herry suwondo - model pemajakan atas transaksi e-commerce.pdf
January 15, 2017 | Author: Nindira Andaru | Category: N/A
Short Description
Download herry suwondo - model pemajakan atas transaksi e-commerce.pdf...
Description
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA
TESIS MODEL PEMAJAKAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE ( PEMBELAJARAN DARI JEPANG DAN AUSTRALIA )
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si.) dalam Ilmu Administrasi
Oleh: Nama : Herry Suwondo NPM : 6904031653 Program Studi : Ilmu Administrasi Kekhususan : Administrasi dan Kebijakan Perpajakan
JAKARTA 2007
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
i
UNIVERSITY OF INDONESIA FAKULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES DEPARTMENT OF ADMINISTRATIVE SCIENCES POSTGRADUATE PROGRAM ADMINISTRATIVE SCIENCE PROGRAMME MAJOR IN ADMINISTRATION AND TAXATION POLICY ABSTRACT Herry Suwondo 6904031653 TAXATION MODEL OF E-COMMERCE TRANSACTION ( Study of Japan and Australia ) xiv + 108 pages Bibliography: 33 books The Growth of technology specially internet network which widely have been applied by most public in the world have opened opportunity for various activities such as electronic-commerces transaction. Electronic commerce is defined as mode for selling and buy goods (and services) through the internet network. Electronic commerce include purchasing transaction and also fund transfer through the computer network. The definition above not fully is single definition concerning this system it is caused by approximant every time of new forms emergence from not e-commerces only focused at online merchants. Although at the practice of this Electronic commerce system generally done in the field of retail is like for example book merchant, compact disk, equipments of other services or goods and electronic by the online shops websites. Japan is a state with a high level of technology aplication where the public exploit internet as supporting facilities for commerce. Various policies have been applied by taxation authoritieses in Japans for the agenda of reaching transaction of Electronic commerces, by forming a special bodies for watching activity of electronics transactions and the taxes potency exploration. And so it is with The Australian where the resident assume Electronic commerce is a kind of transaction giving many amenities and variance of products which on the market. This thing make e-commerce transaction progressively grow swiftly and become part of life even habit of Australian resident. The side of taxation authorities in Australian give big attention to growth of electronic transaction by giving clear transaction definition to which done and also related/relevant regulation of a cross-border transactions. In Indonesia, E-commerce is a new kind of transaction but the growth is fast enough. As known that this effort have separate complication and characteristic in the effort operational causing required by knowledge and experience in determining imposition of the tax. So far the taxation not yet arrange the regulation in detail to the transaction of Electronic commerce. This thing hardly required concerning imposition of tax to rule of law and electronic transaction.On that account this research done to give contribution of idea to the policys and tax aspect needing done to dig potency of The e-commerces. Approach of research which applied in this thesis is qualitative approach by doing study literature, study field by the way of doing interview from various resource persons which competences causing expected obtained significant conclusion.
ii Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
In this research also done by the way of comparing the situation with comparator which have applied for the agenda to explore the potency of e-commerce transaction. From research result by using methods explained above is known that Indonesia not yet apply order in detail and not yet do observation stages and dig of to transaction of Electronic commerce as which have been done by Australia and Japan. On that account suggested that the Indonesian taxation authorities do stages as have done both the state (Japan and Australian) namely give understanding which detail and clearly to the e-commerce activity and do reality stages for doing observation to the electronic transaction for the agenda of increasing acceptance from taxation sector.
iii Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN
ABSTRAKSI Herry Suwondo 6904031653 MODEL PEMAJAKAN ATAS TRANSAKSI E-COMMERCE ( Pembelajaran dari Jepang dan Amerika Serikat ) xiv + 108 halaman Daftar Pustaka: 33 Perkembangan teknologi yang cukup pesat khususnya jaringan internet yang secara luas telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat di belahan dunia telah membuka kesempatan untuk berbagai kegiatan diantaranya adalah transaksi perdagangan. Perdagangan elektronik didefinisikan sebagai cara untuk menjual dan membeli barang-barang (dan jasa) lewat jaringan internet. Perdagangan elektronik mencakup transaksi pembelian serta transfer dana lewat jaringan komputer. Pengertian di atas tidak sepenuhnya merupakan definisi tunggal tentang sistem ini hal ini disebabkan karena hampir setiap saat muncul bentuk-bentuk baru dari e-commerce yang tidak hanya terfokus pada jual-beli online. Walaupun pada prakteknya sistem perdagangan elektronik ini umumnya dilakukan dalam bidang retail seperti misalnya jual-beli buku, compact disk, peralatan elektronik dan barang-barang atau jasa-jasa lainnya melalui situs-situs toko online. Jepang adalah sebuah negara dengan tingkat penerapan teknologi informasi yang cukup tinggi dimana masyarakatnya memanfaatkan internet sebagai sarana perdagangan. Berbagai kebijakan telah diterapkan oleh otoritas perpajakan di Jepang dalam rangka menjangkau transaksi perdagangan elektronik, diantaranya membentuk suatu badan khusus untuk memantau kegiatan transaksi elektronik dan menggali potensi pajaknya. Demikian juga dengan negara Australia dimana penduduknya menganggap perdagangan elektronik adalah transaksi yang memberi banyak kemudahan dan keragaman produk yang ditawarkan. Hal ini membuat transaksi e-commerce semakin tumbuh dengan cepat dan menjadi bagian dari kehidupan bahkan kebiasaan penduduk Australia. Pihak otoritas perpajakan di Australia memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan transaksi elektronik dengan memberikan definisi yang jelas akan transaksi yang dilakukan serta peraturan terkait transaksi lintas negara. Di Indonesia transaksi perdagangan elektronik masih tergolong baru namun perkembangannya cukup pesat. Sebagaimana diketahui bahwa usaha ini memiliki ciri dan kerumitan tersendiri dalam operasional usahanya sehingga diperlukan pengetahuan dan pengalaman dalam menentukan pengenaan pajaknya. Sejauh ini peraturan perpajakan yang ada belum mengatur secara detail atas transaksi perdagangan elektronik. Hal ini sangat diperlukan menyangkut pengenaan pajak atas transaksi elektronik dan kepastian hukum atas transaksi yang dilakukan.
iv Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk memberikan kontribusi pemikiran atas aspek pajak dan kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan untuk menggali potensi perdagangan elektronik. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah pendekatan kualitatif dengan melakukan study literatur, study lapangan dengan cara melakukan wawancara dari berbagai nara sumber yang berkompeten sehingga diharapkan diperoleh kesimpulan yang signifikan. Dalam penelitian ini juga dilakukan dengan cara membandingkan keadaan yang ada dengan pembanding yang sudah ada (comparative study) sehingga diperoleh hal-hal yang diharapkan dapat diterapkan/diaplikasikan dalam rangka penggalian potensi atas transaksi perdagangan elektronik. Dari hasil penelitian dengan menggunakan metode diatas diperoleh simpulan bahwa Indonesia belum menerapkan aturan secara mendetail dan belum melakukan langkahlangkah pengawasan dan penggalian atas transaksi perdagangan elektronik sebagaimana yang telah dilakukan negara Australia dan Jepang. Oleh sebab itu disarankan agar pihak otoritas perpajakan di Indonesia melakukan langkah-langkah seperti yang dilakukan oleh kedua negara tersebut (Jepang dan Australia) yakni memberikan pengertian yang rinci dan mendetail atas kegiatan perdagangan elektronik dan melakukan langkah-langkah nyata untuk melakukan pengawasan atas transaksi elektronik tersebut dalam rangka meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan.
v Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan seluruh sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Herry Suwondo
vi Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS Nama NPM Judul
: : :
Herry Suwondo 6904031653 Model Pemajakan atas Transaksi E-Commerce ( Pembelajaran dari Jepang dan Amerika Serikat )
Pembimbing Tesis :
( Dra. Titi Muswati Putranti, M.Si )
vii Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN
LEMBAR PENGESAHAN Nama NPM Judul Tesis
: : :
Herry Suwondo 6904031653 Model Pemajakan atas Transaksi E-Commerce ( Pembelajaran dari Jepang dan Amerika Serikat )
Tesis ini telah dipertahankan dihadapan Sidang Penguji Tesis Program Pascasarjana Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia pada tanggal tujuhbelas, bulan Desember, tahun Dua Ribu Tujuh dan telah dinyatakan : LULUS
Panitia Penguji Ketua Sidang : Prof. Dr. Bhenyamin Hoessein
(
)
Pembimbing : Dra. Titi Muswati Putranti, M.Si
(
)
Penguji Ahli Dr. Haula Rosdiana, M.Si
(
)
Sekretaris Sidang : ( Drs. Zuliansyah P. Zulkarnain, M.Si
)
:
viii Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
KATA PENGANTAR Dengan setulus hati penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Model Pemajakan atas Transaksi E-Commerce (Pembelajaran dari Jepang dan Amerika Serikat). Tesis ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar kesarjanaan Magister Sains dari Universitas Indonesia, Jakarta. Penulis berharap, tulisan ini dapat memberi manfaat yang seluas-luasnya, terutama bagi penulis sendiri sebagai pihak yang berkecimpung dalam dunia perpajakan, bagi masyarakat pelaku E-commerce dan bagi Direktorat Jenderal Pajak. Khususnya bagi Direktorat Jenderal Pajak, penulis berharap agar tulisan ini dapat dipergunakan sebagai referensi terhadap penggalian potensi perpajakan atas transaksi E-commerce, sehingga dapat memberikan kontribusi penerimaan negara. Secara pribadi, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dra. Titi Muswati Putranti, M.Si, selaku pembimbing tesis yang telah meluangkan waktu, bantuan, perhatian, kesempatan dan dorongan semangat serta masukan-masukan yang sangat berharga sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya juga sudah selayaknya penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tesis ini baik langsung maupun tidak langsung, sebagai berikut: 1.
Prof. Dr. Bhenyamin Hoessein, selaku Ketua Program Pascasarjana Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
2.
Drs. Zuliansyah P. Zulkarnain, M.Si, selaku Sekretaris Program Pascasarjana Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
3.
Dra. Titi Muswati Putranti, M.Si, selaku pembimbing tesis
4.
DR. Haula Rosdiana, M.Si, selaku penguji ahli
5.
Kedua Orangtua penulis Bapak Sugeng dan Ibu Syamsinar (alm.) serta Bapak Slamet Saiful Muslimin dan Ibu Tati Mutoati yang telah memberikan dorongan dan doa selama mengikuti perkuliahan hingga saat ini.
ix Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
6.
Isteriku tercinta Evie Andayani beserta tiga jagoanku Hafidz Satrio, Fabian Ihsan dan si kecil Panji Hakiim semoga langkah Ayah-mu ini menjadi motivasi bagi jalan hidup kalian di masa yang akan datang.
7.
Seluruh nara sumber dalam penelitian ini yang telah memberikan masukan yang berharga tentang transaksi e-commerce serta aspek pemajakannya.
8.
Seluruh Staf Pengajar dan staf sekretariat Program Pascasarjana Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
9.
Teman-teman pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia, yang telah banyak membantu dengan memberikan masukan, kritik, saran dan bantuan dalam menyelesaikan tesis ini.
10.
Rekan-rekan sejawat, Saudara Irfan Maksum, Bapak Ima Hasrat, Bapak Torang Sitanggang, Bapak Mohammad Baharuddin, serta rekan-rekan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dorongan moral kepada penulis. Tanpa bantuan berbagai pihak seperti penulis sebutkan di atas, tesis ini tidak
mungkin berhasil disusun, oleh karena itu, penulis mendoakan semoga amal baik dari semua pihak yang penulis sebutkan di atas, akan mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Selanjutnya, penulis percaya bahwa di dalam tulisan ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran sehingga penulis dapat memperoleh masukan positif yang bermanfaat.
Jakarta,
Herry Suwondo
x Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
2007
DAFTAR ISI halaman ABSTRAKSI .............................................................................................................. LEMBAR PERNYATAAN ORISINALTITAS .............................................................. LEMBAR PERSETUJUAN TESIS ............................................................................ LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................................. DAFTAR ISI .............................................................................................................. DAFTAR TABEL ....................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................
i v vi vii viii x xii xiii xiv
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................. A. Latar Belakang Masalah ............................................................. B. Perumusan Masalah ................................................................... C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian .............................................. C.1. Tujuan Penelitian ............................................................... C.2. Signifikansi Penelitian ....................................................... D. Sistematika Penulisan ...............................................................
1 1 12 13 13 13 14
BAB II
TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN ................... A. Tinjauan Literatur ...……………………………………................. A.1. Azas Perpajakan..........…………………………................. A.2. Sistem Perpajakan .......………………………………......... A.3. Pajak Pertambahan Nilai ............................ …………....... A.3.1. Pengertian Dasar ................................................. A.3.2. Legal Character .................................................... A.3.3. Taxable Supplies .................................................. A.3.4. Subjek Pajak ...... ................................................. A.3.5. Saat dan Tempat Terutangnya PPN.................... B. Kerangka Penelitian...……………………………………............... C. Metodologi Penelitian...……………………………………............ C.1. Jenis Penelitian ........................................... …………....... C.2. Metode dan Strategi Penelitian........................………....... C.2.1. Teknik Pengumpulan Data .........................…....... C.2.2. Strategi Analisis Data .................................…....... C.3. Nara sumber / informan ..........................................…...... C.4. Penentuan Lokasi dan Objek Penelitian .........…….......... C.5. Keterbatasan Penelitian ......………..................................
17 14 20 24 28 28 31 33 44 33 35 37 39 39 40 41 46 47 47
BAB III
GAMBARAN UMUM PENELITIAN ............................................ A. Transaksi Perdagangan e-commerce dan Aspek Pemajakannya A.1. Rekomendasi Negara-negara OECD ................................ A.2. Jenis-jenis Transaksi e-commerce .................................... A.3. Beberapa Pendekatan atas Transaksi e-commerce.......... A.4. Mekanisme Pemungutan Pajak ........................................ A.5. Administrasi Pajak dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan ........................................................................
49 49 49 52 58 60
xi Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
63
BAB IV
BAB V
B. Pemajakan atas Transaksi e-commerce di Indonesia ................ B.1. Obyek Pajak ……………………………………………. B.2. Subyek Pajak ................................................................. B.3. Penerapan Aturan Perpajakan terhadap Infrastruktur e-commerce .................................................................... C. Perpajakan Internasional atas Penghasilan Transaksi e-commerce ............................................................................... D. Domisili Perusahaan .................................................................. E. Permanent Establishment / BUT ............................................... F. Karakterisasi Penghasilan ........................................................ G. Tax Haven dan E-commerce ....................................................
64 64 65
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .............................................. A. Transaksi Perdagangan melalui E-Commerce ............................ A.1. Pengertian e-Commerce ............................ …………...... A.2. Jenis-jenis dan Karakteristik E-Commerce …………....... A.2.1. Jenis-jenis E-Commerce …………....................... A.2.2. Karakteristik E-Commerce …………................... A.3. Keuntungan dan Kerugian e-commerce...... …………....... A.3.1. Kelebihan e-commerce........................................ A.3.2. Keuntungan e-commerce..................................... A.3.3. Peluang e-commerce ........................................... A.3.4. Kerugian e-commerce ......................................... A.3.5. Permasalahan dalam penerapan e-commerce .... B. Model serta Pengawasan Transaksi e-commerce di Jepang ….. B.1. Model Pengawasan Transaksi e-commerce di Jepang …. B.2. Ketentuan Perpajakan atas e-commerce di Jepang …….. C. Model serta Pengawasan atas e-commerce di Australia............. C.1. Transaksi Ekspor ………………………………………….. C.2. Transaksi Impor ............................................................. C.3. Penjualan barang-barang berwujud kepada perusahaan atau konsumen individu ........................... C.4. Penjualan jasa atau barang kena pajak tidak berwujud diantara perusahaan .................................................... C.5. Penjualan jasa dan/atau barang kena pajak tidak berwujud dari perusahaan kepada konsumen individu.. C.6. Penentuan Harga ............................................................ C.7. Penentuan Tempat Tinggal ............................................ C.8. Faktur Pajak Elektronik .... ............................................. D. Hal-hal yang bisa diadopsi Pemerintah Indonesia .....................
77 77 77 82 82 83 84 84 86 89 90 91 96 97 99 101 101 102
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. A. Simpulan ...................................................................................... B. Saran ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. LAMPIRAN
xii Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
67 68 72 73 74 75
102 103 103 103 104 104 105 107 109
DAFTAR TABEL halaman TABEL I.1. TABEL I.2. TABEL IV.1.
Perusahaan yang menggunakan internet di 9 kota di Indonesia Perkembangan jumlah pelanggan dan pemakai internet Indonesia Kategorisasi data berdasarkan hasil pengumpulan data
xiii Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
4 di
5 97
DAFTAR GAMBAR halaman GAMBAR II.1 GAMBAR II.2 GAMBAR II.3 GAMBAR II.4
Proses Bisnis Manual Proses Bisnis dengan E-Commerce Peluang E-Commerce Kerangka Penelitian
xiv Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
42 43 46 55
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I LAMPIRAN II
Pedoman Wawancara Peraturan Perundang-undangan Perpajakan terkait aspek pemajakan atas Transaksi Electronic-Commerce
xv Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang cukup pesat khususnya jaringan internet yang secara luas telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat di belahan dunia telah membuka kesempatan untuk berbagai kegiatan diantaranya adalah transaksi perdagangan. Saat ini dengan semakin maraknya penggunaan internet, perdagangan secara elektronik (e-commerce) dilakukan oleh perusahaanperusahaan dengan berbagai ukuran. Teknologi internet telah merubah pola interaksi masyarakat, yaitu ; interaksi bisnis, ekonomi, sosial, dan budaya. Internet telah memberikan kontribusi yang demikian besar bagi masyarakat, perusahaan / industri maupun pemerintah. Hadirnya internet telah menunjang efektifitas dan efisiensi operasional perusahaan, terutama peranannya sebagai sarana komunikasi, publikasi serta sarana untuk mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh sebuah badan usaha atau bentuk badan usaha atau lembaga lainnya. Perkembangan internet juga telah mempengaruhi perkembangan ekonomi. Berbagai transaksi jual-beli yang sebelumnya hanya bisa dilakukan dengan cara tatap muka (sebagian kecil melalui pos atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui internet. Transaksi melalui internet ini dikenal dengan nama e-commerce. Internet secara dramatis telah mengubah cara berbagai perusahaan untuk mengendalikan bisnis yang dikelola. Dengan semakin meluasnya pengaruh dan dampak internet, dan semakin banyak perusahaan menggunakan internet, kemungkinan untuk mengendalikan perdagangan antar bisnis di internet semakin bertambah, dan semakin menjadi bagian utama dari perdagangan barang dan jasa saat ini. Internet telah membuat revolusi dunia komputer dan dunia komunikasi yang tidak pernah diduga sebelumnya. Penemuan telegram, telepon, radio, dan komputer merupakan rangkaian kerja ilmiah yang menuntun menuju terciptanya
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
1
Internet yang lebih terintegrasi dan lebih berkemampuan dari pada alat-alat tersebut. Internet memiliki kemampuan penyiaran ke seluruh dunia, sebagai media untuk berkolaborasi dan berinteraksi antara individu dengan komputernya tanpa dibatasi oleh kondisi geografis. Kekuatan internet untuk meningkatkan perdagangan global sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Meskipun Amerika Serikat dan Kanada masih memiliki internet-user yang sangat besar, namun peningkatan penggunaan web di negara-negara lain diluar negara tersebut, dalam waktu singkat ini akan mengalami kemajuan yang sangat pesat dan akan segera menduduki daftar global online audience yang jauh lebih besar daripada Amerika Serikat dan Kanada.1 Komputer sebagai alat bantu manusia dengan didukung perkembangan teknologi informasi telah membantu akses ke dalam jaringan jaringan publik (public network) dalam melakukan pemindahan data dan informasi. Dengan kemampuan komputer dan akses yang semakin berkembang maka transaksi perniagaan pun dilakukan di dalam jaringan komunikasi tersebut. Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang sekarang ini karena kemudahankemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet, diantaranya yaitu :2 1.
Internet sebagai jaringan publik yang sangat besar (huge / widespread network), layaknya yang dimiliki suatu jaringan publik yaitu murah, cepat dan kemudahan akses.
2.
Menggunakan electronic data sebagai media penyampaian data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas baik dalam bentuk data elektronik, analog maupun digital.
Untuk tersambung ke jaringan internet, pengguna harus menggunakan layanan khusus yang disebut ISP (Internet Service Provider). Media yang umum digunakan adalah melalui saluran telepon (dikenal sebagai PPP, Point to Point Protocol). Pengguna memanfaatkan komputer yang dilengkapi dengan modem (modulator and demodulator) untuk melakukan dial-up ke server milik ISP. Begitu 1
Purbo dan Wahyudi, Mengenal E-Commerce. PT Elex Media Computindo, Cetakan Kedua tahun 2001. halaman 3. 2 Ibid, halaman 4.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
2
tersambung ke server ISP, komputer si pengguna sudah siap digunakan untuk mengakses jaringan internet. Pelanggan akan dibebani biaya pulsa telepon plus layanan ISP yang jumlahnya bervariasi tergantung lamanya koneksi.3 Internet juga dikembangkan untuk aplikasi wireless (tanpa kabel) dengan memanfaatkan telepon seluler. Untuk ini digunakan protokol WAP (Wireless Aplication Protocol). WAP merupakan hasil kerjasama antar industri untuk membuat sebuah standar yang terbuka (open standar) yang berbasis pada standar internet. Selain WAP juga dikembangkan GPRS (General Packet Radio Service) sebagai salah satu standar komunikasi wireless. Dibandingkan WAP, GPRS memiliki kelebihan dalam kecepatan yang dapat mencapai 115 kbps dan adanya dukungan aplikasi yang lebih luas, termasuk aplikasi grafis dan multimedia.4 Dalam periode perkembangan internet selanjutnya dikenal penyedia jasa internet bebas biaya berlangganan yang diawali dengan munculnya telkomnet instant oleh PT Telkom, meskipun dengan kecepatan akses yang belum maksimal namun ternyata banyak digemari masyarakat karena kemudahannya untuk diakses yakni melalui saluran telepon biasa (dial-up) dan tanpa berlangganan. Pembayaran yang terjadi dengan penggunaan akses ini adalah pembayaran pulsa penggunaan telepon komersil dengan tarif khusus. Fasilitas umum untuk mengakses internet yang paling dikenal dikalangan masyarakat luas adalah melalui warung internet atau lebih dikenal dengan warnet. Pada dasarnya, sebagian besar warnet merupakan peralihan dari usaha wartel yang melakukan penambahan fasilitas untuk mengakses jaringan internet. Warnet memberikan keuntungan yang cukup besar bagi pengguna internet terutama dalam harga yang relatif rendah karena pengguna tidak perlu membeli komputer, tidak perlu berlangganan jasa internet dan hanya membayar akses per menitnya. Dengan berkembangnya warnet ini yang menjangkau ke wilayah dimana dimungkinkan terpasang jaringan telepon maka akan meningkatkan jumlah pengguna internet (internet user) sehingga kemungkinan akan terjadinya transaksi juga akan meningkat. 3
Ramadhani, Modul Pengenalan Internet. Revisi 28 Juli 2003, www.dhani.singcat.com diakses Maret 2007. 4 Ibid, diakses Maret 2007.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
3
Berdasarkan Survey yang dilakukan oleh Departemen Komunikasi dan Informasi atas penggunaan internet di 9 (sembilan) kota di Indonesia terlihat seperti pada tabel dibawah ini : 5
Tabel I.1
No.
Lokasi
Responden
Perusahaan yang menggunakan internet di 9 kota di Indonesia.
Memanfaatkan Internet
Alasan Tidak Memanfaatkan Internet
Ya
Tidak
a
b
c
d
e
1
Padang
39
38
1
0
1
1
0
0
2
Pekanbaru
40
38
2
0
0
2
0
0
3
Bandar Lampung
58
53
4
4
2
4
0
1
4
Surabaya
58
34
22
15
9
8
3
10
5
Denpasar
30
30
0
0
0
0
0
0
6
Mataram
17
9
8
4
4
2
0
0
7
Kupang
15
10
5
5
5
5
5
4
8
Pontianak
32
31
1
1
0
0
0
0
9
Palangkaraya
23
20
3
3
3
0
0
0
TOTAL
312
263
47
32
24
22
8
15
84.29
15.06
68.08
51.06
46.80
17.02
31.92
PERSENTASE
Sumber : Hasil Survey Pemetaan e-commerce Berbasis Web Tahun 2006 Depkominfo.
Keterangan
:
a.
Tingginya biaya koneksi internet
b. Tidak memiliki tenaga ahli di bidang komputer c. Tidak memiliki strategi bisnis melalui internet d. Kurang kemampuan berbahasa Inggris e. Kurang bermanfaat bagi perusahaan.
5 Direktorat e-Business, Dirjen Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informatika, Pemetaan e-commerce berbasis web (hasil survey), 2006, hal. 18.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
4
Dari data tersebut dapat terbukti bahwa internet bukanlah sesuatu yang baru bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sebagian besar perusahaan telah menggunakan internet sebagai media komunikasi, promosi dan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Bagi perusahaan-perusahaan yang tidak
menggunakan
internet
bukan
dikarenakan
perusahaan-perusahaan
tersebut tidak menyadari akan kehadiran internet serta manfaat internet namun dikarenakan berbagai alasan seperti disebutkan pada keterangan atas tabel diatas. Berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sejak tahun 1998 jumlah pelanggan dan pemakai internet mengalami kenaikan seperti terlihat pada tabel berikut ini : Tabel I.2 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Pemakai Internet di Indonesia. (perkiraan s.d. akhir 2005)
Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005*
Pelanggan 134.000 256.000 400.000 581.000 667.002 865.706 1.087.428 1.500.000
Pemakai 512.000 1.000.000 1.900.000 4.200.000 4.500.000 8.080.534 11.226.143 16.000.000
Sumber : www.apjii.or.id
Secara keseluruhan memang masih dapat dikatakan bahwa internet relatif baru dikenal oleh masyarakat Indonesia dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini dan pada tahap-tahap awal perkembangannya frekuensi pemakainyapun belum terlalu banyak. Namun perkembangan internet di Indonesia telah menunjukan perkembangan yang signifikan. Peningkatan jumlah pelanggan internet yang ada saat ini menunjukan bahwa peluang pasar internet di Indonesia cukup besar. Dari semua kondisi di atas, yang utama bagi user internet Indonesia adalah akses yang murah dan cepat, sehingga mereka bisa menikmati perkembangan teknologi informasi, terutama internet user di tingkat masyarakat daerah. Semua itu
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
5
akan terwujud jika pengambil kebijakan di bidang ini bisa memiliki pandangan yang seimbang, baik dari segi internet user (masyarakta), maupun dari segi perusahaan penyedia jasa layanan internet dan teknologi informasi. Secara garis besar, perdagangan elektronik (e-commerce) didefinisikan sebagai cara untuk menjual dan membeli barang-barang (dan jasa) lewat jaringan internet. Perdagangan elektronik (e-commerce) mencakup transaksi pembelian serta transfer dana lewat jaringan komputer. Pengertian di atas tidak sepenuhnya merupakan definisi tunggal tentang sistem ini hal ini disebabkan karena hampir setiap saat muncul bentuk-bentuk baru dari e-commerce yang tidak hanya terfokus pada jual-beli online. Walaupun pada prakteknya sistem perdagangan elektronik ini umumnya dilakukan dalam bidang retail seperti misalnya jual-beli buku, compact disk (cd), peralatan elektronik dan barangbarang atau jasa-jasa lainnya melalui situs-situs toko online. Pada
awalnya
perdagangan
elektronik
dilakukan
dalam
kerangka
transaksi-transaksi bisnis antar perusahaan besar, antar perbankan, serta antar institusi finansial lainnya. Namun dalam perkembangannya, fokus perdagangan elektronik (e-commerce) bergeser mendekati konsumen-konsumen individual. Sebagai konsekuensinya, perdagangan elektronik saat ini dilakukan tidak hanya oleh perusahaan-perusahaan besar namun juga dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang secara ekonomi tidak berskala besar. Pada kenyataannya perusahaan-perusahaan dengan berbagai skala mendapati kenyataan bahwa mereka akan mendapatkan keuntungan dari semakin rendahnya biaya perdagangan elektronik lewat internet.6 Pesatnya sistem perdagangan elektronik atau e-commerce antara lain disebabkan oleh :7 a. Proses Transaksi yang singkat. Perubahan sistem transaksi tradisional ke sistem elektronis akan mempercepat proses transaksi tersebut. Proses-proses dalam sistem
6
Nugroho, “e-commerce : Memahami Perdagangan Modern di Dunia Maya”. Informatika Bandung, 2006. hal.6 7 Wahyono, Teguh, Etika Komputer dan Tanggung Jawab Profesional di Bidang Teknologi Informasi. Andi Offset, Yogyakarta. 2006, hal.169
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
6
transaksi tradisional seperti pembuatan nota, kuitansi, faktur dan sebagainya tidak perlu dilakukan secara manual dan dapat dilakukan secara otomatis oleh sistem. b. Menjangkau lebih banyak pelanggan. Sebagai sistem yang berada di dalam jaringan global internet, e-commerce memiliki kemampuan untuk menjangkau lebih banyak pelanggan. c. Mendorong kreativitas penyedia jasa . E-Commerce
mendorong
kreativitas
dari
pihak
penjual
untuk
menciptakan informasi dan promosi secara inovatif serta dapat secara cepat melakukan update data secara berkesinambungan. d. Biaya operasional lebih murah. E-Commerce dapat menekan biaya operasional (operational cost) karena dapat dilakukan dengan biaya murah dan efektif dalam penyebaran informasi. e. Meningkatkan kepuasan pelanggan. E-Commerce dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang cepat dan mudah. Operasional yang efisien juga akan memungkinkan
perusahaan
e-commerce
merespons
permintaan
konsumen secara cepat dan akurat. Perdagangan elektronik (e-commerce) yang dilakukan lewat jaringan internet pada dasarnya memiliki kesamaan dengan perdagangan tradisional, tetapi tentu saja memiliki kelebihan-kelebihan yang secara langsung dapat bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan keuntungan perusahaan. Melalui
perdagangan
pemasaran.
