos terjadi akibat aktivasi mitogen spesifik oleh asam urat. Walaupun otot polos tidak memiliki reseptor untuk asam urat, asam urat tetap dapat masuk ke dalam sel dengan bantuan organic anion transporter (OAT). Setelah masuk ke dalam sel otot polos, asam urat mengaktifkan protein kinase (Erk 1/2). Selanjutya Erk 1/2 akan menginduksi sintesis de novo dari COX-2 dan tromboksan lokal serta mengatur regulasi platelet derived growth factor A (PDGF A). Hasil akhir proses tersebut adalah aktivasi mitogen spesifik yang menyebabkan proliferasi sel.29 Penelitian Kang dkk. menunjukkan bahwa peningkatan kadar asam urat dapat menyebabkan proses inflamasi pada human vascular smooth muscle cells (HVSMC) dan human umbilical vein endothelial cells (HUVEC) sehingga menstimulasi terbentuknya C-reactive protein (CRP). Peningkatan terbentuknya CRP bertanggung jawab terhadap proliferasi dan migrasi sel. Asam urat meningkatkan migrasi HVSMC namun menghambat migrasi HUVEC. Pada HUVEC asam urat menghambat pembebasan nitric oxide (NO) sehingga akan lebih mudah terbentuknya aterosklerosis pembuluh darah.
30
Asam urat juga menyebabkan akumulasi kristal urat di sekitar plak aterosklerosis yang telah terbentuk. Kristal urat tersebut dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik. Aktivasi komplemen mengakibatkan berbagai efek biologis seperti inflamasi, kemotaksis, opsonisasi, dan aktivitas sitolitik. Asam urat juga menstimulasi sintesis monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1) pada otot polos tikus dengan mengaktivasi p38 MAP kinase, faktor transkripsi nuklear, NF-KB, dan AP-1. Monocyte chemoattractant protein-1 merupakan kemokin yang berperan penting dalam penyakit vaskular dan
15
aterosklerosis. Selanjutnya akan terjadi peningkatan produksi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β, dan IL-6. Interleukin-6 yang juga dikenal sebagai hepatocyte stimulating factor merangsang hepatosit untuk memproduksi CRP. C-reactive protein yang terbentuk menurunkan produksi NO dengan cara menghambat enzim nitrit oksidase sintase (eNOS).31 Pada tahun 2003 Johnson dkk. melakukan percobaan pada tikus dan tidak menemukan terjadinya penimbunan kristal urat di ginjal namun ditemukan adanya peningkatan tekanan darah. Hipertensi yang terjadi berkaitan dengan penurunan produksi NO oleh apparatus jukstaglomerulus. Tikus tersebut juga menderita vaskulopati berat pada arteri interlobularis dan arteriol afferen akibat peningkatan COX-2 dan renin. Kadar NO yang rendah semakin memperparah disfungsi endotel yang terjadi.32 Salah satu peran asam urat adalah mengaktivasi sistem renin-angiotensin, mediator penting pada gangguan ginjal lewat efek hemodinamik yang meningkatkan tekanan sistemik pada glomerular, serta efek fibrogenik pada sel ginjal dan vaskular. Pada percobaan tikus, peningkatan kadar asam urat meningkatkan
ekspresi
renin
jukstaglomerular
dan
pemberian
enalapril
mengendalikan tekanan darah, memperbaiki arteriopati serta mencegah kerusakan ginjal. Pemberian alopurinol dan benziodaron untuk mencegah hiperurisemia menurunkan kadar renin yang mengurangi kerusakan ginjal. Pada hewan percobaan, hiperurisemia mengakibatkan terjadi vaskulopati preglomerular berat, terlihat adanya penebalan dan peningkatan jumlah sel otot polos vaskuler serta infiltrasi makrofag pada subendotel, media dan adventisia. Perubahan ini menimbulkan arteriopati obliterasi yang memperberat kerusakan ginjal karena
16
iskemia sirkulasi postglomerular . Menyempitnya lumen juga meningkatkan ekskresi renin dan menyebabkan hipertensi.33 Mekanisme vaskulopati yang diakibatkan oleh hiperurisemia dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Vaskulopati yang Diakibatkan Hiperurisemia Disadur dari : Zoccali C
33
Angiotensin II juga menyebabkan proliferasi dan hipertrofi sel otot polos vaskular serta mengaktivasi sel radang sehingga dapat menyebabkan vaskulopati. Vaskulopati yang terjadi akibat hiperurisemia dapat dicegah dengan cara menghambat sistem renin-angiotensin, proliferasi sel otot polos vaskular dan dengan blockade reseptor anti thrombin-1 menyebabkan
iskemia
pada
jaringan
(AT-1). Hiperurisemia dapat
sehingga
memobilisasi
endothelial
progenitor cells (EPC) untuk memperbaiki vaskular yang rusak. Namun pada keadaan hiperurisemia kronik terjadi penurunan mobilisasi EPC dengan mekanisme yang belum jelas.34
17
Lebih jauh lagi hiperurisemia akan menyebabkan perubahan mikrovaskuler pada ginjal yang mirip dengan gambaran arteriosklerosis pada hipertensi esensial. Lesi vaskuler tersebut menyebabkan iskemia. Selanjutnya iskemia menyebabkan pelepasan laktat dan peningkatan produksi asam urat. Laktat sendiri bersifat menghambat sekresi asam urat dengan cara blockade OAT. Peningkatan produksi asam urat terjadi karena iskemia menyebabkan pemecahan ATP menjadi adenosin dan xanthine. Hal tersebut menciptakan suatu lingkaran setan. Kondisi hiperurisemia meningkatkan aktivitas enzim xanthine oksidase. Padahal enzim tersebut juga membentuk superoksida sebagai akibat langsung aktivitasnya. Peningkatan jumlah oksidan menyebabkan stress oksidatif yang semakin menurunkan produksi NO dan memperparah disfungsi endotel yang terjadi. Lesi pada vaskuler ginjal ini akan memicu terjadinya salt sensitive hypertension yaitu peningkatan tekanan darah yang lebih tinggi pada konsumsi jumlah natrium yang sama.28 Mekanisme hiperurisemia menyebabkan kerusakan ginjal dapat dilihat pada gambar 2.4
18
Gambar 2.4 Patofisiologi Hiperurisemia Menyebabkan Kerusakan Ginjal Dikutip dari : Watanabe dk k28
2.5 Nefropati Urat
Penyakit ginjal yang disebabkan oleh asam urat atau penumpukan kristal urat disebut nefropati urat dan terbagi menjadi tiga jeni s yaitu nefropati asam urat akut, nefropati urat kronik dan nefrolitiasis asam urat.35
2.5.1 Nefropati Asam Urat Akut
Kelebihan asam urat terjadi terutama ketika terjadi percepatan kerusakan jaringan. Nefropati asam urat akut adalah istilah yang diterapkan untuk gagal ginjal akut yang disebabkan obstruksi tubulus ginjal oleh kristal asam urat dan urat. Hal ini diamati pada keganasan terutama lekemia dan limfoma dengan
19
perputaran sel cepat atau terjadi lisis sel akibat obat kemoterapi atau terapi radiasi.36 Pelepasan nukleotida intraseluler menyebabkan hiperurisemia parah. Ketika urat disaring pada konsentrasi yang sangat tinggi dari plasma dan lebih terkonsentrasi di tubular, pH menjadi lebih asam, dapat mengakibatkan obstruksi tubulus, duktus koledokus, dan bahkan pelvis dan ureter. Pada hewan percobaan pengendapan asam urat dan urat terjadi terutama dalam sistem duktus koledokus dan di dalam vasa recta.36 Penumpukan kristal menyebabkan tekanan tubular dan intrarenal meningkat sehingga mengakibatkan kompresi ekstrinsik pembuluh vena ginjal yang berdiameter kecil dan menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah ginjal dan penurunan aliran darah ginjal. Tekanan tubular tinggi dan penurunan aliran darah ginjal menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus dan dapat menyebabkan gagal ginjal akut.36
2.5.2 Nefropati Urat Kronis
Nefropati urat kronik atau Gouty nefropati adalah suatu keadaan penumpukan asam urat atau kristal urat pada parenkim dan lumen tubulus yang secara independen
dapat
menyebabkan
cedera
langsung
pada
ginjal
sehingga
menyebabkan gagal ginjal. Nefropati urat kronik adalah suatu bentuk penyakit ginjal kronik yang diinduksi oleh penumpukan monosodium urat pada interstitial medulla, yang menyebabkan respons inflamasi kronik dan serupa dengan yang terjadi pada pembentukan mikrotopus pada bagian tubuh lain, yang berpotensi menyebabkan fibrosis interstitial dan gagal ginjal kronik. Penimbunan kristal urat
20
dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya endapan seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus). Pada tempat tersebut endapan akan memicu reaksi peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat amorf (kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan giant cell .3,5,35 Penelitian Heinig dkk. pada binatang pengerat membuktikan bahwa hiperurisemia
meningkatkan
tekanan
darah,
menimbulkkan
lesi
pada
mikrovaskuler ginjal, glomerular dan tubulointerstitial, namun mekanismenya masih belum diketahui. Penelitian lain pada otopsi 79-99% pasien Gout menunjukkan lesi histologis pada nefropati urat kronik berupa glomerulosklerosis, fibrosis interstitial, arteriosklerosis dan sering kali disertai penumpukan kristal urat interstitial fokal.16 Penelitian Domrong dkk. menunjukkan bahwa odds ratio (OR) terjadinya penurunan fungsi ginjal adalah 1.82 kali pada kadar asam urat lebih dari 6.29 mg/dL dibandingkan dengan kadar asam urat kurang dari 4.5mg/dL. Pada penelitian ini hiperurisemia bukan merupakan hasil dari penurunan fungsi ginjal, karena semua pasien yang diteliti memiliki GFR lebih dari 60 ml/min/1.73 m 2, dengan kesimpulan hiperurisemia merupakan faktor independen pada gagal ginjal.37 Penelitian Marcelo dkk didapatkan bahwa hiperurisemia berhubungan dengan risiko terjadinya penyakit ginjal, dan hubungan ini terganggu oleh beberapa keadaan seperti sindrom metabolik dan faktor pengganggu lainnya. Penelitian Obermayr dkk mendapatkan, kadar asam urat serum yang dapat mengakibatkan penyakit ginjal yaitu pada wanita 6-7 mg/dl, dan 7-8 mg/dl pada pria. Selanjutnya didapatkan peningkatan OR sebesar 25% pada kadar asam urat serum lebih dari 9.0 mg/dl dengan GFR kurang dari 60 ml/min/1.73 m2. Peningkatan kadar asam urat serum berhubungan dengan
21
terganggunya transportasi asam urat pada nefron ketika fungsi ginjal sedang buruk, dengan hasil yang menunjukkan langsung atau tidak langsung efek toksik dari asam urat sehingga mengakibatkan terjadinya gagal ginjal kronik .3
2.5.3 Nefrolitiasis Asam urat
Pembentukan batu merupakan proses dinamik yang melibatkan bahan-bahan kimia dari urin. Patofisiologi terbentuknya batu diawali dari stasis urin pada saluran kemih yang mengakibatkan penumpukan bahan-bahan organik dan anorganik, selanjutnya terjadi presipitasi kristal dan terbentuknya inti batu, beragregasi dan membentuk kristal yang besar. Kemudian akan menempel pada saluran kemih dan akan beragregasi kembali sehingga membentuk batu yang lebih besar .38 Berdasarkan data dari WHO, prevalensi penderita nefrolitiasis asam urat di Amerika serikat yaitu 5-10 %, India kurang dari 1 %, Swedia 4 %, Jepang 15 %, Jerman 17 %, dan Israel 40 %. Pembentukan batu asam urat ini tergantung pada beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, usia, herediter, kondisi geografis, iklim, diet dan pekerjaan. Sedangkan etiologi dari pembentukan batu asam urat ini adalah karena pH urin yang rendah, dehidrasi, dan hiperurikosuria.38 Skema pembentukan batu asam urat dapat dlihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.
