March 17, 2019 | Author: Lindarti Marsiyah | Category: N/A
LAPORAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY.R UMUR 13 HARI DENGAN HIPERBILIRUBENEMIA HIPERBILIRUBENEMIA Di RUANG MELATI
Disusun oleh : Lindarti Marsiyah (P173221175034) Monica C (P173221175035) Christna (P173221175036) (P173221175036) Inten Pratiwi (P173221175037) Laila Salsabila (P173221175038) (P173221175038) Shelly Claudia M P (P173221175039)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG PROGRAM STUDI KEBIDANAN KEDIRI 2016/2017
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Pengertian Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus. Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang diberi susu formula, kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4 minggu, bahkan bahkan dapat mencapai mencapai 6 minggu. (Mathindas (Mathindas et al, 2013) Menurut Nelson (2007), ikterus pada bayi baru lahir dikenali sebagai ikterus neonatarum. Ikterus neonatarum sering bersifat fisiologis dan diidentifikasi sebagai salah satu masalah yang paling umum pada bayi baru lahir di seluruh dunia. Biasanya itu bukan kondisi yang mengancam jiwa, tetapi harus diberikan perhatian khusus untuk menghindari komplikasi selanjutnya. Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sklera mata dari putih menjadi kuning akibat peningkatan penumpukan bilirubin (hiperbilirubinemia) dalam sirkulasi darah dan ini terjadi pada minggu pertama kehidupan bayi. Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular, ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga bisa berpotensi besar terjadi kern ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi yang mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut: adanya ikterus terjadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg/dL pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir
kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, dan lain-lain. (Riyanto et al, 2015) Jenis ikterus ini dahulu dikenal sebagai ikterus patologik, yang tidak mudah dibedakan dengan ikterus fisiologik. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum memerlukan fototerapi; peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam, adanya tanda-tanda penyakit yang mendasar pada setiap bayi (muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil), ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan (Marthindas et al, 2013) Ikterus yang kemungkinan menjadi hiperbilirubinemia antara lain ikterus yang disertai berat lahir setiap 24 jam. 3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan. 4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis). 5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah. 2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia. Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. 3. Kern Ikterus. Kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV. Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik. 2.1.5 Metabolisme dan Patofisologi Bilirubin Sel darah merah pada neonatus berumur sekitar 70-90 hari, lebih pendek dari pada sel darah merah orang dewasa, yaitu 120 hari. Secara normal pemecahan sel darah merah akan menghasilkan heme dan globin. Heme akan dioksidasi oleh enzim heme oksigenase menjadi bentuk biliverdin (pigmen hijau). Biliverdin bersifat larut dalam air. Biliverdin akan mengalami proses degradasi menjadi bentuk bilirubin. Satu gram hemoglobin dapat memproduksi 34 mg bilirubin. Produk akhir dari metabolisme ini adalah bilirubin indirek yang tidak larut dalam air dan akan diikat oleh albumin
dalam sirkulasi darah yang akan mengangkutnya ke hati . Bilirubin indirek diambil dan dimetabolisme di hati menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan diekskresikan ke dalam sistem bilier oleh transporter spesifik. Setelah diekskresikan oleh hati akan disimpan di kantong empedu berupa empedu. Proses minum akan merangsang pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak diserap oleh epitel usus tetapi akan dipecah menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang akan dikeluarkan melalui tinja dan urin. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh βglukoronidase yang ada pada epitel usus menjadi bilirubin indirek. Bilirubin indirek akan diabsorpsi kembali oleh darah dan diangkut kembali ke hati terikat oleh albumin ke hati, yang dikenal dengan sirkulasi enterohepatik. (IDAI, 2013) 2.1.6 Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis lebih kearah suportif. Pencegahan hiperbilirubinemia neonatal harus selalu diusahakan dengan memberikan ASI secepat mungkin setelah lahir. Kadar bilirubinemia harus dipantau, dan bayi akan mendapat fototerapi sampai kadar darah diperoleh. Semua penyebab lain hiperbilirubinemia harus disingkirkan pada saat itu. Penyebab lain meliputi inkompatibilutas Rh, penyakit hemolitik, dan atresia bilier. Bayi yang berisiko tinggi mengalami hiperbilirubinemia, seperti bayi prematur dan yang mengalami hipoksia dan asidos, dapat diberikan fototerapi sebelum kadar bilirubin bermakna ( Sowden, 2009)
A. Pengkajian Pengumpulan Data
1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI. 2. Pemeriksaan Fisik: Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking,refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas. 3. Pengkajian Psikososial: Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orangtua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak. 4. Pengetahuan Keluarga meliputi: Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakahmengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy SmithGreenberg. 1988). 5. Riwayat aktivitas/istirahat : letargi, malas (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 ) 6. Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia. (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 ) 7. Eliminasi : bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin lambat, fases mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran billirubin, urine gelap pekat, : hitam kecoklatan (syndrome baby bronze). (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 ) 8. Makanan/cairan : riwayat pelambatan/makanan oral buruk, lebih mungkin disusui daripada menyusu botol. Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 ). 9. Neurosensori : sefalomatoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /kelahiran ekstrasi vakum (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 ). , edema umum hepathosplenomegali, atau hidrops vitalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat, kehilangan refleks moro mungkin terlihat, opistotonus dengan kekakuan lengkunfg punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap kritis) (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 ). 10. Pernapasan : riwayat asfiksia, krekels bercak merah muda ( edema pleural, hemoragi pulmonal). (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 ) 11. Keamanan : riwayat positif infeksi,/sepsis neonatus, dapat engalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intrakranial., dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada distal tubuh : kulit hitamkecoklatan (syndrome baby bonze) sebagai efek samping fototerapi. (Marilynn E. Doengoes,2001: 692 )
12. Seksualitas : mungkin preterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi pertumbuhan INTA Uterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes,. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan strees dingin, asfiksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia. (Marilynn E. Doengoes,2001: 693 ) 13. Pemeriksaan Diagnostik : Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas ABO, Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dL pada bayi pratern, Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis., Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum. B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko/defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnyaintake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dandefikasi sekunder fototherapi. 2. Risiko/gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi. 3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi. 4. Gangguan parenting (perubahan peran orang tua) berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.5. 5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi. 6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi. 7. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit,infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar. C. Intervensi Keperawatan
1. DX 1
: Risiko/defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairanserta
peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapi Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jamdiharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan kriteria : a) Jumlah intake dan output seimbang. b) Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal. c) Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BB
Intervensi: a) Kaji reflek hisap bayi Rasional: mengetahui kemampuan hisap bayi. b) Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat Rasional: menjamin keadekuatan intake. c) Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces Rasional: mengetahui kecukupan intake. d) Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam Rasional: turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalahtanda-tanda dehidrasi. e) Timbang BB setiap hari Rasional: mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi. 2. DX 2: Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 Intervensi: a) Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam Rasional: suhu terpantau secara rutin. b) Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikankompres dingin serta ekstra minum. Rasional: mengurangi pajanan sinar sementara. c) Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi. d) Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi. 3. DX 3: Risiko/Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi. Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria: a. Tidak terjadi decubitus b. Kulit bersih dan lembab Intervensi: 1) Kaji warna kulit tiap 8 jam
Rasional: mengetahui adanya perubahan warna kulit. 2) Ubah posisi setiap 2 jam Rasional: mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalamwaktu lama. 3) Masase daerah yang menonjol Rasional: melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekandi daerah tersebut. 4) Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembabRasional: mencegah lecet. 5) Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubinturun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan Rasional: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama 4. DX 4: Gangguan parenting (perubahan peran orangtua) berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung. Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkanorang
tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding. Intervensi : a.
Bawa bayi ke ibu untuk disusui Rasional: mempererat kontak sosial ibu dan bayi.
b.
Buka tutup mata saat disusui Rasional: untuk stimulasi sosial dengan ibu.
c.
Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya Rasional: mempererat kontak dan stimulasi sosial.
d.
Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan Rasional: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi.
e.
Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya Rasional: mengurangi beban psikis orangtua
5. DX 5: Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi. Tujuan: Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orangtua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.
Intervensi : a. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien Rasional: mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit. b. Beri
pendidikan
kesehatan
penyebab
dari
kuning,
proses
terapi
dan perawatannya. Rasional: Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah Rasional: meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam merawat bayi 6. DX 6: Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi. Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkantidak terjadi injury akibat fototerapi (misal; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea) Intervensi: a. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahayaRasional: mencegah iritasi yang berlebihan. b. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dandaerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapatmemantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupihidung dan bibir. Rasional: mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif. c. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanyakonjungtivitis tiap 8 jam. Rasional: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata. d. Buka penutup mata setiap akan disusukan. Rasional: memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata denganibu. d. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan Rasional: memberi rasa aman pada bayi. 7. DX 7: Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusitukar Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jamdiharapkan tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi Intervensi: a. Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan
Rasional: menjamin keadekuatan akses vaskuler. b. Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan. Rasional: mencegah trauma pada vena umbilical. c. Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan Rasional: mencegah aspirasi d. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur Rasional: mencegah hipotermi. e. Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar. Rasional: mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan.6. f. Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan danelektrolit, kejang selama dan sesudah tranfusi. Rasional: Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat melakukan tindakan lebih dini. g. Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif Rasional: dapat melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan
DAFTAR PUSTAKA
1.
Australia Indonesia Partnership for Health System Strengthening. Modul Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. 2015. Jakarta.
2.
Doenges, marilynn E. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC
3.
Hasan, R & Husein A. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Menyusui Yang Kuning. http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/indikasi-terapi-sinar-pada bayi-menyusui-yang-kuning. Diakses tanggal 27-02-2018
5.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2013. Menyusui Bayi dengan Risiko Hipoglikemia.
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/menyusui-bayi-dengan-
risiko-hipoglikemia. Diakses tanggal 27-02-2018 6.
Mathindas, S., Wilar, R., Wahani, A. 2013. Hiperbilirubinemia Pada Neonatus. Manado: Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1, Suplemen, hlm. S4-10
7. 8.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC Riyanto, A., Adriana, P,. Hidayah, S,. 2015. Hiperbilirubinemia. Kudus: Cendekia Utama.
https://www.academia.edu/28136550/MAKALAH_HIPERBILIRUBINEMIA.
Diakses tanggal 16-09-2017 9.
Schartz William. (2004). Clinical Handbook of Pediatrics (1 st ed) Susi, N. (2005) (Alih Bahasa), Jakarta: EGC
10.
Sowden, L.A & Betz, C.L. 2009. Buku saku keperawatan pediatri. Jakarta : EGC
11.
Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice: Bilirubin physiology and clinical chemistry. NeoReviews 2007;8:58-67
KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN KEDIRI Jl. KH. Wakhid Hasyim No. 64 B Telp. (0354) 773095 – 772833 Website : http://www.poltekkes-malang.ac.id Fax. (0354) 778340 Email :
[email protected] Kediri 64114
FORMAT ASUHAN KEBIDANAN PADA PERINATALOGI I.
Pengkajian
DATA SUBYEKTIF Biodata
Nama
: Bayi Ny. R
Umur
: 13 hari
Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Nama ayah
: Tn. M
No reg
: -
Ruangan
: Melati
Tanggal MRS : 25 Februari 2018 Diagnosis Medis : Cara masuk : Datang Sendiri
Rujukan dari : Diagnose
:
1. Keluhan utama : Ibu mengatakan Bayi Ny. R terlihat kuning sejak 2 hari lalu, tidur terus dan tidak mau menetek. 2. Riwayat penyakit sekarang : Tidak ada 3. Jenis persalinan
: Spontan
4. APGAR Score
:5-6
5. Berat Badan
: 2600 gram
6. Panjang Badan
: 49 cm
7. Usia Kehamilan
: 38 minggu
8. Ketuban Pecah dini jam : ......................... jelas ............... warna :jernih, keruh, meconeal Tidak pecah dini Lain lain 9. Riwayat ketuban dan kelahiran : Antenatal
: dokter / bidan / puskesmas / RS / dll Berapa kali : 3 kali
Dokter
Bidan
Rumah Sakit
Lain-lain
10. NATAL
:
11. Post Natal
:
Puskesmas
12. Riwayat kesehatan keluarga : Contreng di kolom yang sesuai YA
TIDAK
DM
√
YA HIPERTENSI
TIDAK
√
Sebutkan Lain-
-
lain TBC
√
HEPATITIS
√
Lainlain
A. DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum
: Lemah
Suhu
: 36 °C
Nadi
: 110 x/menit
Pernafasan
: 50 x/menit
Berat badan
: 2600 gram
Panjang badan
: 49 cm
Lingkar kepala
: 32 cm
-
Lingkar lengan
: 9,5 cm
Lingkar dada
: 30 cm
b. Kesadaran ( ) Gerak aktif ( ) Menangis Kuat ( √ ) Lethargi ( ) Merintih ( ) Koma
( ) lain-lain
c. Kepala I.
II.
III.
Rambut Tipis
Ya/tidak
kering
Ya/tidak
Kotor
Ya/tidak
Jarang
Ya/tidak
Mata Konjungtiva
Anemis
Ya/tidak
Merah
Ya/tidak
Sklera
Ikterus
Ya/tidak
Lain-lain
Ya/tidak
Wajah Ikterus
Ya/tidak
Geimace
Ya/tidak
Pucat
Ya/tidak
Cyanosis
Ya/tidak
Simetris
Ya/tidak
Radang
Ya/tidak
Sekret
Ada/tidak
Perdarahan
Ya/tidak
Lain-lain IV.
Telinga
Tulang rawan
V.
+/-
lain-lain............
Hidung Pernafasan cuping hidung
Ya/tidak
Lain-lain......................... VI.
Mulut Bibir kering
Ya/tidak
Trismus
Ya/tidak
Lidah kotor
Ya/tidak
Lain-lain............................
VII.
Leher Pembesaran
Ada/tidak
Kaku kuduk Ada/tidak
d. Thorak Gerak Nafas
: relaksi otot dada
normal/tidak
Bentuk
:
√ Normal chest
Irama nafas
:
√ reguler
Barel chest Irreguler
Stridor Payudara
:
Ronchi
Ada/tidak
Jantung
:
√ Reguler
Irreguler
Murmur
Irama galop
Whezing
e. Abdomen Inspeksi
Palpasi
: Bentuk
: buncit/ tegang/ normal
Acites
: ada/tidak
Tali pusar
: ....................................
: Massa
: Ada/tidak
Fecalit
: Ada/tidak
Distensi
: Ada/tidak
Pembesaran Hepar : Ada/tidak Perkusi
:
Thyampany
Hypertimpany
Dulnes
Lain-lain.................
Auskultasi : Peristaltik usus................ x/menit f. Genetali Labia
: Oedem
: Ya/tidak
Perdarahan
: Ya/tidak
Labia Mayor menutupi labia minor : ya/tidak Scrotum : Oedem
: Ya/tidak
Sudah turun : Ya/Tidak g. Anus Berlubang
: Ya/tidak
Pendarahan
: YA/tidak
Ada/tidak
Lain-lain
:.............
h. Extermitas Atas
Bawah
: Polidactili
Ya/tidak
Syndaktili
Ya/tidak
Gerak aktif
Ya/tidak
Fratur
Ya/tidak
: Polidactili
Ya/tidak
Syndaktili
Ya/tidak
CTEV
Ya/tidak
Genovalgus
Ya/tidak
i. Neurologi YA
TIDAK
KAKU
YA
TIDAK
√
KEJANG
√
√
PANAS
√
KUDUK MUNTAH j. Reflek Bayi Rooting
Ya/tidak
Sucking
Ya/tidak
Moro
Ya/tidak
Babynski
Ya/tidak
Grappe
Ya/tidak
Swallowing
Ya/tidak
2. Pemeriksaan Penunjang Laborat
: tanggal 25 Februari 2018, jam 10.00 WIB Bilirubin 13 mg/dl
Foto
:-
Lain-lain : B. ANALISA / INTEPRETASI DATA Bayi cukup bulan sesuai masa kehamilan dengan hiperbilirubenemia
C. PENATALAKSANAAN Tanggal : 25 Februari 2018
Jam : 11.00 WIB
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, bahwa kondisi bayinya dalam kondisi lemah dan harus dirawat untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Ibu setuju dengan tindakan yang harus dilakukan pada anaknya. 2. Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak. Dokter menganjurkan untuk dilakukan fototerapi. 3. Mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda vital bayi. Observasi dilakukan selama tindakan. 4. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemantauan ketat kadar bilirubin pada bayi. Pengambilan sampel darah telah dilakukan. 5. Terapi sinar biru(blue light) 6. Ibu tetap memberikan ASI 7. Menjelaskan kepada keluarga bahwa kondisi bayinya saat ini sudah membaik dan menjelaskan perawatan bayi setelah pulang dari rumah sakit. Keadaan umum bayi sudah baik dan ibu memerhatikan penjelasan petugas dengan seksama. 8. Perawatan di rumah berupa bayi dijemur sekitar 1 jam di pagi hari saat sinar matahari belum terlalu tinggi intensitasnya sekitar jam 7-8 WIB. Mata dan alat reproduksi harus ditutup dengan kain yang memantulkan sinar. 9. Pemberian ASI harus sering dilakukan untuk mencegah dehidrasi dan mempermudah pembuangan bilirubin ke feses. Setidaknya ASI harus diberikan tiap 3 jam. Jika bayi sulit menghisap, dilakukan pemompaan ASI. Ibu mengerti dan bersedia menerapkan di rumah.
Kediri,............................ Pembimbing Praktik
Mahasiswa
....................................................
......................................................
NIP.
NIM.
Dosen Pembimbing
.................................................... NIP.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bagian ini penulis akan membahas tentang Asuhan Kebidanan Pada Perinatologi
yang telah diberikan pada By.Ny “R” dengan hiperbilirubenemia di Ruang Melati sesuai dengan manajemen kebidanan menurut varney yang telah dirumuskan dalam SOAP. Pengkajian data adalah mengumpulkan semua data, baik data subyektif maupun data
obyektif. Pada data subyektif By.Ny “R” diketahui umur 13 hari dengan keluhan bayi Ny. R terlihat kuning sejak 2 hari lalu, tidur terus dan tidak mau menetek. Pada data obyektif diketahui suhu 36oC, Nadi 11x/menit, pernafasan 5x/ menit, BB 2600gram, PB 49cm, lingkar dada 30cm, lingkar kepala 32cm, lingkar lengan 9,5 cm. Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus. Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL . (Mathindas et al, 2013). Pada kasus ini
didapatkan By.Ny “R” dengan keluhan terlihat kuning sejak 2 hari lalu, tidur terus dan tidak mau menetek. Namun dalam hal ini tidak didapatkan kesenjangan antara teori dan praktek karena setelah di periksa bayi tanggal 25 Februari 2018, jam 10.00 WIB kadar Bilirubin 13 mg/dl sehingga perencanaan tindakan semua rencana yang sudah disusun dapat dilakukan
pada bayi Ny “R’, rencana tindakan pada Kasus bayi Ny “R” mengacu pada keluhan yang terdapat pada bayi dan sesuai dengan teori. Jadi dalam perencanaan tindakan tidak terjadi kesenjangan. Langkah terakhir melakukan evaluasi atas asuhan yang telah diberikan sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnose dan masalah. Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada bayi Ny “R” dengan hiperbilirubin , penulis mengevaluasi masalah yang ada sehingga dapat dilihat perkembangannya. Hasil yang diperoleh dari evaluasi ini adalah keadaan bayi baik, tidak ada komplikasi dari tindakan tersebut. Kesimpulan dari pembahasan studi kasus pada bayi dengan hiperbilirubin adalah tidak ditemukan perbedaan antara teori dengan penerapan menejemen kebidanan varney dalam SOAP.
BAB V PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi dengan hiperbilrubin ini menerapkan 7 langkah yang meliputi pengkajian identifikasi diagnosa dan masalah, diagnosa dan masalah potensial, identifikasi kebutuhan segera, rencana tindakan dan evaluasi. Kemudian penulis menuangkannya dalam bentuk SOAP, maka penulis menyimpulkan bahwa pada landasan teori ditemukan dan tindakan yang dilakukan pada bayi Ny ”R ” tidak ada hambatan dan tidak ditemukan komplikasi.
5.2.
Saran
a. Bagi Tempat Praktik Dalam setiap pemberian asuhan kebidanan diharapkan tidak terdapat kensenjangan antara teori dan praktik sehingga memudahkan dalam melakukan intervensi dan menambah pengetahuan bagi mahasiswa. b. Bagi Masyarakat/Klien Hendaknya ketika merasa terdapat gangguan pada kehamilanya segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan guna dilakukan tindak lanjut berupa terapi atau pengobatan.