Herbal LBM 2
May 5, 2017 | Author: Annisa Rahim | Category: N/A
Short Description
Download Herbal LBM 2...
Description
LBM 2 UJI PREKLINIK OBAT TRADISIONAL
STEP 1 1. Uji preklinik uji laboratorium pada obat baru atau peralatan medic yang baru, biasanya dikerjakan dengan subjek hewan, untuk melihat efektivitas dr terapi tsb dan terapi tsb aman utk dilakukan tes pd manusia. STEP 2 1. Apa saja uji yg dilakukan dlm uji pre klinik ? Macam2 dan karakteristiknya ? 2. Bgmn syarat hewan coba pd uji pre klinik ? 3. Alasan dan tujuan dilakukan uji pre klinik ? 4. Prinsip dasar penelitian dgn hewan coba ? 5. Landasan hukum uji pre klinik ? 6. Hewan apa saja yang digunakan utk uji pre klinik ? 7. Bgmn prosedur utk melakukan uji pre klinik ? rancangan percobaan, pengamatan dan evaluasi 8. definisi masing2 uji ? 9. karakteristik masing2 uji ? 10. uji farmakodinamik ? 11. definisi uji farmakologi dan farmakokinetik ? 12. mengapa data dr hewan tdk dapat diekstrapolasikan begitu saja ke manusia ? STEP 3 1. Apa saja uji yg dilakukan dlm uji pre klinik ? Macam2 dan karakteristiknya ? a. uji toksisitas
- toksisitas umum : dosis tunggal (uji toksisitas akut : sampai 24 jam) akut : memberi zat kimia yg sdg diuji 1x / bbrp kali dlm 24 jam, dilihat efeknya tujuan utama : menilai potensi toksisitas akut scr kuantitatif dan kualitatif dan berulang (subakut, subkronis, kronis: lbh lama dr dosis tunggal) subakut dan subkronis : lamanya sekitar 3 bulan, diberi berulang2 setiap hari/ 5x dlm seminggu tergantung hewan coba, biasanya 14-28 hari. kronik : 9 bulan/ 1 tahun, berulang 3-6 bulan/ seumur hewan cobanya (mis mencit : 18 bulan, tikus: 24 bulan, anjing dan monyet: 7-10 th) - toksisitas khusus teratogenik mutagenic karsinogenik investigative dilakukan scr selektif jk formula obat mengandung zat kimia yg memberikan efek khusus, potensial digunakan utk wanita usia subur perlu perkembangan efek teratogenik b. uji farmakodinamik/ khasiat : menilai efek OT dgn cara eksperimen sesuai efek terapi yang diharapkan, bs dibuat berpenyakit dulu berdasarkan letaknya a. uji in vitro : dilakukan dgn kultur sel/ organ ttt b. in vivo : dilakukan hewan efikasi potensi keamanan LD ED potensial penyalahgunaan
2. Bgmn syarat hewan coba pd uji pre klinik ? a. bebas dr mikroorganisme pathogen, krn bs mengganggu penelitian dan mempengaruhi hasil b. mempunyai reaksi imunitas yg baik c. mempunyai kepekaan trhdp suatu penyakit d. perform abs diakaitkan dgn sifat genetic e. klasifikasi hewan coba : penyelidikan : memahami mekanisme biologis (mekanisme dasar/ pathogen explanatory : memahami lbh bnyk mslh biologis predictive : menentukan dan mengukur akibat perlakuan dr hewan coba f. scr genetic identik dgn manusia g. dilakukan berjenjang (in vitro in vivo) h. spesies terpilih (galur wistar) : berhubungan dgn kepekaan hewan trhdp penyakit i. berat, ukuran, anatomi, dan fisiologi ttt j. usia tikus: dws muda k. jenis kelamin : tergantung pd penelitian (penelitian sperma : binatang jantan, efek teratogenik : betina) 3. Alasan dan tujuan dilakukan uji pre klinik ? - utk mengetahui efek farmakologi, farmakokinetik, dan toksisitas calon obat - panduan dlm menjalankan uji klinik, dilihat dr efek toksisitas dan tolak ukur klinis - tujuan toksisitas kronik : spectrum efek toksik terkait dgn organ sasaran, relasi dosis dgn spectrum efek toksik, reversibilitas spectrum efek toksik 4. Prinsip dasar penelitian dgn hewan coba ? - prinsip valsava : penggunaan hewan coba utk mengembangkan ilmu pengetahuan, yg dikenalkan terlebih dahulu mel metode pembelajaran - prinsip justifikasi : kegiatan penelitian menggunakan hewan coba yang dpt dipertanggungjawabkan dan mengutamakan kesejahteraan hewan
a. replacement relative : pada hewan absolute : pada sel b. reduction c. refinement pemeliharaan yang baik - utk kemajuan pengetahuan biologi dan pengembangan cr2 yg lbh baik utk kesejahteraan manusia - hewan yg dipilih sesuai spesies dan mutunya shg penelitian sah scr ilmiah - peneliti dan tenaga kerja memperlakukan hewan coba dgn baik - peneliti menganggap hewan bs merasakan nyeri spt manusia - akhir penelitian/ saat penelitian : hewan yang merasakan nyeri / cacat dimatikan - hewan yg dimanfaatkan utk penelitian diperlakukan dgn baik - peneliti/ lembaga bertanggung jawab penuh ttg hal yang tdk mengikuti etik kemanfaatan 5. Landasan hukum penggunaan hewan coba uji pre klinik ? - UU no 23 th 1992 kesehatan pasal 69 ayat 1 yg berbunyi : penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan utk memenuhi dan menetapkan ilmu pengetahuan, dan teknologi tepat guna yg diperlukan dlm rangka meningkatkan derajat kesehatan - UU no 36 th 2009 ttg kesehatan pasal 44 ayat 4 : penelitian trhdp hewan hrs dijamin utk melindungi kelestarian hewan serta mencegah dampak buruk tdk langsung bg kesehatan manusia 6. Hewan apa saja yang digunakan utk uji pre klinik ? spesies mamalia yg umum digunakan - tikus - mencit - kelinci - embrio ayam (unggas)
- bs digunakan organ, jaringan, sel utk menggantikan hewan uji : kultur organ/ sel melalui percobaan in vitro 7. Bgmn prosedur utk melakukan uji pre klinik ? uji toksisitas akut : utk memperoleh toksisitas kuantitatif dan kualitatif digunakan LD50 (median lethal dose), TD50 (median toksik dose), tdk ada efek, dosis letal yang minimum persiapan hewan coba > 2 jenis hewan pemberian tunggal bs jantan dan betina 1 galur sehat variasi bobot < 10 % >= 4 kelompok, ditambah kelompok control negative 1, @kelompok >= 5 ekor perkiraan dosis 10-90 % mati yg diamati : fisik trhdp gejala toksik, perubahan BB, jumlah hewan mati, histopatologi organ vital
Kronik : dosis berulang persiapan hewan coba > 2 jenis hewan pemberian berulang bs jantan dan betina 1 galur sehat variasi bobot < 10 % minimal 3 kelompok, ditambah kelompok control negative 1-2, @kelompok >= 5 ekor perkiraan dosis 10-90 % mati yg diamati : gejala dan tanda toksik, fungsi organ scr kimia, histopatologi organ vital - kualitatif : ada efek toksik yg tdk spesifik gejala klinis yg muncul pd bbrp organ (demam, alergi, granuloma, fibrosis, dll)
- kuantitatif : uji kuantitatif utk menentukan portal entry, hewan uji yg digunakan penting yang peka trhdp toksik ttt - akut : 24-96 jam, dinilai LD, lethal concentration (LC): konsentrasi di luar tubuh menyebabkan kematian, menetapkan dosis respon, uji iritasi mata dan kulit, screening pertama mutagenisitas : SAL, ABS (abrasi kromosom), SCE (perpindahan kromatin), moly - subakut : 1 bln, NOEL, NOAEL, melihat uji oral (3bulan), inhalasi(1-3 bulan), kulit (1 bulan) - kronik : 6 bln, yang dinilai rentang dosis yang menyebabkan efek berat (rentang dosis sempit : bahaya) - khusus : mutagen mutasi genetic (ada mutasi/ tdk), sel somatic (sel kanker), sel embrio (cacat bawaan).
STEP 4
inventarisasi observasi
uji preklinik OT
uji toksisitas
uji toksisitas umum
akut subakut kronik
uji farmakokinetik uji farmakologi uji farmakodinamik
uji toksisitas khusus
mutagenik teratogenik karsinogenik
STEP 7 1. Apa saja uji yg dilakukan dlm uji pre klinik ? Macam2 dan karakteristiknya ? Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat, dari uji ini diperoleh informasi tentang efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata, hewan-hewan ini sangat berjasa bagi pengembangan obat.
Hanya dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau aman. Tabel I. Berbagai uji keamanan Tipe Uji
Pendekatan
Toksisitas akut
Dosis akut yang mematikan sekitar 50% hewan percobaan dan dosis maksimum yang dapat ditoleransi. Biasanya dua spesies, dua rute pemberian, dosis tunggal
Toksisitas subakut
Tiga dosis, dua spesies. Mungkin diperlukan sekitar 4 minggu sampai 3 bulan sebelum uji klinis. Makin lama durasi perencanaan penggunaan klinis, makin lama pula waktu uji subakut
Toksisitas kronik
Spesies hewan pengerat dan bukan pengerat. 6 bulan atau lebih. Diperlukan jika obat dimaksudkan untuk digunakan pada manusia dalam jangka waktu yang lama. Biasanya berjalan bersamaan dengan uji klinis.
Efek terhadap reproduksi
perilaku
Efek terhadap perilaku kawin, reproduksi, persalinan, keturunan, cacat saat lahir, dan perkembangan pascanatal pada hewan.
Potensi karsinogenik
Dua tahun, dua spesies. Diperlukan jika obat dimaksudkan untuk digunakan pada manusia dalam jangka waktu yang lama.
Potensi mutagenik
Efek terhadap stabilitas dan mutasi genetik bakteri (Tes Ames) atau sel-sel mamalia dalam kultur; tes letal dominan dan klastogenisitas pada mencit.
Penelitian toksikologi (Investigative toxicology)
Menentukan rangkaian dan mekanisme efekefek toksik. Menemukan berbagai gen, protein, dan jalur yang terlibat. Mengembangkan metode baru untuk mengkaji toksisitas.
Penelitian toksisitas merupakan cara potensial untuk mengevaluasi : • Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis • Kerusakan genetik (genotoksisitas, mutagenisitas) • Pertumbuhan tumor (onkogenisitas atau karsinogenisitas) • Kejadian cacat waktu lahir (teratogenisitas)
Selain toksisitasnya, uji pada hewan dapat mempelajari sifat farmakokinetik obat meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi obat. Semua hasil pengamatan pada hewan menentukan apakah dapat diteruskan dengan uji pada manusia. Ahli farmakologi bekerja sama dengan ahli teknologi farmasi dalam pembuatan formula obat, menghasilkan bentuk-bentuk sediaan obat yang akan diuji pada manusia. 4 Di samping uji pada hewan, untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk menentukan khasiat obat contohnya uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji anti mikroba pada perbenihan mikroba, uji antioksidan, uji antiinflamasi dan lain-lain untuk menggantikan uji khasiat pada hewan tetapi belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji toksisitas sampai saat ini masih tetap dilakukan pada hewan percobaan, belum ada metode lain yang menjamin hasil yang menggambarkan toksisitas pada manusia, untuk masa yang akan datang perlu dikembangkan uji toksisitas secara in vitro. 4
2. definisi masing2 uji ? a. uji toksisitas Untuk mengetahui adanya keamanan dari calon obat yang dilakukan pada hewan coba 1) uji toksisitas umum a) uji toksisitas akut
b) uji toksisitas subakut
c) uji toksisitas kronis 2) uji toksisitas khusus a) teratogenik
Uji yg dilakukan untuk mengetahui apakah suatu obat bisa menimbulkan kecacatan pada janin waktu lahir.
b) Mutagenik Uji yang dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya senyawa yang bersifatmutagen(zat atau senyawa yg dapat meningkatkan laju perubahan di dalam gen c) karsinogenik
b. uji farmakologi Uji yang ditujukan untuk melihat adanya kerja farmakologik pada sistem biologi yang dapat merupakan petunjuk terhadap khasiat terapeutik baik secara in vitro maupun in vivo. 1) uji farmakodinamik Uji yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh farmakologi pada berbagai sistem biologi baik secara in vitro maupun in vivo. 2) uji farmakokinetik Penelitian identifikasi dan penetapan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai faktor waktu sehingga dapat
menggambarkan model parametrik perjalanan obat di dalam tubuh (ADME)
yang
khas;
3. karakteristik masing2 uji ? 4. uji farmakodinamik ? 5. definisi uji farmakologi dan farmakokinetik ? 6. Bgmn syarat hewan coba pd uji pre klinik ? DEFINISI: Hewan percobaan atau hewan laboratorium: hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia (atau spesies lain), yang digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patobiologis (Hau & Hoosier Jr., 2003). Hewan laboratorium adalah hewan yag dipiara secara intensif di laboratorium dengan lingkungan, pakan, perawatan, prosedur dan kesehatan, dan lain-lain yang standar (Mangkoewidjojo, 2006). Menurut Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18Tahun 2009, yang dimaksud dengan “hewan laboratorium” adalah hewan yang dipelihara khusus sebagai hewan percobaan, penelitian, pengujian, pengajaran, dan penghasil bahan biomedik ataupun dikembangkan menjadi hewan model untuk penyakit manusia. Hewan percobaan yaitu meliputi strain yang menyangkut tentang sifat-sifat khasnya, manajemen pemeliharaan, umur yang dikaitkan dengan berat badannya, jenis kelamin dan data fisiologisnya (Sulaksono, 1987). Hewan penelitian adalah hewan yang digunakan sebagai objek penelitian, tidak selalu berasal dari laboratorium.
Klasifikasi Animal Model Exploratory (penyelidikan) : untuk memahami mekanisme biologis, apakah termasuk mekanisme dasar yang normal atau mekanisme yang berhubungan dengan fungsi biologis yang abnormal. Explanatory (penjelasan) : untuk memahami lebih banyak masalah biologis yang kompleks. Predictive (perkiraan) : bertujuan untuk menentukan dan mengukur akibat dari perlakuan, apakah sebagai cara untuk pengobatan penyakit atau untuk memperkirakan tingkat toksisitas suatu senyawa kimia yang diberikan. Syarat Hewan Coba Sedapat mungkin hewan percobaan yang akan digunakan bebas dari mikroorganisme patogen, karena adanya mikroorganisme patogen pada tubuh hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada pemeriksaan penelitian, sehingga dari segi ilmiah hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, berdasarkan tingkatan kontaminasi mikroorganisme patogen, hewan percobaan digolongkan menjadi hewan percobaan konvensional, specified pathogen free (SPF) dan gnotobiotic. Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik. Hal ini ada hubungannya dengan persyaratan pertama. Kepekaan terhadap sesuatu penyakit. Hal ini menunjukkan tingkat suseptibilitas hewan terhadap penyakit. Performa atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat genetiknya.
Dari keadaan tersebut di atas, timbul beberapa dilema dalam hal penyediaan hewan percobaan, misalnya penyakit, lingkungan, seleksi dan pengelolaan (Sulaksono, 1987). Demi tercapainya kesejahteraan hewan, maka kriteria hewan coba selayaknya dilakukan 3R yaitu: a. Replacement: suatu usaha meminimalkan penggunaan hewan coba yang dapat diganti dengan media lain seperti media kultur atau sejenisnya maupun dengan metode statistik, b. Reduction: usaha meminimalkan jumlah atau pengurangan pemakaian hewan coba, dan c. Refinement: perlakuan yang pantas terhadap semua organisme agar bebas dari 5R yaitu rasa lapar dan haus (hunger & thirst), rasa sakit (discomfort pain), rasa takut dan tekanan (injury fear & distress), rasa bebas untuk mengekspresikan/menunjukkan perilaku alamiahnya (to express natural behavior) serta pengkayaan lingkungan. Hal ini sebagai wujud kemanusiawian terhadap hak-hak hidup hewan coba sebagai makhuk hidup di masa-masa penempatan, pengandangan, perawatan dan perlakuan. Hal-hal tersebut diatas telah dilakukan di BBPMSOH dengan adanya penggunaan sel sebagai pengganti hewan percobaan pada beberapa pengujian vaksin, dan juga pemeliharaan yang baik agar syarat 5R dapat terpenuhi Dalam pemeliharaan dan penggunaan hewan percobaan perlu diperhatikan prinsip 5 Freedom (5F) dengan rincian sebagai berikut: 1.
2.
3.
Freedom from hunger and thirst (bebas dari rasa lapar dan haus) Memberikan akses makanan dan air minum yang sesuai dan memadai untuk kesehatan hewan mencakup jumlah dan komposisi nutrisi. Kualitas makanan dan air minum yang memadai dibuktikan melalui analisis proximate makanan, mutu air minum, dan uji kontaminasi yang dilakukan secara berkala. Freedom from discomfort (bebas dari ketidaknyamanan) Menyediakan lingkungan yang bersih dan paling sesuai dengan biologik spesies antara lain meliputi siklus cahaya, suhu, dan kelembaban lingkungan serta fasilitas fisik seperti ukuran kandang dan komposisi kelompok. Freedom from pain, injury, and disease (bebas dari rasa sakit, trauma, dan penyakit) Program kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan meminimalkan/ meniadakan rasa sakit, serta
pemilihan prosedur dilakukan dengan pertimbangan meminimalkan rasa sakit (non-invasive), penggunaan anestesia dan analgesia bila diperlukan, serta eutanasia dengan metode yang manusiawi dalam rangka untuk meminimalkan bahkan meniadakan penderitaan hewan. 4. Freedom from fear and distress (bebas dari ketakutan dan stress jangka panjang) Memberikan kondisi lingkungan dan perlakuan untuk mencegah/ meminimalkan timbulnya stress (aspek husbandry, care, penelitian), memberikan masa adaptasi dan pengkondisian (misalnya training) bagi hewan terhadap prosedur penelitian, lingkungan baru, dan personil. Semua prosedur pada hewan dilakukan oleh personil yang kompeten, terampil dan terlatih. 5. Freedom to express natural behavior (bebas mengekspresikan tingkah laku alami) Memberikan ruang dan fasilitas untuk program pengayaan lingkungan (environmental enrichment) yang sesuai dengan karakteristik biologik dan tingkah laku species seperti food searching dan foraging, memberikan sarana untuk kontak sosial bagi species yang bersifat sosial seperti pengandangan berpasangan atau berkelompok, dan memberikan kesempatan untuk grooming, mating, bermain, dan lainnya. Prinsip 5F ini diterapkan dalam bentuk Standard Operating Procedures terkait dengan Program Kesehatan (veterinary care) dan Perawatan Harian (housing dan husbandry).
Kualitas hewan laboratorium juga perlu diperhatikan. Hewan laboratorium sebelum digunakan sebagai hewan uji harus dikarantina beberapa hari terlebih dahulu untuk menghindari stress pergantian lingkungan di tempat uji melalui program monitoring kesehatan antara lain pemeriksaan harian dan program Quality Assurance. Kegiatan ini dilakukan baik dalam kandang perbibitan dan kandang uji Program Quality Assurance yang dilakukan yaitu monitoring secara mikrobiologi, pengujian sentinel serta manajemen pemeliharaan. Beberapa pemeriksaan yang menggunakan hewan percobaan, antara lain : Pemeriksaan toksisitas (keracunan) atau safety, yang tujuannya adalah untuk mengetahui komponen racun atau batas-batas yang dapat diterima. Pemeriksaan ini dilakukan terhadapsemua jenis bahan biologis. Pemeriksaan potensi, dilakukan untuk menentukan kekuatan atau kemampuan atau potensi suatu produk biologis. Pemeriksaan atau percobaan terhadap adanya substansi pirogen di dalam bahan biologis (misalnya : cairan
infus),yang tujuannya adalah untuk mengetahui apakah bahan tersebut mengandung substansi pirogen atau tidak. Prosedur pemeriksaan untuk masing-masing negara dapat berbeda satusama lainnya. Untuk pemeriksaan tersebut di atas, WHO menganjurkan dengan persyaratan minimum. Adapun hewan percobaanyang sering digunakan untuk pemeriksaanpemeriksaan di atasadalah : mencit (laboratory mouse), tikus (laboratory rat),kelinci dan marmut. Hewan-hewan ini biasanya dipilih berdasarkan beberapa persyaratan, antara lain : sehat, berat tertentu, jenis kelamin tertentu dan digunakan dalam jumlah tertentu pula. Syarat-syarat tersebut memiliki pengertian yangluas dan tidak mudah dipenuhi. Oleh karenanya diperlukanbeberapa pemeriksaan atau pengamatan terlebih dahulu terhadap : a. Hewan percobaan : yaitu meliputi strain yang menyangkutbackground imagetentang sifat-sifat khasnya, manajemen pemeliharaan, umuryang dikaitkan dengan berat badannya, jenis kelamin dan data fisiologisnya. Dengan demikian jelas bahwa strain hewan percobaan harus sesuai atau cocok dengan tujuan pemeriksaan. Tiap negara terutama negara maju biasanya mengembangkanstrainhewan sendiri, agar dapat menemukan hewan yang baikuntuk kondisi negara tersebut. Dapat diambil contoh, diJepang telah dikembangkan strain lokal di samping memeliharastrain dari luar negeri. Demikian pula di Australia, terdapatmencit jenisoutbredada 12 strain lokal, kelinci 15 strainlokal. b. Lingkungan : yaitu meliputi temperatur ruangan; kelembaban ruangan; tekanan udara; sirkulasi udara; tempat hidupnya (kandang) baik mengenai ukuran, bahan maupun bentuknya; bedding (alas kandang);
kebisingan suara dan personil yang menangani; keadaan nutrisinya (makanan dan minuman). Dengan terciptanya suatu lingkungan yang baik, akan memberikan kesempatan pada hewan percobaan untuk hidup danbertumbuh sesuai dengan bakat atau sifatsifat genetik yangdimilikinya. Menurut SHORT, D.J dan WOODNOTT, D.P(1963) dalam bukunya The IAT, Manual of LaboratoryAnimal Practice and Techniques, jenis-jenis hewan percobaanmencit, marmut dan kelinci temperatur ruangan yang direkomendasikan adalah : 22,2°C; 15,5°C dan 12,77°C, sedangkan kelembaban relatif bervariasi antara 45-55% untuksemua hewan tersebut. Keadaan semacam ini sukar dicapaiterutama untuk daerah dataran rendah. c. Uji performan atau prestasi hewan percobaan : yaitu untukmenentukan kemampuan hewan percobaan dalam memberikan suatu reaksi atau mempertahankan sifat khas dari populasinya. Untuk pemeriksaan ini diperlukan kepastian kelompok hewanatau keseragaman genetik, hingga variasi individuil tidakbanyak. Dari beberapa penjelasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan hewan yang tidak jelas sumbernya atau sistem pemeliharaannya tidak mengikuti aturan-aturan tertentu, tetap akan mempersulit dalam memperoleh kesimpulan dalam pemeriksaan suatu bahan biologis. MASALAH PENYAKIT Pada pendahuluan telah dijelaskan bahwa adanya penyakithewan percobaan sangat mengganggu jalannya reaksi padapemeriksaan bahan biologis, sehingga dari segi ilmiah hasilnyakurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh
karenanya hewanpercobaan yang akan digunakan dalam pemeriksaan-pemeriksaan tadi, sedapat mungkin terhindar dari penyakit. Untuk itu diperlukan usaha yang dapat menjamin kualitas hewan percobaan. Usaha-usaha yang harus dilakukan adalah : Pengawasan terhadap penyakit secara periodik terhadapkoloni hewan yang ada. Setiap hewan percobaan yang berasal dari luar terlebih dahulu harus dikarantinakan. Menangkap dan memeriksa hewan yang ada di luar koloni(misalnya karena lepas). Melakukan pencatatan rutin untuk setiap kejadian padahewan percobaan dengan baik. Segera melakukan tindakan pencegahanapabila dijumpai kasus penyakit pada hewan percobaan (misalnya hewanpercobaan yang terkena ekto parasit, segera dilakukandippingatau dicelupkan ke dalam larutan anti parasit). SELEKSI HEWAN PERCOBAAN Seleksi pada hewan percobaan dilakukan terhadap jenis kelamin, berat badan, physical appearance dan sifat keturunan agar memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan bahan biologis. Pekerjaan ini sebenarnya memakan waktu, tenaga danbiaya yang tidak sedikit. Namun karena dampak terhadaphasil yang diperoleh sangat besar, maka faktor pembiayaan,tenaga maupun waktu tersebut bukan lagi merupakan masalah. Dalam melakukan seleksi ini harus benar-benar terencanauntuk jangka panjang menurut aturan yang tertentu dan pengawasan yang ketat, sehingga dalam hal ini diperlukan adanyasistem pencatatan yang baik. Dalam kegiatan seleksi ini diperlukan personil yang benar-benar menguasai bidangnya, loyalterhadap pekerjaannya dan jujur dalam melakukan tugasnya.
NUTRISI Di samping faktor hewan percobaan dan lingkungan, makanan hewan memegang peranan penting khususnya dalampemeriksaan ini. Makanan di samping harus mengandung nilaigizi yang diperlukan untuk tumbuh dan berproduksi, haruspula dibuat agar hewan menyukai makanan tersebut (ditinjaudari segi rasa). MASALAH "STRAIN" HEWAN PERCOBAAN DAN PERTUMBUHAN BERAT BADAN Di dunia ini telah terbentuk ratusan strain hewan percobaan yang telah memiliki sifat genetik yang khas. Sifat ini terusdikembangkan sehingga hewan tersebut telah menjadi modelyang baik untuk kepentingan kesejahteraan manusia. Bagistrain hewan yang mempunyai kemampuan pertumbuhan yangcepat, sangat baik untuk pemeriksaan yang tolok ukurnyaadalah pertambahan berat badan. Berat badan tidak cukupdipakai sebagai kriteria bahwa hewan tersebut bisa digunakanuntuk pemeriksaan bahan biologis, tetapi juga pertambahanberat setiap harinya. Pertambahan berat badan suatu hewanpercobaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktorstrainhewan dan makanan. Pertambahan berat badan sendirisecara sempit dapat digunakan sebagai indikator bagi hewanyang sehat. Apabila pola pertumbuhan berat badan sudahdapat diketahui untuk suatu strain hewan, maka dengan sendirinya perubahan pola oleh suatu perlakuan menunjukkanbesarnya pengaruh perlakuan. Bagi hewan yang tidak mendapat perlakuan (hewan kontrol), pertumbuhannya tidakseperti yang diharapkan (menyimpang dari pola populasinya). Di sini harus dicari sebab-sebabnya, misalnya apakah ada perbedaan antara faktor lingkungan hewan tempat percobaan(pemeriksaan) dengan tempat hewan
diproduksikan. Untukmengatasi ini biasanya pemakai hewan paling tidak harus membuat lingkungan yang sama atau lebih baik dari keadaan semula, yaitu antara keadaan di tempat percobaan dan tempatasal hewan. Membuat lingkungan dan manajemen yang baik di tempatpercobaan, lebih sederhana sifatnya daripada memaksakanhewan untuk menyesuaikan lagi dengan kondisi yang kurangbaik. Perlakuan teradap hewan coba sesuai dengan animal walfare a. Manajemen Pemeliharaan Hewan Coba (mencit,tikus,kelinci) Ruang Hewan Laboratorium 1) Persyaratan ruang Standar ruang hewan percobaan adalah luas lantai ± 20 m 2 berbentuk segiempat siku-siku, dengan tinggi 2,5-3,0 m. Ruang ini memberi kemudahan pemeliharaan lingkungan, pengawasan hewan dan tidak mengganggu hewan yang dipiara di dalamnya (Mangkoewidjojo, 2006). 2) Persyaratan kandang Hewan laboratorium harus dikandangkan dengan kondisi secara biologis optimal dan keperluan hidupnya memadai (nyaman fisik, fisiologis dan biologis). Ada 2 sistem hygiene untuk perkandangan HL, yaitu: § Sistem terbuka Tidak memerlukan persyararatan dan hygiene yang ketat untuk mencegah masuknya agen infeksius. § Sistem tertutup Dalam system Barier/SPF (Spesific Pathogen Free) hewan diisolasi secara “Kedap udara luar” untuk mencegah agen infeksius (Mangkoewidjojo, 2006). Ukuran panjang dan lebar kandang sebaiknya lebih panjang dari panjang tubuh hewan termasuk ekornya. Agar tidak berdesakan, pengisian kandang hendaknya tidak lebih dari 20 ekor hewan coba berukuran kecil(Kusumawati,2004). Lokasi kandang hendaknya tidak mengganggu kehidupan masyarakat sekitar sehingga limbahnya tidak menimbulkan polusi.selain itu perlu dipertimbangkan pula kenyamanan hidup hewan agar kandang bebas dari kebisingan , polusi, air yang menggenang dan banjir. Konatruksi bangunan harus memiliki ventilasi yang baik sehingga suhu dan kelembabannya sesuai dengan kebutuhan hewan (Kusumawati,2004). Bisa dipelihara secara individual atau kelompok. Sebaiknya kandang dibuat dari logam tahan karat, logam divalganisasi atau plastik. Hewan Mencit
Tikus
Kelinci
Berat badan(g) 25 500 (kg) 5,4
Luas lantai/ekor(cm2) 39 52 77 97 110 148 187 258 387 452 (m2) 0,14 0,28 0,37 0,46
Tinggi kandang(cm) 12,7 12,7 12,7 12,7 17,8 17,8 17,8 17,8 17,8 17,8 (cm) 35,6 35,6 35,6 35,6 (Mangkoewidjojo, 2006)
3) Faktor lingkungan Suhu, kelembaban relatif, kualitas udara harus dipertahankan stabil. Harus diperhitungkan daya tampung maksimal ruang.
Hewan Suhu Kelembapan relatif Mencit 18-260C 40-70℅ Tikus 18-260C 40-70℅ Kelinci 16-260C 60℅ Ventilasi ruang mampu mengalirkan udara 15-20 kali setiap menit. Penerangan bisa diatur terang gelap 12 jam bergantian. Hewan harus terhindar dari suara bising baik yang terdengar ataupun tidak (ultrasonik) (Mangkoewidjojo, 2006). Pakan dan air minum 1) Pakan Pakan bervariasi tergantung hewan itu. Hewan briding, hewan muda atau hewan yang lebih tua. Pakan berbentuk pelet sering digunakan daripada tepung untuk mengurangi perubahan komposisi dan diperlukan untuk membuat aus gigi.Pakan sebaiknya disimpan pada suhu 15-16 0C dan dihabiskan paling lama 4-6 minggu. Hewan Mencit Tikus Kelinci
g/hewan/hari 3-4 15-20 30-300(40g/kg bb)
(Mangkoewidjojo, 2006) 2) Air minum Air minum tersedia tanpa dibatasi dan dapat diberikan dalam botol dengan pipa yang dilengkapi ”klep” peluru bulat yang terletak di ujung pipa. Untuk mencegah pertumbuhan kuman, air minum dapat diasamkan atau dikhlorisasi (Mangkoewidjojo, 2006). Alas tidur dan kebersihan 1) Alas tidur Alas tidur harus dapat menyerap kebasahan dan bau dengan baik, serta bebas dari bahan kimia pencemar. Meskipun alas tidur harus bersifat higroskopis, tetapi tidak boleh sampai menimbulkan dehidrasi terutama pada anak mencit/tikus. Alas tidur harus lunak, tidak tajam, murah, mudah diganti, dan dapat digunakan untuk sarang. Bahan-bahan alas tidur yang bermanfaat misalnya kayu pasahan, sekam, tongkol jagung yang digerus. Untuk hewan SPF harus disterilkan dengan autoklaf (Mangkoewidjojo, 2006). 2) Pembersihan dan disinfeksi Disinfektan yang dapat bekerja baik misalnya: Na hipochlorid 0,1 ℅, Larutan etanol 25 ℅, Larutan Na hidroksida 30 mM, Larutan glutaraldehid 0,01 ℅. Kandang, rak kandang, botol, dan alat lain harus dibersihkan paling sedikit sekali seminggu. Alas tidur harus diganti kurang lebih dua kali seminggu (Mangkoewidjojo, 2006). a. Manajemen pemeliharaan (Mangkoewidjojo,1988) hewan coba: ayam&itik 1) KANDANG § Jika dipelihara di dalam laboratorium dalam jumlah sedikit ditempatkan dalam kandang kecil atau dalam “batere”. § Kandang batere mempunyai lantai dari anyaman kawat dan miring sehingga setiap telur yang keluar menggelinding menjauhi ayam. § Terdapat tempat air pada satu sisi dan tempat makan di sisi lain. § Kandang dapat menampung sampai 6 ekor dewasa, tergantung pada besarnya. § Di daerah tropis dengan kelembaban tinggi, lebih baik menggunakan kandang dari kayu atau bambu. § Jika ayam dikandangkan di dalam suatu bangunan, tinja dikumpulkan di baki yang digantungkan di bawah kandang. § Teknik pengandangan menggunakan deep litter dengan atap dan ventilasi merupakan suatu cara yang kurang cocok untuk itik karena itik menghasilkan tinja yang sangat encer. § Untuk kandang deep litter yang sering menggunakan kawat sebaiknya jangan sampai menonjol sehingga dapat melukai ayam/ itik. § Untuk pemeliharaan ayam dan itik yang di laboratorium jangan sampai ada hewan liar yang dapat masuk. CARA MEMBERSIHKAN KANDANG § Baki yang digantungkan di bawah harus dibersihkan dan disikat setiap hari atau setiap tinja yang terkumpul pada kawat harus segera disikat supaya tidak terbentu kerak yang keras. § Kandang harus steril, dengan memasaknya dalam bak besar sesudah dipakai dan sebelum ditempati ayam ataupun itik baru. § Jika itik dipelihara di laboratorium, cairan tinja tersebut harus disemprot setiap hari untuk menghilangkan tinja sebelum kering dan membentuk kerak keras. Sehingga lantai perlu pembuangan air yang sangat baik agar lantai cepat kering dan kotoran mudah dibersihkan. 2) ALAT-ALAT MAKAN DAN MINUM § Itik minum banyak air dibandingkan dengan ayam.
§ Itik menggunakan air untuk mencelupkan makanannya sehingga air cepat kotor dan tempat air harus dibersihkan tiap hari lalu diisi dengan air bersih. § Ayam yang dikandangkan dalam kandang kawat “batere” untuk tempat makan dan minumnya harus cukup besar untuk keperluan ayam, dan mudah dilepas untuk dibersihkan. Air harus disediakan terus-menerus. 3) PAKAN Makanan yang harus diberikan untuk mempertahankan kondisi fisik ayam dan itik yang baik, produksi telur, dan daya tetas normal, ransum makanan harus mengandung semua zat makanan esensial. Umumnya lebih murah membeli makanan daripada membeli alat untuk membuat pellet dan berbagai bahan makanan, serta menghabiskan waktu untuk membuat ransum di bagian penelitian. Kandungan protein dalam makanan ayam dan itik yang diinginkan sangat erat hubungannya dengan kandungan energi. Keperluan protein untuk unggas naik jika kandungan energi makanan meningkat. Itik dan anak itik dapat hidup baik dengan makanan mengandung protein 2-3% lebih rendah dibanding dengan kadar yang diperlukan untuk ayam dan anak ayam. Seekor ayam dan itik dewasa makan 85-115 gram tiap hari. 4) CARA MENTERNAKKAN (Mangkoewidjojo,1988) § Biasanya tidak perlu menternakkan ayam atau itik di laboratorium, kecuali ada persyaratan untuk memperoleh kualitas tinggi, misalnya telur fertil hamper SPF atau SPF. § Jika perlu menternakkan unggas di laboratorium, lebih baik memelihara kelompok kecil. Satu kelompok terdiri dari satu jantan dan 9-15 betina tergantung besarnya bangsa unggas yang dipakai makin kecil jumlahnya. § Telur untuk ayam yang ditetaskan secara alami, baik bangsa besar maupun ayam kate mudah mengeram. Sedangkan untuk telur itik biasanya dierami oleh entok. § Telur ayam menetas pada hari ke-21, telur itik pada hari ke-28, dan telur entok pada hari ke-35 pengeraman. 5) PENGENDALIAN PENYAKIT Prinsip yang membantu kesehatan dan efisiensi tubuh, yaitu : keseimbangan badan, dan kekuatan dan ketegapan biakan, cukup makanan, lingkungan yang cocok, pemberantasan dan pengendalian penyakit menular (Mangkoewidjojo,1988). b. Sebelum atau selama penelitian Hewan laboratorium yang akan digunakan untuk penelitian harus yang memiliki kualitas standart agar hasil penelitian valid. Oleh karena itu harus diperhatikan dan dipenuhi persyaratan standar meliputi fasilitas hewan laboratorium, ransum makanan, perkembangbiakan dan reproduksi, pemeliharaan dan lingkungan penelitian juga harus disebutkan secara khusus kondisi suhu, cahaya, kelembapan udara ruang penelitian Sebelum memulai eksperimen, hewan laboratorium harus diamati, dicatat penampilan hewan seharihari pada umumnya catatan ini mencakup § Berat badan, umur, kelamin, konsumsi makanan, kondisi waktu dtang dan tanggal kedatangan § Kesehatan hewan § Pengobatan yang pernah diberikan (jika ada) § Pemasok hewan Hewan harus diamati dengan teratur selama penelitian berlangsung. Sewaktu hewan dapat mengalami peubahan fisik, fisiologik atau metabolika, kebiasaan sehari-hari bahkan kematian. Semua data harus dicatat. Data yang penting meliputi: § Kelainan umum, fisik, tingkah laku, konsumsi makan dan minum § Kelainan mata baik diperiksa dengan atau tanpa alat § Kulit dan rambut § Mulut, gigi, tenggorkan (pada hewan besar) § Adanya lesi dan benjolan § Adanya infeksi, abses § Kesakitan,dare, batuk, muntah § Leleran dari mata hidung atau dari bagian badan yang lain Lebih baik jika diambil sampel darah, urin, tinja untuk mengevaluasi pengaruh prosedur uji. Pengambilan sampel lebih baik dilakukan pada siang hari untuk menghindari perubahan karena ritme diurnal (Mangkoewidjojo, 2006). Apabila hewan mati atau sekarat sebalum penelitian berakhir maka harus dinekropsi dan diambil sampel jaringannya untuk pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan protokol penelitian, termasuk pemeriksaan histopatologik(Mangkoewidjojo, 2006). Pada akhir eksperimen, dokter hewan atau orang berkompeten harus memutuskan hewan dibiarkan hidup atau harus dieutanasi. Tidak boleh ada hewan dibiarkan hidup jika sekiranya menunjukkan nyeri permanen atau menderita, hewan tidak dibenarkan digunakan lebih dari satu kali eksperimen yang dapat menimbulkan nyeri atau menderita (Mangkoewidjojo, 2006). Cara handling dan restraint § Mencit: Pertama-tama tempatkan pada permukaan kasar agar mencit dapat berpegangan, lalu untuk mengambilnya, tarik
mundur ekornya dengan pelan dan lembut. Pegang bagian kulit longgar di belakang leher dengan ibu jari dan telunjuk, sementara jari kelingking membelit ekor, seperti ditunjukkan oleh gambar di samping (Nichols, 2006). § Tikus: Genggam bagian bahu, dengan ibu jari dan telunjuk pada leher sehingga kepala tikus menghadap atas. § Marmut: Dengan tangan kanan, senggam daerah bahu sehingga jemari mengelilingi dada. Sementara tangan kiri mensupport bagian bawah tubuh marmut. § Kelinci Jangan pernah membawa kelinici dengan memegang telinganya. Pegang bagian kulit longgar pada belakang leher dan tangan kiri mensupport bagian bawah tubuh kelinci. Atau cara menggendongnya dengan menempatkan kepala kelinci diantara siku dan bagian tubuh kita, sementara tangan hingga pergelangan menjaga tubuhnya, dan dengan tangan kiri memegang bagian kaki. Cara ini membuat kelinci diam dan tidak meronta. · Ayam dan itik: Anak ayam dan itik harus dipegang erat tetapi hati-hati dengan meletakkan tangan dipunggung dan melingkari badan. Jika unggas dewasa atau sedang tumbuh ada di dalam kandang, harus ditangkap dengan menggunakan kedua tangan. Untuk menangkap tangan ditempatkan di kedua sisi ungas dengan ibu jari di atas sayapuntuk menekan sayap dan mencegah kibasan dari sayap. Unggas harus dipegan erat tetapi hati-hati. Unggas yang dipelihara di dalam kandang harus digiring perlahan-lahan ke satu sisi dengan membuat sekat di satu sudut. Dengan unggas menghadap ke arah pemegang, satu tangan ditempatkan di bawah dada dan memegang kaki erat-erat. Tangan lain diletakkan di atas punggung untuk mencegah unggas berkibas-kibas (Mangkoewidjojo,1988) § Kucing: Pegang kaki depan kucing dengan tangan kanan sementara tubuhnya “dikunci” dengan menempatkan diantara siku dan bagian tubuh kita. Tangan kiri emngontrol kepala denga memegang mandibula (Sonsthagen, 1991). Penandaan (identifikasi) hewan laboratorium Beberapa cara penandaan hewan lab. Dilakukan untuk mengetahui kelompok hewan yang diperlakukan berbeda dengan kelompok lain. Penandaan ini dapat dilakukan secara permanen untuk penelitian jangka panjang (kronis), sehingga tanda tersebut tidak mudah hilang. Yaitu : dengan ear tag (anting bernomor), tatoo pada ekor, melubangi daun telinga dan elektronik transponder. Pengambilan darah Pada umumnya pengambilan darah terlalu banyak pada hewan kecil dapat menyebabkan shok hipovolemik, stress dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Tetapi bila dilakukan pengambilan sedikit darah tetapi sering, juga dapat menyebabkan anemia. Pada umumnya pengambilan darah dilakukan sekitar 10% dari total volume darah dalam tubuh dan dalam selang waktu 2-4 minggu. Atau sekitar 1% dengan interval 24 jam. Total darah yang diambil sekitar 7,5% dari bobot badan. Diperkirakan pemberian darah tambahan (exsanguination) sekitar setengah dari total volume darah. Contohnya: Bobot 25g, total volume darah 1,875 ml, maksimum pengambilan darah 0,1875 ml, maka pemberian exsanguination 0,9375 ml. Pengambilan darah dapat dilakukan pada lokasi tertentu dari tubuh, yaitu: - vena lateral dari ekor - sinus orbitalis mata - vena saphena - langsung dari jantung - vena pectoralis externa yang ada di bagian ventral sayap (unggas) Apabila hewan mati atau sekarat sebalum penelitian berakhir maka harus dinekropsi dan diambil sampel jaringannya untuk pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan protokol penelitian, termasuk pemeriksaan histopatologik(Mangkoewidjojo, 2006). Pada akhir eksperimen, dokter hewan atau orang berkompeten harus memutuskan hewan dibiarkan hidup atau harus dieutanasi. Tidak boleh ada hewan dibiarkan hidup jika sekiranya menunjukkan nyeri permanen atau menderita, hewan tidak dibenarkan digunakan lebih dari satu kali eksperimen yang dapat menimbulkan nyeri atau menderita (Mangkoewidjojo, 2006). c. Euthanasi 1. Metode yang digunakan harus berperikemanusiaan 2. Tidak berpengaruh pada pemeriksaan organ atau jaringan yang memang tertulis dalam protokol eksperimen 3. Metode harus terpecaya, efektif, ekonomis, mudah dilaksanakan dan harus aman bagi petugas laboratorium 4. Harus dilakukan oleh petugas yang mendapat perlatihan yang memadai 5. Hewan harus ditangani dengan hati-hati untuk meminimalkan penderitaan “berteriak” atau teramon yang dapat menyebabkan takut hewan lain
Metode yang dipakai pada euthnasi adalah metode fisik-mekanik atau metode farmako-kimia termasuk inhalasi. Sesudah hewan mati dilakukan mikropsi jika eksperimen perlu pemeriksaan lebih lanjut, sampel jaringan diambil dan dofiksas dalam formalin bufer 10% untuk pemeriksaan histopatologik. Pemeriksaan histopatologik sangat penting dalam ekspentasi mengevaluasi uji keamanan suatu obat/uji toksikologik, karena bukti morfologik jaringan dalam proses patologik merupakan perubahan paling konsisten yang dapat diidentifikasi akibat prosestoksik jaringan untuk pemeriksaan lain non-histopatologik, disiapkan sesuai prosedur yang diperlukan tanpa disfiksasi dalam formalin (Mangkoewidjojo, 2006). 3. Legislasi yang mengatur Laboratory Animal Walfare a. Pasal 66 UU No. 18 Tahun 2009: Bagian Kedua: Kesejahteraan Hewan Pasal 66 (1) Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan. (2) Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manusiawi yang meliputi: a. penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang konservasi; b. penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya; c. pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaikbaiknya d. sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan; e. pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan; f. penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan; g. pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan h. perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan. (3) Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Penjelasan Pasal 66 ayat 4: Ayat (4) Termasuk dalam ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain, adalah pengembangan KomiteKesejahteraan Hewan Nasional untuk membina komisi kesejahteraan hewan laboratorium di berbagai instansi dalamrangka pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan.
7. Alasan dan tujuan dilakukan uji pre klinik ? - untuk mengidentifikasi potensi terjadinya toksisitas pada manusia; - merancang berbagai uji untuk menetapkan mekanisme toksis lebih jauh; - dan memperkirakan toksisitas yang spesifik dan paling relevan untuk dipantau dalam uji-uji klinis.
- Uji toksisitas akut: menetapkan potensi toksisitas akut (LD50), menilai gejala klinis, spektrum efek toksik dan mekanisme kematian. 8. Prinsip dasar penelitian dgn hewan coba ?
9. Landasan hukum uji pre klinik ?
Legislasi yang mengatur Laboratory Animal Walfare a. Pasal 66 UU No. 18 Tahun 2009: Bagian Kedua: Kesejahteraan Hewan Pasal 66
(1) Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan. (2) Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manusiawi yang meliputi: a. penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang konservasi; b. penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya; c. pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaikbaiknya d. sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan; e. pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan; f. penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan; g. pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan h. perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan. (3) Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Penjelasan Pasal 66 ayat 4: Ayat (4) Termasuk dalam ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri, antara lain, adalah pengembangan KomiteKesejahteraan Hewan Nasional untuk membina komisi kesejahteraan hewan laboratorium di berbagai instansi dalamrangka pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan.
10.
Hewan apa saja yang digunakan utk uji pre klinik ?
Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primate
11. Bgmn prosedur utk melakukan uji pre rancangan percobaan, pengamatan dan evaluasi
klinik
?
12. mengapa data dr hewan tdk dapat diekstrapolasikan begitu saja ke manusia ? Ekstrapolasi adalah metode yang dipergunakan dalam memprediksi nilai dari suatu data atau fungsi yang berada di luar interval (data awal yang telah diperoleh). Ekstrapolasi data dari hewan kemanusia dengan demikian diperlukan untukmengkaji fisiko efek genetik. Hal ini dilakukankarena tidak ada populasi manusia yang adaselain korban born atom yang dapatmemberikan sebuah dasar substansial untuksturn epidemiologi genetik. Dengan demikiandasar ilmiah dari ekstrapolasi harus bergantungpada basil penelitian tingkat seluler danmolekuler. Diketahui bahwa sensitifitasmanusia dalam hal induksi mutasi pada sel germinal oleh radiasi, lebih rendah dibandingkan mencit. Ekstrapolasi indeks terapeutik dan data toksisitas dari hewan ke manusia dapat memberikan perkiraan untuk sebagian besar toksisitas tetapi tidak seluruhnya. Untuk menemukan suatu proses yang lebih maju, dibentuklah Predictive Safety Testing Consortium, yakni suatu badan yang merupakan gabungan lima perusahaan farmasi terbesar di Amerika Serikat dengan Food and Drug Administration (FDA) sebagai badan penasehat, untuk memperkirakan keamanan suatu pengobatan sebelum diujikan pada manusia. Hal ini dicapai dengan cara menggabungkan berbagai metode laboratorium yang dikembangkan secara internal dalam tiap perusahaan farmasi. Perbedaan:
-
dosis genetik struktur anatomi dan fisiologi
REFERENSI Hau, J., & Hoosier Jr., G. L. (2003). Handbook of Laboratory Animal Science Second Edition. Boca Raton: CRC Press. Sulaksono, M. E. (1987). Dilema Pada Hewan Percobaan Untuk Pemeriksaan Produk Biologis. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Cermin Dunia Kedokteran No. 44, 1987, 51
Kusumawati, Diah.2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta. UGM Press. Mangkoewidjojo, Soesanto. 1988. Bioetik dan Kesejahteraan Hewan Dalam Penelitian Biomedik Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Hewan UGM ______________. 2006. Hewan Laboratorium Dalam Penelitian Biomedik. Yogyakarta Nichols, J.B. 2006.The Laboratory Mouse. www.fau.edu/research/ovs/VetData/mouse.php . Diakses tanggal 25 November 2009. Salasia, SIO. 2007. Etik dan Kesejahteraan Hewan. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Sonsthagen, T.F. 1991. Restraint. California: American Veterinary Publication. Sulaksono, M.E. 1987. Dilema Pada Hewan Percobaan Untuk Pemeriksaan Produk Biologis. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/126098-FAR.040-08-Uji%20toksisitasLiteratur.pdf http://fatchiyah.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/Lect-2-Laik-Ethik-riset-dengan-HewanCoba-FAT.pdf http://books.google.co.id/books? id=9vnO9z5CxK0C&pg=PA191&lpg=PA191&dq=prinsip+dasar+penelitian+dengan +hewan+coba&source=bl&ots=KDFPe5X603&sig=MvtciGYzbue2FYFy6vOH5Oo6LcA &hl=en&sa=X&ei=SCCxUrayIsqzrgfBlICgBg&redir_esc=y#v=onepage&q=prinsip %20dasar%20penelitian%20dengan%20hewan%20coba&f=false http://www.batan.go.id/etik_hewan_lampiran.php http://jdih.pom.go.id/produk/Keputusan%20Menteri/6_1992_761-Menkes-Per-IX1992_ot.pdf http://www.kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2011/09/3-uji-toksisitas.pdf http://library.unej.ac.id/client/search/asset/117;jsessionid=2EAC83622B6B3BD5A119 FD676D4C12BB
View more...
Comments