Graves Disease

October 1, 2017 | Author: Rosita Hayatus Sa'adah | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Case about Graves Disease...

Description

Case Report Session

GRAVES DISEASE

LISBET

RIMELFHI DEBATARAJA

NIDYA

(0910312099) KHAIREZA

RIVO ARMANDA SATRIA

(1010313037) (1010312056)

Perseptor : dr. HARNAVI HARUN, Sp.Pd-KGH, FINASIM BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2015

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1. Anatomi Tiroid Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra dan isthmus yang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat ditemukan bagian keempat yaitu lobus piramidalis yang letaknya di atas isthmus agak ke kiri dari garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embrional tiroid yang masih tertinggal.

Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 – 30 gram dan terletak antara tiroidea dan cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu lapisan yang disebut true capsule.

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari : a. Tiroidea superior yang merupakan cabang dari A. Carotis Externa b. A. Tiroidea Inferior yang merupakan cabang dari A. Subclavia c. A. Tiroidea Ima yang merupakan cabang dari Arcus Aorta

Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak di dorsal tiroid sebelum masuk ke laring.

2. Fisiologi Tiroid Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan hormon Tiroksin atau T4, triiodotironin atau T3 dan kalsitonin. Di dalam darah sebagian besar T3 dan T4 terikat oleh protein plasma yaitu albumin, Thyroxin Binding Pre Albumin (TBPA) dan Thyroxin Binding Globulin (TGB). Sebagian kecil T3 dan T4 bebas beredar dalam darah dan berperan dalam mengatur sekresi TSH. Hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating hormone ( TSH ) yang dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya dipengaruhi oleh thyrotropine-releasing hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga mengeluarkan calcitonin dari parafolicular cell, yang dapat menurunkan kalsium serum berpengaruh pada tulang. Fungsi hormon tiroid antara lain : 1) meningkatkan kecepatan metabolisme 2) efek kardiogenik 3) simpatogenik 4) pertumbuhan dan sistem saraf

Pembesaran

kelenjar

tiroid

atau

struma

diklasifikasikan

berdasarkan

efek

fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi : 1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus, seperti yang ditemukan pada Grave’s disease. b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu lobus, seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease. 2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh : 1) Hiperplasia dan Hipertrofi Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan mengalami kompensasi dengan cara memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya. Demikian juga dengan kelenjar tiroid pada saat pertumnuhan akan dipacu untuk bekerja memproduksi hormon tiroksin sehingga lama kelamaan akan membesar, misalnya saat pubertas dan kehamilan. 2) Inflamasi atau Infeksi Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada tiroiditis akut, tiroiditis subakut (de Quervain) dan tiroiditis kronis (Hashimoto) 3) Neoplasma Jinak dan ganas Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon tiroid di dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid dalam kadar berlebih atau

biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang dari normal atau biasa disebut hipotiroid. Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah : 

Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan



Tidak tahan panas dan hiperhidrosis



Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga menghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka panjang dapat menjadi fibrilasi atrium



Tremor



Diare



Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria



Exophtalmus Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :



Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah



Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik



Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah



Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan tungkai

3. Struma Difusa Toksik 1. Definisi Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s Disease. Penyakit ini juga biasa disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid difus, hipertiroidi dan eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda dengan gejala seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi terhafap panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang

terdapat juga manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid.

Gambar : penderita penyakit Graves 2. Patofisiologi Penyakit

Graves

merupakan

salah

satu

penyakit

otoimun,

dimana

penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun. Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan

fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves. Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves. Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekulmolekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan antigen pada limfosit T. Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-B8 dan HLA-DR3 pada ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina dan HLA-B17 pada orang kulit hitam. Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis penyakit tiroid otoimun seperti penyakit Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi basil gram negatif Yersinia enterocolitica, yang menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang dengan otoantigen kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang dengan TSH-R antibody pada membran sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves. Asupan yodium yang tinggi dapat meningkatkan kadar iodinated immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik sehingga meningkatkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit tiroid otoimun.

Dosis terapeutik dari lithium yang sering digunakan dalam pengobatan psikosa manik depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi sel limfosit T suppressor sehingga dapat menimbulkan penyakit tiroid otoimun. Faktor stres juga diduga dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves, namun sampai saat ini belum ada hipotesis yang memperkuat dugaan tersebut. Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia. Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi glikosaminoglikans. Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan katekolamin, seperti takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya hiperreaktivitas katekolamin, terutama epinefrin diduga disebabkan karena terjadinya peningkatan reseptor katekolamin didalam otot jantung. Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan sampai atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati

yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter difus dan eksoftalmus.

Gambar : Skema patogenesis penyakit Graves 3. Gejala Klinis Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari peningkatan metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori, dan seringkali asupan ( intake) kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi penurunan berat badan secara drastis. Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung/ cardiac output sampai dua-tiga kali normal, dan juga dalam keadaan istirahat. Irama nadi meningkat dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulsus celer; penderita akan mengalami takikardia dan palpitasi. Beban pada miokard, dan rangsangan saraf autonom dapat

mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ektrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi ventrikel. Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat sehingga sering timbul polidefekasi dan diare. Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita sulit tidur, sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan yang sangat menggangu. Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian proksimal, biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dipicu oleh adanya hipertiroidi tersebut. Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia. Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata. Jaringan ikat dan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar dan otot mata terjepit. Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan kerusakan bola mata akibat keratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan strabismus. 4. Diagnosis  Anamnesis Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya berupa salah satu dari meningkatnya gugup, berdebar-debar atau kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok penderita didapatkan 10 gejala yang menonjol yaitu:2 − Kelelahan atau kelemahan otot-otot − Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik

− Diare atau sering buang air besar − Intoleransi terhadap udara panas − Keringat berlebihan − Perubahan pola menstruasi − Tremor − Berdebar-debar − Penonjolan mata dan leher Gejala-gejala hipertiroid ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa tahun sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak menyadari penyakitnya. Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas yaitu : seorang penderita tegang disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-tanda pada mata, telapak tangan basah dan hangat, tremor, oncholisis, vitiligo, pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia, tekanan nadi yang tinggi dan pemendekan waktu refleks Achilles. Atas dasar tanda-tanda klinis tersebut sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan. 

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita sedikit duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus relaksasi sehingga kelenjar tiroid mudah dievaluasi Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut: -

Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, atau ismus Ukuran: besar/kecil, permukaan rata/noduler Jumlah: uninodusa atau multinodusa Bentuk: apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler lokal Gerakan: pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak Pulsasi: bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan

2. Palpasi

Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi: -

Perluasan dan tepi Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba trakea

-

dan kelenjarnya Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan Hubungan dengan m. sternokleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam dari

-

musculus ini) Limfonodi dan jaringan sekitarnya

3. Auskultasi “Bruit sound” pada ujung bawah kelenjar tiroid. 4. Pemeriksaan tambahan a. Pumberton’s sign: mengangkat kedua tangan ke atas, muka menjadi merah b. Tremor sign: tangan kelihatan gemetaran. Jika tremor halus, diperiksa dengan meletakkan sehelai kertas di atas tangan c. Pemeriksaan Oftalmopati d. Indeks Wayne

e. Indeks New Castle

 Pemeriksaan Penunjang f. Pemeriksaan laboratorium : 1. Kadar T4 & T3 meningkat (tirotoksikosis) 2. Tirotropin Reseptor Assay (TSIs) berfungsi untuk menegakkan diagnosis Grave disease. 3. Tes faal hati untuk monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat antitiroid seperti thioamides. 4. Pemeriksaan Gula darah pada pasien diabetes, penyakit grave dapat memperberat diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar A1C yang meningkat dalam darah 5. Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati yang sedang aktif. g. Pemeriksaan Radiologi 1. Foto Polos Leher  Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan pada trakea, dan mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan kelenjar yang membesar.

2. Radio Active Iodine (RAI)  scanning dan memperkirakan kadar uptake iodium berfungsi untuk menentukan diagnosis banding penyebab hipertiroid. 3. USG  Murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi pertama pada pasien hipertiroid dan untuk mendukung hasil pemeriksaan laboratorium 4. CT Scan  Evaluasi pembesaran difus maupun noduler, membedakan massa dari tiroid maupun organ di sekitar tiroid, evaluasi laring, trakea (apakah ada penyempitan, deviasi dan invasi). 5. MRI  Evaluasi Tumor tiroid (menentukan diagnosis banding kasus hipertiroid) 6. Radiografi nuklir  dapat digunakan untuk menunjang diagnosis juga sebagai terapi. 5. Diagnosis Banding a. Struma nodular toksik b. Tumor colli anterior c. Thyroid Papillary Carcinoma 6. Tatalaksana 1) Tirostatika (OAT- obat anti tiroid) Obat terpenting adalah kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU, propiltiourasil 50, 100 mg). Obat ini menghambat organifikasi iodine sehingga menurunkan kadar hormon tiroid dan menghambat reaksi autoimun. PTU juga berefek menghambat konversi T3 menjadi T4 di perifer. Dosis dimulai dengan 30mg CBZ, 30mg MTZ, dan 400mg PTU perhari dalam dosis terbagi. Biasanya eutiroid tercapai dalam 4-6 minggu, kemudian dosis dititrasi sesuai respon klinis, lama pengobatan selama 1 - 1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi remisi. 2) Beta-blocker Kebanyakan gejala umum hipertiroid seperti palpitasi, tremor dan anxietas, dimediasi oleh peningkatan reseptor beta adrenergik. Beta blocker bekerja menghilangkan gejala ini. Obat ini tidak membantu menurunkan peningkatan

hormon tiroid tetapi membantu mengatasi gejala saat pengobatan dengan tirostatika. Contoh obat yang sering dipakai adalah propanolol, indikasi : a. Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan, sedang dan tirotoksikosis. b. Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif. c. Krisis tiroid Penyekat adrenergik β pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien

menjadi

eutiroid

setelah

6-12

minggu

pemberian

anti

tiroid.

Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8

minggu. Penggunaan beta blocker ini tidak boleh

diberikan kepada pasien yang mengalami asma dan gagal jantung. 3) Pembedahan. Terapi bedah (tiroidektomi subtotal), diperginakan bagi pasien-pasien dengan kelenjar yang sangat besar atau goiter multinoduler. Terapi ini juga dapat menjadi pilihan bagi mereka yang mengalami penyakit Graves jika tidak ada toleransi pada obat-obat antitiroid. Untuk dilakukannya terapi bedah ini juga harus diperhatikan dari segi usianya, ukuran kelenjer, sisa kelenjer yang tersisa dan asupan iodin. Sebelum dilakukannya tiroidektomi ini pasien diberi obat antitiroid sampai eutiroid (kira-kira 6 minggu), kemudian dua hari sebelum operasi diberi larutan jenuh kalium iodida sebanyak 5 tetes 2 kali sehari. Langkah ini untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi. 4) Terapi iodin radioaktif. Terapi ini aman dan cocok untuk segala jenis hipertiroid khususnya pada mereka yang berusia lanjut. Selain itu juga dapat diberikan kepada pasien dengan

komplikasi

penyakit

Graves

dan

opthalmopathy.

Beberapa

studi

menyatakan bahwa pengobatan dengan radioiodine ini dapat memperburuk kondisi opthalmophaty pada sebagian kecil pasien yang perokok. 7. Prognosis

Prognosis

untuk

pasien

dengan

hipertiroid

umumnya

baik

dengan

penatalaksanaan yang tepat. Pasien harus segera dimonitor setelah mendapatkan pengobatan hipertiroid jenis apapun dalam tiga bulan pertama. Setelah satu tahun pertama pasien dimonitor setiap tahun walaupun asimtomatis.

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Tanggal Masuk RS Suku Status Pendidikan Terakhir Pekerjaan

: Ny. Y : 18 th : Perempuan : Arosuka, Kab. Solok : Islam : 20/01/2015 : Minang : Menikah : SMP : Ibu Rumah Tangga

I. ANAMNESIS Pada pasien dilakukan autoanamnesis pada tanggal 20 Januari 2015 Keluhan Utama Dada terasa berdebar-debar sejak 1 minggu yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang  Dada terasa berdebar-debar sejak 1 minggu yang lalu, tidak dipengaruhi oleh aktifitas        

dan emosi. Tangan sering terasa panas sejak 10 hari yang lalu Pasien merasakan sering cemas sejak satu minggu yang lalu tanpa sebab yang jelas Nafsu makan meningkat sejak 4 hari yang lalu Pasien merasakan adanya penurunan berat badan Demam (-) Diare (-) Sering berkeringat banyak (-) Pasien sedang hamil 11-12 Minggu (G1P0A0H0)

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama. II. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum

: Tampak sakit sedang, tampak lemah

Kesadaran

: CMC

Kesan gizi

: Gizi baik

Tanda vital

:

TD

 120/60 mmHg

Nadi

 100x/menit

Nafas  25x/menit Suhu  37,5oC Kepala

: normosefali, rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata.

Mata

: Sklera Ikterik (-/-) Konjungtiva Anemis (-/-) Eksoftalmus (-)

Telinga

: Nyeri tekan dan ketok mastoid (-/-) Nyeri tarik aurikula (-/-)

Hidung

: Tidak ditemukan kelainan

Mulut

: Bibir tidak kering, tidak pucat, tidak sianosis, faring tidak hiperemis

Leher

: KGB tidak membesar

Tiroid

: Teraba benjolan bilateral, ikut bergerak saat menelan, simetris kanankiri, permukaan rata, nyeri tekan negatif, konsistensi kenyal, batas tegas ukuran sekitar 5x2x0,5x cm, bising tiroid (-)

Thorax Jantung Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat Palpasi: ictus cordis teraba pada 1 jari lateral LMCS RIC V Perkusi: batas kanan jantung : LSD batas kiri jantung

: 1 jari lateral LMCS RIC V

batas atas jatntung : RIC II

Auskultasi: BJ I & II reguler, gallop (-), murmur (-) Paru Inspeksi: pergerakan napas simetris kiri-kanan Palpasi: fremitus teraba sama kiri-kanan Perkusi: sonor pada kedua hemithorax Auskultasi: suara napas vesikular, Rh -/-, Wh -/Abdomen Inspeksi: tidak membuncit, kulit sawo matang, venektasi (-) Auskultasi: bising usus (+) normal Palpasi: supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba, undulasi (-) Perkusi: timpani pada seluruh abdomen Ekstremitas

: inspeksi: warna kulit sawo matang, ikterik (-), palmar eritema (-), deformitas (-), kuku normal, tremor (-)

Akral hangat: + | + +|+ Edema:

-|-|-

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG Penilaian Indeks Wayne Gx subyektif Dispneu d’effort Palpitasi Kelelahan Suka Panas Suka Dingin Keringat Banyak

Angka +1 √ +2 √ +2 √ -5 +5 √ +3

Gx obyektif Tiroid teraba Bruit Eksoftalmus Lid retraction Lid lag Hiperkinesis

Ada +3 √ +2 +2 +2 +1 +1

Tidak -3 -2 √ - √ - √ - √ -2 √

Nervous Tangan Basah Tangan Panas Nafsu makan ↑ Nafsu makan ↓ BB naik BB turun Fibrilasi Atrium

+2 √ +1 -1 √ +3 √ -3 -3 +3 √ +4

Tangan Panas +2 √ Nadi 80x/mnt 80-90x/mnt 90x/mnt +3 √ < 11 = Eutiroid 11-18 = Normal > 19 = Hipertiroid

Penilaian Indeks New Castle Item Grade Age of onset 15-24 √ 25-34 35-44 45-55 >55 Psychological presipitant Present Absent Frequent Checking Present √ Absent Severe anticipatory anxiety Present √ Absent Increase appetite Present √ Absent Goiter Present √ Absent

Pemeriksaan lab darah 20/1/2015 Hb

: 16,4 gr/dl

Leukosit

: 9.000 mm3

Trombosit

: 212.000 mm3

Ht

: 44 %

GDS

: 121

Score 0 4 8 12 16 -5 0 -3 0 -3 0 5 0 3 0

-2 -3 Skor : 19

Item Hyperkinesis

Grade Present Absent Tremor Present Absent Pulse >90 80-90
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF