GEOTEKNIK TAMBANG TERBUKA

July 10, 2018 | Author: Noor Hasanudin | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download GEOTEKNIK TAMBANG TERBUKA...

Description

I. PENDAHULUAN 1.1. UMUM Geoteknik adalah merupakan salah satu dari banyak alat dalam perencanaan atau design tambang, data geoteknik harus digunakan secara benar dengan kewaspadaan dan dengan asumsi-asumsi serta batasan-batasan yang ada untuk dapat mencapai hasil seperti yang diinginkan. Dalam penambangan secara tambang terbuka (open pit), sudut kemiringan adalah satu faktor utama yang mempengaruhi bentuk dari final pit dan lokasi dari dinding-dindingnya. Dikarenakan dari perbedaan dari keadaan geologinya, maka kemiringan optimum dapat beragam diantara berbagai pit dan bahkan dapat beragam pula dalam satu pit yang sama. Sudut pit pada umumnya dapat dikatakan sebagai sejumlah waste yang harus dipindahkan untuk menambang bijih. SURFACE

440 470 420

380 PIT BOTTOM

410

430

490

Gambar 1. Contoh dalam satu pit terdapat sudutsudut kemitingan yang berbeda Sumber: Surface Mining 2nd Edition, Kennedy, 1990

I-

1

TUJUAN 1. Pit slope diusahakan harus dibuat setajam mungkin dengan tanpa

menimbulkan kerugian ekonomi secara keseluruhan yang disebabkan karena ketidak setabilan kemiringan dan tanpa membahayakan keamanan dari pekerja maupun peralatan 2. Menetapkan besarnya sudut kemiringan pit yang dianggap aman pada

suatu

pertambangan.

Analisa

harus

mengidentifikasi

daerah

yang

mempunyai potensi longsor atau daerah berbahaya lainnya.

OBSERVASI UMUM 1. Memaksimalkan sudut kemiringan pit membantu mengoptimalkan pit dalam segi ekonomi (mengurangi strip ratio secara keseluruhan) 2. Pada umumnya kerugian secara ekonomi yang diakibatkan karena ketidak

setabilan lereng, adalah:  Kehilangan bijih  Biaya stripping tambahan, karena push back baru untuk recover bijih

yang tertutup longsoran.  Biaya pembersihan longsoran  Biaya yang diasosiasikan dengan pembuatan jalur jalan angkut baru.

 Keterlambatan produksi.  Produksi yang tidak efisien dikarenakan tidak adanya akses ke/dari

beberapa area kerja. 3. Gambar dibawah adalah ilustrasi ringkasan fungsi utama dari stabilitas kemiringan dalam penambangan open pit dan untuk nilai ekonomi yang potensial dan meningkatkan keamatan.

I-

2

Reduction of stripping ratio Reduction of incured cost doe to deferred stripping Posible increas in ore reserve

Economi c

Dsign

Better awareness of condition of slopes Design of support system if required and economically justified Water control surface and undergrouns

Safety

Slope Stability Economi c Excavation Safety

Economi c Failure Prediction Safety

Reduction of damage to slopes and improved fragmentation from beter blasting techniques. Safety Berms

Reduction of losses do failure Ability to live with a failure Prevention of hazards personel and equipment

(Brawner and Milligan 1971)

I-

3

to to

1.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMANTAPAN LERENG. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kemantapan suatu lereng adalah sebagai berikut: 1.2.1. PENYEBARAN BATUAN. Jenis batuan atau tanah, penyebaran dan hubungan antar batuan yang terdapat didaerah penyelidikan harus diketahui. Ini perlu dilakukan karena sifatsifat fisis dan mekanis suatu batuan akan berbeda dengan batuan lainnya, sehingga kekuatan menahan bebannya juga akan berbeda

1.2.2. RELIEF PERMUKAAN BUMI Relief permukaan bumi akan berpengaruh terhadap laju erosi dan pengendapan, dan juga akan menentukan arah aliran air permukaan dan air tanah, hal ini disebabkan karena pada daerah yang curam, kecepatan aliran air permukaan tinggi dan mengakibatkan pengikisan lebih intensif dibandingkan dengan daerah yang landai. Karena erosi yang intensif, maka akan banyak dijumpai singkapan batuan dan ini akan menyebabkan pelapukan yang lebih cepat. Batuan yang lapuk mempunyai kekuatan yang rendah sehingga kemantapan lereng menjadi berkurang.

1.2.3. STRUKTUR GEOLOGI. Disini struktur geologi yang perlu diperhatikan adalah: patahan (sesar), kekar, bidang perlapisan, perlipatan, ketidak selarasan dan struktur-struktur geologi lainnya. Struktur geologi ini adalah merupakan hal yang penting didalam analisis kemantapan lereng, karena struktur geologi adalah merupakan

I-

4

bidang lemah didalam suatu masa batuan dan dapat menurunkan kemantapan lereng..

1.2.4. IKLIM Iklim

berpengaruh

terhadap

kemantapan

lereng

karena

iklim

mempengaruhi perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali berubah dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses pelapukan batuan. Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan daerah dingin, oleh karena itu singkapan batuan pada lereng di daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini akan mengakibatkan lereng mudah longsor.

1.2.5. GEOMETRI LERENG Geommetri lereng mencakup tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng, lereng yang terlalu tinggi akan mengakibatkan menjadi tidak mantap dan cenderung untuk lebih mudah longsor dibanding dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan dengan jenis batuan penyusun yang sama.. demikian pula dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng, maka akan semakin tidak mantap. Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi, kondisi ini menjadikan kekuatan batuan menjadi rendah dan batuan juga akan menerima tambahan beban air yang dikandung, sehingga menjadikan lereng lebih mudah longsor.

I-

5

1.2.6. GAYA LUAR Gaya luar ini berupa getaran-getaran yang berasaldari sumber yang berada didekat lereng tersebut. Getaran ini misalnya ditimbulkan oleh peledakan, lalu-lintas kendaraan dan sebagainya. Gaya luar ini sedikit banyak dapat mempengaruhi kemantapan suatu lereng.

1.3. JENIS-JENIS LONGSORAN. Jenis atau bentuk longsoran tergantung pada jenis material penyusun dari suatu lereng dan juga struktur geologi yang berkembang didaerah tersebut. Karena batuan dan tanah mempunyai sifat yang berbeda, maka jenis longsorannyapun sakan berbeda pula. Adapun jenis-jenis dari longsoran yang umum dijumpai adalah sebagai berikut: 1.3.1. LONGSORAN BIDANG.

Gambar 2. Longsoran Bidang

Bidang Bebas

Bidang Gelincir

ψƒ

ψ ρ

φ

I-

6

Gambar 3. Penampang Lereng dan bidang bebas longsoran bidang Longsoran ini disebabkan karena adanya struktur geologi yang berkembang seperti kekar (joint) ataupun patahan yang dapat merupakan bidang luncur. Longsoran bidang dapat terjadi bila kondisi-kondisi seperti dibawah ini terpenuhi semua: 1. Jurus bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar terhadap jurus bidang

permukaan lereng dengan perbedaan maksimal 200 2. Kemiringan bidang luncur harus lebih kecil dari kemiringan bidang

permukaan lereng, atau pada gambar adalah ψ ƒ > ψ ρ . 3. Kemiringan bidang luncur lebih besar dari sudut geser dalam atau ψ ρ > φ .

4. Bidang bebas yang merupakan batas lateral dari masa batuan yang longsor

1.3.2. LONGSORAN BAJI.

Gambar 4. Longsoran Baji

Sama halnya dengan longsoran bidang, longsoran baji ini juga

I-

7

diakibatkan oleh adanya struktur geologi yang berkembang. Perbedaannya adalah adanya dua struktur geologi (dapat sama jenis atau berbeda jenis dan dapat single ataupun set) yang berkembang dan saling berpotongan Longsoran baji ini terjadi bila dua buah jurus bidang diskontinue berpotongan dan besar sudut garis potong kedua bidang tersebut (ψ ƒi) lebih besar dari sudut geser dalam (φ ) dan lebih kecil dari sudut kemiringan lereng (ψ i).

1.3.3. LONGSORAN GULING.

Gambar 5. Longsoran Guling Pada longsoran guling (toppling) imi struktur geologi yang berkembang adalah hampir sama dengan yang berkembang pada longsoran bidang, perbedaanya adalah struktur yang berkembang mempunyai kemiringan yang merupakan bidang lemahnya relatif tegak dan berbentuk kolom.

I-

8

1.3.4. LONGSORAN BUSUR.

Gambar 6. Longsoran Busur

Longsoran busur biasanya terjadi pada material tanah atau batuan lunak dengan struktur kekar yang rapat. Bidang longsornya berbentuk busur

1.4. DATA SEBAGAI DASAR ANALISIS. Data utama yang dibutuhkan sebagai dasar analisis kemantapan suatu lereng batuan adalah: geometri lereng, struktur batuan, serta sifat fisik dan mekanik batuan.  Geometri Lereng. Geometri lereng yang perlu diketahui adalah: 1. Orientasi (jurus dan kemiringan) lereng 2. Tinggi dan kemiringan lereng (tiap jenjang ataupun total) 3. Lebar Jenjang (berm)  Struktur Batuan Struktur batuan yang mempengaruhi kemantapan suatu lereng adalah adanya bidang-bidang lemah, yaitu: bidang patahan (sesar), perlapisan dan

I-

9

rekahan.

 Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan. Sifat fisik dan sifat mekanik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisis kemantapan lereng adalah: 1. Bobot isi batuan. 2. Porositas batuan 3. Kandungan air dalam batuan. 4. Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan. 5. sudut geser dalam Data utama tersebut diatas dapat diperoleh dengan penyelidikanpenyelidikan di lapangan dan dilaboratorium. A. Penyelidikan di Lapangan. Penyelidikan dilapangan dapat dilakukan dengan: 1. Pengukuran untuk mendapatkan data geometri lereng. 2. Seismik refraksi untuk mendapatkan data litologi. 3. Pemboran inti dan pembuatan terowongan (adit) untuk mendapatkan data litologi, struktur batuan dan contoh batuan untuk dianalisis di laboratorium. 4. Piezometer untuk mengetahui tinggi muka air tanah. 5. Uji batuan di lapangan (insitu test) untuk mendapatkan data tentang sifat mekanik batuan. (misalnya dengan block shear test). B. Penyelidikan dilaboratorium. Sifat fisik dan sifat mekanik batuan diperoleh dari hasil uji coba (test) di laboratorium terhadap sample batuan yang diambil dari lapangan.

I-

10

Penyelidikan dilaboratorium dilakukan dengan: 1. Uniaxial compresive test 2. Triaxial test 3. Direct shear test 4. Penentuan bobot isi batuan, kandungan air dan porositas batuan.

BAB II

I-

11

ANALISA KEMANTAPAN LERENG

2.1. DASAR-DASAR MEKANIKA LONGSORAN. Sifat-sifat material yang relevan dengan masalah kemantapan lereng adalah sudut geser dalam (φ ), cohesi (C) dan berat jenis batuan (γ ).

Sudut geser dalam φ

Tegangan normal σ Tegangan geser τ

Tegangan geser τ

Kohesi C

Tegangan σ

normal

Gambar 2-1 Hubungan antara tegangan geser τ dengan tegangan normal σ

Dalam gambar diatas menjelaskan secara sederhana tentang suatu spesimen batuan yang mengandung bidang discontinue dan kemudian padanya bekerja tegangan geser dan tegangan normal sehingga akan menyebabkan batuan tersebut retak pada bidang diskontinue dan mengalami geseran. Tegangan geser yang dibutuhkan sehingga batuan tersebut retak dan bergeser, akan bertambah sesuai pertambahan tegangan normal. Pada grafik hal ini berhubungan secara linier membentuk suatu garis yang membentuk

I-

12

sudut sebesar φ terhadap horizontal. Sudut inilah yang dinamakan sudut geser dalam. Bila tegangan normal dibuat nol dan kemudian batuan diberikan tegangan geser sampai batuan tersebut mulai retak, maka harga tegangan geser yang dibutuhkanpadasaat batuan mulai retak adalah merupakan harga kohesi (C) dari batuan tersebut. Hubungan antara tegangan geser (τ ) dan tegangan normal (σ ) dapat dinyatakan sebagai berikut: τ = c + σ tan φ ...................................................... 1