22
Gambar 2.5 Patofisiologi Pembentukan Batu Asam Urat Dikutip dari : Ngo dkk 38
Batu asam urat dapat dihasilkan secara kongenital , didapat , atau idiopatik. Kelainan kongenital yang berhubungan dengan batu asam urat melibatkan transpor urat di tubulus ginjal atau metabolisme asam urat menyebabkan hiperurikosuria. Kelainan didapat dapat berupa diare kronik, turunnya volume urin, penyakit-penyakit myeloproliferatif, tingginya konsumsi protein hewani, dan obat-obatan.38 Proses pembentukan batu asam urat yang diakibatkan karena pH urin yang rendah dapat dijelaskan dengan reaksi asam dan basa. Ketika nitrogen dilarutkan ke dalam air dan urat menerima proton bebas maka akan terbentuk asam urat dan selanjutnya akan membentuk urat kembali. Reaksi tersebut dapat kita lihat pada persamaan di bawah ini : Urat + H+↔ Asam Urat Dalam keadaan pH urin rendah yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan mudah terbentuk endapan dan kristal sehingga terbentuknya batu asam urat.38
23
Dehidrasi dapat mengakibatkan peningkatan larutan lithogenic di dalam urin. Karena kelarutan asam urat terbatas, tingginya kadar urat mengakibatkan pengendapan asam urat dan menghasilkan monosodium urat. Penelitian mengenai terbentuknya batu asam urat di daerah tropis dan lingkungan yang panas mendukung hipotesis ini.38 Hiperurikosuria adalah ekskresi urat di dalam urin dengan jumlah lebih dari 800 mg/hari pada pria dan lebih dari 750 mg/hari pada wanita, dan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya pembentukan batu asam urat. Hiperurikosuria menjadi faktor penyebab pembentukan batu karena menyebabkan hipersaturasi urin. Menariknya pada pasien hiperurikosuria masih dapat membentuk batu asam urat walaupun pH urin normal. Hiperurikosuria dapat disebabkan oleh diet yang tidak benar dan mutasi di transporter URAT-1.38
2.6 Diagnosis Nefropati Urat
Penegakan diagnosis nefropati urat meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.6,7
2.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya faktor keturunan, kelainan
atau
penyakit
lain
sebagai
penyebab
hiperurisemia
sekunder.
Pemeriksaan fisik untuk mencari kelainan atau penyakit sekunder seperti tanda-tanda anemia, pembesaran organ limfoid, gangguan kardiovaskuler, hipertensi, kelainan ginjal serta kelainan pada sendi.6,7
24
2.6.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk memastikan diagnosis nefropati urat. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan adalah pemeriksaan asam urat serum, kreatinin serum, klirens kreatinin, pemeriksaan urin rutin, dan kristal asam urat cairan sendi.6,7
2.6.2.1 Pemeriksaan Asam Urat Serum
Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin. Pengukuran kadar asam urat digunakan sebagai parameter diagnostik dan penanganan gangguan metabolisme purin. Kadar Asam urat meningkat pada gagal ginjal, penyakit Gout, lekemia, psoriasis, dan penderita yang mendapat sitostatika.39 Metode pemeriksaan asam urat darah adalah enzimatik kolorimetri dengan prinsip pemeriksaan yaitu terbentuknya asam urat melalui reaksi dengan urikase.
H2O2 yang
terbentuk
dengan
asam
3,5-dikloro-2-hidroksibenzenesulfonik
(DCHBS) dan 4-aminofenazone (PAP) dikatalisasi oleh peroksidase membentuk quinoneimine yang berwarna merah keunguan sebagai indikator.
Intensitas warna larutan yang terbentuk sebanding dengan kadar asam urat serum yang ditentukan berdasarkan peningkatan absorbansi larutan.40 Nilai rujukan normal asam urat serum pada pria yaitu 3.4-7.0 mg/dl atau 200-420 umol/l dan pada wanita 2.4-5.7 mg/dl atau 140-340 umol/l.7
25
2.6.2.2 Pemeriksaan Kreatinin Serum
Kreatinin adalah suatu nonprotein nitrogen yang merupakan zat sisa metabolisme kreatinfosfat, yaitu suatu energi yang disimpan dalam otot. Biosintesis kreatin dan kreatinin berasal dari asam amino glisin, arginin, dan metionin serta sebagian berasal dari makanan, terutama daging.41 Bila energi diperlukan maka kreatinfosfat akan diubah dengan reaksi enzimatik menjadi adenosin trifosfat (ATP) dan kreatin. Pada kontraksi otot terjadi perubahan kreatinfosfat menjadi kreatinin dengan mengeluarkan fosfatnya, sedangkan sebagian kreatin bebas dalam otot akan diubah secara spontan menjadi kreatinin.41 Kadar kreatinin darah relatif konstan karena produksi endogen yang konstan. Produksi kreatinin bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Beberapa hal yang mempengaruhi kadar kreatinin yaitu massa otot, kecepatan metabolisme kreatinfosfat-kreatin di otot, diet tinggi protein, dan fungsi ginjal. Produksi kreatinin dapat menurun pada kehilangan massa otot dan meningkatnya perombakan kreatinin oleh bakteri dalam saluran cerna.41 Kadar kreatinin darah meningkat apabila fungsi ginjal menurun. Jika proses penurunan fungsi ginjal disertai penyusutan massa otot yang terjadi perlahanlahan, maka mungkin kadar kreatinin darah adalah tetap. Keadaan ini biasanya dapat terjadi pada lansia.41 Metode pemeriksaan kreatinin serum dapat menggunakan metode kimia dan enzimatik. Metode pemeriksaan kimia yaitu menggunakan metode Jaffe alkalin pikrat. Prinsip pemeriksaan metode kimia adalah, kreatinin dengan asam pikrat akan membentuk kompleks berwarna orange kekuningan dalam larutan alkali.
26
Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan kadar kreatinin dalam serum/plasma yang diukur secara fotometer. Sedangkan metode enzimatik dilakukan berdasarkan pengukuran sarkosin setelah mengkonversi kreatinin dengan bantuan kreatininase, kreatinase dan sarkosin oksidase. Hidrogen peroksida yang dilepaskan diukur dengan menggunakan modified trindor reaction.42
Intensitas warna yang dihasilkan oleh quinone imine chromogen berbanding lurus dengan konsentrasi kreatinin yang diukur secara fotometer. Nilai rujukan normal kreatinin darah pada pria yaitu 0.6-1.2 mg/dL (53-106 mmol/L) dan pada wanita yaitu 0.5-1.0 mg/dL (44-88 mmol/L).42
2.6.2.3 Pemeriksaan Klirens Kreatinin
Pengukuran klirens kreatinin digunakan untuk memperkirakan Glumerular Filtration Rate (GFR). Klirens kreatinin adalah kecepatan pembersihan kreatinin dari serum dengan menghitung kadar kreatinin yang diekskresikan melalui urine pada waktu tertentu. Kreatinin tidak terikat pada protein plasma, dan walaupun kreatinin difiltrasi oleh glumerulus, tetapi tidak direabsorbsi oleh tubulus ginjal dan hanya sedikit yang disekresi oleh tubulus ginjal. Fungsi dari perhitungan GFR
27
yaitu dapat membantu dalam mengklasifikasikan stadium penyakit gagal ginjal kronik .43 Pemeriksaan ini sering dilakukan karena mudah dan cukup murah, walaupun akurasinya lebih rendah daripada pemeriksaan klirens inulin. Bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan klirens kreatinin adalah serum dan urin 24 jam. Perhitungan klirens kreatinin dapat dilakukan berdasarkan rumus :43 a) Diuresis
=
Volume urin Masa klirens Masa klirens 12 jam = 12 x 60 menit = 720 menit
b) Diuresis yang dikoreksi = diuresis x faktor koreksi Faktor koreksi = titik potong antara garis tinggi badan dan berat badan c) Klirens kreatinin
=
CU x Dk CP
CU = Kreatinin dalam urin Dk = Diuresis yang sudah dikoreksi CP = Kreatinin dalam serum
2.6.2.4 Pemeriksaan Urin Rutin
Urinalisis atau pemeriksaan urin dapat digunakan untuk mengevaluasi gangguan organ atau keadaan tertentu salah satunya adalah gangguan ginjal dan keadaan hiperurisemia. Pemeriksaan urin ini meliputi pemeriksaan makroskopis urin, kimia urin, dan mikroskopis urin.6,7 Makroskopis urin yang mendukung gangguan di ginjal yaitu ditemukannya kekeruhan pada urin. Pada kimia urin dapat ditemukan bahan-bahan seperti glukosa, protein dan lain-lain. Sedangkan pada mikroskopis urin dapat ditemukan sedimen dan kristal. Pada keadaan hiperurisemia dan gangguan ginjal dapat ditemukan kristal asam urat.6,7
28
2.6.2.5 Kristal Asam Urat Cairan Sendi
Asam urat merupakan produk metabolisme dari pemecahan protein, yang terdapat pada cairan sendi dalam konsentrasi ekstraseluler yang tinggi dan umumnya menghasilkan struktur kristal. Kristal urat berbentuk seperti jarum dan ditemukan bebas dalam cairan atau dalam lekosit. Pemeriksaan cairan sendi merupakan pemeriksaan untuk melihat deposit kristal asam urat pada sendi yang mengalami peradangan (Gout).44 Metode pemeriksaan ini adalah pemeriksaan manual dengan prinsip yaitu kristal asam urat akan mengendap bila dilakukan sentrifugasi. Bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan ini adalah cairan sendi. Prosedur pemeriksaan kristal asam urat ini adalah sebagai berikut :
44
Tabung sentrifuge diisi dengan 10 cc cairan sendi
Tabung sentrifuge diletakkan ke dalam alat sentrifugasi dan tabung lain di letakkan pada arah yang berlawanan dan sudah diisi air 10 cc (untuk keseimbangan)
Alat sentrifugasi diputar dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit
Seluruh supernatan dituang
Posisi tabung ditegakkan kembali sehingga sisa-sisa supernatan yang tidak tertuang bercampur dengan sedimen
Pada kaca obyek ditetes sedimen dan kaca penutup dipasang
Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran lensa objektif 10 kali.
Kondensor diturunkan kemudian lihat dengan pembesaran lensa objektif 40 kali
29
BAB III RINGKASAN
Asam urat sebagian besar diekskresi melalui ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuhnya karena pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat. Kadar asam urat dalam tubuh yang meningkat berlebihan disebut hiperurisemia .1 Hiperurisemia dapat menyebabkan penimbunan kristal asam urat. Jika penimbunan terjadi pada ginjal, maka asam urat dapat mengakibatkan kerusakan pada ginjal. Pada stadium awal penyakit ginjal tidak menimbulkan gejala apapun. Namun seiring dengan keadaan hiperurisemia yang terus terjadi, maka akan terjadi kerusakan ginjal yang lebih lanjut. Tiga bentuk penyakit ginjal telah dikaitkan dengan asam urat berlebih yaitu nefropati asam urat akut, nefropati urat kronis, dan nefrolitiasis asam urat.2 Penegakan diagnosis nefropati urat meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
Pemeriksaan
laboratorium
bertujuan
untuk
mengarahkan dan memastikan diagnosis nefropati urat. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan adalah pemeriksaan asam urat serum, kreatinin serum, klirens kreatinin, pemeriksaan urin rutin, dan kristal asam urat cairan sendi.6,7
30
SUMMARY
Uric acid is excreted mostly via the kidney and only a small portion through the gastrointestinal tract. Everybody has uric acid in the body due to normal metabolism of uric acid produced. Increase of uric acid level in the body called hyperuricemia.1 Hyperuricemia can lead to the accumulation of uric acid crystals. If accumulation occurs in the kidney, the uric acid can lead to kidney damage. In the early stage, kidney disease does not cause any symptoms. But along with persistent hyperuricemia circumstances, there will be further kidney damage. Three forms of kidney disease which associated with excess uric acid are acute uric acid nephropathy, chronic urate nephropathy, and uric acid nephrolithiasis.2 To diagnose urate nephropathy are needed a careful history, physical examination, and laboratory tests. Laboratory tests aim are to confirm the diagnosis of urate nephropathy. Laboratory tests which routinely performed are the serum uric acid, serum creatinine, creatinine clearance, urine routine examination, and crystals uric acid in the fluid .6,7
31
DAFTAR PUSTAKA
1.
Wortmann RL. Gout and Other Disorders of Purine Metabolism. Dalam: Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine Edisi ke-16. New York: McGraw Hill; 2005. hlm. 207988.
2.
Cameron JS, Moro F, Simmonds HA. Uric Acid and the Kidney. Dalam: Davison AM, Cameron JS, Grunfeld JP, editor. Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-2. USA: Oxford University Press; 2002. hlm. 1267 – 79.
3.
Obermayr RP, Temml C, Gutjahr G, Knechtelsdorfer M, Oberbauer R, et al. Elevated Uric Acid Increases the Risk for Kidney Disease. J Am Soc Nephro. 2008;19:2407 – 13.
4.
Chonchol M, Shlipak MG, Katz R. Relationship of Uric Acid with Progression of Kidney Disease. Am J Kidney Dis. 2007;50:239-47.
5.
Ohno I. Relationship Between Hyperuricemia and Chronic Kidney Disease. Department of Internal Medicine, Division of Kidney and Hypertension. 2011;30(12):1039 – 44.
6.
Becker MA, Jolly M. Clinical Gout and The Pathogenesis of Hyperuricemia. Dalam: WJ K, editor. A Text Book of Rheumatology. Edisi ke-15. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins; 2005. hlm. 2303-33.
7.
Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. Dalam: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, editor. Kelley’s Textbook of Rheumatology. Edisi ke-8. Philadelphia: Saunders; 2009. hlm. 1481 – 506.
8.
Vazquez, Mellado J. Primary Prevention in Rheumatologi: the Importance of Hyperuricemia. Best Pract Res Clin Rheumatol. 2004;18(2):111-24.
9.
Luk AJ, Simkin PA. Epidemiologi of Hyperuricemia and Gout. Am J Manag Care. 2005;11:435-42.
10.
Dincer HE, Levinson DJ. Asymptomatic Hyperuricemia: To Treat or Not To Treat. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2002:594-606.
11.
Roddy E. Hyperuricemia, Gout, and Lifestyle Factors. J Rheumatol. 2008;35:1689-91.
32
12.
Choi HK, Liu S, Curhan G. Intake of Purin-rich Foods, Protein, and Dairy Products and Relationship to serum levels of Uric Acid. National Health and Nutrition Examination Survey. 2005;52:283-9.
13.
Shinosaki T, Yonetani Y. Hyperuricemia Induced by the Uricosuric Drug Probenecid in Rats Japan J Pharmacol. 1991;55:461-8.
14.
Caspi D, Lubart E, Graft E. The Effect of Mini Dose Aspirin on Renal Function and Uric Acid Handling in Elderly Patients. Arthritis Rheum. 2000;43(1):103-8.
15.
Soriano LC, Zhang Y, Rodríguez LA. Antihypertensive Drugs and Risk of Incident Gout Among Patients with Hypertension: Population Based CaseControl Study. BMJ. 2012;34:8190-9.
16.
Heinig M, Johnson RJ. Role of Uric Acid in Hypertension, Renal Disease, and Metabolic Syndrome. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2006;13:1059-64.
17.
Forman JP, Choi H, Curhan GC. Plasma Uric Acid Level and Risk for Incident Hypertension Among Men. J Am Soc Nephrol. 2007;18:287 – 92.
18.
Ogbera AO, Azenabor AO. Hyperuricaemia and the metabolic syndrome in type 2 DM. Diabetol Metab Syndr. 2010;2:24-30.
19.
Safi AJ, Mahmood R, Khan MA. Association of Serum Uric Acid with Type II Diabetes Mellitus. JPMI. 2003;18(1):59-63.
20.
Weiner DE, Tighiouart H, Elsayed EF. Uric Acid and Incident Kidney Disease in the Community. J Am Soc Nephrol. 2008;19:1204 – 11.
21.
Miao Z, Li C, Chen Y. Dietary and Lifestyle Changes Associated With High Prevalence of Hyperuricemia and Gout in the Shandong Coastal Cities of Eastern China. J Rheumatol. 2008;35:1859-64.
22.
Remedios C, Shah M, Bhasker AG. Hyperuricemia: a reality in the Indian obese. Obesity Surgery. 2012;22:945-8.
23.
Atkinson K, Karlson EW, Willett W. Alcohol intake and risk of incident gout in men: a prospective study. Lancet. 2004;363:1277-81.
24.
Rodwell VW. Metabolism of purine and pyrimidine nucleotides. Dalam: Murray RK, Bender DA, Botham KM , editor. Harper’s Illustrated Biochemistry. Edisi ke-6. New York: McGraw Hill; 2009. hlm. 292-301.
25.
Hediger MA, Johnson RJ, Miyazaki H. Molecular Physiology of Urate Transport. American Physiological Society. 2005;20:125-33.
33
26.
Anzai N, Enomoto A, Endou H. Renal urate handling: clinical relevance of recent advances. Curr Rheumatol Rep. 2005;7:227-34.
27.
Juraschek SP, Miller ER, Gelber AC. Effect of Oral Vitamin C Supplementation on Serum Uric Acid: A Meta-analysis of Randomized Controlled Trials. Arthritis Care Res. 2011;63(9):1295 – 306.
28.
Watanabe S, Kang DH, Feng L. Uric Acid, Hominoid evolution, and the Pathogenesis of salt sensitivity. Hypertension Res. 2002;40:355 – 60.
29.
Glinsberg MH, Kozin F, McCarty DJ. Release of platelet constituents by monosodium urate crystals. J Clin Invest. 2007; 60:999 – 1007.
30.
Kang DH, Park SK, Lee IK. Uric acid-induced C-reactive protein expression: implication on cell proliferation and nitric oxide production of human vascular cells. J Am Soc Nephrol. 2005;16:3553 – 62.
31.
Kanellis J, Watanabe S, Li JH. Uric acid stimulates monocyte chemoattractant protein-1 production in vascular smooth muscle cells via mitogen-activated protein kinase and cyclooxygenase-2. J Am Soc Nephro. 2003;41:1287 – 93.
32.
Johnson RJ, Kang DH, S K. Is there a pathogenetic role for uric acid in hypertension and cardiovascular and renal disease? Hypertension Res. 2003;41:1183 – 90.
33.
Zoccali C, Maio R, Mallamaci F. Uric Acid and Endothelial Dysfunction in Essential Hypertension. J Am Soc Nephrol. 2006;17:1466 – 71.
34.
Patschan D, Patschan S, Gobe GG. Uric Acid Heralds Ischemic Tissue Injury to Mobilize Endothelial Progenitor Cells. J Am Soc Nephrol. 2007;18:1516 – 24.
35.
Moe OW. Posing the Question Again: Does Chronic Uric Acid Nephropathy Exist? J Am Soc Nephrol 2010;21: 395 – 7.
36.
Iseki K, Oshiro S, Tozawa M. Significance of hyperuricemia on the early detection of renal failure in a cohort of screened subjects. Hypertens Res. 2001;24: 691 – 7.
37.
Domrongkitchaiporn S, Sritara P, Kitiyakara C. Risk Factors for Development of Decreased Kidney Function in a Southeast Asian Population: A 12-Year Cohort Study. J Am Soc Nephrol. 2005;16:791 – 9.
38.
Ngo TC, Assimos DG. Uric Acid Nephrolithiasis: Recent Progress and Future Directions. Rev Urol. 2007;9(1):17-27.
View more...
Comments