Dengan
elektronik,
perusahaan
kemudahan
dan
dapat
memangkas
kecanggihan
internet
biaya dalam
menyampaikan berbagai informasi tentang barang-barang dan jasa-jasa yang ditawarkan langsung ke konsumen dimanapun mereka berada tidak terbatas oleh jangkauan geografis perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang berbisnis secara elektronik juga dapat memangkas biaya operasional toko sebab mereka tidak perlu memajang barang-barangnya di toko yang berukuran besar dengan
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
7
karyawan yang berjumlah banyak. Perusahaan-perusahaan tersebut cukup mendigitalisasi informasi-informasi tentang barang-barang atau jasa-jasa yang mereka tawarkan dan menampilkannya dalam server milik perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut juga tidak perlu mencetak katalog yang pencetakannya membutuhkan biaya yang tinggi. Mereka juga dapat memangkas biaya penyimpanan (gudang) sebab barang yang dijualnya dapat dikirim langsung dari para penyedia (supplier). Selain itu perusahaan-perusahaan tersebut juga dapat menjalankan bisnisnya selama 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu. Dengan didukung kecanggihan teknologi komputer, semua keterbatasan sarana, jarak dan waktu transaksi dapat diatasi dengan mudah, hanya dengan klik saja kita dapat mendapatkan barang yang diinginkan, bisa mengetahui apa saja yang kita inginkan dan dapat melakukan transaksi dengan siapa saja tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu. Kemudahan inilah yang menjadi faktor utama berkembangnya e-commerce. Banyak sekali kegiatan yang dapat dilakukan melalui transaksi ecommerce, tidak hanya sekedar membeli buku di toko buku online. Meskipun transaksi pembelian buku secara online tersebut identik dengan e-commerce. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam e-commerce tersebut antara lain adalah 8 : 1.
Pedagangan online melalui world wide web melalui jaringan komputer pribadi (Personal Computer / PC).
2.
Transaksi online bisnis antar perusahaan.
3.
Internet Banking yang saat ini sedang berkembang di Indonesia dimana seseorang dapat melakukan pengecekan saldo rekening, mengganti nomor PIN (Personal Identification Number) pada transaksi melalui ATM (Automatic Teller Machine), Transfer antar rekening, dan berbagai kemudahan pembayaran atas transaksi lainnya.
4.
TV interaktif dimana melalui televisi kita bisa melihat daftar acara secara interaktif, internet lewat TV, dan akses web lewat TV.
8
Purbo dan Wahyudi, Op.Cit. halaman 7.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
8
5.
WAP (Wireless Aplication Protocol) yang juga dapat melayani sistem belanja online. Pembelian tersebut dapat dilakukan melalui telepon genggam (handphone). Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak dikenal istilah intensifikasi
dan Ekstensifikasi Wajib Pajak. Penggalian potensi terhadap Wajib Pajak yang telah terdaftar atau memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dilakukan dengan cara Intensifikasi Pajak, sedangkan meningkatkan penerimaan pajak dengan cara menambah Wajib Pajak baru dikenal dengan nama Ekstensifikasi Wajib Pajak. Untuk dapat melakukan Intensifikasi Pajak dan Ekstensifikasi Wajib Pajak yang melakukan kegiatan perdagangan elektronik atau e-commerce tentu saja dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan analisa, serta pendekatan terkait masalah teknologi informasi serta karaterisitik transaksi perdagangan elektronik. Seiring dengan perkembangan teknologi serta kemudahan dan efisiensi biaya dalam transaksi elektronik maka potensi untuk meningkatkan penerimaan sektor perpajakan dari kegiatan transaksi elektronik atau e-commerce tentu saja sangat
besar
disempurnakan
meskipun
masih
diantaranya
terdapat
tentu
saja
masalah-masalah masalah
yang
keamanan
perlu
transaksi,
kerahasiaaan dan pengetahuan yang memadai. Namun bagaimana mekanisme kerja usaha tersebut perlu dilakukan tinjauan pengenaan pajaknya. Transaksi online yang dilakukan melalui internet memiliki karakteristik tersendiri dimana antar penjual dan pembeli tidak melakukan penyerahan barang atau jasa secara langsung (berhadapan) melainkan seluruhnya dilakukan secara virtual. Oleh sebab itu perlu diteliti bagaimana aturan perpajakan terkait penyerahan barang atau jasa melalui transaksi online (e-commerce) tersebut, baik dari segi pembuatan Faktur Pajak, saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai, serta mekanisme kontrol atas transaksi tersebut. Seperti transaksi yang terjadi pada umumnya dimana atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) maka Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) maupun Jasa Kena Pajak (JKP) tersebut wajib membuat Faktur Pajak atas setiap transaksi yang dilakukan. Pada transaksi online dimana identitas pembeli atau pengguna jasa tidak
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
9
diketahui secara detil maka Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) maupun Jasa Kena Pajak (JKP) akan menerbitkan Faktur Pajak Sederhana. Akibatnya adalah sulit mengontrol kepatuhan Wajib Pajak
(Pengusaha Kena Pajak) dalam melaksanakan kewajibannya yakni
pembuatan Faktur Pajak, bila pembeli tidak memerlukan Faktur Pajak tersebut maka atas penyerahan tersebut kemungkinan tidak diterbitkan Faktur Pajak yang menyebabkan hilangnya penerimaan pajak. Selain itu pembeli yang melakukan pembelian dengan nilai yang cukup besar sehingga dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat diketahui karena transaksi dilakukan dalam dunia maya. Transaksi dengan menggunakan internet sebagai media pemasaran barang maupun jasa memiliki kelemahan dari segi pengawasan oleh Direktorat Jenderal Pajak, hal ini disebabkan karena transaksi dilakukan secara online dimana tidak terjadi interaksi secara langsung antara pihak penjual dan pembeli. Bahkan transaksi tersebut bisa dilakukan tanpa memerlukan tempat usaha yang tetap. Identitas penjual dan pembeli juga tidak diketahui secara pasti dan mendetail. Hal ini sangat bertentangan dengan aturan perpajakan atas transaksi yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dimana identitas penjual harus diketahui dengan pasti dan mendapat Surat Keterangan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SKPPKP) dan atas setiap transaksi yang dilakukan harus dicantumkan dalam Faktur Pajak yang memuat keterangan yang wajib dipenuhi diantaranya adalah identitas lawan transaksi yang lengkap dan jelas. Idealnya bila semua pihak yang terlibat dalam transaksi secara online (ecommerce) tersebut telah diketahui secara jelas dan setiap transaksi dibuat Faktur Pajak maka akan diketahui secara pasti kontribusi penerimaan pajak atas transaksi online (e-commerce) yang dilakukan. Lebih lanjut Direktorat Jenderal Pajak dapat melengkapi aturan-aturan pelaksanaan terkait transaksi online tersebut sehingga dapat dilakukan pengawasan yang lebih dan tentu saja diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak secara nasional. Jepang adalah sebuah negara dengan tingkat pemahaman dan penerapan teknologi informasi yang cukup tinggi dimana masyarakatnya memanfaatkan internet bukan hanya sebatas penggunaan surat elektronik (e-mail) ataupun
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
10
mencari informasi (browsing) tetapi internet telah digunakan sebagai sarana perdagangan (e-commerce). Bagi pelaku e-commerce, internet telah digunakan menjadi sarana untuk bisa mendapatkan uang, dan bagi masyarakat pengguna internet, perdagangan elektronik (e-commerce) bukan lagi sebagai sebuah gaya hidup tetapi telah menjadi kebutuhan. Hal ini terlihat dari banyaknya situs perdagangan elektronik yang berkembang bahkan telah menjangkau ke seluruh penjuru dunia seperti contoh perusahaan yang sukses menjalankan bisnis e-commerce adalah produsen peralatan elektronik Sony dengan produk terlarisnya Sony Playstation. Begitu juga perusahaan-perusahaan lainnya yang menawarkan produk-produk seperti musik, video, kado dan bahkan melakukan lelang. E-Commerce di Jepang menawarkan beragam produk barang maupun jasa yang sangat beragam melalui media internet. Hal ini berlawanan dengan AS, dimana konsumen yang melakukan transaksi e-commerce pada umumnya tertarik atas perangkat-perangkat elektronik. Konsumen di Jepang melakukan transaksi atas beragam keperluan seperti peralatan mobil yang canggih, peralatan rumah tangga (home appliance), telepon genggam, Sony PlayStation, dan sebagainya. Telepon genggam merupakan pilihan yang sangat banyak diminati dalam transaksi perdagangan secara online (e-commerce). Beberapa pemain e-commerce yang terkenal di Jepang diantaranya adalah Sony, Casio, Sanyo, Hitachi, Canon, dan sebagainya. Demikian juga dengan negara Australia dimana penduduknya menganggap perdagangan elektronik (e-commerce) adalah transaksi yang memberi banyak kemudahan dan keragaman produk yang ditawarkan. Hal ini membuat transaksi e-commerce semakin tumbuh dengan cepat dan menjadi bagian dari kehidupan bahkan kebiasaan penduduk Australia. Dengan kemajuan perkembangan tehnologi internet maka siapa saja yang menggunakannya dapat melakukan transaksi perdagangan. Hal ini tentu saja berbeda dengan transaksi yang dilakukan pada pasar tradisional. menuntut
pihak-pihak
Perkembangan e-commerce selanjutnya
penyelenggara
perdagangan
elektronik
untuk
meningkatkan pelayanan dan keamanan dalam bertransaksi sehingga konsumen dapat menaruh kepercayaan atas transaksi yang dilakukannya yang pada akhirnya akan memberikan keuntungan atas bisnis yang dijalankan.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
11
Dari uraian penerapan transaksi e-commerce pada beberapa negara diatas tentu saja diikuti oleh pengawasan dari pemerintah masing-masing negara dengan menerbitkan aturan-aturan atas transaksi e-commerce khususnya aturan perpajakan yang mengatur antara lain kejelasan atas transaksi yang dilakukan, pengawasan atas transaksi, hak pemajakan, dan tentu saja apabila aturan-aturan tersebut dilanggar akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka dalam penelitian ini akan dibahas aspek perpajakan terhadap negara-negara yang menerapkan transaksi elektronik (e-commerce) dalam menawarkan produk barang maupun jasa. Sehingga diharapkan memberikan sumbangan pemikiran atas penerapan ketentuan terhadap transaksi serupa yang dilakukan di tanah air. Adapun Judul dari penelitian ini adalah : ”Model Pemajakan atas Transaksi E-Commerce (Pembelajaran dari Jepang dan Australia) ”.
B.
Perumusan Masalah Secara teknis e-commerce diartikan sebagai transaksi-transaksi meliputi penjualan, leasing, penawaran lisensi atau pemindahtanganan harta, barangbarang atau informasi. Meskipun usaha ini tergolong baru di Indonesia namun perkembangannya cukup pesat. Sebagaimana diketahui bahwa usaha ini memiliki ciri dan kerumitan tersendiri dalam operasional usahanya sehingga diperlukan pengetahuan dan pengalaman dalam menentukan pengenaan pajaknya. Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1.
Bagaimana transaksi perdagangan melalui electronic-commerce ?
2.
Bagaimana model serta pengawasan otoritas perpajakan atas transaksi e-commerce di negara Jepang ?
3.
Bagaimana model serta pengawasan otoritas perpajakan atas transaksi e-commerce di negara Australia?
4.
Hal-hal apa yang bisa diadopsi oleh pemerintah Indonesia dari model serta pengawasan yang dilakukan oleh otoritas perpajakan dari kedua negara tersebut?
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
12
C.
Tujuan dan Signifikansi Penelitian C.1. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan pokok masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk menganalisis bagaimana transaksi perdagangan melalui electroniccommerce.
2.
Untuk
menganalisis
bagaimana
model
serta
pengawasan
otoritas
perpajakan atas transaksi e-commerce di negara Jepang. 3.
Untuk
menganalisis
bagaimana
model
serta
pengawasan
otoritas
perpajakan atas transaksi e-commerce di negara Australia. 4.
Untuk menganalisis hal-hal apa yang bisa diadopsi oleh pemerintah Indonesia dari model serta pengawasan yang dilakukan oleh otoritas perpajakan dari negara Jepang dan negara Australia. Dengan menetapkan tujuan dari penelitian diatas diharapkan penelitian ini
dapat mengarah kepada suatu proses untuk mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan seperti diatas. Dengan berpedoman pada tujuan penelitian dan permasalahan penelitian maka penelitian ini juga diharapkan mampu menjelaskan model-model pengawasan yang dilakukan oleh negara Jepang dan Australia atas transaksi e-commerce serta hal-hal apa saja yang dapat diterapkan oleh pemerintah Indonesia dari hasil analisa yang dilakukan.
C.2. Signifikansi Penelitian Adapun signifikansi dari penelitian ini adalah: 1. Signifikansi dibidang akademik. Diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya perkembangan
ilmu
administrasi
perpajakan
terhadap
model-model
pemajakan atas transaksi e-commerce yang dilakukan oleh negara Jepang dan Australia.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
13
2. Signifikansi dibidang praktisi. Diharapkan dapat bermanfaat bagi otoritas perpajakan yakni Direktorat Jenderal Pajak dalam membuat kebijakan perpajakan yang berkaitan dengan transaksi e-commerce, dengan membandingkan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas perpajakan di negara Jepang dan Australia. Kebijakan yang diterapakan tentu saja dilakukan dengan melakukan penyesuaian dengan kondisi yang ada di Indonesia, diantaranya dengan melakukan perbaikan atas sumber daya yang ada sehingga diperoleh perangkat sistem, aturanaturan terkait dan sumberdaya manusia yang terlibat didalamnya.
D.
Sistematika Penulisan Tesis ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I.
PENDAHULUAN Pada bab ini penulis akan menguraikan berbagai hal mengenai: Latar Belakang Permasalahan yaitu alasan pemilihan judul, Pokok Permasalahan yang diuraikan dalam bentuk pertanyaan yang akan diteliti, Pembatasan Masalah agar penelitian ini diharapkan memiliki fokus yang lebih jelas, Tujuan Penelitian yang hendak dicapai dan Signifikansi Penelitian yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak serta Sistematika Penulisan.
BAB II.
TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN Tinjauan Literatur merupakan kerangka acuan berfikir berupa teoriteori yang akan digunakan untuk menganalisis penelitian. Teori-teori mengenai e-commerce dan teori-teori pepajakan. Kerangka penelitian merupakan alur penelitian yang berbentuk struktur. Model penelitian menjelaskan
bahwa
penelitian
termasuk
dari
beberapa
jenis
penelitian. Hipotesis penelitian yaitu pendapat sementara yang diambil dari kerangka teori disertai dengan instrumen penelitian.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
14
Metode penelitian dalam tesis ini terdiri dari sifat penelitian yaitu menjelaskan bahwa penelitian ini sifatnya kualtitatif. Metode penelitian ini disesuaikan dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Sesuai pendekatan penelitian yang dilakukan yakni pendekatan kualitatif dimana yang lebih ditekankan adalah pada proses dan bukan pada hasil akhir atau produk. Hipotesis, dalam pendekatan kualitatif hipotesis tidak diuji tetapi diusulkan (suggested, recommended) sebagai suatu panduan dalam proses analisa data. Hipotesis ini secara terus-menerus disesuaikan dengan data di lapangan, dan menyesuaikan diri dengan data empiris.9 Selain itu dalam bab II ini juga akan memuat beberapa kebijakan perpajakan saat ini.
BAB III.
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Pada bab ini penulis akan menguraikan gambaran umum objek penelitian. Permasalahan yang dihadapi oleh otoritas perpajakan serta bagaimana cara kerja transaksi elektronik (e-commerce) dan dampaknya terhadap perpajakan.
BAB IV.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Memasuki Bab IV penulis akan menguraikan pembahasan atas data analisis penelitian termasuk pihak-pihak yang terkait dengan transaksi elektronik
(e-commerce).
Bagaimana
seharusnya
peraturan
perpajakan mengatur bisnis e-commerce, objek pajak e-commerce pendapat ahli tentang pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap bisnis e-commerce dan perkembangan internet serta e-commerce di Indonesia. Sesuai sifatnya maka Analisis Kualiitatif yang digunakan akan melengkapi kerangka teoritik dan hipotesis berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. 9
Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk ilmu-ilmu sosial, Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2006, hal. 44
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
15
BAB V.
SIMPULAN DAN SARAN Sebagai
penutup
dalam
penulisan
tesis
ini,
penulis
akan
menyampaikan dua hal sebagai hasil akhir dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, yaitu Simpulan dan Saran.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
16
BAB II
TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN
A.
Tinjauan Literatur Dengan meluasnya perdagangan global, tidak cukup bagi sebuah perusahaan atau seorang entrepreneur hanya dengan mengandalkan iklan dan selebaran untuk mengembangkan bisnis yang dijalankannya. Era perdagangan bebas secara tidak langsung memacu para pengusaha untuk menjalankan bisnisnya seluas mungkin. Internet telah menjadi satu sarana bagi para usahawan guna meningkatkan produktivitas perusahaan yang dijalankan. Salah satunya adalah dengan menggunakan aplikasi e-commerce untuk menjalankan transaksi secara online. Salah satu tampilan dari begitu banyak sistem elektronik adalah website atau situs. Ada situs yang berisikan berita, informasi, profil beragam instansi perusahaan, sampai kepada situs yang menawarkan jual beli barang lewat dunia maya. Situs-situs inipun tidak hanya dimiliki oleh badan-badan hukum tetapi banyak juga yang dimiliki oleh individu-individu dengan berbagai macam latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Untuk memiliki situs-situs tersebut tidak dibutuhkan biaya yang besar sehingga semakin mendorong perkembangan dunia internet.10 Kemajuan teknologi internet tersebut tentunya banyak menimbulkan keuntungan, peluang, dan keunggulan. Bagi perusahaan-perusahaan yang telah mengaplikasikan internet sebagai bagian dari strategi pemasaran produkproduknya dalam bentuk penawaran dan transaksi secara elektronik akan dapat bersaing dalam menjaring konsumen sebanyak-banyaknya dengan biaya yang optimal. Bahkan tidak dibutuhkan outlet fisik ataupun tempat untuk memajang produk-produk yang ditawarkan. Pilihan untuk menawarkan produk-produk perusahaan secara online akan sangat efisien karena modal untuk ekspansi ke luar negeri melalui jaringan fisik tidaklah murah.
10
Prasetyo, Akuntabilitas Sistem Elektronik. PrimeTax. Edisi April 2003. halaman 56-58.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 17
Perkembangan bisnis dengan menggunakan internet sebagai media penawaran produk-produk tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi otoritas perpajakan untuk memanfaatkan trend tersebut sebagai sarana untuk meningkatkan penerimaan sektor perpajakan. Hal ini tentu saja menuntut kesiapan dari Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pengawasan terhadap transaksi e-commerce tersebut, baik dari segi sumber daya manusia, aturanaturan terkait transaksi e-commerce termasuk pengertian istilah-istilah sehingga tidak menimbulkan multitafsir serta perangkat sistem informasi yang dimiliki. Untuk berbisnis seperti layaknya sebuah jaringan ritel, pelaku ecommerce bisa menikmati jaringan kerja yang ada. Ini berarti melibatkan pihak ketiga yang mendukung terselenggaranya jaringan tersebut. Dalam hal ini proses pembelian bisa dilakukan secara online tetapi pengiriman barangnya dilakukan secara offline. Karakteristik lain dari transaksi e-commerce ini adalah produk barang atau jasa yang ditawarkan diubah bentuknya dalam format digital (digitized) yang umumnya berupa artikel, buku, lagu, dan sebagainya dihantarkan baik untuk perusahaan lain maupun pembeli akhir (end-user). Hal ini tentunya menjadi salah satu sebab mengapa atas transaksi e-commerce ini sulit untuk ditelusuri dari mana asalnya dan kemana disampaikan. Artinya diperlukan caracara pembuktian yang lebih dari sekedar cara-cara konvensional yang sudah ada. Akibatnya produk dan jasa yang di-digitized tersebut tidak hanya rawan penggelapan tetapi juga sulit untuk dikenakan pajak khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sehingga diperlukan sistem administrasi perpajakan yang baik dan didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk menerapkan aturan-aturan perpajakan dengan pengetahuan berbasis teknologi yang memadai. Hal ini merupakan salah satu alasan untuk melakukan penelitian tentang kegiatan bisnis yang menggunakan e-commerce dalam menawarkan produk dan jasanya secara online. Administrasi Perpajakan mengandung tiga pengertian, yaitu :11 1.
Suatu instansi atau badan yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemungutan pajak,
11
Mansyuri. 2002. Kebijakan Fiskal. Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4), Jakarta. Halaman 5.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 18
2.
Orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada instansi
perpajakan
yang
secara
nyata melaksanakan kegiatan
pemungutan pajak, 3.
Proses
kegiatan
penyelenggaraan
pemungutan
pajak
yang
ditatalaksanakan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai sasaran yang telah digariskan dalam Kebijakan Perpajakan, berdasarkan sarana hukum yang telah ditentukan oleh Undang-undang perpajakan dengan efisien.
Sedangkan dasar-dasar bagi terselenggaranya administrasi perpajakan yang baik meliputi :12 1.
Kejelasan dan kesederhanaan dari ketentuan Undang-undang yang memudahkan bagi administrasi dan memberikan kejelasan bagi Wajib Pajak,
2.
Kesederhanaan
akan
Kesederhanaan
dimaksud
mengurangi baik
penyelundupan
dalam
perumusan
pajak.
yuridis
yang
memberikan kemudahan untuk dipahami; maupun kesederhanaan untuk dilaksanakan oleh aparat dan untuk dipatuhi pajaknya oleh Wajib Pajak, 3.
Reformasi
dalam
bidang
perpajakan
yang
realistis
harus
mempertimbangkan kemudahan tercapainya efisiensi dan efektivitas administrasi
perpajakan,
semenjak
dirumuskannya
kebijakan
perpajakan, 4.
Administrasi Perpajakan yang efisien dan efektif perlu disusun dengan memperhatikan penataan pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan informasi tentang Subjek Pajak dan Objek Pajak.
Administrasi perpajakan merupakan kunci bagi berhasilnya pelaksanaan kebijakan perpajakan. Tugas administrasi perpajakan tidak membuat kebijakan atau ketentuan Undang-undang, tidak memutuskan Subjek Pajak yang dikecualikan dari pemungutan pajak, juga tidak menentukan Objek Pajak baru. Administrasi Perpajakan perlu disusun dengan sebaik-baiknya sehingga 12
Mansyuri, ibid. Halaman 6.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 19
mampu menjadi instrumen yang bekerja secara efisien dan efektif dalam penyelenggaraan pemungutan pajak sesuai dengan hukum positif.13 Administrasi perpajakan wajib mengacu kepada hukum pajak positip yang sedang berlaku. Apabila kita sedang membahas ketentuan dari hukum pajak, kita sebaiknya bukan hanya memahami bunyi ketentuannya dan interpretasi dari ketentuan tersebut melainkan harus juga dipahami : 1.
Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai dalam menentukan ”policy option” yang dianut oleh ketentuan itu, dan
2.
Rumusan yuridis yang sekarang berlaku, dan
3.
penyelenggaraan administrasi pajak untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang yang berlaku tersebut, sebagaimana dimuat dalam Surat Edaran-Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.
A.1. Azas Perpajakan
Azas-azas perpajakan oleh para ahli sudah banyak disarankan sebelum Adam Smith menerbitkan bukunya : ”An Inquiry into The Nature and Causes of the Wealth of Nations”. Adam Smith mengemukakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat azas yaitu :14 - Equality ( keadilan pajak ), Keadilan merupakan salah satu azas yang sering kali menjadi pertimbangan penting dalam memilih policy option yang ada dalam membangun sistem perpajakan. Suatu sistem perpajakan dapat berhasil apabila masyarakatnya merasa yakin bahwa pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah telah dikenakan secara adil dan setiap orang membayar sesuai bagiannya.
- Certainty, Azas certainty (kepastian) menyatakan bahwa harus ada kepastian, baik bagi petugas pajak maupun semua wajib pajak dan seluruh masyarakat. 13
Mansyuri. Ibid. halaman 6. Mansyuri, Pajak Penghasilan Lanjutan Pasca Reformasi 2000. Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4), Jakarta. hal. 11.
14
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 20
- Convenience, Azas convenience (kemudahan/kenyamanan) menyatakan bahwa saat pembayaran
pajak
hendaklah
“menyenangkan/memudahkan”
dimungkinkan
wajib
pada
saat
yang
pajak, misalnya pada saat
menerima gaji atau penghasilan seperti saat menerima bunga deposito. - Economy. Biaya pemungutan pajak yang kecil dibandingkan secara proporsional dengan peningkatan penerimaan dan menghindarkan efek distorsi perilaku wajib pajak.
Salah satu aspek dalam pemungutan pajak adalah adanya keadilan. Adam Smith sebagaimana dikutip oleh Waluyo dan Ilyas (2002) juga mengatakan bahwa salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam pemungutan pajak adalah adanya keadilan pajak (equity) yaitu bahwa membayar pajak harus sebanding dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay principle) dan manfaat yang diterimanya (benefit principle).15 Aspek keadilan pemungutan pajak harus senantiasa dipegang teguh, baik dalam prinsip mengenai perundang-undangan maupun dalam prakteknya sehari-hari. Inilah sendi pokok yang seharusnya diperhatikan baik-baik oleh setiap negara untuk melancarkan usahanya dalam rangka pemungutan pajak. Maka dari itu syarat mutlak bagi pembuat Undang-undang pajak, juga syarat mutlak bagi aparatur setiap pemerintah yang berkewajiban melaksanakannya adalah pertimbangan-pertimbangan dan perbuatan-perbuatan yang adil pula. Tidak mungkin suatu negara menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat karenanya maka politik pemungutan pajaknya harus diusahakan supaya jangan sampai menghambat lancarnya produksi dan perdagangan, dan harus diusahakan supaya jangan menghalang-halangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum. Keseimbangan dalam kehidupan ekonomi tidak boleh
15
Waluyo dan Ilyas. 2002. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat. hal.15
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 21
terganggu karenanya, bahkan harus tetap dipupuk sesuai dengan fungsi kedua dari pemungutan pajak, yaitu fungsi mengatur.16 Dari seluruh pendapat para ahli mengenai prinsip perpajakan, khususnya pengertian prinsip keadilan para ahli memandang sebagai suatu hal yang mutlak dipertimbangkan dalam sistem perpajakan. Selanjutnya, keadilan dalam pemungutan pajak dibedakan antara keadilan horizontal dan keadilan vertikal17. Suatu pemungutan pajak dikatakan adil secara horizontal apabila beban pajaknya adalah sama atas semua Wajib Pajak yang mendapatkan penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan yang sama tanpa membedakan jenis penghasilan atau sumber penghasilan. Dari
uraian
mengharuskan
di
atas
pembayar
dapat pajak
disimpulkan
bahwa
membayar
pajak
keadilan sesuai
pajak dengan
kemampuannya dan manfaat yang diterimanya sehingga setiap Wajib Pajak yang mempunyai jumlah penghasilan yang sama, seharusnya membayar jumlah pajak yang sama pula. Kondisi ini biasa disebut keadilan horisontal (horisontal equity). Kemudian pembayar pajak yang mempunyai penghasilan yang lebih tinggi, membayar pajak lebih besar. Hal ini disebut keadilan vertikal (vertical equity). Syarat keadilan horisontal adalah sebagai berikut:18 a.
Pengertian penghasilan harus mencakup semua tambahan kemampuan ekonomis;
b.
Globality, yaitu bahwa seluruh tambahan kemampuan ekonomis tersebut merupakan ukuran keseluruhan kemampuan membayar;
c.
Net Income, yaitu bahwa kemampuan membayar tersebut merupakan penghasilan neto atau setelah dikurangkan biaya yang tergolong untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan;
d.
Personal Exemption, yaitu diberikannya pengurangan berupa lapisan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) bagi Wajib Pajak orang pribadi;
e.
Equal treatment for the equals, yaitu seluruh penghasilan dikenakan dengan tarif yang sama.
16
Brotodihardjo. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Rafika Aditama. Halaman 9. Mansyuri. Op.Cit. halaman 18 18 Ibid, halaman 22 17
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 22
Syarat-syarat keadilan vertikal adalah sebagai berikut: a.
Unequal treatment for the unequal, yaitu besarnya perbedaan tarif dibedakan oleh jumlah seluruh penghasilan bukan berdasarkan jenis atau sumber penghasilan;
b.
Progression, yaitu Wajib Pajak yang berpenghasilan besar harus membayar pajak yang lebih besar dengan tarif yang lebih besar.
Pemungutan Pajak hendaknya didasarkan atas empat azas yaitu : Equality. Pajak itu harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orangorang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay) pajak tersebut. Pembebanan pajak itu adil, apabila setiap Wajib Pajak menyumbangkan suatu jumlah untuk dipakai guna pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingannya dan dengan manfaat yang diterimanya dari pemerintah. Certainty. Certainty yang dimaksud Adam Smith adalah bahwa pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang, sebaliknya pajak itu harus dari semula jelas bagi semua Wajib Pajak dan seluruh masyarakat : berapa jumlah yang harus dibayar, kapan harus dibayar dan bagaimana cara membayarnya. Bagi Adam Smith kepastian hukum adalah lebih penting dari keadilan. Jadi suatu sistem yang telah dirancang menganut azas keadilan apabila tanpa kepastian hukum, maka pemungutan pajak tersebut bisa menjadi tidak adil. Azas kepastian ini bila dihubungkan dengan empat pertanyaan pokok akan menjadi dasar pemungutan pajak yaitu : •
Harus pasti, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak,
•
Harus pasti, apa yang menjadi dasar untuk mengenakan pajak kepada Subyek Pajak,
•
Harus pasti, berapa jumlah yang harus dibayar berdasarkan ketentuan tentang tarif pajak,
•
Harus pasti, bagaimana harus dibayar jumlah pajak yang terutang tersebut.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 23
Convenience. Wajib Pajak yang hendak membayar pajak hendaknya ditentukan pada saat yang tidak menyulitkan, yaitu misalnya pada saat menerima gaji atau menerima penghasilan lain, seperti pada waktu menerima bunga deposito dan lain-lain. Berdasarkan azas ini timbul dukungan yang kuat untuk menerapkan sistem pemungutan yang disebut Pay as you earn. Economy. Biaya pemungutan pajak bagi kantor pajak dan biaya memenuhi kewajiban pajak (compliance cost) bagi Wajib Pajak hendaknya sekecil mungkin. Demikian pula halnya dengan beban yang dipikul oleh Wajib Pajak hendaknya juga sekecil mungkin. Jadi sistem yang dipilih untuk mengumpulkan pajak sejumlah yang diperlukan untuk membiayai kegiatan pemerintah hendaknya adalah sistem yang membebani masyarakat secara keseluruhan sekecil mungkin. Pajak hendaknya tidak menghalangi Wajib Pajak untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonomisnya. Pajak harus memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat daripada beban yang dipikul oleh masyarakat. (R. Mansyuri, 2002) Namun yang lebih penting agar sistem perpajakan secara keseluruhan dapat berjalan dengan baik, maka azas-azas perpajakan harus dapat diterapkan pemerintah dengan baik dan konsisten terutama azas keadilan (equity principle) dan azas kepastian hukum (certainty principle). Karena transaksi e-commerce yang beragam dan tidak mengenal batas-batas negara dimana aturan-aturan yang berlaku juga rawan menimbulkan perbedaaan pendapat (multi tafsir) sehingga diperlukan suatu kepastian hukum dan aturan yang jelas serta tegas atas transaksi yang dilakukan. Tanpa kepastian hukum dan aturan yang jelas maka sistem perpajakan di Indonesia tidak akan dapat berjalan dengan baik karena akan timbul upaya perlawanan dari Wajib Pajak. A.2. Sistem Perpajakan Sistem perpajakan terdiri dari 3 (tiga) unsur pokok yaitu : 19 1. Kebijakan Perpajakan (Tax Policy), 2. Hukum Perpajakan ( Tax Laws), 3. Administrasi Perpajakan ( Tax Administration).
19
Mansyuri. Pajak Penghasilan Lanjutan. Penerbit IND Hill Co. 1996. hal.18
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 24
Kebijakan perpajakan positif merupakan alternatif yang nyata-nyata dipilih dari berbagai pilihan, agar dapat dicapai sasaran yang hendak dituju oleh sistem perpajakan itu sendiri. Alternatif-alternatif itu dipilih juga dengan pertimbangan agar sistem perpajakan tersebut tetap bertumpu diatas azas-azas yang sudah ditentukan . Alternatif-alternatif tersebut meliputi : 1.
Pajak yang akan dipungut. Hal ini menyangkut pemilihan
jenis pajak yang akan dipungut oleh
otoritas perpajakan suatu negara. Di Indonesia saat ini dikenal Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Barang Mewah, Bea Masuk serta Pajak Daerah. 2.
Subjek Pajak. Di Indonesia masih menganut The Classical System yang berarti hanya mengenal subjek pajak perorangan dan subjek pajak badan. Pemisahan kedua subjek tersebut mengakibatkan pemegang saham pada suatu perusahaan merupakan subjek pajak tersendiri dan subjek pajak badan bagi perusahaan itu. Pembagian dividen oleh perusahaan kepada pemegang sahamnya merupakan objek pajak, namun sebelum dividen tersebut dibagikan kepada pemegang saham adalah merupakan laba perseroan yang telah dikenakan pajak penghasilan bagi perusahaan.
3.
Objek Pajak. Dalam hal ini yang harus dijawab adalah objek Pajak Penghasilan mana yang akan dikenai pajak (Taxable Income) dan penghasilan apa yang tidak dikenai pajak (Non Taxable Income). Undang-undang perpajakan nasional memakai definisi penghasilan berdasarkan azas sumber dan azas tambahan kemampuan ekonomis, jika untuk Pajak Penghasilan. Biaya apa yang diperkenankan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak (apakah deductible atau non-deductible). Penentuan mengenai apa saja yang merupakan objek pajak inilah yang sangat penting mendapat perhatian dalam menentukan sistem perpajakan yang akan dianut. Objek Pajak yang menjadi dasar pengenaan pajak atas Pajak Pertambahan Nilai adalah penyerahan dan atau perolehan barang dan jasa, sedang objek
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 25
pajak untuk Pajak Penjualan Barang Mewah adalah barang itu sendiri yang tergolong mewah menurut peraturan.
4.
Besarnya Tarif Pajak. Perpajakan Internasional tentang Pajak Penghasilan menganut tarif progresif yaitu penghasilan yang rendah dikenakan pajak yang rendah sedangkan penghasilan yang tinggi dikenai pajak yang tinggi pula. Namun jika ditelusuri, Undang-undang Pajak Penghasilan masih ada tarif-tarif tertentu yang tidak mengacu pada tarif progresif yakni dikenakan tarif final. Demikian pula dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai yang dianut oleh Undang-undang Pajak Nasional yaitu tarif tunggal. Akan tetapi jika ditelusuri Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai ini juga tarifnya tidak hanya tunggal tetapi masih ada tarif lainnya misalnya Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor.
5.
Prosedur Perpajakan Nasional memakai istilah Self Assessment , artinya Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban mulai dari mendaftar, menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban pajaknya. Namun secara teori terdapat tiga sistem pemungutan pajak yakni Self Assessment, Official Assessment dan sistem tambahan Witholding Tax system. Namun apakah sistem pemungutan pajak nasional hanya menganut sistem Self Assessment saja ? Dalam prakteknya ternyata bahwa sistem perpajakan nasional memakai sistem campuran yaitu ketiga sistem tersebut dianut dalam Undang-undang Perpajakan Nasional. Hukum Perpajakan adalah seperangkat peraturan perpajakan yang terdiri
dari Undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya. Undang-undang perpajakan mengatur mengenai pokok-pokok pikiran yang bersifat prinsip sedangkan peraturan pelaksanaannya berupa peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri dan seterusnya. Administrasi Perpajakan merupakan salah satu dari tiga unsur pokok lainnya dalam sistem perpajakan. Administrasi perpajakan merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan kebijakan perpajakan. Sebagai penyelenggara
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 26
pemungutan pajak berdasarkan Undang-undang perpajakan, administrasi perpajakan perlu disusun dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu menjadi instrumen yang dapat bekerja secara efisien dan efektif. Jika tidak efisien dan efektif maka sasaran dari sistem perpajakan tidak akan tercapai, karena pemungutan pajak pada dasarnya didasarkan atas dua hal, yaitu : 1. Adanya Undang-undang Perpajakan, 2. Adanya fakta kena pajak, yaitu kenyataan yang ada yang menurut Undang-undang harus dikenakan pajak.
Pajak dapat dipungut dengan berbagai cara untuk memudahkan dan menjamin adanya penerimaan pajak atas suatu kejadian.
Cara (Stelsel)
pemungutan pajak dapat dilakukan melalui:20 a.
Stelsel Nyata (Real Stelsel) yaitu cara pemungutan pajak yang dilakukan setelah penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui, sehingga biasanya baru dikenakan pada akhir tahun.
b.
Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel) yaitu cara pemungutan pajak yang didasarkan pada anggapan yang ditentukan Undang-undang, misalnya penghasilan tahun berjalan dianggap sama dengan penghasilan tahun sebelumnya, sehingga ditetapkan angsuran pajak tahun berjalan yang dihitung berdasarkan penghasilan tahun sebelumnya.
c.
Stelsel Campuran yaitu cara pemungutan pajak yang dilakukan dengan menerapkan stelsel nyata dan stelsel anggapan sekaligus. Selanjutnya, perlu juga diketahui beberapa sistem pemungutan pajak
yang lazim, diantaranya: a.
Official Assessment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada fiscus untuk menghitung dan menetapkan besarnya pajak terutang.
b.
Self Assessment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada Wajib Pajak untuk secara mandiri menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajaknya.
20
Waluyo dan Ilyas, Op.Cit, halaman 30
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 27
c.
Withholding System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan
kepada
pihak
ketiga
untuk
memotong/memungut,
menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh pihak yang menerima penghasilan.
A.3. Pajak Pertambahan Nilai A.3.1.
Pengertian Dasar Pertambahan Nilai adalah suatu nilai yang ditambahkan oleh suatu
produsen (pabrikan, distributor, dan sebagainya) atas barang-barang atau jasa adapun Pengertian Value Added menurut Alan Tait adalah :21 “Value added is the value that a producer (whether a manufacturer, distributor, advertising agent, hairdresser, farmer, race horse trainer, or circus owner) adds to his raw materials or purchases (other than labor) before selling the new or improved product or service. That is, the inputs (the raw materials, transport, rent, advertising, and so on) are bought, people are paid wages to work on these inputs and, When the final good or service is sold, some profit is left. So value added can be looked at from the additive side (wages plus profits) or from the subtractive side (output minus inputs).” Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya merupakan Pajak Penjualan yang dipungut atas dasar nilai tambah yang timbul pada semua jalur produksi dan distribusi. Nilai tambah adalah semua faktor produksi yang timbul di setiap jalur peredaran suatu barang seperti bunga, sewa, upah kerja, termasuk semua biaya untuk mendapatkan laba. Pada setiap tahap produksi nilai produk dan harga jual produk selalu terdapat nilai antara lain, yang utama karena setiap penjual menginginkan adanya keuntungan sehingga dalam menentukan harga jual, harga perolehan ditambah dengan laba bruto (mark up).22 Meskipun Pajak Pertambahan Nilai dapat dipungut beberapa kali pada berbagai mata rantai jalur produksi dan distribusi, namun pajak dikenakan hanya pada pertambahan nilai yang timbul pada setiap jalur yang dilalui barang dan jasa sehingga dapat dikatakan bahwa sasaran yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah hanya pertambahan nilai yang merupakan biaya 21
Tait. 1988. Value Added Tax : International Practice and Problems. International Monetary Funds. Halaman 4 22 Rosdiana dan Tarigan. 2005. Perpajakan : Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Halaman 214.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 28
yang dikeluarkan untuk faktor produksi mulai bahan baku/ bahan pembantu diterima, proses produksi, sampai hasil siap dijual, serta besarnya laba yang diinginkan oleh penjual.23 Pajak Pertambahan Nilai yang sejak tanggal 1 April 1985 berdasarkan Undang-undang nomor 8 tahun 1983 merupakan pengganti atas pajak penjualan yang pemungutannya berdasarkan Undang-undang darurat nomor 19 tahun 1951 merupakan suatu sistem pemungutan pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi. Latar belakang penggantian tersebut disebabkan beberapa hal sebagai berikut :24 1.
Dalam pelaksanaan Undang-undang Pajak Penjualan 1951, telah terjadi banyak
perubahan
penyempurnaan
fundamental
maupun
baik
tambahan.
yang
Sebagai
bersifat akibatnya,
sebagai hal
ini
menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya. 2.
Menimbulkan dampak pengenaan Pajak Berganda sehingga mendorong Wajib Pajak untuk menghindar dari pengenaan pajak bahkan kalau perlu menyelundupkan pajak. Hal ini disebabkan sejak tahun 1959 mekanisme pengkreditan pajak masukan atau pajak yang telah dibayar atas pembelian barang-barang tidak diberlakukan lagi.
3.
Undang-undang Pajak Penjualan 1951 mengandung dualisme sistem pemungutan pajak yaitu untuk pengusaha tertentu diterapkan Self Assessment System, sedangkan untuk kelompok pengusaha lainnya digunakan Official Assessment System. Keadaan ini menyulitkan pengawasan pelaksanaannya.
4.
Sebagai akibat dari pengenaan pajak berganda, maka Pajak Penjualan menjadi tidak netral baik terhadap perdagangan dalam negeri maupun perdagangan internasional karena tidak dapat dihitung dengan pasti baik jumlah beban pajak yang dipikul oleh konsumen maupun beban pajak yang terkandung dalam harga komoditi yang akan diekspor.
5.
Variasi tarif yang cukup banyak sampai mencapai 9 (sembilan) macam tarif menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaannya sehingga cukup besar
23 24
Ibid. halaman 216 Sukardji. 2003. Pajak Pertambahan Nilai. Raja Grafindo Persada. Halaman 41.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 29
pengaruhnya terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak.
Pajak Pertambahan Nilai sebagai pajak atas konsumsi dikenakan atas pengeluaran yang ditujukan untk konsumsi. Menurut John F. Due dan Ann F. Friedlaender, sebagaimana dikemukakan oleh Untung Sukardji, membedakan pajak atas konsumsi menurut sudut
pendekatannya
menjadi dua kategori
25
yakni : 1.
Pendekatan langsung, pajak atas pengeluaran (expenditure tax) yaitu pajak yang berlaku bagi seluruh pengeluaran untuk konsumsi yang merupakan hasil penjumlahan seluruh penghasilan dikurangi pengeluaran untuk tabungan dan pembelian aktiva.
2.
Pendekatan tidak langsung atau pendekatan komoditi, yaitu pajak dikenakan atas penjualan komoditi yang dipungut terhadap pengusaha yang melakukan penjualan. Pajak ini kemudian dialihkan kepada pembeli selaku pemikul beban pajak. Yang termasuk dalam kelompok pajak atas konsumsi antara lain adalah
Pajak Penjualan, Pajak Pertambahan Nilai dan Cukai. Sedangkan berdasarkan tingkat pengenaannya, pajak atas konsumsi khususnya Pajak Penjualan, Pajak Pertambahan Nilai dapat dibedakan dalam dua tingkat pengenaan yaitu : a. Single Stage Tax, Adalah suatu jenis pajak atas konsumsi (Pajak Penjualan) yang pengenaannya dilakukan hanya pada salah satu mata rantai jalur produksi atau jalur distribusi. b. Multi Stage Tax, Adalah suatu jenis pajak atas konsumsi yang pengenaannya dilakukan pada setiap mata rantai jalur produksi atau jalur distribusi. Multi Stage Tax dapat dibedakan dalam : - An all-stage tax - A dual-stage tax 25
Sukardji. Op. Cit. Halaman 5
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 30
Dalam dual-stage tax dapat meliputi pabrikan dan pedagang besar, atau pedagang besar dengan pedagang eceran atau dapat juga pabrikan dengan pedagang eceran sehingga pedagang besar berada diluar sistem. Kelebihan dari multi stage tax adalah bahwa jumlah pajak yang dapat dipungut cukup besar hanya dengan tarif yang relatif cukup rendah. Kelemahannya adalah jumlah Wajib Pajak yang sangat besar sehingga menimbulkan permasalahan dibidang pengawasannya. Menurut Alan A. Tait (1988;38) banyak negara yang belum menerapkan multi stage value added tax disebabkan:26 1.
Kecemasan terhadap regresivitas,
2.
Perkiraan biaya administrasi tinggi khususnya untuk memonitor refunds,
3.
Kekhawatiran
terjadinya
peningkatan
pengeluaran
negara
karena
penerimaan pajak mudah didapat, 4.
Potensi penggelapan pajak,
5.
Compliance Cost
6.
Pengaruhnya terhadap harga-harga,
7.
Ketidakcocokan value added tax dengan struktur pajak penjualan tradisional yang masih bercokol.
A.3.2.
Legal Character. Legal Character dapat didefinisikan sebagai ciri-ciri atau nature dari suatu
jenis pajak. Pemahaman tentang feature atau nature dari suatu jenis pajak akan menentukan atau memberikan konsekuensi bagaimana sebaiknya pajak tersebut harus
dipungut. Dengan demikian, legislative strucuture dan
interpretasi dari suatu terminologi seharusnya dipandu oleh legal character.27 Ben Terra mendefinisikan legal character sebagai berikut :28 “ Basically it means that the intrinsic nature of a tax should be the guiding principle in determining its consequences and not just the label, or the name of a tax”
26
Tait. Op.Cit. halaman 38 Rosdiana, Op.Cit. halaman 204 28 Terra, 1988. Sales Taxation : The Case of Value Added Tax in the European Community, DeventerBoston, Kluwer Law and Taxation Publisher. halaman 7. 27
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 31
Legal character dari pajak penjualan dapat dideskripsikan sebagai pajak tidak langsung atas konsumsi yang bersifat umum (general indirect tax on consumption). Sebagai konsekuensi Legal Character Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maka dalam merancang ketentuan atau melakukan pengkajian atas jenis-jenis barang ataupun jasa yang dapat dijadikan sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu mengenai alasan konsumsi tersebut dijadikan objek Pajak Pertambahan Nilai (why/mengapa) dan cara pemungutannya (how/bagaimana). Seperti dijelaskan diatas bahwa Legal character dari pajak penjualan dapat dideskripsikan sebagai pajak tidak langsung atas konsumsi yang bersifat umum (general indirect tax on consumption), maka sebagai konsekuensinya tidak boleh ada diskriminasi atau pembedaan antara barang dan jasa karena keduanya merupakan pengeluaran. Oleh karena itu yang dapat dijadikan objek Pajak Pertambahan Nilai adalah penyerahan barang dan konsumsi jasa (supply goods and services). Berdasarkan legal character pajak penjualan dapat dikategorikan sebagai berikut :29 a. General Tax. Pajak penjualan merupakan pajak atas konsumsi yang bersifat umum. Pajak penjualan ditujukan pada semua private expenditure sehingga sebagai konsekuensinya tidak boleh ada diskriminasi atau pembedaan antara barang dan jasa karena keduanya merupakan pengeluaran. Adanya keengganan untuk mengenakan pajak penjualan atas jasa disebabkan antara lain : -
Adanya kesulitan dalam menyeleksi jasa-jasa apa saja yang akan dikenakan pajak.
-
Ada pemikiran bahwa memajaki jasa sama dengan memajaki sumber daya manusia sehingga memungut pajak penjualan atas jasa dianggap bertentangan dengan konsep pajak penjualan yang naturenya adalah pajak atas konsumsi.
29
Terra, Op. Cit. halaman 7-14.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 32
-
Ada beberapa kendala dalam memungut pajak penjualan atas jasa karena pada umumnya jasa dilakukan oleh perusahaan perorangan yang berskala kecil. b. Indirect. Pajak penjualan merupakan pajak tidak langsung sehingga beban
pajaknya dapat dialihkan baik dalam bentuk forward shifting maupun backward shifting. Dengan kata lain tidak selalu harus konsumen yang memikul beban pajak penjualan sepenuhnya tetapi beban pajak tersebut bisa saja dipikul sebagian oleh penjual dengan cara mengurangi keuntungan dan atau melakukan efisiensi. c. Consumption. Pajak penjualan merupakan pajak atas konsumsi tanpa membedakan apakah konsumsi tersebut digunakan/habis sekaligus ataupun digunakan/habis secara bertahap. Oleh karena itu semua barang seharusnya menjadi Objek Pajak penjualan tanpa membeda-bedakan apakah barang tersebut merupakan barang yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak. Selain itu karena pajak penjualan merupakan pajak atas konsumsi maka pengertian konsumsi juga termasuk barang tidak berwujud.30
A.3.3.
Taxable Supplies Taxable Supplies atau dalam Pajak Pertambahan Nilai dikenal dengan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) umumnya terjadi atas suatu transaksi jual-beli yang mengakibatkan terjadinya pengalihan hak atas suatu Barang Kena Pajak (BKP). Kegiatan pengalihan hak atas suatu Barang Kena Pajak (BKP) tersebut dapat berupa : melakukan kegiatan usaha perdagangan, menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, memanfaatkan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar daerah pabean atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean dan kegiatan bisnis lainnya.
30
Rosdiana, Op.Cit. halaman 207
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 33
A.3.4.
Subjek Pajak Berbeda dengan Pajak Penghasilan dimana pengertian Subjek Pajak
dapat ditentukan secara pasti apakah orang pribadi, badan usaha, bentuk usaha tetap dan sebagainya, dalam Pajak Pertambahan Nilai pengertian Subjek Pajak tidak dijelaskan secara jelas siapa yang menjadi Subjek Pajak. Hal ini dikarenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi. Siapa yang mengkonsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak dialah yang dianggap sebagai subjek Pajak Pertambahan Nilai. Menurut hukum pajak, Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang ada akhirnya dapat dilimpahkan atau dialihkan kepada pihak ketiga atau pihak lain. Dalam hal ini penjual (pengusaha) memperhitungkan besarnya pajak tetapi pembeli yang harus membayar pada saat membeli barang atau menggunakan jasa tersebut.31
A.3.5.
Saat dan Tempat Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai (Time and
Place of taxable) Dalam menentukan saat dan tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai khususnya atas transaksi e-commerce menjadi penting karena transaksi elektronik yang terjadi di dunia maya dimana antara penjual dan pembeli tidak berinteraksi secara fisik namun dilakukan secara virtual. Oleh karena itu seperti telah diuraikan diatas bahwa penelusuran atas transaksi elektronik ini tidaklah mudah, diperlukan pengetahuan dan tehnik pengujian yang memadai agar suatu transaksi tersebut dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Bila saat terutang ini tidak diketahui tentu saja tidak dapat ditentukan kapan Pengusaha Kena Pajak wajib memenuhi kewajiban melunasi hutang pajaknya. Dari ketentuan tentang saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai seperti tercantum dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai diketahui bahwa pada prinsipnya titik tolak untuk menentukan saat terutang Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak adalah “saat dilakukannya penyerahan” barang kena pajak atau jasa kena pajak tersebut. Dari prinsip tersebut dapat dikatakan bahwa dalam menentukan saat pajak 31
Resmi. 2004. Perencanaan Pajak. Salemba empat. halaman 443
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 34
terutang Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai menganut accrual basic system
sebagai
prinsip
dasar.
Sebagai
pengecualian
adalah
apabila
pembayaran diterima sebelum dilakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak maka pajak terutang pada saat diterimanya pembayaran misalnya pembayaran uang muka. Prinsip ini disebut cash basis. Ketentuan mengenai tempat terutangnya pajak yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum pajak dan aparat perpajakan dibangun dan dikembangkan atas dasar kaidah origin bukan atas dasar kaidah destinasi. Setoran pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak menjadi penerimaan pajak dari kantor aparat perpajakan yang otoritasnya meliputi tempat Pengusaha Kena Pajak tersebut. Demikian pula pengadministrasian lainnya seperti pendaftaran dan pemasukan surat pemberitahuan (SPT). Sejauh ini pembahasan dilakukan untuk ruang lingkup pemajakan domestik. Dalam ruang lingkup pemajakan internasional pembagian yuridiksi pemajakan antar negaranegara lazimnya didasarkan pada kaidah destinasi.32
B.
Kerangka Penelitian Kerangka penelitian diperlukan dalam menjelaskan secara ringkas dengan berdasarkan data-data empiris dan atau teoritis tentang variabelvariabel penelitian dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya, dengan tujuan untuk digunakan sebagai jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Untuk itu diperlukan pemahaman atas proses berfikir suatu penelitian yang sedang dijalankan sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Kerangka teoritik dalam suatu penelitian kualitatif sangat mungkin berubahubah seiring perkembangan penelitian itu sendiri.33 Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
32 33
Atmosudarmo. Modul Perkuliahan Irawan. Op.Cit. halaman 132
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 35
Gambar II.4. Kerangka Penelitian.
INTERNET
END USER / PENGGUNA
E-COMMERCE
KEBIJAKAN PERPAJAKAN / MODEL PEMAJAKAN
MODEL PEMAJAKAN E-COMMERCE DI AUSTRALIA
MODEL PEMAJAKAN E-COMMERCE DI JEPANG
HAL-HAL YANG DAPAT DIADOPSI PEMERINTAH INDONESIA DARI MODEL SERTA PENGAWASAN OLEH OTORITAS PERPAJAKAN JEPANG DAN AUSTRALIA
Dari gambar II.4. diatas dapat dijelaskan bahwa penelitian ini dilakukan untuk menganalisa Model Pemajakan atas Transaksi E-Commerce yang dilakukan melalui media internet dengan cara meneliti model pemajakan yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang dan Australia sehingga diperoleh hal-hal yang positif yang dapat diterapkan di Indonesia. Dari kerangka penelitian diatas dapat
disimpulkan
penelitian
ini
(comparative study).
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 36
menggunakan
tehnik
perbandingan
C.
Metodologi Penelitian Berdasarkan manfaat empiris, bahwa metode pengumpulan data kualitatif yang paling independen terhadap semua metode pengumpulan data dan tehnik analisis data adalah metode wawancara mendalam, observasi partisipasi, bahan dokumenter, serta metode-metode baru seperti metode bahan visual dan metode penelusuran bahan internet.34 Metode penelitian yang dilakukan dalam tesis ini dilakukan dengan caracara yang ilmiah baik dalam pengumpulan data dan pengolahan datanya. Adapun Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Kualitatif dengan menggunakan metode studi komperatif (comparative study), yakni dengan membandingkan model pemajakan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang dan Australia atas transaksi e-commerce. Dari hasil perbandingan tersebut diharapkan diperoleh hal-hal yang bermanfaat untuk diterapkan pemerintah Indonesia dalam melakukan pengawasan atas transaksi ecommerce. Ada 6 (enam) ciri-ciri penelitian kualitatif yaitu :35 1.
Peneliti kualitatif lebih menekankan perhatian pada proses, bukannya hasil atau produk.
2.
Peneliti kualitatif tertarik pada makna – bagaimana orang membuat hidup, pengalaman dan struktur dunianya masuk akal.
3.
Peneliti kualitatif merupakan instrumen pokok untuk pengumpulan dan analisa data. Data didekati melalui instrumen manusia, bukannya melalui inventaris, daftar pertanyaan atau mesin.
4.
Peneliti kualitatif melibatkan kerja lapangan. Peneliti secara fisik berhubungan dengan orang, latar, lokasi atau institusi untuk mengamati atau mencatat perilaku dalam latar alamiahnya.
5.
Peneliti kualitatif bersifat deskriptif dalam arti peneliti tertarik pada proses, makna dan pemahaman yang didapat melalui kata atau gambar.
34
Bungin, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Kencana Prenada Media Group. 2007. hal.107 35 Cresswell, Desain Penelitian, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, KIK Press, Jakarta, 2002, hal.140
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 37
Proses penelitian kualitatif bersifat induktif dimana peneliti membangun abstraksi, konsep, hipotesa dan teori beserta rinciannya. Pemilihan pendekatan kualitatif dikarenakan sesuai dengan karakteristik dari penelitian kualitatif seperti yang dikemukakan oleh Cresswell : 1.
Konsepnya “tidak matang” karena kurangnya teori dan penelitian terdahulu,
2.
Pandangan bahwa teori yang ada mungkin tidak tepat, tidak memadai, tidak benar atau rancu,
3.
Kebutuhan untuk mendalami dan menjelaskan fenomena serta untuk mengembangkan teori, atau
4.
Hakekat fenomenanya mungkin tidak cocok dengan ukuran-ukuran kuantitaif. Menurut Lawrence Neuman penelitian kualitatif memiliki karakteristik
sebagai berikut :36 1.
Construct social reality, cultural meaning,
2.
Focus on interactive processes,
3.
Authenticity is key,
4.
Values are present and explicit,
5.
Situationally constrained,
6.
Few cases subjects
7.
Thematic analysis
8.
Researcher is involved. Dari ketiga pendapat tersebut diatas terlihat ada kesamaan bahwa dalam
penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses dan bukan pada hasil dari penelitian tersebut, selain itu penelitian kualitatif juga digunakan jika kurangnya teori dalam membahas masalah penelitian tersebut. Berdasarkan penjelasan dan definisi-definisi tersebut diatas maka dalam tesis ini digunakan penelitian kualitatif yang disesuaikan dengan masalah yang akan dibahas.
36 Neuman, Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches, Pearson Education Ltd. 2003. hal.16
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 38
Berdasarkan disesuaikan
kriteria-kriteria
dengan
ketentuan
diatas yang
maka
telah
metode
ditetapkan
penelitian oleh
ini
Program
Pascasarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
C.1. Jenis Penelitian Ada berbagai jenis penelitian yang dapat digunakan oleh seorang peneliti untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan penelitiannya. Salah satunya adalah penelitian komparatif. Yang dimaksud dengan jenis penelitian komparatif adalah suatu jenis penelitian deskriptif yang ingin menjawab secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu. 37 Penelitian deskriptif kualitatif menempatkan teori pada data yang diperoleh peneliti, fokus kepada proses-proses kejadian suatu fenomena dimana pada penelitian ini mengadopsi cara berfikir induktif untuk mengimbangi cara berfikir deduktif.38 Berdasarkan definisi-definisi diatas maka peneliti memutuskan penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi komparatif, karena dalam penelitian ini akan dibandingkan model pemajakan atas transaksi e-commerce yang diterapkan oleh negara Jepang dan Australia, serta adakah hal-hal yang dapat diperoleh dari model-model tersebut sehingga bermanfaat bagi pemerintah Indonesia khususnya Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka mengantisipasi cara pemajakan yang tepat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemecahan masalah bagi administrasi pajak dalam melakukan pengawasan terhadap transaksi e-commerce. C.2. Metode dan Strategi Penelitian Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan dalam hal ini metode yang dipakai adalah metode wawancara dan studi dokumentasi.
37
Nazir, 2003, Metode Penelitian.Ghalia Indonesia, hal. 58 Bungin. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Kencana Prenada Media Group. 2007. hal.146 38
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 39
C.2.1.
Tehnik Pengumpulan Data
Seperti disebutkan daitas bahwa jenis penelitian ini adalah Peneiltian Kualitatif,
maka
dalam
mengumpulkan
data
harus
melalui
prosedur
pengumpulan data yang biasa digunakan oleh peneliti kualitatif. Irawan mengungkapkan bahwa tehnik pengumpulan data yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif adalah :39 1. Wawancara dengan informan, 2. Observasi langsung terhadap berbagai hal, 3. Kajian terhadap berbagai bahan tertulis, 4. Analisis terhadap foto, video, gambar, ilustrasi, dll
Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka tehnik pengumpulan data dalam membahas penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu : a.
Studi Kepustakaan. Studi
kepustakaan
mempelajari
ini
sejumlah
dilakukan literatur,
dengan
membaca
majalah-majalah
dan
perpajakan,
artikel, tesis, jurnal perpajakan baik dalam maupun luar negeri. Juga
mempelajari
Undang-undang
Perpajakan,
Peraturan
Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak, serta peraturan-peraturan terkait lainnya. b.
Studi Lapangan. Studi
Lapangan
dilakukan
dengan
melakukan
wawancara
mendalam (in depth-interview) dengan key informant yang dalam tugas dan pekerjaannya berhubungan dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan tesis ini. Seperti yang dikemukakan oleh Prasetya Irawan bahwa : ” ........................ seorang peneliti mungkin menggunakan tehnik wawancara untuk mengumpulkan data. Tapi sebagai metode penelitian, maka tehnik wawancara ini benar-benar menjadi tumpuan utama bagi si peneliti untuk mengumpulkan data.” 40 39
Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2006,.hal.70 40 Irawan, Op.Cit, hlm 64.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 40
C.2.2. Strategi Analisis Data Dalam strategi analisis data akan dibahas hasil pengumpulan data dilapangan dari beberapa nara sumber yang telah ditentukan. Irawan menyebutkan bahwa
41
prosedur analisis data pada penelitian kualitatif adalah
sebagai berikut : 1. Pengumpulan Data Mentah Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data mentah misalnya melalui wawancara, observasi lapangan, kajian pustaka, dan sebagainya. Disini juga biasanya digunakan alat bantu seperti alat-alat tulis, kamera, tape recorder, dan lain-lain. Perlu ditekankan bahwa data yang diperoleh adalah data apa adanya (verbatim) dengan tidak menstimulasi dengan apa yang ada di pikiran peneliti. 2. Transkrip Data Hasil pengumpulan data mentah yang dapat berupa rekaman suara atau catatan tulisan tangan dari nara sumber dirubah kedalam bentuk tertulis. Dalam melakukan proses transkrip data ini juga harus independen dengan menuliskan data apa adanya sehingga tidak bias dengan pendapat atau pikiran dari peneliti. 3. Pembuatan koding Disini peneliti membaca ulang seluruh data yang sudah ditranskrip. Pada bagian-bagian tertentu akan ditemukan hal-hal penting yang perlu dicatat untuk proses analisa berikutnya. Kata kunci dari hasil wawancara tersebut akan diberi kode yang berhubungan dengan konteks yang sedang diteliti.
41
Irawan, Op.Cit, hlm. 76
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 41
4. Kategorisasi Data Disini data yang telah diperoleh dibuat lebih sederhana dengan cara ”mengikat” konsep-konseo (kata-kata kunci) dalam satu besaran yang dinamakan kategori. Dari beberapa kata kunci yang sebelumnya telah diperoleh hanya akan dikelompokkan menjadi beberapa kategori saja sehingga terlihat permasalahan umum yang sedang diteliti. 5. Penyimpulan Sementara Sampai saat ini peneliti telah dapat mengambil kesimpulan atas penelitian yang dilakukan. Kesimpulan ini sepenuhnya berdasarkan data yang dikumpulkan tidak bercampur dengan penafsiran dari peneliti itu sendiri. Jika ingin memberikan penafsiran tersendiri maka pemikiran peneliti dapat dituangkan pada bagian akhir kesimpulan sementara ini, inilah yang disebut Observer’s Comments (OC). Observer’s Comments adalah pendapat atau reaksi peneliti terhadap data dilapangan yang sangat beragam, antara lain berisi : persetujuan/ketidaksetujuan terhadap
apa
yang
dilakukan
oleh
subjek,
komentar
yang
menghubungkan antara data denga teori, pertanyaan-pertanyaan yang
baru
muncul
setelah
adanya
data
di
lapangan,
perbandingansatu informan dengan informan lainnya, dan hal-hal lain yang sifatnya subjektif. 6. Triangulasi Triangulasi adalah proses check dan re-check antara satu sumber data dengan sumber data lainnya. Dalam proses ini beberapa kemungkinan bisa saja terjadi. Pertama, satu sumber cocok (senada, koheren) dengan sumber data lainnya. Kedua, satu sumber data berbeda dengan sumber data lainnya, tetapi tidak harus bertentangan. Ketiga, satu sumber bertolak belakang dengan sumber data lainnya.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 42
7. Penyimpulan akhir. Kesimpulan akhir merupakan ujung terakhir dari satu proses penelitian. Kesimpulan ini sangat menentukan kualitas sebuah penelitian kualitatif. Kesalahan dalam menarik kesimpulan berarti merusak seluruh proses penelitian itu sendiri. Berdasarkan prosedur analisis data seperti diuraikan diatas, juga dilakukan langkah-langkah yang sama sehingga diperoleh pengelompokan data yang sejenis (serumpun) sesuai kategori. Tabel IV.1. Kategorisasi data berdasarkan hasil pengumpulan data NO
KATEGORI
1
Inventarisasi masalah pengawasan otoritas perpajakan atas transaksi ecommerce
RINCIAN ISI KATEGORI
- Pelaku sulit diketahui keberadaannya. - Belum ada definisi yang jelas atas jenis-jenis transaksi e-commerce - Kesiapan teknologi DJP - Keterbatasan SDM DJP dalam hal pengetahuan akan dunia teknologi informasi - Kepastian hukum untuk pencegahan cybercrime. - Meningkatkan pangsa pasar
2
Melakukan Penelitian secara mendalam terhadap jenis-jenis penghasilan atas transaksi ecommerce.
- Tingginya minat masyarakat tidak disertai pengawasan kewajiban perpajakannya. - Pengawasan oleh aparat pajak yang memiliki keahlian/pengetahuan luas. - Kemungkinan akses terhadap perusahaan/orang pribadi yang melakukan transaksi online. - Berkembang seiring perkembangan dunia internet - Tingkat efisiensi perusahaan yang bertransaksi online - Fungsi aturan perpajakan - Potensi Penerimaan Pajak - Identifikasi jenis barang yang diperdagangkan.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 43
3
Merumuskan kebijakan perpajakan atas transaksi e-commerce.
- NPWP sebagai prasyarat bagi perusahaan yang melakukan transaksi online. - Identitas alamat domain wajib dicantumkan dalam pengajuan NPWP. - Dokumen khusus atas pencatatan transaksi yang dilakukan. - Kerjasama dengan pihak lain ( DEPKOMINFO, Bea & Cukai, ISP, Perbankan, dll ) - Pengenaan Sanksi (law enforcement) terhadap penghindaran pembayaran pajak. - Pengawasan melalui SPT Wajib Pajak. - Pengklasifikasian transaksi - Kebijakan yang mendorong iklim usaha perdagangan online (bukan mematikan) - Identifikasi Transaksi
Dari pengelompokan atas data yang dihimpun, dimana atas data-data yang memiliki kesamaan persepsi dimasukkan dalam satu kategori yang sama, dapat diperoleh gambaran bahwa terdapat 3 (tiga) kategori pokok yang perlu mendapat perhatian bagi otoritas perpajakan yaitu : 1.
Inventarisasi masalah pengawasan otoritas perpajakan atas transaksi e-commerce.
2.
Melakukan Penelitian secara mendalam terhadap jenis-jenis penghasilan atas transaksi e-commerce
3.
Merumuskan kebijakan perpajakan atas transaksi e-commerce.
Sesuai dengan prinsip dalam melakukan analisis data bahwa data yang diperoleh dikategorikan dengan ”menyederhanakan” dengan mengikat ”kata kunci” yang berhubungan dengan subjek penelitian, maka dari ketiga kategori diatas masing-masing memiliki rincian isi kategori yang beragam. Dari kategori pertama, diperoleh rincian kategori yang menghendaki adanya inventarisasi masalah yang terkait dengan transaksi e-commerce. Dengan melakukan inventarisasi masalah ini diharapkan ditemukan solusi pemecahan yang sistematis. Misalnya dalam pemberian definisi atas jenis-jenis
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 44
transaksi e-commerce, termasuk didalamnya pemberian definisi apakah suatu ”server” yang berkedudukan di negara sumber tetapi dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Luar Negeri dapat dikategorikan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Hal ini masih menjadi kendala dengan alasan bahwa ”server” tersebut hanya sebagai fasilitas yang digunakan untuk menyimpan, memamerkan barang dagangan. Pendapat lain mengemukakan bahwa ”server” tersebut merupakan fasilitas untuk melakukan transaksi jual-beli sehingga dapat dikategorikan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). Keterbatasan Sumber Daya Manusia di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sendiri dimana masih sedikit yang memiliki pengetahuan yang memadai akan seluk beluk transaksi e-commerce sehingga menyulitkan pengawasan terhadap transaksi tersebut. Bila dilihat praktek yang terjadi di Jepang seperti diuraikan pada bab terdahulu dimana pemerintah Jepang membentuk gugus tugas khusus yang diberi nama PROTECT (Professional for E-Commerce Taxation) yang terdiri dari orang-orang yang sudah terdidik dan memilki kemampuan yang memadai dalam bidang Tehnologi Informasi bisa menjadi contoh yang baik bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menerapkan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Jepang tersebut. PROTECT juga memiliki
guidance/manual
yang
menjadi
pedoman
untuk
melakukan
pemeriksaan. Dalam kategori kedua, diperoleh rincian agar melakukan penelitian secara mendalam terhadap jenis-jenis penghasilan atas transaksi e-commerce. Hal ini merupakan tidak lanjut dari inventarisasi masalah, dimana atas pengumpulan informasi yang dibutuhkan akan diketahui dan dilakukan penelitian dengan melibatkan pakar-pakar tehnologi informasi untuk memberikan sumbang saran dalam rangka penggalian potensi pajak atas transaksi e-commerce. Dalam
rangka
memperoleh
kejelasan
akan
jenis
barang
yang
diperdagangkan maupun identitas dari pihak-pihak yang melakukan transaksi ecommerce khususnya atas transaksi lintas negara, langkah yang dilakukan pemerintah Australia menarik untuk ditiru yakni Australian Taxation Office (ATO) guidance mengatur bahwa penjual diharuskan untuk memperoleh penjelasan dari pembeli mengenai tempat tinggal, lokasi fisik serta
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 45
penggunaan dari penjualan tersebut untuk transaksi dengan nilai tertentu. Kewajiban tersebut diharapkan agar pihak otoritas perpajakan dapat menentukan apakah pembelian tersebut bebas pajak atau tidak, sehingga pembeli harus menginformasikan alamatnya di luar negeri dan barang atau jasa tersebut tidak digunakan di wilayah negaranya. ATO juga mewajibkan kepada penjual untuk menggunakan metode yang lebih dapat diandalkan untuk menentukan tempat tinggal pembeli. Penentuan tempat tinggal pembeli ini juga menjadi penting dalam aturan tentang pembentukan harga dimana pemerintah Australia mewajibkan semua pelaku bisnis e-commerce yang melakukan penyerahan di Australia harus mematuhi ketentuan-ketentuan tentang pembentukan harga. Ketentuan dalam GST mewajibkan bahwa hargaharga pada internet harus dijelaskan sebagai GST-inclusive, oleh karena itu tempat tinggal pembeli harus ditentukan. Dalam kategori ketiga, otoritas perpajakan diminta untuk merumuskan kebijakan perpajakan atas transaksi e-commerce. Diantara rician kategori ini adalah menjalin kerjasama dengan pihak Perbankan seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Jepang dimana ketentuan kerahasiaan Bank tidak berlaku untuk kebutuhan perpajakan. Sehingga dari data/informasi yang diperoleh dapat langsung dilakukan pengecekan dan bila terdapat perbedaan maka atas Wajib Pajak tersebut bisa dilakukan tindakan pemeriksaan.
C.3. Nara Sumber / Informan Dalam pengumpulan data di lapangan, telah dilakukan wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dan mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan tesis ini, serta pihak-pihak yang berkompeten dibidangnya yakni : 1.
Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Kantor Wilayah DJP Bali. (Bapak Haryono)
2.
Bagian Fungsional (Supervisor Pemeriksa Pajak) di Kantor Wilayah DJP Bali : Bapak Saut D. Saragih.
3.
Direktorat Intelijen Perpajakan : Bapak Irfan Maksum.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 46
4.
Wajib Pajak PT Elex Media Komputindo (Gramedia) yang dalam hal ini diwakili oleh Bapak Budi Pratiknyo.
5.
Staf Departemen Komunikasi dan Informatika Direktorat e-bisnis: Bapak Eko Haryanto.
C.4. Penentuan Lokasi Penelitian Mengingat transaksi e-commerce umumnya dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang telah memiliki sarana tehnologi yang memadai maka tidak semua perusahaan dapat secara langsung dapat melakukan transaksi ini. Sehingga penentuan nara sumber yang mewakili pihak yang melakukan transaksi e-commerce dilakukan secara sampling dalam hal ini seluruh sampel berada di Jakarta. Sedangkan lokasi nara sumber yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak berasal dari Jakarta dan Bali dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas serta kompetensi dari masing-masing nara sumber.
C.5. Keterbatasan Penelitian. Mengingat luasnya permasalahan yang ada dalam transaksi elektronik (e-commerce) baik perusahaan-perusahaan yang terlibat di dalamnya maupun jenis-jenis transaksi yang dilakukan oleh masing-masing bidang usaha yang berbeda-beda, maka penelitian ini akan memfokuskan diri untuk melakukan penelitian terhadap transaksi e-commerce yang dilakukan melalui media internet. Hal ini disebabkan transaksi e-commerce itu sendiri sudah identik dengan internet. Beberapa jenis transaksi e-commerce yang tidak dilakukan dengan internet tetapi dilakukan dengan mesin ATM (anjungan tunai mandiri) misalnya bukan menjadi fokus dalam penelitian ini karena tidak secara utuh mewakili transaksi e-commerce. Demikian pula studi atas model peneltian yang dilakukan atas model pemajakan atas transaksi e-commerce di Negara Jepang dan Australia dimana kedua negara tersebut juga menitikberatkan pengawasan penerapan
aturan
perpajakan
atas
menggunakan media internet.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 47
transaksi
e-commerce
dengan
Dengan adanya pembatasan-pembatasan masalah tersebut, diharapkan agar penelitian ini dapat lebih memfokuskan diri dalam menganalisis masalah yang berkaitan dengan transaksi online (e-commerce) yang umumnya terjadi melalui media internet.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 48
BAB III
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
A.
Transaksi Perdagangan E-Commerce dan Aspek Pemajakannya Perdagangan elektronis (e-commerce) meskipun telah banyak dikenal luas sebagai salah satu alternatif perdagangan yang memiliki keunggulan tetapi banyak juga yang masih samar pemahamannya dalam hal ini. Para usahawan baik pemula maupun yang telah berusaha secara konvensional juga ingin berpartisipasi
tetapi kurang memiliki
pengetahuan
tentang
e-commerce.
Electronic-commerce sesungguhnya adalah merupakan perdagangan biasa dimana transaksi harus ada terlebih dahulu sebelum dapat disebut perdagangan elektronis. Perdagangan konvensional dan e-commerce keduanya terjadi karena adanya transaksi diantara pemasok dengan konsumen, hanya saja dalam e-commerce terjadi pendigitalan arus informasi, barang dan uang. Untuk tujuan pemajakan perlu diperjelas mengenai jenis produk yang ditransaksikan melalui e-commerce. Perbedaan defenisi tentang jasa-jasa dan barang tidak berwujud akan menimbulkan kepastian hukum dalam perlakuan pajak atas penyerahan (supplies) yang dilakukan oleh perusahaan diluar negeri. Perbedaan tersebut juga berpotensi terhadap upaya penghindaran serta penyelundupan pajak. Kesamaan mengenai defenisi produk produk-produk e-commerce akan mempermudah para Wajib Pajak untuk mematuhi kewajiban pajak serta akan mendukung upaya pengembangan e-commerce itu sendiri. A.1. Rekomendasi Negara-negara OECD Negara-negara yang tergabung dalam kelompok negara-negara maju OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) pada bulan Oktober
1998
telah
mempelopori
suatu
pembahasan
mengenai
aspek
pemajakan atas e-commerce dengan diselenggarakannya Konferensi Antar Menteri OECD atau ‘’Minsterial Conference on Elektronic Commerce’’ di Ottawa Kanada. Melalui kelompok kerjanya (working party) dengan program kerjanya
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 49
yakni Committee of Fiscal Affairs (CFA’s) kelompok ahli-ahli perpajakan OECD. Konferensi tersebut telah menghasilkan beberapa agenda antara lain : 1. Taxpayer Services, 2. Tax Administration, identification and information needs, 3. Tax Collection and Control, 4. Consumption Tax, 5. Tax Arrangement and Co-operation Program kerja dari Committee of Fiscal Affairs ini salah satunya adalah berupaya mengklarifikasi tentang aspek-aspek perpajakan atas e-commerce dan telah menghasilkan Taxation Framework Conditions meliputi : 1.
Prinsip-prinsip
perpajakan
yang
dipakai
tehadap
perdagangan
konvensional hendaknya juga dapat diberlakukan terhadap transaksi ecommerce. 2.
CFA (Committee of Fiscal Affairs ) yakin bahwa ketentuan-ketentuan perpajakan yang sudah ada dapat mengimplementasikan prinsip-prinsip tersebut.
3.
Penerapan prinsip-prinsip tersebut
terhadap e-commerce hendaknya
disusun untuk menjaga kewenanganh fiskal oleh suatu negara, dan untuk mencapai penyebaran tax base yang adil antar negara, serta berupaya menghindari pengenaan pajak berganda atau potensi yang tidak dipajaki. 4.
Proses untuk melaksanakan prinsip-prinsip ini seharusnya melibatkan dialog yang intensif di antara negara-negara OECD dengan kalangan bisnis serta negara-negara non anggota
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 50
Prinsip-prinsip yang seharusnya diterapkan terhadap transaksi elektronik (e-commerce) sesuai Taxation Framework Conditions dimaksud antara lain adalah :41 1.
Neutrality, pajak hendaknya netral dan adil terhadap bentuk-bentuk transaksi e-commerce dan antara transaksi konvensional dengan bentukbentuk transaksi e-commerce. Keputusan bisnis seharusnya didasarkan pada motivasi ekonomi buka pertimbangan pajak dan wajib pajak dalam situasi yang sama dan melakukan transaksi yang sama hendaknya dikenakan pajak pada tingkat yang sama.
2.
Efficiency, biaya kepatuhan (compliance cost) oleh wajib pajak dan biaya administrasi dari otoritas pajak hendaknya dapat ditekan seminimal mungkin.
3.
Certainty and Simplicity, ketentuan pajak hendaknya jelas dan mudah dipahami sehingga wajib pajak dapat mengantisipasi akibat-akibat pajak (tax consequences) dalam perkembangan transaksi termasuk mengetahui kapan, dimana dan bagaimana pajaknya harus dihitung/dibayar.
4.
Effectiveness and fairness, perpajakan hendaknya menghasilkan jumlah pajak yang benar dalam waktu yang tepat. Potensi terjadinya penghindaran dan penyelundupan
pajak
seharusnya diminimalkan
dengan tetap
berupaya melakukan antisipasi secara proporsional terhadap aktivitas tersebut. 5.
Flexibility, sistem perpajakan hendaknya fleksibel serta dinamis untuk mendukung sistem yang selalu mengikuti perkembangan teknologi dan perkembangan transaksi perdagangan.
41
OECD. 2001. Taxation and Elektronic Commerce : Implementing the Ottawa Taxation Framework Conditions.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 51
A.2. Jenis-jenis Transaksi e-commerce Pada dasarnya jenis produk yang ditransaksikan melalui e-commerce dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu : 1. Tangible Property, yaitu berupa barang berwujud 2. Intangible Property, yaitu barang tidak berwujud dan 3. Services, yaitu berupa jasa. Services dan Intangible Property dapat diterima secara online, dalam bentuk digital dan diterima secara langsung oleh konsumen dari supplier, sehingga tidak dapat diawasi oleh pihak pabean karena tidak dikirim secara tradisional melalui pihak perantara. Berdasarkan kondisi diatas dan mengacu pada kesimpulan CFA bahwa untuk tujuan pajak konsumsi Services dan Intangible Property yang dapat dikirimkan secara online keluar wilayah suatu negara dalam bentuk digital (digitized property) hendaknya tidak diperlakukan sebagai barang (goods). Saran-saran OECD melalui Technical Advisory Groups on Treaty Characterization yang dibentuk pada bulan Januari 1999 menguraikan mengenai jenis-jenis transaksi sehubungan dengan perdagangan elektronic (e-commerce) yaitu :42 1.
Electronic order processing of intangible product, yaitu dalam transaksi tersebut pembeli memilih suatu produk dari ‘’an on line catalog’’ barangbarang berwujud dan memesan produk tersebut secara langsung dari pedagang yang menawarkan.
2.
Electronic Ordering and Downloading of Digital Product, yaitu pembeli memilih dari ‘’online catalog of software’’ atau produk digital lainnya dan memesan
produk
tersebut
secara
menawarkannya.
42
Ibid, hal. 164
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 52
online
dari
pengusaha
yang
3.
Electronic ordering and downloading of digital product for purposes of commercial exploitation of the copyright, yaitu pembeli memilih software atau produk digital lainnya dari suatu ‘’online catalog’’ dan memesan secara online langsung dari commercial provider.
4.
Updates and adds on, yaitu penjual produk digital yang sudah di-update atau ditambah perlengkapan yang diperlukan yang apabila penyerahannya dilakukan sebagai penyerahan harta berwujud.
5.
Limited duration software and other digital information licenses, yaitu pelanggan menerima hak untuk memakai software atau produk digital lainnya untuk suatu jangka waktu yang lebih pendek dari masa manfaat produk tersebut. Produk tersebut dapat diserahkan secara elektronis dan dapat melalui tangible medium seperti penyerahan compact disk. Semua copies dari produk digital tersebut manjadi tidak dapat dipakai pada saat berakhirnya jangka waktu lisensi.
6.
Single use software or other digital product, yaitu pembeli mendapatkan hak untuk memakai software atau product digital lainnya satu kali saja. Produk tersebut dapat di-download atau dipakai dari jarak jauh, yaitu menggunakan software
yang
disimpan
pada
harddisk
pembeli.
Pembeli
tidak
diperbolehkan untuk mengcopy produk digital tersebut, sebagaimana disyaratkan akan tetapi hanya berhak atas pemakaian sebagaimana dimaksud. 7.
Application hosting-separate license, yaitu pemakai mempunyai hak tetap untuk memakai produk software. Pemakai mengadakan perjanjian dengan ‘’host-entity’’ berdasarkan perjanjian dimana ‘’host entity’’ menempatkan ‘’software copy’’ tersebut di server yang dimiliki dan dioperasikan host tersebut. Host tersebut memberikan bantuan tehnik untuk melindungi dari kegagalan sistem dan pemakai dapat mencapai ‘’software application’’ melakukan dan mengoperasikannya dari jauh.
8.
Application hosting-bundled contract, yaitu untuk suatu single, bundled fee pemakai mengadakan perjanjian dimana provider yang juga pemilik hak cipta memberi akses kepada satu atau lebih aplikasi software. Pemakai dapat mengakses, melaksanakan dan mengoperasikan aplikasi dari jauh
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 53
dengan cara men-download terlebih dahulu. Kontrak ini dapat diperbaharui setiap tahun untuk menambah fee. 9.
Transaksi ASP (Application Service Provider), yaitu ASP memperoleh lisensi untuk memakai suatu aplikasi software kedalam kegiatan usaha ASP tersebut. ASP memberikan akses kepada pelanggan untuk aplikasi software di server yang dimiliki dan dioperasikan oleh ASP. Software bisa merupakan otomasi pemberi order, pembayaran, pengiriman yang dipesan untuk keperluan usaha pemakai, seperti keperluan kertas dan travel arrangement.
10.
ASP License Fee, yaitu Application Provider membayar provider aplikasi software sejumlah fee, yaitu sejumlah persen dari penerimaan pelanggan ASP. Pelanggan ASP mendapatkan akses atas copy software yang ditempatkan di server-server yang dimiliki dan dioperasikan oleh provider yang bisa secara teknis ASP memperagakan kepada para pelanggan informasi yang memiliki hak cipta (copyrighted).
11.
Website Hosting Provider memberikan tempat (space) di servernya untuk ditempati
website. Provider tersebut tidak memperoleh hak cipta yang
diciptakan oleh peneliti dan pengembang isi website yang bersangkutan. Pemilik hakcipta material yang terdapat dalam website memanipulasi website tersebut dari jauh, termasuk mengubah isi website yang bersangkutan. 12.
Software maintenance, yaitu penggabungan dari software maintenance contract dengan software updates dengan bantuan teknik.
13.
Data Warehousing, yaitu pelanggan menyimpan data komputernya dalam server yang dimiliki dan dioperasikan oleh provider. Pelanggan dapat mengakses, mengupload, memanggil ulang (retrieve) dan memanipulasi data dari jarak jauh.
14.
Customer Support over Computer Network, yaitu provider memberikan kepada pelanggan bantuan tehnik online (online technical support) termasuk saran-saran untuk instalasi dan berbagai informasi untuk memecahkan masalah. Bantuan ini dapat mengambil bentuk online
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 54
technical support, troubleshooting database, dan berkomunikasi dengan sarana email dengan human technician. 15.
Data Retrieval, yaitu provider menyediakan tempat penyimpanan informasi yang tersedia bagi pelanggan untuk dicari dan dipanggil. Prinsip nilai yang diberikan kepada pelanggan adalah kemampuan untuk mencari dan menggali masalah spesifik dari data dengan koleksi yang sangat banyak dan jumlah data yang besar.
16.
Delivery of exclusive or other high-value data, yaitu gudang data seperti pada nomor 15 diatas akan tetapi nilai yang paling penting bagi pelanggan adalah bukan kemudahan mencari dan mendapatkan datanya, provider menambahkan nilai yang penting seperti tambahan analisis atas data mentah, contoh laporan investasi atas suatu industri tertentu.
17.
Advertising atau banner adds, yaitu berupa iklan kecil yang muncul setiap user meng-klik website tertentu. Pemasang iklan akan membayar fee sesuai dengan berapa kali iklan tersebut di-display atau berdasarkan berapa kali meng-klik iklan tersebut.
18.
Electronic access to professional advice (e.g. consultancy), yaitu konsultasi jasa professional (konsultan, pengacara, dokter, dan profesi lainnya) yang diberikan kepada pelanggan melalui e-mail, video conference atau alat komunikasi lainnya.
19.
Technical Information, yaitu informasi teknis yang bersifat rahasia mengenai suatu produk atau proses pabrikasi, yang diberikan kepada para pelanggan (subscribers).
20.
Information Delivery, yaitu provider secara elektronik mengirimkan data kepada para peserta secara periodik sesuai dengan pilihan individu, yang berupa paket informasi yang diformat secara khusus sesuai dengan kebutuhannya yang spesifik.
21.
Access to an interactive website, yaitu provider menyediakan kepada anggota untuk dapat mengakses website tertentu termasuk informasi, musik, video, game dan kegiatan lainnya. Para anggota membayar sejumlah biaya tertentu untuk mengakses website tersebut.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 55
22.
Online shopping portals, yaitu operator website yang menyediakan tempat katalog elektronik dalam servernya bagi beberapa pelaku bisnis. Pengguna dapat memilih produk dari katalog tersebut dan melakukan pemesanan secara online.
23.
Online Auctions, yaitu provider men-display barang-barang untuk dibeli dengan cara lelang. Pengguna membeli barang-barang tersebut secara langsung dari pemilik barang, dan pemilik barang dagangan membayar kompensasi sebesar prosentase tertentu dari harga jual atau sejumlah fee.
24.
Sales Referral Program, yaitu online provider membayar komisi penjualan kepada operator website atas penjualan satu atau lebih product provider yang tertera dalam daftar (list) operator website.
25.
Content Acquisition Transaction, yaitu operator website membayar bermacam-macam content provider atas cerita-cerita baru, informasi dan content online lainnya dalam upaya menarik minat pengguna website.
26.
Streamed (real time) web based broadcasting, yaitu pengguna mengakses database copyrighted audio dan/atau materi visual lainnya dan boadcaster menerima langganan atau penghasilan iklan.
27.
Carriage Fees, yaitu content provider membayar operator jaringan atau operator website agar content-nya
ditampilkan (didisplay) oleh operator
website/network. 28.
Subsciption to website allowing the downloading if digital products, yaitu provider menyediakan kepada pelanggan tampilan website yang berisi ‘’digital copyrighted content’’ seperti musik. Pelanggan membayar secara periodik sejumlah biaya tertentu untuk mengakses website tersebut.
Arus informasi dalam perdagangan (konvensional maupun elektronis) adalah komunikasi kedua belah pihak, yaitu untuk mengetahui apa yang diproduksi atau dijual oleh pemasok dan apa yang diinginkan oleh konsumen. Interaksi antara produsen dengan pemasok melalui arus informasi akan menimbulkan bertemunya penawaran dan permintaan. Interaksi pemasok dengan penjual melalui arus informasi e-commerce adalah secara elektronis melalui sarana internet yang on-line selama 24 jam dan dimana saja.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 56
Penawaran dan permintaan bertemu saat berinteraksi melalui arus informasi, maka selanjutnya adalah menuntaskan arus barang. Arus barang ada dua cara yaitu pertama pengiriman barang-barang berwujud secara langsung ke konsumen, kedua pengiriman barang tidak berwujud melalui arus digital. Pengiriman barang berwujud secara langsung ini dilakukan tidak hanya pada perdagangan konvensional tetapi juga dengan e-commerce. Pengiriman arus barang secara digital inilah yang murni melakukan transaksi e-commerce. Pengiriman arus barang secara digital inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintah untuk pengenaan pajaknya. Pembuktian adanya pengiriman barang yang tidak berwujud antara pemasok dengan konsumen sebenarnya dapat dilacak melalui internet protocol (IP) masing-masing end user. Setiap situs/domain yang diterbitkan mempunyai nomor IP di mana nomot IP tersebut hampir sama dengan nomor telepon, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya tentang pengalamatan TCP atau IP internet. Hanya saja, pembuktian tersebut dapat dilakukan jika sistem administrasi pelanggan internet dan sistem keamanan internet sudah sempurna serta kesadaran masyarakat berinternet sudah baik. Indonesia, dalam hal ini telah memiliki lembaga-lembaga yang berhubungan dengan internet dan e-commerce, kecuali peraturan tentang internet umumnya dan e-commerce secara khusus belum ada. Kedua arus perdagangan di atas jika telah selesai, maka arus selanjutnya adalah arus uang. Setiap transaksi perdagangan pasti akan terjadi pertukaran uang . Perdagangan konvensional dikenal penggunaan uang tunai, kartu kredit, cek dan alat pembayaran lainnya. Perdagangan masyarakat jaringan, tidak dilakukan pembayaran secara tunai tetpai alternatif lain yaitu seperti cek elektronis (e-cheque), uang elektronis (e-cash), kartu debit elektronis (e-debit card) atau kartu keuangan elektronis (e-financial card). Alat pembayaran elektronis inilah merupakan salah satu sarana yang akan membantu memajukan perdagang elektronis (e-commerce). Keamanan atas sejumlah angka tagihan saat melakukan transaksi keuangan e-commerce biasanya digunakan metode algoritme kriptografik untuk mengkodekan serta memverifikasi data. Metode lainnya adalah pembentukan sistem keamanan jaringan oleh end user sendiri untuk menjamin keamanan arus uang dimasa depan. Di sisi lain pemerintah harus berperan sebagai pengawas terhadap para penyusup jaringan, kejahatan-kejahatan internet dan masalah uang elektronis (e-cash).
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 57
Perdagangan elektronis (e-commerce) dilakukan melalui sarana internet, walaupun tipe e-commerce adalah termasuk perdagangan melalui telepon. Jadi, sebelum
memulai
berdagang
di
internet
tentunya
pedagang
harus
mendaftarkan/mempunyai toko di internet (duania maya), inilah yang disebut dengan situs/domain. Situs/domain yang paling banyak digunakan adalah aplikasi word wide web (www) yang berakhiran com atau kalau situs/domain di Indonesia adalah www yang berakhiran dot co id yang melakukan perdagangan elektronik. Situs dan domain inilah yang merupakan alamat toko pedagang elektronis di internet.
A.3. Beberapa Pendekatan atas Transaksi e-commerce Beberapa alasan ekonomis suatu perusahaan menjalankan bisnisnya berbasis internet adalah : A.3.1. Pendekatan Ekonomi Secara garis besar alasan ekonomis suatu perusahaan menjalankan bisnisnya dengan basis internet (e-commerce) adalah karena cara tersebut memberikan banyak keuntungan terutama dalam upaya memacu pertumbuhan usaha serta penurunan biaya (cost reduction). Revolusi perdagangan melalui internet membawa implikasi pada beberapa aspek antara lain; 1.
Teknologi e-commerce telah mendorong strategi bisnis yang baru. Adanya anggapan bahwa selama ini teknologi dipandang hanya bermanfaat dalam kegiatan administrasi yang mensupport back office, telah berubah fungsi dengan mengarahkan munculnya strategistrategi baru (technology driven new strategies).
2.
Paradigma-paradigma lama dalam melakukan bisnis sudah tidak dapat diterapkan lagi dengan lingkungan bisnis saat ini. Untuk melakukan pembelian mobil, konsumen mobil dapat memilih, membandingkan prodrak-produk automobile melalui web site, dan melakukan pembelian tanpa harus mengunjungi dealer-dealer atau showroom.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 58
3.
Perusahaan-perusahaan akan membentuk hubungan yang lebih erat diantara supplier dengan pelanggan. Penggunaan
electronic
data
interchange
(EDI-link)
dapat
menyediakan perkiraan mengenai keadaan suatu persediaan barang, serta dapat menerima informasi tentang status barang yang dipesan, sehingga memungkinkan perusahaan dapat membangun supply chain berskala multinational, yang dapat mengetahui order konsumen secara cepat dan mengirimkan pesanan dalam waktu yang tepat. 4.
Munculnya pasar-pasar serta mekanisme pasar yang baru. Saat ini adalah era digital (digital age), dimana konsumen digital khususnya generasi digital merupakan kekuatan besar sebagai pemakai e-mail, MTV, video games, dan internet. Disamping itu, informasi pasar finansial baik untuk saham, obligasi, derivativ telah tersedia secara real time melalui internet.
5.
Perubahan dalam proses pembelian oleh pelanggan. Banyak perusahaan besar seperti IBM telah membangun sistern informasi bersama yang memungkinkan konsumen dari beberapa negara untuk mengakses database-nya melalui Internet, sekaligus melakukan pemesanan secara larrgsung. Dengan cara tersebut konsumen juga dapat selalu memantau sampai dimana pengirirnan (delivery) atas pesanan yang telah dilakukan.
6.
Inteligent agent software telah memperluas kemampuan konsurnen. Dengan software ini akan memudahkan konsumen dalam memilih kebutuhan sesuai selera dan pilihannya (preferensi) baik atas barang barang kebutuhan, hiburan, serta jasa keuangan pribadi yang dapat diterima secara benar dan rahasia.
A.3.2. Pendekatan Pajak Konsurnsi Sebagaimana penulis uraikan di atas mengenai jenis-jenis transaksi e-commerce, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok produk yaitu;
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 59
1.
Tangible property, yaitu berupa barang berwujud;
2.
Intangible property, yaitu barang tidak berwujud termasuk digitized product, yaitu berupa barang berwujud / tidak yang diubah bentuknya menjadi bentuk/format digital;
3.
Services, yaitu berupa jasa-jasa.
Analisis tentang aspek perpajakan atas transaksi e-commerce dilakukan dengan melakukan pendekatan berdasarkan sistem pajak konsumsi yang berlaku di Indonesia yaitu sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya.
A.4. Mekanisme Pemungutan Pajak (Tax Collection Mechanism) E-Commerce telah menjadi model dari kegiatan bisnis saat ini baik B2B (Business to business) maupun B2C (business to customer). Kebanyakan negara-negara anggota OECD telah mempunyai mekanisme untuk mengenakan pajak konsumsi atas jasa-jasa dan barang tidak berwujud yang diimpor. Ada beberapa mekanisme pemungutan pajak yang dikenal di negara OECD antara lain :43 1.
Registration Sistem ini mewajibkan non-resident business untuk mendaftarkan diri pada otoritas pajak dan selanjutnya mengenakan, memungut dan menyetorkan pajak konsumsi kepada negara yang bersangkutan.
2.
Reverse Charge / self assessment Di dalam sistem ini konsumen diminta untuk menjelaskan pajak yang terutang atas impor jasa atau barang tidak berwujud dan memungut dan melaporkannya sendiri kepada otoritas pajak.
43 Organization for Economic Cooperation, 2001. Taxation and Electronic Commerce : Implementing The Ottawa Taxation Framework Conditions, OECD Publications, hlm.29
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 60
3.
Tax at source and transfer Sistem ini merupakan alternatif untuk mengurangi biaya kepatuhan yang tinggi atas sistem registrasi diatas. Sistem ini menghendaki perusahaan akan memungut pajak konsumsi atas ekspor kepada bukan penduduk (non resident) dan menyetorkannya kepada otoritas pajak di negaranya, yang selanjutnya akan diteruskan kepada otoritas pajak di negara dimana konsumsi dilakukan. Sistem ini akan meningkatkan biaya administrasi yang cukup
besar,
terutama
dengan
terkait
perjanjian
dan
kerjasama
internasional sehubungan dengan pengawasan, pemungutan serta transfer penerimaan. 4.
Tax Collection by (trusted) third party. Sistem ini melibatkan pihak ketiga (contohnya financial institution), sebagai perantara dalam pembayaran, pihak tersebut ditunjuk untuk memungut pajak konsumsi pada saat pembayaran dari konsumen kapada supplier produk digital, dan selanjutnya menyetorkannya kepada otoritas pajak.
5.
Pemungutan Pajak berbasis teknologi. Pendekatan lain dalam pemungutan pajak konsumsi atas transaksi e-commerce ini adalah pemungutan pajak berbasis teknologi, yaitu menggunakan tamper-proof software, yang secara otomatis mangkalkulasi kewajiban pajak pada setiap transaksi dan menyetorkannya (melalui financial intermediary atau pihak ketiga yang terpercaya) kepada otoritas pajak dimana konsumsi dilakukan. Dari kelima mekanisme tersebut reverse charge / self assessment paling
banyak digunakan dalam sistem pajak konsumsi, hal ini merupakan pemikiran awal dalam menentukan pendekatan yang paling tepat untuk diterapkan terhadap transaksi perdagangan elektronik (e-commerce) yang melibatkan transaksi lintas batas (cross border) atas jasa dan barang tidak berwujud. Sistem self assessment (reverse charge) memiliki beberapa keunggulan antara lain :
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 61
1.
Cara ini mewajibkan pelanggan untuk menghitung, memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan/konsumsi intangible property serta jasa-jasa sekaligus memberikan hak pengkreditan atas pembelian barang dan/atau jasa kena pajak (taxable outputs);
2.
Menjamin negara-negara untuk terus memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa dan barang tidak berwujud yang diimpor baik oleh perusahaan atau organisasi lainnya,
3.
Sistem ini mampu mengenakan pajak terhadap orang yang bertempat tinggal di wilayah otoritas pajak tempat konsumsi dilakukan;
4.
Sistem ini akan meminimalkan biaya dimana supplier dari Luar Negeri tidak diharuskan untuk mendaftar atau sebaliknya memperhatikan kewajiban untuk membayar pajak sehubungan dengan penyerahan kepada konsumen pada yurisdiksi pemajakan yang berbeda.
Disamping keunggulannya sistem ini juga memiliki kelemahan yaitu : 1.
Tidak ada Faktur Pajak dari supplier sebagai cara untuk menguji kebenaran catatan kegiatan usaha customer;
2.
Memberikan keuntungan cash flow kepada customer dengan tanpa membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kepada supplier dimana hal ini akan mendistorsi kompetisi terhadap supplier lokal yang harus menambah PPN atas nilai pembelian;
3.
Sistem ini tidak efektif untuk transaksi yang melibatkan perusahaan kepada konsumen akhir (B2C). Dalam transaksi e-commerce yang melibatkan pihak-pihak diluar wilayah
pabean Indonesia (impor) atas barang kena pajak berwujud, mekanisme pemungutan pajak dilakukan oleh pihak ketiga (the trusted third party) yaitu melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pada saat impor barang kena pajak berwujud tersebut. Sedangkan mekanisme pemungutan pajak sehubungan dengan transaksi Barang Kena Pajak tidak berwujud dan dan Jasa Kena Pajak dari luar daerah
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 62
pabean telah ditetapkan bahwa orang pribadi atau badan yang wajib untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tidak berwujud.
A.5. Administrasi Pajak Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh kelompok negara-negara OECD dalam Taxation Framework Elements antara lain adalah :44 1. Pelayanan Wajib Pajak Otoritas pajak seharusnya menggunakan teknologi yang tersedia dan memanfaatan
Perkembangan
perdagangan
dalam
meng-
administrasikan sistem pajaknya, dan secara kontinyu rneningkatkan pelayanan kepada para wajib pajak. 2. Administrasi pajak, identifikasi dan kebutuhan informasi Otoritas Pajak seharusnya
menjaga
kemampuannya
untuk
mengamankan aksesnya terhadap informasi yang handal dan dapat, diperiksa dalam upaya mengidentifikasi wajib pajak serta menghasilkan informasi yang penting untuk mengadministrasikan sistem pajaknya. 3. Pengawasan pemungutan pajak a.
Negara seharusnya menjamin sistem yang memadai dalam upaya untuk mengawasi dan memungut pajak.
b.
Mekanisme Intenasional untuk membantu pemungutan pajak harus dikembangkan, termasuk proposal untuk memasukkan bahasa (an insert of languange) dalam OECD Model Tax Convention.
44
Ibid , halaman 50
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 63
B.
Pemajakan atas Transaksi E-Commerce di Indonesia Direktorat Jenderal Pajak sampai saat ini belum pernah mengeluarkan
ketentuan perpajakan yang secara khusus mengatur transaksi e-commerce. Hal ini perlu segera menjadi perhatian, karena disamping potensi penerimaan atas transaksi e-commerce di Indonesia yang cukup besar juga pertumbuhan pelanggan dan pemakai internet yang sangat pesat. B.1. Obyek Pajak Secara garis besar ketentuan mengenai obyek pajak rnenurut UU PPN Tahun 2000 adalah konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena pajak di dalam daerah Pabean Indonesia. Oleh sebab itu PPN akan dikenakan terhadap setiap kegiatan; a. penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam daerah pabean; b. Impor dan ekspor BKP; c. Pemanfaatan/konsumsi BKP Tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean; Ketentuan Pasal 1A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai mengenai jenis-jenis Penyerahan Barang Kena Pajak yang terutang PPN, antara lain adalah penyerahan karena suatu perjanjian, perjarijian sewa beli atau leasing, penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang, pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma, penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya, penyerahan BKP antar cabang dan penyerahan secara konsinyasi. UU PPN mengatur bahwa suatu transaksi terutang PPN karena penyerahannya adalah penyerahan terutang pajak dan obyek transaksinya adalah obyek pajak, sehingga permasalahan bagaimana transaksi tersebut dilakukan (secara konvensional atau melalui internet), tidak lagi menentukan. Jadi apabila pada hakekatnya transaksi tersebut merupakan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak, maka transaksi tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai menurut Undang-undang. Obyek dari transaksi yang dilakukan melalui internet (e-commerce) pada dasarnya ada tiga macam, yaitu barang berwujud, barang tidak bervvujud, dan jasa-jasa. Perlakuan PPN atas penjualan barang berwujud melalui internet dapat
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 64
dipersamakan sebagai penjualan barang melalui mail order, atau cara lain seperti melalui telepon dan fax. Ketentuan UU PPN dan PP 143/2000 sebagai aturan pelaksanaan, belum mengatur mengenai produk digital yaitu produk yang dapat dikirimkan melalui format digital baik melalui internet atau bentuk transmisi elektronik lainnya. Penegasan tersebut penting dalam upaya memberikan kepastian hukurn kepada Wajib Pajak, karena defenisi dan pengelompokan ini akan memberikan konsekuensi dalam perlakuan pajak terutama terkait dengan transaksi internasional. Selama belum diatur secara tegas termasuk kelompok apakah digitized product ini untuk perlakuan pajak (tax treatment), maka sebaiknya dikembalikan kepada sifat asal (nature) dari produk tersebut yang sebenarnya, apakah digitized product tersebut pada hakekatnya adalah jasa atau barang tidak berwujud. Seandainya jasa kena pajak yang didigitized maka perlakuan pajaknya adalah sebagai jasa kena pajak, dan apabila barang kena pajak tidak berwujud yang didigitized maka diperlakukan sebagai barang kena pajak tidak berwujud. Terhadap jenis-jenis barang dan atau jasa yang merupakan Obyek Pajak, Pasal 4A UU PPN memberikan daftar pengecualian dari pengenaan PPN (negative list), sehingga selain jenis-jenis barang dan atau jasa yang tercantum dalam daftar tersebut adalah Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP).
B.2. Subyek Pajak Ketentuan mengenai Subyek Pajak sebagaimana diatur dalam UU PPN adalah Pengusaha Kena Pajak dan Bukan Pengusaha Kena Pajak, ditentukan pula bahwa Subyek Pajak Pertambahan Nilai adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, melakukan ekspor BKP dan melakukan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan. Perluasan Subyek Pajak Pertambahan Nilai selanjutnya adalah yang Bukan Pengusaha Kena Pajak juga terutang PPN jika melakukan impor Barang Kena Pajak (BKP) dan memanfaatkan atau mengkonsumsi Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 65
Berbeda dengan penyerahan barang kena pajak tersebut di atas, maka siapapun yang memasukkan barang kena pajak ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan
apakah
dilakukan
dalam
Iingkungan
perusahaan
dan
pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan/terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sedangkan suatu penyerahan tidak termasuk dalam penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bila melakukan penyerahan kepada makelar, penyerahan untuk jaminan utang-piutang, Pengusaha Kena Pajak yang memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang, penyerahan dalam rangka perubahan bentuk usaha atau penggabungan usaha atau pengaiihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas persediaan. Sehubungan dengan penyerahan jasa, suatu penyerahan terutang PPN jika barang/jasa yang diserahkan merupakan barang/jasa kena pajak, dilakukan di dalam daerah pabean, dilakukan
dalam
lingkungan
perusahaan
atau
pekerjaan Pengusaha yang bersangkutan. Berkaitan dengan penyerahan atas transaksi e-commerce syarat ketiga mengenai lingkungan pekerjaan atau pekerjaan pengusaha tersebut justru akan mempersempit basis pajak dalam pengenaan PPN, serta memberikan kondisi ketidakpastian kepada Wajib Pajak. Menurut UU PPN transaksi yang dilakukan melalui internet (e-commerce) baik oleh perusahaan atau orang pribadi di Indonesia adalah termasuk penyerahan yang terutang PPN dalam hal; 1.
Barang atau jasa yang diperdagangkan melalui e-commerce tersebut adalah barang kena pajak baik berwujud atau tidak berwujud dan jasa kena pajak.
2.
Transaksi e-commerce tersebut dilakukan di dalarn daerah pabean, baik itu transaksi antara perusahaan dengan perusahaan (business to business / B2B) atau antara perusahaan dengan konsumen akhir (Business to consumer / B2C) di Indonesia.
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi e-commerce antara lain adalah merchant sebagai penyedia barang dan/atau jasa untuk dijual, website vendor, penyedia jasa internet (Internet Service Provider), penyedia jasa telekomunikasi,
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 66
serta pembeli barang dan/atau jasa. Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut dapat berbentuk perusahaan atau orang pribadi, dengan demikian para pelaku dalam transaksi e-commerce tersebut di atas adalah Pengusaha Kena Pajak yang merupakan Subyek Pajak berdasarkan UU PPN. Undang-undang PPN dan aturan pelaksanaannya telah mengatur bahwa pengusaha baik badan atau orang pribadi yang melakukan transaksi melalui ecommerce adalah Pengusaha Kena Pajak selama : 1.
melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak;
2.
melakukan ekspor barang kena pajak;
-
3.
melakukan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan.
Disamping itu yang bukan pengusaha kena pajak juga dapat dikenakan PPN apabila melakukan impor barang kena pajak dan memanfaatkan atau mengkonsumsi BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar daerah pabean. Sehingga
konsumen
e-commerce
baik
perusahaan
(business)
maupun
konsumen individu (consumer) adalah subyek pajak.
B.3. Penerapan Aturan Perpajakan terhadap Infrastruktur e-commerce Infrastruktur e-commerce atau fasilitas yang menyebabkan transaksi ecommerce terjadi adalah : 1.
Jasa Telekomunikasi. Aspek terpenting dari infrastruktur transaksi e-commerce adalah jasa telekomunikasi. Jasa ini berperan agar jaringan (network) dapat berfungsi, sehingga vendors dengan customers dapat melakukan transaksi melalui internet. Jenis-jenis jasa telekomunikasi ini antara lain : a.
Ijin akses ke internet;
b.
Penyediaan speech telephony, video telephony, teletype, fax dan jasa telegraph,
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 67
c.
Penyediaan jasa surat elektronik (e-mail). Berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
jasa telekomunikasi seperti contoh diatas atas penyerahan jasa tersebut tidak termasuk dalam jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan
Pajak
Pertambahan
Nilai
(PPN)
sehingga
atas
penyerahan jasa telekomunikasi yang dilakukan oleh Pengusaha dan/atau
Pengusaha
Kena
Pajak
didalam
daerah
pabean
dikenakan PPN. 2.
Transaksi sehubungan dengan pembuatan website. Dalam
membuat
design
homepage
yang
didalamnya
perusahaan dapat mengiklankan barang-barang atau jasa-jasanya, sering tugas tersebut diserahkan kepada ISP. Sehubungan dengan penyerahan jasa oleh ISP kepada perusahaan ini menurut Undangundang PPN adalah penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Design dan pembuatan website termasuk dalam jasa periklanan yang tidak termasuk dalam kategori jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN, oleh sebab itu penyerahan Jasa design website dan pembuatan homepage terutang PPN berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.
C.
Perpajakan Internasional atas Penghasilan Transaksi E-Commerce Berbagai organisasi Internasional dan pemerintah telah mencoba untuk
mendiskusikan bagaimana perlakuan perpajakan yang seharusnya diterapkan atas penghasilan yang timbul dari transaksi e-commerce. Pada bulan November 1996, Pemerintah Amerika Serikat melalui The US treasury Departement telah mengeluarkan suatu kertas kerja yang berjudul “Selected Tax PolicyImplication of Global Electronic Commerce” yang mendiskusikan mengenai isu-isu apa yang timbul dalam transaksi e-commerce dan bagaimana cara mengatasinya. Rekomendasi penting yang disarankan dalam kertas kerja tersebut adalah penerapan prinsip netralitas terhadap pemajakan penghasilan dari transaksi ecommerce . Artinya tidak ada diskriminasi perlakuan perpajakan baik terhadap
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 68
penghasilan yang diperoleh melalui e-commerce maupun dengan penghasilan yang diperoleh tanpa melalui e-commerce. Prinsip netralitas tersebut juga dianjurkan oleh European Comission dalam kertas kerjanya yang berjudul “A European Initiative in Electronic Commerce” pada bulan April 1997.45 Terdapat 3 (tiga) prinsip dasar yang dikembangkan dalam mengantisipasi pemajakan atas Transaksi e-commerce yaitu : i. Pemajakan atas transaksi yang dilakukan secara elektronik tidak boleh diperlakukan berbeda dengan transaksi yang dilakukan tidak secara elektronik; ii. Jika ketentuan perpajakan yang berlaku saat ini memungkinkan untuk diterapkan terhadap transaksi e-commerce maka ketentuan inilah yang diterapkan; dan iii. Adanya kesepakatan diantara tax regime masing-masing negara untuk menghindari konflik pajak berganda. Seperti halnya dengan transaksi lintas batas (cross border transaction) lainnya, hak pemajakan suatu negara atas penghasilan dari transaksi internasional tersebut tergantung pada jenis penghasilannya. Mansyuri seperti dikutip oleh Darussalam46 menyebutkan bahwa telah terdapat suatu kesepakatan dari para ahli perpajakan internasional berkenaan dengan hak pemajakan (taxing right) atas penghasilan dari transaksi-transaksi internasional (cross border tyransactions) sebagai berikut : 1)
Hak untuk memungut pajak atas penghasilan pada dasarnya harus diberikan kepada negara domisili. Yaitu negara dimana orang pribadi yang menerima penghasilan itu bertempat tinggal ataupun negara dimana badan usaha yang mendapatkan penghasilan itu bertempat kedudukan atau berdiri,
2)
Negara lain selain negara domisili, dapat juga memungut pajak apabila negara
tersebut
merupakan
negara
tempat
beradanya
sumber
penghasilan. Negara tempat beradanya sumber penghasilan tersebut 45
Darussalam , 2006. Kapita Selekta Perpajakan : Perpajakan Internasional atas Penghasilan Electronic Commerce. Salemba Empat. hlm. 130 46 Ibid, hlm.131
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 69
disebut negara sumber. Negara sumber disepakati untuk ditetapkan bagi masing-masing jenis penghasilan. Para ahli perpajakan internasional pada umumnya sepakat untuk membagi penghasilan dari transaksi internasional menjadi 15 (lima belas) jenis penghasilan sebagai berikut : a.
Penghasilan dari harta tetap atau barang tak gerak (income from immovable property),
b.
Penghasilan dari usaha (business profits),
c.
Penghasilan dari usaha perkapalan dan usaha pengangkutan udara (income from shipping and air transoport),
d.
Dividen,
e.
Bunga,
f.
Royalti,
g.
Keuntungan penjualan harta (capital gains),
h.
Penghasilan dari pekerjaan bebas (income from independent personal services),
i.
Penghasilan dari pekerjaan bebas (income from dependent personal services),
j.
Gaji direktur (director’s fee),
k.
Penghasilan seniman, artis, dan olahragawan (income earned by entertainers and athletes),
l.
Uang pensiun dan jaminan sosial tenaga kerja (pension and social security payments),
m.
Penghasilan pegawai negeri (income in respect of government services),
n.
Penghasilan pelajar atau mahasiswa (income received by student and apprentices),
o.
Penghasilan lain-lain (other income atau income not expressly mentioned)
3)
Untuk jenis penghasilan dari usaha, negara sumber yang boleh memungut pajak adalah negara dimana dilakukannya kegiatan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap yaitu negara di luar negara domisili
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 70
tempat pendirian kantor cabang, pabrik, bengkel atau tempat-tempat lain yang bersifat permanen, dari mana kegiatan usaha itu dilakukan. Characterization of Electronic Commerce Payment
untuk merumuskan
jenis-jenis penghasilan yang timbul atas transaksi e-commerce dan bagaimana perlakuan pajaknya. Hasil dari pertemuan tersebut menghasilkan dua puluh enam jenis penghasilan yang timbul atas transaksi e-commerce. Dalam perkembangannya, berdasarkan The TAG Final Report, jenis-jenis penghasilan tersebut berkembang menjadi dua puluh delapan jenis penghasilan. Dua puluh delapan macam transaksi e-commerce menurut Final Report of Technical Advisory Groups (TAG) on Treaty Characterization tanggal 1 Februari 2001 adalah sebagai berikut : 1.
electronic order processing of tangible products,
2.
electronic ordering and downloading of digital products,
3.
electronic ordering and downloading of digital products for purposes of commercial axploitation of the copyright,
4.
updates and add-ons,
5.
limited duration software and other digital information licenses,
6.
single use software or other digital products,
7.
application hosting-separate license,
8.
application hosting-bundled contract,
9.
application service provider (ASP),
10.
ASP license fees,
11.
website hosting,
12.
software maintenance,
13.
data warehousing,
14.
customer support over a computer network,
15.
data retrieval,
16.
delivery of exclusive or other high-value data,
17.
advertising,
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 71
18.
electronics access to professional advice (e.g. consultancy),
19.
technical information,
20.
information delivery.
21.
access to an interactive web site,
22.
online shopping portals,
23.
online auctions,
24.
sales referral programs,
25.
content acquisitions transactions,
26.
streamed (real time) web based broadcasting,
27.
carriages fees,
28.
subscription to a web site allowing the downloading of digital products,
Secara garis besar, keduapuluh delapan jenis penghasilan dari transaksi tersebut bila dikaitkan dengan lima belas jenis penghasilan dari transaksi internasional seperti tersebut diatas dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yakni penghasilan dari usaha dan royalti47. D.
Domisili Perusahaan Sistem pajak suatu negara harus menetapkan siapa yang bertanggung
jawab dalam pembayaran pajak dan jenis penghasilan yang dapat dikenakan pajak. Dalam hukum pajak internasional, antara lain, dikenal dengan azas domisili azas sumber untuk mendefinisikan parameter tersebut. Pengenaan pajak berdasarkan azas domisili berarti bahwa seorang subjek pajak dikenai pajak di negara dimana menganut pengenaan pajakberdasarkan domisili biasanya menganut prinsip world wide income, artinya mereka yang berdomisili di negara tersebut dikenai pajak atas seluruh penghasilan yang bersumber di berbagai negara - kebalikan dari azas sumber. Setiap negara juga memberikan definisi "penduduk" sendiri, yang berbeda dari negara lain, tergantung dari falsafah yang dianutnya.
47
Darussalam, ibid . hlm.135
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 72
Pengertian domisili untuk badan hukum berbeda antara satu negara dan negara lainnya. Ada yang menganut prinsip tempat pendirian, tempat terdaftar, atau tempat kedudukan m.anajemen. Semuanya mengandung arti kehadiran secara fisik di suatu negara. Dalam prakteknya, bila suatu negara mendasarkan definisi domisili dari suatu badan hukum pada economic control, hal itu tidak akan menimbulkan masalah pengenaan pajak berganda. Artinya ketentuan tersebut tidak akan menimbulkan konflik juridiksi dengan negara lain. Untuk hal-hal tertentu, teknologi komunikasi baru membebaskan pimpinan suatu
organisasi
dari
hambatan
kehadiran
secara
fisik.
Peningkatan
kecenderungan ini memberikan kemungkinan teoritis bahwa manajemen perusahaan dapat berada pada dua atau tiga negara yang berbeda. Menggunakan situasi ini sebagai dasar, kemungkinan kedua negara atau lebih akan mengklaim bahwa kegiatan manajemen efektif dari perusahaan tersebut berkedudukan di negara mereka dan kedua negara akan mengenakan pajak atas keseluruhan penghasilan yang diperoleh perusahaan. Berdasarkan ketentuan dalam model perjanjian perpajakan OECD, jika negara X adalah tempat kantor pusat perusahaan tersebut maka negara Y dapat menyatakan bahwa perusahaan memiliki sebuah Bentuk Usaha Tetap di negara Y Keuntungan yang diperoleh BUT akan dikenakan pajak di negara tempat Bentuk Usaha Tetap tersebut berkedudukan. Demikian juga, apabila negara Y adalala negara domisili perusahaan tersebut dan negara X adalah tempat Bentuk Usaha Tetap berkedudukan maka perlakuan perpajakannya tetap sama. E.
Permanent Establishment / Bentuk Usaha Tetap (BUT) Umumnya pada saat perusahaan ingin memperluas usahanya ke pasar
yang lain, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membuka cabang untuk mengelola pasar lokal. Biasanya kehadiran secara fisik di luar negeri sangat diperlukan dan secara otomatis akan terikat dengan aturan perpajakan di negara baru. Jika perusahaan menjalankan kegiatan usaha di negara lain, perusahaan mempunyai tangung jawab membayar pajak di negara tersebut, begitu juga dengan keuntungan yang diperoleh BUT akan dikenakan pajak di negara tempat BUT itu berkedudukan. BUT diperlakukan sama dengan perusahaan independen yang menerapkan harga wajar (arm's length).
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 73
Definisi BUT yang diberikan oleh Undang-undang perpajakan sangat luas. Untuk pemberian jasa diberikan tes waktu 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan. Jadi apabila ada pemberian jasa konsultan oleh penduduk luar negeri di Indonesia dilakukan kurang dari masa itu, bukan merupakan BUT dan akan dikenai pajak di negara tempat mereka berdomisili. Bisnis e-commerce sering disamakan dengan bisnis mail order yang juga beroperasi di pasar luar negeri, yang kehadiran fisiknya juga tidak diperlukan di dalam teritorial pasar tersebut, hanya yang membedakan diantara keduanya adalah bisnis mail order tidak menciptakan BUT di luar negeri. Sesuai dengan prinsip dasar tentang alokasi penghasilan pada negara maka para peneliti yang bekerja jarak jauh hanya dapat dikenakan pajak di negara dilnana mereka berdomisili. Apabila
suatu
perusahaan
menggunakan
webserver
independen,
peralatan dan software yang dibutuhkan secara fisik harus diletakkan dalam sebuah bangunan/gedung yang berada di negara yang sama dengan kedudukan perusahaan itu. Jika peralatan ini berada di negara lain, dapat dikatakan bahwa sebuah investasi telah dibuat di luar negeri. Keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut akan dikenakan pajak di negara dimana investasi ditanamkan. Apabila kegiatan yang ditunjukkan oleh webserver di luar negeri tidak saja meliputi aktivitas persiapan tetapi juga berbagai aktivitas tambahan lainnya, webserver itu telah memenuhi definisi BUT
F.
Karakterisasi penghasilan Perjanjian pajak yang dilakukan antara dua negara merupakan upaya dua
negara untuk menghindarkan terjadinya pengenaan pajak secara berganda. Dalam Perjanjian dibedakan jenis-jenis penghasilan yang dapat dikenai pajak, seperti dividen, bunga dan royalti. Beberapa negara telah menerapkan pajak withholding atas penghasilan yang diperolehnya, seperti royalti. Yang menjadi masalah adalah apabila undang-undang domestik dari negara sumber mengenakan pajak atas irnbalan jasa dengan cara withholding (pemotongan). Berkaitan dengan lahirnya teknologi komunikasi baru telah membuat munculnya berbagai jenis produk digital sehingga memunculkan banyak sekali
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 74
"pencurian/ penjiplakan" yang sangat sulit dibedakan dari aslinya. Produkproduk yang telah dilindungi dengan hak cipta semestinya tidak dapat ditiru tanpa izin terlebih dahulu dari pemegang hak cipta tersebut. Apabila pemegang hak cipta telah memberikan kuasa meng-copy maka sebagai gantinya dilakukan si penerima kuasa akan melakukan pembayaran, yang disebut dengan royalti. Jika perusahaan A di negara X, misalnya, melakukan download program komputer dari perusahaan B di negara Y dan program tersebut hanya digunakan untuk kepentingan pribadi maka transaksi ini dianggap se'oagai suatu penjualan biasa dan hasil penjualar. yang diperoleh dianggap sebagai keuntungan/Iaba usaha. Sebaliknya, apabila perusahaan A menginginkan beberapa copy dan telah diberikan kuasa oleh perusahaan B untuk mereproduksi program tersebut maka perusahaan A selanjutnya akan memberikan pembayaran berupa royalti kepada perusahaan B. Menurut OECD, yang dimaksud dengan royalti adalah suatu petnbayaran dari penggunaan hak-hak atau pemilikan, seperti pemilikan karya kesusasteraan, kesenian atau ilmu pengetahuan termasuk sinematografi film, hak paten, merek, desain atau model, formula rahasia atau infonnasi mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan. Bangkitnya produk-produk digital semakin membuat kabur parameter-parameter dari konsep hak cipta, yang mengarah kepada kerancuan pemahaman mengenai jenis-jenis penghasilan. G.
Tax havens dan electronic commerce Saat ini, e-commerce dimungkinkan bagi semua perusahaan, besar
maupun kecil untuk melakukan transaksi internasional. Beberapa otoritas pajak mengharapkan transaksi
diterapkannya
e-commerce.
tax
havens
Bahkan,
untuk
meningkatkan
negara-negara
tax
volume
havens
telah
mempromosikan diri sebagai pusat e-commerce dunia. Jenis e-commerce yang sesuai untuk tax havens adalah perdagangan barang dan jasa secara digital, dimana penjual hanya membutuhkan fasilitas komunikasi yang aman untuk menjual produknya di seluruh dunia. Dengan penerapan tax havens di beberapa negara, memunculkan katakutan bagi negara-negara lain, seperti kompetisi/persaingan
pajak
yang
tidak
sehat
dan
sekaligus
praktek
penghindaran pajak. Tax havens sendiri memiliki berbagai faktor yang bagi negara-negara lain sangat merugikan keberadaan negara-negara tersebut.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 75
Faktor-faktor yang disediakan oleh tax havens tersebut antara lain : • Tarif pajak yang sangat rendah, • Pertukaran informasi yang tidak efektif; • Tidak adanya transparansi. Negara-negara yang tergabung dalam OECD juga mengkhawatirkan penghindaran pajak ini akan tumbuh dengan cepat bersamaan dengan pertumbuhan e-commerce. Negara negara tersebut menduga beberapa perusahaan
yang
mempunyai
mobilitas
tinggi
dalam
e-commerce
memindahkan aktivitasnya ke negara tax havens dengan maksud untuk memanfaatkan tarif pajak yang rendah. Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dari negara tax havens tersebut berani memberikan harga yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang berbisnis di luar tax havens, itulah sebabnya keuntungar. yang mereka peroleh sangat besar. Dengan diberlakukannya undang-undang kerahasiaan bank menciptakan peluang untuk menghindari pajak. Diantara negara-negara OECD dan beberapa negara lain di dunia telah menandatangani perjanjian untuk saling bertukar informasi fit:ansial, bahkan diaatara negara-negara tersebut, catatan finansial perbankan dan catatan finansial dari ir,stitusi lain dapat dimiliki dengan mudah oleh otoritas pajak. Bagi negara-negara tax havens, hal ini tidak akan terjadi karena kerahasiaan merupakan satu ciri tax havens untuk rnenarik sebagian besar kekayaan dunia ke dalam institusi-institusi finansial negara tax havens.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 76
BAB IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A.
Transaksi Perdagangan Melalui Electronic-Commerce Dalam situasi perdagangan global saat ini dimana otoritas perpajakan suatu negara berusaha untuk memperluas basis pemajakannya, pemajakan atas transaksi e-commerce merupakan salah satu alternatif diantara beberapa alternatif yang ada. Meskipun ketentuan pajak yang secara khusus mengatur tentang penggalian potensi atas transaksi ini belum ada. Perkembangan ecommerce dapat menjadi potensi untuk meningkatkan penerimaan pajak yang disebabkan lahirnya jasa-jasa baru sehingga akan memperluas tax-base serta meningkatknya penerimaan pajak dengan adanya sistem pengawasan yang lebih baik dan dengan dukungan perkembangan teknologi informasi. 48 Dalam bab pembahasan ini akan dibahas tentang
pengertian dari e-
commerce, model pemajakan atas transaksi e-commerce di Negara Jepang dan Australia seperti telah dikemukakan dalam permasalahan penelitian ini. Selanjutnya akan dibahas juga hal-hal yang dapat diterapkan oleh pemerintah Indonesia dari perbandingan terhadap model pemajakan atas transaksi ecommerce yang dilakukan oleh kedua negara tersebut dengan memperhatikan kondisi yang ada di Indonesia. A.1. Pengertian e-Commerce Istilah
electronic-commerce
mengacu
kepada
transaksi
pembelian/
penjualan atau transaksi bisnis yang dilakukan melalui media komputer dan telekomunikasi, artinya penggunaan jaringan komputer untuk bertransaksi terkait proses produksi, penjualan dan pendistribusian barang dan atau jasa. Dalam pengertian tersebut internet merupakan hal penting yang digunakan sebagai sarana untuk melakukan transaksi antara penjual dan pembeli.49
48
Winardi, Inside Tax : Praktik Transfer Pricing dalam Transaksi E-Commerce, Media Trend Perpajakan, edisi 01 November 2007. 49 Westberg. 2002. Cross Border Taxation of E-Commerce. International Beureau of Fiscal Documentation. Halaman 4.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 77
Ada banyak definisi untuk e-commerce, tapi umumnya, e-commerce merujuk pada semua bentuk transaksi komersial yang menyangkut organisasi dan individu yang didasarkan pada pemrosesan dan transmisi data yang digitalisasikan, termasuk teks, suara dan gambar. Termasuk juga pengaruh bahwa pertukaran informasi komersial secara elektronik yang mungkin terjadi antara institusi pendukungnya dan aktivitas komersial pemerintah. Sasaran e-commerce adalah menciptakan lingkungan komersial yang baru dalam segala bentuknya di abad elektronik. Dimana beberapa tahap yang umumnya terdapat diantara penjual dan pembeli dalam transaksi komersial dapat diintegrasikan
sekaligus
dan
otomatis
secara
elektronik.
Jadi
dapat
meminimalkan biaya transaksi. Definisi yang terhitung masih luas memberikan gambaran dimana e-commerce menyangkut juga transfer dana elektronik dan transaksi kartu kredit, ditambah dengan infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang aktifitasnya. Definisi yang lebih sempit dikaitkan dengan transaksi elektronik business-tobusiness dan business-to-consumer dimana transaksi yang terjadi menyangkut beberapa jenis pembayaran elektronik. Berikut ini beberapa definisi mengenai electronic commerce yang mungkin dapat membuka gambaran lebih jauh mengenai apa yang dimaksud dengan electronic commerce. "Pada saat Internet memberdayakan seluruh penduduk dan mendemokratisasikan kehidupan sosial (societies), itu juga akan mengubah paradigma ekonomi klasik. Model baru interaksi komersial berkembang sewaktu kalangan bisnis dan kustomer/pelangganpelanggannya berpartisipasi dalam suatu pasar elektronik dan mencapai manfaat bersama. GII (Global Information Infrastructur) secara potensial telah mengubah dengan cepat bidang komersil dan bidang-bidang lainnya dengan mengurangi biaya secara dramatis dan memberi suatu sarana baru untuk melakukan transaksi komersial. Internet bakal mengubah pemasaran retail secara revolusioner. Komersialisasi di Internet bakal mencapai 10 milyar dollar sampai akhir abad ini. " (U.S. Executive Office of the President, 1997) "Electronic Commerce adalah transaksi komersial dari jasa dalam format elektronik" (Transatlantic Business Dialogue Electronic Commerce White Paper, 1997) "Electronic Commerce merujuk secara umum kepada semua bentuk transaksi yang berkaitan dengan aktifitas komersial, baik organisasi
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 78
maupun individual, yang berdasarkan pada pemrosesan dan transmisi data yang digitalisasikan, termasuk teks, suara, dan gambar" (OECD, 1997) "Electronic Commerce berkaitan dengan melakukan bisnis secara elektronik. E-commerce didasarkan pada pemrosesan elektronik dan transmisi data, termasuk teks, bunyi dan video. E-commerce mencakup segala macam aktifitas termasuk perdagangan elektronik baik barang ataupun jasa, pengiriman secara online dari isi digital, transfer dana secara elektronik, electronic share trading, electronic bil of landing, commercial auctions, kolaborasi desain dan rekayasa, online sourcing, public procurement, direct consumer marketing, dan layanan purna jual. Termasuk juga produk (consumer good, peralatan medis) atau jasa (layanan informasi, keuangan dan hukum); aktivitas tradisional (kesehatan, pendidikan) dan aktivitas-aktivitas baru (virtual malls)" (European Commission, 1997) "Electronic Commerce adalah melakukan aktifitas bisnis yang diarahkan pada pertukaran nilai melalui jaringan telekomunikasi." (European Information Technology Observatory, 1997) "...elektonik commerce, yang saat ini baru diterapkan secara terbatas pada beberapa perusahaan saja, adalah memasuki suatu era baru dimana beberapa orang yang tidak spesifik misalnya pelanggan umum terkait dalam suatu jaringan. Sebagai tambahan, isinya tidak hanya berupa transaksi data untuk menempatkan atau menerima order yang sederhana namun juga menyangkut kegiatan komersial umum seperti publikasi, iklan, negosiasi, kontrak dan fund settlements." (Ministry of Int'l. Trade and Industry, Japan, 1996)
Dari berbagai definisi dan gambaran mengenai e-commerce di atas dapat dilihat adanya kesamaan pandangan tentang e-commerce yaitu berkaitan dengan infrastruktur, format, lingkup , bentuk transaksi dan representasi produk yang dikomersialisasikan. Namun, dari beberapa gambaran di atas, satu hal penting adalah yang berkaitan dengan sasaran dari e-commerce yaitu mengurangi biaya dan merupakan suatu sarana baru untuk melakukan aktivitas komersial. Perdagangan elektronik (electronic-commerce) dapat juga meliputi proses pembelian, penjualan, transfer, atau pertukaran produk-produk, jasa, dan/atau informasi via jaringan komputer, termasuk Internet.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 79
Electronic
Commerce
dapat
digambarkan
dari
perspektif-perspektif
berikut:50 1.
Komunikasi. Dari perspektif komunikasi, electronic-commerce adalah penyerahan barang-barang, jasa, informasi, atau pembayaran-pembayaran melalui jaringan komputer atau media elektronik lainnya.
2.
Komersil. Dari
perspektif
komersil,
electronic-commerce
adalah
menyediakan
kebutuhan akan produk-produk, jasa, dan informasi melaui media Internet dan layanan online lainnya. 3.
Proses Bisnis. Dari perspektif proses bisnis, electronic-commerce adalah melakukan bisnis melalui jaringan elektronik, tanpa melalui tarnsaksi secara fisik.
4.
Pelayanan. Dari perspektif pelayanan, electronic-commerce adalah satu alat bagi pemerintah, perusahaan-perusahaan, konsumen, dan manajemen dengan memangkas biaya-biaya untuk meningkatkan mutu pelayanan terhadap publik / pelanggan.
5.
Pembelajaran. Dari perspektif pembelajaran, electronic-commerce adalah satu sarana pendidikan dan pelatihan online bagi sekolah-sekolah, universitas, dan organisasi-organisasi lain termasuk organisasi bisnis.
6.
Kolaboratif. Dari perspektif kolaboratif, electronic-commerce adalah kerangka untuk meningkatkan kerjasama antar organisasi.
7.
Komunitas. Dari perspektif komunitas, electronic-commerce menyediakan sarana bagi anggota masyarakat untuk belajar, bertransaksi, dan bekerja sama. Dalam menjalankan kegiatan bisnisnya suatu perusahaan dapat dibagi
menjadi 51:
50
Turban, et.al. 2005. Electronic Commerce : A Managerial Perspective. Pearson Education Inc. halaman 4. 51 Turban. Et.al. ibid. halaman 5
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 80
1.
Brick and Mortar Organizations. Perusahaan/organisasi tradisional yang menjalankan kegiatan bisnisnya (menawarkan barang atau jasa) secara off-line.
2.
Virtual (pure-play) organizations. Perusahaan/organisasi yang menjalankan kegiatan bisnisnya semata-mata dengan melakukan penawaran barang dan atau jasa secara online melalui internet atau media elektronik lainnya.
3.
Click and Mortar (click and brick) Organizations. Perusahaan/organisasi yang menjalankan kegiatan bisnisnya dengan melakukan penawaran barang dan atau jasa secara online melalui interet atau media elektronik lainnya namun juga melakukan penawaran secara off-line (fisik). Tahapan-tahapan transaksi elektronik dalam e-commerce dapat diurutkan
sebagai berikut : 1.
E-Customer (pihak yang membeli barang atau jasa melalui internet) dan emerchant (pihak yang menawarkan barang atau jasa melalui internet) bertemu dalam dunia maya melalui server yang disewa dari ISP (Internet Service Provider) oleh e-merchant.
2.
Transaksi melalui e-commerce disertai term of use dan sales condition yang telah diletakkan dalam website sehingga e-customer yang berminat dapat meng-klik tombol accept atau menerima.
3.
Mekanisme ’klik’ tersebut sebagai perwujudan dari kesepakatan yang tentunya mengikat pihak merchant.
4.
Pada saat kedua belah pihak mencapai kesepakatan, kemudian diikuti dengan proses pembayaran yang melibatkan dua bank perantara dari masing-masing pihak yaitu acquiring merchant bank dan issuing customer bank. Prosedurnya e-customer memerintahkan kepada issuing customer bank untuk dan atas nama e-customer melakukan sejumlah pembayaran atas harga barang kepada acquiring merchant bank yang ditujukan kepada e-merchant.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 81
5.
Setelah proses pembayaran selesai kemudian diikuti oleh dengan proses pemenuhan pihak e-merchant berupa pengiriman barang sesuai dengan kesepakatan.
A.2. Jenis-jenis dan Karakteristik E-Commerce A.2.1.
Jenis-jenis e-commerce. Secara umum e-commerce dapat dibagi atas 2 (dua) jenis :
1. Business to Business (B2B) Business to business merupakan sistem komunikasi bisnis online antar pelaku bisnis. Pada umumnya transaksi dilakukan oleh para trading partners yang sudah saling kenal dengan format data yang telah disepakati bersama. Business to business e-commerce ini memiliki karakterisitk :
Trading partners yang sudah diketahui dan umumnya memiliki hubungan
(relationship)
yang
cukup
lama.
Informasi
hanya
dipertukarkan dengan partner tersebut. Dikarenakan sudah mengenal lawan komunikasi/lawan transaksi, maka jenis informasi yang dikirimkan dapat disusun sesuai dengan kebutuhan dan kepercayaan.
Pertukaran data (data exchange) berlangsung berulang-ulang dan secara berkala, misalnya setiap hari, dengan format data yang sudah disepakati bersama. Dengan kata lain, servis yang digunakan sudah tertentu. Hal ini memudahkan pertukaran data untuk dua entiti yang menggunakan standar yang sama.
Salah satu pelaku dapat melakukan inisiatif untuk mengirimkan data, tidak harus menunggu partnernya.
Model yang umum digunakan adalah peer-to-peer, dimana processing intelligence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis.
2. Business to Customer (B2C) Business to customer dapat dikatakan sebagai toko online yaitu transaksi anatara e-merchant dengan e-customer. Business to customer siatnya lebih terbuka untuk publik, sehingga setiap individu dapat mengakses melalui suatu web-server.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 82
Business to consumer e-commerce ini memiliki karakterisitk :
Servis yang diberikan bersifat umum (generic) dengan mekanisme yang dapat digunakan oleh khalayak ramai. Sebagai contoh, karena sistem web sudah umum digunakan maka servis diberikan dengan menggunakan basis web.
Servis diberikan berdasarkan permohonan (on demmand). Konsumen melakukan inisiatif dan produser harus siap memberikan respon sesuai permohonan.
Pendekatan client/server sering digunakan dimana diambil asumsi client (consumer) menggunakan sistem yang minimal (berbasis web) dan processing (business procedure) diletakkan di sisi server.
A.2.2.
Karakteristik e-commerce Perdagangan secara
elektronik
(e-commerce)
tidak
sama
dengan
perdagangan biasa, sehingga memiliki beberapa karakteristik yang membedakan dengan perdagangan biasa, yaitu : 1. Transaksi Tanpa Batas Dengan adanya internet, jarak bukanlah lagi menjadi hambatan dalam dunia perdagangan. Dewasa ini dengan menggunakan fasilitas Internet, pengusaha/pebisnis dapat memasarkan produknya secara internasional hanya dengan membuat Situs Web, sehingga setiap orang dari seluruh dunia dapat mengakses situs tersebut dan melakukan transaksi secara elektronik (online). 2. Transaksi Anonim Para penjual dan pembeli tidak harus bertatap muka dalam bertransaksi. Penjual tidak perlu nama pembeli sepanjang mengenai pembayarannya telah di otorisasi oleh penyedia sistem pembayaran yang telah ditentukan, yang biasanya dengan kartu kredit. 3. Produk Digital dan Non Digital Produk-produk yang ditawarkan bisa berupa produk digital seperti software
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 83
komputer, musik dan produk Iainnya yang bersifat digital yang dapat dipasarkan melalui internet dengan cara men-download setelah proses pembayaran telah selesai. Sedangkan produk non digital seperti barang-barang kebutuhan Iainnya dapat dikirimkan ke alamat yang ditentukan setelah proses pembayan selesai. 4. Produk Barang Tak Berwujud Banyak perusahaan yang bergerak di bidang e-commerce menawarkan barang berupa data, software dan ide-ide yang dijual melalui internet. Electronic Commerce sebagai suatu cara untuk melakukan aktifitas perekonomian dengan infrastruktur Internet memiliki jangkauan penerapan yang sangat luas. Seperti halnya Internet, dimana siapapun dapat melakukan aktifitas apapun termasuk aktifitas ekonomi, e-commerce memiliki segmentasi penerapan yang luas. Dengan melakukan kegiatan bisnis secara online, perusahaan-perusahaan dapat menjangkau pelanggan di seluruh dunia. Oleh karena itu dengan memperluas bisnis mereka, sama saja dengan meningkatkan keuntungan Implementasi e-commerce pada dunia industri yang penerapannya semakin lama semakin luas tidak hanya mengubah iklim kompetisi menjadi semakin dinamis dan global, namun telah membentuk suatu masyarakat tersendiri yang dinamakan Komunitas Bisnis Elektronik (Electronic Business Community). Komunitas ini memanfaatkan cyberspace sebagai tempat bertemu, berkomunikasi, dan berkoordinasi secara intens memanfaatkan media dan infrastruktur
telekomunikasi
dan
teknologi
informasi
dalam
menjalankan
kegiatannya sehari-hari. Seperti halnya pada masyarakat tradisional, pertemuan antara berbagai pihak dengan beragam kepentingan secara natural telah membentuk sebuah pasar tersendiri tempat bertemunya permintaan (demand) dan penawaran (supply). Transaksi yang terjadi antara demand dan supply dapat dengan mudah dilakukan walaupun yang bersangkutan berada dalam sisi geografis yang berbeda karena kemajuan dan perkembangan teknologi informasi, yang dalam hal ini adalah teknologi e-comrmerce.
A.3. Keuntungan dan kerugian E-Commerce A.3.1. Kelebihan E-Commerce
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 84
Secara sederhana, perbedaan antara proses perdagangan secara manual
dengan menggunakan e-commerce dapat digambarkan pada skema berikut ini.
Gambar IV.1.
Proses Bisnis Manual
Sumber : Onno W. Purbo : Mengenal e-commerce
Gambar IV.2. Proses Bisnis dengan E-Commerce
Sumber : Onno W. Purbo : Mengenal e-commerce
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 85
Dari gambar di atas, jelas terlihat perbedaan mendasar antara proses
manual dan dengan e-commerce, dimana pada proses dengan e-commerce
terjadi efisiensi pada penggunaan fax, pencetakan dokumen, entry ulang
dokumen, serta jasa kurir. Efisiensi tersebut akan menunjukkan pengurangan
biaya dan waktu/kecepatan proses. Kualitas transfer data pun lebih baik, karena
tidak dilakukan entry ulang yang memungkinkan terjadinya human error.
Secara ringkas e-commerce mampu menangani masalah berikut :
-
OTOMATISASI
Proses otomatisasi dalam hal ini transaksi dilakukan melalui media internet
menggantikan proses manual (tradisional).
-
INTEGRASI
Transaksi dilakukan dalam suatu halaman website dengan cara yang
sederhana. Proses yang terintegrasi juga akan meningkatkan efisiensi dan
efektivitas proses. ("just in time" concept)
-
PUBLIKASI
Transaksi yang dilakukan melalui media internet dengan menampilkan
barang-barang dan menawarkan jasa-jasa akan memberikan jasa promosi
dan komunikasi atas produk dan jasa yang dipasarkan. ("electronic
cataloging" concept)
-
INTERAKSI
Pertukaran
data
atau
informasi
antar
berbagai
pihak
yang
akan
meminimalkan "human error" ("electronic data interchange/EDI" concept)
-
TRANSAKSI
Kesepakatan
antara dua belah pihak untuk melakukan transaksi
melibatkan institusi lainnya sebagai pihak yang menangani
yang
pembayaran.
("electronic payment" concept)
A.3.2. Keuntungan E-Commerce
Keuntungan e-commerce bagi bisnis.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh bagi pihak-pihak yang
memasarkan produknya secara online diantaranya adalah :52
52
Purbo. Mengenal E-Commerce. PT. Elex Media Computindo. 2001. hal. 3
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 86
1. Revenue Stream (aliran pendapatan) baru yang lebih menjanjikan yang
tidak bisa ditemui pada sistem transaksi tradisional.
Pada sistem transaksi tradisional antara penjual dan pembeli bertemu
secara langsung dan ketika transaksi terjadi maka pembeli akan
menyerahkan sejumlah uang/cek/giro dan sebagainya kepada penjual,
sedangkan dalam transaksi e-commerce
transaksi dilakukan dengan
menggunakan media lain/pihak ketiga berupa perbankan maupun jasa
keuangan lainnya. Transaksi bisa menggunakan kartu kredit ataupun
transfer lewat mesin ATM bahkan pembeli melakukan penyetoran secara
langsung. Dengan melakukan transaksi melalui bank maka pembeli akan
memperkecil resiko penipuan dan kejahatan lainnya.
2. Meningkatkan market exposure (pangsa pasar)
Dengan menawarkan barang melalui website yang dapat diakses oleh
pengguna internet dari seluruh belahan dunia maka pangsa pasar yang
diperoleh juga lebih tinggi bila dibandingkan mengiklankan barang
dagangan melalui media cetak terbatas.
3. Menurunkan biaya operasional (operating cost)
Biaya operasi dapat ditekan diantaranya bahwa dengan bertarnsaksi
secara online tidak membutuhkan space/ruangan khusus yang harus
disewa.
4. Melebarkan jangkauan (global reach)
Dalam perdagangan tradisional pelebaran jangkauan usaha bisanya
dilakukan dengan ekspansi usaha yakni membentuk cabang perusahaan
yang baru pada lokasi baru, namun dengan e-commerce
pelebaran
jangkauan usaha dapat dilakukan dengan melakukan penawaan melalui
website milik pribadi atau “menumpang” pada website perusahaan lain
ataupun situs berita yang sering dikunjungi orang seperti detik.com, dan
sebagainya.
5. Meningkatkan customer loyality.
Loyalitas pembeli dapat diperoleh dengan melakukan penawaran yang
sifatnya pribadi melalui e-mail sehingga data ataupun identitas customer
terjaga kerahasiaannya.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 87
6. Meningkatkan supplier management.
Suatu transaksi yang telah dilakukan merupakan pesanan yang pasti
sehingga barang yang akan dikirimkan dapat dimanage ketersediannya.
Keuntungan lainnya bahwa e-commerce menawarkan pengurangan
sejumlah biaya tambahan. Sebuah perusahaan yang melakukan bisnis di internet
akan mengurangi biaya tambahan karena biaya tersebut tidak digunakan untuk
gedung dan pelayanan pelanggan (customer service), jika dibandingkan dengan
jenis bisnis tradisional. Hal ini membantu perusahaan dalam meningkatkan
keuntungannya. Salah satu jenis bisnis yang mengambil keuntungan dari e-
commerce adalah perbankan.
Keuntungan e-commerce bagi konsumen.
Seperti halnya bisnis yang berkeinginan merangkul e-commerce sebagai
suatu cara yang sah untuk melakukan kegiatan bisnis, konsumen juga
berkeinginan mengambil keuntungan dari seluruh kemungkinan yang ditawarkan
oleh e-commerce. Keuntungan yang terbesar bagi konsumen adalah melakukan
bisnis secara online dengan mudah. Seorang pembeli di internet dapat
menggunakan komputer pribadinya pagi atau malam selama 7 (tujuh) hari per
minggu untuk membeli hampir semua barang. Seorang konsumen tidak perlu
mengantri di toko atau bahkan meninggalkan rumahnya; yang dilakukan hanya
mengklik sebuah produk yang ingin dibelinya, memasukkan informasi kartu
kreditnya, kemudian menunggu produk itu tiba melalui pos.
Beberapa perusahaan e-commerce telah membuat proses ini lebih mudah.
Beberapa toko online menyimpan informasi kartu kredit pembelinya di server
perusahaan, sehingga informasi yang dibutuhkan hanya dimasukkan sekali saja.
Beberapa bisnis online bahkan tidak mengirimkan produk-produknya ke
pelanggan melalui pos, khususnya yang menjual software komputer. Sebagai
contoh : www.beyon.com mengizinkan para pelanggannya untuk men-download
software yang dibelinya langsung ke komputer perusahaan tersebut. Produk-
produk lain seperti video dan musik akan tersedia dengan cara seperti ini pada
saat mendatang, sejalan dengan meningkatnya bandwidth dari waktu ke waktu
dan waktu download yang meningkat.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 88
Keuntungan lainnya yang ditawarkan oleh e-commerce ke konsumen
adalah pengurangan biaya. Perusahaan yang menjual saham secara online,
seperti www.e-trade.com membebankan biaya hanya sekitar $ 10 per
perdagangan, yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan membeli saham
tersebut melalui perantara saham tradisional.
Secara ringkas keuntungan e-commerce tersebut adalah sebagai berikut :
-
Bagi Konsumen
: harga lebih murah, belanja cukup pada satu tempat.
-
Bagi Pengelola bisnis : efisiensi, tanpa kesalahan, tepat waktu
-
Bagi Manajemen
: peningkatan pendapatan, loyalitas pelanggan.
A.3.3. Peluang E-Commerce
Dengan memanfaatkan teknologi informasi dengan e-commerce, akan
mendatangkan peluang yang luas terutama munculnya proses bisnis baru dan
jasa/produk baru dengan diperolehnya pasar baru bagi perusahaan/organisasi
yang menggunakan e-commerce. Gambar 3 di bawah ini menunjukkan
bagaimana e-commerce akan menciptakan peluang baru tersebut.
Gambar IV.3.
Peluang e-commerce
Sumber : Onno W. Purbo : Mengenal e-commerce
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 89
Pada gambar II.3 dijelaskan bahwa terjadi hubungan timbal balik antara
pasar baru yang diperoleh dengan pemanfaatan e-commerce, demikian juga
hubungan timbal balik antara perusahaan dengan pemasok, konsumen dan
partner kerjanya. Hubungan perusahaan dengan pemasok dan partner kerjanya
akan memunculkan peluang terciptanya proses bisnis baru, sedangkan
hubungan
perusahaan
dengan
konsumen
dan
partner
kerjanya
akan
memunculkan peluang terciptanya jasa dan produk baru yang dihasilkan oleh
perusahaan.
A.3.4. Kerugian E-Commerce (Perdagangan Elektronik). Di samping segala hal yang menguntungkan di atas, e-commerce juga memiliki sisi negatif. Namun, dari sudut pandang manapun, perdagangan elektronik memiliki segi positif lebih banyak dari sisi negatifnya. Sebagai langkah antisipasi, kita perlu memahami beberapa segi negatif perdagangan elektronik (atau Internet pada umumnya) sebagai berikut. •
Meningkatkan Individualisme. Pada perdagangan elektronik, seseorang dapat bertransaksi dan mendapatkan barang/jasa yang diperlukannya tanpa perlu bertemu dengan siapa pun. Ini membuat beberapa orang menjadi berpusat pada diri sendiri (egois) serta individualistis dan merasa dirinya tidak terlalu membutuhkan kehadiran orang lain dalam hidupnya.
•
Terkadang Menimbulkan Kekecewaan. Apa yang dilihat di layar monitor komputer kadang berbeda dengan apa yang dilihat secara kasat mata. Seseorang yang membeli lukisan di Internet mungkin suatu saat akan mendapati lukisannya tidak memiliki warna yang sama dengan apa yang dilihatnya di layar monitor. Seseorang yang membeli sofa di Internet adalah contoh yang lain. Di layar monitor sofa yang akan dibelinya terlihat begitu nyaman diduduki. Kenyataannya apa yang terlihat begitu lembut di layar monitor ternyata pada kenyataannya tidak begitu adanya.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 90
•
Tidak Manusiawi. Sering sekali orang pergi ke toko-toko dan pusat-pusat perbelanjaan (mall) tidak sekedar ingin memuaskan kebutuhannya akan barang/jasa tertentu. Orang tersebut mungkin melakukannya untuk penyegaran (refreshing) atau bersosialisasi dengan rekan-rekan atau keluarganya. Perdagangan elektronik gagal dipandang dari sudut pandang seperti ini. Di Internet, meski pengguna internet dapat mengobrol (chatting) dengan orang lain, kita mungkin tidak dapat merasakan jabat tangan secara fisik maupun aktivitas lainnya.53 Seperti diuraikan diatas perdagangan elektronik yang dilakukan secara
seksama akan sangat menguntungkan baik perusahaan penjual, pembeli, maupun masyarakat pada umumnya. Perdagangan tradisional menawarkan komunikasi, keakraban, kehangatan, dan sebagainya, dimana hal ini tidak dapat dijumpai di perdagangan elektronik. Perdagangan elektronik hanya sesuai pada situasi dan kondisi tertentu, dimana interaksi sosial antara penjual dan pembeli tidak terlalu dibutuhkan.
A.3.5. Permasalahan dalam penerapan aplikasi e-commerce Dalam pelaksanaannya, e-commerce memunculkan beberapa isu tentang aspek hukum perdagangan berkaitan dengan penggunaan sistem yang terbentuk secara online networking management tersebut. Beberapa permasalahan tersebut antara lain adalah:54 a. Prinsip yurisdiksi dalam transaksi. Sistem hukum tradisional memiliki prinsip-prinsip yurisdiksi dalam sebuah transaksi, yaitu menyangkut tempat transaksi, hukum kontrak dan sebagainya. Ecommerce melahirkan masalah penerapan konsep yuridiksi dalam transaksi tersebut. Tempat transaksi dan hukum kontrak harus ditetapkan secara lintas batas, baik regional maupun internasional, mengingat sifat cyberspace yang borderless atau tidak mengenal batas-batas suatu negara.
53
Nugroho. 2006. E-Commerce : Memahami Perdagangan Modern di Dunia Maya. Informatika Bandung, halaman 22. 54 Wahyono. 2006. Etika Komputer dan Tanggung Jawab Profesional di Bidang Teknologi Informasi. Andi Offset, Yogyakarta. Halaman 174.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 91
b. Kontrak dalam transaksi elektronik. Kontrak dalam hal ini merupakan bukti kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi komersial. Permasalahannya, hukum negara mengenai perdagangan konvensional menganggap transaksi komersial sebagai sesuatu yang valid, berkekuatan penuh, dan tanpa syarat yang spesifik untuk direduksi ke dalam bentuk tertulis atau yang juga dikenal dengan istilah paper based transaction. Sementara di dalam e-commerce, kontrak tersebut dilakukan secara elektronis dan paperless transaction. Dokumen yang digunakan adalah digital document, bukan paper document. Sebenarnya persetujuan lisan adalah legal dan cukup kuat dalam melakukan transaksi, tetapi tentu saja mudah untuk diserang dan dicari kelemahannya jika dihadapkan pada permasalahan hukum. Pada transaksi antara pihak-pihak swasta, invoice, surat pengantar, dan dokumen komersial lainnya pada dasarnya tidak perlu disampaikan dalam bentuk tertulis. Walaupun demikian, otoritas pajak di banyak negara Eropa memerlukan invoice dan dokumen akuntansi lainnya dalam bentuk tertulis. Rekaman akuntansi yang dikomputerisasi diterima oleh otoritas pajak di negara-negara tertentu,
terutama di negara-negara yang
sistem
komputernya mampu
menangani keperluan formal tertentu yang ditetapkan oleh administrasi pajak. Sampai saat ini masih sering diperdebatkan permasalahan legalitas kontrak dalam transaksi e-commerce. Beberapa pendapat mengatakan perlunya perbaikan prinsip-prinsip hukum dalam kontrak konvensional, seperti waktu dan tempat terjadinya suatu kesepakatan kontrak. c. Perlindungan konsumen. Masalah
perlindungan
konsumen
merupakan
faktor
utama
dalam
keberhasilan sebuah aplikasi e-commerce. Hal ini dikarenakan konsumen merupakan pihak yang menentukan kelangsungan hidup perdagangan elektronik tersebut. Masalah yang terjadi dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen ini adalah
kecurangan yang
sering
dilakukan oleh
penjual mengingat
keberadaannya. Masalah tentang keberadaan penjual ini seperti misalnya penjual merupakan virtual store atau toko on-line yang fiktif. Masalah lain yang terjadi adalah kondisi barang yang dibeli, misalnya barang yang dikirimkan dalam kondisi rusak, adanya keterlambatan pengiriman
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 92
atau bahkan barang yang telah dibeli tidak dikirimkan kepada pembeli. Belum lagi jika timbul masalah karena purchase order atau pembayaran oleh pembeli tidak diakui kebenarannya oleh penjual. Mengingat banyaknya permasalahan yang terjadi tersebut maka sudah seharusnya pemerintah memberlakukan Undang-Undang tentang e-commerce yang memberikan perlindungan kepada konsumen secara maksimal. d. Pemalsuan tanda tangan digital. Di dalam transaksi tradisional, kita mengenal adanya tanda tangan. Tujuan suatu tanda tangan dalam suatu dokumen adalah memastikan otentisitas dokumen tersebut. Transaksi elektronik juga menggunakan tanda tangan digital atau yang dikenal dengan digital signature. Digital signature sebenarnya bukan suatu tanda tangan seperti yang dikenal selama ini, yang menggunakan cara berbeda untuk menandai suatu dokumen sehingga dokumen atau data sehingga tidak hanya mengidentifikasi dari pengirim, namun juga memastikan keutuhan dari dokumen tersebut tidak berubah selama proses transmisi. Sebuah digital signature didasari oleh isi pesan itu sendiri. Dalam transaksi e-commerce tanda tangan digital diperoleh melalui proses cryotography. Digital atau electronic signature disini bukan berarti tulisan tanda tangan yang dibuat image digital. Digital electronic diperoleh dengan terlebih dahulu menciptakan suatu message digest atau hash yaitu mathematical summary dokumen yang akan dikirimkan melalui cyberspace. Fungsi dari digital signature ini seperti sidik jari yang merupakan alat untuk mengidentifikasi suatu pesan yang dikirimkan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pesan tersebut bukan dikirimkan oleh orang lain, dan sebagai alat bukti kuat secara hukum bahwa isi pesan yang telah dikirimkan oleh pengirim itu telah disetujui oleh pengirimnya. Selama ini tanda tangan digital tersebut merupakan suatu metode sekuriti dalam penggunaan jaringan publik sebagai sarana perpindahan data yang cukup "aman". Dikatakan aman karena digital signature terbentuk dari rangkaian algoritma yang sangat sulit untuk dilacak atau dirusak. Tetapi, sangat sulit bukan berarti tidak bisa. Beberapa bentuk kejahatan dalam pemalsuan digital signature ini menggunakan perangkat lunak yang bisa melakukan generate terhadap digital signature tersebut.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 93
Selanjutnya, untuk mengatasi atau setidaknya memperkecil munculnya beberapa permasalahan seperti tersebut di atas, sebelumnya harus disadari bahwa
perusahaan
yang
melangsungkan
kegiatan
e-commerce
tidak
berlangsung sebatas tempat perusahaan tersebut didirikan. Perusahaan akan melakukan usaha melewati batas negara dan bahkan benua. Oleh karena itu, hukum yang berlaku juga bukan hanya hukum perdata dari satu negara, tetapi merupakan hubungan keperdataan internasional yang masuk dalam ruang lingkup Hukum Perdata Internasional. Dalam pengertian lain atas e-commerce disebutkan bahwa :55 “e-commerce is a dynamic set of technologies, aplications, and business procces that link enterprises, consumers, and communities through electronic transaction and the electronic exchange of goods, senfices, and information” Bahwa e-commerce merupakan suatu set dinamis teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen dan komunitas melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan dan informasi yang dilakukan secara elektronik. E-Commerce digunakan sebagai transaksi bisnis antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain, antara perusahaan dengan pelanggan (customer), atau antara perusahaan dengan institusi yang bergerak dalam pelayanan publik. Jika diklasifkasikan, sistem e-commerce terbagi menjadi tiga tipe aplikasi, yaitu : Electronic
Markets
(EMs).
EMs
adalah
sebuah
sarana
yang
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk melakukan/menyajikan penawaran
dalam
sebuah
segmen
pasar,
sehingga
pembeli
dapat
membandingkan berbagai macam harga yang ditawarkan. Dalam pengertian lain, EMs adalah sebuah sistem informasi antar organisasi yang menyediakan fasilitas-fasilitas bagi para penjual dan pembeli untuk bertukar informasi tentang harga dan produk yang ditawarkan. Keuntungan fasilitas EMs bagi pelanggan adalah terlihat lebih nyata dan efisien dalam hal waktu. Sedangkan bagi penjual, EMs dapat mendistribusikan informasi mengenai produk dan jasa yang ditawarkan dengan lebih cepat sehingga dapat menarik pelanggan lebih banyak. 55
Purbo dan Wahyudi. Op.Cit. hal.2.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 94
Electronic
Data
Interchange
(EDI).
EDI
adalah
sarana
untuk
mengefisienkan pertukaran data transaksi-transaksi reguler yang berulang dalam jumlah besar antara organisasi-organisasi komersial. Secara formal EDI didefinisikan oleh International Data Exchange Association (IDEA) sebagai
“
transfer data terstruktur dengan format standard yang telah disetujui yang dilakukan dari satu sistem komputer ke sistem komputer yang lain dengan menggunakan media elektronik ”. EDI sangat luas penggunaannya, biasanya digunakan oleh kelompok retail yang besar ketika melakukan bisnis dagang dengan para supplier mereka. EDI memiliki standarisasi pengkodean transaksi perdagangan, sehingga organisasi komersial tersebut dapat berkomunikasi secara langsung dari satu sistem komputer yang satu ke sistem komputer yang lain tanpa memerlukan hardcopy, faktur, serta terhindar dari penundaan, kesalahan yang tidak disengaja dalam penanganan berkas dan intervensi dari manusia. Keuntungan dalam menggunakan EDI adalah waktu pemesanan yang singkat, mengurangi biaya, mengurangi kesalahan, memperoleh respon yang cepat, pengiriman faktur yang cepat dan akurat serta pembayaran dapat dilakukan secara elektronik. Internet Commerce. Internet Commerce adalah penggunaan internet yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk perdagangan. Kegiatan komersial ini seperti iklan dalam penjualan produk dan jasa. Transaksi yang dapat dilakukan di internet antara lain pemesanan/pembelian barang dimana barang akan dikirim melalui pos atau sarana lain setelah uang ditransfer ke rekening penjual. Penggunaan internet sebagai media pemasaran dan saluran penjualan terbukti mempunyai keuntungan antara lain : -
untuk beberapa produk tertentu lebih sesuai ditawarkan melalui internet,
-
harga lebih murah mengingat membuat situs di internet lebih murah biayanya dibandingkan dengan membuka outlet retail di berbagai tempat,
-
internet merupakan media promosi perusahaan dan produk yang paling tepat dengan harga yang relatif lebih murah,
-
pembelian melalui internet akan diikuti dengan layanan pengantaran barang sampai di tempat pemesan.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 95
B.
Model
Serta Pengawasan Otoritas Perpajakan
Atas
Transaksi
E- Commerce di Jepang Kebijakan pemerintah Jepang telah menghasilkan tindakan revolusioner namun realistis terhadap perkembangan tehnologi dan perekonomian global dalam sendi-sendi kehidupan masyarakatnya. Tindakan ini diwujudkan dalam kebijakan peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap tehnologi informasi (knowledge-emergent society,) dimana semua orang dapat dengan aktif menggunakan teknologi informasi dan secara penuh menikmati manfaatmanfaatnya. Pemerintah Jepang telah bekerja keras untuk menumbuhkan lingkungan yang didasarkan pada kekuatan pasar. Dengan menggunakan potensi yang ada negara Jepang memiliki keyakinan akan menjadi pemimpin dalam perkembangan Tehnologi Informasi dengan cara-cara : 1.
Membangun satu jaringan internet dengan kecepatan tinggi (ultra high-speed internet network),
2.
Membuat aturan yang jelas atas perdagangan elektronik (ecommerce),
3.
Mewujudkan
pemerintahan
berbasis
elektronis
(electronic
government) dengan menerapkan tehnologi informasi sebagai sarana pelayanan kepada masyarakat, 4.
Meningkatkan mutu sumber daya manusia untuk menghadapi tantangan perubahan tehnologi dan peradaban. 56
Berdasarkan Biro Statistik Nasional, data pada tahun 2001 menunjukkan 10,5% dari total perusahaan di Jepang melakukan bisnis melalui transaksi perdagangan elektronik (e-commerce), dengan rincian Business to Consumers (B2C) sebesar 2,4% dan Business to Business (B2B) sebesar 8,1%, yang dilakukan baik melalui internet maupun jaringan elektronik lainnya. Sektor-sektor yang paling menonjol dalam mengadopsi teknologi e-commerce
antara lain
adalah perbankan dan penyimpanan surat-surat berharga (trust banks),
56
Japan : E-Commerce : http://free.vlsm.org/v17/com/ictwatch/paper/paper031.htm, diakses Juni 2007
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 96
perusahaan jasa informasi dan penelitian, perdagangan retail barang-barang serta perdagangan kenderaan bermotor dan sepeda.57
B.1.
Model Pengawasan atas Transaksi E-Commerce di Jepang Otoritas Pajak Jepang, National Tax Agency (NTA), telah mengembangkan
sebuah sistem yang diberi nama Kokuzei Sogo Kanri (KSK) atau Sistem Administrasi Perpajakan Komprehensif. Sebagai pelengkap sistem KSK dan sistem pelaporan dan pembayaran pajak secara elektronik yang terlebih dahulu berjalan,
National Tax Agency (NTA) mengembangkan WAN (Wide Area
Network) dalam upaya menuju sistem administrasi perpajakan elektronis (eadministrastion) yang meliputi seluruh kantor pajak yang ada di Jepang. Secara garis besar, sistem perpajakan untuk merespon transaksi ecommerce yang diterapkan di Jepang adalah : a.
Mekanisme pengumpulan informasi atas transaksi e-commerce dilakukan melalui akses internet (Internet round search system), majalah, koran, website, informasi dari sistem KSK dan informasi database kantor pajak. Setelah menemukan sejumlah informasi dari internet, Professional for E-Commerce Taxation (PROTECT) akan membandingkan data yang diperoleh dengan data SPT yang disampaikan dengan menggunakan sistem Kokuzei Sogo Kanri (KSK). Sebagai contohnya adalah datadata rekening bank Wajib Pajak, yang akan diverifikasi dengan cara mengkonfirmasikannya kepada bank terkait. Tindakan ini dapat dilakukan sebab di Jepang untuk tujuan pemenuhan
kewajiban
perpajakan
tidak
berlaku
ketentuan
kerahasiaan bank. Jika ditemukan perbedaan petugas pajak akan melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak tersebut.
57
Siswanto, Selayang Pandang Perpajakan atas E-Commerce. Indonesian Tax Review, volume IV edisi 42 tahun 2005.10-19
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 97
b.
Pengawasan dan pemeriksaan pajak atas E-Commerce : Pembentukan Professional for E-Commerce Taxation (PROTECT). Sejak terbentuknya PROTECT pada bulan Pebruari tahun 2000 sampai dengan bulan Desember 2000, tim ini telah menemukan penghasilan yang tidak/belum dilaporkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, perusahaan kecil, menengah dan besar sebesar 5,835 juta yen. Hasil pemeriksaan dan investigasi tim PROTECT juga telah menghasilkan penerimaan pajak konsumsi sebesar 144 juta yen. Professional for E-Commerce Taxation (PROTECT) sendiri telah didirikan pada 12 Kantor Pajak dan beranggotakan 74 orang staf yang tersebar pada beberapa Kantor Wilayah (Regional Tax Bureau) sebagai berikut :58 Tokyo RTB
Februari 2000
16 staf
Nagoya RTB
Maret 2000
6 staf
Osaka RTB
April 2000
11 staf
Other RTB’s
Januari 2001
41 staf
Total
74 staf
Alasan pendirian Professional for E-Commerce Taxation (PROTECT) pada saat itu adalah : –
Merespon pertumbuhan e-commerce yang sangat pesat di Jepang, seiring lajunya pertumbuhan internet,
–
Perlu adanya suatu sistem pengukuran kelayakan (pengujian) yang tepat terkait dengan e-commerce dalam sistem administrasi pajak,
–
Pembentukan tim khusus audit atas e-commerce dan bisnis-bisnis terkait lainnya dalam rangka pengumpulan informasi.
Professional for E-Commerce Taxation (PROTECT) memiliki tugas antara lain untuk melakukan pemeriksaan atas transaksi-transaksi e-commerce, mengembangkan
tehnik-tehnik
pemeriksaan
atas
transaksi-transaksi
e-
commerce, melakukan penyelidikan seputar kegiatan usaha yang baru berjalan yang berhubungan dengan transaksi e-commerce dan mendapatkan informasi terkait tentang transaksi e-commerce. 58
Siswanto, Selayang Pandang Perpajakan atas E-Commerce. Ibid. hal 16
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 98
Untuk membuat
pengembangan panduan
tehnik-tehnik
(manual)
yang
pemeriksaan,
dirancang
untuk
PROTECT membantu
telah proses
pemeriksaan antara lain : –
Penggunaan praktis data e-mail,
–
Penarikan kembali informasi dari internet,
–
Tehnik-tehnik pemeriksaan atas Transaksi E-Comerce,
–
Cara mendapatkan data sebanyak-banyaknya dari sebuah personal computer (PC),
–
Cara memperoleh data-data yang ter-proteksi dan file-file rahasia.
B.2. Ketentuan Perpajakan atas e-commerce di Jepang a. Permanent Establishment (PE) Dalam rangka menghindari pengenaan pajak berganda atas penghasilan yang diperoleh akibat adanya transaksi e-commerce, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menyatakan bahwa atas penghasilan yang diperoleh oleh perusahaan asing (foreign enterprises) tidak dikenai pajak kecuali terdapat ”Permanent Establishment” yakni adanya kantor secara fisik seperti kantor cabang, dan sebagainya. Bila tidak terdapat Permanent Establishment berarti tidak ada pajak yang akan dikenakan di negara tempat penghasilan diperoleh (source country). Pada tahun 2000, OECD melakukan beberapa perubahan penjelasan Pasal 5 Model OECD sehubungan dengan penggunaan defenisi Permanent Establishment dalam konteks e-commerce. Dalam hal ini website tidak dapat dikategorikan
sebagai
Permanent
Establishment
tetapi
server
dapat
dikategorikan sebagai Permanent Establishment dalam kondisi-kondisi tertentu. Perlengkapan komputer (server) di suatu negara dapat dikategorikan sebagai Permanent Establishment akan sangat bergantung pada fungsi utama yang dimiliki oleh perlengkapan / server tersebut. DI Jepang pada prinsipnya Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diperoleh di Jepang tidak dapat dikenakan pajak oleh suatu negara jika tidak terdapat Permanent Establishment di negara tempat memperoleh penghasilan tersebut. Apabila penduduk/perusahaan asing diluar Jepang memiliki Permanent
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 99
Establishment di Jepang, maka otoritas pajak di Jepang dapat mengenakan PPh atas penghasilan yang bersumber dari Jepang, tetapi bila penduduk/perusahaan asing tersebut tidak memiliki Permanent Establishment di Jepang maka Jepang tidak dapat mengenakan PPh. Kriteria untuk menentukan apakah fasilitas komputer (server) dapat diidentifikasikan sebagai Permanent Establishment (PE) menurut otoritas perpajakan Jepang adalah sebagai berikut : –
Website (software) adalah intangible thing (barang tidak berwujud) dan tidak dapat dikategorikan sebagai PE,
–
Server komputer yang bebas (independent agents) dan bukan milik ataupun disewa Wajib Pajak tidak dapat dikategorikan sebagai PE,
–
Service Provider adalah independent agent sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai PE,
–
Server komputer yang menjadi milik atau leased oleh Wajib Pajak, dapat dikategorikan sebagai PE jika server computer (subordination agents) tersebut melaksanakan fungsi utama bisnis seperti penentuan kontrak, pengantaran / pengiriman barang-barang, jasa dan
lain
sebagainya.
Tetapi
jika
server
komputer
hanya
menjalankan fungsi tambahan saja seperti kegiatan promosi atau iklan maka server tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai PE. b. Pajak atas Konsumsi Ketentuan pangenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi ecommerce sudah diusulkan dalam Model OECD. Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian internasional atas pajak konsumsi dalam transaksi e-commerce merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Yang perlu mendapat perhatian dalam perjanjian internasional tersebut adlaah Pajak Konsumsi hanya dapat dikenakan di negara dimana transaksi konsumsi dilakukan. Untuk transaksi Business to business (B2B) kriteria utama yang digunakan di Jepang adalah lokasi penerima barang berada. Beberapa alternatif lainnya seperti tempat penandatanganan kontrak atau tempat keberadaan supplier telah ditolak sebab tidak menunjukkan dimana tempat konsumsi sebenarnya. Dalam
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 100
hal ini muncul permasalahan yaitu jika suatu bisnis memiliki lebih dari satu tempat menyelenggarakan usaha. Oleh karena itu konsensus internasional seharusnya mampu mengakomodir penentuan tempat dilakukannya konsumsi tersebut. Dalam kasus Pajak Konsumsi, penyediaan barang-barang digital tidak seharusnya diperlakukan sebagai penyediaan barang pada umumnya.
C.
Model Serta Pengawasan Otoritas Perpajakan Atas Transaksi E-Commerce di Australia Pajak atas konsumsi yang dikenal di Negara Asustralia adalah Good and Sales Tax (untuk selanjutnya disingkat GST) yang secara efektif diberlakukan sejak 1 Juli 2000. Tarif yang diberlakukan adalah tarif tunggal yaitu 10%, berbeda dengan regime sebelumnya yaitu Whole Sales Tax (WST), yakni pemajakan atas beberapa barang dengan tarif yang bervariasi. Prinsip-prinsip utama dari ketentuan GST ada!ah; 1.
GST dikenakan terhadap hampir semua barang dan jasa di Negara Australia kecuali atas barang-barang dan jasa-jasa yang dikecualikan;
2.
GST tidak dikenakan terhadap komsumsi yang dilakukan di luar Australia;
3.
GST
dikenakan
terhadap
konsumen
akhir
dan
dipungut
melalui
penjual/supplier; 4.
Penyerahan dilakukan oleh perusahaan yang melakukan kegiatan di Australia;
5.
Penyerahan dilakukan di Australia;
6.
Perusahaan terdaftar dan diminta mendaftarkan diri untuk keperluan GST;
7.
Penyerahan tersebut tidak dibebaskan dari GST; Permasalahan mengenai GST atas E-Commerce di Australia terdiri dari
dua hal, yaitu transaksi yang dilakukan di dalam wiiayah Australia (domestik) serta transaksi intemasional. Australian Taxation Office (untuk selanjutnya disingkat ATO) berupaya agar pemajakan terhadap transaksi e-commerce tidak akan jauh berbeda dengan transaksi yang dilakukan secara konvensional.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 101
C.1. Transaksi Ekspor Perusahaan Australia yang melakukan penyerahan/penjualan kepada bukan penduduk atau keluar wilayah Australia, diklasifikasikan sebagai GST free export of services. Permasalahan yang kompleks dalam rnenentukan dimanakah penerima dari penyerahan tersebut. ATO guidance mengatur bahwa penjual diharuskan untuk memperoleh penjelasan dari pembeli mengenai tempat tinggal, lokasi fisik serta penggunaan dari penjualan tersebut untuk transaksi dibawah AUS $ 1,000 atau US $ 517.74. Kewajiban tersebut diharapkan agar ATO dapat menentukan apakah pembelian
tersebut
bebas
GST
atau
tidak,
sehingga
pembeli
harus
menginformasikan alamatnya di luar negeri dan barang atau jasa tersebut tidak digunakan di wilayah Australia. ATO juga mewajibkan kepada penjual untuk menggunakan metode yang lebih dapat diandalkan untuk menentukan tempat tinggal pembeli.
C.2. Transaksi Impor Perlakuan atas imported e-commerce supplies di Australia tergantung kepada penggunaan dan substansi dari penjualan yaitu; 1.
Penjualan atas barang-barang berwujud kepada konsumen perusahaan atau konsumen individu,
2.
Penjualan jasa dan/atau barang tidak berwujud antar perusahaan,
3.
Penjualan jasa dan/atau barang tidak berwujud dari perusahaan kepada konsumen individu.
C.3. Penjualan
barang-barang
berwujud
konsumen individu
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 102
kepada
perusahaan
atau
Secara umum impor barang akan dikenakan GST pada saat impor untuk keperluan konsumsi di negara Australia. Dalam hal pembeli adalah konsumen individual,
GST
terutang
pada
saat
barang
tersebut
diimpor.
Dalam
pemungutannya Australian Customs Services (ACS) bertanggung jawab untuk memungut GST atas semua impor barang ke Australia. Pemeriksan tergantung pada nilai dari barang yang di impor, dan ACS rnenetapkan batasan yaitu AUS $250 untuk cargo laut dan udara, AUS$1.000 untuk barang-barang yang yang dikirim melalui pos (jumlah bea masuk dan GST kurang dari AUS $50). Setiap barang dengan nilai dibawah batasan ini segera dikelompokkan sebagai barang-barang untuk tujuan konsumsi. Barang dengan nilai di atas batasan tersebut akan diminta untuk melengkapi persyaratan untuk pengurusan melalui Australian Customs Service, dan bila terbukti maka kewajiban Bea dan/atau GST akan dikenakan.
C.4. Penjualan jasa atau barang kena pajak tidak berwujud diantara perusahaan Transaksi ini tidak menjanjikan potensi penerimaan yang memadai untuk ATO, karena ketentuan mewajibkan atas penyerahan/penjualan tersebut dilakukan melalui self assessment. Sesuai dengan penjelasan dari GST Act. Div. 83 memperbolehkan perusahaan atau individu bukan penduduk dan penduduk Australia konsumen jasa / barang tidak berwujud untuk menyetujui bahwa GST terutang atas penjualan yang dilakukan oleh bukan penduduk Australia harus dibayar oleh konsumen penduduk Australia.
C.5. Penjualan jasa dan/atau barang kena pajak tidak berwujud dari perusahaan kepada konsumen individu. Transaksi ini bukan hanya menjadi perhatian ATO bahkan otoritas pajak di seluruh dunia, mengingat transaksi ini sangat potensial untuk tidak terpajaki. Sampai saat ini belum ada metode yang efektif, dan ATO juga menyadari bahwa penegakan hukum dalam rangka memungut GST atas transaksi ini masih terasa sulit.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 103
C.6. Penentuan Harga Semua pelaku bisnis e-commerce yang melakukan penyerahan di Australia harus mematuhi ketentuan-ketentuan tentang pembentukan harga. Ketentuan dalam GST mewajibkan bahwa harga-harga pada internet harus dijelaskan sebagai GST-inclusive, oleh karena itu tempat tinggal pembeli harus ditentukan. C.7. Penentuan Tempat Tinggal Kebanyakan interpretasi pajak tidak langsung yang menentukan apakah diperlakukan penduduk Ausiralia didasarkan pada ketentuarn pajak penyhasilan sesuai dengan Income Tax Assessment Act 1936 (ITAA), artinya apabila perusahaan dijalankan di Australia akan diperlakukan sebagai penduduk Australia untuk tujuan pajak. Berdasarkan ITAA, kalau perusahaan tidak dijalankan di Australia maka tes selanjutnya adalah keberadaan pusat manajemen dan pengendali usaha. Untuk tujuan GST sebuah perusahaan dikelola di Australia jika mempunyai Permanent Establishment (PE) di Australia. GST Act tidak mendifinisikan mengenai sebuah PE, akan tetapi ATO telah mengeluarkan penegasan melalui GST Public Rulling (GSTR 2000/31) berkenaan dengan penjualan ke Australia, yang memberikan panduan mengenai jenis-jenis PE untuk tujuan GST, antara lain; 1.
kewenangan untuk menandatangani kontrak atau menerima order pembelian barang.
2.
kewenangan untuk membuat keputusan penting sehubungan dengan penjualan.
3.
pabrik atau produksi barang.
4.
kegiatan jasa.
5.
kegiatan yang berupa nasehat atau informasi, bantuan dana, penciptaan, dan penandatanganan.
C.8. Faktur Pajak Elektronik (Electronic Invoicing) ATO memperbolehkan catatan dan faktur pajak elektronik untuk digunakan dalam keperluan GST. Petunjuk umum mengenai penyimpanan catatan
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 104
elektronik diatur dalam ATO Income Tax Rulling TR 97/21 dan syarat-syarat dalam pengertian faktur GST diatur dalam ketentuan GST.
D.
Hal-Hal yang Bisa Diadopsi oleh Pemerintah Indonesia dari Model Serta
Pengawasan
yang
Dilakukan
oleh
Otoritas
Perpajakan
Pemerintah Jepang dan Australia. D.1. Hal-hal yang bisa diadopsi oleh Pemerintah Indonesia dari Model Serta Pengawasan yang Dilakukan oleh Otoritas Perpajakan Pemerintah Jepang. Dari uraian tentang model serta pengawasan atas transaksi e-commerce yang dilakukan oleh otoritas perpajakan Pemerintah Jepang terdapat beberapa hal yang dapat diterapkan atau diadopsi oleh Otoritas Perpajakan Pemerintah Indonesia, diantaranya adalah : a.
Melakukan Perbaikan terhadap sistem database perpajakan. Seperti telah diuraikan diatas diketahui bahwa Otoritas Pajak Jepang, National Tax Agency (NTA), telah mengembangkan sebuah sistem yang diberi nama Kokuzei Sogo Kanri (KSK) atau Sistem Administrasi Perpajakan Komprehensif. Sebagai pelengkap sistem KSK dan sistem pelaporan dan pembayaran pajak secara elektronik yang terlebih dahulu berjalan, National Tax Agency (NTA) mengembangkan WAN (Wide Area Network) dalam upaya menuju sistem administrasi perpajakan elektronis (eadministrastion) yang meliputi seluruh kantor pajak yang ada di Jepang.
b.
Membentuk suatu badan yang bertugas khusus melakukan pengawasan atas transaksi e-commerce serta melakukan penggalian potensi pajaknya. Otoritas Perpajakan Jepang juga membetuk suatu badan yang diberi nama PROTECT (Professional for E-Commerce Taxation) yang memiliki tugas antara lain untuk melakukan pemeriksaan atas transaksi-transaksi ecommerce, mengembangkan tehnik-tehnik pemeriksaan atas transaksitransaksi e-commerce, melakukan penyelidikan seputar kegiatan usaha yang baru berjalan yang berhubungan dengan transaksi e-commerce dan mendapatkan informasi terkait tentang transaksi e-commerce.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 105
c.
Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Otoritas Perpajakan. Seiring dengan lajunya perkembangan e-commerce di Jepang dan dengan dibentuknya PROTECT (Professional for E-Commerce Taxation) maka otoritas
perpajakan
Jepang
memberikan
pelatihan
khusus
kepada
pegawainya terutama terkait hal-hal pengawasan atas transaksi ecommerce. d.
Membuat suatu panduan (manual ) tentang teknik-teknik pemeriksaan atas transaksi e-commerce. Otoritas Perpajakan Jepang telah membuat panduan (manual) yang dirancang untuk membantu proses pemeriksaan antara lain : –
Penggunaan praktis data e-mail,
–
Penarikan kembali informasi dari internet,
–
Tehnik-tehnik pemeriksaan atas Transaksi E-Comerce,
–
Cara mendapatkan data sebanyak-banyaknya dari sebuah personal computer (PC),
–
e.
Cara memperoleh data-data yang ter-proteksi dan file-file rahasia.
Memberikan definisi yang jelas atas kegiatan e-commerce serta pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Defenisi yang diberikan antara lain dengan memberikan defenisi atas Permanent Establishment (PE). Penentuan PE dalam transaksi ecommerce sangat penting mengingat transaksi lintas negara (cross-border transaction) yang berbeda dengan transaksi perdagangan biasa. Dalam transaksi e-commerce pembelian dilakukan melalui internet dimana tidak terjadi transaksi fisik antara penjual dan pembeli serta pembayaran juga dilakukan secara online, bahkan server yang digunakan juga bisa berada pada negara yang berbeda dengan negara kedua pihak yang melakukan transaksi.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 106
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan dengan berpedoman pada permasalahan dalam penelitian ini maka dari penelitian ini dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut : 1.
Model serta pengawasan pihak otoritas perpajakan di Jepang telah lebih maju dalam melakukan pengawasan atas Transaksi E-Commerce. Berbagai langkah yang telah dilakukan oleh otoritas perpajakan Jepang diantaranya adalah : a.
Melakukan Perbaikan terhadap sistem database perpajakan.
b.
Membentuk
suatu
badan
yang
bertugas
khusus
melakukan
pengawasan atas transaksi e-commerce serta melakukan penggalian potensi pajaknya. c.
Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Otoritas Perpajakan.
d.
Membuat suatu panduan (manual ) tentang teknik-teknik pemeriksaan atas transaksi e-commerce.
e.
Memberikan definisi yang jelas atas kegiatan e-commerce serta pihak-pihak yang terlibat didalamnya.
2.
Model pemajakan atas transaksi e-commerce yang dilakukan oleh pemerintah Australia diantaranya adalah : a.
Mengantisipasi penghindaran pajak atas transaksi e-commerce dengan menerapkan peraturan yang jelas atas Transaksi Ekspor, Transaksi Impor, Penjualan Barang berwujud dan barang tidak berwujud, penyerahan jasa, dan sebagainya
b.
Mengatur pembentukan harga dimana semua pelaku bisnis ecommerce yang melakukan penyerahan di Australia harus mematuhi ketentuan-ketentuan tentang pembentukan harga. Ketentuan dalam
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 107
GST mewajibkan bahwa harga-harga pada internet harus dijelaskan sebagai GST-inclusive, oleh karena itu tempat tinggal pembeli harus ditentukan. c.
3.
Memberikan penegasan atas Permanent Establishment.
Model pemajakan atas Transaksi e-commerce yang dilakukan oleh Negara Jepang dan dapat diterapkan oleh Pemerintah Indonesia diantaranya adalah : a.
Pembentukan gugus tugas khusus yang diberi nama PROTECT (Professional for E-Commerce Taxation ) yang terdiri dari orang-orang yang profesional dan memilki kemampuan
yang
memadai
dalam
bidang
Tehnologi
Informasi maupun analisa perpajakan. b.
membuat
panduan
(manual)
yang
dirancang
untuk
membantu proses pemeriksaan antara lain : –
Penggunaan praktis data e-mail,
–
Penarikan kembali informasi dari internet,
–
Tehnik-tehnik pemeriksaan atas Transaksi E-Comerce,
–
Cara mendapatkan data sebanyak-banyaknya dari sebuah personal computer (PC),
–
Cara memperoleh data-data yang ter-proteksi dan filefile rahasia
Model pemajakan atas Transaksi e-commerce yang dilakukan oleh Negara Australia dan dapat diterapkan oleh Pemerintah Indonesia diantaranya adalah: a.
Australian Taxation Office (ATO) guidance mengatur bahwa penjual diharuskan untuk memperoleh penjelasan dari pembeli mengenai penggunaan
dari
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 108
tempat penjualan
tinggal,
lokasi
tersebut
untuk
fisik
serta
transaksi
dengan nilai tertentu. Kewajiban tersebut diharapkan agar pihak otoritas perpajakan dapat menentukan apakah pembelian tersebut bebas pajak atau tidak, sehingga pembeli harus menginformasikan alamatnya di luar negeri dan barang atau jasa tersebut tidak digunakan di wilayah negaranya, b.
ATO juga mewajibkan kepada penjual untuk menggunakan metode yang lebih dapat diandalkan untuk menentukan tempat tinggal pembeli,
B. SARAN Bertitik tolak dari kesimpulan penelitian diatas disampaikan beberapa saran sebagai berikut : 1.
Mengingat rumitnya terdeteksi transaksi yang memiliki potensi pajak yang sangat besar ini disarankan agar Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak disarankan memiliki gugus tugas yang khusus menangani transaksi e-commerce ini, sehingga mampu menggali sebesar-besarnya penerimaan dari sektor perpajakan.
2.
Perlu lebih dipertegas aturan mengenai definisi jenis transaksi serta aturan yang berkaitan tentang objek Pajak atas transaksi e-commerce sehingga tidak terdapat keraguan baik dari pihak Wajib Pajak maupun pihak fiskus sebagai pelaksana penegak aturan tersebut.
3.
Pengawasan terhadap transaksi e-commerce ini sebaiknya dicantumkan dalam SPT Masa PPN sehingga langsung menunjukkan sumber penghasilan tersebut yang bersumber dari transaksi elektronis sedangkan kepada wajib pajak yang memiliki kegiatan usaha perdagangan elektronik ini diberikan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang spesifik sehingga lebih memudahkan dalam pengawasan baik terhadap Wajib Pajaknya maupun terhadap sektor perdagangan elektronis itu sendiri.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 109
4.
Agar Direktorat Jenderal Pajak menjalin kerjasama kepada pihak-pihak terkait yang memiliki hubungan erat dengan transaksi elektronis tersebut, misalnya dalam suatu pengajuan kepemilikan domain wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007. 110
DAFTAR PUSTAKA
BUKU : Bungin, H.M.Burhan, 2007. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Kencana Prenada Media Group. Jakarta Creswell, John.W. 2002. Desain Penelitian, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. KIK Press, Jakarta. Direktorat E-Business, Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika, Departemen Komunikasi dan Informatika, 2006. Pemetaan E-Commerce Berbasis Web (Hasil Survey). Irawan, Prasetya,2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok Irawan, Prasetya,2004. Logika dan Prosedur Penelitian, STIA LAN Press, Jakarta Kerlinger, Fred, 1990. Asas-asas Penelitian Behavioral. Edisi Ketiga, Alih Bahasa Landung R Simatupang, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Kuncoro, Mudrajad, 2003, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi : Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis?, Jakarta, Erlangga. Lumbantoruan, S., Jakarta.
1994.
Akuntansi Pajak. Gramedia Widiasarana Indonesia,
Lumbantoruan, S., 1996. Akuntansi Pajak. Edisi Revisi, Grasindo, Jakarta. Mansury, R., 1999. Kebijakan Fiskal. Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4). Jakarta. Nazir, Moh., 2003. Metode Penelitian. Cetakan kelima. Ghalia Indonesia. Nachrowi Djalal dan Hardius Usman, 2002, Penggunaan Teknik Ekonometri : Pendekatan Populer dan Praktis Dilengkapi Teknik Analisis dan Pengolahan Data dengan Menggunakan Paket Program SPSS, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta. Nugroho, Adi, 2006. E-Commerce : Memahami Perdagangan Modern di Dunia Maya. Informatika, Bandung. Organization for Economic Cooperation, 1999. Consumption Tax Trends. OECD Publications, Paris, France. Organization for Economic Cooperation, 2001. Taxation and Electronic Commerce : Implementing The Ottawa Taxation Framework Conditions, OECD Publications, Paris, France.
111 Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
Pinto, Dale. 2002. E-Commerce and Source-Based Income taxation. Faculty of Law. International Beuraeu of Fiscal Documentation, Amsterdam, The Netherlands. Purbo, Onno W. dan Aang Arif Wahyudi, 2001. Mengenal eCommerce. Cetakan kedua. PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta. Riduwan, 2003. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, Alfabeta, Bandung Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan, 2005. Perpajakan : Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Siswanto, Belis, 2005. Selayang Pandang Perpajakan atas Indonesian Tax Review, Volume IV, Edisi 42, hal. 10-19.
E-Commerce.
Soemitro, Rochmat, 1990. Pajak Pertambahan Nilai, Erseco, Bandung Sukardji, U., 1999. Pajak Pertambahan Nilai. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Sunyoto, Danang, 2007. Analisis Regresi dan Korelasi Bivariat : Ringkasan dan Kasus, Amara Books, Yogyakarta Tait, Alan A., 1988. Value Added Tax : International Practice and Problems. International Monetary Fund. Washington, D.C. Terra, Ben. 1988. Sales Taxation. : The Case of Value Added Tax in the European Community, Kluwer Law and Taxation Publishers, Deventer, Boston. Tosin, Rijanto dan Catur Meiwanto, 2000. Cara Mudah Belajar E-Commerce di Internet, Cetakan kedua, PT Dinastindo Adiperkasa Internasional, Jakarta. Turban, Efraim. Et al., 2006. Electronic Commerce : A Managerial Perspective. Pearson Education Inc., Upper Saddle River, New Jersey. Umar, Husein, 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Cetakan Keenam, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Uppal, J. S., 2000. Taxation in Indonesia. Cetakan kelima, edisi kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Ustadiyanto, Riyeke, 2002. Framework e-commerce. Cetakan kedua. Andi Offset, Yogyakarta. Wahyono, Teguh. 2006. Etika Komputer dan Tanggung Jawab Profesional di Bidang Teknologi Informasi. Andi Offset, Yogyakarta. Waluyo dan Ilyas, W.B. 2002. Perpajakan Indonesia. Salemba Empat, Jakarta. Westberg, Bjorn. 2002. Cross-Border Taxation of e-commerce. International Beureau of Fiscal Documentation, Amsterdam , The Netherlands.
112 Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
INTERNET :
http://www.ag.gov.au/cca , The Australian Guidelines for Electronic Commerce, March 2006. http://free.vlsm.org/v17/com/ictwatch/paper/paper031.htm, Japan : e-commerce . http://dhani.singcat.com, Modul Pengenalan Internet, Juli 2003. http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/APCITY, Onno W. Purbo, Indonesian e-commerce.
Peraturan-peraturan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undangundang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
113 Model pemajakan ..., Herry Suwondo, FISIP UI., 2007.
View more...
Comments