2.1.1. LONGSORAN YANG DIAKIBATKAN BEBAN GRAVITASI

R

W Sin ψ

ψ

W Cos ψ W

Gambar 2-2. Kesetimbangan benda diatas bidang miring

Masa seberat W yang berada dalam keadaan setimbang diatas suatu bidang yang membentuk sudut ψ terhadap horizontal. Gaya berat yang mempunyai arah vertikal dapat diuraikan pada arah sejajar

I-

13

dan tegak lurus bidang miring. Komponen gaya berat yang sejajar bidang miring dan yang cenderung menyebabkan benda untuk menggelincir adalah w sin ψ . Sedangkan komponen gaya yang tegak lurus bidang dan merupakan gaya yang menahan benda untuk menggelincir adalah W cos ψ atau gaya normal. Gaya normal dapat dituliskan sebagai: σ=

W .Cos ψ ............................................................... 2 A

dimana: A = luas dasar benda

diasumsikan bahwa tegangan geser didefinisikan oleh persamaan 1 dan disubsitusikan tegangan normal dari persamaan 2, dihasilkan persamaan: τ =c+

W . cos ψ . tan φ atau A

R = cA +W . cos ψ. tan φ

.................................................. 3

dimana: R = τ A adalah gaya geser yang menahan benda tergelincir kebawah

Benda dalam kondisi batas kesetimbangan apabila gaya yang menyebabkan benda tergelincir tepat sama dengan gaya yang menahan benda atau dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: W sin ψ = cA +W . cos ψ. tan φ

........................................ 4

bila harga kohesi c = 0, maka kondisi batas kesetimbangan dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut ψ = φ ....................................................................... 5

I-

14

yang dapat diturunkan dari persamaan (4)

2.1.2. PENGARUH TEKANAN AIR PADA TEGANGAN GESER. Analogi dibawah untuk memudahkan pengertian pengaruh tekanan air pada tegangan geser.

R

W cos ψ

ψ

W sin ψ

1

1

1

W

Gambar 2-3. Bejana terisi air diatas bidang miring

Sebuah bejana diisi air dan diletakkan diatas bidang bidang miring, susunan gaya yang bekerja pada sebuah benda diatas bidang miring adalah seperti yang telah dibahas diatas (gambar 2-2). Untuk penyederhanaan, kohesi antara dasar bejana dan bidang miring diasumsikan nol. Menurut persamaan (5) bejana dan isinya akan mulai tergelincir pada saat ψ 1 = φ . Dasar bejana kini dilubangi sehingga air dapat masuk ke celah antara dasar bejana dan bidang miring dan memberikan tekanan air sebesar u atau

I-

15

gaya angkat sebesar U = uA, dimana A adalah luas dasar bejana. Gaya normal W.cos ψ 2 sekarang dikurangi oleh gaya angkat U, dan besarnya gaya gaya yang menahan gelinciran dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: R = (W . cos ψ 2 −U ). tan ϕ ................................................. 6

Dimisalkan berat per unit volume dari bejana yang berisi air adalah γ t, dan berat per unit volume air adalah γ

, maka W = γ t – h – A dan U - γ

w

w

. hw . A,

dimana h dan hw adalah seperti yang tertera pada gambar 2-4 dibawah.

U R U W cos ψ

ψ

W sin ψ

2

2

2

W

Gambar 2-4. Tekanan air pada celahantara bejana dan bidang miring

Besarnya hw = h. cos ψ2 dan U =

γw γt −W . cos ψ 2

.................................................... 7

Substitusikan ke persamaan (6) didapat:  γw  R = W . cos ψ 2 1 − γt  . tan φ ........................................ 8  

I-

16

dan kondisi bataskesetimbangan yang terdefinisi pada persamaan (4) menjadi:  γw  tan ψ 2 =  1 − γt  . tan φ ........................................ 9  

Dimisalkan sudut geser antar muka bejana/bidang miring adalah 30 0, sebelum bocor bejana akan tergelincir pada kemiringan bidang ψ 1 =300 (persamaan 5). Dengan kata lain bejana bocor akan tergelincir pada kemiringan yang lebih kecil, hal ini disebabkan karena adanya U yang mengurangi gaya normal sehingga mengurangi gaya yang menahan bejana untuk tergelincir. Berat total bejana dan air hanya sedikit lebih besar dari berat air. Dimisalkan γ

w



t

= 0,9

dan φ = 300, persamaan (9) menunjukkan bahwa bejana yang bocor akan tergelincir pada kemiringan bidang ψ 2 = 30018’

2.2. METODE ANALISIS Ada beberapa cara yang dapat dipakai untuk melakukan analisis terhadap kemantapan lereng, baik untuk batuan maupun untuk tanah. Pada bukaan atau penggalian yang tidak terlalu dalam, umumnya metode yang digunakan adalah metode untuk tanah. Dibawah ini akan diberikan tentang berbagai metode analisis kemantapan lereng dengan membuat model grafis lereng secara dua dimensi.

2.2.1. Metode Swedia. Metode ini digunakan dengan asumsi bidang longsor berbentuk busur lingkaran. Harga faktor keamanan (F) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

I-

17

F =

l Σ( C '.l + tan φ'.(W . cos θ − u.l ) ) ..........................10 ΣW . sin θ

dimana: W = berat beban total irisan l = panjang ab (gambar 2-5) b = lebar irisan c’ = kohesi efektif φ ’ = sudut geser dalam efektif

o Titik pusat rotasi

n

b n+1

En Xn+1

w

Xn a

ll θ

En+1 b

Gambar 2-5. Diagram daya pada analisis metode lapis

2.2.2. METODE BISHOP. Metode ini pada dasarnya sama dengan metode swedia, tetapi dengan memperhitungkan

gaya-gaya

antar

irisan

yang

ada.

Metode

mengasumsikan bidang longsor berbentuk busur lingkaran (gambar 2-5)

I-

18

Bishop

Pertama yang harus diketahui adalah geometri dari lereng dan juga titik pusat busur lingkaran bidang luncur, serta letak rekahan. Untuk menentukan titik pusat busur lingkaran bidang luncur dan letak rekahan pada longsoran busur dipergunakan grafik seperti pada lampiran E. Faktor keamanan untuk metode Bishop dapat dirumuskan sebagai berikut:     1 sec θ F = ∑c ' b +W (1 −B ) tan θ' tan θ. tan φ  ΣW . sin θ   1+    F 

dimana: B = u.

..................................11

1 w/b

tahap selanjutnya dalam proses analisis adalah membagi massa material dalam proses analisis adalah membagi masa material diatas bidang longsor menjadi beberapa elemen atau potongan. Pada umumnya jumlah potongan minimum lima untuk menganalisis kasus yang sederhana. Untuk profil lereng yang kompleks atau yang terdiri dari banyak material yang berbeda, jumlah elemen harus lebih besar. Parameter yang mutlak dimiliki untuk tiap-tiap elemen adalah kemiringan dari dasar elemen yaitu sebesar θ , tegangan vertikal yang merupakan perkalian antara tinggi h dan berat jenis tanah atau batuan (γ ), tekanan air yang dihasilkan dari perkalian antara tinggi muka air tanah dari dasar elemen (hw) dan berat jenis air (γ

) dan kemudian lebar

w

elemen (b). Disamping para meter tersebut kuat geser juga diperlukan di dalam perhitungan. Proses selanjutnya adalah interasi faktor keamanan. Masukkan harga

I-

19

keamanan = 1.00 untuk memecahkan persamaan faktor keamanan ke dalam persamaan (11). Seandainya nilai faktor keamanan yang didapat dari perhitungan mempunyai selisih lebih besar dari 0,001 terhadap faktor keamanan yang diasumsikan, maka perhitungan diulang dengan memakai faktor keamanan hasil perhitungan sebagai asumsi kedua dari F. Demikian seterusnya hingga perbedaan antara ke dua F kurang dari 0,001, dan F yang terahir tersebut adalah faktor keamanan yang paling tepat dari bidang longsor yang telah dibuat.

2.2.3. METODE JANBU. Metode ini digunakan untuk menganalisis lereng yang bidang longsornya tidak berbentuk busur lingkaran. Bidang longsor pada analisa metode janbuditentukan berdasarkan zona lemah yang terdapat pada massa batuan atau tanah. Cara lain yaitu dengan mengasumsikan suatu faktor keamanan tertentu yang tidak terlalu rendah. Kemudian melakukan perhitungan beberapa kali untuk mendapatkan bidang longsor yang memiliki faktor keamanan terendah. Faktor keamanan untuk metode janbu adalah: F =

fo ΣX / (1 + Y / F ) ................................................ 12 ΣZ + Q

dimana: X = (c’ + (γ h - γ

h ) tan φ ’)(1 + tan2 α ) ∆ x

w w

Y = tan α . tan φ Z = γ h ∆ x sin α Q =½γ

w

Z2

I-

20

F0 = 1 + K (d/L – 1,4 (d/L)2) Untuk c’ = 0; K = 0,31 Untuk c’ > 0, φ ’ > 0; K = 0,50 Proses perhitungannya mirip dengan metode Bishop yaitu dengan iterasi faktor keamanan. Mula-mula dihitung harga X, Y dan Z untuk tiap-tiap elemen. Jumlahkan Q dengan ∑Z. Masukkan harga faktor keamanan F = 1,00 untuk memecahkan persamaan faktor keamanan kedalam persamaan (12). Langkah selanjutnya sama dengan metode bishop hingga didapat faktor keamanan yang paling tepat untuk bidang longsor tersebut.

I-

21

Rekahan tarik Muka air tanah x ½γ

x/3

2

lapisan

H

X w

L d

Longsoran melalui kaki lereng

∆X

h

γ h hw ∆x

l σ α

Gambar 2-5. Metode Janbu untuk menganalisis longsoran non circular

I-

22

2.2.4. METODE HOEK DAN BRAY

2.2.4.1. LONGSORAN BIDANG dalam menganalisis longsoran bidang dengan metode Hoek dan Bray. Suatu lereng ditinjau dalam dua dimensi, dengan anggapan-anggapan: 1. Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi. 2. Terdapat regangan tarik tegak (vertikal) yang terisi air sampai kedalaman Zw. Regangan tarik ini dapat terletak pada muka lereng maupun diatas lereng (gambar 2-7) 3. Tekanan air pada regangan tarik dan sepanjang bidang luncur tersebar secara linier. 4. Semua gaya yang bekerja pada lereng melalui titik pusat massa batuan

yang akan longsor, sehingga tidak terjadi rotasi (lihat gambar 2-7).

Faktor kemantapan lereng dapat dihitung dengan persamaan : F =

F =

Gaya − gayaPenaha n Gaya − gayaPengge rak

C. A + (W . cos ψ ρ −U − V . sin ψρ). tan θ W . sin ψ ρ + V . cos ψ ρ

dimana: F = Faktor kemantapan lereng C = Kohesi pada bidang luncur A = Panjang bidang luncur (m) ψ

ρ

= Sudut kemiringan bidang luncur (0)

I-

23

.............................................. 13

φ

= Sudut geser dalam batuan (0)

W = Berat massa batuan yang akan longsor (ton) U = Gaya angkat yang ditimbulkan oleh tekanan air disepanjang bidang l uncur (ton) U = ⅕ γ w Zw (H – Z) cosec ψ

ρ

V = Gaya mendatar yang ditimbulkan oleh tekanan air pada regangan tarik (ton) V = ½γ γ

w

w

Zw2

= Bobot isi air (ton/m2)

Zw = Tinggi kolom air yang mengisi regangan tarik (m) Z = Kedalaman regangan tarik (m) H = Tinggi lereng (m)

Jika terjadi getaran yang diakibatkan oleh adanya gempa, peledakan maupun aktivitas manusia lainnya, maka persamaan (13) menjadi: F =

C. A W ( cos .ψ ρ − α. sin .ψ ρ ) − U − V . sin ψ ρ tan .φ W (sin .ψ ρ + α. cos .ψ ρ ) + V . cos .ψ ρ

................................ 14

dimana: α = percepatan getaran pada arah mendatar (lihat gambar 2-7)

I-

24

Regangan tarik αw Muka lereng

V

Z Zw

U H

ψƒ

ψ ρ

w

Regangan tarik

Z Muka lereng

H

αw

V

Zw

U

ψƒ

Bidang Luncur

ψ ρ

W

Gambar 2-7. Regangan tarik pada longsoran bidang

2.2.4.2. LONGSORAN BAJI.

I-

25

Disini hanya akan dibahas longsoran baji yang dibentuk oleh dua bidang lemah. Dalam analisa dengan menggunakan metode Hoek dan Bray, longsoran baji dianggap hanya akan terjadi pada garis perpotongan kedua bidang lemah. Faktor kemantapan lereng dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: F=

3 ( C a . X + C b .Y ) +  A − γ w γ .H 2γ 

γ    . tan .φa +  B − w .Y . tan .φb ................. 15 2γ   

dimana: Ca = kohesi pada bidang lemah I (ton/m2) Cb = kohesi pada bidang lemah II (ton/m2) φ

a

= sudut geser dalam, bidang lemah I (0)

φ

b

= sudut geser dalam, bidang lemah II (0)

γ γ

= bobot isi batuan (ton/m3) w

= bobot isi air (m)

X =

sin .φ24 sin .θ45 . cos .φ2 na

Y =

sin .φ13 sin .φ35 . cos .φ1nb

A=

cos .ψ a − cos .ψ b . cosθ n a. nb sin .ψ b − cos .ψ a . cos .θ na .nb

I-

26

B=

cosψ b − cosψ a . cos .θ na .nb sin .ψ 5 . sin 2 .θ na .nb

dimana ψ a dan ψ b adalah kemiringan (dip) dari bidang-bidang I dan II serta ψ

5

adalah sudut penunjaman perpotongan bidang lemah I dan II. Jika pada bidang I dan II tidak terdapat kohesi, serta kondisi lereng kering, maka persamaan (15) akan menjadi: F = A. tan .θa + B. tan .θb

dimana A dan B adalah suatu faktor tanpa satuan yang besarnya tergantung pada jurus (strike) dan kemiringan (dip) kedua bidang lemahnya. Bidang lemah yang mempunyai kemiringan lebih kecil selalu dinamakan bidang lemah I, sedangkan bidang lemah yang satunya lagi dinamakan bidang lemah II.

I-

27

Bidang 1 Bidang 2

Muka lereng

GAMBAR TIGA DIMENSI

Perpotongan bidang lemah

Distribusi tekanan Air tanah

Keterangan:

γ ƒ ψ ρ

γ ƒ = Kemiringan lereng γ ρ = Kemiringan garis perpotongan bidang lemah φ = Sudut geser dalam

φ

Tampak samping Tegak lurus perpotongan bidang lemah

Gambar 2-8. Model Longsoran Baji

I-

28

Gambar 2-9. Stereoplot data longsoran baji

I-

29

2.2.4.3. LONGSORAN GULING. Dengan metode Hoek dan Bray terjadinya longsoran guling dapat dianalisis dengan menggunakan suatu model yang sederhana. Model tersebut hanya berlaku untuk kasus-kasus yang sederhana. Untuk menganalisis lereng yang sebenarnya dilakukan analogi dengan mempertimbangkan variabelvariabel di lapangan. Model tersebut berupa balok-balok yang disusun pada suatu tangga yang miring (lihat gambar 2-10). Dengan model tersebut akan dianalisis kemantapan (kesetabilan) batas suatu lereng terhadap longsoran guling..

I-

30

kemantapan batas adalah suatu keadaan dimana lereng pada saat akan longsor. Gaya-gaya yang bekerja pada setiap balok dihitung dengan nilai (angka) sudut geser dalam (φ ) tertentu, sampai diperoleh nilai Po positif terkecil. Nilai Po tersebut merupakan gaya yang menahan balok 1 (lihat gambar 2-10). Nilai sudut dalam (φ ) yang menghasilkan Po positif terkecil kemudian dipakai sebagai sebagai dudut geser dalam pada keadaan kemantapan batas. Faktor kemantapan lereng terhadap longsoran guling kemudian dapat dinyatakan dengan persamaan: F =

tan .φ.1 tan .φ.2

dimana: F = Faktor Kemantapan φ

1

= sudut geser dalam yang sebenarnya di lapangan (0)

φ

2

= sudut geser dalam pada kritis (kemantapan batas)(0)

I-

31

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF