Grave Disease

October 1, 2017 | Author: Sarita Sharchis | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Grave Disease...

Description

GRAVE DISEASE I. Latar Belakang Sistem endokrin terdiri atas kelompok organ yang sangat terintegrasi dan tersebar luas dengan tujuan mempertahankan keseimbangan metabolic, atu homeostasis, di antara berbagai organ tubuh. Untuk mencapai hal ini, kelenjar ndokrin mengeluarkan berbagai zat perantara kimia, aau hormon, yang mengatur aktivitas organ sasaran. Peningkatan aktivitas jaringan sasaran, selanjutnya akan menekan aktivitas kelenjar yang mengeluarkan hormon perangsang, suatu proses yan dikenal sebagai hambatan umpan – balik (feedback inhibition). Hormon yang diangkut ke organ sasaran melalui airan darah disebut sebagai hormon “endokrin”. Ynag termasuk dalam kelompok ini adalah sejumlah hormon steroid, peptida, dan amin yang memodifikasi aktivitas sel dan jaringa di selurh tubuh. Sejumlah proses dapat mengganggu aktivitas normal sistem endokrin, termasuk gaggan sintesis atau pelepasan hormon, kelainan interaksi antara hormon dan jaringan sasaran, serta respon abnormal organ sasaran terhadap hormonnya. Penyakit endokrin secara garis besar dapat diklasifikasi sebagai (1) penyakit produksi hormon yang kurang atau berlebihan berikut segala konsekuensi biokimiawi dan klinisnya dan (2) penyakit yang berkaitan dengan terbentuknya massa. Lesi berupa massa ini munkin nonfungsional, atau menyebabkan pembentukan hormon yang berlebihan atau kekurangan. Seperti nanti akan jelas, untuk memahami penyakit endokrin dengan benar kita perlu mengintegrasikan dengan cermat temuan morfologik dengan pengukuran biokimiawi kadar hormon, regulator, dan metabolitnya.

II. Isi 1. Pengertian Tiroid Di awal kehidupan embrio, tiroid berkembang dari bagian sefalik endoderm saluran cerna. Fungsinya adalah membuat hormon tiroksin dan triiodotironin, yang merangsang laju metabolisme tubuh. Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar terbesar, yang normalnya memiliki berat 15 sampai 20 gram. Tiroid mengsekresikan tiga macam hormon, yaitu tiroksin (T4), triiodotironin (T3), dan kalsitonin. Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia. Fungsinya ialah mengeluarkan hormon tiroid. Antara hormon yang terpenting ialah Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3). Hormon-hormon ini mengawal metabolisma (pengeluaran tenaga) manusia Tiroid merupakan kelenjar kecil, dengan diameter sekitar 5 cm dan terletak di leher, tepat dibawah jakun. Kedua bagian tiroid dihubungkan oleh ismus, sehingga bentuknya menyerupai huruf H . Dalam keadaan normal, kelenjar tiroid tidak terlihat dan hampir tidak teraba, tetapi bila membesar, dokter dapat merabanya dengan mudah dan suatu benjolan bisa tampak dibawah atau di samping jakun. Kelenjar tiroid yang terletak di derah servikal, anterior terhadap laring, terdiri atas dua lobus yang dijembatani oleh suatu isthmus. Jaringan tiroid terdiri atas ribuan folikel yang mengandung bulatan berepitel selapis dengan lumen berisikan suatu substansi gelatinosa yang disebut koloid. -

Isthmus dan Struktur Piramidal Struktur ismus atau isthmus yang dalam bahasa latin artinya penyempitan merupakan

struktur yang menghubungkan lobus kiri dan kanan. Posisinya kira-kira setinggi cincin trakea 2-3 dan berukuran sekitar 1,25 cm. Anastomosis di antara kedua arteri thyroidea superior terjadi di sisi atas ismus, sedangkan cabang-cabang vena thyroidea inferior beranastomosis di bawahnya. Pada sebagian orang dapat ditemui lobus tambahan berupa lobus piramidal yang menjulur dari ismus kebawah -

Saluran Darah

Darah ke kelenjar tiroid dibekalkan oleh arteri superior thyroid yang merupakan cabang pertama arteri external carotid(ECA). Arteri ini menembusi pretracheal fascia sebelum sampai ke bahagian superior pole lobe kelenjar tiroid. Saraf laryngeal terletak berhampiran(di belakang) arteri ini, jadi jika dalam pembedahan tiroidektomi, kemungkinan

besar

saraf

ini

terpotong

jika

tidak

berhati-hati.

Kelenjar tiroid juga dibekalkan oleh arteri inferior thyroid yang merupakan cabang daripada thyrocervical trunk(cabang daripada arteri subclavian). Dalam 3% populasi manusia, terdapat satu lagi arteri ke kelenjar tiroid, iaitu arteri thyroid ima.

Pada sediaan, sel-sel berbentuk gepeng sampai silindris dan folikel mempunyai diameter yang sangat bervariasi. Kelenjar dibungkus oleh simpai jaringan ikat longgar yang menjulurkan septa ke dalam parenkim. Septa ini berangsur-angsur menipis dan mencapai semua flikel, yang saling terpisah oleh jaringan ikat halus tak teratur yang terutama terdiri atas serat retikulin. Tiroi merupakan organ yang sangat askular, dengan jalinan kapiler darah dan limfe di sekeliling folikel. Sel endotel kapiler-kapiler ini bertingkap seperti pada kelenjar endokrin lain. Konfigurasi tersbut memudahkan transpor molekul antara sel-sel kelenjar dan kapiler darah. Kelenjar tiroid memiliki struktur berlobus dua di bawah dan di depan laring. Kelenjar berkembang dari suatu vaginasi epitel faring yang turun ke posisi normalnya di leer anterior. Pola penurunan ini menjelaskan jaringan tiroid yang kadang-kadang terletak di posisi atipikal, misalnya di pangkal lidah. Tiroid terdiri atas folikel yang umumnya sferis, dilapisi oleh epitel kolumnar sampai kuboid rendah, dan terisi oleh koloid yang banyak mengandung tiroglobulin. Sebagai respon atas TSH yang dikeluarkan oleh tirotrof di hipofisis anterior, sel epitel olikel tirod meminositosis koloid dan akhirnya mengubah tiroglobulin menjadi tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dalam jumlah yang lebih sedikit. T4 dan T3 dibebaskan ke dalam sirkulasi sistemik, keduanya berikatan secara reversibel dengan protein plasma untuk diangkut ke jaringan perifer. T3 dan T4 yang tidak terikat berinteraksi dengan reseptor intrasel dan akhirnya menyebabkan peningkatan

metabolisme karbohidrat dan lemak serta merangsang sintesis protein pada beragam tipe sel. Efek netto proses ini adalah meningkatya laju metabolik bassal. Kelenjar tiroid juga mengandung suatu populasi sel parafolikel, atau sel “C”, yang menyintesis dan mengeluarkan hormon kalsitonin. Hormon ini meningkatkan penyerapan kalsium oleh tulang dan menghambat resorbsi oleh osteoklas. Penyait pada tiroid mencakup kondisi yang berkaitan dengan pengeluaran berlebih hormon tiroid (hipertiroidisme), kondisi yang berkaitan dengan defisiensi hormon tiroid (hipotiroidisme), dan lessi massa pada tiroid. Pengatur utama status anatomi dan fungsional kelenjar tiroid adalah hormon perangsang-tiroid (tirotropin), yang dihasilkan hipofisis anterior. Tampilan morfologi folikel tiroid bervariasi berdasarkan bagian kelenjar dan aktivitas fungsionalnya. Pada kelenjar yang sama, folikel yang lebih besar penuh dengan koloid dan mempunyai epitel kuboid atau gepeng, dan dijumpai besebelahan dengan folikel yang dilapisi epitel silindris. Meskipun ada variasi ini, kelenjar dikatakan hipoaktif bila komposisi rata-rata folikel ini berupa epitel gepeng. Tirotropin merangsang sintesis hormon tiroid sehingga epitel tersebut meninggi. Keadaan ini diikuti pengurangan jumlah koloid dan ukuran folikel. Membran basal sel-sel folikel memiliki banyak reseptor tirotropin. Epitel tiroid terdapat di lamina basal. Epitel folikel memiliki semua ciri sel yang secara serentak menyintesis, menyekresi, mengabsorpsi, dan mencerna protein. Bagian basal sel-sel ini kaya akan retikulum endoplasma kasar. Intinya biasanya bulat dan terletak di pusat sel. Kutub apikal memiliki kompleks golgi yang jelas dan granula sekresi kecil dengan ciri morfologi koloid folikel. DI daerah ini terdapat banyak lisosom yang berdiameter 0,5 sampai 0,6 mm, dan beberapa fagosom besar. Membran sel kutub apikal memiliki cukup banyak mikrovili. Mitokondria dan sisterna retikulum endoplasma kasar tersebar di seluruh sitoplasma. Jenis sel lain, yaitu sel parafolikel atau sel C, terdapat sebagai bagian dari epitel folikel atau sebagai kelompok tersendiri di antara folikel-folikel tiroid. Sel parafolikel agak lebih besar dan terpulas kurang kuat (lebih pucat) dibandingkan dengan sel folikel

tiroid. Sel parafolikel mengandung sedikit retikulum endoplasma kasar, motokondria panjang dan kompleks golgi yang besar. Ciri yang paling mencolok dari sel ini adalah banyaknya granula kecil beisi hormon (berdiameter 10-180 nm). Sel-sel ini berfungsi membuat dan menyekresikan kalsitonin, yakni suatu hormon yang pengaruh utamanya adalah penurunan kadar kalsium darah dengan cara menghambat resorpsi tulang. Sekresi kalsitonin dipacu oleh peningkatan kadar kalsium darah.

2. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya kelenjar tiroid dengan produksisekresi yang disimpan dalam jumlah yang banyak. Pengumpulan ini juga tidak lazim karena terjadi dalam koloid ekstrasel. Pada manusia, terdapat hormon yang cukup di dalam folikel untukmenyplai organisme sampai tiga bulan. Koloid tiroid terdiri atas glikoprotein (tiroglobulin) dengan berat molekul tinggi (660 kDa). Mekanisme ini mempertahankan kecukupan jumlah troksin dan triiodotironin di dalam organisme. Sekresi tirotropin (TSH) juga ditingkatkan oleh pemaparan terhadap udara dingin dan berkurang dengan adanya panas dan rangsangan stress.

3. Sintesis dan Akumulasi Hormon oleh Sel Folikel Sintesis dan akumulasi hormon terjadi dalam empat tahap : sintesis tiroglobulin, ambilan iodium dari darah, pengaktifan iodium, dan iodinisasi residu tirosin tiroglobulin. 1. Sintesis tiroglobulin mirip seperti sintesis yang terjadi di sel penghantar-protein yang Lain. Secara singkat, jalur sekresi meliputi sintesis proten dalam retikulum endoplasma Kasar, penambahan karbohidrat di retikulum endoplasma dan kompleks golgi, dan pele Pasan tiroglobulin dari vesikel yang terbentuk di permukaan apikal sel ke dalam lumen Folikel.

2. Ambilan iodium yang beredar terjdi di sel folikel tiroid melalui suatu protein transpor Membran. Protein ini, yang serentak membawa dua moleku, natrium dan iodida, diseBut simporter Na/I dan terletak di membran basolateral dari sel-sel folikel. Iodium berPeran penting dalam mengatur fungsi tiroid karena kadar iodium yang rendah meningKatkan jumlah simporte Na/I sehingga akan meningkatkan ambilannya dan mengkomPensasi konsentrasi iodium srum yang rendah. 3. Iodium dioksidasi olh tiroid peroksidase dan ditranspor ke dalam rongga folikel oleh Suatu transporter anion yang disebut pendrin. 4. Iodinisasi residu tirosin triglobulin terjadi di dalam koloid, yang juga dikatalisis oleh Peroksidase tiroid. Dengan cara ini, T3 dan T4 dihasilkan, dan menjadi bagian dari Moleul triglobulin yang jauh lebih besar.

4. Pembebasan T3 dan T4 Bila dirangsang oleh tirotropin, sel-sel folikel tiroid akan memasukkan koloid melalui endositosis. Koloid di dalam vesikel endositik kemudian dicern oleh enzim lisosom. Ikatan antara residu yang sudah diiodinasi dan molekul tiroglobulin dipecahkan oleh protease. T4, T3, diiodotirosin (DIT) dan monoiodotirosin (MIT) dibebaskan ke dalam sitoplasma. T4 dan T3 bebas kemudian melewati mmbran sel basolateral dan dilepaskan ke dalam kapiler. MIT dan DIT tidak disekresikan ke dalam darah karena iodiumnya sudah dipisahkan akibat kerja dehalogenase iodotirosin intrasel. Produk reaksi enzimaik ini, yaitu iodium dan tirosin, dipakai kembali oleh sel folikel. T4 terdapat dalam jumlah yang lebih banyak dalam senyawa ini, dan meliputi 90 % dari hormon tiroid yang bersirkulasi, walaupun T3 bekerja lebih cepat dan lebih poten daripada T4. Tiroksin memiliki pengaruh yang bertahap, yang merangsang respirasi mitokondria dan fosforilasi oksidatif; pengaruh ini bergantung pada sintesis mRNA. T3 dn T4 meningkatkan jumlah mitokondria dan kristanya. Sintesis protein mitokondria meningkat dan pemecahan protein berkurang.

Kebanyakan efek hormon tiroid ini merupakan hasi kerja tiroid terhadap laju metabolisme basal; hormon tiroid meningkatkan absorpsi karbohidrat dari usus dan mengatur metabolisme lipid. Hormon tiroid juga mempengaruhi pertumbuhan badan dan perkembangan sistem saraf selama kehidupan janin. Diet rendah iodium menghambat sintesis hormon tiroid, yang akan menyebabkan hipotiroidisme. Hipertrofi tiroid akibat peningkatan sekresi tirotropin menyebabkan kelainan yang dikenal sebagai goter akibat defisiensi iodium, yang terjadi secara uas di berbagai belahan dunia. Sindrom hipotiroidisme dewasa, yakni miksedema, dapat disebabkan oleh sejumlah penyakit kelenjar tiroid atau dapat merupakan akibat dari kegagalan hiofisis atau hipotalamus. Penyakit autoimun pada kelenjar ini mengganggu fungsinya, yang berakibat terjadnya hipotiroidisme. Pada tiroidiis hashimoto dapat dideteksi adanya antibodi terhadap jaringan tiroid di dalam darah apsien. Seperti halnya kelainan autoimun lain, penyakit hashimoto lebih sering dijumpai pada wanita. Anak-anak yang menderita hipotiroiisme sejak lahir disebut kretin; kretinisme ditandai dengan adanya perawakan kerdil dan retardasi mental. Hipertiroidisme, atau tirotokikosis, dapat disebabkan oleh sejumlah penyakit tiroid, dan bentuknya yang tersering adalah penyakit grave, atau goiter eksoftalmus. Hiperfungsi tiroid ini adalah akibat disfungsi imunologik, dan menghasilkan suatu imunoglobulin dalam sirkulasi yang terikat pada reseptor tirotropin dalm sel-sel folikel tiroid, dan efeknya mirip tirotropin. Pasien dengan penyakit grave memperlihatkan penurunan berat badan, kecemasan, penonjolan bola mata, perawakan astenia (kurus), dan peningkatan frekuensi denyut jantung.

PENYAKIT GRAVES

Pada tahun 1835, Robert Graves melaporkan pengamatannya pada suatu penyakit yang ditandai dengan “alpitasi yang lama dan hebat pada perempuan” disertai pemesaran kelenjar tiroid. Penyakit graves adalah penyebab tersering hipertiroidisme endogen. Penyakit ini ditandai dengan trias manifestasi : 1. Tirotoksikosis akibat pembesaran difus tiroid yang hiperfungsional terjadi pada semua Kasus. 2. Oftalmopati infiltratif yang menyebabkan eksoftalmus terjadi pada hampir 40 % pasien 3. Dermopati infiltratif lokal (kadang-kadang disebut miksidema pratibia) ditemukan paDa sebagian kecil pasien. Penyakit graves terutama timbul pada orang dewasa muda, dengan insiden puncak antara umur 20 dan 40 tahun. Perempuan terkena tujuh kali lebih sering daripada lakilaki. Peningkatan insiden penyakit graves ditemukan pada keluarga dari pasien, dengan angka 50 % pada kembar identik. Timbulnya penyakit ini berkaitan erat dengan pewarisan antigen leukosit manusia (HLA)-DR3.

1. Patogenesis Penyakit graves adalah suatu gangguan autoimun; pada gangguan tersebut terdapat beragam autoantibodi dalam serum. Antibodi ini mencakup antibodi terhadap reseptor TSH, peroksisom tiroid, dan tiroglobulin; dari ketiganya, reseptor TSH adalah autoantigen terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibodi; efek antibodi yang dibentuk berbeda-beda, bergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai

contoh,

salah

satu

antibodi,

yang

disebut

thyroid-stimulating

immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH untuk merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik, yang menyebabkan peningkatan pembebasan hormon tiroid. Golongan antibodi yang lain, yang juga ditujukan pada reseptor TSH, dilaporkan menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid. Antibodi yang lain lagi, yang diseut TSH-

binding inhibitor immunoglobulin (TBII), menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel tiroid. Dalam prosesnya, sebagian bentik TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel tiroid, sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel tiroid. Tidak jarang ditemukan secara bersamaan imunoglobulin yang merangsang dan menghambat dalam serum pasien yang sama, suatu temuan yang dapat menjelaskan mengapa

sebagian

pasin

dengan

penyakit

raves

secara

spontan

mengalami

hipotiroidisme. Meskipun peran antibodi sebagai penyebab penyakit graves tampaknya sudah dipastikan, apa yang menyebabkan sel B menghasilkan autoantibodi tersebut masih belum jelas. Tidak diragukan lagi bahwa sekresi antibodi sel B dipicu oleh sel T penolong CD4+, yang banyak di antaranya terdapat di dalam kelenjar tiroid. Sel T penolong intratiroid juga tersentisasi ke reseptor tirotropin, dan sel ini mengeluarkan faktor larut, seperti interferon-λ dan faktor nekrosis tumor. Faktor ini pada gilirannya memicu ekspresi molekul HLA kelas dua dan molekul kostimulatorik sel T pada sel pitel tiroid, yang memungkinkan antigen tiroid tersaji ke sel T lain. Hal inilah yang mungkin mempertahankan pengaktifan sel spesifik-reseptor TSH di dalam tiroid. Ssuai dengan sifat utama pengaktifan sel T penolong pada autoimunitas tiroid, penyakit graves memperlihatkan keterkaitan dengan alel HLA-DR tertentu dan polimorfisme antigen 4 limfosit T sitotoksik (CTLA-4). Pengaktifan CTLA-4 dalam keadaan normal meredam respon sel T, dan mungkin sebagian alel mengizinkan pengaktifan sel T yang tak terkendali terhadap autoantigen. Kemungkinan besar autoantibodi terhadap reseptor TSH juga berperan dalam timbulnya oftalmopati infiltratif yang khas untuk penyakit graves. Dipostulasikan bahwa jaringa tertentu di luar tiroid (misal, fibroblas orbita) secara aberan mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya. Sebagai respon terhadap antibodi antireseptor TSH di darah dan sitokin lain dari milieu lokal, fibroblas ini mengalami diferensiasi menuju adiposat matang dan juga mengeluarkan glikosaminoglikan hidrofilik ke dalam interstisium; keduanya berperan menyebabkan penonjolan orbita (eksoftalmus) pada oftalmopati graves.

Mekanism serupa diperkirakan bekerja pada dermopati graves, dengan fibroblas pratibia yang mengandung reseptro TSH mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai respons terhadap stimulasi autoantibodi dan sitokin. Gangguan autoimun pada tiroid membentuk suatu kontinuum dengan penyakit graves, yang ditandai dengan hiperfungsi tiroid, terletak di satu ekstrem, dan penyakit hashimoto, yang bermanisfestasi sebagai hipotiroidisme, menempati ekstre yang lain. Antibodi terhadap antigen tiroid sering ditemukan padakeduanya, tetapi epitop spesifiknya berbeda sehingga konsekuensi fungsionalnya juga berbeda. Tidaklah mengejutkan bahwa terdapat juga unsur tumpang tindih dalam gambaran histologik di dalam berbagai penyakit tiroid autoimun (yag paling khas infiltrat sel limfosit intratiroid yang mencolok disertai pembentukan pusat germinativum). Pada kedua penyakit, frekuensi penyakit autoimun lain, misalnya lupus eritematosus sistemik, anemia pernisiosa, diabetes tipe I, dan penyakit addison meningkat.

2. Gambaran Klinis Gambaran klinis penyakit graves mencakup gambaran umum yang dtemukan pada semua bentuk tirotoksikosis; serta gambaran yang khas untuk penyakit graves: hiperplasia difus tiroi, oftalmopati, dan dermopati. Derajat tirotoksikosis bervariasi dari kasus ke kasus dan mungkin kadang tidak terlalu jelas dibandingkan dengan manifestasi penyakit lainnya. Ppembesaran tiroid biasanya licin dan simetrik, tetapi kadang-kadang asimetrik. Peningkatan aliran darah ke kelenjar yang hiperaktif kadang menimbulkan bruit yang dapat didengar. Aktivitas berlebihan sarafsimpatis menyebabkan pasien menatap dengan lebar dan melotot serta kelopak mata membuka. Oftalmopati pada penyakit graves, seperti yang telah dijelaskan, disebabkan oleh kombinasi infiltrasi limfosit, pengendapan glikosaminoglikan, dan adipogenesis dalam jaringan ikat orbita sehingga terjadi penonjolan abnormal bola mata (eksoftalmus).

Proptosis mungkin menetap atau bertambah walaupun tirotoksikosisnya berhasil diatasi, dan kadang-kadang menyebabkan cedera kornea, dan jika parah, kebutaan.

Dermopati, yang kadang disebut miksedema pratibia, terdapat pada sebagian kecil kasus. Kelainan ini biasanya bermanifestasi sebagai penebalan dan hiperpigmentasi kulit lokal di aspek anterior kaki dan tungkai bawah.

Teuan laboratorium pada penyakit gravs adalah peningkatan kadar T4 dan T3 bebas serta penurunan kadar TSH. Karena tiroid terus mendapat rangsangan dari thyroid-stimulating immunoglobulin, penyerapan radioaktif meningkat dan pemindaian yodium radioaktif memperlihatkan penyerapan difus yodium. Pada kasus penyakit graves yang tipikal, kelenjar tiroid membesar secara difus akibat adanya hipertrofi dan hiperplasia difus sel epitel folikel tiroid. Kelenjar biasanya lunak dan licin, dan kapsulnua utth. Secara mikroskopis, sel epitel olikel pada kasus yang tidak diobati tampak tinggi dan kolumnar serta lebih ramai daripada biasa. Meningkatnya jumlah sel ini menyebabkan terbentuknya papila kecil, yang menonjol ke dalam lumen folikular. Papila ini tidak memiliki inti fibrovaskuler, berbeda dengan yang ditemukan pada karsnoma papilar.

Koloid di dalam lumen folikel tampak pucat, dengan tepi berlekuk-lekuk. Infiltrat limoid, terutama terdiri atas sel T dengan sedikit sl B dan sel plasma matang, terdapat di seluruh interstisium; pusat germinativum sering ditemukan. Terap praoperasi mengubah morfologi tiroid pada penyakit graves. Sebagai contoh, pemberian yodium praoperasi menyebabkan involusi epitel dan akumulasi koloid akibat terhambatnya sekresi tiroglobulin; jika terapi dilanjutkan, kelernjar mengalami fibrosis. Kelainan dijaringan ekstratiroid adalah hiperplasia limfoid generalisata. Pada pasien dengan oftalmopati, jaringan orbita tampak edematosa akibat adanya glikosamoniglikan hidrofilik. Selain itu, terjadi infltrasi oleh limfosit, terutama sel T. Otot orbita mngalami edemapada awalnya tetapi kemudian mengalami fibrosis pada perjalanan penyakit tahap lanjut. Dermopati, jika ada, ditandai dengan menebalnya dermis akibat pengendapan glikosaminoglikan dan infiltrasi limfosit.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF