Healing Proses Otot Dan Tendon
September 30, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Healing Proses Otot Dan Tendon...
Description
A. Healing Proses pada Otot dan Tendon ”
1. Fase inflamasi akut Fase inflamasi akut dimulai segera setelah terjadinya cedera pada jaringan lunak yng ditandai dengan kemerahan, pembengkakan, peningkatan tenperatur dan nyeri. Pada fase inflamasi terjadi cedera pada struktur kapiler dan vasodilatasi sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan sirkulasi darah pada area yang cedera. Neutrofil dan makrofag ditarik kesisi yang cedera untuk menghilangkan zat-zat asing dan jaringan yang rusak dari area tersebut. Respon inflamasi terjadi paling lambat 2 - 4 hari.
2. Fase repair fibroblastic (proliferase) Dimulai paling cepat pada hari ketiga dan paling lambat dua minggi setelah cedera, terbentuk pembuluh darah yang baru, fibroblast menuju ke daerah yang cedera untuk mensintesis substansi halus dan kolagen. Tepi luka mulai mengerut dan kolagen tipe III yang lebih lemah disimpan untuk membentuk jaringan scar (bekas luka).
3. Fase Remodeling Kolagen disintesis dan dibentuk terus menerus. Peralihan dari kolagen tipe III menjadi kolagen tipe I. Kemudian jaringan kolagen pada bekas luka menjadi paralel dalam satu garis lurus sebagai hasil penerapan daya tarikan pada jaringan yang cedera. Jaringan kolagen yang paralel tersebut biasanya didapatkan 2 bulan setelah cedera dan membiarkan jaringan menahan beban tarikan yang lebih besar. Namun fase healing terakhir merupakan proses yang panjang dan dimulai setidaknya 3 minggu setelah cederan hingga paling lambat satu tahun. Selama proses remodeling Kekuatan tarikan pada jaringan yang cedera terus meningkat dan pada 3 bulan telah meningkat hingga 80% hampir sama dengan jaringan yang normal. Setelah fase remodeling selesai, kekuatan tarikan pada jaringan yang rusak terkadang tidak sama dengan jaringan yang tidak cedera.
Cedera pada otot melibatkan suatu proses yang sama yaitu sel satelit, yang merupakan stem sel yang spesifik pada otot yang terletak pada tepi otot. Pada saat otot mengalmi mengalmi cedera, miofiber yang robek mengerut dan celahnya terisi dengan udem dan bahkan jaringan scar. Pada akhir dari tarikan muscle fiber, sel satelit akan aktif untuk proliferase dan menyebabkan regenerasi otot. Dibandingkan dengan otot, tendon memiliki sedikit vaskularisasi sehingga menyebabkan oksigen dan nutrisi juga akan kurang saat terjadinya cedera. Sehingga hasilnya tendon akan lebih lambat dibandingkan otot dalam proses penyembuhan setelah cedera. Pada tendon terjadi proses ekstrinsik dan intrinsik. Mekanisme ekstrinsik melibatkan sel inflamasi dan fibroblast dari daerah sekitar masuk ke area cedera untuk memperbaiki tendon. Sementara mekanisme intrinsik melibatkan sel inflamasi dan fibroblast dari dalam tendon. Didalam tendon sel yang meperbaiki disebut tenocyte tenocyte,, yang diaktifkan untuk memproduksi kolagen. Meskipun kolagen dibutuhkn untuk membantu
perbaikan tendon yang rusak, fibrosis berkembang, berkembang, dan menghasilkan menghasilkan formasi perlengketan pada sekeliling jaringan jika terjadi sintesis kolagen yang berlebihan.
B. Proses Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur umumnya dilakukan dengan cara imobilisasi. Akan tetapi, penyembuhan penyembu han fraktur alamiah dengan kalus dan pembentuka pembentukan n kalus berespon terhadap pergerakan pergerakan bukan terhadap pembidaian. pembidaian. Pada umum umumnya nya fraktur dilakukan pembidaian hal ini dilakukan tidak untuk menjamin penyatuan tulang namun untuk meringankan nyeri dan menjamin penyatuan tulang pada posisi yang benar dan mempercepat mempercepat pergerak pergerakan an tubuh dan pengembalian fungsi (Solomon et al., al., 2010).
Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan pembentukan fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama. Fraktur merusak pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati. Pembekuan darah dibuang bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag dan matriks yang rusak, tulang t ulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas (Mescher, (Mescher, 2013).
2.1.3.1 Penyembuhan dengan kalus Proses ini adalah bentuk alamiah dari penyembuhan fraktur pada tulang tubular tanpa fiksasi, proses ini terdiri dari lima fase, yaitu (Solomon et al. al.,, 2010) : 1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom Pembuluh darah robek dan terjadi pembentukan hematom disekitar fraktur. Tulang pada permukaan permuka an yang patah, patah, kehilangan asupan asupan darah, darah, dan mati mati (gambar 2a). 2a). 2. Inflama Inflamasi si dan proliferasi selular Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi akut dengan migrasi sel inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari stem sel mesenkimal dari periosteum menembus kanal medular dan sekitar otot. Sejumlah besar mediator inflamasi seperti sitokin dan beberapa faktor pertumbuhan dilibatkan. Selanjutnya bekuan darah hematom diabsorbsi perlahan dan membentuk kapiler baru pada area area tersebut. tersebut. 3. Pembentukan kalus Diferensiasi stem sel menyediakan sejumlah sel kondrogenik dan osteogenik. Pada kondisi yang tepat mereka akan mulai membentuk tulang dan pada beberapa kasus, juga membentuk kartilago (gambar 2b). Di sejumlah sel ini terdapat osteoklas yang siap membersihkan tulang yang mati. Massa seluler yang tebal bersama pulau‒pulau tulang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau rangka pada permukaan periosteum dan endosteum. Saat anyaman tulang yang imatur termineralisasi menjadi lebih keras (gambar 2c), pergerakan pada lokasi fraktur menurunkan progresivitas dan fraktur menyatu dalam 4 minggu setelah cidera.
4. Konsolidasi Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamelar dengan aktivitas osteoklas dan osteoblas yang kontinyu. Osteoklas pada proses ini melakukan pelubangan melalui debris pada garis fraktur, dan menutup kembali jaringan tersebut. Osteoblas mengisi ruang yang tersisa antara fragmen dan tulang baru. Proses ini berjalan lambat sebelum tulang cukup kuat untuk menopang beban dengan normal. 5. Remodeling Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada beberapa bulan atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped dengan proses yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan pembentukan tulang (gambar 2d).
(a) Pembentukan hematom fraktur
(b) Pembentukan kalus (c) Pembentukan kalus (d) Tulang yang
pada
mengalami fibrokartilago
yang keras
remodeling
Gambar 2. Proses penyembuhan fraktur (Mescher, 2013)
Penyembuhan dengan penyatuan langsung (direct (direct union) union)
Proses penyatuan langsung tidak lagi melibatkan proses pembentukan kalus. Jika lokasi fraktur benar‒benarr dilakukan imobilisasi dengan menggunakan benar‒bena menggunakan plate plate,, tidak dapat memicu kalus. Namun, pembentukan pembentuka n tulang baru dengan osteoblas timbul secara langsung diantara fragmen. Gap antar permukaan permukaa n fraktur diselubungi oleh kapiler baru dan sel osteoprogenitor tumbuh tumbuh dimulai dari pangkal dan tulang baru terdapat pada permukaan luar ( gap ( gap healing ). ). Saat celah atau gap sangat kecil, osteogenesis memproduksi tulang lamelar, gap yang lebar pertama – tama tama akan diisi dengan tulang anyaman yang selanjutnya dilakukan remodeling untuk menjadi tulang lamelar. Setelah 3‒4 minggu, m inggu, fraktur sudah cukup kuat untuk melakukan penetrasi dan bridging mungkin kadang ditemukan tanpa adanya fase pertengahan atau contact healing (Solomon (Solomon et al., al., 2010)
Penyembuhan dengan kalus, meskipun tidak langsung (indirect ( indirect ) memiliki keuntungan antara lain dapat menjamin kekuatan tulang di akhir penyembuhan tulang, dengan peningkatan stres kalus berkembang lebih kuat sebagai contoh dari hukum Wolff . Dengan penggunaan fiksasi metal, disisi lain, tidak terdapatnya kalus berarti tulang akan bergantung pada implan metal dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena, implan akan mengurangi stress, yang mungkin dapat menyebabkan osteoporotik dan tidak sembuh total sampai implan dilepas (Solomon et al., al., 2010).
C. Meniscus
Cedera Meniskus adalah cedera yang dialami oleh bantalan sendi lutut. Cedera pada meniskus sering terjadi
pada olahraga
yang melibatkan gerakan berputar
dan squat seperti pada
bolabasket, bolabaske t, sepak bola atau atau bulu tangkis tangkis (Setiawan, A. 2011). Cedera meniskus meniskus lebih sering terjadi pada bagian medial dibanding bagian lateral,karena meniskus medial menanggung beban 90% dari masa tubuh. Pada pasien muda, biasanya terjadi gerakan berputar pada saat menumpu berat badan dengan posisi fleksi knee. Pada lansia, tear umumnya terjadi karena faktor degenerative dan cenderung mengakibatkan robekan horizontal. Pada atlet, cedera meniscus paling sering disebabkan disebabkan oleh trauma atau aktivitas berulang seperti lari yang ,mengakibatkan ,mengakibatkan stress pada knee joint (Thomas L. & Wickiewiz, 2016). Sobekan kecil tidak menyebabkan gejala langsung tapi biasanya nyeri dan pembengkakan meningkat dari waktu ke waktu (24 - 48 jam). Cedera meniscal yang parah dapat menimbulkan rasa nyeri yang berat dan membatasi rentang gerak. Untuk menyembuhkan atau menghilangkan meniscus yang telah sobek mungkin diperlukan operasi arthroscopic. Operasi tersebut dilakukan dengan memasukkan sebuah kamera dan instrumen-instrumen kedalam sendi lutut melalui irisan kecil pada kulit. Dengan instrumeninstrumen tersebut, meniscus yang rusak dapat dilihat dan diobati (Ningtwish, 2012).
Cedera meniskus dapat terjadi baik trauma maupun non trauma. Cedera meniskus oleh karena non trauma, biasanya terjadi pada orang usia dewasa pertengahan dan usia tua. Hal ini disebabkan oleh suatu proses degeneratif seperti osteoarthritis. Sedangkan cedera meniskus oleh karena trauma, umumnya terjadi pada orang muda dan berhubungan dengan kegiatan olahraga (sepak bola, basket, ski, dan baseball). baseball). Mekanisme Mekanisme injuri dari cedera meniskus karena trauma ini biasanya berhubungan dengan gerakan lutut yang melakukan melakukan gaya twisting, cutting, hiperekstensi, atau akibat adanya kekuatan yang begitu besar. Biasanya sekitar 80% kasus cedera meniskus berhubungan dengan cedera ACL (Markis et al, 2014).
Klasifikasi cedera meniskus bergantung pada lokasi, ketebalan, stabilitasnya dan bentuk robekannya. Berdasarkan lokasinya, robekan meniskus dapat terjadi pada bagian perifer (red – red zone), bagian transisi (red – (red – white white zone) dan bagian dalam (white – (white – white white zone). Sedangkan
berdasarkan berdasark an bentuk robekannya, robekannya, dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu : longitudinal, longitudinal, vertikal – longitudinal
(bucket
handle),
flat/oblique,
vertikal
radial/transverse,
dan
horizontal/kompleks (degeneratif). Semua kategori tersebut disertai dengan adanya pemeriksaan pasien melalui anamnesis anamnesis yang akurat, pemeriksaan pemeriksaan fisik yang baik dan ditunjang dengan pemeriksaan pemeriks aan penunjang penunjang yang memadai memadai (MRI) (Markis (Markis et al, 2014). Cedera meniskus sering dikelompokkan sesuai dengan orientasi pergerakan meniscus sendiri yaitu vertikal longitudinal, vertikal radial, horizontal, miring atau kompleks. Cedera meniskus vertikal longitudinal terjadi antara serat kolagen sirkumferensial. Oleh karena itu, biomekanik lutut tidak selalu terganggu dan cedera ini bersifat asimtomatik. Cedera meniskus vertikal komplit kadang-kadang bisa berputar dalam sendi yang dikenal sebagai cedera meniskus "bucket handle". Ini adalah cedera meniskus yang tidak stabil yang menyebabkan gejala mekanis atau benar-benar mengunci lutut. Cedera meniskus radial vertikal berefek menjadikan serat kolagen melingkar dan mempengaruhi kemampuan meniskus untuk menyerap beban tibiofemoral. Cedera ini biasanya tidak bisa diperbaiki. Menisektomi parsial tidak mengembalikan fungsi secara normal dan mempercepat perubahan degeneratif yang mungkin terjadi. Cedera meniskus horisontal membagi meniskus ke bagian atas dan bawah dan tanpa ada gejala klinis. Frekuensi mereka meningkat seiring bertambahnya usia dan sering disertai dengan kista meniscal. Robekan oblik menyebabkan flap yang membuat mekanis pada meniscus tidak stabil. Pola robek ini membutuhkan reseksi untuk mencegah penyebaran cedera saat flap tersangkut di dalam sendi selama gerakan fleksi. Cedera meniscus kompleks atau degeneratif adalah dimana terdapat dua atau lebih pola cedera pada meniskus. Cedera ini lebih banyak terjadi pada orang tua dan dapat meyebabkan terjadinya osteoartritis pada lutut (Mordecai, 2014).
1) Non Operatif Operatif Phase I – RICE RICE
Terapkan protokol r est, est, ice, compression, elevation elevation pada penanganan akut untuk mengurangi nyeri dan swelling. Pemberian es dilakukan selama 20 menit setiap 2 jam sepanjang 24 - 72 jam pertama pada fase akut. Phase II – ROM ROM & Flexibility
Keterbatasan ROM dan penurunan fleksibiltas dapat terjadi akibat adanya proses
inflamasi berupa edema dan nyeri pada fase sebelumnya. Memelihara ROM dan fleksibiltas jaringan disekitar lutut dengan mobilisasi sendi patellofemoral, tibiofemoral, dan superior tibiofibular. Fleksibitas otot dapat dijaga dengan melakukan pasif dan aktif stretching. Phase III – Strengthening Strengthening
Latihan penguatan diberikan kepada otot otot penunjang lutut terutama quadriceps dan hamstring. Jenis latihan pada tahap ini dapat berupa quadriceps set, hamstring curl,
straight leg raising, heel raises. –
Phase IV Advance Strengthening and Stretching Untuk mamaksilkan aktivasi otot otot penopang lutut maka diberikan peningkatan latihan
sesuai dengan respon healing pasien. Jenis latihan yang dapat diberikan berupa weight bearing resistive resistive exercise exercise seperti seperti sepeda sepeda statis, statis, single leg press.
Protokol Rehabilitasi pada Meniscectomy Parsial Minggu 1
Minggu 2-3
Progress
Memulai
Fungsional
Bearing tanpa crutch
Kriteria
-
Full
Weight
Strengtening
Exc
-
ada
-
peningkatan peningkata n
Tidak timbul nyeri
-
Tidak peningkatan peningkata n
-
ada
Tidak
Full AROM Tidak ada efusi Functional testing >85%
efusi/edema -
edema / efusi -
Return to sport
progresif
Full Ekstensi saat
berjalan - Tidak
-
Minggu 4-8
Kekuatang quadriceps >85%
ada
peningkatan peningkata n nyeri -
Kontrol quadricceps
-
Full aktif ROM ekstensi lutut
Evaluasi
- Nyeri
- Nyeri
-
Functional testing
-
Gait
-
Gait
-
Isokinetic testing
-
Aktivasi
-
Efusi/edema
-
Self
quadricceps
-
Luka Insisi
functional
-
Mobilitas patella
-
Aktivasi
measure
-
Luka insisi
-
Efusi/edema
report
quadriceps -
AROM
-
Mobilitas patella
-
Keseimbangan berdiri
Intervensi
-
Manajemen nyeri
-
Kontrol efusi/edema
-
Aktivasi
-
quadriceps ROM Exercise
-
Penurunan
-
Exercise
Edema/efusi -
Strengthening
-
Endurance Exercise
Endurance Exercise
exercise -
Strenghtening
-
Latihan spesifik
-
-
Flexibility Exercise
Proprioception Exercise
-
Flexibility Exercise
-
Target
-
Maximum ROM
- Normal mobilitas
Full
Weight
Return to sport
Bearing
patella
-
Full ROM
-
Straight leg raise
-
Strenghtening
-
tanpa hambatan Full pasif
Exercise nyeri
tanpa
ekstensi
Protokol Rehabilitasi pada Meniscus Repair Minggu 1-3 parsial
Minggu 4-11
Minggu 12-15
Minggu 16-24
Memulai full weight
Memulai
Mulai
Progres
Memulai
Fungsio
tanpa brace ataupun full weight bearing tanpa
nal
bearing posisi lutut
tahapan
jogging
latihan
aktivitas cutting dan jumping
full extensi dengan
Kriteria
brace -
Tidak
ada
-
Straight
leg
peningkatan peningkata n
raise
efusi
hambatan
-
Tidak
ada
-
-
Tidak
ada
peningkatan peningkata n
efusi
tanpa
Tidak
efusi
ada
saat
- Nyeri
post
operasi dapat
-
ditoleransi -
ekstensor
nyeri
Penurunan
patellofemor patellofem or
efusi
al
Full ekstensi
-
saat gait
Tidak
lari -
Tidak
ada
nyeri ada
-
Isokinetik
gangguan
testing
gait
>85% -
Functional testing >85%
Evaluasi
- Nyeri
- Nyeri
-
Gait
-
Gait
- -
- -
Efusi Mobilitas
-
Isokinetik testing
-
Isokinetik testing
patella
-
Functional
-
Functional
Efusi Mobilitas patella
-
Aktivasi patella
-
quadriceps
testing
testing
Aktivasi -
Efusi
-
Efusi
-
AROM/PRO
-
M -
-
Pasif
-
Self
report
M
functional
Keseimbanga
status
Self
report
functional status
n berdiri
Ekstensi
Interven si
AROM/PRO
-
Luka insisi
- -
Kontrol nyeri Kontrol
-
AROM/PRO M Exercise
-
Strenghtenin g exercise
-
Strenghtenin g Exercise
edema/efusi
-
Aktivasi dan
-
Endurance
-
Endurance
- -
Mobilitas
Strenghtening
patella
Quadriceps -
AROM
-
Exercise
Proprioceptio n Exercise
General
-
Aktivasi
Closed Chain
dengan
Exercise
electrical stimulan
(Flexi
View more...
Comments