graves disease

October 1, 2017 | Author: Melissa Rosari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

graves disease...

Description

BAB I PENDAHULUAN

Diskusi kasus III modul Endokrin Metabolik dan Gizi (EMG) dengan topik “Wanita dengan penurunan berat badan” diadakan sebanyak dua sesi. Sesi pertama diadakan tanggal 14 Maret 2012 , pukul 08.00 WIB dan berakhir pukul 09.50 WIB. Diskusi ini diketuai oleh saudara M. Rifki Maulana dan M. Fachri Ibrahim sebagai sekretaris serta Dr. Tony S Natakarman selaku tutor datang tepat waktu dan memulai diskusi dengan mengabsen kelompok setelah itu diskusi mulai membahas masalah dan hipotesis kemungkinan penyakit yang diderita oleh pasien berdasarkan data yang ada. Peserta terlihat cukup aktif dan semua ikut berpartisipasi memberikan pendapatnya dalam diskusi. Diskusi kasus II sesi kedua di adakan pada tanggal 16 Maret 2012 pada pukul 13.00 WIB dan berakhir 14.40 WIB. Tutor sesi kedua yaitu Dr. Yenni, Sp. FK. Ketua diskusi berbeda pada sesi pertama yaitu Melly Utami dan yang bertugas sebagai sekretaris adalah saudara M. Fachri Ibrahim. Peserta cukup aktif dalam diskusi dan mengungkapkan pendapatnya. Diskusi pun selesai setelah di tentukannya tata laksana dan prognosis pada pasien yang ada dalam skenario kasus.

1

BAB II LAPORAN KASUS

2.1. Skenario kasus Seorang wanita berusia 37 tahun, mengeluh berat badannya turun. Dalam 3 bulan terakhir ia kehilangan berat badan sebanyak 7 kg. Napsu makannya biasa saja. Ia tidak pernah merasa cepat lelah atau mudah mengantuk. Tetapi ia sering merasa berdebar-debar, buang air besarnya normal, hanya kadang-kadang saja, buang air besarnya encer. Pada pemeriksaan di dapatkan di temukan : nadi 110x/menit teratur, tekanan darah 145/85 mmHg, suhu 37,5 C, kulitnya hangat. Pada pemeriksaan paru-paru tidak terdengar ronkhi atau bunyi napas tambahan lain. Pada jantungnya terdengar bising jantung sistolik derajat II di semua area. Pada tungkainya terdapat edema pretibial.

2.2. Faktor resiko Pada pasien ini faktor resiko yang dapat dideteksi adalah : 

Jenis kelamin wanita



Umur 37 tahun

2.3. Daftar Masalah Daftar masalah Grave disease

Dasar masalah 

Kehilangan berat badan sebanyak 7 kg



Sering merasa berdebar-debar (palpitasi)



Kadang-kadang buang air besarnya encer



Takhikardi (nadi 110x/menit)



Hipertensi (TD 165/95)



Demam subfebris (37.5oC) & kulitnya hangat



Bising jantung sistolik II di semua area



Edema peritibial

2

2.4. Hipotesis Penyebab Hipotesis Graves disease

Hipotesis penyebab 

Autoimun



Genetik

Graves disease : Pada penyakit Graves, limfosit T menjadi peka terhadap antigen dalam kelenjar tiroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen. Salah satu antibodi tersebut ditujukan terhadap reseptor TSH pada membran sel tiroid, merangsang pertumbuhan dan fungsi kelenjar tiroid. Antibodi ini disebut antibodi thyroid-stimulating (TSAb) atau TSI. Ada kecenderungan genetik yang mendasari, tetapi patogenesisnya masih belum jelas. Faktor genetik ini berperan juga terhadap terjadinya episode akut.1,2 2.5. Diagnosis Diagnosa kerja pada kasus ini adalah Penyakit Grave, diagnosa ini ditegakan atas dasar data-data yang didapatkan berupa : Anamnesis Data-data yang mendukung diagnosa kerja berupa penyakit grave yaitu : 

Seorang wanita Bedasarkan data insiden yang ada, penyakit grave lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki.



Berusia 37 tahun Berdasarkan data insiden yang ada, penyakit grave biasa terjadi pada usia sekita tiga puluh sampai empat puluh tahun.



Riwayat berat badan yang turun sekitar 7kg selama kurang lebih 2-3 bulan terakhir Penurunan berat badan terjadi akibat peningkatan metabolisme basal sebagai efek meningkatnya hormon tiroid. 3



Riwayat sering berdebar-debar Hal ini terjadi akibat meningkatnya kadar hormon tiroid sehingga memberikan efek berlebih pada sistem kardiovaskuler yaitu dengan cara meningkatkan ketanggapan jantung yaitu reseptor beta1 terhadap katekolamin dalam darah, sehingga terjadi peningkatan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, hal ini lah yang mendasari gejala palpitasi.



Riwayat buang air besar normal,namun kadang-kadang encer Riwayat buang air besar dimana kadang-kadang encer terjadi akibat meningkatnya hormon tiroid sehingga memberikan efek pada sistem gastrointestinal berupa peningkatan motilitas usus sehingga kadang-kadang terjadi diare.

Pemeriksaan fisik Data-data hasil periksaan fisik yang mendukung diagnosa kerja beruma penyakit grave yaitu 

Nadi 110kali/menit teratur



Tekanan darah 145/85



Suhu 3



Kulit hangat



Jantung : terdengar bising sistolik dengan derajat II di semua area



Tungkai edema pretibial Meskipun tidak ada keterangan non pitting, namun berdasarkan gejala klinis yang lain

menunjukan adanya hipertiroidisme sehingga edema pada tungkai pretibial kemungkinan besar adalah non pitting sebagai gejala pada penyakit grave.

2.5.1 Patofisiologi Kasus Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit grave, penyakit grave adalah suatu penyaki autoimun, yakni tubuh secara serampangan membentuk thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), yaitu suatu antibodi yang sasaranya adalah reseptor TSH di sel tiroid. TSI merangsang sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid dengan cara yang serupa dengan yang dilakukan oleh TSH. Namun, tidak seperti TSH, TSI tidak dipengruhi oleh inhibisi

4

umpan balik negatif oleh hormon tiroid, sehingga sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid terus berlangsung meskipun kadar hormon tiroid sudah berlebih. Peran Thyroid stimuliting Immunoglobulin pada Penyakit Grave

Berdasarkan gambar diatas, menjelaskan bahwa TSI yang terbentuk akibat proses perjalanan penyakit autoimun, akan merangsang sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid,dengan cara yang sama dilakukan oleh TSH. Sasaran TSI adalah reseptor TSH pada kelenjar tiroid. Akibat perangsangan kelenjar tiroid oleh TSI dan TSH akan meningkatkan sekresi hormon tiroid yaitu T3 dan T4 sehingga kadar hormon tiroid darah akan meningkat yang disebut hipertiroidisme. Peningkatan hormon tiroid akan menyebabkan umpan balik negatif pada hiposis anterior oleh hormon tiroiid sehingga hipoofisis anterior akan menuruunkan produksi TSH sehingga diharapkan produksi hormon tiroidpun berkurang, akan 5

tetapi pada keadaan penyakit grave ini, TSI tidak dipengaruhi oleh umpan balik negatif yang dilakukan oleh hormon tiroid sehingga perangsangan kelenjar tiroid terus terjadi dan peningkatan kadar hormon tiroid terus berlangsung. Berdasarkan hal ini yang akan ditemukan pada hasil pemeriksaan penunjang yang kelompok kami ajukan adalah kadar TSH akan menurun, T4 bebas akan meningkat, serta ditemukannya immunoglobulin TSI. Akibat peningkatan hormon tiroid, memberikan banyak efek yang akan terlihat pada gejala klinis. Efek-efek yang akan terlihat sangat berkaitan dengan fungsi hormon tiroid secara fisiologis, yaitu hormon tiroid merupakan hormon yang penting untuk regulasi tingkat konsumsi oksigen dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat, sehingga pada keadaan hipertiroidisme akan terjadi peningkatan laju metabolisme baik metabolise karbohidrat,lemak, dan protein akibatnya akan menimbulkan gejala berupa penurunan berat badan dimana sesuai dengan kasus berupa penurunan berat badan sekitar 7kg dalam 2-3 bulan terakhir. Selain itu peningkatan metabolisme juga akan disertai dengan pembentukan panas (kalorigenik) sehingga ditemukan pada pemeriksaan fisik berupa kulit hangat serta suhu tubuh yang meningkat meskipun peningkatan hanya sedikit dari normal dan biasanya juga akan disertai dengan pasien akan lebih mudah berkeringat. Efek lain yang ditimbulkan akibat hipertiroidisme adalah efek pada sistem kardiovaskuler, akan terjadi peningkatan sensitivitas katekolamin pada jantung ( reseptor beta 1) sehingga terjadi perangsangan simpatis yang mengakibatkan peningkatan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung sehingga akan didapatkan keluhan berupa berdebardebar (palpitasi), selain itu akan terjadi meningkatan volum curah jantung dimana curah jantung adalah frekuensi denyut jantung dikali tahanan perifer, sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah pada pasien (145/85 mmHg). Akibat lain yang disebakan peningkatan kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi jantung adalah gangguan aliran darah dalam jantung turbulen, yang menimbulkan getaran sehingga didapatkan pada pemeriksaan fisik bising sistolik grade II pada semua area, keterangan ini memperkuat kemungkinan bising sistolik yang terjadi akibat gangguan aliran darah dalam jantung turbulen yaitu grade II menunjukan bahwa pada auskultasi terdengar bising jantung yg halus, dimana menyingkirkan bising sistolik akibat kelainan organik seperti gangguan pada katup, selain itu terdengar pada semua area pun menunjukan bahwa bising disebabkan karena gangguan aliran darah bukan karena kelainan organik karena apabila karena kelainan organik akan didapatkan puctum maksimum pada auskultasi. 6

Peningkatan hormon tiroid juga mempengaruhi sistem gastrointestinal, pengaruhnya adalah meningkatkan motilitas usus sehingga kadag-kadang akan ditemukan diare pada pasien, dimana pada pasien ini juga didapatkan riwayat kadar-kadang buang air besar encer. Thyrotropin receptor antibodies juga akan menstimulasi fibroblas untuk memproduksi glycosaminoglycan (GAG) secara abnormal dalam jumlah yg besar. Hal ini yang akan menyebabkan gejala berupa edema pretibial. Karena terjadi akibat penimbunan GAG maka sifat edema adalah non pitting.3,4 2.6. Upaya Diagnostik Masalah Grave’s disease

Upaya Diagnostik 

Anamnesis tambahan



Pemeriksaan fisik tambahan



Pemeriksaan penunjang tambahan : o Thyroid stimulating hormone o Thyroid stimulating immunoglobulin o Pemeriksaan kadar free T3 dan T4

2.7. Upaya Terapeutik

Masalah Grave’s Disease

Upaya Terapeutik  Pemberian β-adrenergik antagonis  Pengendalian Hipertiroid o Pemberian obat antitiroid o Tiroidektomi (dipertimbangkan)  Penanganan Dermopati  Penanganan Oftalmopati

7

Penatalaksanaan pada pasien dengan Grave’s disease dibagi menjadi (1) pemberian βadrenergik antagonis (2) tatalaksana untuk mengendalikan hipertiroidnya, (3) penanganan dermopatinya (pada pasien ditemukan adanya pretibial myxedema), dan (4) penatalaksanaan pada oftalmopatinya Pemberian β-adrenergik antagonis β-adrenergik antagonis menghalangi respon terhadap katekolamin di situs reseptor. Kelompok kami menganjurkan pemberian propranolol (20-40 mg setiap 6 jam) karena selain membantu untuk mengontrol gejala adrenergik terutama pada tahap awal sebelum obat antitiroid berlaku, propanolol juga mempunyai efek lemah dalam memblokir konversi T4 ke T3 melalui mekanisme independen dari pengaruhnya terhadap sinyal katekolamin. Propranolol adalah agen yang paling banyak digunakan karena relatif bebas dari efek samping dan memiliki waktu paruh yang singkat, memungkinkan untuk kontrol yang mudah.5,6

Pengendalian Hipertiroid Meskipun mekanisme autoimun yang bertanggung jawab pada Grave’s disease pengobatan Grave’s disease dapat diatasi dengan mengurangi sintesis hormon tiroid (pengendalian dari hipertiroidnya). Prinsip pengobatan pada pasien adalah tergantung dari situasi dan kondisi pasien, modalitas pengobatan, resiko, keuntungan, serta komplikasinya. Ada tiga metode yang digunakan: (1) obat antitiroid, (2) tiroidektomi, dan (3) terapi radioaktif iodine.7 A. Obat antitiroid Tujuan terapi adalah untuk membuat eutiroid pasien secepat dan seaman mungkin. Obat-obat ini tidak menyembuhkan hipertiroidisme Graves. Namun, ketika diberikan dalam dosis yang memadai, mereka sangat efektif dalam mengendalikan hipertiroid, ketika mereka gagal untuk mencapai euthyroidism, penyebab umum adalah ketidakpatuhan (hal ini perlu diedukasikan kepada pasien). Pengobatan mungkin memiliki peran imunosupresif bermanfaat, tetapi efek utama adalah untuk mengurangi produksi hormon tiroid dan mempertahankan keadaan eutiroid.

6,7

Ada beberapa OAT (Obat Anti Tiroid) yang penting yaitu kelompok derivate tiomidazole

(CBZ-Karbimazol,

MTZ-Metimazol)

dan

derivate

tiourasil

(PTU-

Propiltiourasil). Obat antitiroid menghambat pembentukan dan coupling iodotyrosines dalam tiroglobulin, yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, yang menyebabkan penurunan bertahap dalam tingkat hormon tiroid selama 2-8 minggu atau lebih. 8

Ada 2 metode yang digunakan dalam pemberian obat antitiroid. (1) dengan cara titrasi: mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan klinis/laboratoris dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien masih dalam keadaan eutiroidisme, (2) dengan cara blok-subsitusi: dalam metode ini pasien diberi dosis besar terus menerus dan bila mencapai keadaan hipotiroidisme, makan ditambah hormone tiroksin hingga menhadi eutiroidisme pulih kembali. Cara kedua ini tidak dianjurkan karena kemungkinan remisinya cukup tinggi.

Tingkat remisi (sampai 30-50% pada beberapa

populasi) yang dicapai oleh 18-24 bulan untuk metode titrasi dan dengan 6 bulan untuk metode blok-substitusi. 8 

Propiltiourasil.

Propiltiourasil

merupakan

turunan

tiourea

yang

menghambat

organifikasi iodin oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan blok oksidasi iodine dalam kelenjar tiroid, sehingga menghambat sintesis hormon tiroid. Cara kerja lain dari obat ini yaitu merusak konversi T4 ke T3 oleh deiodinase tipe 1 (D1) pada jaringan perifer dan tiroid itu sendiri. Dosis besar propiltiourasil dapat memberikan penanggulangan yang cepat dari tirotoksikosis berat. PTU memiliki durasi pendek tindakan dan biasanya diberikan dua atau tiga kali sehari, dimulai dengan 50-150 mg sehari tiga kali, tergantung pada beratnya hipertiroid. Biasanya, setelah fungsi tiroid membaik, dosis harus secara bertahap turun menjadi 50-150 mg / hari dalam dosis terbagi (atau pasien akan menjadi hipotiroid). 6,7,9



Metimazol. Metimazol menghambat hormon tiroid dengan menghambat oksidasi yodium dalam kelenjar tiroid. Namun, tidak diketahui menghambat konversi perifer dari hormon tiroid. Obat ini tersedia sebagai 5-mg atau 10 mg tablet. Hal ini mudah diserap dan memiliki serum paruh 6-8 jam.Durasi metimazol tentang tindakan lebih panjang dari paruh, dan obat harus dosis setiap 12-24 jam. Pengobatan harus dilanjutkan selama kurang lebih 12-18 bulan, kemudian meruncing atau dihentikan jika TSH adalah normal pada saat itu 5,9

Pasien harus diberitahu tentang efek samping obat antitiroid dan perlunya memberitahu dokter segera jika ditemukan ruam gatal, jaundice, tinja atau urin acolic gelap, arthralgia, sakit perut, mual, kelelahan, demam, atau radang tenggorokan. Sebelum memulai OAT dan pada setiap kunjungan berikutnya, pasien harus diberitahu untuk menghentikan pengobatan segera dan hubungi dokter mereka ketika ada gejala sugestif dari cedera agranulositosis atau hati. Sebelum memulai terapi OAT, disarankan bahwa pasien memiliki

9

jumlah awal darah lengkap, termasuk jumlah putih dengan diferensial, dan profil hati termasuk bilirubin dan transaminase. 6,9

B. Tiroidektomi Pasien yang akan melakukan tiroidektomi, sebaiknya dalam keadaan eutiroid. Prosedur operasi pilihan untuk pengobatan penyakit Grave’s yaitu tiroidektomi subtotal bilateral, dengan meninggalkan sekitar 2 g jaringan (0,5%), untuk menghindari

bahaya

hipoparatiroidisme dan cedera saraf berulang laring. Namun, dengan meningkatnya kecanggihan operasi, telah terjadi kecenderungan tiroidektomi total pada penyakit Graves karena tingkat kekambuhan setelah tiroidektomi subtotal. Tiroidektomi memiliki tingkat kesembuhan tinggi untuk hipertiroidisme karena Grave’s disease. Tiroidektomi total memiliki resiko hampir 0% kekambuhan, sedangkan tiroidektomi subtotal sekitar 2-8%. 10 Komplikasi yang paling umum berikut tiroidektomi subtotal atau total hipokalsemia (yang dapat bersifat sementara atau permanen), cedera saraf laring (yang dapat sementara atau permanen), perdarahan pasca operasi, dan komplikasi berhubungan dengan anestesi umum.

Pra-operative Kalium iodida pra operasi, solusi jenuh kalium iodida (SSKI-saturated solution of potassium iodide) atau yodium anorganik, harus digunakan sebelum operasi guna menurunkan tiroid aliran darah, vaskularisasi, dan kehilangan darah selama intraoperatif tiroidektomi. Kalium iodida dapat diberikan obat tetes 5-7 (0,25-0,35 mL) larutan Lugol (8 mg iodida / drop) atau 1-2 tetes (0,05-0,1 ml) SSKI (50 mg iodida / drop) tiga kali sehari dicampur dalam air atau jus selama 10 hari sebelum operasi.

10

Post-operative Setelah tiroidektomi, sangat direkomendasikan monitoring kalsium dan hormone paratiroid. Pasien dapat dipulangkan jika mereka tidak menunjukkan gejala dan serum kalsium lebih dari atau sama dengan 7,8 mg / dL (1,95 mmol / L). Apabila hormone paratiroid rendah (
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF