GEMPA BUMI

August 4, 2019 | Author: Raja TeGuh Satria | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

GEMPA BUMI, likuifaksi di palu...

Description

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pusat gempa bumi (episentrum) berada di darat, sekitar Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala. Guncangan gempa bumi ini dilaporkan telah dirasakan cukup kuat di sebagian besar provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan sebagian Kalimantan Timur serta Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Su lawesi Utara. Di Makassar misalnya, getaran sempat dirasakan beberapa detik. Di Menara Bosowa, karyawan  berlarian meninggalkan gedung. Di Palopo, Sulawesi Selatan, guncangan membuat warga berlarian meninggalkan rumah. Di Samarinda, gempa turut dirasakan sampai warga keluar berhamburan dari gedung dan pusat perbelanjaan. Di Balikpapan, guncangan gempa turut dirasakan di rusunawa, dan hotel. Secara umum gempa dirasakan berintensitas kuat selama 2-10 detik. Dengan memperhatikan lokasi episentrum dan kedalaman hiposenttrum gempa bumi, tampak  bahwa gempa bumi dangkal ini terjadi akibat aktivitas di zona sesar Palu Koro. Sesar ini merupakan sesar yang teraktif di Sulawesi, dan bisa pula disenut paling aktif di Indonesia dengan pergerakan 7 cm pertahun. Sesar yang diteliti di LIPI baru sampai sesar darat. Sedangkan sesar di laut sama sekali nihil dari penelitian. Menurut Sutopo Purwo Nugroho, gempa bumi yang terjadi "merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar Palu Koro, yang dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme  pergerakan dari struktur sesar mendatar mengiri (slike-slip sinistral)". Sehubungan gempa ini, Wahyu W. Pandoes dari pihak BPPT menyatakan bahwa gempa ini  berkekuatan 2,5 × 1020 Nm atau setara 3 × 106 ton TNT. Ini serupa 200 kali bom Hiroshima. 1.2 Rumusan Masalah

Likuefaksi adalah akibat guncangan gempa bumi, beberapa saat setelah puncak gempa terjadi muncul gejala likuefaksi (pencairan tanah) yang memakan banyak korban jiwa dan material. Dua tempat yang paling nyata mengalami bencana ini adalah Kelurahan Petobo dan Perumnas Balaroa di Kota Palu. Balaroa ini terletak di tengahtengah sesar Palu-Koro. Saat terjadinya likuifaksi, terjadi kenaikan dan penurunan muka tanah. Beberapa bagian amblas 5 meter, dan beberapa bagian naik sampai 2 meter. Di Petobo, ratusan rumah tertimbun lumpur hitam dengan tinggi 3-5 meter. Terjadi setelah gempa, tanah di daerah itu dengan lekas berubah jadi lumpur yang dengan segera menyeret bangunan-bangunan di atasnya. Di Balaroa, rumah amblas,

 bagai terisap ke tanah. Adrin Tohari, peneliti LIPI, LIPI, ada menyebut bahwa di bagian tengah zona Sesar Palu-Koro, tersusun endapan sedimen yang berumur muda, dan  belum lagi terkonsolidasi/mengalami pemadatan. Karenanya ia rentan mengalami likuefaksi jika ada gempa besar. Laporan dan rekaman likuefaksi juga muncul dari perbatasan Kabupaten Sigi dengan Kota Palu. Lumpur muncul dari bawah pe rmukaan tanah dan menggeser tanah hingga puluhan meter dan akhirnya menenggelamkan bangunan dan korban hiduphidup. Menurut data, likuefaksi yang terjadi di Perumnas Balaroa menenggelamkan sekitar 1.747 unit rumah; sementara di Kelurahan Petobo sekitar 744 unit rumah tenggelam. Jumlah korban jiwa belum dapat dikumpulkan hingga 2 Oktober 2018. 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh kerapatan relatif tanah terhadap mekan isme likuifaksi. 2. Pengaruh kerapatan relatif tanah terhadap potensi l ikuifaksi. 3. Pengaruh PGA (Peak Ground Acceleration) dan kerapatan relatif tanah terhadap potensi likuifaksi. 4. Batasan kerapatan relatif tanah tidak mengalami likuifaksi. 5. Parameter gempa bumi. 6. Bagaimana sejarah gempa bumi yang telah menghancurkan kehidupan Manusia. 7. Bagaimana dampak yang ditimbulkan gempa bumi terhadap kehidupan Manusia. 8. Jalur gempa bumi di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa manfaat, di antaranya: 1. Memahami konsep dan mekanisme likuifaksi. 2. Mengetahui pengaruh kerapatan relatif dan percepatan maksimum gempa terhadap potensi likuifaksi. 3. Mengetahui pengaruh peningkatan tegangan air pori terhadap mekanisme likuifaksi.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran atau getar-getar yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari dalam secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa Bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak Bumi (lempeng Bumi). Frekuensi suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa Bumi yang dialami selama periode waktu. Gempa Bumi diukur dengan menggunakan alat Seismometer. Moment magnitudo adalah skala yang paling umum di mana gempa Bumi terjadi untuk seluruh dunia. Skala Rickter adalah skala yang dilaporkan oleh observatorium seismologi nasional yang diukur pada skala besarnya lokal 5 magnitude. Kedua skala yang sama selama rentang angka mereka valid. Gempa 3 magnitude atau lebih sebagian besar hampir tidak terlihat dan jika besarnya 7 lebih  berpotensi menyebabkan kerusakan serius di daerah yang luas, tergantung pada kedalaman gempa. Gempa Bumi terbesar bersejarah besarnya telah lebih dari 9, meskipun tidak ada batasan besarnya. Gempa Bumi besar terakhir besarnya 9,0 atau lebih besar adalah 9,0 magnitudo gempa di Jepang pada tahun 2011 (per Maret 2011), dan itu adalah gempa Jepang terbesar sejak pencatatan dimulai. Intensitas getaran diukur pada modifikasi Skala Mercalli.

Gambar 2.1 Lempengan tektonik gerakan global (Global plate motion,)

Gambar 2.2 Peta Citra satelit informasi gempa bumi dan tsunami 28 september 2018 2.2 Jenis - Jenis Gempa Bumi Diindonesia

Jenis gempa bumi dapat dibedakan berdasarkan: 

Gempa bumi tektonik

Gempa Bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di Bumi, getaran gempa Bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian Bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh pelepasan tenaga yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. 

Gempa bumi tumbukan

Gempa Bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh ke Bumi, jenis gempa Bumi ini jarang terjadi 

Gempa bumi runtuhan

Gempa Bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah  pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal. 

Gempa bumi buatan

Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan  bumi. 

Gempa bumi vulkanik (gunung api)

Gempa Bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut. 2.3 Berdasarkan Kedalaman

Berdasarkan kedalaman gempa bumi dapat dibedakan: 

Gempa bumi dalam

Gempa bumi dalam adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada lebih dari 300 km di bawah permukaan bumi (di dalam kerak bumi). Gempa bumi dalam pada umumnya tidak terlalu berbahaya. 

Gempa bumi menengah

Gempa bumi menengah adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada antara 60 km sampai 300 km di bawah permukaan bumi.gempa bumi menengah pada umumnya menimbulkan kerusakan ringan dan getarannya lebih terasa. 

Gempa bumi dangkal

Gempa bumi dangkal adalah gempa bumi yang hiposentrumnya berada kurang dari 60 km dari permukaan bumi. Gempa bumi ini biasanya menimbulkan kerusakan yang besar. 2.4 Berdasarkan gelombang atau getaran gempa 

Gelombang Primer

Gelombang primer (gelombang lungituudinal) adalah gelombang atau getaran yang merambat di tubuh bumi dengan kecepatan antara 7 – 14 km/detik. Getaran ini  berasal dari hiposentrum.



Gelombang Sekunder

Gelombang sekunder (gelombang transversal) adalah gelombang atau getaran yang merambat, seperti gelombang primer dengan kecepatan yang sudah  berkurang,yakni 4 – 7 km/detik. Gelombang sekunder tidak dapat merambat melalui lapisan cair. 2.5 Parameter Gempa Bumi

Gempabumi tektonik telah terjadi di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah  pada hari Jumat, 28 September 2018, jam 17.02.44 WIB dengan M 7.7 Lokasi 0.18 LS dan 119.85BT dan jarak 26 km dari Utara Donggala Sulawesi Tengah, dengan kedalaman 10 km. Berdasarkan hasil pemodelan tsunami dengan level tertinggi siaga (0.5m-3m) di Palu dan estimasi waktu tiba jam 17.22 WIB sehingga BMKG mengeluarkan potensi tsunami. Estimasi ketinggian tsunami di Mamuju menunjukkan level wasapada yaitu estimasi ketinggian tsunami kurang dari 0.5m. Setelah dilakukan  pengecekan terhadap hasil observasi tide gauge di Mamuju, tercatat adanya perubahan kenaikan muka air laut setinggi 6 cm pukul 17.27 WIB. Jarak antara Palu dan Mamuju adalah 237 km. Berdasarkan hasil update mekanisme sumber gempa yang bertipe mendatar (strike slip) dan hasil observasi ketinggian gelombang tsunami, serta telah terlewatinya perkiraan waktu kedatangan tsunami maka Peringatan Dini Tsunami (PDT) ini diakhiri pada pukul 17.36.12 WIB. Dari hasil monitoring BMKG hingga Pukul 02.55 WIB, telah terjadi 76 Gempabumi susulan yang tercatat, dengan magnitude terbesar M6,3; dan terkecil M2.9. BMKG terus memonitor perkembangan gempabumi susulan dan hasilnya akan diinformasikan kepada masyarakat melalui media. 2.6 Dampak Gempa Bumi

Guncangan gempa bumi ini dirasakan di Donggala VII-VIII MMI, Palu, Mapaga VI-VII MMI, Gorontalo dan Poso III-IV MMI, Majene dan Soroako III MMI, Kendari, Kolaka, Konawe Utara, Bone, Sengkang, Kaltim dan Kaltara II - III MMI, Makassar, Gowa, dan Toraja II MMI.2 Hingga saat ini sudah ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempabumi tersebut. Berdasarkan data sementara dari BPBD Kabupaten Donggala tercatat 1 orang meninggal dunia, 10 orang luka-luka dan puluhan rumah rusak. Korban tertimpa oleh bangunan yang roboh.

Gambar 2.6 Peta guncangan (shakemap) Gempabumi Donggala, Sulawesi Tengah.

Gambar 2.7 Rekaman observasi tide gauge Mamuju, Sulawesi Barat

Gambar 2.8 Lokasi episenter gempabumi di Donggala, Sulawesi Tengah (kiri) dan lokasi tide gauge Mamuju, Sulawesi Barat (kanan) 2.1 Penyebab Gempa Bumi

Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat aktifitas sesar Palu Koro. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini, dibangkitkan oleh deformasi dengan mekanisme pergerakan dari struktur sesar mendatar (Slike-Slip).

Gambar 2.9 Peta episenter dan mekanisme sumber gempa bumi 2.4 Tektonik dan Seismisitas

Daerah Palu merupakan salah satu kawasan seismik aktif di Indonesia. Tingginya tingkat aktivitas kegempaan di kawasan ini tidak lepas dari lokasinya yang  berada pada zona benturan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pertemuan ketiga lempeng ini bersifat konvergen dan ketiganya  bertumbukan secara relatif mengakibatkan Daerah Sulawesi Tengah dan sekitarnya menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat kegempaan yang cukup tinggi di Indonesia berkaitan dengan aktivitas sesar aktif. Menurut Hamilton (1979), ada beberapa segmentasi sesar yang sangat  berpotensi membangkitkan gempabumi kuat di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Sesar-sesar tersebut adalah: (a) Sesar Palu-Koro yang memanjang dari Palu ke arah Selatan dan Tenggara melalui Sulawesi Selatan bagian Utara menuju ke selatan Bone sampai di laut Banda, (b) Sesar Saddang yang memanjang dari pesisir Pantai Mamuju memotong diagonal melintasi daerah Sulawesi Selatan bagian tengah, Sulawesi Selatan  bagian selatan, Bulukumba menuju ke Pulau Selayar bagian Timur, dan (c) Sesar ParitParit di Laut Makassar Selatan dan Laut Bone, dan beberapa anak patahan baik yang  berada di darat maupun di laut Untuk mengetahui tingkat aktivitas kegempaan di Palu, perlu dilakukan kajian sejarah gempabumi dan seismisitas. Berdasarkan distribusi seismisitas, tampak klaster

aktivitas gempabumi yang cukup tinggi di sepanjang sesar aktif Palu-Koro hingga memotong Kota Palu. Ditinjau dari kedalaman gempabuminya, aktivitas gempabumi di zona ini tampak didominasi oleh gempabumi kedalaman dangkal antara 0 hingga 60 kilometer, yang merupakan cerminan pelepasan tegangan kerak bumi yang dipicu oleh aktivitas sesar aktif. Klaster seismisitas gempabumi dangkal ini terkonsentrasi hampir merata baik di lepas pantai maupun di daratan. Klaster seismisitas ini merupakan gambaran dari sangat aktifnya kondisi tektonik di kawasan ini. Kondisi seismisitas ini menunjukkan  bahwa daerah Palu dan sekitarnya merupakan daerah yang rawan terhadap gempabumi dan tsunami. Apalagi kondisi seismisitas dan tektonik yang ada mendukung untuk terjadinya gempabumi kuat dengan kedalaman dangkal yang dapat membangkitkan tsunami. 2.3 Sejarah Gempabumi

Daerah Palu dan sekitarnya, selain sangat rawan gempabumi juga rawan terhadap tsunami. Kerawaan gempabumi dan tsunami daerah ini sudah dibuktikan dengan beberapa catatan sejarah gempabumi dan tsunami yang berlangsung sejak tahun 1927, seperti Gempabumi dan Tsunami Palu 1927, Gempabumi dan Tsunami Parigi 1938 dan Gempabumi dan TsunamiTambu 1968. Gempabumi dan Tsunami Palu 1 Desember 1927 bersumber di teluk Palu dan mengakibatkan kerusakan parah diKota Palu, Palu, Biromaru dan sekitarnya. Gempabumi juga dirasakan dibagian tengah Pulau Sulawesi yang jaraknya sekitar 230 kilometer. Selain menimbulkan kerusakan sangat parah, gempabumi ini juga memicu tsunami di Teluk Palu. Gelombang Tsunami yang tingginya mencapai 15 meter ini terjadi segera setelah terjadi gempabumi. Banyak bangunan rumah di kawasan pantai mengalami kerusakan parah. Bencana ini menyebabkan 14 orang meninggal, dan 50 orang lukaluka. Tsunami juga menimbulkan kerusakan dipelabuhan. Tangga dermaga Pelabuhan Talise hanyut akibat terjangan tsunam ini,sementara itu berdasarkan laporan dasar laut setempat mengalami penurunan sedalam12 meter. Gempabumi dan Tsunami Parigi 20 Mei 1938 terjadi sangat dahsyat, hingga dirasakan hampir diseluruh bagian Pulau Sulawesi dan Bagian timur pulau Kalimatan. Daerah yang menderita kerusakan paling parah adalah kawasan Teluk Parigi. Di tempat ini dilaporkan 942 unit rumah roboh. Kerusakan yang ditimbulkan ini meliputi lebih dari 50 % rumah yang ada wilayah tersebut, sedangkan 184 rumah lainnya rusak ringan. Di Daerah Sabang dilaporkan bahwa tsunami dating dengan suara gemuruh. Tsunami tersebut juga menyerang di sepanjang pantai Palu. Menurut laporan,

ketinggian gelombang tsunami mencapai 10 meter dan limpasan tsunami ke daratan mencapai 500 meter dari garis pantai. Daerah yang mengalami kerusakan paling  parah adalah kawasan Mapaga. Ditempat ini ditemukan160 orang meninggal dan 40 orang dinyatakan hilang, serta 58 orang luka parah Terakhir, Gempabumi dan Tsunami Toli-Toli dan Palu 1996 (M6.3), menyebabkan 9 orang tewas,serta kerusakan parah di Desa Bangkir, Toli-Toli, Tonggolobibi, dan Palu. Gempabumi ini  juga memicu tsunami denganketinggian 2 meter dengan limpasan air laut ke daratan sejauh 400 meter (Suparto et al. 2006). Tingginya aktivitas gempabumi di Daerah Palu berlangsung hingga sekarang. Dalam beberapa tahun terakhir, gempabumi kuat masih terjadi dan mengguncang kawasan ini, seperti Gempabumi Palu-Palu yang terjadi padatanggal 24 Januari 2005 yang menyebabkan satu orang meninggal dan 4 orang luka-luka. Bagi masyarakat Palu dan sekitarnya, kondisi alam yang kurang bersahabat ini adalah sesuatuyang harus diterima sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, semua itu adalah risiko yang harus dihadapi sebagai penduduk yang tinggal di kawasan seismik aktif. Bagi kalangan ahli kebumian dan instansi terkait dalam penanganan bencana, labilnya Daerah Palu secara tektonik merupakan tantangan berpikir untuk menyusun strategi mitigasi yang tepat untuk memperkecil risiko jika sewaktu-waktu terjadi  bencana bencana gempabumi dan tsunami di Daerah Palu dan sekitarnya seperti yang terjadi pada masa lalu.

Gambar 3.0 Sejarah Gempa di Teluk Palu, Lokasi Benturan 3 Lempeng, Gempa Terdahsyat Akibatkan Tsunami 15 Meter 

2.4 Tatanan Tektonik Sulawesi Tengah

Pulau Sulawesi terbentuk dari proses tektonik yang rumit, sehingga memberikan bentuk kenampakan seperti sekarang. Beberapa peneliti telah mengemukakan pendapatnyam tentang pembentukan Pulau Sulawesi antara lain

Soekamto (1975), Hamilton (1979), Hall dan Wilson (2000). Hall dan Wilson (2000) menggunakan istilah suture untuk menggambarkan kerumitan tektonik yang terjadi di Indonesia, termasuk di Pulau Sulawesi, dan mengidentifikasi adanya lima suture di Indonesia, yaitu Suture Sulawesi, Maluku, Sorong, Banda, dan Kalimantan. Menurut Hall dan Wilson (2000) suture Sulawesi terbentuk akibat proses tumbukan antara kontinen dan kontinen (Paparan Sunda dan Australia) yang merupakan daerah akresi yang sangat kompleks, tersusun oleh fragmen ofiolit, busur kepulauan dan kontinen. Pembentukan suture Sulawesi diperkirakan terjadi pada Kala Oligosen Akhir dan  berlanjut hingga Miosen Awal. Hingga saat ini diperkirakan deformasi tersebut masih  berlangsung. Hamilton (1979) berdasarkan perbedaan litologi membagi Pulau Sulawesi menjadi empat mandala (province) tektonik yaitu Lengan Utara (North Arm), Lengan Selatan (South Arm), Lengan Timur (East Arm), dan Lengan Tenggara (Southeast Arm) (Gambar 2a).

A

B

Gambar 3.1 A. Gambar kiri merupakan tataan tektonik Pulau Sulawesi (Hamilton, 1979), gambar kanan merupakan pembagian segmentasi Sesar Palu Koro (Bellier et al., 2001). B. Peta sebaran pusat gempabumi merusak dan tahun kejadian di Pulau Sulawesi (modifikasi dari Supartoyo dan Surono,2008).

Daerah Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah rawan bencana gempabumi di Indonesia (Supartoyo dan Surono,2008), karena terletak dekat dengan

sumber gempabumi yang berada di darat dan di laut. Sebaran kejadian gempabumi merusak Pulau Sulawesi ditampilkan pada Gambar 2b. Sumber sumber gempabumi tersebut terbentuk akibat proses tektonik yang terjadi sebelumnya. Sumber gempabumi di laut berasal dari penunjaman Sulawesi Utara yang terletak di sebelah utara Pulau Sulawesi, sedangkan sumber gempabumi di darat bersumber dari beberapa sesar aktif di daratan Sulawesi Tengah, salah satunya adalah Sesar Palu Koro Sesar Palu Koro merupakan sesar utama di Pulau Sulawesi dan tergolong sebagai sesar aktif (Bellier et al., 2001). Wilayah Sulawesi Tengah paling tidak telah mengalami 19 kali kejadian gempabumi merusak (destructive earthquake) sejak tahun 1910 hingga 2013 (modifikasi dari Supartoyo dan Surono, 2008). Beberapa kejadian gempa bumi merusak tersebut pusat gempabuminya terletak di darat. Kejadian gempa  bumi dengan pusat gempa bumi terletak di darat di sekitar lembah Palu Koro diperkirakan berkaitan dengan aktivitas Sesar Palu. Sesar Palu-Koro sendiri terbentuk dari tumbukan yang juga dihasilkan oleh NNWSSE Palu-Koro dengan gerakan sesar sinistral (mengiri). Pergerakan sesar ini juga di karenakan oleh gaya transtensional, yang terdiri dari gaya transpressive (menekan) dan extensional (perluasan). Patahan Palu-Koro memanjang dari palu ke arah Selatan Tenggara melalui Sulawesi Selatan  bagian Utara melewati Teluk Palu menuju ke Selatan Bone sampai di laut Banda. Sesar ini diduga sebagai salah satu sesar yang sangat mengkhawatirkan. Pergeseran pada lempeng-lempeng tektonik yang cukup aktif di sesar Palu Koro membuat tingkat kegempaan di wilayah itu juga dikategorikan cuk up tinggi. Wilayah yang rawan akibat aktivitas sesar ini, antara lain Kabupaten Buol, Tolitoli, Donggala, dan Kota Palu.

Gambar 3.2 A). Sesar mendatar Palu-Koro, B). Asumsi blok diagram yang menunjukkan segmen sesar turu/naik pada pull apart basin di bagian tengah sesar,  bagian ini merupakan gambaran lembah dan teluk palu, C). Blok diagram yang menunjukan komponen-komponen sebuah segmen sesar turun/transtension dan sesar naik/transpresion pada sebuah strike-slip. 2.5 Likuifaksi, Fenomena Tanah Bergerak Saat Gempa di Palu

Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,4 yang mengguncang Kabupaten Donggala dan Kota Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat 28 September 2018 menimbulkan fenomena likuifaksi atau 'tanah bergerak'. Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, likuifaksi adalah penurunan tanah akibat memadatnya volume lapisan tanah. Fenomena ini biasanya terjadi saat gempa bumi terjadi yaitu pada daerah-daerah atau zona-zona dengan tanah yang mengandung air. Misalnya yang sering terjadi itu di dekat pantai atau di daerah gempa, ada lapisan yang mengandung air misalnya tanah  pasir, jelas Dwikorita. Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada ini memaparkan bahwa likuifikasi terbagi menjadi dua jenis. Ada yang berupa semburan air dari dalam tanah keluar memancar seperti air mancur. Bisa juga lapisan pasir itu menjadi padat karena gempa yang sangat kuat dan airnya terperas keluar sehingga mengalir membawa lapisan tanah tadi, jadi seakan-akan hanyut. Pihak BMKG sendiri hingga saat ini belum bisa mencapai lokasi bencana. Namun, melihat pantauan dari media, Dwikorita menyatakan bahwa likuifaksi yang terjadi di Palu adalah tipe yang tanahnya hanyut bersama air. Suatu massa tanah yang luas yang ikut hanyut bersama air tadi. Ini baru visual da ri televisi, itu perlu dilihat lagi.

Gambar 3.3 Sulawesi Tengah pada Jumat 28 September 2018 menimbulkan fenomena likuifaksi atau 'tanah bergerak 2.7 Bahayanya Likuifasi

Bahaya dari fenomena 'tanah bergerak' ini adalah bangunan akan ambles ma suk ke dalam. Hal itu karena airnya terperas ke luar dan tanahnya memadat jadi permukaan tanah turun. Pondasi bangunan ada di tanah itu jadi ikut turun, sehingga bangunannya ambles. "Sehingga kalau ada bangunan bertingkat, itu yang kelihatan hanya tinggal tingkat tengah dan atas, tingkat bawahnya masuk ke dalam tanah," kata Dwikorita. "Jadi itu kekuatannya cukup tinggi, bisa menghanyutkan semua material benda-benda yang ada di permukaan tanah tadi," papar Dwikorita. Untuk pemulihan likuifaksi sendiri, Dwikorita menyatakan diperlukannya rekayasa setelah gempa selesai dan tidak ada guncangan-guncan gan. Pemulihan tanah pun masih  belum dapat dipastikan. "Tergantung seberapa luas dampaknya. Kalau tidak terlalu luas, bisa. Tapi kalau sangat luas, ya tidak mudah. Rekayasa itu bisa tapi sangat dipengaruhi juga oleh seberapa  besar volume dan luas area yang terlikuifaksi tadi," kata Dwikorita.

Gambar 3.4 Peta Zona Bahaya Liquifaksi 2.7 Dampak Kerusakan Gempabumi

BNPB mencatat banyak kerusakan bangunan hingga fasilitas publik. Berikut merupakan data kerusakan di Palu dan sekitarnya (informasi dihimpun dari www.idntimes.com diakses tanggal 29 September 2018) : 1. Berbagai bangunan, mulai rumah, pusat perbelanjaan, hotel, rumah sakit, dan  bangunan lainnya ambruk sebagian atau seluruhnya. Diperkirakan puluhan hingga ratusan orang belum dievakuasi dari reruntuhan bangunan. 2. Pusat perbelanjaan atau mal terbesar di Kota Palu, Mal Tatura, ambruk. 3. Hotel Roa-Roa berlantai delapan yang berada di Jalan Pattimura, Kota Palu, rata dengan tanah. Dilaporkan, di hotel yang memiliki 80 kamar itu terdapat 76 kamar yang sedang terisi oleh tamu hotel yang menginap. 4. Arena Festival Pesona Palu Nomoni, puluhan hingga seratusan orang pengisi acara, sebagian merupakan para penari, belum diketahui nasibnya.

5. Rumah Sakit Anutapura yang berlantai empat, di Jalan Kangkung, Kamonji, Kota Palu, roboh. 6. Jembatan Ponulele yang menghubungkan antara Donggala Barat dan Donggala Timur,roboh. Jembatan berwarna kuning yang menjadi ikon wisata Kota Palu roboh setelah diterjang gelombang tsunami. 7. Jalur Trans Palu-Poso-Makassar tertutup longsor. 8. Tujuh gardu induk PLN padam usai gempa mengguncang Sulawesi Tengah, khususnya di Palu dan Donggala. Saat ini, baru dua gardu induk yang bisa dihidupkan kembali. 9. Jaringan komunikasi di Donggala dan Palu terputus karena padamnya pasokan listrik PLN. Terdapat 276 base station yang tidak dapat dapat digunakan. 10. Terjadi kerusakan di bangunan tower Bandara Mamuju, dan pergeseran tiang tower di Bandara Liwuk Bangai, namun masih berfungsi. 11. Sejumlah pelabuhan mengalami kerusakan. Pelabuhan Pantoloan, Kota Palu, rusak paling parah. Quay crane atau kran peti kemas yang biasanya digunakan untuk bongkar muat peti kemas roboh. Di Pelabuhan Wani, bangunan dan dermaga mengalami kerusakan. KM Sabuk Nusantara 39 terhempas tsunami ke daratan sejauh 70 meter dari dermaga.

Gambar kerusakan Bangunan pada Palu : Sebelum

Sesudah

Kerusakan di Salah Satu Pusat Perbelanjaan Palu, sumber : tribunnews

Kerusakan di Hotel Roa-Roa, sumber : tribunnews

Kerusakan di RSU Anutapura, sumber : MNC Me dia

Sebelum

Sesudah

Kerusakan di Kampus IAIN Palu, sumber : detik.com

Gambar Kerusakan pada bangunan dan jalan, sumber : Tribun news

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Dari uraian makalah di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 

Gempa bumi adalah getaran yang terjadi permukaan bumi.



Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi).



Tipe gempa bumi adalah gempa tektonik dan gempa vulkanik.



Gempa bumi disebabkan oleh pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi.

3.2 Saran

Untuk mengantisipasi gempa bumi yang sampai saat ini belum bisa diprediksikan kapan dan dimana akan terjadi maka dapat dilakukan beberapa langkah sebagai  berikut : 

Menentukan tempat-tempat berlindung yang aman jika terjadi gempa bumi.



Menyediakan air minum untuk keperluan darurat.



Menyiapkan tas ransel yang berisi (atau dapat diisi) barang barang yang sangat dibutuhkan di tempat pengungsian.

Demikianlah laporan kaji cepat ini dilaksanakan oleh Tim dari Universitas Malikussaleh . Unimal sejak beberapa tahun ini mendeklarasikan dirinya sebagai kampus yang menjadikan mitigasi bencana sebagai ciri khas dan keunggulannya. Sejak peristiwa gempabumi dan tsunami Tahun 2004 lalu, unimal telah berperan pada sejumlah bencana pada skala nasional dan lokal. Berdasarkan hal tersebut, maka unimal bersedia membantu upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada hari Jumat, 28 September 2018, jam 17.02.44 WIB dengan M 7.7 Lokasi 0.18 LS dan 119.85BT dan jarak 26 km dari Utara Donggala Sulawesi Tengah. Proses pembangunan kembali yang dilandaskan  pada seharusnya menjadi fokus Donggala.

DAFTAR PUSTAKA













    



 

 

Steve, J.M. and Moyra E.J.W., 1998,Biogeographic Implication of the Tertiary paleogeaographic evolution of Sulawesi and Borneo, SE Asia Research Group, University of Technology, Perth,Australia. Suparto, Eka T.P.dan Surono, 2006, Katalog gempabumi merusak di Indonesia tahun 1629-2006 edisi ketiga. Hamilton, W., 1979,Tectonic of Indonesia Region, Geological Survey Professional Paper, UnitedStates Government Printing Office, Washington. Bellier, O., Sbrier, M., Beaudouin, T., Villeneuve, M., Braucher, R., Bourles, D., Siame, L., Putranto, E., dan Pratomo, I., 2001, High Slip Rate for a Low Seismicity along the Palu Koro Active Fault in Central Sulawesi (Indonesia), Blackwell Science Ltd., Terra Nova, 13, 463  – 470. Bryant, Edward,2001, Underrated Tsunami, Cambridge, Cambrigde University Press. Coppersmith, Kevin J and Wells, Donald L, 1994, New Empirical Relationships among Magnitude, Rupture Length, Rupture Width, Rupture Area, and Surface Displacement, Bulletin of the Seismological Society of America. https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_dan_tsunami_Sulawesi_2018 https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Palu http://pusfatja.lapan.go.id/index.php/tanggapbencana/  https://www.planet.com/  https://www.nytimes.com/2018/10/01/world/asia/pictures-indonesia-tsunamiearthquake.html?module=inline https://earthobservatory.nasa.gov/images/92836/devastation-in-palu-afterearthquaketsunami?utm_source=TWITTER&utm_medium=NASA&utm_campaign=NASASo cial&linkId=57661479# http://www.bmkg.go.id/gempabumi/gempabumi-dirasakan.bmkg https://turnbackhoax.id/2018/10/01/benar-mengenal-likuifaksi-fenomena-tanahbergerak-gempa-palu/  https://news.detik.com/berita/4239490/gempa-47-sr-guncang-tenggara-kota-palu http://www.tribunnews.com/tag/hary-tirto-djatmiko

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF