GERD

October 26, 2017 | Author: Meutia Nailan Edward | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

gerd...

Description

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi dimana cairan lambung mengalami refluk ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri dada, regurgitasi dan komplikasi. GERD merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan jangka panjang sehingga berdampak terhadap penurunan produktivitas dan kualitas hidup. Suatu studi kohort di Argentina dari 4000 kasus GERD dilaporkan adanya peningkatan insiden striktur, asma, batuk kronis, fibrosis paru, laringitis dan metaplasia esofagus Barret’s adalah bentuk metaplasi yang merupakan komplikasi lanjut penyakit GERD (Bredenoord, 2012). Gastroesofageal refluk merupakan penyebab kebanyakan masalah kesehatan yang prevalensinya terus meningkat. Endoskopi digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi refluk esofagitis. Walaupun tingkat spesifitas 90%, akan tetapi sentitivitasnya hanya 50%. Hampir sebagian besar pasien dengan gejala GERD di diagnosis non erosif refluk disease (NERD). Hal ini lazim terjadi di Asia (59%87%) dan Barat (54%) (Chaiteirakij et al., 2010). Tes diagnostik yang tersedia yaitu endoskopi bagian atas, ambulasi 24 jam pemantauan pH esofagus, barium esofagogram dan multichannel impedansi intraluminal dengan pH sensor. Endoskopi untuk menilai kerusakan mukosa esofagus. Endoskopi merupakan tindakan invasif dan mahal dengan tingkat sensitivitas diagnosis GERD yang rendah. Ambulasi 24 jam pengawasan pH memakan waktu lama dan invasif serta memiliki sensitivitas yang rendah pada kasus sedang dan penyakit refluk non erosif. Pemantauan pH memiliki intra observasi dan intraprosedur yang bervariasi. Proton pump inhibitor (PPI) merupakan suatu prosedur dengan metode sederhana dan non invasif sebagai modalitas diagnostik GERD dengan tingkat sensitivitas 27-89% dan spesifisitas 35-73%. Akan tetapi dosis dan durasi PPI belum dapat dievaluasi secara lengkap ( Lee et al, 2011).

2

Penelitian investigasi telah meningkatkan pemahaman kita dari kedua utilitas dan keterbatasan dari berbagai modalitas diagnosik. Teknik baru untuk menguji fungsional

esofagus

seperti

pemantauan

kapsul

pH

nirkabel,

duedenogastroesofageal (disebut juga sebagai alkali atau empedu) deteksi refluk dan tes impedansi esofagus telah diperkenalkan selama dekade terakhir dan digunakan secara klinis (Gawron and Hirano, 2010). Beragamnya teknik diagnostik yang ada dalam menegakkan diagnosis GERD merupakan suatu tantangan bagi klinisi sehingga diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai kelebihan dan kekurangan dari berbagai teknik pemeriksaan yang ada.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Ada dua fungsi esofagus yaitu sebagai transport makanan dari mulut ke lambung dan mencegah isi lambung kembali ke esofagus. Esofagus adalah organ tubuh yang berbentuk seperti tabung. Panjangnya kurang lebih 25 cm dimulai dari otot krikofaringeus dan sampai 2-3 cm dibawah diafragma. Sfingter atas terletak setinggi C5-6 yaitu terdiri atas krikofaringeus dan bagian bawah otot konstriktor faringeus inferior. Mukosa esofagus terdiri dari epitel sel skuomosa, sedangkan perbatasan dengan lambung sel berganti menjadi sel epitel silindris dan daerah tersebut bernama squomocollumnar junction atau garis Z yang terletak 2 cm distal hiatus diafragma (Yusuf, 2009).

Gambar 2.1 Anatomi Esofagus (Sumber : WebMD, 2009)

Otot esofagus terdiri dari 2 lapis yaitu bagian dalam sirkuler dan bagian luar longitudinal. Bagian yang sirkuler bila kontraksi akan menyebabkan penyempitan lumen sedangkan bagian otot longitudinal bila kontraksi akan menyebabkan pemendekan esofagus. Jenis otot adalah 1/3 atas adalah otot skeletal sedangkan

4

otot 1/3 distal adalah otot polos, diantaranya adalah daerah otot transisional. Esofagus tidak memiliki lapisan serosa. Perdarahan berasal dari arteri tiroidal inferior, aorta, dan arteri gastrika sinistra. Kemudian daerah balik melalui vena porta inferior, vena azygos dan vena koronaria (Yusuf, 2009).

Fisiologi Menelan Menelan adalah mekanisme yang kompleks, terutama karena faring membantu fungsi pernapasan dan menelan. Faring diubah hanya dalam beberapa detik menjadi traktus untuk mendorong masuk makanan. Yang terutama penting adalah bahwa respirasi tidak terganggu karena proses menelan (Guyton, 2007). Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal terjadi seperti berikut: 1. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik 2. Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan 3. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi 4. Mencegah masuknya bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring 5. Kerjasama yang baik dari otot-otot rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung 6. Usaha untuk membersihkan kembali esofagus.

Pada umumnya menelan dibagi menjadi tahap volunteer yang mencetuskan proses menelan, tahap faringeal yang bersifat involunter dan membantu jalannya makanan melalui faring kedalam esofagus dan tahap esophageal fase involunter lain yang mengangkut makanan dari faring ke lambung (Guyton, 2007). Berikut dijelaskan mengenai proses menelan secara terperinci:

A. Fase Volunter Proses dimulai dari makanan berbentuk bolus yang ada di mulut dan dengan dorongan lidah masuk ke faring. Kemudian di orofaring bolus makan akan mengaktifkan reseptor sensorik dan akan memulai fase involunter di faring dan esofagus (Yusuf, 2009).

5

B. Fase Involunter Fase ini dikenal dengan deglutive reflek suatu serial kompleks dimana makanan tidak sampai

masuk ke jalan napas. Ketika bolus sampai dibelakang lidah,

kemudian laring bergerak ke depan sehingga jalan napas tertutup dan spingter atas esofagus terbuka. Kontraksi konstriktor laring superior mengatasi tahanan dari kontraksi palatum mole akhirnya bolus makanan bergerak ke esofagus, dengan kontraksi peristaltik bolus akhirnya masuk ke lambung. Respon peristaltik oleh proses menelan

disebut peristaltik primer. Distensi lokal di esofagus oleh

makanan mengaktifkan reflek intramuskular, kemudian dilanjutkan peristaltik sekunder dengan batas esofagus bagian toraks (Yusuf, 2009).

Proses menelan di mulut, faring, laring dan esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara berkesinambungan. Proses menelan dibagi dalam 3 fase yaitu: 1. Fase Oral Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak ditengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi muskulus levator veli palatina mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavant’s ridge) akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi muskulus levator veli palatina, selanjutnya terjadi kontraksi muskulus palatoglossus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti oleh kontraksi muskulus palatofaring sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut (Soepardi et al., 2007).

2. Fase Faringal Fase faringal terjadi secara reflek pada akhir fase oral yaitu perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi muskulus stilofaring, muskulus

6

salfingofaring, muskulus tirohioid dan muskulus palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis sedangkan ketiga spingter laring yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi muskulus ariepiglotika dan muskulus aritenoid obliges. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena reflek yang menghambat pernapasan sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam saluran napas. Bolus makanan akan meluncur kea rah esofagus karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan lurus (Soepardi et al., 2007). 3. Fase Esofagal Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung. Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi muskulus konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal, kemudian bolus makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus. Dalam keadaan istirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan dilambung sehingga tidak akan terjadi regurgitasi isi lambung (Soepardi et al., 2007).

2.2 Gastroesofageal Disease 2.2.1 Definisi Refluk Gastro Esofagus (RGE) didefinisikan sebagai aliran retrograde isi lambung ke dalam esofagus. Merupakan proses fisiologis yang terjadi secara intermitten terutama setelah makan. Oleh sebab itu disebut juga sebagai refluk gastro esofagus fisiologik atau refluk gastro esofagus asimtomatik. Refluk gastro esofagus pada bayi dan anak-anak adalah proses fisiologis dan fungsional (Soepardi et al., 2007). Berdasarkan Genval Workshop, definisi pasien GERD adalah semua individu yang tepapar resiko komplikasi fisik akibat refluk gastroesofageal, atau mereka yang mengalami gangguan nyata yang terkait dengan kesehatan (kualitas hidup)

7

akibat gejala – gejala yang terkait dengan refluk. Secara sederhana definisi GERD adalah gangguan berupa regurgitasi isi lambung yang menyebabkan nyeri ulu hati dan gejala lain. Terdapat dua kelompok GERD yaitu GERD erosif didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluk dan kerusakan mukosa esofagus distal akibat refluk gastroesofageal. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas. Kedua adalah penyakit refluk non erosif, didefinisikan sebagai GERD dengan gejala-gejala refluk tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat pemeriksaan endoskopi (Bestari, 2011).

2.2.2 Etiologi Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila : a. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus b. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama. (Makmun, 2007) Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu tekanan tinggi yang dihasilkan oleh kontraksi spingter esofagus bawah. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan atau aliran retrograde yang terjadi saat sendawa dan muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui spingter esophageal bawah hanya terjadi apabila tonus SEB tidak ada atau sangat rendah (
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF