Glaukoma Dan Katarak
November 20, 2017 | Author: Daniel Doddy Darmawan Wea | Category: N/A
Short Description
Glaukoma Dan Katarak...
Description
BAB I PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang diotandai pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang dan biasanya disertai peningkatan intra okuler. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang tinggi di dunia, diperkirakan 2% dari penduduk yang berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Dimana persentase pria lebih banyak dibandingkan wanita. Di Amerika diperkirakan 3 juta penduduk Amerika serikat terkena glaukoma, sekitar 50% tidak terdiagnosis. Sekitar 6 juta orang mengalami kebutuaan akibat glaukoma. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau Biasanya kekeruhan
terjadi akibat kedua-duanya.
mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat
tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Data badan
kesehatan PBB (WHO) menyebutkan penderita kebutaan di dunia
mencapai 38 juta orang. 48% diantaranya disebabkan oleh katarak. Katarak senilis sangat sering ditemukan pada manusia, bahkan dapatdikatakan sebagai suatu hal yang dapat dipastikan timbulnya dengan bertambahnya usia penderita. Di Afrika katarak senilis merupakan penyebab utama kebutaan. Di negara berkembang katarak merupakan 50-70% dari seluruh penyebab kebutaan, selain kasusnya banyak dan munculnya lebih awal. Di Indonesia tahun 1991 didapatkan prevalensi kebutaan sekitar 1,2% dengan kebutaan katarak sebesar 0,67%. Survei yang dilakukan pada tahun 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% diantaranya disebabkan oleh katarak dan yang terbesar akibat katarak senilis. Kedua keadaan ini, baik glaukoma ataupun katarak memiliki insidensi yang sangat tinggi, terutama pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun dan menyebabkan insidensi kebutaan yang sangat tinggi seiring dengan perkembangan penyakitnya dan penatalaksanaan nya. 1
Glaukoma dan katarak mempunyai hubungan dimana pada kasus katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsula lensa anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular menjadin edema dan tersumbat oleh protein-protein lensa, dan menimbulkan peningkatan intraokular akut.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.
DEFINISI Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana gambaran klinik yang lengkap ditandai oleh peninggian tekanan intraokular, penggaungan dan degenerasi papil saraf optik serta dapat menimbulkan skotoma ( kehilangan lapangan pandang). Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang dan biasanya disertai peningkatan intra okuler. Sedangkan katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibathidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya.Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
2.
ANATOMI DAN FISIOLOGI A.
AQUEOUS HUMOR Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
belakang. Volumenya sekitar 250 uL dan kecepatan pembentukan nya memiliki variasi diurnal yaitu 2,5 uL/menit. Tekanan osmotiknya lebih tinggi dibandingkan dengan plasma. Komposisi aqueous humor sama dengan plasma, tetapi cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi, protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.4,5
Aqueous humor diproduksi di corpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di stroma processus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan processus 3
sekretorius epitel siliaris. Setelah mengisi bilik mata belakang , cairan aqueous hmor akan mengalir melalui pupil ke bilik mata depan. Cairan ini akan keluar melalui 2 jalur aliran yang berbeda, yaitu melalui jalur konvensional dan jalur uveoscleral. Aliran melalui jalur konvensional ( jalur trabekulum ) yang merupakan jalur utama, dimana sekitar 90% aliran aqueous humor melalui jalinan trabekular menuju kanal Schlemm
yang terdiri dari sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous
menyalurkan ke sistem vena. Jalur uveoscleral dimana sekitar 10% aliran aquoues humor melalui ruang suprakoroid dan ke dalam sistem sistem vena corpus siliaris, koroid dan sklera. 4,5
Gambar 1. Anatomi aliran aqueous humor B.
LENSA Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan
transparan. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula (zonulaZinnii) yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior lensa terdapat humosaquos dan disebelah posterior terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semi permeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel sub kapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. 4,5 Sesuai dengan bertambah nya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadikurang elastic. Lensa terdiri dari 4
enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit sekalimineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. 4,5 Kandungan kalium lebih tinggi di lensa dari pada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa.
Gambar 2. Anatomi lensa Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter antero posterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferisdiiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang +18.0- Dioptri. 4,5 Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (natrium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di 5
bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar IonNa masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalamoleh Ca-ATPase Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase. 4,5
3.
KLASIFIKASI A.
GLAUKOMA
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi 4 A. Glaukoma primer 1. Glaukoma sudut terbuka a. Glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut terbuka kronik, glaukoma
simpleks kronik) b. Glaukoma tekanan normal 2. Glaukoma sudut tertutup a. Akut b. Subakut c. Kronik d. Iris plateau B. Glaukoma sekunder 1. Glaukoma pigmentasi 6
2. Sindrom eksfoliasi 3. Alibat kelainan lensa (fakogenik) a. Dislokasi b. Intumesensi c. Fakolitik 4. Akibat kelainan traktus uvea a. Uveitis b. Sinekia posterior c. Tumor d. Edema corpus siliaris 5. Sindrom iridokorneoendotelial 6. Trauma a. Hifema b. Kontusio c. Sinekia anterior perifer 7. Pasca operasi a. Glaukoma maligna b. Sinekia perifer c. Pertumbuhan epitel bawah d. Pasca bedah ablasio retina 8. Glaukoma neovaskular a. Diabetes mellitus b. Oklusi vena sentralis perifer 7
c. Tumor intar okuler 9. Peningkatan tekanan vena episklera a. Fistula karotis-kavernosa b. Sindrom Sturge-Weber 10. Steroid C. Glaukoma kongenital 1. Glaukoma kongenital primer 2. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain a. Sindrom pembelahan bikil mata depan : Sindrom Axenfeld, Sindrom reiger,
Sindro Peter b. Aniridia 3. Glaukoma yang berkaitan dengan perkembangan ekstraokuler a. Sindrom Sturge-Weber b. Sindrom Marfan c. Neurofibromatosis 1 d. Sindrom Lowe e. Rubela kongenital
Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intra okuler 4
A. Glaukoma sudut terbuka 1. Membran trabekular a. Glaukoma neovaskular 8
b. Pertumbuhan epitel bawah c. Sindrom ICE 2. Kelainan trabekular a. Glaukoma sudut terbuka primer b. Glaukoma kongenital c. Glaukoma pigmentasi d. Sindrom eksfoliasi e. Glaukoma akibat steroid f. Hifema g. Kontusio atau resesi sudut h. Iridosiklitis i.
Glaukoma fakolitik
3. Kelainan pasca trabekular a. Peningkatan tekanan vena episklera B. Glaukoma sudut tertutup 1. Sumbatan pupil a. Glaukoma sudut tertutup primer b. Seklusio pupilae c. Intumesensi lensa d. Dislokasi lensa anterior e. Hifema 2. Pergeseran lensa ke anterior a. Glaukoma sumbatan siliaris 9
b. Oklusi vena sentralis retina c. Skleritis posterior d. Pasca bedah ablasio retina 3. Pendesakan sudut a. Iris plateau b. Intumesensi lensa c. Midriasis 4. Sinekia posterior perifer a. Penyempitan sudut kronik b. Akibat bilik mata depan yang datar c. Iris bombe d. Kontraksi membran trabekular C. KATARAK
Katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, seperti usia, saat muncul nya dan tempat terjadinya. Klasifikasi tersebut dijabarkan sebagai berikut. Klasifikasi katarak berdasarkan usia: 4,5 a.
Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun.
b.
Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun.
c.
Katarak senilisis, katarak setelah usia 50 tahun. Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, intumesen, matur, hipermatur dan morgagni. 4,5
a.
Katarak insipien. Pada stadium ini akan terlihat kekeruhan mulai tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
10
Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama. b.
Katarak intumesen Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif meneyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
c.
Katarak imatur Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
d.
Katarak matur Pada katarak matur kekruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga
11
lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif. e.
Katarak hipermatur Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula Zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Tidak diketahui kenapa katarak senilis pada orang tertentu berbentuk korteks anterior dengan celah air, nukleus dan korteks subkapsular posterior. Mungkin terdapat faktor penentu lainnya.
Tabel perbedaan stadium katarak senilis
Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang 12
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
COA
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
Negatif
Positif
Negatif
Pseudopos
Penyulit
-
Glaukoma
-
Uveitis+glaukoma
4.
EPIDEMIOLOGI 4,5,8,9,10 Glaukoma merupakan kasus kedua terbanyak setelah katarak dalam menyebabkan proses kebutaan di seluruh dunia, lebih dari tiga juta orang mengalami kebutaan bilateral yang diakibatkan oleh glaukoma primer sudut terbuka, dan lebih dari dua juta orang akan mengalami kasus ini setiap tahunnya. Berdasarkan ras, pada populasi kulit hitam kejadian glaukoma 3 – 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ras yang lainnya, dengan kemungkinan 6 kali lebih mudah mengalami kerusakan saraf optik. Keadaan glaukoma juga lebih sering terjadi pada orang dengan usia di atas 40 tahun, dan 15% persen di antaranya terjadi pada dekade ke-7 masa kehidupan.3 Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia 50 tahun, tingkat resiko menderita glaukoma meningkat sekitar 10 %. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut.4
Data badan kesehatan PBB (WHO) menyebutkan penderita kebutaan di dunia mencapai 38 juta orang. 48% diantaranya disebabkan oleh katarak. Katarak senilis sangat sering ditemukan pada manusia, bahkan dapatdikatakan sebagai suatu hal yang dapat dipastikan timbulnya dengan bertambahnya usia penderita. Di Afrika katarak senilis merupakan
penyebab utama kebutaan. Di negara berkembang katarak
merupakan 50-70% dari seluruh penyebab kebutaan, selain kasusnya banyak dan munculnya lebih awal. Di Indonesia tahun 1991 didapatkan prevalensi kebutaan sekitar 1,2% dengan kebutaan katarak sebesar 0,67%. Survei yang dilakukan pada 13
tahun 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% diantaranya disebabkan oleh katarak dan yang terbesar akibat katarak senilis.
5.
PATOGENESIS 4,5,6,7,8,12,13,14 Glaukoma sekunder sudut tertutup merupakan komplikasi dari katarak. Dhawan (2005) dalam
tulisanya mengemukakan timbulnya glaukoma sekunder
akibat katarak dapat melalui empat cara, yaitu: 1. Glaukoma fakomorfik lensa dapat membengkak (intumesen) dengan menyerap
cukup banyak cairan dari kamera anterior yang menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut sehingga jalinan trabekular terblok serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup. 2. Glaukoma fakolitik pada katarak stadium hipermatur terjadi kebocoran protein
lensa dan masuk ke dalam kamera anterior dan ditelan oleh makrofag. Makrofag menjadi membengkak dan menyumbat jalinan trabekular yang memacu peningkatan TIO. Glaukoma yang terjadi adalah glaukoma sudut terbuka. 3. Glaukoma fakotopik lensa hipermatur dapat mengalami dislokasi dan
menyebabkan peningkatan TIO dengan memblok pupil atau sudut secara mekanis, atau dispalsia korpus vitreus yang menyebabkan blok. Dislokasi korpus vitreus sebagai penyebab glaukom akibat katarak meskipun mekanismenya belum jelas. 4. Glaukoma fakoantigenik yang dahulu dikenal sebagai glaukoma fakoanafilaktik
katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsula lensa anterior, dan memungkinkan protein-protein lensa yang mencair masuk ke dalam bilik mata depan,
terjadi akibat tersensitisasi protein lensa nya sendiri, sehingga
menyebabkan terjadinya inflamasi reaksi peradangan di bilik mata depan, anyaman trabekular menjadi edema. Protein lensa memiliki keistimewaan secara imunologi, yaitu dapat mulai sentisisasi secara imunologi apabila memasuki aqueous humor. Sowka (2008) menjelaskan penebalan lensa selama kataraktogenesis dapat menghasilkan pupil blok, dengan iris bombae dan akibatnya terjadi glaukoma sudut tertutup. Lensa menjadi intumesensi pada katarak senilis imatur. Intumesensi 14
merupakan proses terjadinya hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi cembung sehingga indeks refraksi berubah, karena daya biasnya bertambah maka mata menjadi miopia. Pada intumesensi, pembengkakan lensa membuat sumbu anterior-posterior lensa makin panjang sehingga mengakibatkan resistensi pupil pada pengaliran humor aqueous ke depan (blokade pupil). Akibat blokade pupil ini akan terjadi pendorongan iris sehingga pangkal iris akan menutup saluran trabekulum yang mengakibatkan bertambahnya bendungan cairan mata dan tekanan intraokuler meninggi dan timbul glaukoma. Bilik mata depan terlihat dangkal akibat bertambah cembungnya lensa disertai adanya iris bombe. Sowka (2008) mengemukakan ini dapat terjadi secara umum pada pasien dengan sudut bilik mata yang memang sudah dangkal, dan kataraktogenesis memperparah terjadinya penutupan sudut. Meskipun demikian penutupan sudut selama proses kataraktogenesis juga dapat terjadi pada pasien dengan miopia maupun pasien dengan sudut bilik mata yang dalam. Efek peningkatan TIO mengakibatkan penurunan penglihatan pada glaukoma dengan mekanisme utamanya adalah atrofi sel ganglion difus yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Selanjutnya diskus optikus menjadi atrofi, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atrofi. Neuron-neuron
mengalami
kerusakan
oleh
peningkatan
TIO
yang
menimbulkan tekanan segala arah pada bola mata dan menghasilkan tegangan, selanjutnya menyebabkan regangan yang menyebabkan kerusakan neuron. Sedangkan patogenesis terjadinya glaukoma sudut tertutup akut primer pada dasarnya sama dengan glaukoma fakomorfik, hanya saja tidak ada penyakit (kondisi) yang mendasari terjadinya penutupan sudut. Glaukoma primer terjadi pada mata dengan sudut bilik anterior yang dangkal (sering pada hipermetropia). Glaukoma fakolitik berkembang pada saat terjadi kebocoran protein lensa dari katarak matur yang menyubat jalinan trabekular dan mencegah aliran humor aqueous. Dengan usia tua dan progresi katarak, jumlah protein BM tinggi dalam lensa menigkat. Pada katarak imatur, protein ini ditemukan dalam nukleus lensa. Dengan matangnya katarak dan akumulasi protein, peningkatan jumlah protein BM tinggi 15
ditemukan pada cairan korteks lensa. Pada akhirnya, protein keluar dari lensa dan masuk ke dalam humor aqueous. Adanya protein lensa dalam kamera anterior memacu inflamasi dan respon makrofag. Akumulasi makrofag yang membengkak karena menelan protein lensa sebagai penyebab utama obstruksi jalinan trabekular. Selain makrofag, protein lensa juga dapat menyebabkan obstruksi.
6.
GEJALA KLINIS Glaukoma disebut sebagai “ pencuri penglihatan “ karena berkembang tanpa ditandai dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya nanti diketahui di saat penyakitnya sudah lanjut dan telah kehilangan penglihatan. Glaukoma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak diketahui bila mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar. Misalnya mata sebelah terasa berat, kepala pusing sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan kacamata koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya. Kadang-kadang tajam penglihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat.4 Pada akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pandang yang menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak di sisi lain ketika penderita melihat lurus ke depan ( disebut penglihatan terowongan). Ilyas (2009) menjelaskan mata merah dengan penglihatan turun mendadak biasanya merupakan glaukoma akut. Glaukoma fakomorfik menunjukkan gejala sebagai berikut : 2 o Nyeri akut o Mata hiperemis o Pandangan kabur o Sensasi halo o Mual o Muntah 16
o Pasien umumnya memiliki penurunan penglihatan sebelum episode akut karena riwayat katarak. Tanda glaukoma fakomorfik termasuk di bawah ini: 2 o TIO tinggi (> 35 mmHg) o Pupil dilatasi sedang, iregular o Edema kornea o Injeksi konjungtiva dan vena episklera o Sudut kamera anterior dangkal o Pembesaran lensa dan displasi ke depan o Pembentukan katarak tidak sama antara kedua mata Gejala dan tanda glaukoma fakolitik menurut Chen & Yi (2009), sebagai berikut:14 o
Pasien dengan glaukoma fakolitik secara khas mempunyai riwayat penurunan penglihatan yang lambat selama beberapa bulan maupun tahun sebelum terjadi nyeri dengan onset akut, mata merah, dan seringkali terjadi penurunan penglihatan yang lebih jauh.
o
Penglihatan mungkin hanya dapat persepsi cahaya karena densitas katarak
o
Gejalanya sama dengan glaukoma sudut tertutup akut
o
Riwayat penurunan penglihatan yang lambat sebelum onset akut adalah gejala yang vital untuk diagnosis.
o
TIO meningkat sangat tinggi
o
Pemeriksaan lampu slit menampakkan edema kornea mikrositik, kamera anterior sembab, makrofag, agregasi material putih.
o
Penemuan genioskopi biasanya normal.
Gejala dan tanda yang didapatkan pada glaukoma sudut tertutup akut primer menurut Ilyas (2009): 5 o Pasien dengan glaukoma sudut tertutup akut primer menampakkan gejala nyeri okular dan kepala o Penurunan lapang pandang unilateral 17
o Adanya halo berupa pelangi di sekitar lampu yang dilihat o Seringkali mual dan muntah o Ketajaman penglihatan dapat menurun secara signifikan pada mata yang terpengaruh, seringkali sampai 20/80 atau lebih buruk. o Tanda khas yang muncul termasuk peningkatan TIO secara signifikan, pada evaluasi genioskopi, terdapat injeksi konjungtiva dan episklera yang dalam, dan pupil yang berdilatasi sedang. o Pada pemeriksaan slit lamp juga dapat terlihat edema kornea dan sudut kamera anterior yang dangkal. o
Tonometri dapat terlihat TIO rata-rata 30 sampai dengan 60 mmHg, ataupun lebih tinggi pada beberapa kasus. .
o Mungkin terdapat bukti episode pentupan sudut sebelumnya dalam bentuk sinekia anterior perifer pada mata. 7.
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGIS 1.
Pemeriksaan tekanan bola mata 3,6,8 Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang dinamakan
tonometer. Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan tanometer pada bola mata dinamakan tonometri. Tindaktan ini dapat dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis lainnya. Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia di atas 20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara umum. Dikenal beberapa alat tonometer seperti alat tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman.
a. Tonometri Schiotz Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat pada kornea karena itu dinamakan juga tonometri indentasi Schiotz. Dengan tonometer Schiotz dilakukan indentasi penekanan terhadap kornea.
18
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan posisi horizontal dan mata ditetesi dengan obat anestesi topikal atau pantokain 0,5%. Penderita diminta melihat lurus ke suatu titik di langit-langit, atau penderita diminta melihat lurus ke salah satu jarinya, yang diacungkan, di depan hidungnya. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita. Dengan ibu jari tangan kiri kelopak mata digeser ke atas tanpa menekan bola mata; jari kelingking tangan kanan yang memegang tonometer, menyuai kelopak inferior. Dengan demikian celah mata terbuka lebar. Perlahan-lahan tonometer diletakkan di atas kornea. Tonometer Schiotz kemudian diletakkan di atas permukaan kornea, sedang mata yang lainnya berfiksasi pada satu titik di langit-langit kamar penderita. Jarum tonometer akan menunjuk pada suatu angka di atas skala. Tiap angka pada skala disediakan pada tiap tonometer. Apabila dengan beban 5,5 gram (beban standar) terbaca angka 3 atau kurang, perlu diambil beban 7,5 atau 10 gram. Untuk tiap beban, table menyediakan kolom tersendiri.
b. Tonometer aplanasi Cara mengukur tekanan intraokular yang lebih canggih dan lebih dapat dipercaya dan cermat bias dikerjakan dengan Goldman atau dengan tonometer tentengan Draeger. Pasien duduk di depan lampu celah. Pemeriksaan hanya memerlukan waktu beberapa detik setelah diberi anestesi. Yang diukur adalah gaya yang diperlukan untuk mamapakan daerah kornea yang sempit.
Setelah mata ditetesi dengan anestesi dan flouresein, prisma tonometer aplanasi di taruh pada kornea. Mikrometer disetel untuk menaikkan tekanan pada mata sehingga gambar sepasang setengah lingkaran yang simetris berpendar karena flouresein tersebut. Ini menunjukkan bahwa di semua bagian kornea yang bersinggungan dengan alat ini sudah papak ( teraplanasi). Dengan melihat melalui mikroskop lampu celah dan dengan memutar tombol, ujung dalam kedua setengah lingkaran yang berpendar tersebut diatur agar bertemu yang menunjukkan besarnya 19
tekanan intraokular. Dengan ini selesailah pemeriksaan tonometer aplanasi dan hasil pemeriksaan dapat dibaca langsung dari skala mikrometer dalam mmHg. c. Tonometri Digital Pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat yaitu dengan
memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat khusus
(tonometer). Dengan menekan bola mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di dalam bola mata. Pemeriksaan dilakukan dengan cara sebagai berikut : •
Penderita disuruh melihat ke bawah
•
Kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada kulit kelopak tarsus atas penderita
•
Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang telunjuk lain menekan bola mata. Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat menyatakan
tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah daripada normal. Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea irregular dan infeksi kornea. 2.
Gonioskopi Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata
dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan malahan dapat menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder. 3,6,8 3.
Oftalmoskopi Oftalmoskopi, pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang
dinamakan oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik di dalam mata dan akan dapat ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangok saraf optik pun dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang diderita. 3,6 20
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat : 8 •
Kelainan papil saraf optik -
saraf optik pucat atau atrofi
-
saraf optik tergaung
•
Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna hijau
•
Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar.
4.
Pemeriksaan lapang pandang Penting, baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti perjalanan
penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika glaukoma sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. Yang kemudian akan bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah melihat melalui teropong untuk kemudian menjadi buta.6
5.
Tes Provokasi
Untuk glaukoma sudut terbuka8 1. Tes minum air : pasien diminta berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam.
Kemudian diminta minum air 1L air dalam 5 menit. Lalu tekanan intraokuler diukur setiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8 mmHg atau lebih, dianggap glaukoma.
21
2. Pressure congestion test : Pasang tensimeter dengan tekanan 50-60 mmHg selama
1 menit. Kemudian
diukur tekanan intraokulernya. Kenaikan
9 mmHg,
mencurigakan, sedangkan bila lebih 11 mmHg pasti glaukoma. 3. Kombinasi tes air minum dan pressure congestion test : Setengah jam setelah tes
minum dilakukan pressure congestion test. 4. Tes steroid : Diteteskan larutan dexamethasone 3-4x/ hari selama 2 minggu.
Kenaikan tekanan intra okuler 8 mmHg menunjukkan glaukoma. Untuk glaukoma sudut tertutup8 1. Tes kamar gelap : Pasien di tempatkan di tempat gelap selama 1 jam dan dalam
keadaan tidak tidur. Diukur tekanan intra okuler, apabila lebih dari 8 mmHg mencurigakan, sedangkan bila lebih dari 10 mmHg pasti keadaan patologis. 2. Tes membaca : Pasien diminta membaca huruf kecil pada jarak dekat selama 45
menit. Kenaikan tekanan 10-15 merupakan keadaan patologis. 3. Tes midriasis : Tes dilakukan dengan meneteskan cairan midriatika seperti kokain
2%, homatropin 1% atau neosynephrine 10%. Tekanan diuukur setiap 15 menit selama 1 jam. Kenaikan 5 mmHg mencurigakan sedangkan lebih dari 7 mmHg pasti keadaan patologis. 4. Tes bersujud ( prone position test ) : Pasien diminta bersujud selama 1 jam.
Kenaikan 8-10 mmhg menandakan keadaan patologis.
8.
DIAGNOSIS Glaukoma akut baik primer maupun sekunder ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (Ilyas, 2009). Pada anamnesa tidak khas, seperti mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan kaca mata koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya.3
22
Perlu harus waspada terhadap glaukoma sudut terbuka pada pasien berumur 40 tahun atau lebih, penderita diabetes mellitus, pengobatan kortikosteroid lokal atau sistemik yang lama dan dalam keluarga ada penderita glaukoma, miopia tinggi.2,3,4,6,8
Selanjutnya Ilyas (2005) menambahkan glaukoma primer dengan sudut bilik mata depan tertutup bersifat bilateral dan herediter dan banyak terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Sedangkan mata pasien dengan glaukoma sudut tertutup sekunder sangat merah, konjungtiva sangat kemotik, dengan injeksi siliar, kornea keruh, pupil setengah dilatasi dengan reaksi terhadap sinar yang kurang atau ama sekali tidak ada. Bilik mata depan dangkal dan di dalam bilik mata terdapat efek Tyndal positif. Mata pada perabaan terasa keras seperti kelereng, akibat tekanan bola mata yang sangat tinggi. Noecker & Kahook (2011) menjelaskan diagnosis glaukoma sudut tertutup akut primer dibuat dengan visualisasi genioskopi yang menunjukkan tertutupnya sudut kamera anterior. Pada glaukoma dapat ditemukan sudutnya normal. Pada stadium yang lanjut, bila telah timbul goniosinechiae ( perlengketan pinggir iris pada kornea atau trabekula) maka sudut dapat tertutup. 6 Tonometri menunjukkan peningkatan TIO yang bisa mencapai 40-80 mmHg. Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. 6 Pemeriksaan oftalmoskopi pada glaukoma, didalam saraf optik didapatkan kelainan degenerasi yang primer, yaitu disebabkan oleh insufisiensi vaskuler. 6 Chen & Yi (2009) menjelaskan pada glaukoma fakolitik pemeriksaan lampu slit menampakkan edema korne mikrositik, kamera anterior sembab, makrofag, agregasi material putih. Pada pemeriksaan genioskopi sudut kamera anterior biasanya normal.12
9.
PENATALAKSANAAN 4,5,6,7,9,11,1,2 23
a.
Medikamentosa Harus disadari betul, bahwa glaukoma primer merupakan masalah terapi
pengobatan (medical problem). Pemberian pengobatan medikamentosa harus dilakukan terus-menerus, karena itu sifat obat-obatnya harus mudah diperoleh dan mempunyai efek sampingnya sekecil-kecilnya. Harus dijelaskan kepada penderita dan keluarga, bahwa perlu pemeriksaan dan pengobatan seumur hidup. Obat-obat ini hanya menurunkan tekanan intraokularnya, tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya. Minum sebaiknya sedikit-sedikit. Tak ada bukti bahwa tembakau dan alkohol dapat mempengaruhi glaukoma. 6 Obat-obat yang dipakai : 1. Parasimpatomimetik : miotikum, memperbesar outflow a. Pilokarpin 2-4%, 3-6 dd 1 tetes sehari b. Eserin ¼-1/2 %, 3-6 dd 1 tetes sehari Kalau dapat pemberiannya disesuaikan dengan variasi diurnal, yaitu diteteskan pada waktu tekanan intraokular menaik. Eserin sebagai salep mata dapat diberikan malam hari. 6 Efek samping dari obat-obat ini; meskipun dengan dosis yang dianjurkan hanya sedikit yang diabsorbsi kedalam sirkulasi sistemik, dapat terjadi mual dan nyeri abdomen. Dengan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan : keringat yang berlebihan, salivasi, tremor, bradikardi, hipotensi. 6
2. Simpatomimetik : mengurangi produksi humor aquaeus. a. Epinefrin 0,5%-2%, 2 dd 1 tetes sehari. Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, hipertensi. 3. Beta-blocker (penghambat beta), menghambat produksi humor aquaeus. a. Timolol maleat 0,25-0,5% 1-2 dd tetes, sehari. 24
Efek samping yang dapat timbul antara lain hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma, payah jantung kongestif. Nadi harus diawasi terus. Pada wanita hamil, harus dipertimbangkan dulu masak-masak sebelum memberikannya. Pemberian pada anak belum dapat dipelajari. 6 Obat ini tidak atau hanya sedikit, menimbulkan perubahan pupil, gangguan visus, gangguan produksi air mata, hiperemi. Dapat diberikan bersama dengan miotikum. Ternyata dosis yang lebih tinggi dari 0,5% dua kali sehari satu tetes, tidak menyebabkan penurunan tekanan intraokular yang lebih lanjut. 6 4. Carbon anhydrase inhibitor (penghambat karbonanhidrase), menghambat produksi humor aquaeus. a. Asetazolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet ( diamox, glaupax). Pada pemberian obat ini timbul poliuria dan efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni, kelainan ginjal. 6 Obat-obat ini biasanya diberikan satu persatu atau kalau perlu dapat dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat dinaikkan frekwensi penetesannya atau prosentase obatnya, ditambah dengan obat tetes yang lain atau tablet. 6 Monitoring semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma sudut terbuka selalu dikelola oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang teratur. 6
b.
Operasi Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan baru dilakukan bila :8
1.
Tekanan intraokular tak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg
2.
Lapang pandangan terus mengecil
3.
Orang sakit tak dapat dipercaya tentang pemakaian obatnya
4.
Tidak mampu membeli obat
5.
Tak tersedia obat-obat yang diperlukan
25
Prinsip operasi adalah fistulasi, membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor aquaeus, oleh karena jalan yang normal tak dapat dipakai lagi. Pembedahan pada glaukoma terdiri dari : 8 1.
Bedah filtrasi Bedah filtrasi dilakukan tanpa perlu pasien dirawat dengan memberi anestesi
lokal kadang-kadang sedikit obat tidur. 8 Dengan memakai alat sangat halus diangkat sebagian kecil sklera sehingga terbentuk suatu lubang. Melalui celah sclera yang dibentuk cairan mata akan keluar sehingga tekanan bola mata berkurang, yang kemudian diserap di bawah konjungtiva. Pasca bedah pasien harus memakai penutup mata dan mata yang dibedah tidak boleh kena air. Untuk sementara pasien pascabedah glaukoma dilarang bekerja berat. 8 2.
Trabekulektomi Pada
glaukoma
masalahnya
adalah
terdapatnya
hambatan
filtrasi
(pengeluaran) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun dalam mata sehingga tekanan bola mata naik. 8 Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi ini cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas. 8 Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk di bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluoruracil atau mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan bola mata sangat menurun. Pembedahan ini memakan waktu tidak lebih dari 30 menit. Setelah pembedahan perlu diamati 4-6 minggu pertama. Untuk melihat keadaan tekanan mata setelah pembedahan. 8 3.
Bedah filtrasi dengan implan Pada saat ini dikenal juga operasi dengan menanam bahan penolong
pengaliran (implant urgary). 8Pada keadaan tertentu adalah tidak mungkin untuk
26
membuat filtrasi secara umum sehingga perlu dibuatkan saluran buatan (artificial) yang ditanamkan ke dalam mata untuk drainase cairan keluar. 8 Beberapa ahli berusaha membuat alat yang dapat mempercepat keluarnya cairan dari bilik mata depan. Upaya di dalam membuat ini yaitu : 8
Dapat mengeluarkan cairan mata yang berlebihan.
Keluarnya tidak hanya dalam jumlah dan persentase.
Mengatur tekanan maksimum, minimum optimal, seperti hidrostat.
Tahan terhadap kemungkinan penutupan
Minimal terjadinya hipotensi
Desain yang menghindarkan migrasi dan infeksi.
Bersifat atraumatik.
4.
Siklodestruksi Tindakan ini adalah mengurangkan produksi cairan mata oleh badan siliar
yang masuk ke dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini dikeluarkan terutama oleh pembuluh darah di badan siliar dalam bola mata. Pada siklodestruksi dilakukan pengrusakan sebagian badan siliar sehingga pembentukan cairan mata berkurang. Tindakan ini jarang dilakukan karena biasanya tindakan bedah utama adalah bedah filtrasi. 8 5.
Ekstraksi Katarak Penatalaksanaan pada katarak adalah tindakan pembedahan. Pengobatan yang
diberikan biasanya hanya memperlambat proses, tetapi tidak menghentikan proses degenerasi lensa.Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk menghambat proses katarak adalah vitamin dosis tinggi, kalsium sistein, iodium tetes. Tindakan pembedahan dilakukan dengan indikasi: 1.
Indikasi optik Pasien mengeluh gangguan penglihatan yang mengganggu kehidupansehari-hari , dapat dilakukan operasi katarak.
2.
Indikasi medis Kondisi katarak harus dioperasi di antaranya katarak hipermatur,lensa yang menginduksi glaukoma, lensa yang menginduksi uveitis,dislokasi/subluksasi lensa, benda asing intraretikuler, retinopati diabetik, ablasio retina atau patologi segmen posterior lainnya. 27
3.
Indikasi kosmetik Jika kehilangan penglihatan bersifat permanen karena kelainan retina atau saraf optik, tetapi leukokoria yang diakibatkan katarak tidak dapat
diterima pasien,
operasi
dapat
dilkukan
meskipun
tidak
dapat
mengembalikan penglihatan. Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan beberapa cara : 1. EKIK (Ekstraksi Katarak Intrakapsular)
Ekstraksi katarak intrakapsular, yaitu mengeluarkan lensa bersama dengan kapsul lensa. EKIK masih sangat bermanfaat pada kasus-kasus yang tidak stabil, katarak intumesen,hipermatur dan katarak luksasi. EKIK juga masih lebih dipilih pada kasus dimana zonula zinitidak cukup kuat sehingga tidak memungkinkan menggunakan EKEK. Kontraindikasi absolutICCE adalah katarak pada anak-anak dan dewasa muda dan ruptur kapsul akibat trauma.Kontraindikasi relatif adalah miopia tinggi, sindrom Marfan dan katarak morgagni. Keuntungan pembedahan EKEK ini adalah: tidak akan terjadi katarak sekunder, karena lensa seluruhnya sudahdiangkat. Kerugian EKIK dibanding EKEK sangat signifikan. Insisi EKIK yang lebih luas yaitu160-180o (12-14 mm), berhubungan dengan beberapa resiko, seperti:
penyembuhan
yang
lama,cenderung
menimbulkan
astigmatisme,
kebocoran luka pos operasi, inkarserasi iris dan vitreus.Komplikasi selama operasi dapat terjadi trauma pada endotel kornea. Komplikasi pasca operaasiadalah cystoid macular edema (CME), edema kornea, vitreus prolaps dan endoftalmitis. 2. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK)
Ekstraksi katarak ekstrakapsular, yaitu mengeluarkan isi lensa (korteks dan nukleus)melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Operasi katarak ini adalah merupakan tehnik operasi untuk katarak Imatur/matur yangnukleus atau intinya keras sehingga tidak memungkinkan dioperasi dengan tehnik fakoemulsifikasi. Insisi kornea lebih kecil daripada EKIK (kira-kira 5-6mm) sehingga proses penyembuhan lebih cepat sekitar seminggu. Karena kapsul posterior yang utuh, sehingga dapatdilakukan penanaman lensa intraokular (IOL). Mengurangi resiko CME dan edema kornea.Kerugiannya berupa membutuhkan alat yang lebih sukar dibandingkan EKIK. Penyulit pada teknik ini 28
berupa
adanya
ruptur
kapsul
posterior,
prolaps
badan
kaca,
hifema,
peningkatantekanan intraokular, endofthalmitis, katarak sekunder. 3. Fakoemulsifikasi
Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi, yaitu teknik operasi katarak modernmenggunakan gel, suara berfrekuensi tinggi, dengan sayatan 3 mm pada sisi kornea.Fakoemulsifikasi adalah teknik operasi katarak terkini. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah hancur tersebut sampai
bersih. Sebuah
lensa Intra Ocular
(IOL)
yang
dapat
dilipat
dimasukkanmelalui irisan tersebut. Untuk lensa lipat (foldable lens) membutuhkan insisi sekitar 2.8 mm,sedangkan untuk lensa tidak lipat insisi sekitar 6 mm. Karena insisi yang kecil untuk foldablelens, maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan dengancepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Indikasi teknik fakoemulsifikasi berupa calon terbaik pasien muda dibawah 40-50 tahun,tidak mempunyai penyakit endotel, bilik mata dalam, pupil dapat dilebarkan hingga 7 mm. Kontraindikasinya berupa tidak terdapat hal – hal salah satu diatas, luksasi atau subluksasi lensa.Prosedurnya dengan getaran yang terkendali sehingga insiden prolaps menurun. Insisi yangdilakukan kecil sehingga insiden terjadinya astigmat berkurang dan edema dapat terlokalisasi,rehabilitasi pasca bedahnya cepat, waktu operasi yang relatif labih cepat, mudah dilakukan padakatarak hipermatur. Tekanan intraokuler yang terkontrol sehingga prolaps iris, perdarahanekspulsif jarang. Kerugiannya berupa dapat terjadinya katarak sekunder sama seperti pada teknik EKEK, sukar dipelajari oleh pemula, alat yang mahal, pupil harus terus dipertahankan lebar,endotel ’loss’ yang besar. Penyulit berat saat melatih keterampilan berupa trauma kornea, traumairis, dislokasi lensa kebelakang, prolaps badan kaca. Penyulit pasca bedah berupa edema kornea,katarak sekunder, sinekia posterior, ablasio retina.
Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan yangserius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi 29
peradangan dan mempercepat penyembuhan,selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan pelindung mata sampai luka pembedahan sembuh.
10.
PROGNOSIS 4,5,12,13 Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata. Kontrol tekanan intraokuler yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadinya kebutaan. Jika TIO tetap terkontrol dan terapi penyebab dasar menghasilkan penurunan TIO, maka kecil kemugkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif.
BAB III KESIMPULAN
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang diotandai pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang dan biasanya disertai peningkatan intra okuler. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua30
duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Kedua keadaan ini, baik glaukoma ataupun katarak memiliki insidensi yang sangat tinggi, terutama pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun dan menyebabkan insidensi kebutaan yang sangat tinggi seiring dengan perkembangan penyakitnya dan penatalaksanaan nya. Glaukoma dan katarak mempunyai hubungan dimana pada kasus katarak dapat menyebabkan terjadinya glaukoma fakomorfik, glaukoma fakolitik, glaukoma fakotopik, dan laukoma fakoantigenik , Gejala yang ditimbulkan dapat beraneka ragam, antara lain nyeri akut periorbita, mata hiperemis , pandangan kabur, sensasi halo, mual, muntah dan pasien umumnya memiliki penurunan penglihatan sebelum episode akut karena riwayat katarak. Untuk penatalaksanaan dapat diberikan terapi medikamentosa hingga metode operatif sesuai dengan indikasi pada pasien. Prognosis untuk glaukoma yang disebabkan oleh katarak sesuai kontrol tekanan intraokuler yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadinya kebutaan. . Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dhawan,
S.,
2005.
Lens
&
Cataract.
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf. dipublikasikan tahun 2005 2. Gill, H., Juzych, M.S., Goyal, A.G., 2010. Phacomorphic Glaucoma. 3. http://emedicine.medscape.com/article/1204917-overview. Dipublikasikan tahun 2007
31
4. Vaughan, D.G., Asbury, T., Eva, P.R., 2007. General Ophtalmology (17thed). New
York: Mc Graw Hill 5. Ilyas, S., 2005.Penuntun Ilmu Penyakit Mata (3rd ed). Jakarta: FKUI 6. Ilyas, S., 2009. Ilmu Penyakit Mata (3rd ed). Jakarta: FKUI 7. Anonim,
Glaukoma,
diunduh
dari
http://www.medicastore.com/images/glaucoma.jpg&imgreful , dipublikasikan tahun 2004. 8. Anonim,
Glaukoma,
diunduh
dari
http://www.klinikmatanusantara.com/glaukoma.php , dipublikasikan Tahun 2006. 9. Wijaya Nana. Glaukoma. dalam : Ilmu Penyakit Mata, ed. Wijaya Nana, cet.6, Jakarta,
Abadi Tegal, 1993, hal : 219-232. 10. Anonim, Macam-Macam Penyakit, diunduh dari http://www.pfizerpeduli.com/pfizer ,
dipublikasikan Tahun 2007. 11. American
Academy
of
Ophtalmology.
2008-2009.
Lens
and
Cataract.
SanFransisco:AAO 12. Johnson, S., 2009. Cataract Surgery in Glaucoma Patient. New York: Springer
Science & Business Media 13. Noecker,
R.J.,
Kahook,
M.K.,
2011.
Acute
Angle
Closure
Glaucoma.
http://emedicine.medscape.com/article/1206956-overview. Dipublikasikan tahun 2008 14. Sowka, J., Phacomorphic Glaucoma: Case and Review, American Optometric
Association, 2008;77:586-589 15. Yi,
K.,
Chen,
C.T.,
2009.
Phacophilic
Glaucoma.
http://emedicine.medscape.com/article/1204814-overview. Dipublikasikan tahun 2010. 16. James, B., Chew, C., Bron, A., 2006. Oftalmologi: Lecture Notes (9th ed). Jakarta:
Erlangga
32
View more...
Comments