HACCP - KLP 3 - Sanitasi Keamanan Makanan

May 5, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download HACCP - KLP 3 - Sanitasi Keamanan Makanan...

Description

MAKALAH SANITASI DAN KEAMANAN MAKANAN HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP)

Oleh Kelompok 3 Fitriandeski Ramadhani 1911213015 Dea Anggraini 1911211036 Annisa Alifha Putri 1911212020 4.keshia smarta setiani 1911213039 Esa Aminerti 1911212010 Andini Agesta Putri 1911212024 Maya Khairunisa 1911211042 Nadia Fironika 1911213042

Andrilla Putri Anti Pratama 2011216009 Dani Tirtajaya Pramana 1911311016 Rida Tartila 1911212048 Michelle Angela 1911212032 Nadhifah Salsabila 1911212006 Abdurrahim 1911213010 Areta Ardiningrum 1911211035

Dosen Pengampu: Novia Wirna Putri, SKM.,MPH.

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ANDALAS 2022

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena telah memberikan kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini demi memenuhi tugas Sanitasi dan Keamana Pangan dengan topik “HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)”. Dalam pembuatan makalah ini tentunya penulis tidak terlepas dari berbagai kesulitan, karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Namun, berkat petunjuk Allah SWT dan berbagai sumber, baik secara langsung maupun tidak langsung, makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan, terutama dari dosen pengampu, demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang. Padang, Mei 2022

Kelompok 3

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii BAB I ......................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1 1.1

Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2

Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1

1.3 Tujuan ............................................................................................................................ 1 BAB II ....................................................................................................................................... 2 PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3 2.1

Pengertian Pengertian HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point ) .......... 3

2.2

Sejarah Perkembangan Perumusan HACCP ......................................................... 5

2.3

Elemen-Elemen HACCP........................................................................................... 7

2.4

Prinsip HACCP ......................................................................................................... 9

2.5

Pedoman Penerapan Sistim HACCP .................................................................... 10

2.6

Manfaat HACCP ..................................................................................................... 11

2.7

Bagian-Bagian Sistem HACCP .............................................................................. 12

2.8

Penerapan Prinsip Hazard Analysis and Critical Control Points ...................... 13

2.9

Pendekatan HACCP ............................................................................................... 22

BAB III.................................................................................................................................... 23 PENUTUP ............................................................................................................................... 23 3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 23 3.2 Saran.............................................................................................................................. 24 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 25

ii

.

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Masalah keamanan pangan merupakan masalah penting dalam bidang pangan di Indonesia dan perlu mendapatkan perhatian khusus dalam program pengawasan pangan. Penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan di Indonesia sampai saat ini masih tinggi, walaupun prinsip-prinsip pengendalian untuk berbagai penyakit tersebut pada umumnya telah diketahui. Pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji produk akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan yang pesat dalam industri pangan dan tidak dapat menjamin keamanan pangan yang beredar di pasaran. Pendekatan tradisional yang selama ini dilakukan dianggap gagal untuk mengatasi masalah ini. Oleh karena itu dikembangkan sistem jaminan keamanan pangan yang disebut dengan Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control Point / HACCP) yang merupakan tindakan preventif yang efektif untuk menjamin keamanan pangan. Sistem ini mencoba untuk mengidentifikasi berbagai bahaya yang berhubungan dengan suatu keadaan pada saat pembuatan, pengolahan, atau penyiapan makanan melalui risiko-risiko terkait dan menentukan kegiatan dalam prosedur pengendalian akan berdaya guna. Sehingga prosedur pengendalian lebih diarahkan pada kegiatan tertentu yang penting dalam menjamin keamanan makanan.

1.2

Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari HACCP? 2.

Bagaimana sejarah perkembangan perumusan HACCP?

3.

Apa saja elemen-elemen dalam HACCP?

4.

Apa saja prinsip HACCP?

5.

Bagaimana pedoman penerapan sistim HACCP?

6.

Apa manfaat HACCP?

7.

Apa saja bagian-bagian sistem HACCP?

8.

Bagaimana penerapan prinsip HACCP?

9.

Apa saja pendekatan HACCP?

1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari HACCP. 2.

Untuk mengetahui sejarah perkembangan perumusan HACCP. 1

3.

Untuk mengetahui elemen-elemen dalam HACCP.

4.

Untuk mengetahui prinsip HACCP.

5.

Untuk mengetahui pedoman penerapan sistim HACCP.

6.

Untuk mengetahui manfaat HACCP.

7.

Untuk mengetahui bagian-bagian sistem HACCP.

8.

Untuk mengetahui penerapan prinsip HACCP.

9.

Untuk mengetahui pendekatan HACCP

BAB II 2

PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pengertian HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point )

Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and Critical Control Points/ HACCP) didefinisikan sebagai pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya. HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Atau dimanakah letak bahaya dari makanan atau minuman yang dihailkan oleh suatu industri, serta melakukan evaluasi apakah seluruh proses yang dilakukan adalah proses yang aman, dan bagaimana kita mengendalikan ancaman bahaya yang mungkin timbul. Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zerorisk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga sampai kepada pengguna akhir. Hazard Analysis adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan. Bahaya tersebut meliputi: 

keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada bahan mentah.

3



Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.



Kontaminasi atau kontaminasi ulang (cross contamination) pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi. Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana

pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995). Titik pe ngendalian kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis: 

Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan



Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi.

Pada umumnya, sistem HACCP terdiri dari 3 (tiga) langkah, yaitu : 1. Langkah kesehatan

Pertama.

Identifikasi

penilaian

terhadap

ancaman

yang berhubungan dengan produk yang dihasilkan.

2. Langkah Kedua. Penentuan Critical Control Point (CCP) atau titik lokasi kritis atau rawan yang perlu dikendalikan dan diamati. 3. Langkah Ketiga. Menetapkan pedoman langkah-langkah untuk memonitor CCP.

Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem penjamin keamanan pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu : 

Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan,



Mencegah penutupan pabrik,



Meningkatkan jaminan keamanan produk



Pembenahan dan pembersihan pabrik



Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar



Meningkatkan kepercayaan konsumen, dan



Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena masalah keamanan produk.

Pendekatan HACCP dalam industri pangan terutama diarahkan terhadap produk pangan (makanan) yang mempunyai risiko tinggi sebagai penyebab penyakit dan keracunan, 4

yaitu makanan yang mudah terkontaminasi oleh bahaya mikrobiologi, kimia dan fisika Meskipun aplikasi HACCP pada umumnya dilakukan di dalam industri pengolahan pangan, tetapi pada prinsipnya dapat dilakukan mulai dari produksi bahan baku sampai pemasaran dan distribusi. Hal ini disebabkan beberapa kontaminasi, misalnya logam berat, pestisida, dan mikotoksin yang mungkin mencemari bahan baku pada waktu produksi, sangat sulit dihilangkan dengan proses pengolahan. Oleh karena itu pengawasan terhadap bahan -bahan berbahaya tersebut harus dimulai dari saat produksi bahan baku. HACCP tidak hanya diterapkan dalam industri pangan modern, tetapi juga diterapkan dalam produksi makanan katering/jasa boga, makanan untuk hotel dan restoran, bahkan dalam pembuatan makanan jajanan.

2.2 Sejarah Perkembangan Perumusan HACCP Konsep sistem HACCP sebagai penjamin keamanan pangan pertama kali dikembangkan oleh tiga institusi, yaitu perusahaan pengolah pangan Pillsbury Company bekerjasama dengan NASA (The National Aeronaties and Space Administration) dan US Arm’s Research, Development and Engineering Center pada dekade tahun 1960-an dalam rangka menjamin suplai persediaan makanan untuk para astronotnya (ADAMS, 1994; MOTARJEMI et al, 1996 ; VAIL, 1994). Konsep ini pada permulaannya dikembangkan dengan misi untuk menghasilkan produk pangan dengan kriteria yang bebas dari bakteri pathogen yang bisa menyebabkan adanya keracunan maupun bebas dari bakteri-bakteri lain serta dikenal pula dengan program “zero-defects” (HOBBS, 1991). Program “zero-defects” ini esensinya mencakup tiga hal, yaitu: pengendalian bahan baku, pengendalian seluruh proses dan pengendalian pada lingkungan produksinya serta tidak hanya mengandalkan pemeriksaan pada produk akhir (finished products) saja. Oleh karena hal tersebut maka diperlukan sistem/metode pendekatan lain yang bisa menjamin bahwa faktorfaktor yang merugikan harus benar-benar dapat diawasi dan dikendalikan. Dari hasil pengkajian, evaluasi dan penelitian yang lebih mendalam ternyata sistem/metode HACCP merupakan satu-satunya konsep yang pas (sesuai) kinerjanya untuk program “zero-defects” tersebut (NATIONAL FOOD PROCESSORS ASSOCIATION’S MICROBIOLOGY AND FOODSAFETY COMMITTEE, 1992). Kemudian atas inisiatif perusahaan industri pengolah pangan Pillbury Company, konsep sistem manajemen HACCP tersebut lalu dipresentasikan dan dipublikasikan pada tahun 1971 dalam Konfrensi Perlindungan Pangan Nasional di Amerika Serikat (HOBBS, 1991). Disamping itu, konsep ini menjadi dasar bagi peraturan untuk menjamin keamanan 5

mikrobiologis bagi produk makanan berasam rendah yang dikalengkan dan makanan yang diasamkan dan diproses dengan menggunakan suhu tinggi. Selanjutnya konsep sistem HACCP ini banyak dipelajari, diteliti, diterapkan dan dikembangkan oleh berbagai kalangan industri pengolah pangan, ilmuan pangan, teknologi pangan, para pakar di bidang ilmu dan teknologi pangan baik yang ada di Universitas/Perguruan Tinggi, lembaga litbang pangan dan 4 lain-lain. bahkan FDA (Food and Drug Administration) sebagai lembaga penjamin mutu dan keamanan pangan nasional yang disegani di Amerika Serikat telah menetapkan dan mensyaratkan agar sistem HACCP ini diterapkan secara wajib (mandatory) pada setiap industri pengolah pangan secara luas (PERSON dan CORLET, 1992). Konsep HACCP ini pun telah mengalami revisi, kajian ulang dan penyempurnaan dari berbagai institusi yang memberikan masukannya seperti National Advisory Committee On Microbiological Criteria on Foods (NACMCF), US Departement of Agriculture (USDA), National Academiy of Sciences (NAS), USDA Food Safety and Inspection Service (FSIS) (ADAMS, 1994) ; The National Marine Fisheries Institute (NMFS), National Oceanic and Atmospherie Administration (NOAA), National Fisheries Institute (NFI) dan FDA sendiri (GARRETT III dan HUDAK-ROSE, 1991). Perkembangan selanjutnya konsep HACCP ini telah banyak diimplementasikan di berbagai jenis operasi pengolahan pangan termasuk pula pada jasa “catering” dan “domestic kitchen” dan dalam implementasinya biasanya dilakukan validasi dan verifikasi oleh Badan/Lembaga pengawas keamanan pangan. Kemudian sejak tahun 1985 penerapan sistem HACCP telah diuji-cobakan pada industri pengolah pangan, industri perhotelan, industri penyedia makanan yang beroperasi di jalanan (street food vendors) dan rumah tangga di beberapa negara, misalnya, Republik Dominika, Peru, Pakistan, Malaysia dan Zambia (WHO), 1993). Pada tahun 1993 Badan Konsultansi WHO untuk Pelatihan Implementasi Sistem HACCP pada Industri Pengolah Pangan membuat suatu rekomendasi agar pemerintah sebagai pembina dan industri pangan sebagai produsen pangan berupaya menerapkan sistem HACCP, terutama bagi negara-negara Argentina, Bolivia, China, Indonesia, Jordania, Meksiko, Peru, Philipina, Thailand dan Tunia. Begitu pula negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) telah mensyaratkan diterapkannya sistem HACCP pada setiap eksportir produk pangan yang masuk ke negara-negara tersebut. Sementara ini, mulai tanggal 28 Juni 1993, konsep sistem HACCP telah diterima oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) dan diadopsi sebagai Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Sistem HACCP atau 5 ”Guidelines for Application of Hazard Analysis Critical Control Point System” (CODEX ALIENTARIUN COMMISSION, 1993). Dengan adanya adopsi dan pengakuan secara resmi dari Badan WHO ini, maka 6

HACCP menjadi semakin populer di kalangan industri dan jasa pengolah pangan sebagai penjamin keamanan pangan (food safety assurance).

2.3 Elemen-Elemen HACCP Secara singkat, HACCP terdiri dari elemen -elemen sebagai berikut: 1. Identifikasi bahaya Pada bagian ini mempelajari jenis -jenis mikroorganisme, bahan kimia dan benda asing terkait yang harus didefinisikan. Untuk dapat melakukan ini, tim harus memeriksa karakteristik produk serta bahaya yang akan timbul waktu dikonsumsi oleh konsumen. Terdapat tiga bahaya (hazard) yang dapat menyebabkan makanan menjadi tidak aman untuk dikonsum si, yaitu hazard fisik, kimia, dan biologi. Bahaya fisik termasuk benda -benda seperti pecahan logam, gelas, batu, yang dapat menimbulkan luka di mulut, gigi patah, tercekik ataupun perlukaan pada saluran pencernakan. Bahaya kimia antara lain pestisida, za t pembersih, antibiotik, logam berat, dan bahan tambahan makanan. Bahaya biologi antara lain mikroba patogen (parasit, bakteri), tanaman, dan hewan beracun. Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan adalah: a. Formulasi; adalah bahan mentah dan bahan baku ya ng dapat mempengaruhi keamanan dan kestabilan produk. b. Proses; adalah parameter proses pengolahan yang dapat mempengaruhi bahaya. c. Kemasan; adalah perlindungan terhadap kontaminasi ulang dan pertumbuhan mikroorganisme d. Penyimpanan/penanganan; adalah waktu dan kondisi suhu serta penanganan di dapur dan penyimpanan di etalase. e. Perlakuan konsumen; digunakan oleh konsumen atau ahli masak professional. f. Target grup; yaitu pemakai akhir makanan tersebut (bayi, orang dewasa, lanjut usia) Semua faktor ini harus dipertimbangkan untuk menentukan risiko serta tingkat bahaya yang dikandungnya. Tiap -tiap pengawasan/ studi harus memeriksa mikroorganisme tertentu, bahan kimia atau pencemar fisik yang mungkin mempengaruhi keamanan produk tertentu. Pengendalian dapat didefinisi kan secara tepat dengan cara ini. 2. Aktivitas Penentuan Titik Pengendalian Kritis (CCP)

7

Setelah diagram alir tersedia kemudian mengenali titik -titik yang berpotensi untuk menimbulkan, menghilangkan atau mengurangi bahaya. CCP ditetapkan pada setiap tahap proses mulai dari awal produksi suatau makanan hingga sampai ke konsumsi. Pada setiap tahap ditetapkan jumlah CCP untuk bahaya mirobiologis, kimia, maupun fisik. Pada beberapa produk pangan, formulasi makanan mempengaruhi tingkat keamanan nya, oleh karena itu CCP pada produk semacam ini diperlukan untuk mengontrol beberapa parameter seperti pH, aktivitas air (aw), dan adanya bahan tambahan makanan. 3. Spesifikasi Batas Kritis Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan nilai yang tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP) dapat merupakan bahan mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun harus spesifik, misalnya:  Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/baku  Standar higienis dalam ruangan pemasakan /dapur  Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang untuk produk jadi/masak. Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu, kelembaban, pH, water activity (aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam, viskositas, adanya zat klorin, dan parameter indera (sensory) seperti penampilan dan tekstur. 4. Aktivitas Penyusunan Sistem Pemantauan Dalam sistem HACCP, pemantauan atau monitoring didefinisikan sebagai pengecekan bahwa suatu prosedur pengolahan dan penanganan pada CCP dapat dikendalikan atau pengujian dan pengamatan yang terjadwal terhadap efektivitas proses untuk mengendalikan CCP dan limit kritisnya dalam menjamin keamanan produk. Biasanya perlu juga dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan praktis. Lima macam pemantauan yang penting dilaksanakan antara lain: pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi. 5. Pelaksanaan Tindakan Perbaikan. Tindakan perbaikan adalah kegiatan yang dilakukan bila berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP pada batas kritis tertentu atau nilai target tertentu atau ketika hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kurangnya pengendalian. Sebagai contoh adalah klorinasi air 8

pendingin dan pasteurisasi susu. Pada titik pengendalian kritis (CCP) dimana tingkat khlorin air pendingin sangat kritis, maka bila konsentrasi klorin kurang dari 1 ppm harus segera disesuaikan dengan cepat, jika tidak mengandung klorin, maka hasil olahan harus diperiksa lebih lanjut. Pada proses pasteurisasi suhu yang turun sampai di bawah 71,5o C harus dilakukan pasteurisasi kembali. Secara umum, data tentang pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk menentukan titik dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah modifikasi lain diperlukan. Dalam hal ini, sistem dapat beradaptasi terhadap perubahan kondisi dengan cara penyesuaian yang berkesinambungan 6. Aktivitas Sistem Verifikasi Sistem verivikasi mencakup berbagai aktifitas seperti inspeksi, penggunaan metode klasik mikrobiologis dan kimiawi dalam menguji pencemaran pada produk akhir untuk memastikan hasil pemantauan dan menelaah keluhan konsumen. Contoh produk yang diperiksa dapat digunakan untuk memeriksa keefektifan sistem. Namun demikian verivikasi tidak pernah menggantikan pemantauan. Verifikasi hanya dapat memberikan tambahan informasi untuk meyakinkan kembali kepada produsen bahwa penerapan HACCP akan menghasilkan produksi makanan yang aman (ILSI-Eropa, 1996). 7. Penyimpanan Data atau Dokumentasi Penyimpanan data merupakan bagian penting pada HACCP. Penyimpanan data dapat meyakinkan bahwa informasi yang dikumpulkan selama instalasi, modikasi, dan operasi sitem akan dapat diperoleh oleh siapapaun yang terlibat proses, juga dari pihak luar (auditor). Penyimpanan data membantu meyakinkan bahwa sistem tetap berkesinambungan dalam jangka panjang. Data harus meliputi penjelasan bagaim ana CCP didefinisikan, pemberian prosedur pengendalian dan modifikasi sistem, pemantauan, dan verifikasi data serta catatan penyimpangan dari prosedur normal

2.4 Prinsip HACCP Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip sebagai berikut: 1. Prinsip 1: Melaksanakan analisa bahaya. segala macam rantai produksi pangan yang dapat menyebabkan masalah keamanan pangan harus dianalisa Bahaya yang dapat ditimbulkan adalah keberadaan pencemar (kontaminan) biologi, kimiawi, atau fisik bahan pangan. Selain itu, bahaya lain mencakup pertumbuhan mikroganisme atau

9

perubahan kimiawi yang tidak berlangsung selama proses produksi, dan terjadinya kontaminasi silang pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi. 2. Prinsip 2: Menentukan Titik Kendali Kritis (CCPs). suatu titik, tahap, dimana bahaya yang berhubungan dengan pangan dapatboleh, dieliminasi, atau dikurangi ke titik yang dapat diterima (diperkan atau titik aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis yaitu Titik Pengendalian Kritis I sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat dikurangi. 3. Prinsip 3: Menetapkan batas kritis. Kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa diterima dengan yang tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus dibuat batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat kelembaban, Aw, ketersediaan klarin dan parameter fisik seperti tampilan visual dan tekstur. 4. Prinsip 4: Menetapkan sistem untuk memantau pengendalian TKK (CCP). suatu sistem pemantauan (observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama terjadi aliran makanan. Hal ini termasuk sistem operasi dan kontrol mana yang mengalami perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya, Pemantauan harus menggunakan catatan tertulis. melakukan tindakan korektif jika mengetahui adanya CCP yang tidak berada di bawah kontrol. Tindakan korektif spesifik yang diterapkan pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif tersebut harus mampu mengendalikan CCP kembali dibawah kendali dan hal ini termasuk pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara tepat. 5. Prinsip 5: Menetapkan tindakan perbaikan untuk dilakukan jika hasil pematauan menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali. 6. Prinsip 6: Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. 7. Prinsip 7: Menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapannya

2.5 Pedoman Penerapan Sistim HACCP Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor tersebut harus telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex, Pedoman Praktis dari Codex yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan terkait. Tanggung jawab manajemen adalah penting untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi 10

bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus dipertimbangkan dampak dari bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang berkepentingan dan bukti-bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan. Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali Kritis (CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP harus diterapkan terpisah untuk setiap operasi tertentu. TKK yang diidentifikasi pada setiap contoh yang diberikan dalam setiap Pedoman praktek Higiene dari Codex mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk suatu penerapan yang spesifik atau mungkin berbeda jenisnya. Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya. Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan

yang tepat disesuaikan dengan

memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.

2.6 Manfaat HACCP Terdapat beberapa keuntungan pokok yang diperoleh pemerintah dan instansi kesehatan serta konsumen dari penerapan HACCP sebagai alat pengatur keamanan makanan: 1. HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat diterapkan pada semua aspek dari pengamanan makanan, termasuk bahaya secara biologi, kimia, dan fisik pada setiap tahapan dari rantai makanan mulai dari bahan baku sampai penggunaan produk akhir. 2. HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistik untuk mendemonstrasikan kegiatan yang dapat atau mungkin dilakukan untuk mencegah terjadi bahaya sebelum mencapai konsumen. 3. Sistem HACCP memfokuskan kepada upaya timbulnya bahaya dalam proses pengolahan makanan. 4. Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh pemerintah sehingga pengawasan menjadi optimal. 5. Pendekatan HACCP memfokuskan pemeriksaan kepada tahap kegiatan yang kritis dari proses produksi y ang langsung berkaitan dengan konsumsi makanan. 6. Sistem HACCP meminimalkan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi makanan. 11

7. Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan dan karena itu mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan (Suklan, 1998).

2.7 Bagian-Bagian Sistem HACCP 1. Analisis terhadap hazard, yang meliputi identifikasi terhadap hazard, penelitian parahnya derajat hazard yang ada. 2. Penentuan the Critical Control Point (CCP) : a. CCP – 1

:

point yang dapat meyakinkan pengendalian hazard

b. CCP – 2

:

akan dapat menekan hazard seminimal mungkin, tetapi

tidak dapat memastikan kontrol terhadap hazard 3. Spesifikasi dari kriteria yang dapat memberi petunjuk apakah suatu tindakan atau tugas sudah dalam kendali CCP khusus. 4. Membuat dan mengesahkan sebagai pedoman suatu cara untuk melakukan pemantauan terhadap setiap CCP, untuk memeriksa apakah bagian tersebut sudah dalam pengawasan atau belum, seperti inspeksi visual, evaluasi indera, pengukuran secara fisik/kimia, aspek-aspek kuantitatif dan pencatatan dalam laporan. 5. Pengambilan langkah perbaikan, bila hasil monitoring ternyata memberi indikasi bahwa CCP tertentu tidak berlangsung normal (tidak dalam keadaan terkendali). 6. Verifikasi keberhasilan, misal menggunakan informasi tambahan untuk memastikan bahwa sistem HACCP berjalan dengan baik. Contoh, tes inkubasi terhadap makanan yang diproduksi.

12

2.8 Penerapan Prinsip Hazard Analysis and Critical Control Points Pembentukan Tim HACCP

Deskripsi Produk

Identifikasi Rencana Penggunaan

Penyusunan Bagan Alir

Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan

Pencatatan Semua Bahaya Potensial yang Berkaitan dengan Analisa Bahaya, Penentuan Tindakan Pengendalian Penentuan Titik Kendali Kritis

Penentuan Batas Kritis untuk Setiap TKK

Penyusunan Sistem Pemantauan untuk Setiap TKK

Penetapan Tindakan Perbaikan untuk Setiap Penyimpangan yang Terjadi

Penetapan Prosedur Verifikasi

Penetapan Dokumentasi dan Pencatatan

13

Tahap 1 : Pembentukan Tim HACCP Pembentukan

tim

HACCP

merupakan

kesempatan

baik

untuk

memotivasi

dan

menginformasikan tentang HACCP kepada para karyawan. Seleksi Tim sebaiknya dibentuk oleh ketua tim (atau koordinator Tim, yang diangkat lebih dahulu), atau oleh seorang ahli HACCP (bisa dari luar atau dari dalam pabrik). Hal yang terpenting adalah mendapatkan Tim dengan komposisi keahlian yang benar (multidisiplin) sehingga dapat mengumpulkan dan mengevaluasi data-data teknis, serta mampu mengidentisikasi bahaya dan mengidentifikasi titik Titik Kendali Kritis (TKK atau CCP=Critical Control Poins). 1. Komposisi Tim HACCP Orang-orang yang dilibatkan dalam Tim yang ideal adalah meliputi : a) Staff Quality Assurance atau Staff Quality Control. b) Personil Bagian Produksi (mengerti bahan baku dan proses produksi) c) Personil dari bagian Teknis/Engineering. d) Ahli Mikrobiologi Pada perusahaan yang kecil, satu orang dapat mengisi posisi-posisi di atas dan bahkan dapat menanggantikan seluruh Tim HACCP. Dalam kasus ini perlu bantuan konsultan atau saran-saran dari pihak luar. 2. Tugas Tim HACCP Tim HACCP terdiri atas ketua atau koordinator Tim dan beberapa anggota Tim. Tugas Tim HACCP harus meliputi hal-hal berikut : Tugas Ketua Tim HACCP : a) Menentukan dan mengontrol lingkup HACCP yang akan digunakan. b) Mengarahkan disain dan implementasi Sistem HACCP dalam pabrik. c) Mengkoordinasi dan mengetuai pertemuan-pertemuan Tim. d) Menentukan apakah sistem HACCP yang dibentuk telah memenuhi ketentuan Codex, memperhatikan pemenuhan sistem terhadap peraturan-peraturan atau standar yang berlaku dan kefektivitas dari sistem HACCP yang akan dibuat. e) Memelihara dokumentasi atau rekaman HACCP. f) Memelihara dan mengimplementasi hasil-hasil audit internal sistem HACCP. g) Karena ketua Tim merupakan ahli HACCP diperusahaan/pabrik, maka harus mempunyai keahlian komunikasi dan kepemimpinan, serta mempunyai perhatian yang tinggi terhadap jenis usaha yang dijalankan. 3. Tugas Anggota Tim HACCP :

14

a) Mengorganisasi dan mendokumentasikan studi HACCP dalam pabrik yang bersangkutan. b) Mengadakan kaji ulang (pengkajian) terhadap semua penyimpangan dari batas kritis. c) Melakukan internal audit HACCP Plan (Rencana HACCP atau Rencana Kerja Jaminan Mutu). d) Mengkomunikasikan operasional HACCP. Tim HACCP harus membuat Rencana HACCP (HACCP Plan), menulis SSOP dan memverifikasi dan mengimplementasikan system HACCP. Tim harus mempunyai pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyangkut keamanan pangan. Jika masalah yang ada tidak dapat dipecahkan secara internal, maka perlu meminta saran dari ahli atau konsultan HACCP. Tim juga harus memutuskan lingkup HACCP yang meliputi dimana harus memulai, dimana harus berhenti dan apa saja yang harus dimasukkan dalam sistem HACCP. Disamping itu Tim juga harus mensosialisasikan sebab-sebab atau mengapa perusahaan atau pabrik menerapkan sistem HACCP. Tim HACCP harus memiliki pengertian tentang produk selengkap mungkin. Semua komposisi produk secara rinci harus diketahui dan dimengerti. Informasi ini akan sangat penting untuk bahaya mikrobiologis karena komposisi produk harus diperiksa berkaitan dengan kemampuan patogen untuk tumbuh.

Tahap 2 : Mendeskripsikan produk Jelaskan produk secara rinci mengenai komposisinya, struktur fisik/kimia (termasuk aw, pH, dll.), pengemasan, informasi keamanan, perlakuan pengolahan, (perlakuan panas, pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.),

penyimpanan (kondisi

dan masa simpan) dan metode distribusi. Deskripsi produk terdiri dari : • Nama produk • Komposisi • Karakteristik produk akhir • Metode pengawetan • Pengemasan – Primer • Pengemasan – Pengiriman/pengapalan

15

• Kondisi penyimpanan • Metode distribusi • Masa simpan • Pelabelan khusus • Persiapan konsumen

Deskripsi yang lengkap dari produk harus digambarkan, termasuk informasi mengenai komposisi, struktur kimia/fisika, perlakuan-perlakuan (pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengeringan, pengasapan), pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, persyaratan standar, metoda pendistribusian, dan lain-lain. Didalam menetapkan diskripsi produk, perlu diperhatikan dan diidentifikasi informasi yang akan berkaitan dengan program HACCP, agar memberi petunjuk dalam rangka identifikasi bahaya yang mungkin terjadi, serta untuk membantu pengembangan batas-batas kritis. Beberapa informasi dasar yang dapat memberikan petunjuk akan potensi bahaya adalah: 1) Pengendalian suhu yang benar untuk mencegah tumbuhnya bakteri, yang mempengaruhi umur produk dan persyaratan konsumen; 2) Jenis pengemas utama adalah faktor penting dalam mengendalikan pertumbuhan bakteri, bahkan beberapa jenis pengemas dapat langsung dinyatakan mencegah bekteri patogen tertentu. Misalnya pengemas hampa akan mencegah bakteri patogen areobik; 3) Metode distribusi, hal ini penting untuk menginformasikan bahwa pada semua tahap distribusi harus dalam kondisi yang sama; 4) Persyaratan konsumen, dalam beberapa hal konsumen meminta persyaratan tertentu;

Tahap 3 : Identifikasi Pengguna Produk Peruntukan penggunaan harus didasarkan kepada kegunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna akhir atau konsumen. Tujuan penggunaan ini harus didasarkan kepadamanfaat

yang diharapkan dari produk oleh pengguna atau konsumen.

Pengelompokan konsumen penting dilakukan untuk menentukan tingkat resiko dari setiap produk. Tujuan penggunaan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi apakah produk tersebut dapat didistribusikan kepada semua populasi atau hanya populasi khusus yang sensitif (balita, manula, orang sakit dan lain-lain); Sedangkan cara menangani dan mengkonsumsi produk juga penting untuk selalu 16

memberi perhatian, misalnya produk produk siap santap memerlukan perhatian khusus untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Identifikasi pengguna produk yang ditujukan, konsumen sasarannya dengan referensi populasi yang peka (sensitif). Sebutkan apakah produk ditujukan untuk konsumsi umum atau apakah dipasarkan untuk kelompok populasi yang peka. Lima kelompok populasi yang peka : 1) Manula; 2) Bayi; 3) Wanita hamil; 4) Orang sakit; 5) Orang dengan daya tahan terbatas (immunocompromised)

Tahap 4 : Penyusunan Diagram Alir Diagram alir harus disusun oleh tim HACCP. Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut. Hal tersebut tentu saja akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan tetapi pada produk-produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan sebagainya) selama distribusi, maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya. Diagram alir harus meliputi seluruh tahap-tahap dalam proses secara jelas mengenai: •

Rincian seluruh kegiatan proses termasuk inspeksi, transportasi, penyimpanan dan penundaan dalam proses.



Bahan-bahan yang dimasukkan kedalam proses seperti bahan baku, pengemasan, air dan bahan kimia.



Keluaran dan proses seperti limbah: pengemasan, bahan baku, product-inprogress, produk rework, dan produk yang dibuang (ditolak).

Tahap 5 : Verifikasi Diagram Alir Di Tempat Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan 17

pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan. Tim HACCP harus mengkonfirmasikan operasi pengolahan berdasarkan GAP (Good Agricultural Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing Practices), GDP (Good Distribution Practices) dan atau GCP (Good Catering Practices) serta prinsip-prinsip sanitasi dengan diagram alir selama semua tahapan dan jam operasi serta merubah digram alir dimana yang tepat. Diagram alir proses yang harus divwrfikasi ditemp;at, dengan cara : 

Mengamati aliran proses



Kegiatan penambilan sampel



Wawancara



Operasi rutin/non-rutin

Tahap 6: Pencatatan Semua Bahaya Potensial yang Berkaitan dengan Analisa Bahaya, Penentuan Tindakan Pengendalian Daftar semua bahaya potensial yang berkaitan dengan tahapan, pengadaan suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk mengendalikan bahayabahaya yang teridentifikasi. Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur dan distribusi hingga sampai pada konsumen. Tim HACCP harus mengadakan analisa bahaya untuk mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami bahwa batas-batas dan cara menguranginya hingga batas-batas yang dapat diterima adalah penting terhadap produksi yang aman. Dalam mengadakan analisa bahaya, kemungkinan adanya bahaya terdapat sebagai berikut: 

Terdapatnya bahaya dan pengaruh yang berat Identifikasi Bahaya:



Spesifikasi Standar (SNI, CAC. ISO, dll)



Persyaratan Regulasi (Depkes, Deptan, FDA, POM) 18



Persyaratan Pelnanggan



Pengalaman Perusahaan



Literatur Identifikasi penyebab bahaya:



Kontaminasi: Pekerja, bahan lain, lingkungan, metide penanganan



Tumbuh dan berkembang dari produk

Tingkat keseriusan bahaya/ severity: 

Keseriusan bahaya dapat ditetapkan dengan melihat dampaknya terhadap kesehatan konsumen, dan juga dampak terhadap reputasi bisnis



Keseriusan bahaya juga dapat dinilai rendah, sedang, tinggi

Pengujian Risiko: 

Definisi: Peluang kemungkinan suatu bahaya akan terjadi



Dalam keamanan pangan makanan ditetapkan berdasarkan kategori risiko



Pendekatan yang sederhana adalah dengan mengelompokkan produk menjadi suatu kategori resiko: Tinggi, sedang, rendah



Suatu alternative adalah dengan membuat matriks risiko berdasarkan siatu kisaran faktor



Suatu pendekatan yang sederhana pada kategori risiko makanan disajikan berikut ini Tindakan pencegahan:



Kegiatan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai ketingkat yang dapat diterima



Tindakan pencegahan berkaitan sengan sumber bahaya dan tingkat teknologi yang cukup untuk mencapai tujuan tersebut

Tahap 7: Penentuan TKK/ Titik Kendali Kritis (CCP) (lihat prinsip 2) Ada lebih dari satu TKK di mana pengendalian dilaksanakan menuju bahaya yang sama. Penentuan dari satu TKK pada sistim HACCP dapat dipermudah dengan penerapan pohon seperti pada Diagram 2, dimana menunjukkan pendekatan pemikiran yang logis :

Tahap 8: Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (lihat prinsip3)

19

Batas-batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila memungkinkan untuk setiap TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap khusus. Seringkali criteria digunakan termasuk ukuran-ukuran suhu, waktu, tingkat kelembapan, pH, AW keberadaan chlorine, dan parameter-parameter sensori seperti penampakan visual dan tekstur. Batas kritis harus ditentukan untuk setiap TKK. Dalam beberapa kasus batas kritis criteria pengukurannya antara lain suhu, waktu, tingkat kelembapan, pH, Aw dan ketersediaan chlorine dan parameter yang berhubungan dengan pancaindra (penampakan dan tekstur). Penetapan batas kritis meliputi : • Satu atau lebih toleransi yanh harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia, fisika • Semua factor yang tekait dengan keamanan harus diidentifikasi • Tingkat dimana setiap factor menjadi batas aman dan tidak aman (.....> batas kritis) • Memisahkan kondisi yang dapat diterima atau tidak • Harus spesifik dan jelas: Batas maksimum, minimum atau keduanya; • Harus berkaitan denagn Tindakan pengendalian dan mudah dipantau Apabila HACCP disusun tenaga ahli : • Perusahaan harusmemastikan bahwa Control Limits dapat diaplikasikan pada operasi, produk, atau kelompok produk secara spesifik • Terukur Tipe-tipe Control Limits: • Chemical Limit • Physical Limits • Microbiological Limits

Tahap 9: Penyusunan sistem monitoring untuk setiap TKK (lihat prinsip 4) Monitoring merupakan kegiatan yang dijadwalkan atau pengamatan terhadap TKK yang berhubungan batas kritis. Prosedur monitoring harus menemukan ketidak terkendalian dalam TKK, menetapkan informasi waktu secara ideal untuk tindakan perbaikan yang dilaksanakan untuk mengembalikan pengendalian proses sebelum dilakukan penolakan produk. Data yang diperoleh dari kegiatan monitoring harus di evaluasi oleh petugas yang ditunjuk sesuai dengan pengetahuann dan kewenangannya untuk melaksanakan tindakan perbaikan

20

bila terjadi indikasi. Apabila pelaksanaa monitoring tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi monitoring harus cukup untuk menjamin TKK berada dalam pengendalian. Sebagian besar prosedur monitoring dilakukan secara cepat, karena berhubungan dengan proses yang berjalan dan dapat dilakukan analisa pengujian dalam waktu singkat. Tindakan fisika dan kimia lebih disukai karena lebih cepat dari p;ada tgindakan mikrobiologi. Semua catatan dan dokumen yang terkait dengan kegiatan monitoring TKK harus ditanda-tangani oleh ortang yang melakukan monitoring dan oleh petugas perusahaan yang bertanggungjawab sebagai peninjau. Cara menentukan frekuensi monitoring tgerus menerus : • Seberapa jauh variasi data selama proses,semakin besar variasi frekuensi semakindekat • Seberapa dekat antara nilai normal dengan CL, semakin dekat nilai normal dengan CL semakin sering dilakukan monitoring

Tahap 10: Penetapan tindakan koreksi Tindakan perbaikan yang spesifik untuk setiap TKK harus dikembangkan dalam system HACCP agar dapat menangani p;enyimpangan bila terjadi. Tindakan-tindakan harus menjamin bahwa TKK telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan iktu tgermasuk disposisi yang tepat dari produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi harus didokumentasikan dalam catatan HACCP. Tujuan tindakan koreksi : • Menjamin eliminasi potensi bahaya • Mempunyai rencana pasti tindakan pada setia CCP • Tindakan koreksi diperlukan untuk mengendalikan proses Dua level tindakan koreksi / CA: • CA untuk hasil monitoring mempunyai trend keluar dari CL • CA untuk hasil monitoring melampaui krisis Disposisi produk tidak sesuai : 1. Tahan produk 2. Determinasi apakah produk membawa efek bahaya keamanan produk • Berdasarkan evaluasi tenaga ahli • Berdasarkan pengujian fisika, kimia, • Reproses menjadi produk baru • Diproses menjadi produk lain yang kurang sensitive • Musnahkan produk tidak sesuai • Dilepas 21

Tahap 11: Penetapan prosedur verifikasi (lihat prinsip 6) Menetapkan prosedur verifikasi. Metode audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, mencakup pegambilan contoh secara acak dan menganalisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah system HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa system HACCP bekerja secara efektif.

Tahap 12: Penetapan dokumen dan pencatatan (lihat prinsip 7)

2.9 Pendekatan HACCP Ada tiga pendekatan penting dalam pengawasan mutu pangan: 1. Food Safety/Keamanan Pangan. Aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit atau bahkan kematian. Masalah ini umumnya dihubungkan dengan masalah biologi, kimia dan fisika. 2. Wholesomeness/Kebersihan. Merupakan karakteristik-karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan hygiene. 3. Economic Fraud /Pemalsuan Adalah tindakan-tindakan yang illegal atau penyelewengan yang dapat merugikan pembeli. Tindakan ini mencakup diantaranya pemalsuan species (bahan baku), penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat tidak sesuai dengan label, overglazing dan jumlah komponen yang kurang seperti yang tertera dalam kemasan.

22

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Atau dimanakah letak bahaya dari makanan atau minuman yang dihailkan oleh suatu industri, serta melakukan evaluasi apakah seluruh proses yang dilakukan adalah proses yang aman, dan bagaimana kita mengendalikan ancaman bahaya yang mungkin timbul. keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada bahan mentah. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi. Kontaminasi atau kontaminasi ulang pada produk antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi. Konsep ini pada permulaannya dikembangkan dengan misi untuk menghasilkan produk pangan dengan kriteria yang bebas dari bakteri pathogen yang bisa menyebabkan adanya keracunan maupun bebas dari bakteri-bakteri lain serta dikenal pula dengan program «zero-defects» . Oleh karena hal tersebut maka diperlukan sistem/metode pendekatan lain yang bisa menjamin bahwa faktorfaktor yang merugikan harus benar-benar dapat diawasi dan dikendalikan. Dari hasil pengkajian, evaluasi dan penelitian yang lebih mendalam ternyata sistem/metode HACCP merupakan satu-satunya konsep yang pas kinerjanya untuk program «zero-defects» tersebut . Disamping itu, konsep ini menjadi dasar bagi peraturan untuk menjamin keamanan mikrobiologis bagi produk makanan berasam rendah yang dikalengkan dan makanan yang diasamkan dan diproses dengan menggunakan suhu tinggi Terdapat tiga bahaya yang dapat menyebabkan makanan menjadi tidak aman untuk dikonsum si, yaitu hazard fisik, kimia, dan biologi. Bahaya fisik termasuk benda -benda seperti

pecahan

logam, gelas, batu, yang

dapat

menimbulkan

luka

di

mulut, gigi

patah, tercekik ataupun perlukaan pada saluran pencernakan. Semua faktor ini harus dipertimbangkan untuk menentukan risiko serta tingkat bahaya yang dikandungnya. Tiap tiap pengawasan/ studi harus memeriksa mikroorganisme tertentu, bahan kimia atau pencemar fisik yang mungkin mempengaruhi keamanan produk tertentu.

23

3.2 Saran Pembaca diharapkan dapat memperoleh pemahaman mengenai HACCP pada makalah ini Pelaku industri terutama industri makanan dan minuman harus mempraktekkan HACCP ini dan melaksanakannya sesuai prosedur yang telah ditetapkan

24

DAFTAR PUSTAKA Daulay, Sere Saghranie. “Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Implementasinya

dalam

Industri

Pangan”.

Dimuat

dalam

https://www.kemenperin.go.id/download/6761/HACCP-dan-ImplementasinyaDalam-Industri-Pangan diakses pada 7 Mei 2022. http://repo.unsrat.ac.id/2032/1/PENGAWASAN_MUTU_DGN_COVER_MUKA_17-0718.pdf Pudjirahaju, Astutik. 2017. Pengawasan Mutu Pangan. Bahan Ajar Gizi. Kemenkes RI http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/05/PengawasanMutu-Pangan_SC.pdf SMESCO. 2022. “HACCP: Sistem Keamanan pangan yang Diakui Dunia”. Dimuat dalam https://smesco.go.id/berita/haccp-sistem-keamanan-pangan-yang-diakui-dunia diakses pada 7 Mei 2022. Sudarmaji. 2005. ANALISIS BAHAYA DAN PENGENDALIAN TITIK KRITIS (HAZARD

ANALYSIS

CRITICAL

CONTROL

POINT

).

https://media.neliti.com/media/publications/3943-ID-analisis-bahaya-danpengendalian-titik-kritis-hazard-analysis-critical-control-p.pdf . Diakses 07 Mei 2022

25

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF