GEOMETRI JALAN REL KERETA .pdf
March 25, 2018 | Author: Abu Rabbani | Category: N/A
Short Description
Download GEOMETRI JALAN REL KERETA .pdf...
Description
1 PERENCANAAN GEOMETRI JALAN REL KERETA API TRASE KOTA PINANG – MENGGALA STA 104+000 – STA 147+200 PADA RUAS RANTAU PRAPAT – DURI II PROVINSI RIAU Disusun Oleh Vicho Pebiandi 3106 100 052 Dosen Pembimbing Ir. Wahyu Herijanto, MT, Ph.D ABSTRAK Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi terluas di wilayah Sumatera. Memiliki banyak sumber daya alam yang melimpah seperti pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan industria, akan tetapi tidak didukung oleh sarana transportasi yang layak dan memadai. Hampir 84,13% dan 91,25% angkutan penumpang dan barang menggunakan jalan raya sehingga berpotensi merusak jalan raya yang ada karena kelebihan beban. Oleh karena itu dibutuhkan moda transportasi alternatif untuk membantu mengurangi beban jalan raya yaitu moda trnasportasi jalan rel guna kelancaran arus distribusi barang dan jasa. Dalam tugas akhir ini dilakukan pemilihan trase, perencanaan geometrik, perencanaan konstruksi jalan rel dan analisa volume timbunan. Pemilihan trase didasarkan pada desain kecepatan rencana kerta api. Perencanaan geometrik menggunakan metode Railways Management and Engineering. Konstruksi jalan rel merujuk peraturan PD-10 PJKA (1986). Terakhir melakukan perhitungan timbunan yang akan digunakan. Dalam prosesnya, metodologi yang digunakan adalah pengumpulan data-data sekunder, identifikasi masalah, studi literature dan analisa data perencanaan berupa analisa kecepatan rencana, analisa rel dan analisa bantalan yang akan digunakan. Hasil yang diperoleh dari tugas akhir ini adalah perencanaan trase jalan kereta api baru sebagai moda tranportasi alternatif sepanjang ± 69 km dari Kota Pinang – Menggala. Sehingga bias dijadikan saran pembandingbagi Pemernintah Provinsi Riau dalam membangun jalan rel kedepannya. Kata kunci :Trase Jalan Kereta Api, Perencanaan Geometrik, Perencanaan Track, Analisa VolumeTimbun
2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem jaringan jalan rel di Indonesia masih sangat terbatas baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas. Dengan panjang rute lebih kurang 4900 km di pulau Jawa dan hanya sekitar 2100 km di Sumatera, Indonesisa masih sangat tertinggal dari negara – negara lain terutama di kawasan Asia. China memiliki 75.000 km jalan rel, Jepang memilki panjang jalan rel 23.670 km. Padahal apabila dianalisa moda transportasi jalan rel sangat menjanjikan. Hal ini sangat cocok dengan kondisi negara kita yang memiliki jumlah penduduk besar yakni 220.054.541 juta jiwa (2000). Sebagai salah satu negara terbanyak penduduknya, moda transportasi jalan rel menjadi pilihan bagi masyarakat. Selain relatif murah, bisa digunakan untuk mengangkut penumpang orang dan barang dalam jumlah yang besar. Karena hampir 40% jumlah penduduk berada di pulau Jawa, maka mereka memiliki banyak pilihan moda trasportasi. Kondisi jalan rel di pulau Jawa sendiri mengalami kemajuan yang signifikan di bandingkan di Sumatera. Hal ini terbukti dengan pembangunan jalur dua arah (double track) yang sedang dilaksanakan, pemeliharaan rel secara berkala dan lain sebagainya. ( www.google.com/situs-BPS Pusat, 2009). Pada saat ini, di Sumatera sendiri sistem dan manajemen perkeretaapian belum optimal karena jaringan jalan rel yang ada belum tersambung antar provinsi secara keseluruhan. Di Sumatera terdapat jaringan jalan rel mulai dari jalur Ulee Lheue – Banda Aceh yang dibangun oleh Deli Spoorwegen Maatschappij (DSM) pada tahun 1876. Kemudian pada tahun 1891 dibangun jalur Puluaer – Bukittinggi Sumatera Barat oleh Staatschappij (SS) dan terakhir pada tahun 1914 jalur Panjang – Tanjung Karang Sumatera Selatan oleh Staatschappij (SS). Selama masa pendudukan Jepang tidak ada sama sekali penambahan jalan rel di Sumatera. Kemudian, dilanjutkan dengan beberapa pembangunan jalur oleh pemerintah Indonesia di daerah Sumatera Utara, penambahan jalur di daerah Sumatera Barat dan sebagian di Sumatera Selatan dan Lampung. Sedangkan di Provinsi Riau, Jambi dan Bengkulu belum terdapat jaringan jalan rel.
Oleh karena itu, muncul ide pemerintah untuk menyambung seluruh provinsi di Sumatera dengan program Trans Sumatera Railways agar diperoleh manfaat yang optimal. Sesuai dengan arahan pengembangan Kereta Api Sistem Transportasi Nasional- KM 49-2005 diharapkan di masa yang akan datang perkembangan dan pembangunan jaringan kereta api memperhatikan perkiraan arus penumpang dan barang , kapasitas lintas dan kondisi jaringan kereta api yang ada. Dan perwujudan jaringan lintas kereta api tidak hanya dititikberatkan di Pulau Jawa, tetapi juga di Pulau Sumatera, dan angkutan barang di Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Hampir 82% transportasi di Sumatera mengandalkan jaringan jalan raya. Ada 4 jalan nasional yang terdapat di Sumatera. Jalan Lintas Barat Sumatera yang melalui Sumatera Barat, Bengkulu dan Lampung. Jalan Lintas Tengah yang menghubungkan Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Jalan Lintas Timur Sumatera yang menjadi pilihan pengguna jalan dan menjadi jalur lalu lintas terpadat membelah dari NAD, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Dan Jalan Lintas Pantai Timur terdapat di provinsi Lampung. Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah mulai menambah kapasitas dan jumlah jalan rel khususnya Sumatera terutama di Provinsi Riau. Dengan jumlah penduduk lebih dari 4.764.205 jiwa, kepadatan penduduk 55,10 jiwa/km, provinsi Riau merupakan salah satu daerah strategis untuk proyek pengembangan jalan rel. Selain sebagai salah satu penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia dengan produksi 157.765.423 barel per tahun, hasil – hasil perkebunan seperti kelapa sawit yang menghasilkan 4.659.678,72 ton per tahun dan karet 415.905,62 ton menjadi bahan pertimbangan dan dasar pengembangan sehingga tidak terjadi kendala dalam hal pendistribusiannya. Selain hal di atas terdapat 109 perusahaan makanan dan minuman, 3 perusahaan industri kertas, 2 perusahaan industri kimia,10 perusahaan industri karet, 21 perusahaan industri kayu dan anyaman dan 8 perusahaan industri alat angkutan. Sektor Perikanan dengan produksi 99.188,2 ton hasil perikanan laut dan budi daya, 38.675,5 ton produksi hasil perairan umum, tambak dan kolam (sumber Riau dalam angka, tahun 2007).
3 Jalan rel merupakan moda transportasi alternatif jika melihat potensi yang dimiliki Provinsi Riau. Distribusi sumber daya alam seperti kehutanan, perkebunan, pertanian, dan pertambangan pada saat ini dilakukan melalui angkutan jalan 84,13% untuk angkutan penumpang dan 91,25% untuk angkutan barang. ( Departemen Perhubungan,2007). Dari data disebutkan bahwa lebih dari 1000 km jalan di Provinsi Riau rusak. Dengan rincian, jalan nasional sepanjang 1126,11 km, 344,56 km (30,58%) rusak dan 68 km belum diaspal. Jalan provinsi sepanjang 2162,82 km, 998,18 km rusak dan 1103 km belum diaspal (sumber www.google.com/portal-situsprovinsi-riau, 2007). Selaras dengan itu, perkembangan industri otomotif semakin pesat sehingga memungkinkan diciptakannya kendaraan bermotor untuk mengangkut beban yang jauh lebih besar. Tetapi kemampuan pemerintah untuk meningkatkan daya dukung jalan guna menampung permintaan yang ada sangatlah terbatas sehingga sering terjadi kerusakan jalan lebih cepat dari umur rencana. Maka cara yang dapat dilakukan dalam menangani distribusi angkutan barang ini adalah dengan membuat alternatif moda lain yang mampu difungsikan sebagai angkutan massal yaitu pengembangan jaringan jalan rel di Provinsi Riau. Dan pembangunan jalan rel ini dititik beratkan pada angkutan barang diikuti dengan penyediaan angkutan penumpang. Adapun tujuan yang akan dicapai dalam pembangunan jaringan jalan rel di Provinsi Riau antara lain dari aspek ekonomi ialah mendukung pembangunan ekonomi di wilayah Provinsi Riau yang relatif kurang berkembang karena aksesbilitas dan infrastruktur yang kurang sehingga diharapkan taraf hidup masyarakat bisa meningkat pula. Dari aspek sosial ialah terbukanya lapangan kerja bagi penduduk setempat baik pada saat pembangunan maupun pengoperasionalannya. Dan dari aspek transportasi ialah berkurangnya kerusakan konstruksi jalan raya dan pemakaian energi dalam jumlah yang besar dengan adanya perpindahan angkutan barang dari jalan raya ke jalan rel. Pada tulisan ini, penulis akan mencoba mendesain geometri jalan rel ruas Kota Pinang-Menggala sepanjang 69 km pada trase Rantau Prapat – Duri. Jalur ini dipilih untuk karena pada lokasi ini terdapat berbagai permasalahan kondisi jalan rel seperti
topografi wilayah yang bermacam - macam. Penulis berharap tulisan ini dapat menjadi masukan dan pembanding bagi pemerintah Provinsi Riau untuk pengembangan transportasi jalan rel di Provinsi Riau. 1.2
Perumusan Masalah
Hal-hal yang menjadi permasalahan dalam proposal Tugas Akhir adalah : 1. Bagaimana trase jalan kereta api yang baik dan efisien untuk jalan ganda?. 2. Bagaimana bentuk alinemen jalan kereta api yang sesuai dengan persyaratan yang ada?. 3. Merencanakan susunan jalan rel 4. Menghitung volume timbunan yang diperlukan dalan perencanaan. 1.3
Tujuan Adapun tujuan dari Tugas Akhir ini adalah: 1. Merencanakan trase jalan kereta api jalur yang baru dan efisien. 2. Mendapatkan alinemen geometri jalan kereta api yang sesuai dengan persyaratan. 3. Mendapatkan volume timbunan yang diperlukan dalam perencanaan.
1.4
Batasan Masalah Batasan masalah dari Tugas Akhir ini
adalah: 1. Data yang dipakai adalah data sekunder 2. Daerah perencanaan hanya antara Kota Pinang – Menggala 3. Dalam tugas akhir ini tidak membahas persinyalan, jembatan maupun infrastruktur kereta api lain (stasiun, dipo, rumah sinyal). 4. Tidak dilakukan perhitungan kekuatan timbunan jalan KA baru. 5. Tidak melakukan perhitungan sistem drainase. 6. 1.5 Manfaat Pada akhirnya setelah menyelesaikan proposal Tugas Akhir ini, diharapkan akan bermanfaat bagi pemerintah sebagai masukan dan pembanding terhadap perkembangan pembangunan perkeretaapian di Provinsi Riau sehingga jaringan jalan rel terintegrasi dengan baik dan masyarakat
4 dapat memanfaatkan angkutan ini sebagai alternative. angkutan massal baru yang kedepannya diharapkan juga menjadi angkutan masyarakat antar kota maupun antar provinsi. 1.6 Lokasi Lokasi pembangunan jalur kereta api barada pada km 78. Rencana lokasi dapat dilihat pada gambar 1.1
Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1435 mm yang merupakan jarak terkecil antara kedua sisi kepala rel, diukur pada daerah 0-14 mm di bawah permukaan teratas kepala rel. 2.1.2 Lengkung Horisontal Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal terdiri dari garis lurus dan lengkungan. a. Lengkung Lingkaran Dua bagian lurus yang perpanjangannya saling membentuk sudut harus dihubungkan dengan lengkung berbentuk lingkaran, dengan atau tanpa lengkunglengkung peralihan. Untuk berbagai kecepatan rencana, besar jari-jari minimum yang diijinkan adalah seperti tercantum dalam tabel berikut: Grafik 2.1 Grafik Persyaratan perencanaan lengkungan
Sumber: hasil perhitungan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geometrik Jalan Rel Geometrik jalan direncanakan berdasar pada kecepatan rencana serta ukuranukuran kereta yang melewatinya dengan memperhatikan factor keamanan, kenyamanan, ekonomi dan keserasian dengan lingkungan sekitarnya. 2.1.1 Lebar Sepur
Gambar 2.1 Lengkung lingkaran
5 Dengan satuan praktis: h=
11,8.V R
harus ada bagian lurus sepanjang paling sedikit 20 meter di luar lengkung peralihan.
2
Dimana: R = jari-jari lengkung horisontal (m) V = kecepatan rencana (km/jam) h = peninggian rel dalam lengkung horisontal (maks= 120 mm) Dengan peninggian maksimum, hmax = 120 mm maka R=
11,8.V 2 120
2. gaya sentrifugal diimbangi oleh gaya berat dan daya dukung komponen jalan rel: a=
V2 h g 13R W
dengan percepatan sentrifugal max 0,0478 g (dimana penumpang masih merasa nyaman) dan peninggian maksimum, hmax = 110 mm maka persamaan menjadi: R min = 0,054 V2 Dimana: a = percepatan sentrifugal (m/dt2) g = percepatan gravitasi (m/det2) b. Lengkung Peralihan Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari yang berubah beraturan. Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara bagian yang lurus dan bagian lingkaran dan sebagai peralihan antara dua jari-jari lingkaran yang berbeda. Panjang minimum dari lengkung peralihan ditetapkan dengan rumus berikut:
l l Lh = l 10 2 R
2
dimana: Lh = panjang minimum lengkung peralihan (m) l = panjang proyeksi lengkung peralihan ( mm ) R = jari-jari lengkung horizontal ( km/jam ) c. Lengkung S Lengkung S terjadi bila dua lengkung dari suatu lintas yang berbeda arah lengkungnya terletak bersambungan. Antara kedua lengkung yang berbeda ini
d. Pelebaran Sepur Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati lengkung tanpa mengalami hambatan. Pelebaran sepur dicapai dengan menggeser rel dalam ke arah dalam. Besar pelebaran sepur untuk berbagai jari-jari tikungan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut Tabel 2.1 Pelebaran Sepur Pelebaran Jari-jari tikungan Sepur (m) ( mm ) 0 R > 600 5 550 < R > 600 10 400 < R > 600 15 350 < R > 400 20 100 < R > 350 Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986 Pelebaran sepur maksimum yang diijinkan adalah 20 mm Pelebaran sepur dicapai dan dihilangkan secara berangsur sepanjang lengkung peralihan. e. Peninggian Rel Pada lengkungan, elevasi rel luar dibuat lebih tinggi daripada rel dalam untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang dialami oleh rangkaian kereta. Peninggian rel dicapai dengan menempatkan rel dalam pada tinggi semestinya dan rel luar lebih tinggi, lihat gambar 2.6 h normal = 11,8
(Vrencana ) 2 jari jari
Peninggian rel dicapai dan dihilangkan secara berangsur sepanjang lengkung peralihan. Untuk tikungan tanpa lengkung peralihan peniggian rel dicapai secara berangsur tepat di luar lengkung lingkaran sepanjang suatu panjang peralihan. 2.1.3 Kelandaian a. Pengelompokan Lintas Berdasarkan pada kelandaian dari sumbu dan rel dapat dibedakan atas 3 (tiga)
6 kelompok seperti yang tercantum pada tabel berikut: Tabel 2.2 Pengelompokan lintas berdasarkan pada kelandaian Sumber:Peraturan Dinas PJKA,1986 b. Landai Penentu Landai penentu adalah suatu kelandaian (pendakian) yang terbesar yang ada pada suatu lintas lurus. Besar landai penentu terutama berpengaruh pada kombinasi daya tarik lokomotif dan rangkaian yang dioperasikan. Untuk masing-masing kelas jalan rel, besar landai penentu adalah seperti yang tercantum dalam berikut Tabel 2.3 Landai penentu maksimum Kelas jalan Landai penentu rel maksimum (%) 1 1 2 1 3 2 4 2,5 5 2,5 Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986 c. Landai Curam Dalam keadaan yang memaksa kelandaian (pendakian) dari lintas lurus dapat melebihi landai penentu. Kelandaian ini disebut landai curam. Panjang maksimum landai curam dapat ditentukan melalui rumus pendekatan sebagai berikut: I =
Va2-Vb2 2 g (Sk-Sm)
dimana: I = panjang maksimum landai curam (m) Va = kecepatan minimum yang diijinkan di kaki landai curam ( m/detik ) Vb = kecepatan minimum di puncak landai curam ( m/dtk ) Vb ≥ 0,5 Va g = percepatan gravitasi Sk = besar landai curam ( % ) Sm = besar landai penentu ( % ) 2.1.4
Kelandaian Pada Lengkung atau Terowongan Apabila di suatu kelandaian terdapat lengkung atau terowongan, maka kelandaian di lengkung atau terowongan itu harus dikurangi sehingga jumlah tahanannya tetap. 2.1.5
Lengkung Vertikal
Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang melalui sumbu jalan rel tersebut. Alinyemen vertical terdiri dari garis lurus, dengan atau tanpa kelandaian, dan lengkung vertikal yang berupa busur lingkaran. 2.1.6
Penampang Melintang Penampang melintang jalan rel adalah potongan pada jalan rel, dengan arah tegak lurus sumbu jalan rel, dimana terlihat bagianbagian dan ukuran jalan rel dalam arah melintang. 2.2 Susunan Jalan Rel 2.2.1 Tipe dan karakteristik penampang 1) Tipe rel untuk masing – masing kelas jalan tercantum pada tabel berikut: Tabel 2.6 Kelas Jalan dan tipe relnya. Kelas jalan Tipe rel I R.60/R.54 II R.54/R.50 III R.54/R.50/R.42 IV R.54/R.50/R.42 V R.42 Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986 2) Karakteristik penampang rel tercantum pada tabel 2.10. 2.2.2 Jenis, komposisi kimia, kekuatan dan kekerasan 1) Jenis Jenis rel yang dipakai adalah rel tahan aus yang sejenis dengan rel WIC – WRA 2) Komposisi Kimia Komposisi kimia rel tercantum pada tabel berikut Tabel 2.7 Komposisi kimia rel C 0,60 % - 0,80 % Si 0,15 % - 0,35 % Ma 0,90 % - 1,10 % P Max 0,035 % S Max 0,025 % Sumber: Peraturan Dinas PJKA,1986 3) Kekuatan rel Kuat tarik minimum rel adalah 90 kg/mm2 dengan perpanjangan minimum 10% 4) Kekerasan rel Kekerasan kepala rel tidak boleh kurang daripada 240 Brinell
7 2.2.3 Jenis rel menurut panjangnya Menurut panjangnya dibedakan tiga jenis rel, yaitu : 1) Rel standar adalah rel yang panjangnya 25 meter 2) Rel pendek adalah rel yang panjangnya maksimal 100 meter 3) Rel panjang adalah rel yang panjang tercantum minimumnya pada tabel 2.11 2.2.4 Sambungan rel Sambungan rel adalah konstruksi yang mengikat dua ujung rel sedemikian rupa sehingga operasi kereta api tetap aman dan nyaman. 2.2.4.1 Macam sambungan Dari kedudukan terhadap bantalan dibedakan dua macam sambungan rel, yaitu : a) Sambungan melayang b) Sambungan menumpu 2.2.4.2 Penempatan sambungan di sepur a ) Penempatan secara siku (gambar 6.11) di mana kedua sambungan berada pada satu garis yang tegak – lurus terhadap sumbu sepur. b ) Penempatan secara berselang – seling (gambar 6.12) di mana kedua sambungan rel tidak berada pada satu garis yang tegak lurus terhadap sumbu sepur. 2.2.4.3 Kedudukan rel Kecuali pada wesel dan di emplasemen dengan kecepatan kereta lambat, rel dipasang miring ke dalam dengan kemiringan 1 : 40 ( gambar 6.13 )
garis n etral
a
Gambar 2.9 Rel dipasang miring ke dalam. Kemiringan (tg α) 1 : 40 2.2.4.4 Pelat penyambung 1) Sepasang pelat penyambung harus sama panjang dan mempunyai ukuran yang sama. 2) Bidang singgung antara pelat penyambung dengan sisi bawah kepala
rel dan sisi atas kaki rel harus sesuai kemiringannya, agar didapat bidang geser yang cukup. Kemiringan tepi bawah kepala rel dan tepi atas rel tercantum pada tabel berikut: 2.2.5 Wesel Fungsi wesel adalah untuk mengalihkan kereta dari satu sepur ke sepur yang lain. 2.2.5.1 Jenis wesel 1) Wesel biasa (a) Wesel biasa (b) Wesel dalam lengkung 2) Wesel tiga jalan (a) Wesel biasa (b) Wesel tergeser 3) Wesel Inggris Wesel inggris adalah wesel yang dilengkapi dengan gerakan – gerakan lidah serta sepur – sepur bengkok. 2.2.5.2 Komponen Wesel a. Lidah Lidah dapat berputar atau berpegas terhadap akarnya dan disebut wesel dengan lidah berputar atau wesel dengan lidah berpegas. Ujung lidah dapat digeser dengan suatu pembalik wesel. Penggeseran lidah itu untuk menghubungkan sepur lurus dengan sepur bengkok. Gerakan itu disebut membalik wesel. b. Jarum dan sayap-sayapnya Jarum adalah bagian wesel yang memberi kemungkinan kepada flens roda melalui perpotongan bidang-bidang jalan yang terputus antara dua rel. c. Rel latak Suatu rel yang diperkuat badannya yang berguna untuk bersandarnya lidah-lidah wesel. d. Rel paksa Dibuat dari rel biasa yang kedua ujungnya dibengkok ke dalam. Rel paksa luar biasanya dibaut pada rel latak dengan menempatkan blok pemisah diantaranya. Jarak rel pasak dengan rel letak adalah 42 mm
8 e. Sistem penggerak atau pembalik wesel Pembalik wesel adalah mekanisme untuk menggerakkan ujung lidah. 2.3 Penambat Rel Penambat rel adalah suatu komponen yang menambatkan rel pada bantalan sedemikian rupa sehingga kedudukan rel adalah tetap, kokoh dan tidak bergeser. Pada suatu konstruksi penambat rel yang sempurna diperlukan adanya: a) Kekuatan penjepitan ( vertical clamping forces ) b) Kekuatan puntiran ( torsion resistance ) c) Kemampuan menghadapi perambatan ( rail creep resistance ) 2.3.1 Jenis penambat Jenis penambat yang dipergunakan adalah penambat elastik dan penambat kaku. Penambat kaku terdiri atas tirpon, maur dan baut. Penambat elastik terdiri atas dua jenis, yaitu penambat elastik tunggal dan penambat elastik ganda. Penambat elastik tunggal terdiri dari pelat andas, pelat, atau batang jepit elastik, tirpon, mur, dan baut. Penambat elastik ganda terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit elastik, alas rel, tirpon, mur dan baut. Pada bantalan beton, tidak diperlukan pelat andas, tetapi dalam hal ini tebal karet alas (rubber pad) rel harus disesuaikan dengan kecepatan maksimum. 2.3.2 Penggunaan penambat. Penambat kaku tidak boleh dipakai untuk semua kelas jalan rel. penambat elastik tunggal hanya boleh dipergunakan pada jalan kelas 4 dan kelas 5 penambat elastik ganda dapat dipergunakan pada semua kelas jalan rel, tetapi tidak dianjurkan untuk jalan rel kelas 5. 2.4 Bantalan Bantalan berfungsi meneruskan beban dari rel ke balas, menahan lebar sepur dan stabilitas ke arah luar jalan rel. Bantalan dapat terbuat dari kayu, baja, ataupun beton. Pemilihan didasarkan pada kelas yang sesuai dengan klasifikasi jalan rel Indonesia
2.4.1 Bantalan kayu 1) Pada jalan yang lurus bantalan kayu mempunyai ukuran : panjang = L = 2.000 mm tinggi = t = 130 mm lebar = b = 220 mm 2.4.2 Bantalan baja 1) Pada jalur lurus bantalan baja mempunyai ukuran : Panjang : 2.000 mm Lebar atas : 144 mm Lebar bawah : 232 mm Tebal baja : minimal 7 mm 2.4.3 Bantalan beton Pratekan Blok Tunggal Dengan Proses „Pretension‟ 1) Pada jalan lurus, bantalan beton pratekan dengan proses „pretension‟ mempunyai ukuran panjang : L=1+2α Ø 2) Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari 500 kg/cm2, mutu baja untuk tulangan geser tidak kurang dari U – 24 dan mutu baja prategang ditetapkan dengan tegangan putus minimum sebesar 17.000 kg/cm2 2.4.4 Bantalan beton Pratekan Blok Tunggal Dengan Proses „Posttension‟ 1) Pada jalur lurus, bantalan beton pratekan dengan proses „posttension‟ mempunyai ukuran panjang : L=1+2γ. 2) Mutu campuran beton harus mempunyai kuat tekan karakteristik tidak kurang dari 500 kg / cm2, mutu baja untuk tulangan geser tidak kurang dari mutu U – 24 dan mutu baja prategang ditetapkan dengan tegangan putus minimum sebesar 17.000 kg/cm2 2.4.5 Bantalan beton Blok Ganda 1) Pada jalur lurus, satu buah bantalan beton blok ganda mempunyai ukuran, sebagai berikut : Panjang = 700 mm Lebar = 300 mm Tinggi rata – rata = 200 mm 2.5 Balas Fungsi utama balas adalah untuk : 1) Meneruskan dan menyebarkan beban bantalan ke tanah dasar
9 2) Mengokohkan kedudukan bantalan 3) Meluluskan air sehingga tidak penggenangan air disekitar bantalan dan rel. 2.6 Analisa dan perhitungan volume timbunan Pemindahan sejumlah volume tanah akibat adanya perbedaaan ketinggian (ketinggian muka tanah asli dengan ketinggian rencana trase) di suatu tempat
BAB III
BAB IV KONSTRUKSI JALAN KA 4.1. Perencanaan Geometrik Jalan KA 4.1.1 Perencanaan Lengkung Horisontal Trase Jalan KA PI-1
Awal
1937,777
METODOLOGI Mulai
PI-1
PI-2 548,829
2719,69
Studi Literatur Mengumpulkan Data Mendapatkan Bentuk Trase Jalan KA Baru Perencanaan Geometrik Jalan KA baru
Penggunaan Jenis Penambat
Perencanaan Sambungan Rel
Tan α1 =
548,829 = α1 = 11,408 ˚ 2719,691
Δ = 11,408˚ Jarak titik awal ke PI-1 = 1937,777 m Jarak titik PI-1 ke PI-2
2719,6912 548,829 2 = 2774,514 m V rencana = 200 km/jam R rencana = 4000 m
v2 R 200 2 = 11,8. 4000
> h = 11,8. Perencanaan Bantalan
Perencanaan Balas
= 118 mm < h = 120 mm
hV 144 118. 200 l Xs 163,88meter 144
> l Xs Analisa Volume Timbunan olume dan Biaya Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi
l l L Ls l 10 2 R
2
=
10
2
163,88 163,88 163,90meter L Ls 163,88 10 2 4000 163,93 k 163,9 4000 sin 1,174 81,938meter 40 4000 2 90 Ls > s 1 R Ts R p tg k 2 90 .163,9 s 1,174o 1 3,14 .4000 Ts 4000 0,279 tg 11,408 81,938 481,5mete 2 2 s R > Lc R p R E 180 1 cos 11,408 2 *1,174 4000 Lc 632,12 meter 2 180 4000 0.279 E 4000 20,184 meter 1 cos 11,408 2 Ls 2 2 Ls 163,9 2 p R 1 cos s Ys 1,119 meter Ys 6R 6 4000 6R 163,9 2 p 4000 1 cos 1,174 0,279 meter 6 4000 Ls 3 k Ls R sin s 40 R 2 o
Ts=481,5 m
=11,408
Xs=92,18 m k=81,938 m
Ys=1,119 m E=20,184 m p=0.279 m SC CS Lc=632,12
s m s R=4000m R=4000m Ls=163,9m Ls=163.9m ST
TS
Gambar 4.1. Skema lengkung horisontal
11
Tabel 4.1. Perhitungan lengkung horisontal
4.1.2. Pelebaran sepur Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati lengkung tanpa mengalami hambatan. Pelebaran sepur dicapai dengan menggerser rel dalam ke arah dalam. Pelebaran sepur dilakukan jika jari-jari tikungannya kurang dari 600 meter. Dalam perencanaan ini panjang jari-jari lebih dari 600 meter oleh karena itu tidak diperlukan pelebaran sepur. 4.1.3. Perencanaan Lengkung Vertikal Trase Jalan KA pada STA 104+600 Lengkung vertikal berupa busur lingkaran yang menghubngkan dua kelandaian lintas yang berbeda, ditentuka berdasarkan besarnya jari-jari lengkung vertikal dan perbedaan kelandaian. Besarnya jari-jari lengkug vertikal minimum Tabel 4.3 Hasil perhitungan pada lengkung vertikal
4.2. Penentuan profil rel Rel merupakan batang yang dipikul oleh penyangga-penyangga (bantalan), maka rel menderita momen pelengkungan. Oleh karena itu momen perlawanannya harus cukup kuat untuk menahan momen lengkungan tersebut. Semakin berat lalu lintas pada jalan kereta api tersebut maka makin dibutuhkan profil rel yang besar. Persamaan diambil dalam Winkler (1867)
P –λx e (cos λx - sin λx) 2k P –λx M= e (cos λx + sin λx) 4 Y=
dengan: Pd : beban dinamis roda (ton) k : modulus elastisitas jalan rel = 180 kg/cm2 λ
: dumping factor =
4
k /( 4 EI )
Ix : momen inersia rel pada sumbu x-x. E : modulus elastisitas rel = 2,1 x 106 kg/cm2 M = 0 jika cos λx1– sin λx1 = 0 x1 =
= 4 4
4
4 EI k
M maksimum, jika (cos λx1 – sin λx1) = 1, maka Mo =
Pd 4
Digunakan tipe rel R 60 dengan kecepatan rencana 200 km/jam. Tekanan gandar 18 ton,
12 transformasi gaya statis roda menjadi gaya dinamis roda digunakan persamaan Talbot sebagai berikut: V rencana = 200 km/jam Pd = P + 0,01 P (V-5) Pd = ( 9 + 0,01. 9. ((200/1.609) – 5) ) ton = 19,73707 ton = 19737,07 kg λ
=
4
k 4 E.Ix
=
4
180 4 x 2,1.106 x3055
=
9,1515 . 10-3 cm-4 Mo =
Pd 19737,07kg = = 539175,81 4 x0,0091515cm 1 4
kg cm σ =
MI. y Ix
Dimana: P : gaya statis roda (ton) V : kecepatan kereta api (mil/jam) σ : tegangan yang terjadi pada rel MI : 0,85 Mo (akibat super posisi beberapa gandar) Y : jarak tepi bawah rel ke garis netral Ix : momen inersia terhadap sumbu x-x σ =
MI. y 0,85 * 539175,81* 8,095 = 3055 Ix
σ = 1214,38 kg/cm2 < tegangan ijin rel 1325 kg/cm2 ... OK 4.3. Perencanaan Bantalan 4.3.1. Data bantalan Diambil data-data bantalan beton prategang monoblock sleeper of German railways. Dimensi:
4.3.2. Perhitungan bantalan Perumusan diambil dalam Penjelasan Peraturan Dinas no.10 Luas: A1 = 2 (1/2 x 65 x 214) + 214 x 170 = 50290 mm2 = 502,9 cm2 A2 = 2 (1/2 x 35 x 175) + 175 x 150 = 32375 mm2 = 323,75 cm2 Inersia: I1 = 2 (1/12 x 6,5 x 21,43) + 1/12 x 17 x 21,43 = 24500,85 cm4 I2 = 2 (1/12 x 3,5 x 17,53) + 1/12 x 15 x 17,53 = 9825,52 cm4
fc '
E = 6400 = 6400
λ=
4
600 = 156767,343 kg/cm2
k 4.E.I
; k = modulus elastisitas
jalan rel = 180 kg/cm2
Harga λ: - untuk daerah di bawah rel λ =
180 = 4 x156767,34 x 24500,85
4
0.0104 cm -1 - untuk daerah di tengah bantalan λ =
4
180 = 4 x156767,34 x9852,25
0.0131 cm -1
Momen pada daerah di bawah rel: = Pd 60 % M [2cosh2λa (cos 2λc 4λ sinh λ L + sin λ L
Gambar 4.6.Penampang Melintang Bantalan
1
13 + cosh λL) – 2cos2 λa ( cosh 2λc + cos λL) – sinh 2λa (sin 2λc + sinh λL) – sin 2λa (sin 2λc + sin λL)] = 19737,07 x 60% [2,64(0,25 + 5,56) 4 x 0,0104 5,466 + 0,675
1
– 1,47 ( 2-0,74) –1,3 (0,97 + 6,466) – 0,88 (0,023 + 1,675)] = 46355,524 [15,3384 – 1,8522 – 9,6668 – 0,61424] = 148576,871 kg cm < momen ijin = 150000 kg cm ....OK Momen pada daerah tengah bantalan: M = - Pd 60 % 1 [sinh λc (sin λc + 2λ sinh λ L + sin λ L sin λ (L-c) + sin λc ( sinh λc + sinh λ (L-c) + cosh λc cos λ (L-c) – cos λc cosh λ (L-c)] = - 19737,07 x 60% [0,78 (0,66 + 2 x 0,0131 6,695 + 0,516
1
(0,95) + 0,66 (0,78 + 3,22) - 1,27 x 0,31) – (0,76 x 3,37) = -62681,17 [1,2558 + 2,64 – 0,3937 – 2,5612] = -58976,712 kg cm < momen ijin = 66000 kg cm ....OK
Tegangan yang terjadi menurut VA Profillidis (2006) adalah:
P L 3.lexc .( ) 2 2 18 = 2,6 3.(2,6 1,0) / 2 0,3.( ) 2 2
4.3.3. Penentuan jarak bantalan Beban gandar 18 ton, jadi beban roda: 9 ton Penentuan jarak antar bantalan menggunakan metoda zimermann (1988) dalam Wahyudi, H (1993) L=
M max 4k 10 x 0,25 P 8k 7
L direncanakan= 40 cm = 2a, jadi a = 20 cm B= =
6 EI 3
a 6 x 2,1x10 6 x3055cm 4 (20cm)
3
= 4811625 kg A = 2 x 50 cm x (0,5 x 260 cm) = 13000 cm2 D = 0,5 x 0,90 x 13000 x 8 = 46800 cm2 Dimana: L = jarak antar bantalan P = beban roda σ = tegangan ijin rel = 800-1325 kg/cm2 B = koefisien lentur rel D = koefisien bantalan D = 0,5 x 0,90 x A x C (untuk gauge 1435 mm) D = 0,5 x 0,95 x A x C (untuk gauge 1067 mm) D = 0,5 x 1,00 x A x C (untuk gauge 600 mm) C koefisien balas pasir = 3 ; kerikil = 5 ; kricak = 8 A = luas bidang pikul bantalan = 2 perletakan x lebar bantalan x 0,5 panjang bantalan
σ =
= 24 t/m2 < tegangan ijin bantalan = 80 t/m2....O
B D 4811625 = 46800
k=
= 102,812 kg/cm2
14
M=
8k 7 * 0,25 * P * L 4k 10 (8 *102,812 7) * 0,25 * 9000 * 40 (4 *102,812 10)
= 177222,538 cm
M σ ijin ≥ W 177222,538kgcm ≥ 293,7cm 3 M = 603,413 kg/cm2 ≤ σ ijin = 1325 kg/cm2 W ….
OK
Dengan demikian pemakaian rel R-60 dengan jarak bantalan 40 cm dan bahan balas batu pecah dapat diterapkan.
4.4. Susunan Jalan Rel Digunakan sambungan melayang dan penempatan secara siku agar rel lebih elastis. Untuk pelat yang digunakan adalah pelat lurus pada trase yang lurus dan pelat siku pada tikungan. 4.4.1. Penentuan letak lubang baut. Letak lubang-lubang untuk tempat baut penyambung ditentukan sebagai berikut (dalam Wahyudi, H (1983)) :
Diameter oval (w)
= baut + ½ Δ L = 30 + ½ . 10 = 35 mm
Jarak ujung lubang baut paling tepi dari ujung rel (m) adalah: m =½(a+d-w) = ½ ( 160 + 30 - 35 ) = 77,5 mm, dibuat m = 7,8 cm dari tepi rel. Dimana: a = jarak antara pusat baut paling ujung dari kedua belah rel d = diameter baut w = diameter baut oval 4.4.2. Gaya yang bekerja pada baut penyambung baut pelat penyambung harus kuat menahan gaya sebagai berikut (dalam Penjelasan Peraturan Dinas no.10) : H = T‟ + T‟‟ M = H (a + b + c) = M‟ + M‟‟ M‟ = H (a + b) = T‟ x b M‟‟ = T‟‟ (a + b) + T‟‟ x c Dimana : H = gaya lateral yang bekerja di tengah – tengah pelat penyambung T‟, T‟‟ = gaya tarik baut sebelah luar dan dalam M, M‟‟ = momen penahan sebelah dalam dan luar pelat penyambung antara pusat tekanan rel yang akan disambung M = momen total arah lateral Dipakai baut dengan diameter () 30 mm, diameter drat (d) 23 mm. Luas baut Ac = ¼ . π . d = ¼ . π . 23 2 = 415 mm2 Kekuatan tarik baut No = 0,75 x 4,15 x 4000 = 12450 kg Kekuatan baut akibat beban bolak balik T = 0,5 x No = 0,5 x 12450 kg = 6225 kg
15 Dipakai rel R-60, tekanan roda = 9000 kg untuk jalan kelas III dengan kecepatan maksimum 200 km/jam. V ren = 200 km/jam Pd = (9000 + 0,01 x 9000 (125/1,609 – 5)) = 15541,92 kg P1 = P2 tg α = 1 / 2,75 α = 22,20˚ 2P . cos α = P P1 = P2 = 0,93 P Q = Pd / 2 = 7770,96 kg H = 1/2,75 . Q = 1/2,75 . 7770,96 = 2825,804 kg
Dengan harga a = 5 cm, b = 13 cm, c = 3,5 cm didapat momen yang terjadi pada baut (M) M = H (a + b + c) = 2825,804 (5 + 13 + 3,5) = 60754,786 kg cm. H = T‟ + T” M‟ = H (a + b) = T‟ . b = 2825,804 (5 + 13) = 50864,472 kg cm 50864,472 = T‟ . 13 Gaya tarik yang bekerja pada baut sisi tengah (T‟) T‟ = 3912,652 kg < T ....( OK ) Gaya aksial yang bekerja pada baut sisi luar ( T” ) T” = H – T‟ = 2571,55 – 3560,6 = - 1086,848 kg < T …( OK ) 4.4.3. Long Welded rail. Rel panjang dibuat dari bebarapa rel pendek yang dihubungkan dengan las di lapangan. Pengelasan dilakukan secara alumino thermit welding. Pada perencanaan ini digunakan rel R-60. Berikut ini disajikan penentuan rel panjang untuk rel tipe R-60. Dilatasi Muai Panjang dilatasi muai ditentukan dengan persamaan berikut
(dalam Penjelasan Peraturan Dinas no.10) : ΔL = L . α . ΔT dimana: ΔL : celah pada sambungan rel( mm ), maksimum 10 mm L : panjang rel (L) α : koefisien muai rel ( mm/˚C ) ΔT : perubahan suhu ( ˚C ) Gaya yang terjadi pada rel menurut hukum Hooke adalah: F=
L.E. A L
dimana: F : gaya yang timbul akibat pemuaian. E : modulus Young S : luas penampang α : koefisien muail rel ΔT : perubahan suhu Setelah disubtitusikan: F = E . S . α . ΔT Panjang l dapat dihitung dengan persamaan: L=
F E. A. .T r
r = tg α = gaya lawan bantalan per satuan panjang Untuk mendapatkan panjang minimum rel panjang L > 2L. Untuk rel R-60 dan menggunakan bantalan beton maka panjang rel panjang dimana L dapat dihitung dengan persamaan: L=
2,1.10 6 x76,87 x1,2.10 5 x(46 24) 450
= 94,7 m Panjang rel minimum rel panjang R-60 dengan bantalan beton = 2 x 1 = 2 x 94,7 = 189,4 m. Dibulatkan kelipatan 25 m menjadi 250 m. Untuk menyambung rel-rel pendek menjadi rel panjang digunakan las. 4.5. Penambat Rel Pada perencanaan jalan rel ini digunakan bantalan beton. Semakin tinggi kecepatan kereta, makin besar beban gandar yang dipakai maka gaya-gaya yang bekerja terhadap penambat akan semakin besar sehingga menimbulkan vibrasi yang besar pula. Untuk mencegah bantalan dari kerusakan
16 akibat adanya getaran (vibrasi) dengan frekuensi tinggi akibat kereta yang bergerak maka digunakan penambat elastis yang dapat mengurangi pengaruh vibrasi pada rel terhadap bantalan. Faktor- faktor penggunaan penambat antara lain: - Pengalaman pemakaian - Besarnya gaya jepit (clamping force) - Besarnya nilai rangkak (creep resistance) - Kemudahan perawatan - Pemakaian kembali, jika terjadi pergantian rel - Umur dan harga penambat Pada umumnya ada 2 macam sistem penambat elastis: a. penambat elastis tunggal. b. Penambat elastis ganda, Penambat elastik dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: a. Daya jepit yang dihasilkan sendiri. Termasuk jenis ini adalah Dorken, Pandrol dan DE Spring Clip b. Daya jepit dihasilkan oleh bantalan mur-baut atau tirpon. Termasuk jenis ini adalah Nabla dan tipe F Selain itu dapat menahan getaran penambat elastik juga mampu menghasilkan gaya jepit (clamping force) yang tinggi dan juga mampu memberikan perlawanan rangkak (creep). Pada penambat elastik ganda selain dipasang penambat elastik dipasang juga alas karet (rubber pad). Pada jalan kereta api ini digunakan penambat elastik jenis pandrol agar memudahkan dalam pemeliharaan. Daya jepit yang mampu dihasilkan penambat ini adalah 24,5 KN (2.498 kg) perpasang. Alas karet yang dipasang harus mampu menahan gaya rangkak (creep) meredam tegangan gaya vertikal yang bekerja ke arah bawah, melindungi permukaan bantalan, serta mempunyai daya listrik yang cukup untuk pemisah rel dari bantalan. Perhitungan:
- Alat penambat elastis : Pandrol clip tipe PR 300 - Daya jepit : 2498 kg/pasang - Jumlah pandrol tiap 2,20 m ( jarak gandar ) n=
220 = 5,5 40
6 pasang
Kuat jepit pandrol = 6 x 2498 = 14988 kg/pasang - Gaya yang terjadi pada alat penambat : a. Akibat pemuaian ( sepanjang daerah muai 250 m ) F1 =
L.E. A L
= 10,7.10-3 * 2,1 .106 * 64,34 250 F1 = 6232,28 kg Tiap jarak gandar ( 2,20 m ) F1 = 6232,28 x 2,2 = 54,84 kg 250 b. Akibat beban roda F2 = f * Pd f = koefisien geser rel yang tergantung pada kecepatan kereta api. V = 200 km/jam f = 0,58 V ren = 200 km/jam F2 = 0,58 [ 9000 + 0,01 . 9000 ((200/1,69) – 5)] F2 = 0,58 [ 19200,88 ] = 11136,51 kg Ft = F1 + F2 = 54,84 + 11136,51 = 11191,35 kg < ( kuat jepit 14988 kg ).....OK Jadi penambat jenis pandrol dapat digunakan dalam perencanaan ini 4.6. Pemasangan rel Rel merupakan material yang dibuat dari logam yang dapat berubah panjangnya akibat perubahan suhu. Untuk menampung perubahan panjang rel ini maka pada sambungan rel perlu diberikan celah. a. Celah untuk rel standart dan rel pendek. Untuk menghitung lebar celah pada rel pendek digunakan persamaan :
17 G = L x α x (40-t) + 2 Dimana: L : panjang rel α : koefisien muai rel t : suhu pemasangan Untuk rel dengan panjang 25 m lebar celah pada pemasangan pada suhu 28˚C dihitung sebagai berikut: G = 25000 x 1,15 x 10-5 x (40-28) + 2 = 5,45 mm b. Rel panjang Untuk menghitung lebar celah pada rel panjang digunakan persamaan sebagai berikut: E x A x α x (50-t)2 G= +2 2xr Pada perencanaan ini rel panjang R-60 panjangnya 200 m. Lebar celah pada suhu pemasangan 28˚C adalah:
G +2
2,1 x 104 x 76,87 x 1,15 x 10-5 x (50-28)2 = 2 x 450
= 11,98336 mm 4.7. Perencanaan balas Balas merupakan terusan dari lapisan tanah dasar, dan terletak di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar akibat lalu-lintas kereta pada jalan rel, oleh karena itu material pembentuknya harus baik. Berdasarkan Penjelasan Peraturan Dinas no.10 dan VA Profillidis (2006) : 4.7.1 Lapisan balas atas Tebal balas atas terdiri dari batu pecah yang keras dengan bersudut tajam. Lapisan ini harus dapat meneruskan air dengan baik. Tebal balas atas dirumuskan sebagai berikut: Menurut Wahyudi (2003) dirumuskan sebagai berikut: Db =
S w 2
Db = tebal ballas minimum S = jarak bantalan w = lebar bantalan
Dari data perhitungan diperoleh jarak bantalan (S) adalah 40 cm dan jarak bantalan (w) adalah 30 cm maka tebal ballas adalah
S w 2 40 30 = 2
Db =
= 5 cm
Menurut British regulation tebal ballas dapat diperoleh dari tabel Line speed (km/h)
Yearly line tonnage
(million tons) 160 - 200 all 120 - 160 > 12 million 120 - 160 2 - 12 million 120 - 160 < 2 million 80 - 120 > 12 million 80 - 120 < 12 million < 80 > 2 million < 80 < 2 million ( concrete sleepers) < 80 < 2 million (timber sleepers) Sumber: Railway management engineering
Ballast thickness (m) 0,38 0,38 0,3 0,23 0,3 0,23 0,23 0,2 0,15 and
Maka dengan kecepatan rencana 200 km/jam maka diperoleh tebal ballas minimum adalah 0,38 m = 38 cm. Menurut French specificaitons tebal ballas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1. Kualitas tanah dan bearing capacity 2. Jenis bantalan 3. Karakteristik track ( traffic load dan axle load) 4. Volume pemeliharaan track 5. Kecepatan kereta 6. Menggunakan atau tidak geotextile. Biasanya dirumuskan e = ballas + subballas, yang mana tebal subballas biasanya ditetapkan 0,15 m. Sehingga diperoleh rumus untuk tebal ballas:
18 e(m) = N(m) + a(m) +b(m) +c(m) +d(m) +f(m) +g(m) dimana e= tebal ballas N (parameter kualitas subgrade) - 0,70 untuk bad subgrade (S1) - 0,55 untuk medium subgrade (S2) - 0,45 untuk good subggrade (S3) a= parameter traffic load - 0 untuk kelas I dan II dengan V> 160 km/ jam - -0,05 untuk kelas III dan IV - -0,10 untuk kelas V - -0,15 untuk kelas VI b= parameter jenis bantalan - 0 untuk bantalan kayu dengan panjang L=2,60 m - (2,50-L)/2 untuk bantalan beton c= volume maintenance work - 0 untuk medium volume maintanance - -0,10 untuk high volume maintanance kelas I – V - -0,05 untuk high volume maintenance kelas VI d= nilai axle load - 0 untuk Q = 17,5-20 ton - 0,05 untuk Q = 22,5 ton - 0,12 untuk Q = 25 ton - 0,25 untuk Q = 30 ton f= kecepatan kereta - 0 untuk V 15 (cm) di mana d dihitung dengan persamaan : d=
1.35
58. 1
t
10
o1 dihitung dengan menggunakan rumus “Beam on elastic foundation” yaitu : o1 =
Pd 1 (2 cosh2 λ a) 2b (sin L sinh L)
(cos 2 λ c + cosh λ 1) + 2 cos2 λ a (cosh 2 λ c + cos λ 1) + sinh 2 λ a (sin 2 λ c – sinh λ 1) – sin 2 λ a (sinh 2 λ c – sin λ 1)] Pd = [ P + 0,01 P ( ( Dimana : Pd dinamis P statis V (km/jam) % Beban
λ =
V )–5) 1, 6
=
Beban roda akibat beban
=
Beban roda akibat beban
=
Kecepatan kereta api = Prosentase beban yang masuk ke dalam bantalan
4
k /(4 EI ) k = b x ke
19 dimana : b
= lebar bawah bantalan
ke
= modulus reaksi balas
(cm)
El = kekakuan lentur bantalan (kg/cm2) l = panjang bantalan (cm) a = jarak dari sumbu vertikal rel ke ujung bantalan (cm) c = setengah jarak antara sumbu vertikal rel (cm) 2) Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas bawah dihitung dengan persamaan
2=
58 1 10 d 1,35
Dimana: d : tebal balas total (cm) 1 : tegangan yang diturunkan dari persamaan balok diatas bidang elastis 2 : tegangan yang terjadi pada tanah dasar
= 1,2873 kg/cm2 kg/cm .....................OK 2
2
<
1,4
BAB V ANALISA GALIAN DAN TIMBUNAN 5.1 Bentuk Potongan Galian dan Timbunan ELEVASI RENCANA 1
,5 :1
1:
1,5
ELEVASI TANAH ASLI
GAMBAR POTONGAN TIMBUNAN
ELEVASI TANAH ASLI
0,5
4.7.3 Tegangan yang terjadi pada tanah dasar Menurut Wahyudi (1993) dalam Jalan Kereta Api (Struktur dan Geometrik Jalan rel) disebutkan bahwa tegangan ijin maksimal yang terjadi pada tanah dasar adalah 1,4 kg/cm2. Untuk menghitung tegangan yang terjadi pada tanah dasar dipakai persamaan dari Japan Nasional railway (JNR) sebagai berikut:
58 x14,451kg / cm 2 2= 10 1201,35
1:
a) Pada sepur lurus : (lihat gambar 4.8) k1 > b + 2d l + m b) Pada tikungan : (lihat gambar 4.9) k1d = k1 k1l = b + 2 dl + m + 2 e e = (b + 1/2 ) x h/1 + t dimana : l = jarak antara kedua sumbu vertikal rel (cm) t = tebal bantalan (cm) h = peninggian rel (cm) harga m berkisar antara 40 cm sampai 90 cm
Dari perhitungan tabal lapisan balas bawah didapat nilai 1 sebesar 16,133 kg/cm2 sehingga,
0,5
(kg/cm )
1:
3
ELEVASI RENCANA
GAMBAR POTONGAN GALIAN
5.2 Perhitungan Galian Dan Timbunan Jalan Untuk menghitung volume galian dan timbunan jalan, dalam Tugas Akhir ini jalan dibagi menjadi beberapa segmen yaitu per 100 meter, sesuai dengan gambar potongan melintang jalan yang juga diambil setiap 100 meter. Untuk bagian lereng diambil kelandaian 2:3 untuk timbunan dan 1:0,5 untuk galian dengan asumsi menggunakan tanah asli sesuai dengan Spesifikasi Penguatan Tebing (NO.11 /S/BNKT/ 1991, Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota). Dan untuk perhitungan luas galian dan timbunan ini diambil dari pengukuran luas dari gambar dalam program AutoCAD dengan skala 1:100. Dan berikut ini adalah perhitungan galian dan timbunan untuk segmen 1 (STA 0+000 s.d 0+100).
20 Tabel 5.1 Perhitungan Vol. Galian Dan Timbunan
Pada gambar pot. melintang STA 104+000, didapat : h skala = 15 m = 1 m aktual Luas galian = 0.00 cm2 = 0.00 m2 aktual Luas Timbunan = 12,059 m2 aktual Pada gambar pot. melintang STA 104+100, didapat : H skala = 15 m = 1 m aktual Luas galian = 0.00 m2 aktual Luas Timbunan = 12,059 m2 aktual Perhitungan galian : Luas galian rata-rata segmen 1 :
A rata -rata
00 = 0.00 m2 2
Volume galian segmen 1 :
Vol galian A rata rata L 0.00 100 =
0.00 m3
Perhitungan timbunan : Luas timbunan rata-rata segmen 1 :
A rata -rata m2
12.059 12.059 = 12.059 2
Volume timbunan segmen 1 :
Vol timbunan A rata rata L 12.059 100 =1205,9 m3
Untuk selengkapnya, perhitungan volume galian dan timbunan per segmen jalan dengan menggunakan program Microsoft Excel dapat dilihat pada Tabel 5.1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil perencanaan yang telah dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Konstruksi KA : Perencanaan geometrik sesuai dengan perhitungan yang telah ditabelkan. Kecepatan rencana 200 km/jam sehingga membutuhkan jari-jari lengkung yang besar yakni 4000 m. Rel yang digunakan adalah rel tipe R60 dengan menggunakan bantalan beton menurut standar monoblock sleeper of German railway dengan
21
2.
panjang 2,60 m dan menggunakan penambat elastik pandrol dengan jarak 40 cm. Tebal lapisan balas atas 40 cm dan balas bawah 80 cm dengan penampang melintang sesuai dengan gambar perencanaan.
Lebar Sepur Dalam perencanaan ini digunakan lebar sepur (track gauge) e = 1435 mm.
3.
Volume galian dan timbunan Berdasarkan potongan melintang jalan tiap segmen, dimana panjang segmen yang diambil setiap 200 m. Dari perhitungan, didapatkan hasil sebagai berikut : Volume galian=1.125.378,79 m³ Volumetimbunan=3.249.962,64 m 6.2 Saran Setelah melakukan serangkaian perencanaan dalam tugas akhir ini, saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut : 1.
Penentuan kecepatan rencana hendaknya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, kelas jalan, medan jalan karena sangat mempengaruhi hasil perencanaan.
2.
Untuk alinyemen vertikal, kelandaian maksimum sebaiknya lebih kecil dari 1 % dengan memperhatikan bentuk kontur eksisting tanah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi volume galian dan timbunan yang besar.
3.
Perlu dilakukan studi kelayakan yang mendalam, mengingat trase ini tepat berada tepat di sebalah Jalan Lintas Limur Sumatera yang notabenenya masih menjadi media tranportasi favorit masyarakat
View more...
Comments