Henoch Schonlein Purpura

July 19, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Henoch Schonlein Purpura...

Description

 

LAPORAN KASUS Henoch Schonlein Purpura

Pembimbing :

dr. Omar Akbar Kolonel Kes. dr. Keman Turnip

Disusun oleh :

dr. Adhiyasa Primagupita

PROGRAM DOKTER INTERNSIP RS TNI AU DR. M SALAMUN KOTA BANDUNG 2019

 

BAB I PENDAHULUAN Henoch-Schonlein Purpura (HSP) adalah penyakit sistemik berupa vaskulitis pembuluh darah kecil yang terutama menyerang anak-anak. Vaskulitis sendiri didefinisikan sebagai suatu inflamasi yang terjadi pada pembuluh darah, yang mengakibatkan rusaknya dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan terjadinya proses hemoragik dan atau iskemia. HSP merupakan suatu kelainan berupa leukositoklastik vaskulitis (LcV) yang merupakan suatu proses imunologi dan inflamasi yang sangat kompleks. Pada kondisi ini terdapat interaksi antara leukosit dan sel endotel pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya LcV. Insiden vaskulitis di kulit berkisar antara 15 –  15 –  29  29 kasus/1000 per tahun. Insiden HSP sendiri adalah 13 - 20 kasus/100.000 populasi, dimana HSP ini merupakan 10% dari semua kasus vaskulitis yang terutama terjadi pada anakanak. Onset terjadinya LcV pada HSP maupun LcV yang lain dapat terjadi antara 7-10 hari setelah terpapar suatu antigen, seperti obat-obatan, mikroorganisme, bermacam-macam protein dan juga antigen yang berasal dari tubuh. LcV sendiri biasanya berkaitan dengan spektrum luas dari suatu kondisi inflamasi sistemik, meliputi keganasan, infeksi, hipersensitivitas obat, bahan kimia, bakteri, virus, penyakit kolagen-vaskular dan hepatitis kronis yang aktif. Obat-obatan dapat menyebabkan LcV hingga 10%. Bagaimanapun juga, 50% kasus LcV ini tidak diketahui  penyebabnya.LcV merupakan suatu diagnosis histopatologi anatomi yang dapat dijumpai pada  berbagai macam penyakit. LcV biasanya terjadi pada pembuluh darah kecil yang terbatas pada dermis superfisial (tetapi dapat mengenai seluruh dermis). Manifestasi klinis yang sama juga dapat ditemukan pada bentuk LcV yang satu dengan  bentuk lain, sehingga sulit untuk menentukan diagnosa bila hanya dari pemeriksaan histopatologi atau dari klinis saja. Biopsi kulit adalah standar baku untuk diagnosis vaskulitis kulit, dimana gambaran biopsi ini memiliki korelasi dengan manifestasi klinis yang dapat berupa urtikaria, eritema infiltratif, ptekiae, purpura, papula purpurik, vesikel atau bula hemoragik, nodul, livedo racemosa, ulkus yang dalam dan gangren. Pentingnya pemeriksaan histopatologi disertai dengan  pemeriksaan direct immunofluorescence (DIF), ANCA dan penemuan klinis dapat menegakkan diagnosis yang lebih tepat dan akurat dari sindroma vaskulitis baik lokal maupun sistemik.

 

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

 Nama

: An. H

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 12 tahun

Pekerjaan

: Pelajar

Suku

: Sunda

Agama

: Islam

Tanggal Pemeriksaan

: 24 Oktober 2019

PRIMARY SURVEY

1.  Airway : Tidak tampak ada hambatan jalan napas Tidak terdengar suara nafas tambahan 2.  Breathing : Laju napas : 24 x/menit Tidak tampak penggunaan otot-otot bantu pernapasan 3.  Circulation : Laju nadi : 104 x/menit Suhu : 36,7 0C 4.  Disability : Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5) 5.  Exposure : Pasien menggunakan pakaian selayaknya anak diusianya.

 

ANAMNESIS : Keluhan Utama

 Nyeri perut disertai dengan bintik-bintik merah pada kaki.

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan nyeri perut dan bintik-bintik pada kedua kaki sejak kurang

lebih 5 hari lalu. Nyeri dirasakan menyebar diseluruh perut dan hilang hilan g timbul disertai dengan mual tetapi tidak muntah. Bintik-bintik pada kaki dirasakan bertambah banyak dan bertambah besar ukurannya setelah sebelumnya nyeri perut dirasakan. Keluhan BAK darah ataupun nyeri saat BAK disangkal dan keluhan BAB hitam atau berdarah disangkal. Riwayat sebelumnya kurang lebih 1 minggu sebelum muncul nyeri perut dan bintik merah, pasien menderita batuk dan pilek.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat nyeri perut sebelumnya (+) pasien memiliki riwayat gastritis Riwayat menderita bintik-bintik merah (-) Riwayat alergi (-) Riwayat kelinan ginjal (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat alergi (-) Riwayat kelianan ginjal (-) Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah berobat untuk keluhan yang dirasakan. Riwayat pengobatan rutin disangkal.

Riwayat Imunisasi : Sesuai jadwal dan lengkap

 

PEMERIKSAAN FISIK   Status Generalis : CM / E4V5M6 Tanda Vital :

•   Nadi

 

: 104 x / menit, reguler, kuat, isi cukup

• Pernafasan •  Suhu

: 24x / menit, : 36,7 oC

•  BB/TB

: 45 kg / 140 cm

Status Lokalis

•  Kepala

: Normocephal

•  Telinga

: Normotia, nyeri tekan (-/-), serumen (-/-), pendengaran baik

•  Mata

: Pupil bulat isokor, Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),

•  Mulut

: Bibir kering (-), stomatitis (-), faring hiperemis (-), T1/T1

•  Leher

: Benjolan (-)

•  Jantung

: Bunyi jantung si si –   –  s2  s2 murni reguler, murmur (-), gallop (-)

•  Paru

: VBS ka-ki, rochi (-/-) wheezing (-/-),

•  Abdomen

: Supel, BU(+) normal, NT (+) Epigastrik dan Umbilical

•  Ekstremitas

: Akral hangat, crt < 2 detik, edema -/-

•  Kulit

: Pada regio pedis sinistra dan dextra terdapat purpura palpable tersebar merata dengan ukuran bervariasi mulai dari 1x1 cm hingga 3x3 cm,  berbatas tegas.

•  Genitalia

: dbn

PEMERIKSAAN PENUNJANG Hematologi Rutin

Leukosit

14.700 /mm3

Hematokrit

41 %

Trombosit

331.000 /mm3

Hemoglobin

13,2 g/dL

 

  Urin Rutin Sedimen Kimiawi

Leukosit

-

 Nitrit

-

Urobilinogen

Normal

Protein

-

 pH

7,5

Darah

-

Berat jenis

1,005

Keton

-

Bilirubin

-

Glukosa

-

Makroskopis

Warna

Kuning

Kekeruhan

Jernih

Mikroskopis

Leukosit

0-1 /LPB

Eritrosit

0-2 /LPB

Epiel

0-2 /LPB

Bakteri

-

 

  DIAGNOSIS BANDING

1. Henoch Schonlein Purpura 2. Vaskulitis Urtikaria 3. Purpura Hemoragic

DIAGNOSIS

Henoch Schonlein Purpura

PLANNING

•  Konsul dr. Wiwiek, Sp. A, advis : -  Infus RL 12 tpm makro -  Cefixime tab 2 x 200mg PO -  Omeprazole Inj 2 x 1 amp -  Metilprednisolon tab 3 x 16mg PO

PROGNOSIS :

Quo Ad Vitam

: Ad bonam

Quo Ad Functionam

: Ad bonam

Quo Ad Sanationam

: Ad bonam

 

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 

EPIDEMIOLOGI

Rata-rata 14 kasus per 100.000 anak usia u sia sekolah; prevalensi tertinggi pada usia 2-11 tahu (75%); 27% kasus ditemukan pada dewasa, jarang ditemukan pada bayi. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan (rasio 2 : 1).

ETIOLOGI  ETIOLOGI 

Berbagai macam patogen infeksi dilaporkan dapat 1menjadi penyebab terjadinya LcV pada HSP. 22% kasus vaskulitis pada kulit biasanya berhubungan dengan suatu infeksi, dimana organisme apapun 8memungkinkan terjadinya kondisi ini. Sebanyak 50% penderita pend erita HSP biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran pernapasan. Group A beta-hemolytic streptococcus (GAS) ditemukan pada 20-50% penderita dengan HSP akut melalui tes serologi maupun kultur bakteri. Baru-baru ini, reseptor plasmin yang berhubungan dengan nefritis (nephritis-associated plasmin reseptor/NAPlr) yang merupakan antigen GAS ditemukan pada mesangium glomerular pada anak an ak dengan HSP nefritis (HSN). Penemuan ini menunjukkan bahwa GAS memiliki peran pada awal terjadinya maupun berkembangnya HSN, meskipun demikian pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat adanya peningkatan anti-streptolisin-O titre (ASOT) pada  penderita HSP. ASOT yang meningkat pada serum banyak dijumpai pada HSN dibandingkan HSP tanpa nefritis.

PATOFISIOLOGI

Terdapat empat hipotesa mengenai mekanisme patogenik yang dapat terjadi melalui infeksi. Hipotesis pertama adalah molecular mimicry, sebagai contoh: mikroba dan pembuluh darah kecil pejamu memiliki epitop yang sama. Bersamaan dengan invasi patogen tersebut, respons imunitas seluler dan humoral akan teraktivasi dan terjadi reaksi silang dengan pembuluh darah. Hipotesis kedua adalah patogen dapat memulai proses inflamasi yang dapat menimbulkan kerusakan sel dan jaringan. Proses ini akan menimbulkan suatu autoantigen yang biasanya tidak terpapar oleh suatu sistem imun. Hipotesis ketiga adalah bila mikroba yang sangat invasif secara

 

langsung berinteraksi dengan protein pembuluh darah, maka akan terbentuk suatu antigen yang  baru (neo-antigen) yang kemudian akan mengaktivasi suatu reaksi imun. Dan yang keempat yaitu yaitu hipotesis superantigen, dimana pada beberapa bakteri seperti Streptococcus dan virus dapat menjadi suatu superantigen. Tanpa adanya suatu proses dan presentasi suatu sel penyaji antigen, suatu superantigen akan langsung berinteraksi dan mengaktifkan sel-T. Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak ada mikroba khusus yang menyebabkan terjadinya HSP. Seperti dijelaskan diatas, HSP merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik.

Limfokin

mempunyai peranan  penting pada terjadinya lesi

vaskular.

Sitokin

 pro-inflamasi non spesifik seperti tumor necrosis alpha (TNF-α), (TNF-α), interleukin (IL)-6 (IL)-6 dan IL-1β IL-1β  biasanya didapatkan lebih tinggi pada anak-anak anak -anak dengan HSP fase akut. Baik TNF-α TNF-α maupun IL1 dapat menstimulasi endotelium untuk mengaktifkan jalur koagulasi instrinsik dan ekstrinsik serta mengurangi aktivitas fibrinolitik. Hal inilah yang dapat menerangkan adanya trombosis yang terjadi pada vaskulitis. Besbas dan kawan-kawan dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa sitokin-sitokin pro inflamasi diatas dapat menstimulasi pelepasan kemokin dari sel endotel, dengan demikian sitokin tersebut dapat menarik sel-sel inflamasi, menginduksi ekspresi sel molekul adhesi pada sel endotel serta memperantarai perlekatan molekul tersebut pada dinding pembuluh darah. Yang dan kawankawan kawan dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa beberapa faktor tertentu pada serum anak-anak dengan HSP yang aktif dapat berinteraksi dengan sel endotel dan sel endotel yang teraktivasi kemudian dapat menghasilkan beberapa kemotraktan yang potent, seperti IL-8 dan meningkatkan ekspresi molekul adhesi.

 

LcV yang terjadi pada HSP biasanya muncul sebagai suatu makula eritematosa atau suatu  purpura yang palpabel dengan predileksi pada tempat tertentu pada bagian tubuh, khususnya pada  bagian bawah tungkai  tungkai  Lesi yang dapat timbul meliputi vesikel/bula haemoragik, nodul, ulkus  berkrusta, livedo retikularis dan pustul atau lesi anular (kondisi yang HSP merupakan penyakit yang diperantarai oleh kompleks imun). Terjadinya suatu reaksi kompleks imun pada HSP ini kurang lebih sama dengan reaksi kompleks imun yang terjadi pada reaksi Arthus, suatu reaksi hipersensitivitas tipe III menurut Coombs and Gell. Suatu kompleks imun yang menyebabkan  penyakit dibentuk oleh ikatan antibodi dengan self antigen maupun antigen asing. Dengan demikian, penyakit yang diperantarai kompleks imun cenderung bermanifestasi sistemik. Kompleks antigen-antibodi diproduksi selama terjadi respons imun normal, tetapi keadaan ini dapat menimbulkan suatu penyakit bila kompleks imun yang dihasilkan dalam jumlah banyak dan tidak dibebaskan/dibersihkan secara efisien yang pada akhirnya akan terdeposit di jaringan. Deposit kompleks imun pada dinding pembuluh darah menyebabkan inflamasi pembuluh darah dan kerusakkan jaringan di sekitarnya yang diperantarai oleh komplemen dan reseptor Fc. Pada HSP, kompleks IgA terbentuk dan terdeposit di kulit, saluran pencernaan dan glomeruli, menyebabkan respons inflamasi lokal. LcV pada akhirnya timbul disertai dengan nekrosis pada  pembuluh darah kecil. Normalnya Normalnya IgA ditemukan ditemukan di serum dan di cairan mukosa. Sebagai contoh, yang terjadi pada HSP yaitu kompleks yang terbentuk adalah IgA1 yang berbentuk polimerik. IgA1 yang abnormal ini dikenal dengan Gal-d IgA1 (galactose deficiency of the O-linked glycan  pada hinge region IgA1), yang lebih banyak ditemukan pada p ada HSP nefritis. Glikosilasi pada hinge region IgA1 yang tidak normal ini akan menyebabkan defisiensi galaktosa dan atau asam sialik, dimana molekul-molekul ini menyebabkan agregasi IgA dan dengan demikian terjadi kompleks makromolekul.

Bermacam-macam

autoantibodi

IgA

dapat

 berhubungan dengan d engan HSP. HSP . ANCA terdiri dari kelompok antibodi terhadap bagian sitoplasma netrofil, khususnya proteinase-3 (PR3) dan mieloperoksidase (MPO). Bagaimanapun juga peran ANCA  pada HSP masih kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan klas IgA ANCA ditemukan pada beberapa persen  penderita HSP, dimana penelitian lain tidak dapat menunjukkan IgA ANCA pada penderita HSP. Autoantibodi lain meliputi IgA rheumatoid factor dan IgA anticardiolipin antibodies (aCL) yang

 

 juga dapat ditemukan pada beberapa penderita HSP akut. LcV yang terjadi pada HSP biasanya muncul sebagai suatu makula eritematosa atau suatu purpura yang palpabel dengan predileksi pada tempat tertentu pada bagian tubuh, khususnya pada bagian bawah tungkai.  tungkai.  Lesi yang dapat timbul meliputi vesikel/bula haemoragik, nodul, ulkus berkrusta, livedo retikularis dan pustul atau lesi anular (kondisi yang jarang). Manifestasi ekstrakutan terjadi pada 20% 20 % individu meliputi artralgia, miositis, demam ringan dan malaise. Lebih jarang lagi, juga dapat terjadi gangguan ginjal, gastrointestinal,

paru

dan

neurologi.

Beratnya

perubahan

histopatologi

tidak

dapat

memprediksikan adanya keterlibatan ekstrakutan.

GEJALA KLINIS

Pada 1/2 - 2/3 kasus pada anak ditandai dengan infeksi saluran napas atas yang muncul 13 minggu sebelumnya berupa demam ringan dan nyeri kepala. Artralgia dan artritis ditemukan  pada 68-75% kasus dan 25% nya merupakan keluhan penderitasaat datang berobat. Timbul mendahului kelainan kulit (1-2 hari); terutama mengenai lutut dan pergelangan kaki, dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku, dan persendian jari tangan. Sendi-sendi bengkak dan nyeri,  bersifat sementara dan tidak menimbulkan deformitas yang menetap. Kelainan kulit ditemukan pada 95 - 100% kasus, 50% nya merupakan keluhan penderita saat datang  berobat; berupa macular rash simetris terutama di kulit yang sering terkena tekanan yaitu  bagian belakang belakan g kaki, bokong, dan lengan sisi ulna. Dalam 24 jam makula berubah menjadi lesi  purpura, mula-mula berwarna merah, lambat laun berubah menjadi ungu, kemudian coklat kekuning-kuningan lalu menghilang; dapat timbul kembali kelainan kulit baru. Kelainan kulit dapat pula ditemukan di wajah dan tubuh, dapat berupa lesi petekie dan ekimotik, dapat disertai rasa gatal (pruritic rash). Keluhan perut ditemukan pada 35-85% kasus; biasanya timbul sesudah kelainan kulit (1-4 minggu sesudah onset ). ). Nyeri perut dapat berupa kolik abdomen di periumbilikal, disertai mual dan muntah (85%). Pada 2-3% kasus dapat ditemukan intususepsi ileoilial atau ileokolonal. Diare  berdarah dapat menyertai  pruritic rash. Pada 20-50% kasus ditemukan angioedema wajah (kelopak mata, bibir) dan ekstremitas (punggung tangan dan kaki). Kelainan ginjal ditemukan pada

 

50% kasus anak yang lebih besar dan 25 % ditemukan pada anak usia < 2 tahun; < 1 % berkembang menjadi gagal ginjal. Biasanya terjadi setelah 3 bulan onset onset penyakit  penyakit atau 1 bulan setelah onset   ruam kulit. Adanya kelainana kulit yang persisten sampai 2-3 bulan biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal berat. Mungkin ditemukan hematuri dengan proteinuria derajat ringan sampai berat; dapat terjadi sindrom nefrotik. Risiko nefritis meningkat pada usia onset di atas 7 tahun, lesi purpura menetap, keluhan abdomen yang berat dan penurunan faktor XIII. Jarang terjadi oliguria dan hipertensi. Kelainan skrotum menyerupai testicular torsion; torsion; edema skrotum dapat terjadi pada awal penyakit (2-35%). Kelainan susunan saraf pusat dan paru-paru jarang terjadi.   terjadi.

DIAGNOSIS

A.  Kriteria American College of Rheumatology 1990 : Bila memenuhi minimal 2 dari 4 gejala, yaitu: 1. Palpable purpura non trombositopenia 2. Onset gejala pertama < 20 tahun 3. Bowel angina 4. Pada biopsi ditemukan granulosit pada dinding arteriol atau venula B.  Kriteria European League Against Rheumatism (EULAR) 2006 dan Pediatric Rheumatolog Society (PreS) 2006 : 1. 1. Palpable  Palpable purpura  purpura harus ada 2. Diikuti minimal satu gejala berikut :

   Nyeri perut difus,



  Deposisi IgA yang predominan (pada biopsi kulit)



  Artritis akut atau atralgia



Biopsi merupakan standar baku dalam penegakan diagnosis suatu vaskulitis. Pemilihan lokasi lesi sebagai spesimen dan cara pengambilannya akan sangat mempengaruhi hasil biopsi.

 

Pemilihan antara biopsi shave, biopsi punch maupun biopsi eksisional akan mempengaruhi  pembuluh darah yang akan diperiksa, dimana tipe pembuluh darah tersebut tergantung dari lokasi antara kulit dan subkutan. Secara keseluruhan biopsi diambil dari lesi kulit yang paling merah/purpurik, dengan waktu optimal pengambilan spesimen sebaiknya kurang dari 48 jam setelah muncul gejala atau muncul lesi vaskulitis. Biopsi punch merupakan cara biopsi yang paling sesuai untuk kondisi dimana dicurigai terdapat keterlibatan pembuluh darah kecil seperti HSP. Lesi purpurik yang dilakukan biopsi dalam pada 24 jam pertama akan memberikan gambaran deposit fibrin pada dinding pembuluh darah disertai dengan infiltrasi neutrofil. LcV normalnya ditemukan di venula post-kapiler, dengan demikian dari pembuluh darah inilah leukosit keluar dan memasuki jaringan yang mengalami inflamasi. Gambaran histopatologi pada HSP biasanya tidak dapat dibedakan dengan bentuk LcV lain. Gambaran tersebut berupa vaskulitis neutrofilik pada  pembuluh darah kecil yang terbatas pada dermis superfisial, walaupun seluruh dermis juga dapat terkena. Pada dermis dapat ditemukan adanya edema yang bervariasi serta dapat juga ditemukan ekstravasasi eritrosit.Seperti diketahui sebelumnya, target utama pada vaskulitis adalah dinding  pembuluh darah. Ukuran pembuluh darah yang terkena pada vaskulitis ini berkaitan dengan morfologi klinis. LcV pada HSP terjadi pada pembuluh darah kecil dan biasanya terbatas pada kulit. Infiltrat neutrofilik perivaskular superfisial. LcV yang diinduksi oleh kompleks imun pada HSP dengan manifestasi palpabel purpura pada tungkai. Vaskulitis neutrofilik pembuluh darah kecil pada HSP pada pembesaran 40 kali dan 100 kali yang sedikit disertai dengan debris nuklear dan ekstravasasi eritrosit akan memberikan gambaran klinis berupa plak dan papula urtikarial, yang akan bertahan lebih dari 24 jam dan mengalami resolusi pigmentasi perlahan-lahan. LcV kutaneus paling sering berupa purpura (palpabel/non-palpabel). Sampai saat ini pemeriksaan DIF masih kontro-versi karena terdapat beberapa pertanyaan yang masih belum terjawab. Pertama, tidak ada penelitian pasti mengenai cara pengambilan biopsi yaitu apakah pada lesi kulit atau nonlesi. Kedua, tidak adanya kesepakatan mengenai imunoglobulin yang dominan pada pembuluh darah yang dideteksi. Perbedaan hasil menimbulkan pertentangan pada DIF dalam mengklasifikasikan LcV kutaneus. Penelitian yang dilakukan oleh Barnadas dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa biopsi yang diambil dari lesi kulit memiliki kemungkinan hasil h asil DIF positif yang lebih besar dibandingkan bila biopsi diambil dari kulit tanpa lesi dimana terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik. Grunwald dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa pemeriksaan DIF tidak hanya berguna pada lesi awal vaskulitis, tetapi juga berguna pada semua stadium

 

vaskulitis. Bahkan biopsi yang diambil setelah satu minggu masih terdapat kemungkinan hasil yang positif bila dilakukan DIF. DIF merupakan prosedur yang sangat berguna pada penderita suspek vaskulitis, dan lebih spesifik lagi yaitu untuk memastikan diagnosis HSP. Walaupun demikian, prosedur biopsi punch sebaiknya tetap dilakukan karena dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam mendeteksi adanya vaskulitis ini. Mayoritas kasus HSP akan menunjukkan hasil DIF yang positif. Deposit yang paling sering adalah C3, diikuti oleh IgG, IgM dan fibrinogen. Deposit ini biasanya tersusun granular atau fibrilar dan terlihat di sepanjang dinding pembuluh darah baik pada ruang ekstravaskular maupun intravaskular, sedangkan deposit fibrinogen terdapat di seluruh dermis. Deposit yang terdapat di dinding pembuluh darah bukan merupakan suatu diagnostik LcV dan mungkin saja dapat terlihat pada spesimen biopsi dari tungkai bawah tanpa vaskulitis atau tanpa lesi. Jika ditemukan penderita suspek vaskulitis yang memiliki lesi di tempat selain tungkai bawah seperti HSP, maka biopsi juga sebaiknya diambil dari tempat tersebut. Diagnosis banding HSP diantaranya adalah vasculitis urticarial (VU), yaitu suatu kondisi yang ditandai oleh adanya wheals yang menetap lebih dari 24 jam. Sekitar 20% penderita yang mengalami urtikaria kronik akan mengalami kondisi ini. Gambaran histopatologi VU sebenarnya tidak sepenuhnya berupa LcV walaupun terdapat debris nuklear fokal atau deposit fibrin vaskular dengan atau tanpa extravasasi eritrosit. Neutrofilia pada jaringan serta pemeriksaan DIF menunjukkan adanya lupus band test point yang positif, yaitu kondisi yang berhubungan dengan  penyakit gangguan jaringan konektif, terutama SLE atau sindroma Sjorgen. Eritema elevatum diutinum (EED) adalah suatu LcV kronis dan diklasifikasikan sebagai dermatosis neutrofilik. Histogenesis terjadinya EED adalah adanya deposit kompleks imun pada sirkulasi, fiksasi komplemen, inflamasi dan destruksi vaskular. Manifestasi klinis EED adalah berupa  papula/nodula/plak multipel yang eritema hingga violaseus yang menetap dan simetris pada  permukaan ekstensor tangan, ssiku, iku, pergelangan tangan, lutut dan lain-lain. Gambaran histopatologi EED adalah suatu LcV kronis yang ditandai dengan den gan penebalan dinding pembuluh darah, neutrofilia  pada mural dan luminal, oklusi vaskular, nekrosis dinding pembuluh darah, swelling pada sel endotel, leukositok-lasia dan neutrofilia dengan limfosit di dermal. Cryoglobulinemia vasculitis (CV) adalah vaskulitis yang mengenai pembuluh darah kecil-sedang. Dasar patogenesis terjadinya CV yaitu adanya deposit kompleks imun pada dinding pembuluh darah yang dibentuk oleh krioglobulin. Imunoglobulin ini akan mengendap pada suhu 37° Celcius, dan akan larut lagi pada

 

temperatur yang lebih tinggi. Manfestasi klinis CV yaitu purpura, sianosis pada akral, ulkus atau livedo retikularis.

TATA LAKSANA

Pada dasarnya tidak ada pengobatan spesifik untuk HSP. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan golongan NSAIDs seperti ibuprofen atau parasetamol 10 mg/kgBB. Jika terjadi edema dilakukan elevasi tungkai. Beri diet lunak selama terdapat keluhan keluh an perut seperti muntah dan nyeri n yeri  perut. Pertimbangkan pemberian kortikosteroid kortikosteroid pada kondisi sangat berat seperti sindrom sindrom nefrotik menetap, edema, perdarahan saluran cerna, nyeri abdomen berat, keterlibatan susunan saraf pusat dan paru. Lama pemberian berbeda-beda, Faedda menggunakan metilprednisolon 250-750 mg/hari/iv selama 3-7 hari dikombinasikan dengan siklofosfamid 100-200 mg/hari untuk fase akut HSP yang berat; dilanjutkan dengan prednison oral 100-200 mg selang sehari dan siklofosfamid 100-200 mg/hari selama 30-75 hari sebelum siklofosfamid dihentikan langsung dan tapering   off steroid hingga 6 bulan. Penderita dengan nyeri perut hebat, perdarahan saluran cerna atau  penurunan fungsi ginjal, memerlukan perawatan di rumah sakit. 

PROGNOSIS

Prognosis baik pada sebagian besar kasus, sembuh pada 94% kasus anak-anak dan 89% kasus dewasa (beberapa kasus memerlukan terapi tambahan). Rekurensi dapat terjadipada 10-20% 10 -20% kasus, umumnya pada anak yang lebih besar dan dewasa; < 5% penderita berkembang menjadi HSP kronis. Keluhan nyeri perut pada sebagian besar penderita biasanya sembuh spontan dalam 72 jam.

KESIMPULAN

HSP merupakan suatu bentuk LcV yang merupakan suatu proses imunologi dan inflamasi yang sangat kompleks. Pada kondisi kon disi ini terdapat interaksi antara leukosit dan sel endotel pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya LcV. LcV merupakan diagnosis histopatologi dan dapat dijumpai pada berbagai macam penyakit vaskulitis lain. Manifestasi klinis utama yang didapat  pada HSP adalah adanya purpura palpabel yang biasanya banyak dijumpai di daerah tungkai, namun juga dapat dijumpai pada area tubuh lain. LcV pada HSP biasanya berkaitan dengan

 

spektrum luas dari suatu kondisi inflamasi sistemik, meliputi keganasan, infeksi, hipersensitivitas obat, bahan kimia, bakteri, virus, penyakit kolagen-vaskular dan hepatitis kronis yang aktif. Sampai saat ini patofisiologi terjadinya HSP masih belum dapat dimengerti sepenuhnya. Adanya deposit kompleks imun yang terdiri dari IgA merupakan kunci terjadinya LcV pada HSP. Biopsi kulit adalah standar baku untuk diagnosis vaskulitis kutaneus, dimana gambaran biopsi ini memiliki korelasi dengan manifestasi klinisnya. Kombinasi pemeriksaan DIF, ANCA dan  penemuan klinis dapat menegakkan diagnosis diagnosis yang lebih tepat dan akurat dari sindroma vaskulitis  baik lokal maupun sistemik. Gambaran histopatologi HSP yang umum adalah nekrosis fibrinoid  pada dinding pembuluh darah, edemapada endotel dan infiltrat neutrofilik yang menunjukkan fragmentasi nuklear. HSP dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Yang paling penting dalam menangani penderita dengan HSP ini adalah observasi mengenai gejala baik itu gejala lokal maupun gejala sistemik serta pencegahan terjadinya komplikasi yang serius.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Licthman AH, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology. Sixth Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. Carlson JA, Foong HBB. Cutaneous vasculitis. In: Kels JMG editor. Color Atlas of Dermatopathology. USA: Informa Healthcare; 2007.p.71-96 Cassidy JT, Petty RE. Leukocytoclastic vasculitis: Henoch-Schonlein purpura. In: Cassidy JT, Petty RE,Laxer RM,dkk.Textbook of Pediatrics Rheumatology 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005; 496-501. Mills JA, Michel BA, Bloch DA, Calabrese LH, Hunder GG, Arend WP, et al. The American College of Rheumatology Rheuma tology 1990 Criteria for the Classifi cation of Henoch-Scho Henoch-Schonlein nlein purpura. Arthritis Rheum. 1990; 33:1114-21. Soepriadi M,Setiawan B.Henoch Schonlein purpura.Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak.edisi ke-3.Bandung:Bagian IKA FK Unpad,2005; 167-9. Yang YH, Chuang YH, Wang LC, Huang HY, Gershwin ME, Chiang BL. The immunobiology of Henoch-Schonlein Purpura. Autoimmune Review 2008;7:179-84.2

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF