Hernia

May 3, 2018 | Author: Rahmawan Bagus Maheyasa | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

ksafiwefoio...

Description

 Rancangan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA PENYAKIT HERNIA INGUINALIS LATERALIS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: a.  bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan kedokteran yang disusun dalam bentuk Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran

dan

standar

prosedur

operasional.  b.

bahwa

untuk

 pelayanan

memberikan

kesehatan

acuan

dalam

bagi

fasilitas

menyusun

standar

 prosedur operasional perlu mengesahkan Pedoman  Nasional pelayanan Kedokteran yang disusun oleh organisasi profesi; c.

bahwa

berdasarkan berdas arkan

pertimbangan

sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Keputusan  Nasional

Menteri Pelayanan

Kesehatan

tentang

Kedokteran

Tata

Pedoman Laksana

Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis;

Mengingat

: 1.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun

2004

Nomor

116,

Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

3.

Undang-Undang Nomor Nomor 36 Tahun 2014 2014 tentang Tenaga Indonesia

Kesehatan Tahun

(Lembaran 2014

Nomor

Negara 298,

Republik Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 4.

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis; 5.

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

1438/Menkes/Per/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 4640; 6.

Peraturan

Menteri

Kesehatan

Nomor

2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan

Praktik

Kedokteran

(Berita

Negara

Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 671); 7.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Repulik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508

Memperhatikan :

Surat Ketua Umum Perkumpulan Dokter Spesialis Bedah Indonesia Nomor 81/PP.IKABI/X/2016 tanggal 3 Oktober 2016;

MEMUTUSKAN: Menetapkan

:

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG

PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA PENYAKIT HERNIA INGUINALIS LATERALIS

KESATU

:

Mengesahkan dan memberlakukan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis.

KEDUA

:

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis, yang selanjutnya disebut PNPK Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis merupakan

pedoman

bagi

dokter

sebagai

pembuat

keputusan klinis di fasilitas pelayanan kesehatan, institusi  pendidikan, dan kelompok kelompok profesi terkait. KETIGA

:

PNPK Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

KEEMPAT

:

PNPK Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA harus dijadikan acuan dalam penyusunan standar prosedur operasional di setiap fasilitas pelayanan kesehatan.

KELIMA

:

Kepatuhan terhadap PNPK Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA  bertujuan memberikan pelayanan kesehatan dalam upaya terbaik.

KEENAM

:

:

Penyesuaian terhadap pelaksanaan PNPK Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis dapat dilakukan oleh dokter hanya  berdasarkan

keadaan tertentu

yang memaksa

untuk

kepentingan pasien, dan dicatat dalam rekam medis. KETUJUH

:

Menteri

Kesehatan,

Gubernur,

dan

Bupati/Walikota

melakukan

pembinaan

dan

pengawasan

terhadap

 pelaksanaan PNPK Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis dengan melibatkan organisasi profesi. KEDELAPAN

: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal ... MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,  NILA FARID MOELOEK

LAMPIRAN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA  NOMOR ... TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN HERNIA INGUINALIS LATERALIS

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hernia Inguinalis Lateralis merupakan kasus bedah bayi dan anak yang terbanyak dari kasus pembedahan, insidensi terjadinya Hernia Inguinalis Lateralis di Indonesia secara pasti belum ada. Dari literatur yang ada ditemukan frekuensi terjadinya Hernia Inguinalis Lateralis diperkirakan sekitar 0.8 sampai 8% dari kelahiran. Untuk saat ini angka kelahiran kasar di Indonesia SUSENAS 2004, (BKKBN 2010) yaitu 4.415.122 orang jumlah anak lahir hidup. Dari jumlah tersebut diperkirakan tiap tahunnya di Indonesia terdapat rata-rata 160.000 kasus Hernia Inguinalis Lateralis kongenital yang baru. Hernia Inguinalis Lateralis kongenital adalah hernia yang muncul segera setelah lahir atau beberapa waktu kemudian bahkan sampai usia dewasa muda  baru muncul gejalanya. Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya adalah gagalnya obliterasi spontan dari prosesus vaginalis. Kelainan kongenital ini merupakan kasus pembedahan terbanyak dari semua kelainan kongenital pada  bayi dan anak. Patogenesa terjadinya Hernia Inguinalis Lateralis sampai saat ini masih menganut gagalnyaobliterasi spontan dari prosesus vaginalis sebagai dampak dari  penurunan testis sewaktu dalam kandungan. Secara normal prosesus vaginalis akan menutup spontan begitu desensus testis selesai. Teori ini pada akhir-akhir ini diragukan karena pada pemeriksaan post mortem, ternyata hampir 90% dari 1785  bayi di bawah usia satu tahun yang diotopsi prosesus vaginalisnya tetap terbuka setelah kelahiran, prosesus vaginalis tetap berhubungan dengan ruang peritoneal  pada 80% sampai 94% pada bayi usia dibawah 4 bulan. Sach (2005) mendapatkan  prosesus vaginalis paten sekitar 75% pada usia 4 bulan sampai 1 tahun, bahkan  pemeriksaan post mortem pada orang dewasa tanpa gejala Hernia Inguinalis Lateralis ditemukan prosesus vaginalis masih tetap paten sekitar 20%. Pada kasus

ini hanya 15% yang menderita Hernia Inguinalis Lateralis sedangkan pada orang dengan prosesus vaginalis yang tetap terbuka tidak muncul hernia selama hidupnya. Hernia Inguinalis Lateralis pada bayi dan anak dapat terjadi unilateral saja. Insiden terjadinya Hernia Inguinalis Lateralis sekitar 90% dimana pada sisi kanan terdapat 60% dan sisi kiri 30%. Hernia bilateral (kedua sisi) kanalis inguinalis, mempunyai insiden sekitar 10% dan ada yang muncul atau bermanifestasi kemudian setelah pasien yang tadinya hanya menderita unilateral saja kemudian muncul hernia pada sisi kontralateral. Pada anak dengan Hernia Inguinalis Lateralis, dilaporkan insiden dari prosesus vaginalis paten kontralateral 46% sampai 60%.  Rowe et a., a., (2003), dengan melakukan injeksi kontras ke sisi kontralateral waktu operasi, menemukan frekuensi prosesus vaginalis yang tetap  paten sekitar 48 sampai 63% pada usia 2 tahun pertama. Sparkman (2006), pada penelitian kohort prospektif mendapatkan insiden hernia kontralateral berkisar 15,8% pada selama periode umur 18 bulan sampai 37 tahun sedangkan Bock dan Soybe (2008) pada penelitian kohort mereka, mendapatkan 14,9% pada penderita 174 orang dengan umur 27-36 tahun. Disisi lain Mc Gregor dan Mc Halverson (2007) menentukan 22% kontralateral paten (terbuka) dari 148 anak-anak yang diikuti untuk 10-20 tahun. Teori terdahulu mengatakan bahwa manifestasi hernia disebabkan karena adanya faktor pemicu yang menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal karena penyakit-penyakit bawaan akan tetapi pendapat tersebut belum mempunyai  bukti yang kuat sampai sekarang. Pada saat ini orang berpaling pada teori yang menyatakan bahwa ada hubungan kejadian hernia dengan kelainan jaringan  penyokong dimana kelainan jaringan penyokong mempunyai hubungan dengan metabolisme kolagen yang abnormal. Friedman et al., (1993) menemukan adanya faktor kelemahan dinding perut sebagai pemicu terjadinya hernia primer pada orang dewasa. Pada hernia primer orang dewasa ditemukan anulus internus merupakan salah satu defek atau tempat lemah pada dinding abdomen untuk timbulnya Hernia Inguinalis Lateralis yang menyebabkan masuknya isi abdomen

kedalam kanalis inguinalis. Struktur kanalis tersebut dibentuk oleh otot obliqus eksternus dan fasia trasversalis Lindhagen (1964). Pada hernia inguinalis, fasia transversalis merupakan struktur anatomi utama yang memiliki dua komponen struktural yaitu kolagen dan elastin. Untuk itu beberapa peneliti mencari hubungan antara daerah jaringan sehat dan hernia inguinalis. Dilain pihak  penerliti lain mengatakan bahwa hernia inguinalis bukanlah penyakit lokal, tetapi t etapi merupakan manifestasi lokal dari kelainan sistemik metabolik kolagen ( Friedman et al., 1993: al., 1993: Roschet  Roschet et al., 2003). al., 2003). Penderita hernia peningkatan ekspresi gen kolagen tipe III sehingga terjadi  penurunan rasio kolagen tipe I terhadap kolagen tipe III dibandingkan dengan orang normal. Kolagen adalah substansi utama dari matriks ekstraseluler dan merupakan protein yang utama untuk kekuatan menahan tekanan. Kelainan  pembentukan kolagen merupakan pusat perhatian patofisiologi pada saat ini. Tipe kolagen yang berperan pada kejadian Hernia Inguinalis adalah kolagen tipe I dan tipe III ( Kling  Kling et al., 2006; al., 2006; Janquera  Janquera et al., 2002). al., 2002). Perubahan rasio kolaegn tipe I dan tipe t ipe III pada jaringan bagian dinding hernia abdominal dapat dihubungkan dengan defek sintesis  sintesis  kolagen atau kelainan ekspresi kolagen yang disebabkan degradasi matriks  matriks  ekstraseluler. Enzim yang terutama berperan pada degradasi ekstraseluler ini adalah matriks metalo  proteinase   proteinase  (MMPs). MMPs diekskresikan oleh sel inflamasi dan sel seperti makrofag , neutrofil, fibroblast dan kondrosit. Ekspresinya dimodulasi oleh  beberapa growth factor seperti Tumor Growth Factors ( TGF-B1), TGF-B1), Vascular endhotelial growth factor (VEGF), interleukin, norephineprin, dan estrogen. Overexpression TGF-B1 pada fascia transversalis penderita hernia inguinalis menunjukkan bahwa TGF-B1 berpengaruh terhadap ekspresi MMPs. Penelitian pada hernia inguinalis lateralis kongenital mengenai rasio mRNA  prokolagen tipe I dan tipe III ini belum ada. Oleh karena itu pada penelitian ini akan diteliti rasio mRNA prokolagen tipe I / tipe III pada penderita hernia inguinalis lateralis unilateral kongenital, sehingga dapat mengetahui kondisi sebenarnya dari matriks ekstraseluler jaringan penyokong. Defek ini akan dapat

memprediksi akan terjadinya hernia inguinalis kontralateral pada masa yang kan datang. Dengan prediksi ini maka dapat dilakukan hernioplasti pada hernioplasti pada kontralateral sekaligus, sehingga dapat menghindarkan dampak operasi yang berulang seperti  biaya ekonomi yang tinggi dan dan morbiditas yang tinggi. B. Penyangkalan

PNPK Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis ini memang membicarakan semua  permasalahan dalam penanganan penyakit hernia inguinalis mulai dari  prevensi sampai terapi, tetapi tidak dimasukkan sebagai suatu buku teks. Penyakit Hernia Inguinalis Lateralis ini juga hanya membicarakan hal-hal umum dari semua permasalahan penanganan penyakit Hernia Inguinalis, untuk mengetahui lebih dalam dan detail dapat ditelusuri melalui daftar rujukan yang ada. C. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus 1. Tujuan Umum Tenaga medis mampu memahami dan mengerti tentang patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan penyakit hernia inguinalis lateralis sesuai dengan kompetensinya 2. Tujuan Khusus a. Mampu menjelaskan patologi dan patogenesis penyakit hernia inguinalis lateralis.  b. Mampu menjelaskan dan membuat diagnosis penyakit hernia inguinalis lateralis. c. Mampu menjelaskan indikasi dan intepretasi pemeriksaan klinis dan  pemeriksaan radiologi dalam rangka diagnosis penyakit hernia inguinalis lateralis. d. Mampu melakukan tatalaksana penyakit hernia inguinalis lateralis sesuai dengan tingkat kompetensi dan sarana di tingkat pelayanan lanjutan (PPL) setempat.

D. Sasaran 1. Dokter umum 2. Dokter anak 3. Dokter spesialis bedah 4. Dokter spesialis bedah anak 5. Perawat 6. Manajemen rumah sakit

BAB II METODOLOGI A. Penelusuran Kepustakaan

Penelusuran kepustakaan dilakukan secara manual dan elektronik, kata kunci yang digunakan yaitu penyakit Hernia Inguinalis Lateralis. B. Peringkat Bukti

 Level evidence yang evidence yang digunakan adalah : 1. Terapi Level I

: metaanalisis dari RCT ( Randomized  Randomized Clinical Trial ); );  penelitian RCT

Level II

: metaanalisis dari kohort; penelitian kohort

Level III

: metaanalisis kasus kontrol, penelitian kasus kontrol

Level IV

: serial kasus, laporan kasus.

Level V

: opini/pengalaman ahli tanpa telaah kritis.

2. Diagnosis Level I

: metaanalisis penelitian diagnosis level I; penelitian kohort tervalidasi dengan standar buku baik

Level II

: metaanalisis penelitian diagnosis level II; penelitian kohort belum tervalidasi

Level III

: metaanalisis penelitian diagnosis level III; penelitian non konsekutif; penelitian tanpa standar baku yang konsisten

Level IV

: penelitian kasus kontrol

Level V

: opini/pengalaman ahli tanpa telaah kritis

C. Derajat Rekomendasi

Berdasarkan peringkat di atasm dapat dibuat rekomendasi sebagai berikut : 1. Rekomendasi A, bila berdasar pada waktu beberapa bukti level yang konsisten. 2. Rekomendasi B, bila berdasar pada beberapa bukti level II atau III yang konsisten.

3. Rekomendasi C, bila berdasar pada bukti level IV 4. Rekomendasi D, bila berdasar pada bukti level V atau level berapapun dengan inkonsisten atau inoklusi

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Definisi

Hernia adalah suatu keadaan keluarnya jaringan organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu celah atau lubang di bawah kulit atau menuju ke rongga lain, dapat congenital ataupun aquisita (didapat). (Brudicardi, Charles, 2005) Pada Hernia terdapat beberapa bagian yang penting, yaitu : 1. Kantung hernia : pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia memiliki kantong, misalnya hernia insisional, adipose dan intersisialis. 2. Isi hernia : berupa organ atau jaringan yang keluar mel alui kantong hernia. 3. Pintu hernia : merupakan bagian locus minoris resistence  resistence  yang dilalui kantong hernia. 4. Leher/cincin hernia. 5. Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia. 6.  Locus Minoris Resistence  Resistence  (LMR) : merupakan defek atau bagian yang lemah dari dinding rongga. B. Epidemiologi

Hernia inguinalis adalah salah satu masalah yang paling sering dijumpai oleh ahli bedah. Insidensi hernia inguinalis belum diketahui secara pasti. Dibelahan dunia bagian barat insiden hernia inguinalis pada usia dewasa  bervariasi antara 10-15%. Hernia inguinalis terjadi lebih banyak pada lakilaki daripada perempuan dengan perbandingan 12:1. Menurut Abrahamson (1997) pada anak-anak ditemukan sekitar 10-20 per 1000 kelahiran hidup. Lichtenstein telah melaporkan lebih dari 700.000 kasus hernia inguinalis dilakukan operasi di Amerika Serikat. C. Hernia Inguinalis Lateralis pada Anak 

1. Insiden Bayi dan anak puncak kejadian hernia inguinalis ialah pada tahuntahun pertama kehidupan. Morton W Molley melaporkan dari 1000 kasus

yang ditemukan, 36% terjadi pada usia 6 bulan pertama kehidupan, sedangkan 49% pada tahun pertama kehidupam. Menurut Raphael et al, 2002 Sekitar 50-6-% hernia inguinalis berada pada sisi kanan, 30% pada sisi kiri dan 10-20% terjadi bilateral. 2. Etiologi Penyebab terjadinya hernia inguinalis pada anak adalah petensi dari  prosesus vaginalis. Kegagalan penutupan prosessus vaginalis sebagian ataupun seluruh lumen dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis  pada anak. Selain karena adanya prosessus vaginalis yang paten, juga diperlukan faktor-faktor lain seperti annulus inguinalis yang cukup besar, lemahnya

dinding

abdomen

seperti

kelainan

kolagen,

tekanan

intraabdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, konstipasi, atau asites. 3. Diagnosis Diagnosis hernia inguinalis pada anak dapat ditentukan melalui anamnesis,

pemeriksaan

fisik

dan

ditambah

dengan

pemeriksaan

 penunjang. Gejala Gejal a hernia inguinalis lateralis adanya benjolan pada region inguinal, benjolan keluar dari annulus inguinal eksternus dan kadang sampai skrotum dan labia mayora. Benjilan dapat menetap atau hanya muncul jika tekanan intra abdomen meningkat. Pada saat pemeriksaan fisik sangat penting untuk memeriksa apakah testis berada pada skrotum, karena benjolan retraksi testis pada kanalis inguinalis sama dengan  benjolan hernia inguinalis. Pemeriksaan funikulus spermatikus seperti adanya  silk sign, sign, colok dubur pada bayi dan anak dapat membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan foto perut dan daerag inguinal (pneumoperitoneum) dengan posisi terbalik setelah memasukkan gas oksigen ke dalam rongga  peritoneum melalui jarum yang ditusukkan ke dalam rongga abdomen, tetapi cara ini jarang digunakan. Herniografi dengan kontras lipidol lebih tepat digunakan untuk menentukan ada tidaknya kantong hernia. 4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hernia inguinalis dapat secara konservatif ataupun operatif. Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hrnia yang telah direposisi. Pengobatan operatif merupakan satusatunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan bila ada  perlengketan kemudian direposisim lalu kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong. D. Hernia Inguinalis Lateralis pada Dewasa

Masih menjadi kontroversi mengenai apa yang sesungguhnya menjadi  penyebab timbulnya hernia inguinalis. Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena sebab yang didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia, dan juga diperlukan faktor yang mendorong isi hernia melewati  pintu yang sudah terbuka tersebut. Penyebab yang disepakati menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya hernia inguinalis, meliputi: 1. Prosessus vaginalis persisten 2.  Naiknya tekanan intra abdominal secara berulang 3. Lemahnya otot-otot dinding abdomen Diagnosis hernia inguinalis pada dewasa dapat ditegakkan melalui : 1. Anamnesis Anamnesis sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Keuhan utama pasien meliputi sifat keluhan, lokasi, dan penjalaran, bagaimana awal serangan, adanya faktor pemberat dan memperingan keluhan, dan keluhan penyerta dibutuhkan untuk ditanyakan. Gejala dan tanda hernia banyak ditemukan oleh keadaan isi hernia. Seperti adanya

 benjolan pada inguinal, dapat juga terdapat keluhan mual, muntah, ataupun nyeri. 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, dan perkusi. Inspeksi dapat ditemukan adanya benjolan pada lipat paha, pada hernia skrotalis di benjolan terlihat sampai skrotum. Palpasi dilakukan di tiga titik SIAS dengan tuberkulum pubikum ditekan lalu pasien disuruh mengejan, jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka dapat diasumsikan bahwa hernia inguinalis medialis. Perkusi didapatkan  perut

kembung

maka

dapat

dipikirkan

kemungkinan

hernia

strangulate. Selain itu ada juga tiga teknik pemeriksaan sederhana yaitu Finger yaitu Finger test , Ziemen test , dan Thumb test . E. Klasifikasi Hernia

1. Hernia secara umum : dibagi menjadi hernia internal dan eksternal. 2. Hernia berdasarkan terjadinya : dibagi menjadi congenital dan didapat. 3. Hernia menurut letaknya : dibagi menjadi obturatorius, epigastrika, vernalis,

lumbalis,

littre,

spiegel,

perienalis,

pantalon,

diafragma,

inguinalis, umbilikalis, paraumbilikalis, dan femoralis. 4. Hernia menurut sifatnya/klasik : dibagi menjadi hernia reponibel, irreponibel, dan Ritcher. 5. Hernia menurut jumlahnya : dibagi menjadi unilateral dan duplek. 6. Hernia menurut letak penonjolannya : dibagi menjadi hernia inguinalis lateralis (indirek) dan medialis (direk). F. Pernanan Anulus Internus

Penelitian Mac Gregor dan Lyte memperkirakan bahwa ada mekanisme sfinter yang berperan dalam hal penutupan cincin kanalis inguinalis, dalam hal ini annulus internus. Hal ini dapat dibuktikan secara klinis dimana pada  pasien yang rileks pada otot abdomen ataupun intra abdomen yang rendah,  posisi sfinter lebih terbuka, prominen, dan lebar. Beberapa penyakit p enyakit jaringan ja ringan ikat yang berhubungan dengan gangguan metabolism kolagen telah

dihubungkan dengan insidensi hernia inguinalis yaitu terjadi rasio kolagen tipe I dan tipe III G. Kolagen

Matriks ekstraseluler jaringan ikat merupakan gabungan dari berbagai  protein yang menyusun men yusun berbagai struktur dan fungsi fisiologis. Ekspresi dan sintesis struktur protein serta komponen dlikoproteinnya bersifat tissue  specific sehingga  specific sehingga menghasilkan fungsi dan karakteristik biologi yang unik di tempat yang berbeda. (Uitto et al, 1985) Pembagian jenis-jenis kolagen : 1. Kolagen pembentukan fibril yaitu terdiri dari Tipe I, II, III, V, dan XI 2. Kolagen membran basalis yaitu tipe IV 3. Kolagen mikrofibril yaitu tipe IV 4. Fibril penyangga 5. Kolagen yang membentuk jaringan heksagonal yaitu tipe VIII dan X. 6. Kolagen FACIT terdiri dari tipe IX, XII, XIV, XIX, XX, dan XXI. 7. Kolagen transmembran yaitu tipe XIII dan XVII. 8. Multipleksin yaitu tipe XV, XVI, dan XVIII. H. Kolagen Tipe I dan Tipe III

Kolagen tipe I adalah tipe kolagen yang paling banyak dipelajari. Kolagen tipe I membentuk lebih dari 90% massa tulang, tendon, kolagen kulit, ligament, kornea dan jaringan ikat interstitial. Kolagen tipe III adalah kolagen yang pertama kali dibentuk pada penyembuhan luka yang selanjutnya akan digantikan oleh kolagen tipe I. kolagen pada jaringan ikat membantu jaringan agar tidak terjadi kelainan bentuk. I. Sintesa Protein

Molekul DNA yang dapat bereplikasi sebagai unit genetik pada bakteri disebut replikon yang terdiri dari kromosom dan plasmid. (Yuwono, 2005) Sintesa protein meliputi : 1.

Kromosom

2.

Plamis

3.

DNA (asam nukleat)

4.

Transkripsi

5.

Transisi

6.

Maturasi protein

7.

Mutasi

8.

Perubahan informasi genetik

9.

Regulasi ekspresi gen

10. Regulasi transkripsi 11. Regulasi translasi Rekomendasi Diagnosis

a. Diagnosis hernia inguinalis diperoleh dari manifestasi klinik yang khas  berupa tanda-tanda keluar masuknya benjolan di selangkangan sampai kantong kelamin dan sampai kondisi dimana benjolan tersebut tidak dapat keluar masuk lagi. Level 2  b. Kondisi lainnya sesuai derajat manifestasi kliniknya yakni reponobilis, irreponibilis dan inkarserata seta strangulasi (yakni selain benjolan yang terjadi disertai gangguan aliran saluran cerna dan atau aliran darahnya) Level 2

J. Manajemen Manajemen dan Tatalaksana

Tatalaksana penyakit hernia inguinalis : Prinsip segera diagnosis hernia inguinalis ditegakkan maka tindakan operatif segera dapat dikerjakan guna menghindari kondisi klinis akibat hernia inguinalis lebih lanjut. a. Hernia Inguinalis Reponibilis dan Irreponibilis Kondisi tersebut diatas dapat dikerjakan tindakan operatid secara elektif dengan prinsip lebih cepat lebih baik  b. Hernia Inguinalis Incarserata dan atau Strangulata 1.

Minor

Trangulizer,

perrectal

dengan

tujuan

mengharapkan

 pelemasan cincin yang menjerat kemudian dapat terlepas gangguan

aliran saluran cerna, selanjutnya dapat dikerjakan operatif secara elektif. Tindakan tersebut dengan batas maksimal 4-6 jam kemudian, bila tidak tercapai kondisi membaik maka operasi segera dilakukan, 2.

Dekompresi Mengurangi kompresi intra abdomen dikarenakan sumbatan oleh cincin hernia, hal ini dilakukan secara simultan sampai tindakan operasi dikerjakan.

3. Operasi, dikarenakan jeratan pada isi hernia tergantung lamanya  pasien datang maka informasi kepda keluarga sampai tindakan reseksi anatomisis dan atau stoma harus dapat disampaikan. c. Kondisi khusus bila pasien datang dengan kondisi yang tidak optimal Perbaiki keadaan umum 1. Resusitasi cairan dan koreksi elektrolit Resusitasi cairan melalui rehidrasi dilakukan dengan menggunakan cairan isotonic. Koreksi terhadap gangguan elektrolit diberikan setelah dipastikan fungsi ginjal baik. 2. Antibiotik spectrum luas untuk mencegah sepsis Pemberian antibiotic profilaksis untuk mencegah episode berulang  penyakit

hernia

inguinalis

incarserata/strangulate/ileus/obstruksi

datang dan

dengan tidak

kondisi mendapat

 penanganan awal. Antibiotik digunakan untuk menekan overgrowth dan translokasi bakteri-bakteri di usus ke pembuluh darah melalui dinding usus. Adanya demam dan lekositosis dapat menjadi dasar untuk memulai pemberian antibiotik. d. Tindakan operasi 

Open herniotomi



Herniotomi perlaparoscopi

Rekomendasi Manajemen dan Penatalaksanaan Penatalaksanaan

a. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi pada keluarga pasien. Level 1  b. Dekompresi dengan pemasangan pipa orogaster/nasogaster bila diperlukan. Level 1 c. Resusitasi cairan dan koreksi elektrolit. Level 1 d. Antibiotik spectrum luas untuk mencegah sepsis. Level 1 e. Rehabilitasi Nutrisi. Level 1 f. Tindakan bedah open dan atau perlaparoscopi. Level 1

DAFTAR PUSTAKA

Andrea Hebra, Joshua B. Glenn (2011). Inguinal Hernia and hydrocele, In Peter Mattei Ed. Fundamentals of pediatric surgey. Springer New York pp.663-72. Aryani A, Kusumawaty D. Prinsip-prinsip polymerase chain reaction dan aplikasinya. Kursus singkat isolasi dan amplifikasi DNA-20 Juni 2017. Program studi biologi jurusan pendidikan biologi UPI. Shaun R, Brown, Lora Melman, (…), and Brent D. Matthews. Collagen type I:III ratio of the gastroesophageal junction in patients with paraesophageal hernias.surg.endosc. May 2011:25(5), 1390-4. Beets GL, Dirksen CD, Go PM, et al., 1999. Open or laparoscopic preperitoneal mesh repair for reccarant inguinal hernia? A randomized controlled trial. Surg endosc 13(4):323-7. Bellom JM, Bujan J, Honduvilla NG, Jurad, et al., 1997. Study of biochemical substrate and role of metalloproteinases in facia transversalis from hernia  processus. Eur J clin invest 27(6):510-6. Bellom JM, Bajo Ana, Honduvilla NG, Gimeno MJ, et al., 2000. Fibroblast from the transverase fascia of young oatients with direct inguinal hernia show constitutive MMP-2 overexpression. Annal of surgery 233(2):287-91. Boudet MJ, Perniceni T. 1998. Ingunal hernia treatment. J chir (paris) 135(2):5764. Ceriani V, Faleschini E, Bignami P, et al., 2005. Hernia repair : open “mini invasive” technique. Journal hernia 9(4):344-7. 9(4):344 -7. Conner WT, peacock, EE Jr. 1971. The etiology of inguinal hernia. Surg forum 22:69-71. Dieudonne G, Wara P, Bay-Nielse M, Juul p, et al. 2001. Plug repair of groin hernias : a 10 year experience. Hernia 5(4):189-91.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF