October 1, 2017 | Author: William Limadhy | Category: N/A
Graves Disease makalah skenario 4 blok 21...
Graves Disease William Limadhy 102012241
[email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11510 Telp: 021-569422061
PENDAHULUAN Penyakit Graves adalah penyakit autoimun dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy (pretibial myxedema) Penyakit Graves adalah nama dari Robert J. Graves untuk dokter yang pertama kali menggambarkannya di Irlandia. Dia yang pertama mengidentifikasi gejala-gejala goiter, palpitasi dan exopthalmus pada tahun 1835. Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit Basedow yang dinamai oleh Adolph Jerman Karl van Basedow, pada tahun 1840. Dia tidak tahu bahwa Graves telah menggambarkan penyakit yang sama beberapa tahun sebelumnya. Istilah penyakit Basedow ini lebih sering digunakan di benua Eropa, jika di Amerika, ini disebut penyakit Graves.1 Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves’ hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Ada yang mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh multifactor antara genetik, endogen dan factor lingkungan.
1
ANATOMI dan FISIOLOGI
gambar 1: kelenjar tiroid normal dan yang membesar1 kelenjar tiroid manusia terletak mengitari bagian depan trachea dari bagian atas, kelenjar ini terdiri 2 lobus yang dihubungkan oleh isthmus. Kelenjar ini diperdarahi A.tiroid superior dan inferior. Sel-sel yang memproduksi hormone tiroid tersusun dalam folikel dan mengkonsentrasikan iodin yang digunakan untuk sintesis hormone tiroid, hormone bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3). Kelenjar paratiroid menempel pada tiroid dan memproduksi hormone paratiroid (parathormon ; PTH). PTH penting dalam pengontrolan metabolism kalsium dan fosfat. Sel-sel parafolikuler terletak dalam tiroid tersebar diantara folikel. Sel-sel ini memproduksi kalsitonin yang menghambat resorpsi kalsium tulang. Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikular atau sel C yang mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolism. T3 selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil deiodinasi dari T4 di jaringan perifer. T3 dan T4 disimpan terikat pada 3 protein yang berbeda yaitu glikoprotein tiroglobulin di dalam koloid dari folikel, prealbumin pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya sedikit T3 dan T4 yang tidak terikat terdapat dalam sirkulasi darah.1 Pengaturan sekresi hormone tiroid dilakukan oleh TSH (thyroid-stimulating-hormone) dan adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH (thyroitropin-releasinghormone) dari hypothalamus. TSH disekresi dalam sirkulasi dan terikat pada reseptor 2
kelenjar tiroid. TSH mengontrol produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi oleh T3, peningkatan konsentrasi hormone tiroid, misalnya, mengurangi respons adenohipofisis terhadap TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun dan sebagai akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negative). Sekresi TRH juga dapat dimodifikasi tidak hanya oleh T3 secara negative (umpan balik) tetapi juga melalui pengaruh persarafan. ANAMNESIS Hal pertama-tama yang harus kita lakukan ketika seorang pasien datang kepada kita adalah melakukan anamnesis, didalam anamnesis berisikan pertanyaan-pertanyaan penting terkait kasus, pemeriksaan fisik, penunjang, working diagnosis kita serta different diagnosis kita.
Identitas pasien Nama. Alamat, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status social ekonomi keluarga. Keadaan social ekonomi. Termasuk anamnesis
mengenai factor resiko dan mengenai adanya gangguang aktivitas. Keluhan utama Keluhan utama adalah keluhan yang merupakan tujuan utama pasien datang mencari seorang dokter. Dalam kasus yang akan saya bahas berisikan “seorang wanita berusia 35 tahun datang ke poliklinik karena sering berdebar-debar, sesak, keringat banyak terutama di leher, kepala, punggung, meskipun pasien berada
dalam ruangan ber-AC.” Riwayat penyakit sekarang Dari scenario di terangkan lagi bahwa pasien sering makan namun berat badannya malah menurun dan tidak meningkat. Riwayat penyakit dahulu Pada kasus ini tidak dijelaskan pasien mengalami penyakit ini seberapa lama Riwayat makanan Pada kasus sudah tertera dengan sangat jelas bahwa pasien merasa nafsu makan meningkat akan tetapi berat badan justru menurun. Riwayat keluarga Beberapa pertanyaan penting dapat kita tanyakan kepada pasien terkait penyakitnya yang dia alami “apakah ada di keluarga yang mengalami hal yang sama ?”
PEMERIKSAAN FISIK 3
1. Keadaan umum Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya compos mentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan, takikardi, dan suhu yang 2.
3. 4. 5.
berubah.2 Mata a. Exopthalmus b. Von Stelwag Sign : jarang berkedip c. Joffroy Sign : tidak dapat mengerutkan dahi d. Rossenbach Sign : tremor palpebara e. Moebius Sign : mata gak bisa jereng, arah mata kemana-mana f. Von Grave Sign : palpebral superior gak bisa menutup Aktivitas/istirahat Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot. Emosional Mengalami stress yang berat, emosional maupun fisik, emosi labil, dan depresi Makanan/cairan Kelihangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak,
frekuensi makan meningkat, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tiroid. 6. Kenyamanan Tidak bisa bertoleransi terhadap cuaca panas, keringat berlebihan, suhu meningkat 37,4C, kulit hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus. 7. Seksualitas Libido menurun, menstruasi sedikit atau tidak sama sekali, dan impotensi Pemeriksaan fisik tiroid
Inspeksi Posisi pasien agak kebelakang dan perhatikan pergerakan tiroid ketika menelan, simetris atau tidak ?2 Palpasi Lakukan palpasi di sekitar daerah tiroid, raba dan perhatikan apakah ada perbesaran atau tidak. Perhatikan bentuk dan konsistensi dari kelenjar tiroid itu sendiri.
Auskultasi Pada kelenjar tiroid yang membesar, dapat terdengar bruit yang sinkron dengan murmur sistolik, diastolic ataupun continuous murmur. Bruit terdengar pada hipertiroid.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan kadar serum dalam darah
4
Pemeriksaan minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan hipertiroid adalah FT4 dan TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan TSHs, maka diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan. Apabila FT4 dan TShs keduanya meningkat, maka dicurigai adatanya tumor pituitary yang memproduksi TSH.2 Apabila FT4 normal sedangkan TSHs rendah, maka FT3 harus diperiksa juga, diagnosis Graves disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat ditegakkan apabila FT3 meningkat. Apabila FT3 rendah pada euthyroid sick syndrome atau pada penderita yang mendapatkan terapi dopamine atau kortikosteroid. Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus dilakukan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan uptake, maka diagnosis Graves disease dan toxic nodulas goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake yang rendah didapatkan pada hipertiroidisme yang baik, tiroiditis Hashimoto fase akut, pengobatan dengan levotyroxin, dan jarang pada struma ovarii.2 Dokter juga dapat mempertimbangkan tes immunoglobulin thyroid-stimulating, karena antibody tiroid harus diukur (hamper semua pasien dengan hipertiroidisme Graves memiliki terdeteksi
TSHR-AB
atau
Tes
Antibodi
TSH).
Pengukuran
thyroid
stimulating
immunoglobulin (TSI) adalah yang paling akurat ukuran antibody tiroid. Mereka yang menjadi positif dalam 60-90% anak dengan penyakit Graves. Jika TSI tidak tinggi, maka penyerapan yodium radioaktif harus dilakukan; hasil tinggi dengan pola menyebar khas dari penyakit Graves. Hasil tes fungsi hati harus diperoleh untuk memantau toksisitas hati yang disebabkan oleh thioamides (obat antitiroid). Penyakit Graves dapat berhubungan dengan anemia normositik, rendah-normal untuk sedikit tertekan jumlah WBC (white blood cell) total dengan limfositosis relative dan monocytosis, rendah normal untuk jumlah trombosit sedikit tertekan. Thionamides jarang dapat menyebabkan efek samping hematologi yang parah, tapi rutin skrining untuk peristiwa langka tidak hemat biaya. Investigasi ginekomastia yang terkait dengan penyakit Graves dapat mengungkapkan seks meningkat pengikat hormone tingkat globulin dan penurunan tingkat testosterone bebas. 5
Penyakit Graves dapat memperburuk control diabetes dan dapat tercermin oleh peningkatan hemoglobin A1C pada pasien diabetes. Sebuah progil lipid puasa mungkin menunjukkan penurunan kadarkolesterol total dan penurunan tingkat trigliserida. Indeks Wayne Indeks Wayne merupakan table yang sengaja di buat untuk mengerahui bahwa pasien mengalami hipertiroid, tentunya pada pemeriksaan penunjang untuk kasus ini tidak bergantung kepada pemeriksaan ini saja melainkan tetap membutuhkan pemeriksaan penunjang dari berbagai alat.3
Gambar 2 : indeks wayne3
USG Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan apakah massa yang ada merupakan massa yang solid atau kistik, namun tidak dapat membedakan massa jinak atau ganas. Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk guiding saat biopsy.3 Thyroid needle biopsy Tes ini untuk dilakukan untuk membedakan apakah nodul tersebut merupakan cold nodule (tumor jinak) atau hot nodule (bukan tumor)
6
WORKING DIAGNOSIS Penyakit graves timbul pada usia 20-30 tahun dan lebih sering timbul pada perempuan daripada laki-laki. Pada graves terdapat 2 kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal. Dan keduanya berkemungkinan tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hyperplasia kelenjar tiroid dan hipermetabolisme akibat sekresi hormone tiroid yang berlebihan. Gejala hipermetabolisme tersebut merupakan gejala aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien akan mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringatan semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, kelemahan otot dan atrofi otot.4 Manifestasi ekstratiroidal adalah oftalmopati dan infiltrasi kulit local yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Penyakit graves timbul dari mekanisme autoimun. Dalam serum pasien ini ditemukan antibody IgG. Antibody IgG ini berinteraksi dengan thyroglobulin, thyroid peroxidase, sodium iodide symporter dan reseptor TSH. Efek hipertiroid yang ditimbulkan disebabkan terutama oleh karena interaksi antibody dengan reseptor TSH. Sebagai akibat interaksi ini antibody tersebut dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung pada TSH. Immunoglobulin yang merangsang tiroid ini (TSI) mungkin disebabkan suatu kelainan imunitas yang bersifat herediter yang memungkinkan kelompokan limfosit tertentu dapat bertahan, berkembangbiak dan mensekresi immunoglobulin stimulator sebagai respon terhadap beberapa factor perangsang. Respon imun yang sama ini juga berperan untuk oftalmopati yang ditemukan pada pasien-pasien tersebut. Penyakit graves dikaitkan dengan anemia pernisiosa, vitiligo, DM tipe 1, insufisiensi adrenal autoimun, scleroderma, myasthenia gravis, sindrom Sjögren, rheumatoid arthritis, dan SLE. DIFFERENT DIAGNOSIS Subakut Tiroiditis Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi bacterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab nya antara lain staphylococcus aureus, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang terjadi dapat disertai abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan 7
takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED meningkat.4 Toxic adenoma Toxic adenomna adalah “hot” nodul pada tiroid scintiscan, dengan follicular adenoma, tirosit ini aktif dan secara langsung mensekresikan hormone tiroid secara berlebihan sampai ke titik dimana terjadi nya mutasi pada G-protein dari reseptor TSH. Toxic adenoma biasanya terjadi pada pria/wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dengan nodul tiroid yang biasanya terdeteksi dengan ultrasonography. Pasien ini biasanya asymptomatic. Toxic adenoma sering ditemukan secara tidak sengaja pada pasien dengan cardiac arrhythmias, palpitas, berat badan menurun, nafas pendek, dan atau kelemahan otot.4 Toxic Multinodular Goiter Gejala klinis pada penyakit ini adalah pasien dengan toxic multinodular goiter biasanya merupakan orang lansia dan mempunya beberapa gelaja otot seperti otot melemah, berat badan turun dan di sertai dengan aritmia. Temuan pada pemeriksaan laboratorium nya adalah serum TSH terjadi penekanan, FT4 sedikit meningkat, dan FT3 sangat meningkat. Pada penyakit ini tidak ditemukan autoantibodi terhadap tiroid dan gejala opththalmopathy. EPIDEMIOLOGI Penyakit Graves adalah penyebab paling utama dari hipertiroid (60-90% dari semua kasus), kurang lebih dari 15% penderita mempunyai predisposisi genetic, dengan kurang dari 50% dari penderita mempunyai autoantibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Angka kejadian pada wanita sebanyak 5x lipat daripada laki-laki dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun (perempuan : laki-laki dari kejadian 5:1 – 10:1). Graves juga merupakan penyebab paling umum dari hipertiroid berat, serta yang disertai dengan tanda-tanda lebih dan gejala klinis dan kelainan laboratorium dibandingkan dengan bentuk ringan dari hipertiroidisme. 30-50% orang dengan penyakit Graves juga akan menderita ophthalmopathy Graves (tonjolan dari salah satu atau kedua mata), yang disebabkan oleh paradangan pada otot mata yang menyerang autoantibody.5 ETIOLOGI dan FAKOR PREDISPOSISI 8
Penyakit Graves merupakan suatu penyakit autoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibody yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih belum diketahui. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis dan sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar difus). Keadaan yang dihasilkan dari hipertiroidisme bisa menyebabkan konstelasi dramatis tanda neuropsikologis fisik dan gejala. Saat ini diidentifikasi adanya antibody IgG sebagai thyroid stimulating antibodies pada penderita Graves’ hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormone tiroid. Terdapat beberapa faktor predisposisi : 1. Genetik Riwayat keluarga dikatakan 15x lebih besar dibandingkan populasi umum untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama kelas II yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen. Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T supresor limfosit atau factor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-β) mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T helper yang membentuk antibody yang melawan sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun.5 2. Wanita Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada reseptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH 3. Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya penyakit autoantibodi tiroid. 4. Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur neuroendokrin. 5. Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium. 9
6. Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocoliticayang mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves’ terutama pada penderita yang mempunyai faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit ini.5 7. Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid. 8. Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T. 9. Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi secara langsung, mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hipertiroid. 10. Terapi dengan interferon α PATOFISIOLOGIS Hipertiroidisme pada penyakit Graves’ disebabkan oleh aktivasi reseptor tiroid oleh thyroid stimulating hormone receptor antibodies yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid atau diluar kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan sumsum tulang) atau disebabkan proses imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T suppressor sehingga sel T helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan merangsang sel B untuk memproduksi TSH receptor antibodies. TSH receptor antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada kelenjar tiroid, meningkatkan cyclic AMP dependent dan merangsang epithel folikular kelenjar tiroid untuk memproduksi tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3) serta merangsang terjadinya hipertrophi dan hiperplasi kelenjar tiroid. Berikatannya Thyroid Stimulating Antibodi dengan reseptor TSH akan merangsang proses inflamasi dengan pengeluaran faktor-faktor inflamasi (sitokin) interleukin-1, tumor necrosis factor a (TNF-a) dan interferon-γ yang akan merangsang ekspresi molekul adhesi CD54 dan molekul regulator CD40 dan HLA class II sehingga sel akan mengalami proses inflamasi. Mekanisme ikatan dan aktifasi antara thyroid stimulating antibodies dengan receptor tirotropin (TSH receptor) tidak diketahui dengan pasti. Suatu studi mengatakan thyroid stimulating antibodies akan bergabung dengan epitope yang sesuai pada domain ekstraseluler reseptor tirotropin.6 Ada 3 jenis autoantibodi terhadap reseptor TSH, yaitu:
10
Thyroid-stimulating imunoglobulin (TSI): antibodi ini (terutama Imunoglobulin G) bertindak sebagai LATS (Long-Acting Stimulan Tiroid), mengaktifkan sel-sel dengan cara yang lebih lama dan lebih lambat dari hormon thyroid-stimulating normal (TSH),
yang menyebabkan produksi tinggi hormon tiroid. Tiroid growth imunoglobulin (TGI): antibodi ini mengikat langsung ke reseptor
TSH dan yang terlibat dalam pertumbuhan folikel tiroid. Thyrotropin Binding-inhibitor Imunoglobulin (TBII): antibodi ini menghambat TSH dengan reseptornya, dengan demikian menyebabkan fungsi thyroid menurun.
GEJALA KLINIS Pada penderita usia muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap udara panas dan lebih suka udara dingin.7 Pada penderita di atas 60 tahun yang menonjol adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati dengan keluhan utama adalah palpitasi, sesak waktu melakukan aktivitas, tremor, nervous, dan penurunan berat badan. Gejala lain didapatkan juga penurunan berat badan tanpa disertai penurunan nafsu makan, kelenjar tiroid membesar, didapatkan tanda-tanda mata tirotoksikosis (exopthalmus) dan umumnya terjadi takikardi ringan. Kelemahan otot dan kehilangan massa otot terutama pada kasus berat yang ditandai penderita biasanya tidak mampu berdiri dari kursi tanpa bantuan. Dermopati merupakan penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian bawah sebagai akibat dari penumpukan glikoaminoglikan (non pitting edema). Keadaan ini sangat jarang, hanya terjadi pada 2-3 % penderita. Secara rinci, Gejala-gejala penyakit Graves’ dalam berbagai sistem, adalah sebagai berikut:
Umum – Kelelahan, kelemahan Dermatologic - Hangat, lembab, kulit halus, berkeringat; halus rambut; onycholysis;
vitiligo, alopecia; pretibial myxedema Neuromuskular - Getaran, kelemahan otot proksimal, kelelahan mudah, kelumpuhan
periodik pada orang dari kelompok etnis rentan Kerangka - Sakit punggung, peningkatan risiko untuk patah tulang Kardiovaskular - Palpitasi, dyspnea pada aktivitas, nyeri dada. Pernapasan – Dispnea
11
Gastrointestinal - motilitas usus meningkat dengan peningkatan frekuensi buang air
besar Ophthalmologic - Tearing, sensasi berpasir di mata, fotofobia, nyeri mata, mata
menonjol (exopthalmus) , diplopia, kehilangan penglihatan Ginjal - Poliuria, polydipsia Hematologi - Mudah memar Metabolik - Panas intoleransi, penurunan berat badan meskipun nafsu makan
meningkat. Endokrin / reproduksi - periode menstruasi yang tidak teratur, penurunan volume
menstruasi, ginekomastia, impotensi Psikiatri - Gelisah, cemas, lekas marah, insomnia
Gambaran klinis dari Laboratorium, adalah :
Apabila ada kecurigaan hipertiroid maka yang diperiksa adalah FT4 (free tiroksin),
FT3 dan TSHs. Pemeriksaan thyroid antibody diantaranya adalah Tg Ab (Thyroglobulin Antibodi) dan TPO Antibodi (Thyroperoxidase Antibodi) biasanya positif pada penderita Graves’ disease dan Hashimoto’s thyroiditis tetapi untuk TSH-R Ab (stimulating)
adalah khas untuk Graves’ disease. technetium scan biasanya digunakan untuk mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya nodul “hot” atau “cold”.
PENATALASANAAN Walaupun yang mendasari penyakit Graves ini adalah suatu proses autoimun, namun ada beberapa penatalaksanaan ditujukan untuk mengendalikan hipertiroidnya, yaitu :8 Obat anti tiroid
PTU (Propyl thiouracyl) pada umumnya dosis awal adalah 100-150 mg setiap 6 jam, setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi 50-200 mg sekali atau dua kali dalam sehari. Keuntungan PTU dibandingkan dengan methimazole adalah bahwa PTU dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam menurunkan
hormone tiroid secara cepat. Methimazole mempunyai duration of action yang lebih panjang sehingga lebih banyak digunakan sebagai single dose. Dosis awal dimulai dengan 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5-20 mg setiap pagi sebagai dosis rumatan. Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada 12
sekitar 20-40% mengalami perbaikan dalam 6 bulan sampai 15 tahun. Observasi diperlukan dalam jangka panjang oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu sekitar 50% - 60% penderita. Terapi pembedahan Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan goiter multinoduler maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi baru bisa dikerjakan setelah euthyroid dan dua minggu sebelum operasi penderita diberikan solutio lugol dengan dosis 5 tetes dua kali sehari. Pemberian solutio lugol bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar sehingga akan mempermudah jalannya operasi. Pada sebagian penderita Graves’ disease membutuhkan suplemen hormone tiroid setelah dilakukan tiroidektomi. Komplikasi pembedahan adalah hipoparatiroidisme dan terjadi kerusakan pada nervus recurrent laryngeal.9 Indikasi operasi adalah : 1. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan Obat Anti 2. 3. 4. 5.
Tiroid. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan Obat Anti Tiroid dosis tinggi. Alergi terhadap Obat Anti Tiroid, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
Terapi Radioaktif Iodine Dengan menggunakan I131, setelah menggunakan iodine radioaktif, kelenjar akan mengecil dan menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu. Pada orang tua dan mempunyai penyakit dasar jantung, tirotoksikosis yang berat atau ukuran kelenjar yang besar (>100 gr) harus diterapi dengan methimazole sampai eutiroid dulu kemudian methimazole di stop selama 5-7 hari baru diterapi dengan I131. Terapi Medik Lain 1. Pada saat terjadi tirotoksikosis akut preparat penyekat beta adrenergik (beta blocker) sangat membantu untuk mengendalikan takikardi, hipertensi dan atrial fibrilasi. Selain itu, Beta blocker juga dapat membantu menurunkan hormone tiroid melalui mekanisme menghambat konversi T4 menjadi T3. 2. Nutrisi yang adekuat dan multivitamin. 13
KOMPLIKASI Komplikasi Graves’ disease adalah krisis tiroid (thyroid storm). Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau trauma. Gambaran klinisnya ialah distress berat, sesak napas, takikardia, hiperpireksia, lemah, bingung, delirium,muntah, diare. Pengobatan terdiri dari suportif dan obat antitiroid-karbimasol 15-20 mg tiap 6 jam atau PTU 150-250 mg tiap 6 jam. Lugol 10 tetes tiap 8 jam. Pengaruh adrenergik diobati dengan memasukkan hati-hati propanolol 1-2 mg iv. Dosis ini dapat diulang tiap setengah jam dengan monitor EKG. Kemudian dapat diteruskan dengan Propanolol 40 mg tiap 8 jam. Pengobatan suportif berupa rehidrasi dengan cairan infuse, kompres dingin, oksigen.10 PROGNOSIS Pada umumnya penyakit Graves’ mengalami periode remisi dan eksaserbasi, namun pada beberapa penderita setelah terapi tetap pada kondisi eutiroid dalam jangka lama, beberapa penderita dapat berlanjut ke hipotiroid. Follow up jangka panjang diperlukan untuk penderita dengan penyakit Graves’.10 DAFTAR PUSTAKA 1
Schteingart DE. Gangguan kelenjar tiroid. Dalam Patofisiologi konsep klinis prosesproses penyakit. Price, SA. Wilson LM. Edisi 6. Volume 2. 2006. Jakarta:Penerbit buku kedokteran EGC. p 1225-1236.
2
Bauer DC. McPhee SJ. Thyroid disease. Dalam Lange pathophysiology of disease. McPhee SJ. Ganong WF. Edisi 5. 2006. New York:Lange medical book. p 567-588.
3
Hipertiroid. Dalam Kapita selekta kedokteran. Mansjoer A. Triyanti K. Savitri R. Wardhani WK. Setiowulan W. Edisi 3. Jilid 1. 2000. Jakarta:Media aescapularis. h 594-595.
4
Santoso M. Endokrin metabolic. Dalam Standar pelayanan medis penyakit dalam. 2003. Jakarta: Bidang penerbitan yayasan diabetes Indonesia. h. 29-32.
14
5
Wartofsky L. Penyakit tiroid. Dalam Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi 13. Volume 5. Editor: Asdie AH. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
6 7
Corwin. E J, Patofisiologi, Edisi 1, EGC, Jakarta, 2001: hal 263 – 265 Subekti, I, Makalah Simposium Current Diagnostic and Treatment Pengelolaan
8
Praktis Penyakit Graves, FKUI, Jakarta, 2001: hal 1 – 5 Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Prof.Dr.Ahmad H. Asdie,
9
Sp.PD-KE, Edisi 13, Vol.5, EGC, Jakarta, 2000: hal 2144 – 2151 Djokomoeljanto. Tirotoksikosis-Penyakit Graves. Dalam Tiroidologi klinik Edisi 1.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2007. Hal 220-281 10 Noer HMS, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta, 1996: hal 725 – 778
15