Hipermetropi Dan Presbiopi

March 25, 2018 | Author: Makoto Kyogoku | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

fnkesh...

Description

Case Report Session

Hipermetropi dan Presbiopi

Preseptor : dr.Hj.Arina Widya Murni, Sp.PD, K-Psi

Oleh : Pande Bagus Tua Siahaan 07923072

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PUSKESMAS LUBUK BUAYA PADANG 2014

1

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan atau dibelakang makula.1 Bentuk kelainan refraksi terebut antara lain adalah hipermetropia dan presbiopia.2

1.2 Hipermetropia 1.2.1 Definisi Hipermetropia juga dikenal dengan istilah hiperopia atau rabun dekat. Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di belakang retina.1,2 Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya berakomodasi.1 Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Pada perubahan usia, lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada selaput jala (retina) sehingga akan terletak lebih ke belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan lensa positif atau konveks dengan bertambahnya usia.1

1.2.2 Etiologi Kekuatan optik mata yang terlalu rendah (biasanya karena mata terlalu pendek) dan sinar cahaya yang parallel dapat mengalami konvergensi pada titik di belakang retina. Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih pendek bayangan benda akan difokuskan di belakang retina atau selaput jala.(1,3) 2

Pembagian hipermetropia berdasarkan penyebabnya :(1) 

Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang pendek.



Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.



Hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada system optik mata, misalnya pada usia lanjut lensa mempunyai indeks refraksi lensa yang berkurang.

1.2.3 Bentuk Hipermetropia Hipermetropia dikenal dalam bentuk:(1) Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kaca mata positif untuk melihat jauh. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif masih dapat melihat normal tanpa kaca mata. Bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut ini. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila 3

diberikan siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya masih kuat. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia.

1.2.4 Gejala Hipermetropia Biasanya seseorang dengan hipermetropia tidak menyukai keramaian dan lebih senang sendiri. Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh. Melihat dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat sedikit lebih dijauhkan. Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan masalah karena dapat diimbangi dengan melakukan akomodasi.(1) Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka tajam penglihatan jauh akan terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil dan hipermetropia. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan berakomodasi untuk mengatasi hipermetropia ringan berkurang. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata dengan tidak mendapatkan kesukaran. Pada usia lanjut dengan hipermetropia, terjadi pengurangan kemampuan untuk berakomodasi pada saat melihat dekat ataupun jauh.(1) Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam.(1) Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan 4

jelas.Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupasakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.(1) Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas adalah:(1) 

Mata lelah



Sakit kepala



Penglihatan kabur melihat dekat

Pada usia lanjut seluruh titik fokus akan berada di belakang retina karena berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.

1.2.5Pemeriksaan Hipermetropia Pemeriksaan bertujuan mengetahui derajat lensa positif yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga tajam penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan yang terbaik.(4)Mata hipermetropia mempunyai kekuatan lensa yang kurang positif sehingga sinar sejajar tanpa akomodasi di fokus di belakang retina. Lensa positif menggeser bayangan benda ke depan sehingga pada mata hipermetropia lensa positif dapat diatur derajat kekuatannya untuk mendapatkan bayangan jatuh tepat pada retina.(4) Alat(4) : 

Snellen Chart



Gagang lensa coba



Satu set lensa coba

Teknikpemeriksaan(4):  Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.  Pada mata pasien dipasang gagang lensa coba.  Satu mata ditutup, mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa mata kanan.

5

 Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan diteruskan pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat dibaca  Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa dan bila tampak lebih jelas oleh pasien lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahanlahan dan diminta membaca huruf-huruf pada baris lebih bawah.  Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf-huruf pada baris 6/6.  Ditambah lensa positif + 0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat huruf-huruf tersebut.  Mata yang lain dilakukan pemeriksaan dengan cara yang sama. Penilaian(4): 

Bila dengan S + 2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S + 2.25 tajam penglihatan 6/6.



Bila dengan S + 2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan ini derajat hipermetropia yang diperiksa S + 2.25 dan kaca mata dengan ukuran ini diberikan pada pasien.



Pada pasien hipermetropia selamanya diberikan lensa sferis positif terbesar yang memberikan tajam penglihatan terbaik.

1.2.6 Pengobatan Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah sistem pembiasan dalam mata. Pada hipermetropia, mata tidak mampu memfokuskan sinar terutama untuk melihat dekat. Mata dengan hipermetropia memerlukan lensa cembung atau konveks untuk memfokuskan sinar lebih kuat ke dalam mata. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal (6/6).(1) Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia, diberikan kaca mata koreksi hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka

6

diberikan kaca mata koreksi positif kurang. Bila terlihat tanda ambliopia diberikan koreksi hipermetropia total. Mata ambliopia tidak terdapat daya akomodasi.(1) Koreksi lensa positif kurang berguna untuk mengurangkan berat kaca mata dan penyesuaian kaca mata. Biasanya resep kaca mata dikurangkan 1-2 dioptri kurang daripada ukuran yang didapatkan dengan pemberian sikloplegik.(1) Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kaca mata + 3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata akibat hipermetropia fakultatifnya diistirahatkan dengan kaca mata (+).(1) Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kaca matanya dengan mata yang istirahat.(1)Pada pasien diberikan kaca mata sferis positif terkuat yang memberikan penglihatan maksimal.(1)

1.2.7 Penyulit Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat obyek

dengan baik dan jelas. Bila terdapat

perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir ke arah temporal.(1) Penyulit lain yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.(5)

7

1.3 Presbiopia 1.3.1 Definisi Makin

berkurangnya

kemampuan

akomodasi

mata

sesuai

dengan

makin

7

meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa

sehingga

terjadi

gangguan

akomodasi.6Berikut

ini

gambar

ilustrasi

pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.

Terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.6 1.3.2 Etiologi Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat: 

Kelemahan otot akomodasi



Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa 6

1.3.3 Patofisiologi Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.6

8

1.3.4 Gejala Klinis o Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas. o Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. o Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas. o Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras lainnya.6

1.3.5 Pemeriksaan a. Alat - Snellen chart - Kartu baca dekat - Satu set lensa coba - Bingkai percobaan8 a. Teknik - Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kacamata jauh sesuai

yang diperlukan (dapat

poitif, negatif

ataupun

astigmatismat) - Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca) - Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat - Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan - Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu8

9

b. Nilai Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi dan umur biasanya:6,8 40 sampai 45 tahun – 1.0 dioptri 45 sampai 50 tahun – 1.5 dioptri 50 sampai 55 tahun – 2.0 dioptri 55 sampai 60 tahun – 2.5 dioptri 60 tahun – 3.0 dioptri 2.2.6 Penatalaksanaan Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun (umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50 Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara: 1. kacamata baca untuk melihat dekat saja 2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain 3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah 4.

kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.2,8

10

BAB II LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN 1. Identitas Pasien a. Nama/Kelamin/Umur/

: Sartono/ Laki-laki/ 47 tahun

b. Pekerjaan/pendidikan

: Buruh bangunan

c. Alamat

: Lubuk Buaya , Padang

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga a. Status Perkawinan

: Sudah Menikah

b. Jumlah anak

: 4 orang

c. Status Ekonomi Keluarga

: Cukup, dimana penghasilan orang tua

sekitar Rp 2.000.000,d. KB

: Tidak ada

e. Kondisi Rumah

:

-

Rumah permanen milik sendiri dengan pekarangan cukup luas.

-

Ventilasi udara dan sirkulasi udara cukup baik, pencahayaan cukup.

-

Jamban ada dalam rumah, septi tank ada

-

Listrik ada

-

Sumber air : PDAM

-

Sampah di buang ke TPS Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan cukup baik

f. Kondisi Lingkungan Keluarga -

Rumah dihuni oleh 5 orang yang terdiri dari pasien serta anak pasien.

-

Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk 11

-

Warga di sekitar lingkungan pasien sangat ramah dan hidup kekeluargaan di tempat ini cukup baik

-

Lingkungan sekitar cukup bersih walau tidak tertata dengan rapi

3. Aspek Psikologis di keluarga -

Hubungan dengan anggota keluarga baik

-

Faktor stress dalam keluarga tidak ada

4. Riwayat Penyakit Sekarang  Keluhan utama : penglihatan buram untuk lihat jauh dan dekat .  Sejak ±1

bulan yang lalu, pasien mengeluhkan penglihatan kedua

matanya menjadi buram. Keluhan dirasakan perlahan-lahan yang semakin lama semakin memburuk. Keluhan dirasakan pada saat melihat jauh dan juga dekat.  Keluhan juga disertai dengan mata yang cepat lelah , berair, terasa pedih dan sakit kepala setelah melihat objek baik jauh maupun dekat dalam waktu yang lama, mual dan muntah tidak ada..  Keluhan penglihatan seperti berkabut dan silau jika terkena cahaya disangkal. Riwayat seperti ada pelangi saat melihat cahaya disangkal.  Riwayat penggunaan kacamata tidak ada.  Riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal.  Riwayat trauma dan operasi pada mata disangkal. Riwayat yang sama pada keluarga disangkal. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada.  BAK jumlah dan warna biasa  BAB warna dan konsistensi biasa.

5. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga -

Pasien belum pernah menderita sakit seperti ini.

-

Tidak ada anggota keluarga yang pasien menderita penyakit seperti ini.

12

6. Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan Umum

: Sedang

Kesadaran

: CMC

Nadi

: 81x/ menit

Nafas

: 19x/menit

TD

: 120/70 mmHg

Suhu

: 36,6 0C

BB

: 57 Kg

TB

: 165 cm

BMI

: 20,88 ( normoweight )

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Kulit

: Pucat tidak ada, sianosis tidak ada, ikterik tidak

ada THT

: tidak ada kelainan

Leher

: tidak ada pembesaran KGB

Dada Paru Inspeksi

: simetris kiri dan kanan

Palpasi

: fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

Jantung Inspeksi

: iktus tidak terlihat

Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

:

Kiri

: 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan

: LSD

Atas

: RIC II

Auskultasi

: bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

13

Abdomen Inspeksi

: Perut tidak tampak membuncit

Palpasi

: Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan (+) di

epigastrium

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: BU (+) N

Alat kelamin : Tidak diperiksa Anggota gerak : Akral hangat, refilling kapiler baik, Rf +/+, Rp -/-

7. Laboratorium : tidak dilakukan

8. Diagnosis Kerja 

Hipermetropi dan Presbiopi

9. Pemeriksaan anjuran :

10. Manajemen a. Preventif : 

Hindari membaca terlalu dekat dan di ruang yang kurang pencahayaan.



Mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A dan beta karoten seperti wortel, tomat, dan lain-lain

b. Promotif : 1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini akan terus belanjut dikarenakan proses degeneratif. 2. Menjelaskan komplikasi terburuk dari penyakit ini dan menganjurkan agar pasien memeriksakan matanya ke dokter spesialis mata.

c. Kuratif

: lensa sferis positif

14

d. Rehabilitatif : 

Mengistirahatkan mata tiap 1-2 jam apabila menonton tv.



Pasien disarankan untuk kontrol ke BKIM agar dilakukan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.

15

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

- Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis positif. - Presbiopia

merupakan

kelainan

penglihatan

yang

diakibatkan

makin

berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. - Hipermetropi dan Presbiopi dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa yang sesuai. Dan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini menyediakan modalitas terapi pembedahan untuk penatalaksanaan kelainan-kelainan refraksi.

3.2 SARAN -

Diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai Hipermetropi dan Presbiopi dari lebih banyak literatur agar lebih dipahami

-

Pendeteksian dini terhadap penyakit ini sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan mencegah komplikasi-komplikasi yang mungkin muncul

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. 2004. Hipermetropia dalam Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan.Jakarta: Penerbit FKUI. hal: 35-45. 2. Riordan, Paul, Whitcher, John P.2000. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC.Hal: 401-402. 3. James, Bruce,Chris C., Anthony B..2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta : Erlangga. Hal: 35. 4. Ilyas, S. 2003. Pemeriksaan Hipermetropia dalam Dasar – Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: Penerbit FKUI. hal: 31-34. 5. Ilyas, S. 2001. Penuntun Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: Penerbit FKUI. hal: 6-8. 6. Ilyas, Sidarta, 2005. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia. 7. Khurana A K. 2007. Chapter 3 Optics and Refraction,Comprehensive Ophtamology, fourth edition. New Age international, New Delhi 8. Ilyas, S. 2003. Uji Presbiopia dalam Dasar – Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: Penerbit FKUI. hal: 38-39

17

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF