Hasnida Dan Indri Kemala Hubungan Antara Stres Dan Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki

September 15, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Hasnida Dan Indri Kemala Hubungan Antara Stres Dan Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki...

Description

 

PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005

  HUBUNGAN ANTARA STRES DAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA REMAJA LAKI LAKI Hasnida dan Indri Kemala P S. Psikologi Fakultas Kedokteran Kedokteran Universitas Sumatera Sumatera Utara

Intisari Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres dan perilaku merokok pada remaja laki-laki. Hipotesis penelitian ini adalah bahwa ada hubungan positif antara stres dan perilaku merokok pada remaja laki-laki. Penelitian ini melibatkan 98 orang siswa SMA Negri I Medan dan SMA Swasta Mehodist I Medan dengan karakteristik sampel berjenis kelamin laki-laki, usia 15-18 tahun dan berperilaku merokok. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Stres dan Skala Perilaku Merokok. Teknik analisa data yang digunakan adalah korelasi Pearson Product Moment.. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara stres dan perilaku merokok pada remaja dengan koefisien korelasi sebesar 0.792,(p < 0.01) yang artinya apabila tingkat stres pada remaja laki-laki tinggi maka semakin tinggi kecenderungan perilaku merokok pada remaja laki-laki. Juga dapat diketahui bahwa sumbangan efektif variabel stres terhadap peningkatan perilaku merokok adalah sebesar 63 %. ata unci  : Stres, Perilaku Merokok, Remaja Laki-Laki Abstract The study was a corelational, aimed to find the association between stress and smoking behaviour in male teenagers. The hypothesis of the study was that there is a positive relationship between stress and smoking behaviour in male teenagers. The sample were 98 students from SMA Negri I Medan and SMA Methodist I Medan characterized by age of 15-  18 years old, male and having a smoking behaviour. Sampling was conducted with cluster random sampling technique. Data was analyzed using Pearson Product Moment correlation technique. This study conducted that there is a significant positive relationship between stress and smoking behaviour in male teenager gives a high tendency of smoking behaviour (0.792, p < 0.01) The study also showed an eeffective ffective contribution of stress variable towards the increasing of smoking behaviour of 63%. ey words  : Stress, Smoking Behaviour, Male Teenager.

PENDAHULUAN Stres merupakan bagian yang tidak terhindarkan dari kehidupan. Stres mempengaruhi setiap orang, bahkan anak-anak. Kebanyakan stres di usia remaja berkaitan dengan masa pertumbuhan. Remaja khawatir akan perubahan tubuhnya dan mencari jati diri. Sebenarnya remaja dapat membicarakan masalah mereka dan mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah, tetapi karena pergolakan emosional dan ketidakyakinan remaja dalam membuat keputusan penting, membuat remaja perlu mendapat bantuan dan dukungan khusus dari orang dewasa dewasa (“Mengatasi,” 2002). 2002).  

Sumber-sumber stres pada remaja berasal dari beberapa faktor antara lain faktor biologis, faktor keluarga, faktor sekolah, faktor teman sebaya dan faktor lingkungan sosial (Needlman, 2004). Compas (Ormachea, 2004) mengatakan bahwa remaja laki-laki paling sering mengalami konflik dengan orang tua dan guru. Mereka sering menentang aturan-aturan yang ada, baik itu peraturan yang ada di sekolah maupun di rumah. Remaja laki-laki sering tidak mengerjakan tugastugas di sekolah, tidak masuk sekolah, dan melakukan kenakalan-kenakalan lain seperti merokok, menggunakan obat terlarang dan berkelahi dengan teman-tema teman-temannya. nnya.

92

 

 Hasnida dan Indri Kemala

Hubungan antara Stres dan Perilaku Merokok...

 Jika dilihat data-data mengenai keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku negatif, maka kita akan menemukan angka-angka yang mengejutkan dan mengkhawatirkan. Kelompok Smoking and Health  memperkirakan sekitar enam ribu remaja mencoba rokok pertamanya setiap hari dan tiga ribu di antaranya menjadi perokok rutin (“Stop”, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Komasari dan Helmi (2000) menyatakan bahwa kepuasan psikologis merupakan faktor terbesar dalam perilaku merokok pada remaja. Hasil dari penelitian ini juga didapatkan bahwa stres adalah kondisi yang paling banyak menyebabkan perilaku merokok pada remaja. Konsumsi rokok ketika stres merupakan upayaupaya pengatasan masalah yang bersifat emosional

Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok, dan sering mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin (Laventhal dan Cleary dalam Mc Gee, 2005). Smet (dalam Komasari & Helmi, 2000) menyatakan bahwa usia pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara 11 – 13 tahun dan pada umumnya individu pada usia tersebut merokok sebelum berusia 18 tahun. Data WHO juga semakin mempertega mempertegass bahwa  jumlah perokok yang ada di dunia sebanyak 30% adalah kaum remaja. Penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa 64.8% pria dan dengan usia di aatas tas 13 tahun adalah perokok (Tandra, 2003). Bahkan menurut data pada tahun 2000 yang dikeluarkan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) dari 2074 responden pelajar Indonesia usia 15 – 20 tahun, 43.9% (63% pria) mengaku pernah merokok (“Mengapa”, 2004). Perokok laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan di mana jika diuraikan menurut umur, prevalensi perokok laki-laki paling tinggi pada umur 15-19 tahun. Remaja laki-laki pada umumnya mengkonsumsi 11-20 batang/hari (49,8%) dan yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang/hari sebesar 5,6%. Yayasan Kanker Indonesia (YKI) menemukan 27,1% dari 1961 responden pelajar pria SMA/SMK, sudah mulai atau bahkan terbiasa merokok, umumnya siswa kelas satu menghisap satu sampai empat batang perhari, sementara siswa kelas tiga mengkonsumsi rokok lebih dari sepuluh batang perhari (Sirait, dkk, 2001). Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah:

atau sebagai kompensatoris kecemasan yang dialihkan terhadap perilaku merokok. Tandra (2003) menyayangkan meningkatnya  jumlah perokok di kalangan remaja meskipun telah mengetahui dampak buruk rokok bagi kesehatan, dan menyebutkan bahwa 20% dari total perokok di Indonesia adalah remaja dengan rentang usia antara 15 hingga 21 tahun. Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia terutama di kalangan remaja menyebabkan masalah merokok menjadi semakin serius (Tulakom & Bonet, 2003). Rice (1987) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang

1.  Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari. 2.  Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang dalam sehari. 3.  rokok Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari. 93

menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi inidvidu ini dvidu terhadap situasi stres ini disebut sebagai respons stres. Lazarus & Cohen (dalam Berry, 1998) mengklasifikasikan penyebab stres (stressor) ke dalam tiga kategori, yaitu: 1.  Cataclysmic events  Fenomena besar atau tiba-tiba terjadi, kejadiankejadian penting yang mempengaruhi banyak orang, seperti bencana alam. 2.  Personal stressors  penting yang mempengaruhi Kejadian-kejadian sedikit orang atau sejumlah orang tertentu, seperti krisis keluarga. 3.  3.  Background stressors Pertikaian atau permasalahan yang biasa terjadi setiap hari, seperti masalah dalam pekerjaan dan rutinitas pekerjaan. Menurut Baldwin (2002) sumber stres pada remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya sama, hanya saja remaja perempuan sering merasa cemas ketika sedang menghadapi masalah, sedangkan pada remaja laki-laki ketika menghadapi masalah cenderung lebih stre berperilaku agresif. laki-laki yang meng mengalami alami stres s akan mel melaku akukan kanRemaja pperb erbuat uatan an ne negat gatifif

 

PSIKOLOGIA • Volume I • No. 2 • Desember 2005

seperti mengkonsumsi rokok dan alkohol (Hurrelmann dalam Welle, 2004). Menurut Lewin (Komasari & Helmi, 2000) perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan. Laventhal (Smet, 1994) mengatakan bahwa

meliputi aspek: kognisi, emosi, dan perilaku sosial. Skor tinggi pada skala ini menunjukkan tingkat stres yang tinggi pada subjek dan sebaliknya skor rendah menunjukkan tingkat stres yang rendah pada subjek. 2. Perilaku Merokok Skala perilaku merokok merupakan skala yang

merokok tahap awal dilakukan dengan temanteman (46%), seorang anggota keluarga bukan orang tua (23%) dan orang tua (14%). Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Komasari dan Helmi  (dalam Komasari dan Helmi, 2000) yang mengatakan bahwa ada tiga faktor penyebab perilaku merokok pada remaja yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja, dan pengaruh teman sebaya. Ada berbagai alasan yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjawab mengapa seseorang merokok. Menurut Levy (1984) setiap individu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan

disusun berdasarkan oleh aspek-aspek perilaku merokok yang dikemukakan Aritonang ((1997) yaitu fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari, intensitas merokok, tempat merokok, dan waktu merokok. Skor tinggi pada skala ini menunjukkan perilaku merokok yang tinggi pada subjek dan sebaliknya skor rendah menunjukkan perilaku merokok yang rendah pada subjek.

biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok. Pendapat tersebut didukung oleh Smet (1994) yang menyatakan bahwa seseorang merokok karena faktor-faktor sosio cultural seperti kebiasaan budaya, kelas sosial, gengsi, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa stres yang dialami remaja lakilaki biasanya berasal dari konflik yang dialaminya dengan lingkungan sosial dan orang tua. Stres yang dialami remaja ini menyebabkan terjadinya perilaku negatif pada remaja, salah satunya adalah perilaku merokok, karena itu peneliti merasa tertarik melakukan suatu penelitian mengenai

diperoleh hasil rxy = 0.792 dengan p = 0.000. Dengan demikian hipotesis yang diajukan terbukti, bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara stres dan perilaku merokok pada remaja. Hipotesa penelitian diterima. Juga dapat diketahui bahwa sumbangan efektif variabel stres terhadap peningkatan perilaku merokok adalah sebesar 63%, sedangkan sisanya dipengaruhi variabel lain.

HASIL PENELITIAN 1. Hasil Utama Analisa Data Penelitian Dari hasil perhitungan dan pengujian korelasi dengan menggunakan Pearson Product Moment,

hubungan stres dan perilaku merokok pada remajaantara laki-laki. METODE PENELITIAN Subyek Penelitian  Jumlah subjek dalam penelitian in inii adalah 98 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki yang merokok. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah remaja madya yang berumur 15-18 tahun, siswa SMA dan berperilaku merokok. Adapun alat ukur yang digunakan di dalam penelitian ini adalah: 1. Skala Stres

Skala stres merupakan skala yang disusun berdasarkan aspek-aspek psikologis dari stres yang dikemukakan oleh Sarafino (1994) yang

 

Tabel 1. 1. Product Moment Pearson Stres dengan Perilaku Merokok stres Plm Stress Pearson Correlation 1 .792(**) Sig. (2-tailed) . .000   N 98 98 Plm Pearson Correlation .792(**) 1   Sig. (2-tailed) .000 .   N 98 98 ** Correlation is significant significant at the 0.01 level (2-tailed).

2. Hasil Tambahan 2.1.Kategorisasi Stres dan Perilaku Merokok pada Remaja Laki-Laki Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Mean  empirik skala stres yang diperoleh sebesar 160.5 dengan SD empirik sebesar 12.9 dan Mean hipotetik sebesar 122.5 dengan SD hipotetik sebesar 24.5. Hasil perbandingan antara skor Mean  empirik dengan Mean  hipotetik menunjukkan bahwa Mean  empirik lebih besar daripada Mean  hipotetik, yang berarti bahwa secara rata-rata subjek penelitian 94

 

 Hasnida dan Indri Kemala

Hubungan antara Stres dan Perilaku Merokok...

memiliki tingkat stres yang lebih tinggi daripada populasinya secara umum. Kemudian berdasarkan kategorisasi menunjukkan bahwa sebagian besar remaja laki-laki termasuk dalam kategori sedang sebesar 73.5%, sedangkan sisanya 16.3% kategori tinggi dan 10.2% kategori rendah. Berdasarkan perilaku merokok diperoleh

menyatakan adanya perubahan emosi selama merokok. Merokok dapat membuat orang yang stres menjadi tidak stres lagi. Menurut Parrot (2004), perasaan ini tidak akan lama, begitu selesai merokok, mereka akan merokok lagi untuk mencegah agar stres tidak terjadi lagi. Keinginan untuk merokok kembali timbul karena ada hubungan antara perasaan negatif dengan rokok, yang berarti bahwa para perokok merokok kembali agar menjaga mereka

Mean  empirik skala perilaku merokok yang diperoleh sebesar 174.7 dengan SD empirik sebesar 14.8 dan Mean  hipotetik sebesar 132.5 dengan SD hipotetik sebesar 26.5. Hasil perbandingan antara skor Mean  empirik dengan Mean  hipotetik menunjukkan bahwa Mean  empirik lebih besar daripada Mean hipotetik, yang berarti bahwa secara rata-rata subjek penelitian memiliki tingkat perilaku merokok yang lebih tinggi daripada populasinya secara umum. Kemudianberdasa berdasarkan rkan kategor kategorisasi isasi menunjukk menunjukkan an bbaahwa sebagian besar remaja laki-laki termasuk dalam kategori sedang sebesar 72.4%, sedangkan sisanya 18.4% kategori kategori rendah dan 9. 9.2% 2% kategori tinggi.

untuk tidak menjadi stres. nilai koefisien determinan Berdasarkan perolehan 2 (r ) yang diperoleh dari hubungan antara stres dan perilaku merokok pada remaja laki-laki adalah sebesar 0.63, dapat dinyatakan bahwa kontribusi stres terhadap perilaku merokok pada remaja lakilaki adalah sebesar 63%. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa terdapat 37% variabel lain yang berpengaruh terhadap perilaku merokok pada remaja laki-laki. Variabel lain tersebut dapat berupa faktorfaktor yang mempengaruhi perilaku merokok (Komasari dan Helmi, 2000) yaitu kepuasan psikologis, sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja dan pengaruh teman sebaya. Hasil penelitian (Komasari dan Helmi, 2000) menyatakan bahwa kepuasan psikologis merokok diperkuat oleh efek-efek setelah merokok. Selain itu menurut Laventhal & Cleary (dalam Komasari dan Helmi, 2000), merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating )).. Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. Menurut Komasari dan Helmi (2000), sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja dan lingkungan teman sebaya merupakan prediktor yang cukup baik terhadap perilaku merokok remaja yaitu sebesar 38.4%. Hal ini berarti bahwa faktor lingkungan yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan teman sebaya memberikan sumbangan yang berarti dalam perilaku merokok remaja.

DISKUSI Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara stres dan perilaku merokok pada remaja laki-laki. Hubungan yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara stres dan perilaku merokok pada remaja laki-laki adalah hubungan yang positif dengan rxy = 0.792 dan p = 0.000 artinya semakin tinggi tingkat stres maka semakin tinggi tingkat perilaku merokok pada remaja lakilaki, begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat stres maka semakin rendah tingkat perilaku merokok pada remaja. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Parrot (2004) mengenai hubungan antara stres dengan merokok yang dilakukan pada orang dewasa dan pada remaja

95

Tabel 2.  2. Kategorisasi Data Empirik Variabel Stres  Stres  Variabel Kategori Rentang Nilai Rendah X < 148 Stres Sedang 148 • X
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF