Handbook of Instrument Analysis

September 7, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Handbook of Instrument Analysis...

Description

 



BAB I SPEKTROSKOPI SPEKTROSK OPI UV-VISIBEL

1.1 METODE SPEKTROFOTOMETRI SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBEL

Spektrofotometri adalah suatu teknik pengukuran yang menggunakan cahaya atau radiasi untuk mengukur konsentrasi analit yang terdapat dalam sampel. Analit dapat berupa unsur dan molekul molekul yang mampu menyerap radiasi elektromagnetik

berupa

radiasi

ultraviolet

maupun

visibel.

Prinsip

dari

spektrofotometri UV-visibel didasarkan pada interaksi antara radiasi dengan materi sehingga terjadi eksitasi elektron-elektron di dalam struktur molekular dari dari keadaan energi paling rendah ( ground state) state) menjadi keadaan energi yang lebih tinggi (excited (excited state). state). Absorpsi cahaya dapat meningkatkan meningkatkan energi molekul sedangkan emisi cahaya menurunkan energinya. Pernyataan tersebut dapat diilustrasikan seperti  pada Gambar 1.1

Keadaan eksitasi

energi

Keadaan dasar Absorpsi

Emisi

Gambar 1.1 Eksitasi elektron dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi 

Warna sinar UV dan tampak (visibel) dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya. Gambar 1.2 menunjukkan bahwa sinar UV mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm sedangkan sinar tampak (visibel) mempunyai  panjang gelombang 400-750 nm.

 



Absorbansi

Panjang Gelombang (nm) Gambar 1.2 Spektrum absorpsi molekul pada daerah ultraviolet dan visibel

Penyerapan radiasi sinar UV dan visibel oleh spesi atom atau molekul (M) terjadi melalui 2 proses. Pertama, reaksi antara molekul dengan foton (hν) menghasilkan partikel yang tereksitasi secara elektronik elekt ronik berupa M*. *

M + hν  M   Kedua, karena keberadaan spesi tersebut sangat pendek maka spesi tersebut akan



mengalami proses relaksasi yang melibatkan konversi energi eksitasi menjadi  panas.



M*   M + panas Penyerapan (absorpsi) sinar UV dan visibel pada umumnya dihasilkan oleh eksitasi elektron-elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang pita yang mengabsorpsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada dalam suatu molekul. Elektron-elektron yang terdapat dalam ikatan suatu molekul terdiri dari elektron sigma (σ), elektron phi (π) (π) dan elektron yang tidak berikatan (n). Elektron-elektron tersebut terlibat pada penyerapan radiasi UV dan visibel sehingga panjang gelombang pita yang mengabsorpsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang ada dalam suatu molekul. Saat dikenai radiasi UV dan visibel, elektron yang terdapat pada ikatan suatu molekul akan mengalami transisi elektronik. Transisi elektronik yang terjadi pada suatu molekul terdiri dari empat tingkatan yaitu transisi sigma-sigma sigma-sigma star (σ(σ-σ*), transisi n-sigma star (n(n-σ σ*), transisi n-phi star (n- π*) dan transisi phi- phi  phi star (π(π-π*) seperti pada Gambar 1.3

 



σ* 

sigma star (anti ikatan)

π* 

phi star (anti ikatan phi)

energi n π

n (elektron non ikatan) phi (ikatan phi) phi)  

σ

sigma ( ikatan sigma) sigma)  

Gambar 1.3 Diagram tingkat energi elektronik

Berikut ini beberapa penjelasan dari keempat jenis transisi elektronik yang terjadi pada molekul : 1.  Transisi sigma-sigma sigma-sigma star (σ(σ-σ*) Transisi sigma-sigma sigma-sigma star (σ(σ-σ*) hanya terjadi pada molekul yang mengandung elektron sigma (σ) terutama pada hidrokarbon jenuh. Energi dari transisi ini terletak diantara UV vakum (kurang dari 180 nm) sehingga  pengukuran senyawa hidrokarbon tidak memberikan serapan pada spektrum ultraviolet jauh. Kebanyakan senyawa yang mengalami transisi sigma-sigma star (σ(σ-σ*) sering digunakan sebagai pelarut dan kurang bermanfaat untuk analisis secara spektrofotometri. Contoh hidrokarbon yang mengalami transisi sigmasigma star (σ(σ-σ*) antara lain metana (CH4), etana (C2H6) dan lain-lain. 2.  Transisi n-sigma star (n-σ (n-σ*) Transisi n-sigma star (n(n-σ σ*) terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung heteroatom seperti oksigen, nitrogen dan halogen yang memiliki *

elektron bukan ikatan (elektron n). Transisi n-sigma star (n-σ (n-σ ) memerlukan energi yang lebih kecil dari pada transisi sigma-sigma sigma-sigma star (σ(σ-σ*) sehingga radiasi yang diserap diserap mempunyai panjang gelombang lebih panjang yaitu yaitu 150 –  150  –  250   250 nm. Kebanyakan senyawa yang mengalami transisi ini tidak memberikan serapan pada daerah UV sehingga sering digunakan sebagai pelarut misalnya alkohol, eter, air dan lain-lain 3.  Transisi n-phi star (n- π*) Transisi n-phi star (n- π*) terjadi pada senyawa organik yang mempunyai gugus fungsional tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang diperlukan. Jenis transisi ini akan memberikan

 



serapan pada panjang gelombang daerah visibel (250  –   700 nm) sehingga  pengukuran senyawa yang mengalami transisi n-phi star (n- π*) dapat diaplikasikan pada spektrofotometer visibel. Contoh senyawa yang mengalami *

transisi n-phi star (n- π ) antara lain aseton, akrolein, aldehid, senyawa azo dan lain-lain. 4.  Transisi phi- phi  phi star (π(π-π*) Seperti transisi n-phi star (n- π*), transisi ini juga pada senyawa organik yang mempunyai gugus fungsional tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang diperlukan. Jenis transisi ini akan memberikan serapan pada panjang gelombang daerah visibel (250  –   700 nm) sehingga pengukuran senyawa yang mengalami transisi phi-phi star (π(π-π*) dapat diaplikasikan pada spektrofotometer visibel. Contoh senyawa yang mengalami *

transisi n-phi star (n- π ) antara lain etilen, benzene, toluene, fenol dan lain-lain. Semua gugus-gugus yang mengalami transisi elektronik dinamakan kromofor dan ausokrom. Kromofor adalah suatu gugus kovalen tak jenuh yang  bertanggung jawab terhadap absorpsi elektronik. Struktur kromofor memiliki ikatan rangkap terkonjugasi dan mengalami transisi n-phi star (n- π*) dan phi-phi star (π(π-π*) seperti pada Gambar 1.4

Gambar 1.4 Struktur kromofor Sedangkan ausokrom adalah suatu gugus jenuh dengan elektron bebas yang tidak

menyerap pada daerah UV-visibel tetapi jika terikat pada kromofor akan mengubah panjang gelombang dan intensitas kromofor. Ausokrom akan mengalami transisi n-sigma star (n(n-σ σ*). Beberapa struktur dari ausokrom seperti  pada Gambar 1.5

Gambar 1.5 Struktur ausokrom

 



Ketika suatu materi (molekul) dikenai radiasi UV-VIS maka molekul akan mengalami transisi elektronik. Transisi elektronik dimulai dari absorpsi radiasi oleh molekul sehingga elektron akan berpindah dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi (eksitasi). Keadaan tereksitasi tidak stabil sehingga elektron akan kembali ke keadaan dasar sambil melepaskan energi sebesar hν  (emisi). Energi yang dilepaskan tersebut akan dibaca oleh detektor sehingga terbentuk spektra absorpsi antara absorbansi (A) dan panjang gelombang gelomb ang (λ). Spektra absorpsi hasil  pengukuran senyawa brom timol biru (BTB) dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 1.6.

Absorbansi

Panjang Gelombang (nm) Gambar 1.6. Spektra absorpsi UV-VIS untuk senyawa brom timol biru (BTB)

(Harvey, 1956) Hasil pengukuran berupa spektra absorpsi memberikan informasi secara kualitatif berupa  panjang gelombang maksimal (λ maks) senyawa. panjang gelombang maksimal suatu senyawa dapat diketahui dari puncak tertinggi (saat nilai absorbansi maksimal). Senyawa brom timol biru (BTB) menunjukan serapan maksimal pada λ 610 nm. Artinya senyawa BTB menyerap pada panjang gelombang visibel. Dari struktur kimia dapat diketahui bahwa senyawa BTB memiliki banyak gugus kromofor.

Bagaimana dengan ion logam (Mn+) ??? 

 



Ion logam tidak mempunyai gugus kromofor. Transisi elektronik yang terjadi ketika ion logam dikenai radiasi UV-VIS yaitu berupa transisi d-d. ion logam memiliki orbital d terutama logam transisi. Energi yang dihasilkan dari transisi ini besar sehingga ion logam akan menyerap pada panjang gelombang daerah UV (ultraviolet). Agar pengukuran ion logam menyerap pada panjang gelombang (λ) visibel maka ion logam perlu dikomplekkan dengan agen  pengomplek organic (masking agent ) yang kaya akan gugus kromofor. Misalnya  pengomplek ion Fe(II) dengan ferrozine ferrozi ne akan membentuk senyawa sen yawa komplek besiferrozine yang berwarna ungu dan memberikan serapan serapan pada λ =562 nm. nm. Proses  pergeseran panjang gelombang ini akibat dari transfer muatan (charged transfer ) dari spesi pendonor ke spesi akseptor. Spesi pendonor biasanya senyawa-senyawa  pengomplek yang mempunyai pasangan elektron bebas (PEB) dan spesi akseptor  berupa ion logam. Senyawa komplek antara ion Fe(II) dengan senyawa  pengomplek ferrozine dapat ditunjukkan ditunjukkan pada Gambar 1.7

Ion Fe(II) (akseptor)

Ferrozine (donor)

ε (M-1 cm-1)

Panjang Gelombang (nm) Gambar 1.7. Spektra absorpsi visibel senyawa komplek (ferrozine) 3Fe(II)

(Harris, 1987)

 



1.2 HUKUM LAMBERT-BEER

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas sinar dikenakan pada larutan cuplikan dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies  penyerap lainnya. Serapan dapat terjadi jika radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan energi. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya. I0

It

Sampel

Gambar 1.8 Serapan cahaya oleh suatu larutan

Gambar 1.8 memperlihatkan serapan radiasi oleh suatu larutan cuplikan yang mengandung senyawa penyerap sinar visibel. Pengukuran serapan cahaya oleh larutan molekul diatur dengan hukum Lambert-Beer sebagai berikut : log I0/It = A = εbc  εbc  

(1)

dengan I0 adalah intensitas radiasi yang masuk ; I t adalah intensitas radiasi yang ditransmisikan ; A adalah absorbansi yang merupakan ukuran jumlah cahaya yang diserap oleh sampel ; ε adalah tetapan yang dikenal sebagai koefisien ekstinsi molar/absorptivitas molar ; b adalah tebal sel/kuvet dalam satuan cm ; c adalah konsentrasi analit dalam mol per liter atau miligram per liter. Absorbansi memiliki hubungan sebanding dengan konsentrasi yaitu semakin besar konsentrasi suatu zat maka absorbansi akan semakin besar. Syarat agar hukum Beer terpenuhi selama  pengukuran maka ada beberapa hal yang harus dilakukan di lakukan diantaranya konsentrasi larutan cuplikan harus rendah (encer), zat/analit yang diukur harus stabil, cahaya yang dipakai harus monokromatis dan larutan cuplikan yang diukur harus jernih. Ketika radiasi mengenai suatu materi maka radiasi ada yang diserap dan diterukan. Parameter untuk menyatakan jumlah sinar yang diserap yaitu

 



absorbansi (A) sedangkan parameter untuk menyatakan jumlah sinar yang diteruskan

yaitu

transmitansi

(T).

Hubungan

antara

absorbansi

dengan

transmitansi berbanding terbalik yaitu semakin besar nilai absorbansi maka nilai transmitansi akan semakin kecil. Dari hubungan itu dapat dirumuskan seperti pada  persamaan 2.

A = - log T



(2)

A= log   A = 2 –  2 –  log  log %T

1.3 ANALISIS MULTIKOMPONEN SECARA SIMULTAN

Bercampurnya dua zat mengakibatkan terjadinya percampuran pula spektra absorpsi UV- VIS yang diperoleh dari masing masing spektra tunggalnya. Bila kedua zat berwarna yang bercampur tersebut memiliki spektra yang saling tumpang tindih maka analisis yang dilakukan dapat dilakukan sebagaimana analisis dalam zat tunggal. Namun bila spektra yang dihasilkan oleh kedua zat tersebut tidak saling tumpang tindih maka, analis masing masing komponen menjadi tidak sesedarhana pada zat tunggal. Secara umum hubungan antara absorbans (A) dan konsentrasi (c) mengikuti hukum Lambert –  Lambert –  Beer  Beer sebagai berikut A = εbc  εbc  (3) Dengan menggunakan kuvet yang sama/identik untuk setiap cuplikan yang dianalisa maka faktor b menjadi tetap, sehingga ε dan b dapat disatukan menjadi tetapan k. Sehingga persamaan ini sekarang menjadi A = kc

(4)

Bila suatu larutan yang memiliki n komponen, dimana masing masing komponen spektranya saling tumpang tindih dan bersifat aditif maka secara umum absorbansi total larutan pada panjang gelombang tertentu adalah jumlah absorbansi dari masing masing komponen yang ada (Gambar 1.9). Secara matematika dapat dirumuskan sebagai berikut.

 



A = εx bcx + εy bc  bcy 

(5)

Subskrip x dan y menyatakan dua zat yang berbeda. Ketika kita mempunyai sampel yang terdiri dari dua zat dan konsentrasinya tidak diketahui maka kita  perlu menulis dua persamaan secara simultan pada dua panjang gelombang yang  berbeda.

A1 = Ax1 + Ay1 = εx1 bcx + εy1 bcy

(6)

A2 = Ax2 + Ay2 = εx2 bcx + εy2 bcy  Dimana A1  dan A2  adalah absorbansi pada panjang gelombang 1 dan 2 (untuk campuran) ; Ax1 dan Ay1  adalah absorbansi senyawa x dan senyawa y pada  panjang gelombang 1 ; Ax2 dan Ay2 adalah absorbansi senyawa x dan senyawa y  pada panjang gelombang 2 ; ε x1  dan εy1 adalah absorptivitas molar senyawa x dan senyawa y pada panjang gelombang 1 ; ε x2  dan εy2  adalah absorptivitas molar senyawa x dan senyawa y pada panjang gelombang 2. Nilai absorptivitas molar ini ditentukan

dengan

mengukur

absorbansi

larutan

murni

atau

standar

(konsentrasinya telah diketahui) senyawa x dan senyawa y pada panjang gelombang 1 dan 2.

Absorbansi

Panjang Gelombang (nm) Gambar 1.9. Spektra absorpsi senyawa x dan y dan campuran senyawa x dan y

 pada konsentrasi yang sama

 

10 

1.4. CONTOH SOAL SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS 

1.  Heksana murni mempunyai serapan ultraviolet pada panjang gelombang diatas 200 nm. Larutan disiapkan dengan melarutkan 25,8 mg benzena -1

(C6H6,

BM = 78 g mol ) dalam heksana dan mengencerkannya sampai 250 mL. Hasil pengukuran menunjukan spektra absorpsi pada panjang gelombang 256 nm dan absorbansi 0,266 yang diukur pada kuvet dengan ketebalan 1 cm. Tentukan nilai absorptivitas molar mola r (ε) benzena pada

 panjang gelombang tersebut ! Penyelesaian 

0, 0 258 g 1  1 78, 1 1 g. m ol   0,2500 L

[C6H6] = A= ɛ bc

 

= 1,321×10-3 M

  (1,b×cA00 )0,1,236621×103  

ɛ =

 

= 201,36 M-1.cm-1

ɛ =

2.  Berdasarkan nilai absorptivitas molar (ε) benzena, tentukan konsentrasi  benzena dalam mg/L jika sampel yang mengandung benzena dalam heksana mempunyai nilai absorbansi sebesar 0,070 pada panjang gelombang 256 nm yang diukur pada kuvet dengan ketebalan 5,00 cm ! Penyelesaian 

  ɛA×b   ,  M,.c,,c c 

[C6H6] =

= 6,95×10-5 M

=

,9×   ,×     

[C6H6] = (

)(

) = 5,4 mg/L

3.  Penentuan ion besi, Fe(II) dalam limbah cair secara spektrofotometri UVVIS dilakukan dengan mengomplekkan ion Fe(II) dengan o-fenantrolin. Berikut ini hasil pengukuran absorbansi standar Fe dengan berbagai konsentrasi.

 

11 

[Fe] (ppm)

Absorbansi

0,00

0,000

1,00

0,183

2,00

0,364

3,00

0,546

4,00

0,727

X

0,269

Tentukan konsentrasi ion Fe(II) dalam limbah cair tersebut ! Penyelesaian

Soal tersebut menentukan konsentrasi suatu analit dengan metode kurva standar. Persamaan regresi linear diperoleh dengan memplotkan nilai absorbansi sebagai sumbu y dan konsentrasi sebagai sumbu x. A=ɛ×b×c

y=slope x Persamaan regresi linear ; y = bx+a dimana, y = absorbansi ; x = konsentrasi ; b = slope/gradien ;a = intersep. Kelinieritasan suatu persamaan garis linear ditunjukkan dengan nilai korelasi (

 =

0,999).

Dari data tersebut diperoleh persamaan garis linear y = 0,1817x + 6×10-4,

 =

0,999

konsentrasi yang tidak diketahui 0,269

=0,1817 x + 6×10-4

0,1817 x =0,2684 x =1,48 ppm 4.  Konsentrasi ion Fe3+ dan Cu2+  dalam campuran dapat ditentukan  berdasarkan reaksinya dengan heksasianorutenat(II), Ru(CN)64-. Hasil reaksi antara ion Fe3+  dengan Ru(CN)64-  membentuk senyawa komplek 2+  berwarna biru keunguan (λ maks maks = 550 nm) dan hasil reaksi antara ion Cu  

dengan Ru(CN)64-  membentuk senyawa komplek berwarna hijau pucat

 

12 

(λ maks maks  = 396 nm). Absorptivitas molar (ε) untuk komplek logam tersebut  pada dua panjang gelombang sebagai berikut Ion

ε (550 nm) 

ε (396 nm) 

Fe3+  Cu2+

9970 34

84 856

Ketika sampel yang mengandung Fe 3+  dan Cu2+  dianalisis dalam sel dengan ketebalan 1,00 cm, absorbansi pada 550 nm sebesar 0,183 dan absorbansi pada 396 nm sebesar 0,109. Berapa konsentrasi (mol/L) ion Fe3+ dan Cu2+ dalam sampel tersebut ? Penyelesaian

1.  Buatlah 2 persamaan

(1) A550 = ɛ550×b×CFe(  ) + ɛ550×b×CCu(  )  (2) A396 = ɛ396×b×CFe(  ) + ɛ396×b×CCu(  )  Masukkan nilai variabel masing-masing pada tiap persamaan

(1) 0,183 = 9970CFe(  ) + 34CCu(  )  (2) 0,109 = 84CFe(  ) + 856CCu(  ) 156,648 =8534320 CFe(  )

3,706

=

 

2856 CFe(

)

|×856| |×34|

+29104 CCu(  )  

+29104 CCu( ) _

152,942 = 8531464CFe(  )  CFe(  ) 

=1,79×10-5 M

Mencari [Cu2+] memasukkan nilai [Fe2+] pada salah satu persamaan (substitusi) (1)  0,183 0,183

= 9970CFe(  ) + 34CCu(  )  = 9970 (1,79×10-5) + 34CCu(  )

34CCu(  ) = 4,537×10-3

 

13 

CCu(  )

= 1,33×10-4 M

Jadi, konsentrasi ion Fe2+ dan Cu2+ dalam sampel berturut-turut adalah 1,79×10 -5  M dan 1,33×10-4 M. 1.5 INSTRUMEN SPEKTROFOTOMETER UV-VISIBEL

Sistem instrumentasi spektrofotometer UV-visibel dapat dilihat pada Gambar 1.10, berikut ini : Sumber cahaya

Monokromator

Sampel

detektor

Gambar 1.10. Diagram skematik spektrofotometer UV/visibel

1.  Sumber cahaya  –   sumber cahaya yang digunakan dalam instrument spektrofotometer UV/visibel menggunakan 2 buah sumber sinar yang meliputi lampu deuterium untuk daerah UV dari 190 sampai 350 nm dan lampu halogen kuartz atau lampu tungsten untuk daerah visibel dari 350 sampai 900 nm 2.  Monokromator  –   digunakan untuk menghamburkan cahaya ke dalam  panjang gelombang unsur-unsurnya, yang diseleksi lebih lanjut dengan celah. Monokromator berotasi sehingga rentang panjang gelombang dilewatkan melalui sampel ketika instrument tersebut memindai sepanjang spektrum 3.  Kontainer sampel  –   sel atau kuvet tempat sampel yang biasanya berupa sampel larutan ditempatkan dari bahan yang tembus radiasi pada panjang gelombang yang akan digunakan untuk pengukuran absorbansi 4.  Detektor  –   detektor dapat memberikan respon terhadap radiasi pada  berbagai panjang gelombang

 

14 

1.6 LATIHAN SOAL SPEKTROFOTOMETRI SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS 

1.  Lengkapi informasi berikut berdasarkan tabel dibawah ini ! Panjang

×

 10-9

……   ……

Energi

Gelombang (cm-1)

(J/molekul)

……   ……

……   ……

……   ……

……   …… ……   ……

Frekuensi (S )

gelombang (nm)

4,50

Bilangan

-1

……   …… 1,33

×

 1015 

……   ……

……   ……

3215

……   ……

……   ……

……   ……

7,20

×

 10-19 

2.  Berikut adalah data absorbansi larutan komplek Ni2+  dan Fe2+  pada  berbagai panjang gelombang : Panjang gelombang

A

A

(nm)

Ni2+ 

Fe2+ 

420

0,002

0,026

430

0,003

0,029

440

0,005

0,030

450

0,006

0,027

460

0,007

0,025

470

0,008

0,023

480

0,009

0,020

490

0,011

0,019

500

0,013

0,017

510

0,016

0,015

520

0,017

0,012

530

0,015

0,010

540

0,009

0,008

 

15 

a)  Tentukan panjang gelombang maksimum larutan komplek Ni 2+  dan Fe2+ !  b)  Berikan penjelasan mengapa Anda memilih panjang gelombang tersebut ? 3.  Seorang peneliti ingin mengetahui efek antioksidan dengan menggunakan DPPH. Sebelum pengukuran konsentrasi, peneliti terlebih dahulu menentukan λ maks maks  dari DPPH dan diperoleh λ maks maks  sebesar 517 nm. Mengapa dalam pengukuran harus menggunakan λ maks maks ? 4. 

λ = 430nm

λ = 460nm

β-Karotenoid (λ = 470nm)  470nm) 

a.  Sebutkan

kromofor yang terlibat dalam penyerapan panjang gelombang

klorofil a, klorofil b, dan β-Karotenoid β-Karotenoid ! b.  Sebutkan pula jenis transisi elektronik yang terjadi pada masing-masing senyawa! c.  Jelaskanlah

mengapa senyawa klorofil menyerap pada panjang

gelombang gelomb ang yang lebih pendek daripada senyawa sen yawa β-Karotenoid! β-Karotenoid! 5.  Gambarkan bagan pengukuran suatu zat dengan spektrofotometer UVVIS! 6.  Transmitansi dari larutan diperoleh sebesar 35,0 %. Berapa transmitansi  jika larutan diencerkan menjadi setengahnya ?

 

16 

7.  Suatu larutan sampel dalam sel 1,0 cm setelah diukur dengan spektrofotometer UV-VIS mentransmisikan 80 % cahaya pada suatu  panjang gelombang tertentu.

Jika absorptivitas zat pada panjang

gelombang ini = 2,0. Hitunglah konsentrasi zat tersebut ! 8.  Suatu larutan yang mengandung besi 1,00 mg/100 ml (sebagai kompleks  besi-tiosianat) teramati mentransmisikan 70 % dari sinar yang masuk. a.  Berapakah absorbansi larutan pada panjang gelombang tersebut ?  b.  Berapakah fraksi cahaya yang akan diteruskan jika konsentrasi larutan  besi tersebut 4 kali lebih besar ? 9.  Kloroanilin dalam sampel ditentukan sebagai amina pikrat. Sebanyak 0,0265 g sampel direaksikan dengan asam pikrat dan diencerkan sampai 1L. Larutan menunjukkan absorbansi sebesar 0,368 dalam kuvet setebal 1 cm. Berapa persentase kloroanilin dalam sampel ? (   = 1,25 x 104  cm-1 mol-1 L)



10. Ion Cu+  bereaksi dengan neokuproin membentuk senyawa komplek  berwarna, (neokuproin)2Cu+  dengan serapan maksimum pada 454 nm. Senyawa neokuproin sangat berguna karena dapat bereaksi dengan  beberapa ion logam lainnya. Komplek tembaga larut dalam 3-metil-1 butanol (isoamil alkohol), suatu pelarut organik yang tidak larut dalam air. Ketika isoamil alkohol ditambahkan ke dalam air maka akan terbentuk campuran yang terdiri dari dua lapisan. Lapisan air berada dibawah. Senyawa komplek (neokuproin) 2Cu+  dapal terdistribusi semua ke dalam fase organik. Berikut ini prosedur yang dilakukan :  

Sebuah batu tembaga di destruksi dan semua logam diekstrak dengan asam kuat. Larutan asam dinetralkan dengan basa dan dicukupkan sampai volume 250 mL (labu A)

 

Selanjutnya, 10,00 mL larutan dipindahkan ke labu B dan ditambahkan 10,00 mL agen pereduksi untuk mengubah Cu 2+  menjadi Cu+. Kemudian 10,00 mL buffer ditambahkan sehingga  pH cocok untuk pembentukan komplek antara Cu+  dengan neokuproin

 

17 

 

Sebanyak 15,00 mL larutan ini diambil dan dipindahkan ke dalam labu C. ke dalam labu C ditambahkan 10,00 mL larutanb berair yang mengandung neokuproin dan 20,00 mL isoamil alkohol. Setelah campuran digojog dan dibiarkan terpisah (membentuk fase). Semua (neokuproin)2Cu+  berada dalam fase organik

 

Beberapa milliliter lapisan atas diambil dan dilakukan pengukuran. Absorbansi diukur pada 454 nm dalam sel 1,00 cm. Absorbansi  blanko (A blanko = 0,056) 0,056) a.  Misalkan batu itu mengandung 1,00 mg Cu. Berapa konsentrasi Cu (mol/L) dalam fase isoamil alkohol ?  b.  Jika absorptivitas molar (neokuproin)2Cu+ sebesar 7,90

×

  103

M-1cm-1. Berapa nilai absorbansi yang teramati setelah  pengukuran ? c.  Sebuah batu dianalisis dan memberikan absorbansi akhir 0,874 (belum terkoreksi blanko). Berapa mg tembaga (Cu) dalam sampel batuan tersebut ? 11.  Beberapa larutan standar KMnO4  dibuat dan diukur persen transmitan masing-masing larutan pada sel 1 cm pada 525 nm. % transmitan dari larutan analit diukur pada sel dan λ yang sama dengan yang digunakan untuk mengukur larutan standar. Tentukan konsentrasi dari analit (KMnO4)! Konsentrasi Konsentr asi (mol L-1)

% Transmitan

0,101 x 10-4 

85,5%

0,303 x 10-4 

65,6%

0,505 x 10-4 

49,2%

0,707 x 10-4 

36,1%

0,909 x 10-4 

27,7%

...................

41,4%

 

18 

12. Fosforus (P) dalam urine dapat ditentukan dengan mereaksikan fosforus dengan molibdenum(VI) dan kemudian mereduksi komplek fosfomolibdo dengan

asam

aminonaftolsulfonat

untuk

memberikan

warna

biru

molibdenum yang karakteristik. Senyawa tersebut menyerap menyerap  pada panjang gelombang 690 nm. Seorang pasi pasien en mengekskresikan 1270 mL urine dalam 24 jam dan pH urine sebesar 6,5. Sebanyak 1,00 mL alikuot dari urine direaksikan dengan reagen molibdat dan asam aminonaftolsulfonat dan diencerkan menjadi 50 mL. Seri larutan standar fosfat diberlakukan sama kemudian absorbansi diukur pada panjang gelombang 690 nm berdasarkan blanko. Data hasil pengukuran dapat ditunjukkan pada Tabel dibawah ini. [P] (ppm)

Absorbansi

1,00

0,205

2,00

0,410

3,00

0,615

4,00

0,820

Sampel urine

0,625

a.  Hitunglah jumlah massa (gram) fosforus yang diekskresikan per hari !  b.  Hitunglah konsentrasi (mmol/L) fosfat (PO43-) dalam urine tersebut ! 13. Sungai yang mengalir di samping hotel diduga telah tercemar oleh fosfor yang berasal dari limbah hotel. Untuk membuktikannya, telah dilakukan analisis terhadap air sungai guna penentuan konsentrasi fosfor total dengan metode spektrofotometri UV-VIS. Hasil analisis diberikan sebagai berikut Volume larutan standar PO43- 20 ppm (mL) 0 5 10 15 20 25

Volume larutan pengompleks dan air (mL) 50 45 40 35 30 25

Absorbansi

0,012 0,192 0,366 0,564 0,712 0,865

 

19 

Apabila sampel air sungai sebanyak 10 mL yang direaksikan dengan  pengompleks dan diencerkan menjadi 250 mL memberikan absorbansi = 0,42. Maka hitunglah berapa mg/L konsentrasi fosfor total   dalam air sungai tersebut ! (Ar P = 31 ; O = 16) 14. Tabel berikut memaparkan absorptivitas molar untuk Cr 2O72-  dan MnO4-   pada dua panjang gelombang. gelombang. Nilai ε  440 nm 545 nm 369 11 95 2350

Analit

Cr 2O72-  MnO4- 

Suatu sampel baja yang beratnya 1,000 g diuraikan dalam asam-asam (H2SO4, H3PO4, dan HNO3) dan diolah dengan persulfat dan periodat untuk mengoksidasi Mn menjadi MnO 4- dan Cr menjadi Cr 2O72-. Larutan akhir dari pengolahan diencerkan menjadi 100 ml dalam suatu labu volumetrik, dan nilai-nilai absorbannya ditetapkan dalam suatu sel 1,00 cm  pada 440 nm (A=0,108) dan 545 nm (A= 0,296). Hitunglah persentase pers entase Cr dan Mn dalam baja itu ! 15. Kalium dikromat dan kalium permanganat dalam 1 M H 2SO4 mempunyai spektra absorbansi yang saling tumpang tindih (overlap ( overlap). ). K 2Cr 2O7  mempunyai absorbansi maksimum pada λ maks maks = 440 nm dan KMnO 4 pada λ maks (λ maks maks  = 545 nm (λ  maks  KMnO4  sebenarnya 525 nm, tetapi λ   yang lebih tinggi biasa digunakan karena interferensinya lebih sedikit). Campuran kedua zat tersebut dianalisis secara spektrofotometri UV-VIS dengan mengukur absorbansi larutan pada kedua λ tersebut dengan hasil sebagai  berikut: A440

nm=

0,405 dan A545

nm=

0,712 dengan menggunakan sel

setebal 1 cm. Hasil pengukuran larutan murni (standar) K 2Cr 2O7  (1 x 10-3  M) dan KMnO4  (2 x 10-4  M) dalam 1 M H2SO4  dengan menggunakan sel yang sama adalah sebagai berikut: ACr, 440 = 0,374

ACr, 545 = 0,009

AMn, 440= 0,019

AMn, 545= 0,475

 

20 

Hitung konsentrasi dikromat dan permanganat dalam larutan sampel ! 16. Penentuan konsentrasi fosfat dalam serbuk pencuci dilakukan dengan menghidrolisis komponen tripolifosfat menjadi ion fosfat. Pengukuran secara kuantitatif dengan spektrofotometer UV-VIS berdasarkan serapan senyawa komplek yang berwarna kuning antara ion fosfat dan ammonium vanamolibdat. Seri larutan standar disiapkan. Senyawa komplek kemudian dibuat dari 10 mL alikuot larutan dengan menambahkan 5,0 mL larutan ammonium molibdat. Pengukuran dilakukan dalam kuvet dengan ketebalan 1,0 cm pada 415 nm.

Larutan

yang

[PO43-] (mmol/L)

Absorbansi

0,00

0,000

0,10

0,150

0,20

0,280

0,30

0,400

0,40

0,550

0,50

0,700

tidak

diketahui

konsentrasinya

ditentukan

dengan

menghidrolisis 1 g detergent dan perlakuan yang sama dengan standar. Hasil pengukuran memberikan absorbansi sebesar 0,45. Tentukan konsentrasi fosfat dari larutan ini !

 

21 

BAB II SPEKTROSKOPI SPEKTROSKO PI INFRAMERAH 2.1 PENDAHULUAN

Spektroskopi inframerah (IR) merupakan suatu aspek yang mempelajari interaksi antara cahaya inframerah dengan materi secara spektrofotometri inframerah. Spektrofotometri adalah suatu teknik pengukuran yang menggunakan cahaya atau radiasi untuk mengukur konsentrasi analit yang terdapat dalam sampel. Alat yang digunakan untuk pengukuran suatu materi dengan radiasi inframerah disebut spektrofotometer inframerah. Sinar inframerah merupakan radiasi elektromagnetik yang terletak pada panjang gelombang 780 nm  –   1mm (12820 –  (12820  –  10  10 cm-1).

Gambar 2.1 Spektrum elektromagnetik (unit panjang gelombang : 1 m = 102 cm

= 103 mm = 109 nm ; bilangan gelombang mempunyai satuan cm -1) Gambar 2.1 merupakan spektrum elektromagnetik yang mengandung daerah  panjang gelombang dengan variasi aplikasi analisis. Energi radiasi meningkat dengan meningkatnya frekuensi dan berkurangnya panjang gelombang. Spektrum inframerah dibagi menjadi tiga daerah yaitu IR dekat (12800  –   4000 cm-1), IR tengah (4000 –  (4000 –  200  200 cm-1), dan IR jauh (200 –  (200  –  10  10 cm-1). Hampir semua senyawa yang mempunyai ikatan kovalen apakah senyawa organik

ataupun

senyawa

anorganik

dapat

menyerap

berbagai

radiasi

elektromagnetik pada daerah inframerah dari spektrum elektromagnetik. Ketika molekul menyerap sinar inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat. Molekul akan berada dalam

 

22 

keadaan vibrasi tereksitasi, energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk  panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang dari absorpsi suatu tipe ikatan bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-N, C=O, N-H, O-H) akan menyerap sinar inframerah pada panjang p anjang gelombang yang berlainan. Spektroskopi inframerah dapat mendeteksi dan mengidentifikasi semua gugus fungi terutama gugus fungsi senyawa-senyawa organik karena spektroskopi inframerah menunjukkan absorpsi spesifik dan karakteristik dalam daerah inframerah. Jadi spektrofotometri IR merupakan pengukuran secara langsung untuk menentukan gugus-gugus fungsi senyawa organik yang tidak diketahui (unknown unknown). ).

Tidak semua senyawa senyawa dapat menyerap radiasi inframerah. Hanya

senyawa yang mempunyai moment dipole (µ) saja yang dapat menyerap radiasi inframerah. Misalnya untuk senyawa simetrik seperti H2  dan Cl2 tidak dapat menyerap radiasi inframerah. Moment dipole dari suatu ikatan didefiniskan sebagai ukuran dari muatan dikali dengan jarak. Untuk dapat aktif berarti absorpsi dari suatu cahaya ke vibrasi eksitasi dibolehkan oleh aturan mekanika kuantum. Beberapa contoh jenis vibrasi yang terjadi pada senyawa CO 2  ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Jenis vibrasi molekul CO2  : (a)  stretching simentrik, (b)  stretching

asimentrik, (c) bending   vertikal, (d) bending   horizontal. Jenis simetrik (a) tidak mempunyai perubahan moment dipole, oleh karena itu tidak aktif di daerah inframerah  

 

23 

2.2 VIBRASI MOLEKUL

Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami vibrasi molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul yaitu  stretching   dan bending . Spektroskopi inframerah mengukur perubahan vibrasi  stretching   dan bending   yang terjadi ketika sebuah molekul menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah IR (inframerah) dari spectrum elektromagnetik. Stretching   (vibrasi regang/ulur) adalah vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi perpanjangan atau pemendekan ikatan sedangkan bending   (vibrasi lentur/tekuk) adalah vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan. Gerakan vibrasi yang teramati dalam spectrum inframerah jika menghasilkan  perubahan momen dipol dipol (µ ҂ 0) sedangkan jika momen dipol (µ = 0) akan teramati dalam spectrum raman. Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu panjang gelombang.

Vibrasi stretching  Vibrasi  stretching  terdiri   terdiri dari stretching  dari  stretching  simetrik   simetrik dan stretching  dan  stretching  asimetrik.   asimetrik. Vibrasi bending  terdiri   terdiri dari dua jenis, yaitu in plane bending  (tekuk   (tekuk pada bidang) dan out of plane bending  (tekuk   (tekuk tidak pada bidang).  In plane bending  terdiri   terdiri dari dua macam, yaitu scissoring  yaitu scissoring  (gerakan  (gerakan gunting) dan rocking  (seperti  (seperti kursi goyang). Out of plane bending   terdiri dari dua macam juga, yaitu wagging   (goyang ke depan dan ke belakang) dan twisting  (gerakan  (gerakan memuntir). Ilustrasi gerakan vibrasi stretching dan bending dapat dilihat pada Gambar 2.3. Vibrasi molekul dapat dipahami dengan membayangkan molekul diatomik sebagai dua bola yang dihubungkan oleh sebuah pegas. Ketika molekul bervibrasi, atom-atom bergerak mendekat dan menjauh dari satu sama lain pada frekuensi tertentu. Penetapan frekuensi regang dapat didekati dengan penerapan hukum Hooke. Hubungan matematika dari fisika klasik dapat diturunkan melalui hubungan frekuensi vibrasi dari ikatan yang diberikan ke kekuatan ikatan. Hubungan itu dapat dirumuskan sebagai berikut.

 

24 

 ν =

  µ  

 

(1)

dimana ν = frekuensi absorbsi (cm-1) c = kecepatan cahaya ( 3,0

×

 1010 cm/s)

k = konstanta gaya gaya ikat (dyne/cm (dyne/cm atau Nm-1) µ = massa atom yang tereduksi dari dua atom yang yang saling berikatan ; µ = (m1 + m2)/m1m2 ; m1 dan m2 merupakan massa dari dua atom

Gambar 2.3 Jenis vibrasi dari atom dalam suatu molekul

Hubungan tersebut menyatakan bahwa frekuensi vibrasi berbanding langsung terhadap akar pangkat dua dari konstanta gaya ikat, k . Konstanta gaya ikat adalah khusus dan karakteristik dari suatu ikatan. Dua hal yang seharusnya diketahui, yaitu pertama bahwa ikatan yang lebih kuat mempunyai harga konstanta gaya ikat yang lebih besar dan bervibrasi pada frekuensi yang lebih tinggi daripada ikatan yang lemah. Kedua, ikatan antara atom-atom dari massa yang lebih tinggi (massa atom yang tereduksi lebih besar, µ) bervibrasi pada

 

25 

frekuensi yang lebih rendah daripada ikatan antara atom-atom yang lebih ringan. Korelasi antara jenis vibrasi ikatan antara atom-atom dan frekuensi dapat dilihat  pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Korelasi antara jenis vibrasi ikatan antara atom-atom dan frekuensi

 

26 

Secara umum, ikatan rangkap tiga lebih kuat daripada ikatan rangkap dua atau ikatan tunggal antara dua atom yang sama dan mempunyai frekuensi vibrasi yang lebih tinggi (bilangan gelombang lebih tinggi) :

2.3 SPEKTRA INFRAMERAH

Spektra inframerah dari suatu senyawa digambarkan sebagai plot intensitas absorpsi versus bilangan gelombang (Gambar 2.4). Kebanyakan spektrum inframerah merekam panjang gelombang atau frekuensi versus %T (transmitan). Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh sampel berkurang. Ini mengakibatkan suatu penurunan dalam %T dan terlihat pada spectrum sebagai  puncak absorpsi atau pita absorpsi. Spektrum inframerah akan memberikan informasi penting mengenai gugus fungsional suatu molekul organik.

Gambar 2.4 Spektra inframerah

Pita-pita inframerah dalam sebuah spektrum dapat dikelompokkan menurut intensitasnya, yaitu kuat ( s, strong ), ), medium (m (m), lebar, tajam, dan lemah (w, weak ). ). Suatu pita lemah yang saling tumpang tindih dengan pita kuat disebut

 

27 

 bahu ( sh, shoulder ). ). Penggunaan istilah melebar dan tajam adalah mengacu pada  penampilan fisik dari serapan, sedangkan istilah kuat, medium dan lemah  berhubungan dengan tingginya tingginya intensitas (%T) sesuai ses uai dengan data pada Tabel 2.2. Spektra inframerah dari senyawa yang diukur beserta profil intensitas dapat ditunjukkan pada Gambar 2.5. Tabel 2.2 Kategori intensitas pita pada spektrum inframerah Profil spectra

Penampilan fisik

%T

Kuat ( s,  s, strong )

Tinggi

Rendah, 0-35%

Medium (m (m)

Menengah

Sedang, 75-35%

Lemah (w, (w, weak )

Pendek

Tinggi, 90-75%

I

II

III

IV

Gambar 2.5 Penampilan fisik spektra inframerah dari suatu senyawa alkohol dan

intensitas serapan inframerah Serapan I mempunyai profil fisik yang melebar dan intensitas yang kuat. Serapan II mempunyai berpenampilan tajam dengan intensitas yang kuat, kemudian  puncak intensitas kuat bertumpang ttindih indih dengan puncak dengan intensitas lemah akan membentuk bahu ( shoulder, sh sh). ). Serapan III mempunyai penampilan fisik tajam dengan intensitas medium. Serapan IV mempunyai penampilan tajam dengan intensitas lemah. Pengukuran senyawa-senyawa anorganik dengan menggunakan spektrofotometer IR umunya terbatas karena massa atom besar, vibrasi tidak tajam, serapan muncul pada bilangan gelombang yang rendah,

 

28 

serapan lemah (tidak tajam). Sebagai contoh untuk senyawa magnesium karbonat (MgCO3) memiliki penampilan spektra seperti pada Gambar 2.6.

-1

Bilangan Gelombang (cm ) Gambar 2.6 Spektra inframerah senyawa magnesium karbonat

2.4 IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI SENYAWA ORGANIK

Untuk mendapatkan informasi mengenai struktur senyawa dari spektra inframerah, kita harus mengetahui frekuensi absorpsi berbagai gugus fungsional dengan melihat data korelasi antara jenis vibrasi ikatan antara atom-atom dan frekuensi (Tabel 2.1). Menganalisis spektra inframerah dimulai dari kiri ke kanan atau dari bilangan gelombang yang besar ke kecil. Daerah spektra inframerah dibedakan menjadi dua, yaitu daerah frekuensi gugus fungsional dan daerah sidik  jari ( fingerprint  ). Daerah frekuensi gugus fungsional terletak pada daerah radiasi  fingerprint ). 4000  –   1400 cm-1. Pita-pita serapan pada daerah ini disebabkan oleh vibrasi dua atom. Daerah  fingerprint   terletak pada bilangan gelombang 1400  –   400 cm-1. Dalam daerah  fingerprint   biasanya korelasi antara suatu pita dan suatu gugus fungsional

spesifik

tidak

dapat

ditentukan

secara

pasti

karena

terjadi

ketidakstabilan. Namun, tiap senyawa organik mempunyai serapan yang khas  pada daerah ini. Pembagian daerah gugus fungsi senyawa organik dari spektrum inframerah dapat ditunjukkan pada Tabel 2.3.

 

29 

Tabel 2.3 Empat daerah utama gugus fungsi senyawa dalam spektra inframerah Bonds to H 

Triple bonds 

Double bonds 

Single Bonds 

O-H single bond 

C≡C 

C=O 

C-C 

N-H single bond 

C≡N 

C=N 

C-N 

C=C 

C-O 

C-H single bond 

Fingerprint  Region 

Ketika menganalisis gugus fungsi dari suatu senyawa organik yang tidak diketahui (unknown (unknown), ), pertama kali fokuskan pada penentuan beberapa gugus fungsional utama (jika ada) seperti pita serapan gugus C=O, O-H, N-H, C-O, C=C, C≡C C≡C,, C≡N C≡N,dan ,dan NO2. Jangan mencoba untuk membuat analisis yang detail dari serapan C-H pada 3000 cm -1 karena hampir semua senyawa organik memiliki serapan pada daerah tersebut. Berikut ada faktor penting penentuan gugus fungsi utama suatu senyawa organik. 1.  Apakah ada gugus karbonil (C=O)? gugus C=O memberikan serapan yang kuat pada daerah 1820  –  1660   1660 cm-1. Dalam spektrum inframerah, puncak sering muncul paling kuat dengan kelebaran sedang. Kamu tidak dapat mengabaikannya. 2.  Jika gugus C=O ada, cek jenis-jenis senyawa yang memiliki gugus C=O (jika tidak ada, lanjutkan ke langkah 3) : ASAM  : apakah ada gugus O-H? serapan lebar pada daerah 3400-2400

cm-1 (biasanya tumpang tindih dengan gugus C-H) AMIDA  : apakah ada gugus N-H? serapan sedang pada daerah 3500  –  

3400 cm-1. Kadang muncul sebagai puncak ganda yang ekivalen. ESTER   : apakah ada gugus C-O? intensitas serapan kuat pada daerah

1300 –  1300  –  1000  1000 cm-1  ANHIDRIDA : dua serapan gugus C=O pada daerah 1810 dan 1760 cm-1 

 

30 

ALDEHID : apakah ada gugus C-H? dua serapan lemah pada daerah 2850

dan 2750 cm-1 pada sisi kanan dari serapan C-H alifatik. KETON : sebelum lima pilihan tersebut telah dieliminasi

3.  Jika gugus C=O tidak ada : 3400 –   ALKOHOL, FENOL : cek gugus O-H. Serapan lebar pada daerah 3400 –  3300 cm-1. Konfirmasi pada daerah 1300  –   1000 cm-1  jika menemukan gugus C-O AMINA : cek gugus N-H. Serapan medium pada daerah 3400 cm-1  ETER : cek gugus C-O pada daerah 1300  –   1000 cm-1  (jika gugus O-H

 pada daerah 3300 cm-1 tidak ada) 4.  Ikatan rangkap dua dan cincin aromatik : gugus C=C muncul pada derah 1650 cm-1  dengan serapan lemah. Serapan medium ke kuat pada daerah 1600  –   1450 cm-1  mengimplikasikan adanya gugus cincin aromatic (benzena). Konfirmasi daerah gugus C-H ikatan rangkap dua dan cincin aromatik ; gugus C-H aromatik dan vinil terletak disebelah kiri dari serapan 3000 cm-1 (C-H alifatik terletak disebelah kanan dari serapan 3000 cm-1). 5.  Ikatan rangkap tiga : gugus C≡N C≡N mempunyai  mempunyai serapan tajam dan medium  pada daerah 2250 cm -1. Gugus C≡C C≡C mempunyai  mempunyai serapan tajam dan lemah  pada daerah 2150 cm-1. Cek serapan C-H asetilena pada daerah 3300 cm -1. 6.  Gugus nitro : muncul dua serapan kuat pada daerah 1600  –  1530   1530 cm-1 dan 1390 –  1390  –  1300  1300 cm-1. 7.  Hidrokarbon : serapan utama gugus C-H terletak pada 3000 cm -1. Spektrum senyawa hidrokarbon sangat sederhana. Serapan gugus C-C muncul pada daerah 1460 dan 1375 cm -1. Berikut beberapa contoh spektra inframerah senyawa-senyawa organik yang mempunyai gugus fungsi utama. 1.  Alkana

Alkana –  Alkana  –  kombinasi   kombinasi dari ikatan C-C dan C-H (Gambar 2.7)

  Menunjukkan berbagai tipe C-C stretch C-C  stretch dan  dan bends bends antara  antara 1360-1470 cm-1



(m)

 

31 

1450-1470 cm-1 (m)    Ikatan C-C antara karbon metilen (CH2’s) 1450-1470



  Ikatan



C-C

antara

karbon

metilen

(CH 2’s)

dan

metil  (CH3) metil 

1360-1390 cm-1 (m) 3 -1   Menunjukan C-H alifatik (sp ) antara 2800-3000 cm (s)



Gambar 2.7 Spektra inframerah senyawa Oktana (neat liquid, pellet KBr)

2.  Alkena

Gambar 2.8 Spektra inframerah senyawa Oktena (neat liquid, pellet KBr)

Alkena –  Alkena  –  penambahan  penambahan ikatan C=C dan vinil C-H (Gambar 2.8)

  C=C stretch terjadi pada 1620-1680 cm -1 dan menjadi lebih lemah ketika



 peningkatan substitusi

  Vinil C-H stretch terjadi pada 3000-3100 cm-1 



  Catatan bahwa ikatan alkana masih ada.



 

32 

  Perbedaan antara C-H alkana dan alkena or alkuna sangat penting! Jika



 pita diatas 3000 cm-1  adalah vinil sp2  C-H or alkuna sp C-H. Jika pita dibawah 3000 cm-1 adalah alkil sp3 C-H 3.  Alkuna

Alkuna –  Alkuna  –  penambahan  penambahan ikatan C≡C C≡C and  and vinil C-H (Gambar 2.9)  stretch   terjadi antara 2100-2260 cm -1; kekuatan pita ini bergantung   C≡C  stretch



 pada ikatan asimetris,  strongest for terminal alkynes, weakest for  symmetrical internal alkynes (w-m)

  C-H untuk alkuna terminal terjadi pada 3200-3300 cm-1 (s)



alkynes ( R-C≡C R-C≡C-R -R ) tidak akan mempunyai pita ini!   Ingat internal alkynes (



Gambar 2.9  Spektra inframerah senyawa Oktuna (neat liquid, pellet KBr)

4.  Aromatik

Aromatik  (Gambar 2.10)

  Karena delokalisasi elektron dalam cincin, frekuensi  stretching untuk



ikatan ini sedikit lebih rendah (energi) dari pada ikatan i katan normal C=C

  Ikatan ini muncul ketika ada sepasang pita tajam, 1500 (s) & 1600 cm -1 



(m)

  Ikatan C-H dari cincin muncul mirp dengan vinil C-H pada 3000-3100 cm-



1

(m)

 

33 

  Jika daerah antara 1667-2000 cm-1 (w) bebas gangguan (frekuensi



 peregangan C = C di daerah ini), pengelompokan puncak yang lemah diamati untuk sistem aromatik region, dapat   Analisis daerah ini, yang disebut overtone of bending region,



menyebabkan penentuan pola substitusi pada cincin aromatik.

Gambar 2.10  Spektra inframerah senyawa etil benzena (neat liquid, pellet KBr)

5.  Alkohol

O-H stretch dari  dari 3200-3400 cm  Menunjukan pita melebar yang kuat untuk O-H stretch



1

 (s, br). Serapan IR ini paling mudah dikenali.

 

34 

C-O stretch antara 1050-1260 cm-1 (s)   Seperti eter, menunjukkan pita C-O stretch



  Pita ini mengubah posisi yang bergantung pada substitusi alkohol: 1°



1075-1000 cm-1; 2° 1075-1150 cm-1; 3° 1100-1200 cm-1; phenol 11801260 cm-1.

  Bentuk yang melebar karena adanya ikatan hidrogen (Gambar 2.11)



Gambar  2.11  Spektra inframerah senyawa 1-butanol (neat liquid, pellet KBr) 6.  Eter

Eter  –   penambahan pita asimetri C-O-C and ikatan vinil C-H (Gambar 2.12)

  Menunjukkan pita serapan kuat untuk antisimetri C-O-C  stretch  pada



1050- 1150 cm-1 

  Jika tidak, didominasi oleh komponen hidrokarbon dari sisa molekul.



Gambar  2.12  Spektra inframerah senyawa diisopropil eter (neat liquid, pellet

KBr)

 

35 

7.  Amina primer (R-NH2)

  Menunjukkan Menunjukkan –   –   N-H stretch  N-H  stretch untuk  untuk NH2 sebagai doublet  antara   antara 3200-3500



cm-1 (s-m); mode simetrik dan antisimetrik.  dari 1590-1650 cm-1 (w)   -NH2 grup menunjukkan deformation band  dari “wag” pada  pada 780-820 cm-1 (Gambar 2.13)   Selain itu ada pita “wag”





Gambar  2.13  Spektra inframerah senyawa 2-aminopentana (neat liquid, pellet

KBr) 8.  Amina sekunder (R-NH-R’) 

Gambar  2.14  Spektra inframerah senyawa pirolidina (neat liquid, pellet KBr)

  Pita -N-H untuk R 2 N-H terjadi pada 3200-3500 cm-1  (br, m) sebagai



 puncak tajam tunggal yang lebih lemah dari pada –  pada – O-H O-H

  Amina tersier (R 3 N) tidak mempunyai ikatan N-H dan tidak akan



mempunyai pita pada daerah ini (Gambar 2.14)

 

36 

9.  Aldehid

  Menunjukkan C=O (karbonil) stretch (karbonil) stretch dari  dari 1720-1740 cm-1(s)



  Pita sensitive terkonjugasi (karbonil)



2 C-H stretch  stretch ketika doublet, 2720 & 2820 cm -1 (w)   Juga menunjukkan sp  C-H



disebut “ Fermi doublet ” (Gambar 2.15)

Gambar  2.15  Spektra inframerah senyawa sikloheksil karboksaldehida  (neat

liquid, pellet KBr) 10. Keton

  C=O C=O stretch  stretch terjadi  terjadi pada 1705-1725 cm-1 (Gambar 2.16)



Gambar  2.16  Spektra inframerah senyawa 3-metil-2-pentanon  (neat liquid,

 pellet KBr)

 

37 

11. Ester

  C=O C=O stretch  stretch terjadi  terjadi pada 1735-1750 cm-1 (s)



  Juga menunjukkan pita serapan kuat untuk C-O pada frekuensi tertinggi



dari pada eter atau alkohol pada 1150-1250 cm-1 (Gambar 2.17)

Gambar  2.17  Spektra inframerah senyawa etil pivalat (neat liquid, pellet KBr) 12. Asam karboksilat

  Pita serapan C=O terjadi antara 1700-1725 cm-1 



  Disosiasi yang tinggi ikatan O-H mempunyai pita serapan lebar dari 2400-



3500 cm-1 (m, br) yang menutupi setengah spektra IR (Gambar 2.18)

Gambar  2.18  Spektra inframerah senyawa asam 4-fenilbutirat (neat liquid, pellet

KBr)

 

38 

13. Anhidrida asam

  Kopling anhidrida meskipun oksigen eter membagi pita karbonil menjadi



dua dengan pemisahan 70 cm -1  -1   Pita serapan terjadi pada 1740-1770 cm-1 dan 1810-1840 cm  (s) C-O stretch terjadi pada 1000-1100 cm-1 (Gambar 2.19)   Mode campuran C-O stretch





Gambar  2.19  Spektra inframerah senyawa propionat anhidrida  (neat liquid,

 pellet KBr) 14. Halida asam

  Pita serapan dominan terjadi pada 1770-1820 cm-1 untuk C=O (s)



  Ikatan terhadap halogen, karena ukurannya (lihat penurunan hukum



Hooke) terjadi pada frekuensi rendah, pita serapan C-Cl terjadi pada 600800 cm-1 (m) (Gambar 2.20)

Gambar  2.20  Spektra inframerah senyawa propionil klorida   (neat liquid, pellet

KBr)

 

39 

15. Amida

  Menunjukkan jenis amina dan senyawa karbonil



C=O stretch terjadi  terjadi pada 1640-1680 cm-1    Ikatan C=O stretch



N-H  stretch terjadi antara 3200-3500 cm-1    Jika amida primer (-NH2) maka N-H stretch



sebagai doublet

  Jika amida sekunder (-NHR) maka N-H stretch N-H  stretch   terjadi antara 3200-3500



cm-1 sebagai puncak singlet tajam (Gambar 2.21)

Gambar  2.21  Spektra inframerah senyawa pivalamid (neat liquid, pellet KBr) 16. Nitril

Gambar  2.22  Spektra inframerah senyawa propionitril  (neat liquid, pellet KBr)

  Pita serapan karbon nitrogen (ikatan rangkap tiga) terjadi antara 2100-



2280 cm-1 (s) (Gambar 2.22)

 

40 

2.5 INSTRUMEN SPEKTROFOTOMETER INFRAMERAH

Terdapat dua jenis spektrofotometer inframerah yang biasa digunakan untuk pengukuran sampel yaitu spektrofotometer inframerah dispersif dan spektrofotometer inframerah transformasi  transformasi  Fourier   ( Fourier  Fourier transform infrared , FT-IR). Spektrofotometer inframerah dispersif adalah instrumen inframerah yang menggunakan suatu monokromator untuk memilih masing-masing bilangan gelombang secara berurutan untuk memantau intensitasnya setelah radiasi melewati sampel. Spektrofotometer inframerah transformasi  transformasi   Fourier   adalah instrument inframerah yang menggunakan interferometer. Prinsipnya sama kecuali bahwa monokromator digantikan oleh suatu interferometer. Interferometer menggunakan cermin bergerak untuk memindahkan bagian radiasi yang dihasilkan oleh suatu sumber sehingga menghasilkan suatu interferogram, yang dapat diubah dengan menggunakan suatu persamaan yang disebut ‘transformasi Fourier’ untuk mengekstraksi spektrum dari suatu seri frekuensi yang bertumpang tindih. Keuntungan teknik ini adalah bahwa seluruh hasil pindai spektrum dapat diperoleh dalam waktu satu detik, dibandingkan dengan 2-3 menit yang diperlukan instrumen dispersif. Diagram skema dari spektrofotometer inframerah dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.23.

(double beam) beam) Gambar 2.23 Diagram skema spektrofotometer inframerah (double

 

41 

Secara sederhana, proses yang terjadi pada saat pengukuran sampel menggunakan spektrofotometer inframerah yaitu bermula dari sumber sinar IR mengemisikan panjang gelombang kontinu (sinar polikromatis). Radiasi yang diemisikan akan melewati sebuah prisma, yang akan memisahkan panjang gelombang. Prisma kemudian diputar untuk membiarkan radiasi dari panjang gelombang yang meningkat lewat melalui celah ( slits  slits). ). Setelah melewati celah, sinar polikromatis akan membentuk sinar monokromatis yang dipecah kedalam dua berkas sinar dan difokuskan oleh cermin-cermin ; satu berkas sinar akan melewati senyawa yang akan diukur (sering dilarutkan dalam pelarut), dan satu  berkas sinar lainnya akan melewati pelarut (solven). Intensitas dari dua berkas sinar ditentukan oleh detektor inframerah (IR), yang mengkombinasikannya untuk menghasilkan transmitansi (intensitas sinar yang lewat melalui sel pelarut dikurangi dari intensitas sinar yang lewat melalui sel pelarut dan senyawa karena  pelarut sendiri menyerap radiasi IR). Sejumlah transmitansi disebabkan oleh senyawa itu sendiri. Sinyal transmitansi ini direkam sebagai grafik fungsi panjang gelombang.

2.6 CONTOH-CONTOH SOAL SPEKTROSKOP SPEKTROSKOPII INFRAMERAH

1.  Ketika dua buah atom yang terikat melalui ikatan kovalen dikenakan radiasi infra merah (IR) maka ikatan tersebut akan mengalami vibrasi. Dengan menggunakan hukum Hooke untuk getaran harmonik sederhana, hitunglah bilangan gelombang vibrasi ikatan diatomik C=O jika diketahui konsta kon stanta nta gaya gaya ikat ikat C=O C=O (k (k = 12,1 12,1

105 dyne/cm) (BA : C = 12 dan O = 1010 cm/detik)

16 g/mol ; kecepatan cahaya (c) = 3,0 SOLUSI

Satuan : 1 N = 1 kg m/s2 = 105 dyne ; 1 dyne = 10-5 N

× ×     + ×

1 sma = 1,661

 =

12,1

 10-24 g ; 1 g = 6,022

 =

 1023 sma

 

105 dy  dyne ne/c /cm m = 12 12,1 ,1 105 g/s2 

 

42 

 Massa atom C =  Massa atom O =

 / , × partike/ ×  / , × partike/ ×  = 1,99

 10-23 g 

 = 2,66

 10-23 g 

 Cara menghitung frekuensi vibrasi :  

 ν =

 ν =

  µ /  ,  × )(,×)  ×,4 ×, ×/  (, ×,, ×  × √ 1,1,06 ×109 s−   

 ν = 5,31

 

 

10-12 s/cm 

 ν =  ν = 1731,06 cm-1 2.  Berikut ini adalah spektra inframerah suatu senyawa. Kemungkinan senyawa tertulis di bawahnya. Tentukan struktur yang benar menurut data IR tersebut

A

B

C

D

 

43 

SOLUSI

(1) 3050 cm-1 

(2) 2962 cm-1 

(4) 2000 cm-1  & 1867 cm-1 (3) 2860 cm-1  & 2760 cm-1

(8) 750 cm-1 

(5) 1697 cm-1  (6) 1600 cm-1  & 1475 cm-1

(7) 1450 cm-1  & 1375 cm-1

Fingerprint Dari spektra tersebut tidak terlihat adanya serapan pada bilangan gelombang 3300 cm-1. Artinya senyawa tersebut tidak mengandung gugus hidroksi (-OH) dan asam karboksilat (-COOH). Senyawa C (asam benzoat) bukan jawaban yang benar. Puncak (1) : muncul serapan pada 3050 cm -1 berarti terdapat gugus C-H aromatik ( stretch)  stretch) Puncak (2) : muncul serapan pada 2962 cm -1  berarti terdapat gugus C-H metil ( stretch)  stretch) Senyawa B tidak terdapat gugus metil (-CH3) melainkan metilen (-CH2-) berarti senyawa B bukan jawaban yang benar Puncak (3) : muncul puncak stretch puncak stretch pada  pada serapan 2860 cm-1 dan 2760 cm-1 dengan intensitas lemah. Serapan tersebut merupakan C-H aldehid Puncak (4) : muncul serapan pada 2000  –  1867   1867 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus benzena yang tersubstitusi orto

 

44 

Puncak (5) : muncul serapan pada 1697 cm-1  yang menunjukkan adanya gugus karbonil yang terkonjugasi dengan fenil pada intensitas kuat ( strong ) Puncak (6): gugus C=C aromatik karena muncul serapan pada bilangan gelombang 1600 cm-1 dan 1475 cm-1 dengan intensitas tajam Puncak (7) : muncul serapan pada 1450 cm-1  dan 1375 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus –  gugus – CH CH3 bending Puncak (8) : muncul serapan pada 750 cm -1  (daerah  fingerprint ) yang menunjukkan adanya gugus benzena tersubstitusi orto Jadi dapat disimpulkan bahwa senyawa yang memiliki spektra IR tersebut adalah :

o-metilbenzaldehida

D

2.7.  SOAL LATIHAN SPEKTROFOTOMETRI IR

1.  Jelaskan dasar analisis kualitatif dalam metode spektrofotometri IR ! 2.  Jelaskan mengapa molekul HCl menyerap radiasi infra merah (IR) sedangkan molekul H2 dan O2 tidak menyerap radiasi IR ! 3.  Apakah syarat agar vibrasi ikatan aktif terhadap radiasi IR ? 4.  Terangkan perbedaan antara vibrasi ulur ( stretching ) dan vibrasi tekuk (bending ) ! 5.  Jelaskan bagaimana spektrofotometri IR dapat membedakan pasangan senyawa dibawah ini ? a.  CH3OCH2CH3 dan CH3CH2CH2OH  b.  HOCH2CH2CHO dan CH3CH2COOH c.  CH3CH2CH2CH2 NH2 dan CH3CH2CH2CH2 N(CH3)2  6.  Gambarkan spektra IR senyawa asam asetat dan etil asetat ! 7.  Dalam pengamatan spectrum absorpsi IR dari H-Cl, pita absorpsi vibrasi ulur H-Cl (isotop 1H dan

35Cl)

muncul pada bilangan gelombang gelombang , ν =

 

45 

2991 cm-1. Hitunglah nilai tetapan gaya ikat (k) dari ikatan H-Cl ! (BA H = 1 ; Cl = 35 g/mol ; kecepatan cahaya (c) = 3,0

1010 cm/detik)

8.  Ketika dua buah atom yang terikat melalui ikatan kovalen dikenakan radiasi infra merah (IR) maka ikatan tersebut akan mengalami vibrasi. Dengan menggunakan hukum Hooke untuk getaran harmonik sederhana, hitunglah bilangan gelombang vibrasi ikatan C=C jika diketahui konstanta gaya gaya ik ikat at C=C C=C (k = 1,0 1,00 0 cahaya (c) = 3,0

106 dyne/cm (BA : C = 12 g/mol ; kecepatan

1010 cm/detik)

 

46 

BAB III SPEKTROSKOPI MASSA

3.1 PENDAHULUAN

Spektrometri

massa

adalah

metode

instrumental

penting

untuk

menentukan berat molekul suatu senyawa. Memang, spektrometri massa telah hampir secara sempurna mengganti banyak metode klasik penentuan berat molekul karena metode ini lebih cepat dan akurat. Prinsip dari pengukuran secara spektrometri massa adalah molekul bermuatan atau fragmen molekul dihasilkan dalam suatu ruang yang sangat hampa dengan berbagai metode untuk produksi ion. Ion-ion dihasilkan dalam fase gas sehingga ion tersebut kemudian dapat dimanipulasi dengan penerapan pada medan magnet atau medan listrik agar dapat menetukan bobot molekulnya. Spektrometri massa akan melengkapi pelacakan atau elusidasi struktur senyawa organik yang belum diketahui (unknown (unknown)) berat molekulnya. Pengukuran secara spektrometri massa dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen  berupa spektrometer massa. Spektrometer massa m assa resolusi ti tinggi nggi memberikan berat molekul secara akurat sampai ± 0,001 satuan massa atom (sma). Spektroskopi massa akan memberikan informasi mengenai harga berat molekul (g/mol) dan  bagaimana pola pemecahan (fragmentasi) dari suatu molekul organik. organik.

3.2 DASAR-DASAR SPEKTROSKOPI MASSA

Prinsip spektroskopi massa berbeda dengan prinsip spektroskopi lain. Spektra massa tidak mengukur energi absorpsi melainkan berat molekul dan berat  pecahan-pecahan molekul (fragmen). Molekul organik yang akan diukur dengan spektrometer massa ditembaki dengan berkas elektron berenergi tinggi. Hasil  penembakan tersebut akan menghasilkan spesies berupa ion radikal yang  bermuatan positif. Ion radikal tersebut te rsebut biasa disebut juga sebagai ion induk (M ·+). Biasanya M·+  disingkat menjadi M+  dengan alasan penyederhanaan. Persamaan

 

47 

umum untuk penembakan molekul (M) dengan elektron untuk menghasilkan ion induk muatan positif (M·+) adalah : M + e- 

 M+  + 2e- 

Tiap ion positif yang memproduksi secara langsung atau fragmentasi molekul asal



mempunyai rasio massa/muatan yang disebut rasio m/z, dimana direkam pada kertas grafik. Kebanyakan ion mempunyai muatan positif satu ( z = +1), jadi rasio m/z merupakan massa aktual dari ion yang dideteksi. Ion induk (M +) secara langsung menentukan berat molekul dari sampel. Ion induk biasanya dapat dideteksi meskipun dalam beberapa kasus menghasilkan puncak dengan intensitas sangat lemah. Spektrometer massa memiliki tiga komponen dasar, yaitu alat untuk menguapkan dan mengionisasi molekul menjadi partikel bermuatan, alat untuk mengarahkan partikel-partikel dengan ratio massa : muatan (m/z) yang sama terpisah satu sama lain, dan alat untuk mendeteksi partikel-partikel tersebut. Semua instrumentasi spektrometer massa umumnya beroperasi pada tekanan tinggi dan biasanya menggunakan ion positif. Diagram skema spektrometer massa dapat ditunjukkan ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1

Gambar 3.1 Diagram skema spektrometer massa

 

48 

Secara sederhana, proses yang terjadi selama pengukuran dengan spektrometer massa yaitu sampel (senyawa organik) diuapkan dan dimasukkan kedalam ruang vakum, dimana senyawa tersebut ditembaki dengan elektron  berenergi tinggi (70 eV atau 1600 kkal/mol) sehingga elektron tersebut akan terlempar keluar dari molekul. Pada peristiwa penembakan dengan elektron ada dua kemungkinan yaitu molekul tidak kena tembak dan molekul kena tembak. Molekul kena tembak ini yang penting karena akibat dari penembakan tersebut molekul akan terionisasi. Ion positif yang dihasilkan dari proses penembakan tersebut akan ditarik dan dipercepat oleh piringan pemercepat yang bermuatan negatif kedalam ruangan bengkok yang dikelilingi oleh medan magnet. Berbagai kekuatan medan magnet mengubah radius kelengkungan ion yang berbeda dari  berat molekul yang berbeda yang akan melewati ruangan. Jadi ion secara secar a bertahap dibawa masuk dan melewati celah detektor. Spektrum direkam pada kertas grafik yang merupakan plot massa (rasio massa/muatan) versus intensitas.

3.3 PROSES IONISASI SENYAWA

Proses ionisasi senyawa organik ketika ditembaki elektron berenergi tinggi dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 3.2, 3.3 dan 3.4 e orbital nonbonding , e orbital π (phi), e orbital σ (sigma)  (sigma)  

energi semakin meningkat

Gambar 3.2 Proses hilangnya sebuah elektron dari orbital nonbonding

 

49 

Gambar 3.3 Proses hilangnya sebuah elektron dari orbital π (phi)  (phi)  

Gambar 3.4 Proses hilangnya sebuah elektron dari orbital σ (sigma)  (sigma)  

3.4 PROSES PEMUTUSAN IKATAN

Pemutusan ikatan yang terdapat dalam senyawa ketika ditembaki elektron  berenergi tinggi terbagi menjadi dua jenis j enis yaitu pemutusan awal situs radikal ( αcleavage)) dan pemutusan awal situs muatan (inductive cleavage ( inductive cleavage). cleavage). Proses yang terjadi masing-masing dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 3.5 dan 3.6 3.5. SPEKTRUM MASSA

Spektrum massa dipaparkan sebagai grafik batangan yang merupakan plot massa (rasio massa/muatan) versus intensitas. Setiap puncak dalam spektrum menyatakan suatu fragmen (pecahan-pecahan) molekul. Fragmen-fragmen disusun sedemikian rupa sehingga puncak-puncak ditata berdasarkan kenaikan m/z dari kiri ke kanan dalam spektrum. Intensitas puncak sebanding dengan kelimpahan relatif fragmen-fragmen yang bergantung pada stabilitas relatifnya. Puncak tertinggi dalam suatu spektrum disebut sebagai puncak dasar (based ( based peak ) dengan nilai intensitas sebesar 100%. Ion molekul yang muncul pada puncak

 

50 

dasar memiliki kestabilan yang tinggi (waktu hidup lebih lama). Spesi radikal tidak akan dapat dideteksi oleh spektrometer massa karena mempunyai sifat yang tidak stabil. Selain itu, fragmentasi dapat menghasilkan molekul netral seperti air (H2O), nitrogen (N2), karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO 2), amonia (NH3), etena (etilena), etuna (asetilena) dll yang dapat terdeteksi oleh detektor spektrometer massa.

Gambar 3.5 Representasi fragmentasi α-cleavage (Y= -cleavage (Y= heteroatom)

Gambar 3.6 Representasi fragmentasi pemutusan induktif (Y=heteroatom)

 

51 

Untuk pembahasan kali ini, senyawa 4-metil-2-pirolidinobutirofenon digunakan sebagai contoh. Ketika senyawa 4-metil-2-pirolidinobutirofenon ditembaki elektron berenergi tinggi (70 eV) maka satu elektron dari senyawa tersebut akan terlempar keluar sehingga menghasilkan radikal ion atau ion molekul. Massa ion molekul itu merupakan bobot molekul senyawanya. Spektrum massa dari senyawa 4-metil-2-pirolidinobutirofenon dapat ditampilkan seperti  pada Gambar 3.7

Gambar 3.7 Spektrum massa dari senyawa 4-metil-2-pirolidinobutirofenon

 Nilai m/z 231 merupakan berat molekul dari ion molekul dari senyawa sen yawa 4metil-2-pirolidinobutirofenon. Selanjutnya akan terjadi proses fragmentasi membentuk fragmen-fragmen pada m/z 119, m/z 112, m/z 91 dll. Nilai m/z 112 merupakan puncak dasar dengan intensitas/kelimpahan 100%. Proses fragmentasi

 

52 

senyawa 4-metil-2-pirolidinobutirofenon membentuk fragmen-fragmennya dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 3.8

Gambar 3.8 Proses fragmentasi senyawa 4-metil-2-pirolidinobutirofenon 3.6 TEKNIK IONISASI YANG DIGUNAKAN DALAM SPEKTROMETRI MASSA

Ada enam teknik utama ionisasi yang digunakan dalam spektrometri massa yaitu tumbukan elektron (electron (electron impact/electron ionization), ionization), ionisasi kimia (chemical (chemical ionization), ionization), ionisasi medan ( field ionization ionization), ), desorpsi medan ( field  field desorption), desorption), bombardier dengan atom kecepatan tinggi ( fast atom

 

53 

bombardment )).. Teknik yang akan dikaji dalam buku ini adalah tumbukan elektron (electron impact/electron ionization) (chemical ionization). ionization) dan ionisasi kimia (chemical ionization). A.  Ionisasi kimia (chemical ionization)

Metode ionisasi kimia didasarkan pada molekul sampel dikombinasikan dengan aliran gas reagen yang terionisasi yang ada dalam jumlah berlebih dari sampel. Ketika molekul sampel bertumbukan dengan reagen gas preionisasi,  beberapa molekul sampel diionisasi dengan mekanisme yang beragam, meliputi transfer proton, transfer elektron, dan pembentukan produk adisi. Kebanyakan reagen yang dapat digunakan untuk metode ionisasi kimia berupa gas atau cairan dengan volatilitas tinggi. Hasil analisis senyawa pentedrone (1) dengan spektrometer massa metode ionisasi kimia dapat ditunjukkan pada gambar 3.9

Gambar 3.9 Spektrum massa metode ionisasi kimia (70eV,metana) pentedron

Dalam metode ionisasi kimia, gas metana (CH4) dimasukkan secara terus menerus kedalam sumber ion. Gas metana akan berinteraksi dengan elektronelektron yang dihasilkan oleh filamen untuk menghasilkan suatu seri ion. CH4 + e-  CH4



+

CH4



+



  CH4

  + CH4 

 +







+

  + 2e- 

  CH5+  +



CH3 

  CH3+  + H  

CH3+  + CH4 





  C2H5+  + H2 

 

54 

C2H5+  + CH4 



  C3H5+  + 2H2 

Molekul pentedrone kemudian terionisasi melalui reaksi molekul ion sebagai  berikut : C12H17 NO + CH5+ 



  (C12H17 NO +H)+  + CH4 m/z 192

Ion molekul (C12H17 NO +H)+  merupakan molekul C12H17 NO yang terprotonasi dengan sinyal m/z 192. Ion molekul ini menampilkan puncak dengan kelimpahan yang paling tinggi. Selain itu, molekul ini dapat menampilkan puncak yang khas pada sinyal m/z 220 dan m/z 232. Hal ini disebabkan molekul  pentedrone juga bereaksi dengan ion molekul lain seperti C2H5+ dan C3H5+. C12H17 NO + C2H5+ 



  (C12H17 NO +C2H5)+  m/z 220

C12H17 NO + C3H5+ 



  (C12H17 NO +C3H5)+  m/z 232

Pentedrone memiliki dua buah gugus fungsi yang reaktif yaitu karbonil (-CO-) dan amina (-NH-). Atom N memiliki sifat nukleofil yang lebih kuat dibanding dengan atom O. Hal ini disebabkan harga keelektronegatifan atom N lebih kecil daripada harga keelektronegatifan atom O sehingga kemudahan untuk mendonorkan PEB terletak pada atom N dan sekaligus akan bereaksi dengan ion molekul C2H5+ dan C3H5+.

 

55 

Gambar 3.10 Mekanisme reaksi pentedrone dengan ion molekul

Gambar 3.11 Proses fragmentasi pentedrone dengan metode ionisasi kimia

Kemudian muncul sinyal fragmen pada m/z = 174 (-18) yang disebabkan adanya  pelepasan molekul H2O. Lebih lanjut lagi muncul sinyal lemah pada m/z =161 yang disebabkan hilangnya molekul metilamin yang menunjukkan amina tersubstitusi dan pada m/z = 86 yang mengindikasikan bahwa terbentuk ion

 

56 

immonium. Proses fragmentasinya dapat ditunjukkan melalui mekanisme pada Gambar 3.11

 

B. Tumbukan elektron Pada metoda tumbukan elektron, molekul dibombardir dengan elektron

 berenergi tinggi (70 eV) yang mengakibatkan elektron yang terikat lemah terlempar keluar dari molekul. Hilangnya satu elektron meninggalkan suatu radikal kation, yaitu satu elektron bebas dan satu muatan positif. Bila energi elektron yang ditembakkan lebih tinggi dari energi yang dibutuhkan untuk mengeluarkan satu elektron dari molekul, maka kelebihan energi tersebut digunakan dalam pemecahan (fragmentasi) kation radikal. Suatu molekul yang tak diketahui membentuk radikal kation M+., kemudian pecah kembali menjadi .

+

radikal X   dan kation Y . Hanya partikel bermuatan dapat dipercepat dan diarahkan oleh medan magnetik dan elektrostatik, sehingga detektor hanya merekan ion molekul ion M +. dan fragment bermuatan Y+. Radikal tak bermuatan X. tidak direkam. Tipe ionisasi ini menggunakan elektron-elektron berenergi tinggi, yang menghasilkan

fragmentasi

ekstensif

pada

ikatan-ikatan

didalam

analit.

Penggunaan metode tumbukan elektron efektif meningkatkan kelimpahan sinyal yang kurang melimpah dengan metode ionisasi kimia dan dapat memunculkan sinyal-sinyal yang tidak muncul dengan metode ionisasi kimia (Gambar 3.3). Hasil analisis senyawa pentedrone (1) dengan spektrometer massa metode tumbukan elektron dapat ditunjukkan pada gambar 3.12

 

57 

Gambar 3.12 Spektrum massa metode tumbukan elektron (70eV) pentedron

Puncak dasar ditunjukkan pada m/z =86 (paling melimpah) yang termasuk ion immonium (C5H12 N+). Kemudian molekul terus mengalami fragmentasi sehingga muncul fragmen m/z =57 (-CH2 NH) dengan kelimpahan kecil dan frgamen m/z 44 (-C3H6). Lebih lanjut, muncul fragmen kation benzoil (m/z = 105) dan kation fenil (m/z = 77). Proses fragmentasi dapat ditunjukkan pada Gambar 3.13

Gambar 3.13 Mekanisme fragmentasi pentedrone dengan metode tumbukan

elektron

 

58 

3.7. CONTOH SOAL SPEKTROMETRI MASSA 

1. Bagaimana mekanisme pemecahan yang terjadi pada senyawa sikloheksanon ketika diukur dengan spectrometer massa melalui teknik ionisasi kimia ? spectra hasil analisis dapat ditunjukkan seperti pada Gambar dibawah ini

Jawab

 

59 

BAB IV SPEKTROSKOPI SPEKTROSKO PI RESONANS RESONANSII MAGNET INTI PROTON (1H-NMR) 4.1 SPEKTROMETER 1H-NMR

Spektrometer

1

H-NMR berfungsi untuk mengetahui jenis dan jumlah

 proton dalam suatu molekul organik yang tidak diketahui. Senyawa organik mengandung atom hidrogen yang mempunyai lingkungan kimia berbeda. Berikut ini salah satu aplikasi penerapan spektrometer 1H-NMR untuk mengelusidasi senyawa pentedron dan pentilone seperti pada Gambar 4.1 dan 4.2 Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh bahwa proton yang terikat pada atom N memiliki pergeseran kimia yang paling besar (δ=9,58 ppm). Hal ini dikarenakan atom N merupakan atom/gugus penarik elektron yang akan menyebabkan kerapatan elektron disekitar inti berkurang dan proton yang  berdekatan/ terikat langsung menjadi tidak terlindungi (deshielded) sehingga  bersifat paramagnetik. Tampilan peak proton

(-NH2+-) tidak mengalami split

(singlet) karena proton tersebut tidak mempunyai tetangga dan tampilan peak melebar karena proton N-H mempunyai spin inti yang bekerja seperti quadropol listrik sehingga puncak lebar disebabkan oleh hasil relaksasi. Proton yang terikat pada rantai karbon alifatik lingkungan kimianya dipengaruhi oleh gugus karbonil (-CO-) dan gugus amina (-NH 2+-). Proton yang lingkungan kimianya dipengaruhi oleh keberadaan gugus karbonil (-CO-) yaitu  proton pada posisi 2, 3, 4, dan 5 sedangkan proton yang lingkungan kimianya dipengaruhi oleh keberadaan gugus amina yaitu proton posisi 1’. 1’.    

Proton posisi 5 letaknya paling jauh dari gugus penarik elektron (-CO-) sehingga memiliki pergeseran kimia yang kecil (δ = 0,78ppm) akibatnya tiga proton pada posisi 5 lebih terlindungi. Proton posisi 5 mempunyai 2  proton tetangga(posisi 4) maka akan split menjadi triplet (aturan (n+1)).

 

Proton posisi 4 memiliki harga pergeseran kimia δ = 1,09/1,33 ppm karena dua proton posisi 4 lebih tidak terlindungi daripada proton posisi 5 . Proton

 

60 

 posisi 4 mempunyai 5 proton tetangga ( 3 proton posisi 5 dan 2 proton  posisi 3) sehingga akan split menjadi sextet yang karena pengaruh lingkungan kemudian split kembali menjadi double multiplet.  

Proton posisi 3 memiliki harga pergeseran kimia δ = 1,72 1,72-2,02 -2,02 ppm karena dua proton posisi 3 lebih tidak terlindungi daripada proton posisi 4 & 5. Proton posisi 3 mempunyai mempunyai 3 proton proton tetangga ( 2 proton posisi 4 dan 1  proton posisi 2) sehingga akan split split menjadi quartet (multiplet).

 

Proton posisi 2 dan 1’ memiliki harga pergeseran kimia yang lebih besar daripada proton posisi 5,4,dan 3 karena proton-proton tersebut dikelilingi gugus/atom

yang

elektronegatif ( karbonil dan

amina) sehingga

mengurangi rapatan elektron. Geseran kimia proton posisi 2 (δ = 5,25  ppm) lebih besar daripada proton posisi 1’ (δ = 2,56 ppm). Hal ini dikarenakan satu proton posisi 2 dikelilingi oleh dua atom/ gugus yang elektronegatif seperti (-CO) dan (-NH2+-) sehingga lingkungan kimianya makin elektronegatif dan proton menjadi makin tidak terlindungi . Beda halnya dengan proton posisi 1’ yang hanya dikelilingi oleh satu atom/ gugus yang elektronegatif seperti (-NH 2+-). Proton posisi 2 mempunyai 2  proton tetangga (posisi 3)

maka akan split menjadi triplet sedangkan

 proton posisi 1’ tidak mempunyai tetangga proton maka tidak akan mengalami split.  

Proton posisi 2’’,3’’,4’’,5’’, dan 6’’ terik at at pada cincin aromatik (benzena). Dalam benzena, elektron pi terdelokalisasi disekitar cincin. Dibawah pengaruh medan magnet luar, elektron pi ini berputar mengitari cincin (arus cincin). Medan yang diimbas oleh arus cincin sebenarnya membantu memperbesar medan magnet luar disekitar proton benzena sehingga bersifat paramagnetik [5]. Hal inilah yang mengakibatkan proton  pada benzena bersifat tidak terlindungi (deshielded) dan pergeseran kimianya selalu lebih besar daripada proton yang terikat pada rantai karbon alifatik. Proton-proton benzena tersebut dipengaruhi oleh gugus  penarik elektron seperti karbonil (-CO-) sebagai substituen. Substituen yang bersifat penarik elektron menyebabkan tak terperisainya proton pada

 

61 

 posisi orto dan para. Proton posisi 2’’/6’’ (orto) memiliki lingkungan kimia yang sama (δ = 8,06 ppm) dan proton posisi 3’’/5’’ juga memiliki lingkungan kimia yang sama (δ = 7,61 ppm).  ppm).  δ 2’’/6’’ > δ 4’’ > δ 3’’/5’’  3’’/5’’    

Proton pada posisi 1 dan 1’’ tidak menampilkan peak dikarenakan atom karbon tersebut tidak mengikat atom H.

4’’  2’’/6’’ 

3’’/5’’ 

5

1’ NH2

5

2

3

H2O  

  DMSO

4  

Gambar 4.1  Spektrum 1H-NMR (300 MHz) dari pentedrone hidroklorida dan  perluasannya pada daerah aromatik (paling atas). Sinyal pada 2,50

 ppm dan 3,34 ppm ppm merupakan DMSO dari dari pelarut dan H2O.

 

62 

Gambar 4.2  Spektrum 1H-NMR (300 MHz) dari pentylone hidroklorida dan  perluasannya pada daerah aromatik (paling atas). Sinyal pada 2,50  ppm yang merupakan merupakan DMSO dari pelarut dan H2O

4 5

3

6’’ 

2’’ 

5’’ 

-CH2O2

 

63 

Berdasarkan hasil karakterisasi yang diperoleh bahwa proton yang terikat pada atom N memiliki pergeseran kimia yang paling besar (δ ( δ=9,58 ppm). Hal ini dikarenakan atom N merupakan atom/gugus penarik elektron yang akan menyebabkan kerapatan elektron disekitar inti berkurang dan proton yang  berdekatan/ terikat langsung menjadi tidak terlindungi (deshielded) sehingga  bersifat paramagnetik. Tampilan peak proton

(-NH2+-) tidak mengalami split

(singlet) karena proton tersebut tidak mempunyai tetangga dan tampilan peak melebar karena proton N-H mempunyai spin inti yang bekerja seperti quadropol listrik sehingga puncak lebar disebabkan oleh hasil relaksasi. Proton yang terikat pada rantai karbon alifatik lingkungan kimianya dipengaruhi oleh gugus karbonil (-CO-) dan gugus amina (-NH 2+-). Proton yang lingkungan dipengaruhi oleh keberadaan gugus karbonil (-CO-) yaitu proton pada  posisi 2, 3, 4, dan 5 sedangkan proton proton yang lingkungan kimianya dipengaruhi dipengaruhi oleh keberadaan gugus amina yaitu proton posisi 1’.  1’.    

Proton posisi 5 letaknya paling jauh dari gugus penarik elektron (-CO-) sehingga memiliki pergeseran kimia yang kecil (δ ( δ  = 0,78ppm) akibatnya tiga proton pada posisi 5 lebih terlindungi. Proton posisi 5 mempunyai 2  proton tetangga(posisi 4) maka akan split menjadi triplet (aturan (n+1)).

 

Proton posisi 4 memiliki harga pergeseran kimia δ = 1,09/1,33 ppm karena dua proton posisi 4 lebih tidak terlindungi daripada proton posisi 5 . Proton  posisi 4 mempunyai 5 proton tetangga ( 3 proton posisi 5 dan 2 proton  posisi 3) sehingga akan split menjadi sextet yang karena pengaruh lingkungan kemudian split kembali menjadi double multiplet.

 

Proton posisi 3 memiliki harga pergeseran kimia δ = 1,72 1,72-2,02 -2,02 ppm karena dua proton posisi 3 lebih tidak terlindungi daripada proton posisi 4 & 5. Proton posisi 3 mempunyai mempunyai 3 proton proton tetangga ( 2 proton posisi 4 dan 1  proton posisi 2) sehingga akan split menjadi quartet quartet (multiplet).

 

Proton posisi 2 dan 1’ memiliki harga pergeseran kimia yang lebih besar daripada proton posisi 5,4,dan 3 karena proton-proton tersebut dikelilingi gugus/atom

yang

elektronegatif ( karbonil dan

amina) sehingga

mengurangi rapatan rapatan elektron. Geseran kimia proton posisi 2 (δ = 5,25

 

64 

 ppm) lebih besar daripada proton posisi 1’ (δ = 2,56 ppm). Hal ini dikarenakan satu proton posisi 2 dikelilingi oleh dua atom/ gugus yang elektronegatif seperti (-CO) dan (-NH2+-) sehingga lingkungan kimianya makin elektronegatif dan proton menjadi makin tidak terlindungi . Beda halnya dengan proton posisi 1’ yang hanya dikelilingi oleh satu atom/ gugus yang elektronegatif seperti (-NH 2+-). Proton posisi 2 mempunyai 2  proton tetangga (posisi 3)

maka akan split menjadi triplet sedangkan

 proton posisi 1’ tidak mempunyai tetangga proton maka tidak akan mengalami split.  

Proton posisi 2’’,5’’, dan 6’’ terikat pada cincin aromatik (benzena). Dalam benzena, elektron pi terdelokalisasi disekitar cincin. Dibawah  pengaruh medan magnet luar, elektron pi ini berputar mengitari cincin (arus cincin). Medan yang diimbas oleh arus cincin sebenarnya membantu memperbesar medan magnet luar disekitar proton benzena sehingga  bersifat paramagnetik. Hal inilah yang mengakibatkan proton pada  benzena bersifat tidak terlindungi (deshielded) dan pergeseran kimianya selalu lebih besar daripada proton yang terikat pada rantai karbon alifatik. Proton-proton benzena tersebut dipengaruhi oleh gugus penarik elektron seperti karbonil (-CO-) sebagai substituen. Substituen yang bersifat  penarik elektron menyebabkan tak terperisainya proton pada posisi orto dan para.

 

Proton pada posisi 1, 1’’,3’’,4’’ tidak menampilkan peak dikarenakan d ikarenakan atom karbon tersebut tidak mengikat atom H.

 

Proton pada posisi metilendioksi memiliki harga pergeseran kimia δ = 6,18  ppm karena dua proton pada posisi itu it u dipengaruhi oleh atom dua atom O. Proton metilen tidak mempunyai tetangga proton maka tidak akan terjadi split (singlet).

 

65 

4.2

CONTOH

APLIKASI

SPEKTROMETER

1

H-NMR

UNTUK

MENGELUSIDASI MENGELUSI DASI SENYAWA ORGANIK

Ketika senyawa butil etanoat (butil metil ester) dikarakterisasi dengan menggunakan spektrometer 1H-NMR maka akan menghasilkan spektra seperti  pada gambar 4.2

Gambar 4.2 Spektra 1H-NMR senyawa butil etanoat

Bagaimana cara membaca spektra tersebut? Dan bagaimana menentukan letak  proton-proton yang terdapat dalam molekul butil etanoat?

PENYELESAIAN

CH3(e)-COO-CH2(d)-CH2(c)-CH2(b)-CH3(a)

Senyawa yang memiliki spektra 1H-NMR tersebut adalah butil etanoat (butil metil ester). Proton (a) terletak pada lingkungan kimia medan tinggi (upfield ) karena letak proton (a) tidak dipengaruhi oleh gugus penarik elektron seperti gugus ester sehingga proton (a) lebih terlindungi (shielded). Proton (a) terdiri dari 3 proton ekivalen memiliki 2 proton tetangga sehingga puncak proton (a) akan split menjadi triplet. Proton (b) terdiri dari 2 proton ekivalen memiliki 5

 

66 

 proton tetangga sehingga puncak proton (b) akan pecah ( split ) menjadi multiplet (sextet). Proton (c) terletak pada lingkungan kimia yang dekat dengan gugus ester sehingga proton (c) lebih tidak terlindungi (deshielded) dibandingkan dengan  proton (a) dan proton (b). Proton (c) terdiri dari 2 proton ekivalen memiliki 4  proton tetangga sehingga puncak proton (c) akan pecah menjadi multiplet (quintet). Spektra 1H-NMR tersebut juga menunjukkan lingkungan proton (d) lebih berada bawah medan dan tidak terlindungi dibandingkan proton (e). Hal ini dikarenakan proton (d) dipengaruhi oleh atom O (oksigen) yang besifat elektronegatif tinggi sehingga menurunkan kerapatan elektron atom H(d). Kemudian proton (e) (e) hanya dipemgaruhi oleh efek anisotropik Hα dari metil ester. Pengaruh keeletronegatifan lebih kuat dibandingkan efek anisotropik sehingga  proton yang berada dekat dengan gugus elektronegatif tidak terlindungi. Proton (d) terdiri dari 2 proton ekivalen memiliki 2 proton tetangga sehingga puncak  proton (d) akan pecah menjadi triplet. Proton (e) terdiri dari 3 proton ekivalen tidak memiliki proton tetangga sehingga puncak proton (e) akan pecah menjadi singlet.

 

67 

4.3 LATIHAN SOAL ELUSIDASI STRUKTUR

1.  Interpretasikan setiap spektra tersebut (IR, MS, 1H-NMR, dan untuk mengelusidasi struktur senyawa organik (C4H8O) !

13

C-NMR)

 

68 

2.  Interpretasikan setiap spektra tersebut (IR, MS, 1H-NMR, dan untuk mengelusidasi struktur senyawa organik (C3H6O2) !

13

C-NMR)

 

69 

DAFTAR PUSTAKA

Christian, G.D. 1976.  Analytical Chemistry, Chemistry, Sixth Edition. USA : John Wiley & Sons,Inc. Dudley dan Fleming, I. 1995. Spectroscopy Methods in Organic Chemistry. Chemistry . UK : British Library. Field,L.D.dkk. 2008. Organic Structures From Spectra. Spectra. England : Wiley. Gandjar, I.G dan Rohman, A. 2007.  Kimia Farmasi Analisis Analisis.. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Harris, D.C., 1987. Quantitative Chemical Analysis. Analysis. Second Edition, New York : W.H.Freeman and Company. Harvey, D. 1956.  Modern Analytical Chemistry. Chemistry. First Edition. USA : Mc GrawHill Companies. Pavia.,Lampman.,Kriz., dan Vyvyan. 2009.  Introduction to Spectroscopy Spectroscopy.. Washington : CENGAGE Learning. Rouessac, F dan Rouessac, A., 1994. Chemical Analysis Modern Instrumentation  Methods and Techniques. Techniques. Second Edition. England : John Wiley & Sons, Ltd Supratman,U. 2010.  Elusidasi Struktur Senyawa Organik . Bandung : Widya Padjajaran. Watson, D.G. 2005.  Analisis Farmasi  Farmasi  (alih bahasa Winny R. Syarief). Jakarta : EGC. Westphal, F., Junge, T., Rosner P., Fritschi, G., Klein, B and Girreser, U. 2007, Mass spectral and NMR spectral data of two new designer drugs with an ααaminophenone structure : 4’-methyl4’-methyl-α α-pyrrolidinohexano phenone and 4’4’methyl-α methylα-pyrrolidinobutyropheno -pyrrolidinobutyrophenone ne , For.Sci.Int , 169, 32-42. Westphal, F., Junge, T., Girreser, U., Greibl, W., Doering, C, 2011, Mass,NMR and IR spectroscopic characterization of pentedrone and pentylone and identification of their isochatinone by-product, For.Sci.Int  by-product, For.Sci.Int , 180, 72-82. Wingrove, A.S dan Caret, R.L. 1981. Organic Chemistry. New York : Harper & Row Publishers.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF