Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

August 13, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Gambar Wayang - Gagrak Surakarta...

Description

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Brahma - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 23, 2007

Brahala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Bomantara - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Bomanarakasura - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Bogadenta - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Bisma - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Bisma (  (Sansekerta Sansekerta:: Bhī shma)  (Sansekerta Sansekerta:: Dévavrata ), adalah salah satu tokoh utama shma) terlahir sebagai Dewabrata ( Dévavrata),

dalam Mahabharata Mahabharata.. Ia merupakan putera dari pasangan Prabu Santanu Santanu dan  dan Satyawati Satyawati.. Ia juga merupakan kakek dari Pandawa Pandawa maupun  maupun Korawa Korawa.. Semasa muda ia bernama Dewabrata, namun berganti menjadi Bisma semenjak ia bersumpah bahwa tidak akan menikah seumur hidup. Bisma ahli dalam segala modus peperangan dan sangat disegani oleh Pandawa Pandawa dan  dan Korawa Korawa.. Ia gugur dalam sebuah pertempuran besar  di  di Kurukshetra Kurukshetra oleh  oleh panah dahsyat yang dilepaskan oleh Srikandi Srikandi dengan  dengan bantuan Arjuna bantuan Arjuna.. namun ia tidak meninggal pada saat itu juga. Ia sempat hidup selama beberapa hari dan menyaksikan kehancuran kehancuran para Korawa Korawa.. Ia menghembuskan nafas terkahirnya saat garis balik matahari berada di utara (Uttarayana (Uttarayana). ). 

 

 Arti nama Nama Bhishma  dalam bahasa Sansekerta berarti Sansekerta berarti “Dia yang sumpahnya dahsyat (hebat)”, karena ia bersumpah akan Bhishma dalam hidup membujang selamanya dan tidak mewarisi tahta kerajaannya. Nama Dewabrata diganti menjadi Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya, pratigya, yaitu sumpah untuk membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya. Hal itu dikarenakan Bisma tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan Satyawati Satyawati,, ibu tirinya. 

Kelahiran Bisma merupakan penjelmaan salah satu Delapan Wasu yang Wasu yang berinkarnasi sebagai manusia yang lahir dari pasangan Dewi Gangga dan Gangga dan Prabu Santanu Santanu.. Menurut kitab Adiparwa kitab Adiparwa,, Delapan Wasu menjelma menjadi manusia karena dikutuk atas perbuatannya yang telah mencuri lembu sakti milik Resi Wasistha Wasistha.. Dalam perjalanannya menuju bumi, mereka bertemu dengan Dewi Gangga yang juga mau turun ke dunia untuk menjadi istri putera Raja Pratipa Pratipa,, yaitu Santanu Santanu.. Delapan Wasu kemudian membuat kesepakatan dengan Dewi Gangga bahwa Gangga bahwa mereka akan menjelma sebagai delapan putera Prabu Santanu Santanu dan  dan dilahirkan oleh Dewi Gangga. Bisma merupakan penjelmaan Wasu yang bernama Prabhata.

Kehidupan awal Sementara tujuh kakaknya yang telah lahir meninggal karena ditenggelamkan ke sungai Gangga oleh Gangga oleh ibu mereka sendiri, Bisma berhasil selamat karena perbuatan ibunya dicegah oleh ayahnya. Kemudian, sang ibu membawa Bisma yang masih bayi ke surga, meninggalkan Prabu Santanu Santanu sendirian.  sendirian. Setelah 36 tahun kemudian, Sang Prabu menemukan puteranya secara tidak sengaja di hilir sungai Gangga. Gangga. Dewi Gangga kemudian Gangga kemudian menyerahkan anak tersebut kepada Sang Prabu, dan memberinya nama Dewabrata. Dewabrata kemudian menjadi pangeran yang cerdas dan gagah, dan dicalonkan sebagai pewaris kerajaan. Namun karena janjinya terhadap Sang Dasapati, ayah Satyawati (ibu Satyawati  (ibu tirinya), ia rela untuk tidak mewarisi tahta serta tidak menikah seumur hidup agar kelak keturunannya tidak memperebutkan tahta kerajaan dengan keturunan Satyawati. Karena ketulusannya tersebut, ia diberi nama Bisma dan dianugerahi agar mampu bersahabat dengan Sang Dewa Waktu sehingga ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma memiliki dua adik tiri dari ibu tirinya yang bernama Satyawati Satyawati.. Mereka bernama Citr ānggada nggada dan  dan Wicitrawirya Wicitrawirya.. Demi kebahagiaan adik-adiknya, ia pergi ke Kerajaan Kasi dan Kasi dan memenagkan sayembara sehingga berhasil membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba bernama Amba,, Ambika  Ambika,, dan Ambalika dan Ambalika,, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya. Karena Citr ānggada nggada wafat,  wafat, maka Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya Wicitrawirya sedangkan  sedangkan Amba mencintai Bisma namun Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur hidup. Demi usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Atas kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi be reinkarnasi menjadi  menjadi seorang pangeran yang memiliki sifat kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada Drupada yang  yang bernama Srikandi Srikandi.. Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi yang membantu Arjuna membantu Arjuna dalam  dalam pertempuran akbar di Kurukshetra. Kurukshetra. 

 

Pendidikan Bisma mempelajari ilmu politik dari Brihaspati Brihaspati (guru  (guru para Dewa Dewa), ), ilmu Veda Veda dan  dan Vedangga Vedangga dari  dari Resi Wasistha Wasistha,, dan ilmu perang dari Parasurama Parasurama (Ramaparasu;  (Ramaparasu; Rama Bargawa), seorang ksatria legendaris sekaligus salah satu Chiranj ī   ī win yang win yang hidup abadi sejak zaman Treta Yuga. Yuga. Dengan berguru kepadanya Bisma mahir dalam menggunakan segala jenis senjata dan karena kepandaiannya tersebut ia ditakuti oleh segala lawannya. Bisma berhenti belajar kepada Parasurama karena perdebatan mereka di asrama tentang masalah Amba masalah Amba.. Pada saat itu dengan sengaja Bisma mendorong Parasurama sampai terjatuh, dan semenjak itu Parasurama bersumpah untuk tidak lagi menerima murid dari kasta Kshatriya Kshatriya karena  karena membuat susah.  

Peran dalam Dinasti Kuru Di lingkungan keraton Hastinapura Hastinapura,, Bisma sangat dihormati oleh anak-cucunya. Tidak hanya karena ia tua, namun  juga karena kemahirannya kemahirannya dalam bidang militer militer dan peperangan. Dalam setiap setiap pertempuran, pastilah pastilah ia selalu menang karena sudah sangat berpengalaman. Yudistira Yudistira juga  juga pernah mengatakan, bahwa tidak ada yang sanggup menaklukkan Bisma dalam pertempuran, bahkan apabila laskar Dewa dan laskar Asura laskar Asura menggabungkan  menggabungkan kekuatan dan dipimpin oleh Indra Indra,, Sang Dewa Perang. Bisma sangat dicintai oleh Pandawa Pandawa maupun  maupun Korawa Korawa.. Mereka menghormatinya sebagai seorang kakek sekaligus kepala keluarga yang bijaksana. Kadangkala Pandawa menganggap Bisma sebagai ayah mereka (Pandu Pandu), ), yang sebenarnya telah wafat. 

Perang di Kurukshetra Saat perang antara Pandawa Pandawa dan  dan Korawa Korawa meletus,  meletus, Bisma berada di pihak Korawa. Sesaat sebelum pertempuran, ia berkata kepada Yudistira Yudistira bahwa  bahwa dirinya telah diperbudak oleh kekayaan, dan dengan kekayaannya Korawa mengikat Bisma. Meskipun demikian, karena Yudistira telah melakukan penghormatan sebelum pertempuran, maka Bisma merestui Yudistira dan berdo’a agar kemenangan berada di pihak Pandawa, meskipun Bisma sangat sulit untuk ditaklukkan. Bisma juga pernah berkata kepada Duryodana Duryodana,, bahwa meski dirinya (Bisma) memihak Korawa, kemenangan sudah pasti berada di pihak Pandawa karena Kresna Kresna berada  berada di sana, dan dimanapun ada Kresna maka [2]

di sanalah terdapat kebenaran serta keberuntungan dan dimanapun ada Arjuna ada Arjuna,, di sanalah terdapat kejayaan.   Dalam pertempuran akbar di dataran keramat Kurukshetra Kurukshetra,, Bisma bertarung dengan dahsyat. Prajurit dan ksatria yang melawannya pasti binasa atau mengalami luka berat. Dalam kitab Bismaparwa Bismaparwa dikatakan  dikatakan bahwa di dunia ini para ksatria sulit menandingi kekuatannya dan tidak ada yang mampu melawannya selain Arjuna selain Arjuna –  – ksatria berpanah yang terkemuka – dan Kresna Kresna –  – penjelmaan penjelmaan  Wisnu Wisnu.. Meskipun Arjuna mendapatkan kesempatan untuk melawan Bisma, namun ia sering bertarung dengan setengah hati, mengingat bahwa Bisma adalah kakek kandungnya sendiri. Hal yang sama juga dirasakan oleh Bisma, yang masih sayang dengan Arjuna, cucu yang sangat dicintainya. Kresna yang Kresna  yang menjadi kusir kereta Arjuna dalam peperangan, menjadi marah dengan sikap Arjuna yang masih segan untuk menghabisi nyawa Bisma, dan ia nekat untuk menghabisi nyawa Bisma dengan tangannya sendiri. Dengan mata yang menyorot tajam memancarkan kemarahan, ia memutar-mutar chakra chakra di  di atas tangannya dan memusatkan

 

perhatian untuk membidik leher Bisma. Bisma tidak menghindar, namun justru bahagia jika gugur di tangan Madhawa (Kresna). Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menarik kaki Kresna untuk menghentikan langkahnya. Dengan sedih dan suara tersendat-sendat, tersendat-sendat, Arjuna  Arjuna berkata,  berkata, “O Kesawa (Kresna (Kresna), ), janganlah paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna (Kresna), ), apabila paduka melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akan membunuh kakek yang terhormat itu!…” Kresna tidak menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, ia mengurungkan niatnya dan da n naik kembali ke atas keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali pertarungannya. pe rtarungannya. 

Kematian Sebelum hari kematiannya, Pandawa Pandawa dan  dan Kresna Kresna mendatangi  mendatangi kemah Bisma di malam hari untuk mencari tahu kelemahannya. Bisma mengetahui bahwa Pandawa Pandawa dan  dan Kresna Kresna telah  telah masuk ke dalam kemahnya dan ia menyambut mereka dengan ramah. Ketika Yudistira Yudistira menanyakan  menanyakan apa yang bisa diperbuat untuk menaklukkan Bisma yang sangat mereka hormati, Bisma menjawab: .. ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang seseorang yang telah membuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang kebesarannya hancur, orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah, dan aku pun tidak akan menyerang seorang wanita, juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah dan tak mampu menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau pun orang yang sedang mabuk. Dengan itu semua aku enggan bertarung Bisma juga mengatakan apabila pihak Pandawa Pandawa ingin  ingin mengalahkannya, mereka harus menempatkan seseorang yang membuat Bisma enggan untuk bertarung di depan kereta Arjuna kereta Arjuna,, karena ia yakin hanya Arjuna dan Kresna Kresna   yang mampu mengalahkannya dalam peperangan. Dengan bersembunyi di belakang orang yang membuat Bisma enggan berperang, Arjuna berperang, Arjuna harus  harus mampu melumpuhkan Bisma dengan panah-panahnya. Berpedoman kepada pernyataan tersebut, Kresna Kresna menyadarkan  menyadarkan Arjuna akan kewajibannya. Meski Arjuna masih segan, namun ia menuntaskan tugas tersebut. Pada hari kesepuluh, Srikandi Srikandi menyerang  menyerang Bisma, namun Bisma tidak melawan. Di belakang Srikandi Srikandi,, Arjuna menembakkan panah-panahnya yang dahsyat dan melumpuhkan Bisma. Panah-panah tersebut menancap dan menembus baju zirahnya, zirahnya, kemudian Bisma terjatuh dari keretanya, tetapi badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh puluhan panah panah yang  yang menancap di tubuhnya. Namun Bisma tidak gugur seketika karena ia boleh menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma menghembuskan nafasnya setelah ia menyaksikan kehancuran pasukan Korawa Korawa dan  dan setelah ia memberikan wejangan suci kepada Yudistira Yudistira setelah  setelah perang Bharatayuddha Bharatayuddha selesai.  selesai. 

 

Bisma dalam pewayangan Jawa  Antara Bisma dalam kitab Mahabharata Mahabharata dan  dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, namun tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh proses Jawanisasi , yaitu membuat kisah wiracarita dari India India bagaikan  bagaikan terjadi di pulau Jawa Jawa.. 

Riwayat   Bisma adalah anak Prabu Santanu Santanu,, Raja Astina dengan Dewi Gangga alias Gangga alias Dewi Jahnawi (dalam Jahnawi (dalam versi Jawa). Waktu

kecil bernama Raden Dewabrata Dewabrata yang  yang berarti keturunan Bharata yang luhur. Ia juga mempunyai nama lain Ganggadata. Dia adalah salah satu tokoh wayang wayang yang  yang tidak menikah yang disebut dengan istilah Brahmacarin Brahmacarin.. Berkediaman di pertapaan Talkanda. Bisma dalam tokoh perwayangan digambarkan seorang yang sakti, dimana sebenarnya ia berhak atas tahta Astina tahta Astina akan  akan tetapi karena keinginan yang luhur dari dirinya demi menghindari perpecahan dalam negara Astina negara Astina ia  ia rela tidak menjadi raja raja.. Resi Bisma sangat sakti mandraguna dan banyak yang bertekuk lutut kepadanya. Ia mengikuti sayembara sayembara untuk  untuk mendapatkan putri bagi Raja Hastina Hastina dan  dan memboyong 3 Dewi. Salah satu putri yang dimenangkannya adalah Dewi  Amba dan  Amba  dan Dewi Amba ternyata mencintai Bisma. Bisma tidak bisa menerima cinta Dewi Amba karena dia hanya wakil untuk mendapatkan Dewi Amba. Namun Dewi Amba tetap berkeras hanya mau menikah dengan Bisma. Bisma pun menakut-nakuti Dewi Amba dengan senjata saktinya yang justru tidak sengaja membunuh Dewi Amba. Dewi  Amba yang sedang sekarat dipeluk oleh Bisma sambil sambil menyatakan bahwa sesungguhnya dirinya dirinya juga mencintai mencintai Dewi Amba. Setelah roh Dewi Amba keluar dari jasadnya kemudian mengatakan bahwa dia akan menjemput Bisma suatu saat agar bisa bersama di alam lain dan Bisma pun menyangupinya. Diceritakan roh Dewi Amba menitis menitis   kepada Srikandi Srikandi yang  yang akan membunuh Bisma dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya moksa moksa ke  ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan Dewi Durgandini atau Dewi Satyawati Satyawati,, istri Parasara Parasara yang  yang telah berputra Resi Wyasa Wyasa.. Setelah Durgandini bercerai, ia dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan Citr ānggada nggada dan  dan Wicitrawirya Wicitrawirya,, yang menjadi saudara Bisma seayah lain ibu. Setelah menikahkan Citr ānggada nggada dan  dan Wicitrawirya Wicitrawirya,, Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda Citr ānggada dan Wicitrawirya diserahkan pada Wyasa, putra Durgandini dari suami pertama. Wyasa Wyasa-lah -lah yang kemudian menurunkan Pandu dan Dretarata, orangtua Pandawa dan Kurawa. Demi janjinya membela Astina membela Astina,, Bisma berpihak pada Korawa Korawa dan  dan mati terbunuh oleh Srikandi Srikandi di  di perang Bharatayuddha.. Bharatayuddha Bisma memiliki kesaktian tertentu, yaitu ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Maka ketika sudah sekarat terkena panah, ia minta sebuah tempat untuk berbaring. Korawa Korawa memberinya  memberinya tempat pembaringan mewah namun ditolaknya, akhirnya Pandawa Pandawa memberikan  memberikan ujung panah sebagai alas tidurnya (kasur panah) (sarpatala (sarpatala). ). Tetapi ia belum ingin meninggal, ingin melihat akhir daripada perang Bharatayuddha. 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Bisawarna - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

December 23, 2007

Bima w/ lindu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 23, 2007

Bilung - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Bayu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Basupati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Basukunti - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Basuki - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Basudewa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Barat Waja - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Barata Branta - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Banuwati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Banjaranjali - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Bandondari - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Banaputra - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Bambang Wijanarko - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Balaupata - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Baladewa w/ rayung - Solo Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Baka - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Bagong w/ gembor - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Bagong dadi Ratu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Bagaspati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Badraini - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 As w a ta ma - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, Asw atama  (  (Sansekerta Sansekerta:: Aśvatthāmā) atau Ash wat th aman  (  (Sansekerta Sansekerta::  Aśvatthāman man)) adalah putera guru Dronacharya Dronacharya dengan  dengan Kripi. Sebagai putera tunggal, Dronacharya sangat  ī win, menyayanginya. Ia juga merupakan salah satu dari tujuh Chiranj ī  win, karena dikutuk untuk hidup selamanya tanpa

memiliki rasa cinta. Saat perang di Kurukshetra berakhir, Kurukshetra berakhir, hanya ia bersama Kretawarma Kretawarma dan  dan Krepa Krepa yang  yang bertahan hidup. Oleh karena dipenuhi dendam atas kematian ayahnya, ia menyerbu kemah Pandawa saat tengah malam dan melakukan pembantaian membabi buta. 

 Aswatama dalam Mahabharata Sebagian kisah hidup Aswatama dimuat dalam kitab Mahabharata Mahabharata.. Kisahnya yang terkenal adalah pembunuhan terhadap lima putera Pandawa Pandawa dan  dan janin yang dikandung oleh Utara Utara,, istri Abimanyu istri Abimanyu.. Janin tersebut berhasil dihidupkan kembali oleh Kresna Kresna namun  namun lima putera tidak terselamatkan nyawanya.  Riwayat  

 Aswatama merupakan merupakan putera dari Bagawan Drona Drona dengan  dengan Kripi, adik Krepa Krepa.. Semasa kecil ia mengenyam ilmu

 

militer bersama dengan para pangeran Kuru Kuru,, yaitu Korawa Korawa dan  dan Pandawa Pandawa.. Kekuatannya hampir setara dengan  Arjuna,, terutama dalam ilmu memanah. Saat perang di antara Pandawa dan Korawa meletus, ia memihak kepada  Arjuna Korawa, sama dengan ayahnya, dan berteman dengan Duryodana Duryodana..  Aswatama adalah ksatria besar dan konon pernah membangkitkan membangkitkan pasukan Korawa Korawa dari  dari duka cita dengan cara memanggil “Narayanāstra”. Namun Kresna menyuruh pasukan Pandawa agar menurunkan tangan dan karenanya senjata itu berhasil diatasi. Ia juga memanggil “Agney āstra” untuk menyerang Arjuna namun berhasil ditumpas dengan Brahmastra. Pertarungannya dengan Bima Bima dalam  dalam Bharatayuddha Bharatayuddha berakhir  berakhir secara “skakmat”. Kabar angin yang salah mengenai kematiannya dalam perang di Kurukshetra membuat Kurukshetra membuat ayahnya meninggal di tangan pangeran Drestadyumna Drestadyumna.. Aswatama yang menaruh dendam mendapat izin dari Duryodana Duryodana untuk  untuk membunuh Drestadyumna secara brutal setelah perang berakhir secara resmi. Saat akhir peperangan, Aswatama berjanji kepada Duryodana bahwa ia akan membunuh Pandawa Pandawa,, dan menyerang kemah Pandawa saat tengah malam, namun karena kesalahan ia membunuh 5 putera Pandawa dengan Dropadi Dropadi (  (Pancawala Pancawala). ). Pandawa yang Pandawa  yang marah dengan perbuatan tersebut memburu Aswatama dan akhirnya ia bertarung dengan Arjuna dengan Arjuna.. Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata ‘Brahmashira’ yang sangat dahsyat, yang dulu ingin ditukar dengan chakra milik Kresna Kresna namun  namun tidak berhasil. Dengan senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan mengeluarkan senjata yang sama. Takut akan kehancuran dunia, Bagawan Byasa Byasa menyuruh  menyuruh agar kedua ksatria tersebut mengembalikan senjatanya kembali. Sementara Sementara Arjuna  Arjuna berhasil  berhasil melakukannya, Aswatama (yang mungkin kurang pintar) tidak bisa melakukannya dan diberi pilihan agar senjata menyerang target lain untuk dihancurkan. Dengan rasa dendam, Aswatama mengarahkan senjata menuju rahim para par a wanita di keluarga Pandawa Pandawa.. Di antara mereka adalah Utara Utara,, menantu Arjuna. Oleh karena itu Utara tidak bisa melahirkan Parikesit Parikesit,, putera Abimanyu putera Abimanyu,, yang kelak akan meneruskan keturunan para Pandawa bersaudara. Senjata Brahmastra berhasil membakar si jabang bayi, namun Kresna Kresna menghidupkannya  menghidupkannya lagi dan mengutuk Aswatama agar menderita kusta kusta dan  dan mengembara di bumi selama 3.000 tahun sebagai orang buangan tanpa rasa kasih sayang. Dalam versi lain, dipercaya bahwa ia dikutuk agar terus hidup sampai akhir zaman Kali Yuga. Yuga.  Aswatama juga harus harus menyerahkan batu permata berharga (“Mani”) yang yang terletak di dahinya, dahinya, yaitu permata permata yang membuatnya tidak takut terhadap segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut terhadap para Dewa, danawa danawa,, dan naga naga.. 

 Aswatama dalam pewayangan Jawa Riwayat hidup Aswatama dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata yang Mahabharata  yang berasal dari Tanah Hindu, Hindu, yaitu India India,, dan berbahasa Sansekerta Sansekerta.. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.  Riwayat  

 Aswatama adalah putra Bagawan Drona alias Drona alias Resi Drona dengan Dewi Krepi, putri Prabu Purungaji dari negara

 

Tempuru. Ia berambut dan bertelapak kaki kuda karena ketika awal mengandung dirinya, Dewi Krepi sedang beralih rupa menjadi kuda Sembrani, dalam upaya menolong Bambang Kumbayana (Resi Drona Drona)) terbang menyeberangi lautan.  Aswatama dari padepokan padepokan Sokalima dan seperti ayahnya memihak para Korawa Korawa pada  pada perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Ketika ayahnya, Resi Drona menjadi guru Keluarga Pandawa Pandawa dan  dan Korawa Korawa di  di Hastinapura Hastinapura,, Aswatama ikut serta dalam mengikuti pendidikan ilmu olah keprajuritan. Ia memiliki sifat pemberani, cerdik dan pandai mempergunakan segala macam senjata. Dari ayahnya, Aswatama mendapat pusaka yang sangat sakti berupa panah bernama Panah Cundamanik.. Cundamanik Cerita dalam khazanah khazanah  Sastra Jawa Baru dikenal Baru dikenal sebagai lakon wayang wayang:: “Aswatama Gugat”.  Aswatama pada kesempatan kesempatan itu ingin membalas dendam kematian kematian ayahnya, bagawan Drona Drona.. Pada perang Bharatayuddha,, Drona gugur karena disiasati oleh para Pandawa Bharatayuddha Pandawa.. Mereka berbohong bahwa “Aswatama” telah gugur, tetapi yang dimaksud bukan dia melainkan seekor gajah gajah yang  yang bernama Hestitama (Hesti  (Hesti  berarti  berarti Gajah) namun terdengar seperti Aswatama. Lalu Drona menjadi putus asa setelah ia menanyakannya kepada Yudistira Yudistira   yang dikenal tak pernah berbohong pun mengatakan iya.  Aswatama juga merasa merasa kecewa dengan sikap Prabu Duryudana Duryudana yang  yang terlalu membela Prabu Salya Salya yang  yang dituduhnya sebagai penyebab gugurnya Adipati Karna Karna.. Aswatama memutuskan mundur dari kegiatan perang Bharatayudha Bharatayudha.. Setelah Perang Bharatayuda berakhir dan keluarga Pandawa Pandawa pindah  pindah dari Amarta dari Amarta ke  ke Astina, secara bersembunyi  Aswatama masuk masuk menyelundup ke ke dalam istana Astina. Astina. Ia berhasil berhasil membunuh Drestadyumena Drestadyumena (pembunuh  (pembunuh ayahnya, Resi Drona), Pancawala Pancawala (putra  (putra Prabu Puntadewa), Dewi Banowati (Janda Banowati (Janda Prabu Duryodana) dan Dewi Srikandi, Srikandi, sebelum akhirnya ia mati oleh Bima Bima,, badannya hancur dipukul Gada Rujakpala. 

December 23, 2007

 As w an ik um b a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 As w an i - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 As wa n - So lo   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 As m a r a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 

 Ar ju na w ij a ya - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

December 23, 2007

 Ar j un as as r a b a hu - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 23, 2007

 Ar j un a pa ti - So l o  

 

Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 Ar j un a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 Ar im uk a - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 Ar im bi - So lo   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 Ar im b i Ra se k si - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 Ar im b a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An tr a ka w ul a n - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

 

December 23, 2007

 An ta w ir ya - So lo   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 23, 2007

 An ta se n a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An t ar e ja - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 An t ag o p a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An ta b og a - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An om a n - So lo   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta

Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 An ja ni - So lo   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An ja ni K e ra - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An im a nd a ya - So lo   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 An il a - So lo   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An gk a wi ja ya - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An gg ra in i - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 An gg i sr a n a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An g gi r a - So lo   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An gg aw an gs a - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 An gg ad a - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 An dr ik a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 Am on gm ur k a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 Am on gd e n t a - So lo   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 Am b ik a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Dalam Mahabharata Mahabharata,, Amb ik a  merupakan puteri dari Raja Kasi Kasi dan  dan istri dari Wicitrawirya Wicitrawirya,, Raja Hastinapura Hastinapura.. Bersama dengan saudaranya, Amba saudaranya, Amba dan  dan Ambalika  Ambalika,, ia direbut oleh Bisma Bisma dalam  dalam sebuah sayembara sayembara (Bisma  (Bisma menantang para raja dan pangeran yang berkumpul lalu menaklukkan mereka). Bisma mempersembahkan mereka kepada Satyawati Satyawati untuk  untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya Wicitrawirya.. Namun Wicitrawirya wafat dalam usia muda sebelum memberikan keturunan bagi Ambika. Setelah kematian Wicitrawirya, ibunya Bisma yaitu Satyawati Satyawati,, mengajukan permohonan pertamanya kepada Resi Weda Wyasa (Bagawan Wyasa (Bagawan Byasa Byasa)) untuk melanjutkan garis keturunan Dinasti Kuru. Kuru. Sesuai dengan keinginan Satyawati, Sang Bagawan mengunjungi kedua istri Wicitrawirya untuk menganugerahkan mereka masing-masing seorang putera. Ketika Byasa mengunjungi Ambika, ia melihat rupa Byasa sangat menakutkan dan penampilannya

 

sangar dengan mata yang menyala-nyala. Dalam keadaannya yang ketakutan, ia menutup matanya dan tidak berani membukanya. Maka dari itu, Dretarastra Dretarastra (puteranya),  (puteranya), ayah para Korawa Korawa,, terlahir buta. Setelah kelahiran Dretarastra, ketika Satyawati meminta Byasa untuk mengunjungi Ambika untuk kedua kalinya,  Ambika tidak mau datang dan mengirimkan mengirimkan pelayan menggantikan menggantikan dirinya. Maka Maka si pelayan melahirkan Widura Widura,, yang kemudian diasuh sebagai adik Dretarastra Dretarastra dan  dan Pandu Pandu..  Ambika hidup beberapa beberapa lama sampai memiliki memiliki cucu, yaitu yaitu Pandawa Pandawa dan  dan Korawa Korawa.. Ketika Pandu Pandu mangkat,  mangkat, Satyawati mengajak Ambika untuk mengasingkan diri ke dalam hutan bersama-sama, demi meninggalkan kehidupan duniawi. Keinginan tersebut disetujui oleh Ambika. Bersama dengan Ambalika, mereka bertiga pergi ke dalam hutan meninggalkan Hastinapura, dan membiarkan penerus Dinasti Kuru menentukan Kuru menentukan nasibnya sendiri. 

December 23, 2007

 Am b a li ka - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Dalam Mahabharata Mahabharata,, Amb ali ka  merupakan puteri Raja Kasi Kasi dan  dan istri dari Wicitrawirya Wicitrawirya,, Raja Hastinapura Hastinapura.. Bersama dengan saudaranya, yaitu Amba yaitu Amba dan  dan Ambika  Ambika,, ia direbut oleh Bisma Bisma dalam  dalam sebuah sayembara sayembara (Bisma  (Bisma menantang para raja dan pangeran yang berkumpul lalu menaklukkan mereka.) Bisma mempersembahkan mereka kepada Satyawati Satyawati untuk  untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya Wicitrawirya.. Namun Wicitrawirya wafat dalam usia muda sebelum memberikan keturunan kepada Amb ali alika ka . Setelah kematian Wicitrawirya Wicitrawirya,, ibunya Bisma yaitu Satyawati Satyawati,, mengajukan permohonan pertamanya kepada Resi Weda Wyasa (Bagawan Wyasa (Bagawan Byasa Byasa)) untuk melanjutkan garis keturunan Dinasti Kuru. Kuru. Sesuai dengan permohonan Satyawati, Sang Bagawan mengunjungi istri Wicitrawirya untuk menganugerahi mereka seorang putera. Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putera yang buta seperti yang telah

 

dilakukan oleh Ambika  (Ambika melahirkan putera buta bernama Dretarastra Dretarastra). ). Karena taat dengan perintah oleh Ambika (Ambika mertuanya, ia terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu Pandu (puteranya),  (puteranya), ayah para Pandawa Pandawa,, terlahir pucat.  Ambalika hidup beberapa beberapa lama di Hastinapura Hastinapura sampai  sampai ia memiliki cucu, yaitu para Pandawa Pandawa dan  dan Korawa Korawa.. Ketika puteranya yang bernama Pandu Pandu telah  telah wafat, perasaan Ambalika terpukul. Atas saran dari Satyawati Satyawati,, Ambalika meninggalkan kehidupan duniawi dan pergi ke dalam hutan. Bersama dengan Ambika, mereka betiga meninggalkan para penerus Dinasti Kuru di Kuru di Hastinapura Hastinapura.. 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 Am b a - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

   Amb a (  (Sansekerta Sansekerta::  Ambā) adalah puteri sulung dari raja di Kerajaan Kasi dalam Kasi dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Bersama

dengan tiga adiknya yang lain, yaitu yaitu Ambika  Ambika dan  dan Ambalika  Ambalika,, Amba diboyong ke Hastinapura Hastinapura oleh  oleh Bisma Bisma untuk  untuk diserahkan kepada Satyawati Satyawati dan  dan dinikahkan kepada adiknya yang bernama Wicitrawirya Wicitrawirya,, raja Hastinapura Hastinapura..   Amba dalam Mahab Mahabharata harata  Penolakan Bisma 

Kedua adik Amba menikah dengan Wicitrawirya Wicitrawirya,, namun hati Amba tertambat kepada Bisma Bisma.. Amba berkata, “Dewabrata, saya tidak mau diberikan kepada adikmu. Tujuanmu dahulu adalah mengambil kami bertiga untukmu, dan ayahku memberikan kami untukmu saja, setelah sayembara itu“. itu“. 

 

Bisma yang  yang bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup, menolak untuk menikah dengan Amba karena takut Bisma melanggar sumpah. Namun kemanapun ia pergi, Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma mengungsi ke tempat gurunya, yaitu Rama Bargawa atau Bargawa atau Parasurama Parasurama.. Cukup lama ia tinggal di sana, jauh dari Hastinapura Hastinapura,, meninggalkan keluarganya. Parasurama heran dengan puteri cantik yang selalu mengikuti Bisma. Atas penjelasan Bisma, Parasurama tahu Parasurama  tahu bahwa puteri cantik tersebut bernama Amba. Parasurama membujuk Bisma agar mau menikahi  Amba. Karena terus-menerus terus-menerus mengatakan mengatakan sesuatu yang membuat membuat Bisma tidak nyaman, Bisma mendorong guurnya guurnya tersebut hingga jatuh. Semenjak itu, Parasurama Parasurama mengusir  mengusir Bisma dan bersumpah bahwa ia tidak akan menerima murid dari kasta kasta  Kshatriya Kshatriya lagi.  lagi.  Kematian Amba 

Dalam pengembaraan Bisma Bisma,, Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma menodongkan panah ke arah Amba, untuk menakut-nakutinya menakut-nakutiny a agar ia segera pergi. Namun Amba berkata, “Dewabrata, “ Dewabrata, saya mendapat bahagia atau mati, karena tanganmu. Saya malu jika harus pulang ke tempat orang tuaku ataupun kembali Hastinapura Hastinapura.. Dimanakah tempat bagiku untuk berlindung?“ berlindung?“ 

Bisma terdiam Bisma  terdiam mendengar perkataan Amba. Lama ia merentangkan panahnya sehingga tangannya berkeringat. Panah pun terlepas karena tangannya basah dan licin oleh keringat. Panahnya menembus dada Amba. Dengan segera Bisma membalut lukanya. Ia menangis tersedu-sedu. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Amba berpesan kepada Bisma, bahwa ia akan menjelma sebagai anak Raja Drupada Drupada yang  yang banci, yang ikut serta dalam pertempuran akbar antara Pandawa Pandawa dan  dan Korawa Korawa.. Setelah Amba berpesan kepada Bisma Bisma untuk  untuk yang terakhir kalinya, ia pun menghembuskan nafas terakhirnya, seperti tidur nampaknya. Dalam kehidupan selanjutnya, Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi Srikandi,, yang memihak Pandawa saat Pandawa  saat perang di Kurukshetra. Kurukshetra. Srikandi adalah anak Raja Drupada Drupada dari  dari Kerajaan Panchala yang Panchala yang berkelamin netral atau waria waria (wanita+pria).  (wanita+pria). 

 Amba dalam pewayangan pewayangan Jawa Kisah hidup Amba antara kitab Adiparwa kitab Adiparwa (buku  (buku pertama Mahabharata Mahabharata)) dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, seperti misalnya nama-nama tokoh maupun kerajaan di India India yang  yang diubah agar bernuansa Jawa Jawa,, namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama.  Riwayat Amba 

Dewi Amba adalah putri sulung dari tiga bersaudara, putri Prabu Darmahumbara, raja negara Giyantipura dengan peramisuri Dewi Swargandini. Kedua adik kandungnya bernama: Dewi De wi Ambika  Ambika (  ( Ambalika)  Ambalika) dan Dewi Ambiki (Ambaliki). Dewi Amba dan kedua adiknya menjadi putri boyongan Resi Bisma ( Bisma (Dewabrata Dewabrata), ), putra Prabu Santanu Santanu dengan  dengan Dewi Jahnawi ( Jahnawi  (Dewi Dewi Gangga) Gangga) dari negara Astina negara Astina yang  yang telah berhasil b erhasil memenangkan sayembara sayembara tanding  tanding di negara Giyantipura dengan membunuh Wahmuka dan Arimuka. Karena merasa sebelumnya telah dipertunangkan dengan

 

Prabu Citramuka, raja negara Swantipura, Dewi Amba memohon kepada Dewabrata Dewabrata agar  agar dikembalikan kepada Prabu Citramuka. Persoalan mulai timbul. Dewi Amba yang ditolak oleh Prabu Citramuka karena telah menjadi putri boyongan, keinginannya ikut ke Astina ke Astina juga  juga ditolak Dewabarata. De wabarata. Karena Dewi Amba terus mendesak dan memaksanya, akhirnya tanpa sengaja ia tewas oleh panah Dewabrata yang semula hanya bermaksud untuk menakut-nakutinya. Sebelum meninggal Dewi Amba mengeluarkan kutukan, akan menuntut balas kematiannya dengan perantaraan seorang prajurit wanita, yaitu Srikandi Srikandi.. Kutukan Dewi Amba terhadap Dewabrata menjadi kenyataan. Dalam perang Bharatayuda Bharatayuda arwahnya  arwahnya menjelma dalam tubuh Dewi Srikandi yang Srikandi yang berhasil menewaskan Resi Bisma (Dewabrata). Bisma (Dewabrata). 

December 23, 2007

 Ag ny a na w a ti - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 Ad ir a t a - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 Ad im a ng g a la - So lo  

 

Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 23, 2007

 Ab iy as a - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

 Ab iy as a Ra j a - S ol o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

   Abiy  Ab iy asa at au B yas a (  (Sansekerta Sansekerta:: Vy āsa sa)) (dalam pewayangan disebut Resi Abyasa) adalah figur penting dalam

agama Hindu Hindu.. Beliau juga bergelar Weda Wyasa (orang Wyasa (orang yang mengumpulkan berbagai karya para resi resi dari  dari masa sebelumnya, membukukannya, membukukannya, dan dikenal sebagai Weda Weda.. Beliau juga dikenal dengan nama Krishna Dwaipayana. Beliau adalah filsuf , sastrawan sastrawan  India India yang  yang menulis epos terbesar di dunia, yaitu Mahabharata Mahabharata.. Sebagian riwayat hidupnya diceritakan dalam Mahabharata Mahabharata.. Dalam Mahabharata, dapat diketahui bahwa orangtua Resi Byasa adalah Bagawan Parasara Parasara dan  dan Dewi Satyawati Satyawati (alias  (alias Durgandini atau Gandhawati). 

 

Kelahiran Dalam kitab Mahabharata Mahabharata diketahui  diketahui bahwa orangtua Byasa adalah Resi Parasara Parasara dan  dan Satyawati Satyawati.. Diceritakan bahwa pada suatu hari, Resi Parasara berdiri di tepi Sungai Yamuna Yamuna,, minta diseberangkan dengan perahu. Satyawati menghampirinya lalu mengantarkannya ke seberang dengan perahu perahu.. Di tengah sungai sungai,, Resi Parasara terpikat oleh kecantikan Satyawati. Satyawati kemudian bercakap-cakap dengan Resi Parasara, sambil menceritakan bahwa ia terkena penyakit penyakit yang  yang menyebabkan badannya berbau busuk. Ayah Satyawati Satyawati berpesan,  berpesan, bahwa siapa saja lelaki yang dapat menyembuhkan penyakitnya boleh dijadikan suami. Mendengar hal itu, Resi Parasara berkata bahwa ia bersedia menyembuhkan penyakit Satyawati. Karena kesaktiannya sebagai seorang resi, Parasara menyembuhkan Satyawati dalam sekejap. Setelah lamaran disetujui oleh orangtua Satyawati Satyawati,, Parasara Parasara dan  dan Satyawati melangsungkan pernikahan. Kedua mempelai menikmati malam pertamanya di sebuah pulau di tengah sungai Yamuna Yamuna,, konon terletak di dekat kota Kalpi di Kalpi  di distrik Jalaun Jalaun di  di Uttar Pradesh, Pradesh, India India.. Di sana Resi Parasara menciptakan kabut gelap nan tebal agar pulau tersebut tidak dapat dilihat orang. Dari hasil hubungannya, lahirlah seorang anak yang sangat luar biasa. Ia diberi nama Krishna Dwaipayana, karena kulitnya hitam (krishna ( krishna)) dan lahir di tengah pulau (dwaipayana (dwaipayana). ). Anak tersebut tumbuh menjadi dewasa dengan cepat dan mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang resi.  Weda Wyasa Umat Hindu Hindu memandang  memandang Krishna Dwaipayana sebagai tokoh yang membagi Weda Weda menjadi  menjadi empat bagian (Catur Weda), dan oleh karena itu ia juga memiliki nama Weda Wyasa yang artinya “Pembagi Weda”. Kata Wyasa berarti “membelah”, “memecah”, “membedakan”. Dalam proses pengkodifikasian Weda, Wyasa dibantu oleh empat muridnya, yaitu Pulaha Pulaha,, Jaimini Jaimini,, Samantu Samantu,, dan Wesampayana Wesampayana.. Telah diperdebatkan apakah Wyasa adalah nama seseorang ataukah kelas para sarjana yang membagi Weda. Wisnupurana memiliki Wisnupurana  memiliki teori menarik mengenai Wyasa. Menurut pandangan Hindu Hindu,, alam semesta adalah suatu siklus, ada dan tiada berulang kali. Setiap siklus dipimpin oleh beberapa Manu Manu,, satu untuk setiap Manwantara Manwantara,, yang memiliki empat zaman, disebut Catur Yuga (empat Yuga (empat Yuga). Dwapara Yuga adalah Yuga adalah Yuga yang ketiga. Purana Purana (Buku  (Buku 3, Ch 3) berkata: Dalam setiap zaman ketiga (Dwapara), Wisnu Wisnu,, dalam diri Wyasa, untuk menjaga kualitas umat manusia, membagi Weda,, yang seharusnya satu, menjadi beberapa bagian. Mengamati terbatasnya ketekunan, energi, dan dengan Weda wujud yang tak kekal, ia membuat Weda empat bagian, sesuai kapasitasnya; dan raga yang dipakainya, dalam menjalankan tugas untuk mengklasifikasi, dikenal dengan nama Wedawyasa

Tokoh Mahabharata Selain dikenal sebagai tokoh yang membagi Weda Weda menjadi  menjadi empat bagian, Byasa juga dikenal sebagai penulis (pencatat) sejarah dalam Mahabharata Mahabharata,, namun ia juga merupakan tokoh penting dalam riwayat yang disusunnya itu. ā

Ibunya (Satyawati (Satyawati)) menikah dengan Santanu Santanu,, Raja Hastinapura Hastinapura.. Dari perkawinannya lahirlah Citr  nggada nggada dan  dan Wicitrawirya.. Citr ānggada gugur dalam suatu pertempuran, sedangkan Wicitrawirya wafat karena sakit. Karena Wicitrawirya

 

kedua pangeran itu wafat tanpa memiliki keturunan, Satyawati menanggil Byasa agar melangsungkan suatu yajña yajña   (upacara suci) untuk memperoleh keturunan. Kedua janda Wicitrawirya yaitu Ambika yaitu Ambika dan  dan Ambalika  Ambalika diminta  diminta menghadap Byasa sendirian untuk diupacarai. Sesuai dengan aturan upacara, pertama Ambika pertama Ambika menghadap  menghadap Byasa. Karena ia takut melihat wajah Byasa yang sangat hebat, maka ia menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, Byasa berkata bahwa anak Ambika akan terlahir buta. Kemudian Kemudian Ambalika  Ambalika menghadap  menghadap Byasa. Sebelumnya Satyawati Satyawati   mengingatkan agar Ambalika tidak menutup mata supaya anaknya tidak terlahir buta seperti yang terjadi pada  Ambika. Ketika Ketika Ambalika memandang wajah Byasa, Byasa, ia menjadi takut takut namun tidak mau menutup mata mata sehingga wajahnya menjadi pucat. Byasa berkata bahwa anak Ambalika akan terlahir pucat. Anak Ambika yang buta bernama Dretarastra,, sedangkan anak Ambalika yang pucat bernama Pandu Dretarastra Pandu.. Karena kedua anak tersebut tidak sehat  jasmani, maka maka Satyawati memohon memohon agar Byasa melakukan melakukan upacara sekali sekali lagi. Kali ini, ini, Ambika dan Ambalika Ambalika tidak mau menghadap Byasa, namun mereka menyuruh seorang dayang-dayang untuk mewakilinya. Dayang-dayang itu bersikap tenang selama upacara, maka anaknya terlahir sehat, dan diberi nama Widura Widura.. Ketika Gandari Gandari kesal  kesal karena belum melahirkan, sementara Kunti Kunti sudah  sudah memberikan keturunan kepada Pandu Pandu,, maka kandungannya dipukul. Kemudian, seonggok daging dilahirkan oleh Gandari. Atas pertolongan Byasa, daging tersebut dipotong menjadi seratus bagian. Lalu setiap bagian dimasukkan ke dalam sebuah kendi dan ditanam di dalam tanah. Setahun kemudian, kendi tersebut diambil kembali. Dari dalamnya munculah bayi yang kemudian diasuh sebagai para putera Dretarastra Dretarastra.. Byasa tinggal di sebuah hutan di wilayah Kurukshetra Kurukshetra,, dan sangat dekat dengan lokasi Bharatayuddha Bharatayuddha,, sehingga ia tahu dengan detail bagaimana keadaan di medan perang Bharatayuddha, karena terjadi di depan matanya sendiri. Setelah pertempuran berakhir, Aswatama berakhir, Aswatama lari  lari dan berlindung di asrama Byasa. Tak lama kemudian Arjuna kemudian Arjuna beserta  beserta para Pandawa Pandawa menyusulnya.  menyusulnya. Di tempat tersebut mereka berkelahi. Baik Arjuna maupun Aswatama mengeluarkan senjata sakti. Karena dicegah oleh Byasa, maka pertarungan mereka terhenti.  

Penulis Mahabharata Pada suatu ketika, timbul keinginan Resi Byasa untuk menyusun riwayat keluarga Bharata Bharata.. Atas persetujuan Dewa Brahma,, Hyang Ganapati Brahma Ganapati (Ganesha)  (Ganesha) datang membantu Byasa. Ganapati meminta Wyasa agar ia menceritakan Mahabharata tanpa berhenti, sedangkan Ganapati yang akan mencatatnya. Setelah dua setengah tahun, Mahabharata berhasil disusun. Murid-murid Resi Byasa yang terkemuka seperti Pulaha Pulaha,, Jaimini Jaimini,, Sumantu Sumantu,, dan Wesampayana menuturkannya Wesampayana  menuturkannya berulang-ulang dan menyebarkannya ke seluruh dunia.  

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

 

 Ab im a n yu - So l o   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 Abim  Ab im any u  (  (Sansekerta Sansekerta:: abhiman’yu abhiman’yu)) adalah seorang tokoh dari wiracarita wiracarita  Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah putera Arjuna putera Arjuna dari  dari

salah satu istrinya yang bernama Subadra Subadra.. Ditetapkan bahwa Abimanyu-lah yang akan meneruskan Yudistira Yudistira.. Dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, ia dianggap seorang pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di Kurukshetra sebagai Kurukshetra  sebagai ksatria termuda dari pihak Pandawa Pandawa,, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utara Utara,, puteri Raja Wirata Wirata dan  dan memiliki seorang putera bernama Parikesit Parikesit,, yang lahir setelah ia gugur. 

 

 Arti nama  Abimanyu terdiri dari dua kata Sansekerta Sansekerta,, yaitu abhi  (berani)  (berani) dan man’yu  (tabiat). Dalam bahasa Sansekerta, Sansekerta, kata man’yu (tabiat).  Abhiman’yu secara  Abhiman’yu  secara harfiah harfiah berarti  berarti “ia yang memiliki sifat tak kenal takut” atau “yang bersifat kepahlawanan”. 

Kelahiran, pendidikan, dan pertempuran Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha Chakrawyuha dari  dari Arjuna  Arjuna.. Mahabharata Mahabharata menjelaskan  menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Kresna Kresna yang  yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra Subadra.. Kresna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra (ibu Abimanyu) tertidur maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.  Abimanyu menghabiskan menghabiskan masa kecilnya kecilnya di Dwaraka Dwaraka,, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna bernama  Arjuna yang  yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di bawah ba wah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara Uttara,, puteri Raja Wirata Wirata,, untuk mempererat hubungan antara Pandawa Pandawa dengan  dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha Bharatayuddha yang  yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya Matsya.. Sebagai cucu Dewa Indra Indra,, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatriaksatria besar seperti Drona Drona,, Karna Karna,, Duryodana Duryodana dan  dan Dursasana Dursasana.. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayahnya, pamannya, dan segala keinginan mereka. 

Kematian Abimanyu Pada hari ketiga belas Bharatayuddha Bharatayuddha,, pihak Korawa Korawa menantang  menantang Pandawa Pandawa untuk  untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai Chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna Kresna dan  dan  Arjuna tahu  Arjuna  tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi. Namun, pada hari itu, Kresna Kresna dan  dan Arjuna  Arjuna sibuk  sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karena Pandawa Pandawa sudah  sudah menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan namun mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha namun tidak tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut. Pada hari penting itu, Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. pandawa bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata Jayadrata,, Raja Sindhu Sindhu,, yang memakai anugerah Siwa Siwa agar  agar mampu menahan para Pandawa Pandawa kecuali  kecuali Arjuna  Arjuna,, hanya untuk satu hari. Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa Korawa..  Abimanyu membunuh membunuh dengan bengis beberapa ksatria ksatria yang mendekatinya, mendekatinya, termasuk termasuk putera Duryodana Duryodana,, yaitu Laksmana. Setelah menyaksikan menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap

 

Korawa untuk  untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal menghancurkan baju zirah Abimanyu, zirah Abimanyu, atas nasihat pasukan Korawa Drona,, Karna Drona Karna menghancurkan  menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putera Dursasana Dursasana mencoba  mencoba untuk bertarung dengan tangan kosong dengan Abimanyu. Namun tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai perisai hancur  hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putera Dursasana dengan cara menghancurkan kepalanya dengan gada gada.. 

 Arjuna membalas dendam dendam Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna membuat Arjuna sangat  sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar, bahwa seandainya Jayadrata Jayadrata tidak  tidak menghalangai para Pandawa Pandawa memasuki  memasuki formasi Chakrawyuha Chakrawyuha,, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian bersumpah akan membunuh Jayadrata Jayadrata pada  pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam. Menanggapi hal itu, pihak Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa Korawa mengahalanginya.  mengahalanginya. Hingga matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna Kresna menggunakan  menggunakan kecerdikannya. Ia membuat gerhana matahari, matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah tenggelam. Pihak Korawa maupun Pandawa Pandawa mengira  mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa Korawa tidak  tidak melanjutkan pertarungan dan Jayadrata tidak dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari muncul lagi dan Kresna Kresna menyuruh  menyuruh Arjuna  Arjuna agar  agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata.  Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, tersebut, hari sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata Jayadrata.. 

Penjelasan mengenai kematiannya  Abimanyu adalah inkarnasi inkarnasi dari  dari putera Dewa bulan. bulan. Ketika Sang Dewa bulan ditanya oleh Dewa yang lain mengenai kepergian puteranya ke bumi, ia membuat perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun sebagaimana ia tak dapat menahan perpisahan dengan puteranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran. Putera Abimanyu, yaitu Parikesit Parikesit,, lahir setelah kematiannya, dan menjadi satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang Kuru yang selamat setelah Bharatayuddha Bharatayuddha,, dan melanjutkan garis keturunan Pandawa Pandawa.. Abimanyu seringkali dianggap sebagai ksatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang sudi melepaskan hidupanya saat peperangan dalam usia yang masih sangat muda. 

 Abimanyu dalam pewayangan Jawa Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna putra Arjuna,, merupakan tokong penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa Jawa yang  yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India India.. 

 

Riwayat  

Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta Para Raja Hastina Hastina..  Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Angkawijaya, Jaya Murcita, Murcita, Jaka Pangalasan, Partasuta, Partasuta, Kirityatmaja, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna putra Arjuna,, salah satu dari lima ksatria Pandawa Pandawa   dengan Dewi Subadra Subadra,, putri Prabu Basudewa Basudewa,, Raja Mandura Mandura dengan  dengan Dewi Dewaki. Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada.  Abimanyu merupakan merupakan makhluk kekasih kekasih Dewata Dewata.. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mamp membuatnya mengerti dalam segala hal. Setelah dewasa ia mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar.  Abimanyu mempunyai mempunyai sifat dan watak watak yang halus, baik tingkah lakunya, lakunya, ucapannya terang, terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abiyasa.  Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang isteri, yaitu: Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna Kresna,, Raja Negara Dwarawati Dwarawati dengan  dengan Dewi Pratiwi, Dewi Uttari Uttari,, putri Prabu Matswapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata Wirata,, dan berputra Parikesit Parikesit.. Bharatayuddha 

 Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha setelah  setelah sebelumnya seluruh saudaranya mendahului gugur, pada saat itu ksatria dari Pihak Pandawa Pandawa yang  yang berada dimedan laga dan menguasai gelar strategi perang hanya tiga orang yakni Werkodara Werkodara,, Arjuna  Arjuna dan  dan Abimanyu. Gatotkaca Gatotkaca menyingkir  menyingkir karena Karna Karna merentangkan  merentangkan senjata Kuntawijayandanu. Werkodara dan Arjuna dipancing oleh ksatria dari pihak Korawa Korawa untuk  untuk keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu. Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi lupa untuk mengatur gelar perang, dia maju sendiri ketengah barisan Kurawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan pasukan Korawa. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap, Korawa Korawa menghujani  menghujani senjata ketubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam ( dalam pewayangan digambarkan lukanya “arang kranjang”  (banyak  (banyak sekali) dan  Abimanyu terlihat seperti landak karena karena berbagai senjata ditubuhnya) ditubuhnya) sebagai risiko pengucapan sumpah ketika ketika melamar Dewi Uttari bahwa dia masih belum punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, padahal ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari. Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak membuat Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh putra mahkota Hastina Hastina (Lesmana  (Lesmana Mandrakumara) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya, pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk

 

membunuh Abimanyu harus memutus langsang  yang  yang ada didadanya, kemudian Abimanyupun gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata Jayadrata,, ksatria Banakeling. 

SLOKA mengisahkan kematian Abimanyu

 Ngkā Sang Dharmasut ā t əgəg mulati tingkahi gəlarira nātha Korawa, ā pan tan hana Sang Wrəkodara  Dhanañjaya wənanga rumāmpakang gəlar. Nghing Sang P ārthasut ābhimanyu makusāra rumusaka gəlar mahā  dwija, manggəh wruh lingirāng rusak mwang umasuk tuhu i wijili r āddha tan tama  tama   S āmpun mangkana çighra sāhasa masuk marawaça ri g əlar mahā dwija. Sang P ārthātmaja çūra sāra rumusuk sakəkəsika linañcaran panah, çirṇ a ngwyuha lilang t əkap Sang Abhimanyu t əka ri kahanan Suyodhana. Ḍ ang ang  Hyang Droṇ a Krə pā pulih karaṇ a Sang Kurupati malayū marī nusi.  nusi.  da tan dwālwang i çatru çakti mangaran Kr ətasuta sawat ək Wrəhadbala. Mwang Satyaçrawa çūra mānta kəna Ṇ da tan panguḍ  ili pinanah linañcaran. Lāwan wī ra ra wiçesha putra Kurun ātha mati malara kokalan panah. Kyāti ng  Korawa wangça Lakshmanakumāra ngaranika kaish Suyodhana.  Suyodhana.   Ngkā ta krodha sakorawālana manah panahira lawan açwa sarathi. Tan wākt ān tang awak tangan suku gigir ḍ  aḍ  a wadana linaksha kinrə pan. Mangkin P ārthasutajwal āmurək anyakra makapalaga punggəling laras.

 Dhī ram ramūk mangusir ỵ aç açānggət əm at ễn pə jaha makiwuling Suyodhana.  Suyodhana.   Ri pati Sang Abhimanyu ring raṇ āngga. T ənyuh araras kadi çéwaling tahas mas. Hanana ngaraga k ālaning  pajang lèk. Çinaçah alindi sahantimun ginint ən. n.   Terjemahan :

Pada saat itu Yudistira tercengang melihat formasi perang Raja Korawa, sebab Bima dan Arjuna tak ada padahal merekalah yang dapat menghancurkannya. Hanya Putera Arjuna, yaitu Abimanyu yang bersedia merusak formasi yang disusun pendeta Drona itu. Ia berkata bahwa ia yakin dapat menggempur dan memasuki formasi tersebut, hanya saja ia belum tahu bagaimana cara keluar dari formasi tersebut.  Setelah demikian, mereka segera membelah dan menyerang formasi pendeta Drona tersebut dengan dahsyat. Sang Abimanyu merupakan kekuatan yang membinasakan formasi tersebut dengan tembakan panah. Sebagai akibat serangan Abimanyu, formasi tersebut hancur sampai ke pertahanan Duryodana. Dengan ini Dona dan Krepa mengadakan serangan balasan, sehingga Duryodana dapat melarikan diri dan tidak dikejar lagi.  Dengan ini tak dapat dipungkiri lagi musuh yang sakti mulai berkurang seperti Kretasuta dan keluarga Wrehadbala. Juga Satyaswara yang berani dan gila bertarung tertembak sebelum dapat menimbulkan

 

kerusakan sedikit pun karena dihujani panah. Putera Raja Korawa yang berani juga gugur setelah ia tertusuk panah. Putera tersebut sangat terkenal di antara keluarga Korawa, yaitu Lakshmanakumara, yang disayangi Suyodhana.  Pada waktu itu seluruh keluarga Korawa menjadi marah, dan dengan tiada hentinya mereka memanahkan senjatanya. Baik kuda maupun kusirnya, badan, tangan, kaki, punggung, dada, dan muka  Abimanyu terkena ratusan panah. Dengan ini A Abimanyu bimanyu makin semangat. Ia memegang cakramnya dan dengan panah yang patah ia mengadakan serangan. Dengan ketetapan hati ia mengamuk untuk mencari keharuman nama. Dengan hati yang penuh dendam, ia gugur di tangan Suyodhana.  Ketika Abimanyu terbunuh dalam pertempuran, badannya hancur. Indah untuk dilihat bagaikan lumut dalam periuk emas. Mayatnya terlihat dalam sinar bulan dan telah tercabik-cabik, sehingga menjadi halus seperti mentimun. 

December 22, 2007

 Ab il a wa - So lo   Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Narayana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 24, 2007

Narayana Jangkah - Solo  Solo  

 

Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 24, 2007

Narasoma - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Narada - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Nakula - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Nakula   (Sansekerta Nakula Sansekerta :  : Nakula Nakula), ), adalah seorang tokoh protagonis protagonis dari  dari wiracarita wiracarita   Mahabharata Mahabharata.. Ia merupakan putera Dewi Madri Madrim. m. Ia adalah saudara kembar Sadewa Sadewa   dan dianggap putera Dewa  Aswin  Aswin,, Dewa tabib kembar. Menurut kitab Mahabharata Mahabharata,, Nakula sangat tampan dan sangat elok parasnya. Menurut Drupadi Drupadi,, Nakula merupakan suami yang paling tampan di dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira Yudistira dalam  dalam kitab Prasthanikaparwa Prasthanikaparwa.. 

 Arti

nama

Secara harfiah harfiah,, kata nakula nakula   dalam bahasa Sansekerta  Sansekerta  merujuk kepada warna Ichneumon Ichneumon,, sejenis tikus tikus   atau

 

binatang pengerat  pengerat  dari Mesir . Nakula juga dapat berarti “cerpelai”, atau dapat juga berarti “tikus benggala”. Nakula  juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa Siwa.. 

Nakula

dalam

Mahabharata

Menurut Mahabharata Mahabharata,, si kembar Nakula dan Sadewa Sadewa memiliki  memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda kuda dan  dan sapi sapi.. Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan tugasnya dan selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima Bima,, dan bahkan terhadap senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki

kemahiran

dalam

memainkan

senjata

pedang.. pedang

Saat para Pandawa Pandawa   mengalami pengasingan di dalam hutan, keempat Pandawa (Bima ( Bima,,  Arjuna  Arjuna,, Nakula, Sadewa Sadewa)) meninggal karena meminum air beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan kepada Yudistira   untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih oleh Yudistira Yudistira   untuk hidup kembali. Ini karena Nakula merupakan putera Madri Yudistira Madri,, dan Yudistira Yudistira,, yang merupakan putera Kunti,, ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima atau Arjuna, maka tidak ada lagi Kunti putera

Madri

yang

akan

melanjutkan

keturunan.

Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran di Kerajaan Wirata, Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat kuda dengan nama samaran “Grantika”. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, Kurukshetra, dan memenangkan

perang

besar

tersebut.

Dalam kitab Prasthanikaparwa Prasthanikaparwa,, yaitu kitab ketujuh belas dari seri  Astadasaparwa  Astadasaparwa   Mahabharata Mahabharata,, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa Pandawa   hendak mencapai puncak gunung Himalaya Himalaya.. Sebelumnya, Dropadi   tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa Dropadi Sadewa.. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima Bima bertanya  bertanya kepada Yudistira Yudistira,, “Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai di sini”. Setelah mendengar penjelasan Yudistira Yudistira,, maka Bima Bima   dan  Arjuna  Arjuna   melanjutkan perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran  pembakaran  yang layak, namun arwah Nakula mencapai kedamaian. 

Nakula

dalam

pewayangan

Jawa

Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten Pinten   (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat). Ia merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata Pandudewanata,, raja negara Hastinapura Hastinapura dengan  dengan permaisuri Dewi Madri Madri,, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama adiknya, Sahadewa Sahadewa   atau Sadewa Sadewa.. Nakula juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu Pandu   dengan Dewi Kunti Kunti,, dari negara Mandura bernama Puntadewa Puntadewa   (Yudistira Yudistira), ), Bima Bima   alias Werkudara Werkudara   dan  Arjuna  Arjuna   Nakula adalah titisan Batara Aswin, Aswin, Dewa tabib. Ia mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji

 

Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Ia juga mempunyai cupu berisi “ Banyu Panguripan” Panguripan”

atau

“Air

kehidupan”

pemberian

Bhatara

Indra.

Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia. Ia tinggal

di

kesatrian

Sawojajar,

wilayah

negara

Amarta.

Nakula

mempunyai

dua

orang

isteri

yaitu:

Dewi Sayati puteri Prabu Kridakirata, raja negara Awuawulangit, dan memperoleh dua orang putera masing-masing bernama Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati. Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama

Tirtamanik.

Setelah selesai perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, Nakula diangkat menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya Salya   kakak ibunya, Dewi Madrim. Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa moksa di  di gunung Himalaya Himalaya bersama  bersama keempat saudaranya. 

December 24, 2007

Nagatatmala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Nagagini - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Mustakaweni - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara M, M, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Mintaraga - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara M, M, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Lesmana Mandrakumara - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara L, L, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Lawa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara L, L, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Laksmana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara L, L, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kuwera - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kusya Ramakusya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kunti - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Kunti ( Kunti  (Sansekerta Sansekerta:: Kunt ī   ī  ) dalam kisah Mahabharata Mahabharata adalah  adalah puteri dari Prabu Kuntiboja. Kuntiboja. Ia adalah saudara dari Basudewa yang Basudewa  yang merupakan ayah dari Baladewa Baladewa,, Kresna Kresna dan  dan Subadra Subadra.. Ia juga adalah ibu daripada Yudistira Yudistira,, Werkodara,, dan Arjuna Werkodara dan Arjuna dan  dan juga adalah istri pertama Pandu Dewanata. Dewanata. Selain itu Kunti juga ibu dari Karna Karna.. Sepeninggal Pandu Dewanata, ia mengasuh Nakula Nakula dan  dan Sadewa Sadewa,, anak Pandu Dewanata dari Dewi Madri. Madri. Seusai Bharatayuddha,, ia dan iparnya Dretarastra Bharatayuddha Dretarastra,, Gandari Gandari,, dan Widura Widura pergi  pergi bertapa sampai akhir hayatnya. 

 Asal-usul  Ayah Kunti adalah adalah Raja Surasena Surasena dari  dari Wangsa Yadawa Yadawa,, dan saat bayi ia diberi nama Pritha. Ia merupakan adik Basudewa,, ayah Kresna Basudewa Kresna.. Kemudian ia diadopsi oleh Raja Kuntiboja Kuntiboja yang  yang tidak memiliki anak, dan semenjak itu ia diberi nama Kunti. Setelah Kunti menjadi puterinya, Raja Kuntibhoja dianugerahi anak. 

 

Masa muda Pada saat Kunti masih muda, ia diberi sebuah mantra sakti oleh Resi Durwasa Durwasa agar  agar mampu memanggil Dewa-Dewi Dewa-Dewi   sesuai dengan yang dikehendakinya. Pada suatu hari, Kunti ingin mencoba anugerah tersebut dan memanggil salah satu Dewa, yaitu Surya Surya.. Surya yang merasa terpanggil, bertanya kepada Kunti, apa yang diinginkannya. Namun Kunti menyuruh Sang Dewa untuk kembali ke kediamannya. Karena Kunti sudah memanggil dewa tersebut agar datang ke bumi namun tidak menginginkan berkah apapun, Sang Dewa memberikan seorang putera kepada Kunti. Kunti tidak ingin memiliki putera semasih muda, maka ia memasukkan anak tersebut ke dalam keranjang dan menghanyutkannya di sungai Aswa. Kemudian putera tersebut dipungut oleh seorang kusir di keraton Hastinapura Hastinapura   yang bernama Adirata bernama Adirata,, dan anak tersebut diberi nama Karna Karna.. 

Kehidupan selanjutnya Kemudian, Kunti menikahi Pandu Pandu,, seorang raja di Hastinapura Hastinapura.. Pandu juga menikahi Madri Madri sebagai  sebagai istri kedua, namun tidak mampu memiliki anak. Akhirnya Pandu dan kdua istrinya hidup di hutan. Disanalah Kunti mengeluarkan mantra rahasianya. Ia memanggil tiga Dewa dan meminta tiga putera dari mereka. Putera pertama diberi nama Yudistira dari Dewa Yama Yudistira dari Yama,, kedua bernama Bima Bima dari  dari Dewa Bayu Bayu,, dan yang terakhir bernama Arjuna bernama Arjuna dari  dari Dewa Indra.. Kemudian Kunti memberitahu mantra tersebut kepada Madri. Madri memangil Dewa Aswin Indra Dewa Aswin dan  dan menerima putera kembar, dan diberi nama Nakula Nakula dan  dan Sadewa Sadewa.. Kelima putera Pandu tersebut dikenal dengan nama Pandawa Pandawa.. Setelah kematian Pandu Pandu dan  dan Madri Madri,, Kunti mengasuh kelima putera tersebut sendirian. Sesuai dengan amanat Madri, Kunti berjanji akan memperlakukan Nakula Nakula dan  dan Sadewa Sadewa seperti  seperti puteranya sendiri. Setelah pertempuran besar  di  di Kurukshetra berkecamuk Kurukshetra  berkecamuk dan usianya sudah sangat tua, Kunti pergi ke hutan bersama dengan ipar-iparnya yang lain seperti Dretarastra Dretarastra,, Widura Widura,, dan Gandari Gandari untuk  untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Mereka menyerahkan kerajaan kepada Yudistira. Di dalam hutan, Kunti dan yang lainnya terbakar oleh api suci mereka sendiri dan wafat di sana.

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kumbayana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kumbakarna mata 1 - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kumba Kumba - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kresna w/ Rondon - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Kresna atau Kresna  atau Krishna Krishna (  (Devanagari Devanagari:: dilafalkan k ṛṣṇ  ṛṣṇ a) adalah salah satu Dewa yang banyak dipuja oleh umat Hindu [1]

karena dianggap merupakan aspek dari Brahman Brahman..  Ia disebut pula N ār āyana yana,, yaitu sebutan yang merujuk kepada perwujudan Dewa Wisnu Wisnu yang  yang berlengan empat di Waikuntha Waikuntha.. Ia biasanya digambarkan sebagai sosok pengembala muda yang memainkan seruling seruling (seperti  (seperti misalnya dalam Bhagawatapurana Bhagawatapurana)) atau pangeran muda yang memberikan tuntunan filosofis (seperti dalam Bhagawad Gita). Gita). Dalam  Agama Hindu Hindu   pada umumnya, Kresna dipuja sebagai awatara  Wisnu awatara Wisnu,, yang dianggap sebagai Dewa yang paling hebat dalam perguruan Waisnawa Waisnawa.. Dalam tradisi Gaudiya Waisnawa,, Waisnawa

Kresna

dipuja

sebagai

sumber

dari

segala

awatara   awatara

(termasuk

Wisnu). Wisnu ).

Menurut Mahabharata Mahabharata,, Kresna berasal dari Kerajaan Surasena, Surasena, namun kemudian ia mendirikan kerajaan sendiri yang diberi nama Dwaraka Dwaraka.. Dalam wiracarita wiracarita   Mahabharata Mahabharata,, ia dikenal sebagai tokoh raja yang bijaksana, sakti, dan

 

berwibawa. Dalam ajaran agama Hindu, Hindu, ia dikenal sebagai awatara awatara Dewa  Dewa Wisnu Wisnu yang  yang kedelapan. Dalam Bhagawad Gita,, beliau adalah perantara kepribadian Brahman Gita Brahman   (Tuhan Yang Maha Esa) yang menjabarkan ajaran kebenaran mutlak (dharma (dharma)) kepada Arjuna. Beliau mampu menampakkan secercah kemahakuasaan Tuhan yang hanya disaksikan oleh tiga orang pada waktu perang keluarga Bharata  Bharata  akan berlangsung. Ketiga orang tersebut adalah  Arjuna, Sanjaya  Arjuna, Sanjaya   putera Widura Widura,, dan Byasa Byasa.. Namun Sanjaya dan Byasa tidak melihat secara langsung, melainkan melalui mata batin mereka yang menyaksikan perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. 

 Asal

usul

nama

“Krishna”

Dalam bahasa Sansekerta, Sansekerta, kata Krishna berarti “hitam “ hitam”” atau “gelap”, dan kata ini umum digunakan untuk menunjukkan pada orang yang berkulit gelap. Dalam Brahma Samhita dijabarkan Samhita dijabarkan bahwa Krishna memiliki warna kulit [3]

gelap bersemu biru langit.   Dan umumnya divisualkan berkulit gelap atau biru pekat. Sebagai Contoh, di Kuil Jaganatha,, di Puri Jaganatha Puri,, Orissa Orissa,, India India   (nama Jaganatha, adalah nama yang ditujukan bagi Krishna sebagai penguasa  jagat raya) di gambarkan memiliki kulit gelap berdampingan dengan saudaranya Baladewa Baladewa   dan Subadra Subadra   yang berkulit cerah. 

Nama

lain

Kresna sebagai  Awatara  Awatara   sekaligus orang bijaksana memiliki banyak sekali nama panggilan sesuai dengan kepribadian atau keahliannya. Nama panggilan tersebut digunakan untuk memuji, mengungkapkan rasa hormat, dan menunjukkan rasa persahabatan atau kekeluargaan. Nama panggilan Kresna di bawah ini merupakan nama-nama dari kitab Mahabarata Mahabarata dan  dan Bhagawad Gita versi Gita versi aslinya (versi India India). ). Nama panggilan Kresna adalah:  Achyuta   Achyuta

(Acyuta,

yang

Arisudana   Arisudana Bhagavān 

(Bhagawan,

kepribadian

Kesava   Kesava Kesinishūdana dana   Mādhava dhava   Madhusūdana dana   Mahābāhu hu   Mahāyogi yogi   Purushottama   Purushottama Varshneya   Varshneya Vāsudeva

gagal) musuh)

Tuhan

Yang

Maha

Esa)

(Pengembala (Gowinda,

yang

Hrishikesa   Hrishikesa Janardana   Janardana

pernah

(penghancur

Gopāla la   Govinda   Govinda

tak

memberi

sapi) kebahagiaan

(Hri-sikesa, (juru

(Madawa,

(Maha-bahu,

pembunuh

(Warsneya, (Wasudewa,

Kesi)

Dewi

Laksmi) Laksmi)

raksasa

yang

manusia

indah)

raksasa

penakluk

(Maha-yogi, (Purusa-utama,

manusia)

berambut

suami

(Madu-sudana,

indria)

umat

yang

(Kesi-nisudana,

indria-indria)

penguasa selamat

(Kesawa,

pada

Madhu)

berlengan

perkasa)

rohaniawan utama,

yang

berkepribadian

keturunan

wangsa putera

besar) paling

baik) Wresni)) Wresni

Basudewa)) Basudewa

V sudeva sudeva  

(Wasudewa,

putera

Basudewa)) Basudewa

 

Vishnu Vishnu  

(Wisnu,

 Yādava dava  

penitisan

(Yadawa,

Batara

keturunan

Wisnu)) Wisnu

dinasti

Yadu) Yadu)

 Yogesvara (Yoga-iswara,  Yogesvara  (Yoga-iswara, penguasa segala kekuatan batin)

Kehidupan

Sang

Kresna

Ikthisar kehidupan Sri Kresna di bawah ini diambil dari Mahābhārata rata,, Hariwangsa Hariwangsa,, Bhagawata Purana, Purana, dan Wisnu Utara, yang mana sekarang merupakan wilayah negara Purana. Lokasi dimana Kresna diceritakan adalah India Utara, Purana. bagian Uttar Pradesh, Pradesh, Bihar , Haryana Haryana,, Delhi Delhi,, dan Gujarat Gujarat.. Kutipan pada permulaan dan akhir cerita merupakan teologi yang teologi  yang tergantung pada sudut pandang cerita.  Penitisan  Kutipan di bawah ini menjelaskan alasan mengapa

Wisnu   menjelma. Dalam sebuah kalimat dalam Wisnu

Bhagawatapurana: Kitab Mahabharata Mahabharata   ( Adiparwa,  Adiparwa, bagian Adiwansawatarana) memberikan alasan yang serupa, meskipun dengan perbedaan yang kecil dalam bagian-bagiannya.  Kelahiran  Kepercayaan tradisional yang berdasarkan data-data dalam sastra dan perhitungan astronomi mengatakan bahwa Sri

Kresna

lahir

pada

tanggal

19

Juli

tahun

3228

SM.

Kresna berasal dari keluarga bangsawan di Mathura Mathura,, dan merupakan putera kedelapan yang lahir dari puteri Dewaki Dewaki,, dan suaminya Basudewa Basudewa.. Mathura adalah ibukota dari wangsa yang memiliki hubungan dekat seperti Wresni Wresni,,  Andaka,, dan Bhoja  Andaka Bhoja.. Mereka biasanya dikenali sebagai Yadawa Yadawa   karena nenek moyang mereka adalah Yadu Yadu,, dan kadang-kadang dikenal sebagai Surasena Surasena   setelah adanya leluhur terkemuka yang lain. Basudewa dan Dewaki termasuk ke dalam wangsa tersebut. Raja Kamsa Kamsa,, kakak Dewaki, mewarisi tahta setelah menjebloskan ayahnya ke penjara, yaitu Raja Ugrasena Ugrasena.. Karena takut terhadap ramalan yang mengatakan bahwa ia akan mati di tangan salah satu putera Dewaki, maka ia menjebloskan pasangan tersebut ke penjara dan berencana akan membunuh semua putera Dewaki yang baru lahir. Setelah enam putera pertamanya terbunuh, dan Dewaki kehilangan putera ketujuhnya, lahirlah Kresna. Karena hidupnya terancam bahaya maka ia diselundupkan keluar dan dirawat oleh orangtua tiri bernama Yasoda Yasoda dan  dan Nanda Nanda di  di Gokul Gokul,, Mahavana Mahavana.. Dua anaknya yang lain juga selamat yaitu, Balarama Balarama   (putera ketujuh Dewaki, dipindahkan ke janin Rohini Rohini,, istri pertama Basudewa) dan Subadra Subadra (putera  (putera dari Basudewa dan

Rohini

yang

lahir

setelah

Balarama

dan

Kresna).

Tempat yang dipercaya oleh para pemujanya untuk memperingati hari kelahiran Kresna kini dikenal sebagai Krishnajanmabhoomi,, dimana sebuah kuil didirikan untuk memberi penghormatan kepadanya.  Krishnajanmabhoomi

Masa

kanak-kanak

dan

remaja 

Nanda merupakan pemimpin di komunitas para pengembala sapi, dan ia tinggal di Vrindavana Vrindavana.. Kisah tentang Kresna saat masa kanak-kanak dan remaja ada di sana termasuk dengan siapa dia tinggal, dan perlindungannya kepada

 

orang-orang sekitar. Kamsa yang mengetahui bahwa Kresna telah kabur terus mengirimkan rakshasa rakshasa   (seperti misalnya Aghasura misalnya  Aghasura)) untuk membinasakannya. Sang raksasa akhirnya terkalahkan di tangan Kresna dan kakaknya, Balarama.. Beberapa di antara kisah terkenal tentang keberanian Kresna terdapat dalam petualangan ini serta Balarama permainannya bersama para gopi  di  di desa, termasuk Radha Radha.. Kisah yang menceritakan permainannya bersama para gopi  kemudian  kemudian dikenal sebagai Rasa lila. lila.  Kresna

Pangeran 

Sang

Kresna yang masih muda kembali ke Mathura Mathura,, dan menggulingkan kekuasaan pamannya – Kamsa Kamsa   – sekaligus membunuhnya. Kresna menyerahkan tahta kembali kepada ayah Kamsa, Ugrasena Ugrasena,, sebagai Raja para Yadawa Yadawa.. Ia sendiri menjadi pangeran di kerajaan tersebut. Dalam masa ini ia menjadi teman  Arjuna  Arjuna   serta para pangeran Pandawa   lainnya dari Kerajaan Kuru, Pandawa Kuru, yang merupakan saudara sepupunya, yang tinggal di sisi lain Yamuna Yamuna.. Kemudian, ia memindahkan kediaman para Yadawa ke kota Dwaraka Dwaraka   (di masa sekarang disebut Gujarat Gujarat). ). Ia menikahi

Rukmini,, Rukmini

puteri

dari

Bhishmaka   Bhishmaka

dari

Kerajaan

Widarbha. Widarbha.

Menurut beberapa sastra, Kresna memiliki 16.108 istri, delapan orang di antaranya merupakan istri terkemuka, termasuk di antaranya Radha Radha,, Rukmini Rukmini,, Satyabama Satyabama,, dan Jambawati Jambawati.. Sebelumnya 16.000 istri Kresna yang lain ditawan oleh Narakasura Narakasura,, sampai akhirnya Kresna membunuh Narakasura dan membebaskan mereka semua. Menurut adat yang keras pada waktu itu, seluruh wanita tawanan tidak layak untuk menikah sebagaimana mereka masih di bawah kekuasaan Narakasura, namun Kresna dengan gembira menyambut mereka sebagai puteri bangsawan di kerajaannya. Dalam tradisi Waisnawa Waisnawa,, para istri Kresna di Dwarka dipercaya sebagai penitisan dari berbagai wujud Dewi Lakshmi Lakshmi.. 

Bharatayuddha

dan

Bhagawad

Gita  Gita 

Kresna merupakan saudara sepupu dari kedua belah pihak dalam perang antara Pandawa Pandawa   dan Korawa Korawa.. Ia menawarkan mereka untuk memilih pasukannya atau dirinya. Para Korawa mengambil pasukannya sedangkan dirinya bersama para Pandawa. Ia pun sudi untuk menjadi kusir kereta  Arjuna  Arjuna dalam  dalam pertempuran akbar. Bhagavad Gī  t ā merupakan wejangan yang diberikan kepada Arjuna oleh Kresna sebelum pertempuran dimulai. Kehidupan

di

hari 

kemudian

Setelah perang, Kresna tinggal di Dwaraka Dwaraka selama  selama 36 tahun. Kemudian pada suatu perayaan, pertempuran meletus di antara para Yadawa Yadawa yang  yang saling memusnahkan satu sama lain. Lalu kakak Kresna – Balarama Balarama –  – melepaskan raga dengan cara melakukan Yoga Yoga.. Kresna berhenti menjadi raja kemudian pergi ke hutan dan duduk di bawah pohon melakukan meditasi. Seorang pemburu yang keliru melihat sebagian kaki Kresna seperti rusa kemudian menembakkan panahnya dan menyebabkan Kresna mencapai keabadian. Menurut Mahabharata Mahabharata,, kematian Kresna disebabkan

oleh

kutukan

Gandari.. Gandari

Kemarahannya

setelah

menyaksikan

kematian

putera-puteranya

menyebabkannya mengucapkan kutukan, karena Kresna tidak mampu menghentikan peperangan. Setelah mendengar kutukan tersebut, Kresna tersenyum dan menerima itu semua, dan menjelaskan bahwa kewajibannya

adalah

bertempur

di

pihak

yang

benar,

bukan

mencegah

peperangan.

 

Menurut referensi dari Bhagawatapurana Bhagawatapurana   dan Bhagawad Gita, Gita, ditafsirkan bahwa Kresna wafat sekitar tahun 3100 [6]

SM.   Ini berdasarkan deskripsi bahwa Kresna meninggalkan Dwarka 36 tahun setelah peperangan dalam Mahabharata terjadi. Mahabharata  terjadi. Matsyapurana Matsyapurana mengatakan  mengatakan bahwa Kresna berusia 89 tahun saat perang berkecamuk. Setelah itu Pandawa Pandawa memerintah  memerintah selama 36 tahun, dan pemerintahan mereka terjadi saat permulaan Kali Yuga. Yuga. Selanjutnya dikatakan bahwa Kali Yuga dimulai saat Duryodana Duryodana dijatuhkan  dijatuhkan ke tanah oleh Bima Bima berarti  berarti tahun 2007 sama dengan tahun 5108 (atau semacam itu) semenjak Kali Yuga. keluarga 

Hubungan

 Ayah Kresna adalah Prabu Basudewa Basudewa,, yang merupakan saudara lelaki (kakak) dari Kunti Kunti   atau Partha Partha,, istri Pandu Pandu   yang merupakan ibu para Pandawa Pandawa,, sehingga Kresna bersaudara sepupu dengan para Pandawa. Saudara misan Kresna yang lain bernama Sisupala Sisupala,, putera dari Srutadewa Srutadewa atau  atau Srutasrawas Srutasrawas,, adik Basudewa Basudewa.. Sisupala merupakan musuh bebuyutan Kresna yang kemudian dibunuh pada saat upacara akbar yang diselenggarakan Yudistira Yudistira.. 

Kresna

dalam

pewayangan

Jawa

Dalam pewayangan Jawa, Prabu Prabu   Kresna merupakan Raja Dwarawati Dwarawati,, kerajaan para Yadu Yadu   dan merupakan titisan Dewa Wisnu Wisnu.. Kresna adalah anak Basudewa Basudewa,, Raja Mandura Mandura.. Ia (dengan nama kecil Narayana) dilahirkan sebagai 3 bersaudara dengan kakaknya dikenal sebagai Baladewa Baladewa   (Kakrasana) dan adiknya dikenal sebagai Subadra Subadra,, yang tak lain adalah isteri dari  Arjuna  Arjuna.. Ia memiliki tiga orang isteri dan tiga orang anak. Isteri isterinya adalah Dewi Jembawati,, Dewi Rukmini Jembawati Rukmini,, dan Dewi Satyabama Satyabama.. Anak anaknya adalah Raden Boma Narakasura, Raden Samba, dan

Siti

Sundari.

Pada perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, beliau adalah sais atau kusir   Arjuna. Arjuna. Ia juga merupakan salah satu penasihat utama Pandawa.. Sebelum perang melawan Karna, atau dalam babak yang dinamakan Karna Tanding sebagai sais Arjuna Pandawa beliau memberikan wejangan panjang lebar kepada  Arjuna  Arjuna.. Wejangan beliau dikenal sebagai Bhagawad Gita. Gita. Kresna dikenal sebagai seorang yang sangat sakti. Ia memiliki kemampuan untuk meramal, mengubah bentuk menjadi raksasa, dan memiliki bunga Wijaya Kusuma yang dapat menghidupkan kembali orang yang mati. Ia juga memiliki senjata yang dinamakan Cakrabaswara yang mampu digunakan untuk menghancurkan dunia, pusakapusaka sakti, antara lain Senjata Cakra, Cakra, Kembang Wijayakusuma, Terompet kerang (Sangkala ( Sangkala)) Pancajahnya, Kaca paesan,

Aji

Pameling

dan

Aji

Kawrastawan.

Setelah meninggalnya Prabu Baladewa (Resi Baladewa (Resi Balarama), kakaknya, dan musnahnya seluruh Wangsa Wresni Wresni,, Prabu Kresna menginginkan moksa moksa.. Ia wafat dalam keadaan bertapa dengan perantara panah panah seorang  seorang pemburu bernama Jara yang mengenai kakinya. 

Kresna

dalam

Bhagawad

Gita

Kresna dianggap sebagai penjelmaan Sang Hyang Triwikrama, Triwikrama, atau gelar Bhatara Bhatara   Wisnu Wisnu yang  yang dapat melangkah di tiga alam sekaligus. Ia juga dipandang sebagai perantara suara Tuhan Tuhan dalam  dalam menjalankan misi sebagai juru selamat umat manusia, dan disetarakan dengan segala sesuatu yang agung. Kutipan di bawah ini diambil dari kitab

Bhagawad Gita (percakapan Gita (percakapan antara Kresna dengan Arjuna dengan Arjuna)) yang menyatakan Sri Kresna sebagai Awatara sebagai  Awatara.. 

 

Kutipan Bhagawat Gita

yad ā  yad ā hi dharmasya, gl ānir bhavati bhārata, abhyutthānam adharmasya tad ātmanaṁ   sṛ   j āmy aham

ṛ  t   paritr āṇ āya sādhūnāṁ , vināśāy ā  ca duṣ k  kṛ  t  ā   m, dharma-saṁ sth sthā panārthāẏ a, a, sambhav āmi yuge yuge aham

ātmā 

guḍ  ākeśa sarva-bhūt āś āśaya-sthitaḥ , aham

ādi ś 

ca madhyaṁ   ca bhūt ānām anta eva ca

 purodhasāṁ   ca mukhyaṁ   māṁ   viddhi pārtha bṛ haspatim, haspatim, senāninām ahaṁ   skandaḥ , sarasām asmi sāgaraḥ    prahl ādaś c āsmi daity ānāṁ , k ālaḥ  kalayat   kalayat ām aham mṛ g  g āṇ āṁ  ca  ca mṛ gendro gendro ‘haṁ  vainateya  vainateyaś ca pak ṣ  ṣ i  i ṇ  ṇā  m dy ūtaṁ   chalayat ām asmi tejas tejasvinām aham jayo ‘smi vyavas āyo ‘smi sattvaṁ   sattvavat ām aham

ṛṣṇ ī   ḥ  v ṛṣṇ  ī  nāṁ  v   v āsudevo ‘smi pāṇḍ  av ānām dhanañjayaḥ , munī  nām apy ahaṁ  vy   vy āsaḥ  kav   kav ī   ī  nām uśanā kavi ḥ  Kapan pun kebenaran merosot dan kejahatan merajalela, pada saat itu Aku turun menjelma, wahai keturunan

Bharata   Bharata

( Arjuna)  Arjuna)

Untuk menyelamatkan orang saleh dan membinasakan orang jahat, dan menegakkan kembali kebenaran,

Aku

sendiri

menjelma

dari

zaman

ke

zaman

O Arjuna, Aku adalah Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam hati semua makhluk hidup. Aku adalah

awal,

pertengahan

dan

akhir

semua

makhluk

Wahai Arjuna, di antara semua pendeta, ketahuilah bahwa Aku adalah Brihaspati Brihaspati,, pemimpinnya. Di antara para panglima, Aku adalah Kartikeya Kartikeya,, dan di antara segala sumber air, Aku adalah lautan Di antara para Detya Detya,, Aku adalah Prahlada Prahlada,, yang berbakti dengan setia. Di antara segala penakluk, Aku adalah waktu. Di antara segala hewan, Aku adalah singa, dan di antara para burung, Aku adalah Garuda Garuda.. Di antara segala penipu, Aku adalah penjudi. Aku adalah kemulian dari segala sesuatu yang mulia. Aku adalah

kejayaan,

Aku

adalah

petualangan,

dan

Aku

adalah

kekuatan

orang

yang

kuat

Di antara keturunan Wresni Wresni,, Aku ini Kresna. Di antara Panca Pandawa, Pandawa, Aku adalah  Arjuna  Arjuna.. Di antara para Resi Resi,, Aku adalah Wyasa Wyasa.. Di antara para ahli pikir yang mulia, aku adalah Usana Usana.. 

December 24, 2007

Krepi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Krepa Resi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Krepa Muda - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kirata - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kimindama - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kesawasidi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kenyawandu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kencakarupa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kekayi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kartapiyoga - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kartanadi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kartamarma - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Karna - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Karna   (Sansekerta Karna Sansekerta::

; Kar ṇ  ṇa   ) alias Radheya Radheya   adalah salah satu tokoh dari wiracarita wiracarita   Mahabharata Mahabharata   yang

terkenal. Ia sebenarnya adalah masih saudara satu ibu dengan tiga Pandawa Pandawa,, yaitu Yudistira Yudistira,, Werkodara Werkodara dan  dan Arjuna  Arjuna   (Nakula Nakula  

dan

Sadewa   Sadewa

bukan

saudara

langsung

Karna,

melainkan

saudara

tirinya).

Dalam bahasa Sansekerta, Sansekerta, nama Karna Karna   secara harfiah harfiah   berarti telinga telinga.. Dalam makna yang tersirat, kata “Karna” dapat juga berarti “terampil” atau “pandai”. Karna juga menyandang nama “Radheya” saat masih kecil. Nama itu diberikan oleh orangtua tirinya, yaitu  Adirata  Adirata   dan Radha Radha.. Nama “Radheya” secara harfiah berarti “putera Radha”.

 

 Anggapan terkenal mengatakan bahwa kata “Karna” dipilih sebab ia dilahirkan melalui telinga telinga,, namun anggapan tersebut tidak selamanya benar sebab beberapa versi mengatakan bahwa Karna lahir normal, dan keperawanan ibunya (Kunti (Kunti)) kembali lagi setelah melahirkan. Setelah bayi tersebut dilahirkan, Kunti Kunti tidak  tidak memberinya nama dan menghanyutkannnya ke sungai Aswa, lalu dipungut oleh Adirata oleh  Adirata sebagai  sebagai hadiah bagi Radha Radha.. Semenjak saat itu, bayi yang dipungut oleh Adirata diberi nama Radheya. Tidak ada yang mengetahui asal-usul Karna dan bagaimana Karna dilahirkan, sampai Kunti membeberkan rahasia yang sebenarnya. 

Kelahiran Karna merupakan putera dari Kunti Kunti,, ibu para Pandawa Pandawa,, dan ayahnya adalah Dewa Surya Surya.. Dalam Mahabharata Mahabharata   diceritakan bahwa pada masa mudanya, Kunti diberi suatu anugerah oleh Resi Resi   Durwasa Durwasa,, agar mampu memanggil para Dewa Dewa dan  dan memohon anugerah darinya. Setelah menerima anugerah tersebut, Kunti mencoba memanggil Dewa Surya.. Dewa Surya pun datang ke hadapan Kunti dan menanyakan apa keinginannya. Dewi Kunti berkata bahwa ia Surya hanya mencoba anugerah yang diberikan kepadanya, dan ia meminta agar Sang Dewa kembali ke tempat beliau. Namun Dewa Surya menolak untuk pergi ke kahyangan sebab mantra yang diberikan oleh Resi Durwasa juga berfungsi untuk meminta anak dari dewa yang telah dipanggil. Kunti yang tidak mengetahui hal tersebut menjadi terkejut. Ia tidak ingin menikah di usia muda. Akhirnya Dewa Surya berjanji bahwa kelak setelah Kunti melahirkan puteranya,

keperawanannya

akan

dikembalikan

lagi.

Kemudian Dewa Surya kawin dengan Kunti, setelah itu Sang Dewa kembali ke asalnya. Beberapa lama kemudian, seorang putera lahir. Tanda-tanda bahwa kelak ia akan menjadi kesatria besar sudah tampak dari bentuk fisiknya. Sejak lahir, Karna telah menerima anugerah berupa sepasang pakaian perang, lengkap dengan sebuah kalung yang indah terpasang di lehernya. Karena tidak ingin menimbulkan desas-desus, setelah Kunti melepaskan seluruh pakaian perang yang dikenakan Karna, Kunti memasukkan putera tersebut ke dalam keranjang dan menghanyutkannya ke sungai Aswa. Putera tersebut dipungut oleh seorang kusir (kasta Suta Suta)) di keraton Hastinapura Hastinapura   bernama Adirata bernama  Adirata.. Sejak saat itu, Karna menjadi putera  Adirata  Adirata   dan Radha Radha,, yang sebenarnya merupakan orangtua tirinya. Karena diasuh di keluarga yang berkasta Suta Suta,, Karna pun sering mendapat diskriminasi diskriminasi..  Kepribadian Karna memiliki kemahiran dalam ilmu memanah yang hampir setara dengan  Arjuna  Arjuna.. ia mahir berperang, namun bakatnya terperangkap dalam status sosial yang rendah. Hal itu membuatnya haus akan status yang memberikannya identitas. Meskipun Karna diasuh dalam keluarga yang berkasta rendah, ia memiliki sikap seorang ksatria ksatria,, meskipun  jarang yang mengakuinya. Ia memiliki hubungan persahabatan yang erat dengan Duryodana Duryodana,, yang telah mengangkatnya menjadi raja di Kerajaan Anga, Anga, sekaligus menaikkan statusnya. Atas perlakuan baik yang dilakukan Duryodana   terhadap dirinya, Karna berjanji bahwa ia akan selalu berada di pihak Duryodana. Kebencian Karna Duryodana terhadap  Arjuna  Arjuna   bertemu

dalam

satu

jalan

dengan

kebencian

Duryodana

terhadap

para

Pandawa.. Pandawa

Karna memiliki persaingan yang sangat hebat dengan Arjuna dengan  Arjuna,, dan berambisi bahwa ia akan membunuh Arjuna saja saat Bharatayuddha Bharatayuddha,, bukan Pandawa Pandawa   yang lain. Sebelum Bharatayuddha Bharatayuddha,, Kunti Kunti   datang ke hadapan Karna dan

 

mengatakan bahwa ia sebenarnya ibunya. Kunti Kunti   menyuruh Karna agar memihak Pandawa. Karna mengatakan bahwa ia hanya mengakui Radha Radha   sebagai ibunya dan tetap memihak Kurawa Kurawa.. Karna juga mengatakan, bahwa ia hanya mau membunuh Arjuna membunuh Arjuna,, bukan Pandawa yang lain. 

Berguru

pada

Parasurama

Karena ingin menjadi seorang kesatria, Karna berguru kepada Parasurama Parasurama.. Parasurama adalah seorang Brahmana Brahmana-Kshatriya   yang sudah sangat berpengalaman dalam ilmu peperangan, dan sudah berumur panjang, dari zaman Kshatriya Treta Yuga  Yuga  (zaman Ramayana Ramayana)) sampai zaman Dwapara Yuga  Yuga  (zaman Mahabharata Mahabharata). ). Parasurama memiliki pengalaman yang buruk dengan kasta ksatria ksatria,, dan sejak itu ia enggan untuk mengajar para kesatria. Karna yang sebenarnya seorang kesatria, menyamar sebagai seorang brahmana brahmana agar  agar mendapat pendidikan dari Parasurama. Pada suatu hari, saat Parasurama Parasurama ingin  ingin beristirahat, Karna melayaninya dengan membiarkan sang guru tertidur di pahanya. Ketika Parasurama sedang tertidur, datanglah seekor serangga serangga   menggigit kaki Karna. Karna tidak ingin membiarkan gurunya terbangun, maka ia biarkan serangga tersebut mengigit kakinya. Darah segar mengucur dari kaki Karna, namun ia tidak bergeming. Saat Parasurama terbangun, ia terkejut karena melihat kaki Karna mengeluarkan banyak darah. Ia kemudian bertanya pada Karna, kenapa ia tidak mengusir laba-laba tersebut dan membiarkan serangga itu mengigit kakinya. Karna menjawab, bahwa ia tidak ingin membiarkan gurunya terbangun. Parasurama berkata, “Kekuatan seperti itu hanya dimiliki oleh kaum kesatria, dan bukan seorang brahmana. Engkau telah berbohong kepadaku dengan menyamar sebagai anak brahmana. Aku mengutukmu agar kelak segala ilmu yang

kuberikan

kepadamu

tidak

akan

berguna

saat

kau

sangat

membutuhkannya”.

Setelah menerima kutukan tersebut, Karna sedih dan meninggalkan asrama gurunya dengan hati hancur. Setelah berjalan tanpa tujuan, Karna duduk di tepi pantai sambil termangu-mangu memikirkan jati dirinya. Dia duduk di sana untuk beberapa lama, kemudian bangun lalu pergi. Ketika ia kembali ke tempat tersebut, ia melihat sesosok binatang yang berlalu cepat sekali. Karena ia merasa bahwa hewan tersebut adalah seekor rusa rusa,, ia melepaskan anak panahnya ke arah sosok tersebut. Ketika ia mendekatinya, ia terkejut bahwa yang dipanahnya bukanlah seekor rusa, melainkan sapi milik seorang brahmana brahmana.. Karna meminta ma’af kepada si pemilik sapi sebab ia telah ceroboh, tetapi brahmana itu tida memafkannya, malah sebaliknya menjadi sangat marah. Brahmana tersebut berkata, “Apabila engkau berperang melawan musuhmu yang hebat, roda keretamu akan terjerembab ke tanah. Dan karena engkau telah membunuh sapiku yang sedang lengah, engkau juga akan dibunuh oleh musuhmu sangat engkau lengah”. Setelah mendengar kutukan yang ditujukan kepadanya, Karna lunglai. Lalu ia pulang menemui Radha Radha,, ibu yang sangat dicintainya. Di sana ia menceritakan segala kisah sedih yang menimpa dirinya. Akhirnya Karna bertekad bahwa ia akan pergi mengadu nasib di Hastinapura Hastinapura,, ibukota kerajaan para keturunan Kuru Kuru.. 

Penobatan

sebagai

Raja

Angga/Awangga

Di Hastinapura Hastinapura   diadakan pertandingan dan adu kekuatan untuk menunjukkan bahwa pendidikan para pangeran di sana sudah berhasil. Karna yang percaya diri datang ke stadion dimana pertandingan diadakan dan menantang  Arjuna ketika  Arjuna  ketika Arjuna sedang menunjukkan kepandaiannya dalam ilmu memanah. Para hadirin yang ada di stadion

 

heran melihat Karna yang berani menantang Arjuna, kesatria bangsa Kuru. Saat melihat Karna, Kunti Kunti   menjadi lunglai.  Arjuna menerima tantangan Karna untuk menunjukkan yang terbaik. Ketika kedua kesatria bersiap-siap, Krepa Krepa naik  naik ke atas panggung dan menanyakan identitas Karna. Ia juga berkata bahwa Karna boleh bertanding dengan Arjuna apabila mereka sederajat. Setelah mendengar kata-kata Krepa, Karna diam dan menunduk malu sebab ia merupakan seorang anak kusir. Duryudana Duryudana yang  yang bersimpati, berdiri dan berkata, “Guruku, keberanian bukanlah milik para kesatria saja. Tetapi kalau Arjuna ini dijadikan patokan bahwa seorang kesatria harus bertarung dengan kesatria, maka keinginanmu akan kupenuhi. Kami akan menobatkan pendatang baru itu sebagai Raja  Angga/Awangga,  Angga /Awangga,

sebab

kerajaan

itu

belum

memiliki

raja”.

 Akhirnya pada saat itu juga, Karna dinobatkan menjadi Raja Angga/Awangga. Para brahmana brahmana membacakan  membacakan wedaweda   dan Duryudana weda Duryudana   memberi mahkota, pedang, dan air penobatan kepada Karna. Karna terharu dengan kemurahan hati Duryodana. Balasan yang diinginkan oleh Duryudana hanyalah persahabatan yang kekal. Semenjak persahabatan itu terjalin, Yudistira Yudistira merasa  merasa cemas sebab kekuatan sepupunya yang jahat (Korawa ( Korawa)) menjadi semakin kuat karena dibantu oleh Karna, kesatria yang setara dengan Arjuna. 

Penolakan

Drupadi

Pada saat Karna sudah cukup dewasa, ia mengikuti sebuah sayembara sayembara di  di Kerajaan Panchala. Panchala. Sayembara tersebut memperebutkan puteri Drupadi Drupadi.. Para Pandawa Pandawa   turut serta dalam sayembara tersebut, namun mereka menyamar dengan pakaian kaum brahmana brahmana.. Sebuah ikan dari kayu dipasang pada sebuah cakram berputar di atas arena, di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan ikan tersebut. Para hadirin yang mengikuti sayembara harus menembak

mata

ikan

yang

berputar

tersebut

hanya

dengan

melihat

pantulannya

di

bawah

kolam.

Banyak kesatria kesatria yang  yang gagal melakukannya, hingga Karna tampil ke muka. Ia memusatka memusatkan n pikirannya pada bayangan ikan tersebut dan mengarahkan panahnya ke atas, namun pandangannya ke bawah, tertuju pada bayangan ikan yang terpantul pada air kolam. Kemudian Karna melepaskan panahnya dan menembus mata ikan tersebut. Sesuai dengan aturan, Karna berhasil memenangkan sayembara tersebut dan Drupadi Drupadi   berhak menjadi istrinya. Namun Drupadi menolak Drupadi  menolak hasil sayembara sayembara tersebut,  tersebut, karena ia tidak mau menikah dengan Karna yang seorang anak kusir. Mendengar hal itu, Karna menjadi sakit hati dan menerima keputusan tersebut, namun dalam hatinya ia sangat marah. Beberapa versi mengatakan bahwa Karna tidak mampu untuk menaklukkan tantangan tersebut, hanya  Arjuna  Arjuna yang  yang sangggup melakukannya. 

Peran

Karna

dalam

Bharatayuddha

Kresna   mengetahui bahwa Karna adalah Pandawa Kresna Pandawa   sulung, namun lain ayah. Dan semua tahu bahwa Karna-lah pemilik Panah Kunta. Kresna sempat ingin membuat Karna memihak Pandawa pada Bharatayuddha Bharatayuddha mendatang  mendatang dan ia mengatur sebuah pertemuan rahasia antara Karna dan ibunya Kunti Kunti.. Karna pun memelas setelah ia melihat

ibunya menangis namun ia menganjurkan ibunya untuk tetap tegar karena ia melakukan kewajiban bela negara. Ia

 

 juga memberi tahu ibunya bahwa selain dia berkorban berkorban demi negara, ia juga akan menyelamatkan menyelamatkan para Pandawa Pandawa lima  lima karena ia tidak akan menggunakan panah Kunta untuk membunuh  Arjuna  Arjuna dan  dan saat ia berperang dengan Arjuna dia memastikan bahwa Arjuna tidak tahu bahwa Karna adalah kakaknya sendiri sehingga tidak segan membunuhnya. Pada perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, ia membunuh Gatotkaca Gatotkaca   dan hampir membunuh  Arjuna  Arjuna.. Tetapi Arjuna menang bertanding dan Karna pun gugur. Baru setelah Karna gugur, para Pandawa mengetahui asal usulnya dan mereka sangat terpukul oleh hal ini. 

Karna

dalam

pewayangan

Jawa

Karna dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata Mahabharata   yang berasal dari Tanah Hindu, Hindu, yaitu India India,, dan ber bahasa bahasa Sansekerta. Sansekerta. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.  Kelahiran  Ibu dari Karna dan Panca Pandawa yaitu Pandawa yaitu Kunti Kunti,, pernah mencoba sebuah aji pada masa kecilnya untuk memanggil seorang Dewa. Yang dipanggilnya adalah Dewa Matahari  Matahari  (Surya) dan beliau membuatnya hamil. Puteranya akan keluar dari telinga untuk menjaga keperawanan Kunti, maka dinamakannya Karna. Nama-nama Karna lainnya berhubungan dengan statusnya sebagai putera Dewa Matahari, yaitu Arkasuta, Suryatmaja dan lain sebagainya. Oleh ibunya, Karna dihanyutkan di sungai sampai ia ditemukan oleh Prabu Radeya dan diangkat anak, sayangnya kerajaan Prabu Radeya tunduk kepada Hastinapura Hastinapura   dan ia dibesarkan oleh seorang sais prabu Dretarastra Dretarastra,, yang bernama Nandana atau  Adirata  Adirata.. Oleh Adirata, Karna kemudian diberi nama Aradea. Nama itu digunakan Karna sampai

dewasa,

hingga

ia

mengetahui

identitas

diri

yang

sesungguhnya.

Meskipun Karna masih saudara seibu dengan Yudistira Yudistira,, Werkodara Werkodara (Bima),  (Bima), dan Arjuna dan  Arjuna,, tetapi para Pandawa Pandawa tidak  tidak mengetahuinya sampai ia gugur di perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, sehingga mereka suka menghinanya.  Kemahiran  Karna sangat mahir menggunakan senjata panah panah.. Kesaktiannya setara dengan  Arjuna  Arjuna.. Ia mempunyai panah andalan bernama Kunta. Suatu ketika, ketika terjadi uji tanding antara Korawa Korawa dengan  dengan Pandawa sebagi murid-murid Drona,, Karna berhasil menandingi kesaktian Arjuna. Namun karena Karna bukan raja atau anak raja maka beliau Drona diusir dari arena. Karena mengetahui kesaktiannya, maka Duryodana Duryodana,, ketua para Korawa Korawa mengangkatnya  mengangkatnya menjadi Raja

Awangga.

Sejak

itu

Karna

bersumpah

setia

kepada

Duryodana.

Senjata andalannya, yaitu panah Kunta adalah pemberian Batara Narada Narada sebab  sebab beliau mengira bahwa Karna adalah  Arjuna karena kemiripannya. Panah tersebut adalah senjata yang paling ampuh, bahkan melebihi Cakra milik Prabu Kresna dan Kresna  dan panah Pasupati Pasupati   Arjuna, Arjuna, namun untungnya hanya sekali pakai. Sarung dari panah tersebut yang masih disimpan Batara Narada Narada   kemudian dititpkan ke Bima Bima   untuk diberikan ke Arjuna adalah saat para pandawa mengetahui bahwa Batara Narada salah alamat. Sarung dari Kunta tersebut kemudian dipakai untuk memutus tali pusar bayi Tetuka alias Gatotkaca Gatotkaca.. 

 

Kesaktian  Karna dilahirkan memakai anting-anting dan baju kebal pemberian ayahnya (Batara Surya). Kunti, ibunya, mengenal dirinya saat adu ketrampilan murid-murid Dorna karena melihat anting-anting tersebut. Selama memakai kedua benda ini Karna tidak akan mati oleh senjata apapun. Hal ini diketahui oleh Batara Indra yang Indra yang sangat menyayangi  Arjuna.. Oleh karena itu beliau meminta benda tersebut dengan menyamar sebagai seorang pengemis. Batara Surya   Arjuna Surya  mendahuluinya dengan menemui Karna terlebih dulu dan memperingatkan Karna. Tapi Karna menganggap mati dalam perang tanding lebih terhormat daripada panjang umur. Batara Surya kemudian menyarankan Karna untuk meminta senjata ampuh sebagai kompensasi atas kedua benda tersebut. Hal ini disanggupi Karna. Ketika pengemis itu datang, Karna langsung mengenalinya dan memberi hormat dan pengemis itu berubah kembali menjadi Batara Indra.. Sebagai kompensasi, Batara Indra memberi senjata Kunta kepada Karna.   Indra

December 24, 2007

Kaniraras - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kangsadewa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kandihawa - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kanastren - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kamajaya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kalmasapada - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kalimantara - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kalantaka - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kalanjaya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Kalakarna - Solo  Solo  

December 24, 2007

Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kalabendana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Kala Pracona - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Kakrasana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Jungkung Mardeya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Jembawati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Jembawan - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Jayawilapa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Jayasemedi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta

Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Jayadrata - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, Jayadrata Jayadrata   (Sansekerta Sansekerta:: Jayadratha Jayadratha)) adalah seorang raja di Kerajaan Sindhu. Sindhu. Dia menikahi Dursala Dursala,, adik perempuan Kurawa Kurawa   bersaudara. Jayadrata merupakan tokoh penting di balik pembunuhan  Abimanyu. Ia menghadang para ksatria Pandawa Pandawa saat  saat mereka berusaha menyelamatkan Abimanyu menyelamatkan  Abimanyu.. Atas kematian  Abimanyu,  Arjuna  Arjuna   berusaha membunuh Jayadrata. Akhirnya pada Bharatayuddha Bharatayuddha   hari keempat belas, Jayadrata gugur di tangan Arjuna. 

 Anugerah

Siwa

Jayadrata menghina Drupadi Drupadi,, istri para Pandawa Pandawa,, karena berusaha menculik dan mengawininya. Setelah  Arjuna  Arjuna   memburu dan menangkapnya hidup-hidup, nyawanya diselamatkan oleh Yudistira Yudistira,, dan ia dijadikan budak. Kemudian Bima   mencukur rambutnya sehingga Jayadrata botak. Karena dendam terhadap perlakuan tersebut, Jayadrata Bima melakukan tapa ke hadapan Siwa Siwa.. Ia memohon kekuatan untuk menaklukkan Pandawa Pandawa,, namun Siwa mengatakan

 

bahwa itu hal yang mustahil – namun ia menganugerahkan Jayadrata agar mampu mengalahkan seluruh Pandawa bersaudara pada hari pertama – kecuali Arjuna kecuali Arjuna.. Maka, akhirnya Arjuna berhasil mengalahkan Jayadrata. 

Perang

di

Kurukshetra

Raja Sindhu Sindhu   – Jayadrata – memihak Duryodana Duryodana   dalam perang di Kurukshetra. Kurukshetra. Pada hari ketiga belsa, Jayadrata menggunakan kekuatannya ketika menghentikan Pandawa Pandawa di  di dekat formasi Cakrawyuha Cakrawyuha yang  yang sulit ditembus, yang dimasuki oleh Abimanyu oleh Abimanyu –  – putera Arjuna putera Arjuna.. Di dalam formasi tersebut, Abimanyu bertarung sendirian. Ia dikepung oleh para ksatria Kurawa Kurawa   dan terdesak, sementara ksatria-ksatria Pandawa yang ingin menyelamatkan Abimanyu dihadang

oleh

Jayadrata.

Saat

terjebak

dan

kesusahan,

Abimanyu

dibunuh

dengan

curang.

 Arjuna   terkejut dan pingsan setelah mendengar kematian  Abimanyu  Arjuna  Abimanyu.. Atas penjelasan para ksatria Pandawa,  Abimanyu dikurung dalam formasi Cakrawyuha Cakrawyuha   dan dibunuh dengan serangan serentak. Beberapa ksatria ingin membantu dan menyelamatkan Abimanyu, namun dihadang oleh Jayadrata. Mendengar hal itu, Arjuna bersumpah bahwa ia akan membakar dirinya sendiri pada akhir hari keempat belas apabila ia tidak berhasil membunuh Jayadrata. 

Dendam

Arjuna

Pada hari keempat belas,  Arjuna  Arjuna   berencana untuk membunuh Jayadrata. Namun ribuan ksatria dan prajurit dari pihak Kurawa Kurawa melindungi  melindungi Jayadrata dan memisahkannya dengan Arjuna. Sampai hari menjelang sore, Arjuna belum berhasil menjangkau Jayadrata dan membunuhnya, dan apabila setelah malam tiba Arjuna belum berhasil membunuh Jayadrata maka ia akan membakar dirinya sendiri. Kresna Kresna   yang melihat Arjuna dalam kesusahan mencoba membantunya dengan membuat gerhana matahari buatan. Saat suasana menjadi gelap, pihak yang bertarung merasa bahwa perang pada hari itu sudah berakhir karena malam sudah tiba. Pasukan Kurawa Kurawa   yang melindungi Jayadrata pulang ke kemah mereka. Pada saat Jayadrata tak terlindungi, matahari muncul kembali dan ternyata hari belum malam. Pada kesempatan itu,  Arjuna  Arjuna   menyuruh Kresna Kresna   agar menjangkau Jayadrata. Saat mendekat, ia melepaskan anak panahnya dan memutuskan leher Jayadrata.  Riwayat

selanjutnya

Setelah perang berakhir, Arjuna berakhir, Arjuna bertarung  bertarung dengan pasukan Sindhu Sindhu ketika  ketika mereka menolak untuk mengakui Yudistira Yudistira   sebagai Maharaja dunia. Ketika Dursala Dursala,, istri Jayadrata, keluar untuk melindungi puteranya, yaitu raja muda penerus tahta Sindhu, Arjuna menghentikan pertarungan. 

Jayadrata

dalam

pewayangan

Jawa

 Antara kisah Jayadrata dalam kitab kitab Mahabharata Mahabharata dan  dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, namun tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh proses Jawanisasi , yaitu membuat kisah wiracarita dari India India bagaikan  bagaikan terjadi di pulau Jawa Jawa.. 

 

Riwayat  Jayadrata adalah seorang ksatria yang sangat sakti dari pihak Kurawa Kurawa.. Misteri menyelubungi asal usulnya. Kisahnya bermula ketika Wrekudara Wrekudara lahir,  lahir, ari-ari yang membungkusnya dibuang. Pertapa tua, yaitu Bagawan Sapwani, secara kebetulan memungutnya, mendoakannya, dan mengubahnya menjadi seorang bocah lelaki, yang tumbuh dewasa dengan nama Jayadrata. Dari pandangan sekilas saja tampak jelas kemiripan kekerabatan dengan Wrekudara dan putra Wrekudara, Raden Gatotkaca Gatotkaca.. Ketika Jayadrata beranjak dewasa, ia dibujuk untuk datang ke Hastina Hastina   oleh Sangkuni yang Sangkuni  yang cerdik, yang memandang perlu seorang sekutu yang seperti itu untuk melawan Pandawa Pandawa.. Di sana Jayadrata diberi suatu kedudukan yang tinggi dan dikawinkan dengan saudara perempuan Duryodana Duryodana,, Dewi Dursilawati.. Hal ini mengikatnya dengan kuat pada pihak Kiri. Dalam Perang Bharatayuddha Dursilawati Bharatayuddha,, dialah yang membunuh ksatria muda Abimanyu muda  Abimanyu,, dan setelah itu pada gilirannya ia dibunuh oleh  Arjuna  Arjuna yang  yang kehilangan anaknya. Karakter Jayadrata adalah jujur, setia, dan terus terang bagaikan Gatotkaca Gatotkaca   di antara Kurawa Kurawa.. Ia mahir mempergunakan panah dan sangat ahli bermain gada. Oleh Resi Sapwani ia diberi pusaka gada bernama Kyai Glinggang. Jayadrata nama sesungguhnya adalah Arya Tirtanata atau Tirtanata atau Bambang Sagara. Sagara. Arya Tirtanata kemudian dinobatkan sebagai raja negara Sindu, Sindu, dan bergelar Prabu Sinduraja. Karena ingin memperdalam pengetahuannya dalam bidang tata pemerintahan dan tata kenegaraan, Prabu Sinduraja pergi ke negara Hastina untuk berguru pada Prabu Pandu Dewanata. Dewanata. Untuk menjaga kehormatan dan harga diri, ia menukar namanya dengan nama patihnya, Jayadrata. Di negara Hastina Jayadrata bertemu dengan Keluarga Kurawa Kurawa,, dan akhirnya diambil menantu Prabu Dretarastra,, dikawinkan dengan Dewi Dursilawati dan diangkat sebagai Adipati Buanakeling. Dari perkawinan Dretarastra tersebut

ia

memperoleh

dua

orang

putra

bernama

Arya

Wirata

dan

Arya

Surata.

Jayadrata gugur di tangan  Arjuna  Arjuna   di medan perang Bharatayuddha Bharatayuddha   sebagai senapati perang Kurawa Kurawa.. Kepalanya terpangkas lepas dari badannya oleh panah sakti Pasupati 

December 24, 2007

Jatayu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Jatasura - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Jatagini - Solo  Solo  

 

Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 24, 2007

Jatagimbal - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Jarasanda - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Jarameya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 24, 2007

Janget Kinatelon - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Janaka - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Jambumangli - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Jamadagni - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Jakapuring - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Jaka Pengalasan - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Irawan - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara I, I, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Indrajit - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara I, I, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Hiranyakasipu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara H, H, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Hartadriya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara H, H, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Hamso - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara H, H, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Guwarsa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Guru [Bhatara] w/ reca - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

 

  December 23, 2007

Gunadewa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Gotama - Solo  Solo  

 

Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 23, 2007

Gorawangsa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Gendari - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Gathutkaca - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Garuda - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Gareng w/ wregul - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Gardapati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Gangga - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Gandawati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Gandamana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Gandabayu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Gana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Gagakbaka - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Ekawati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara E, E, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Endra - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara E, E, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Emban - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara E, E, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Ekalaya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara E, E, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Dwara Patih - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Dwapara - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Duryudana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Duryudana Bokongan - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Duryudana   (Sansekerta Duryudana Sansekerta:: Duryodhana Duryodhana)) atau Suyodana Suyodana   adalah tokoh antagonis antagonis   yang utama dalam wiracarita wiracarita   Mahabharata,, musuh utama para Pandawa Mahabharata Pandawa.. Duryudana merupakan inkarnasi dari Iblis Kali. Kali. Ia lahir dari pasangan Dretarastra dan Dretarastra  dan Gandari Gandari.. Duryudana merupakan saudara yang tertua di antara seratus Korawa Korawa.. Ia menjabat sebagai raja

di

Kerajaan

Kuru

dengan

pusat

pemerintahannya

di

Hastinapura.. Hastinapura

Duryudana menikah dengan puteri Prabu Salya Salya   dan mempunyai putera bernama Laksmana (Laksmanakumara). Duryudana digambarkan sangat licik dan kejam, meski berwatak jujur, ia mudah terpengaruh hasutan karena tidak berpikir panjang dan terbiasa dimanja oleh kedua orangtuanya. Karena hasutan Sangkuni Sangkuni,, yaitu pamannya yag licik dan berlidah tajam, ia dan saudara-saudaranya senang memulai pertengkaran dengan pihak Pandawa Pandawa.. Dalam

perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, bendera keagungannya berlambang ular kobra. Ia dikalahkan oleh Bima Bima pada  pada pertempuran di hari kedelapan belas karena pahanya dipukul dengan gada gada.. 

 

 Arti

nama

Secara harfiah harfiah,, nama Duryudana Sansekerta memiliki arti “sulit ditaklukkan” atau dapat pula berarti Duryudana   dalam bahasa Sansekerta memiliki “tidak terkalahkan”. 

Kelahiran Saat Gandari Gandari   hamil dalam jangka panjang yang tidak wajar, ia memukul-mukul kandungannya dalam keadaan frustasi dn cemburu terhadap Kunti Kunti,, yang telah memberikan Pandu Pandu   tiga orang putera. Atas tindakannya, Gandari melahirkan gumpalan daging berwarna keabu-abuan. Kemudian Gandari memuja Byasa Byasa,, seorang pertapa sakti, yang kemudian memberi berkah seratus orang anak kepada Gandari. Kemudian Byasa memotong gumpalan daging tersebut menjadi seratus bagian, dan memasukkannya ke dalam pot. Kemudian pot-pot tersebut ditanam di dalam tanah selama satu tahun. Setelah satu tahun, pot tersebut digali kembali. Yang pertama kali dikeluarkan dari pot tersebut adalah Duryudana, diiringi oleh Dursasana, dan adik-adiknya yang lain. 

Tanda-tanda yang buruk mengiringi kemunculannya dari dalam pot. Para brahmana brahmana di  di keraton merasakan adanya tanda-tanda akan bencana yang buruk. Widura Widura mengatakan  mengatakan bahwa jika tanda-tanda seperti itu mengiringi kelahiran putranya, itu tandanya kekerasan akan mengakhiri dinasti tersebut. Widura Widura   dan Bisma Bisma   menyarankan agar putera tersebut dibuang, namun Dretarastra Dretarastra tidak  tidak mampu melakukannya karena rasa cinta dan ikatan emosional terhadap putera pertamanya itu.  

Pendidikan Tubuh Duryudana dikatakan terbuat dari petir , dan ia sangat kuat. Ia dihormati oleh adik-adiknya, khususnya Dursasana. Dengan belajar ilmu bela diri dari gurunya, yaitu Krepa Krepa,, Drona Drona dan  dan Balarama Balarama atau  atau Baladewa Baladewa,, ia menjadi sangat kuat dengan senjata gada, dan setara dengan Bima Bima,, yaitu Pandawa Pandawa yang  yang kuat dalam hal tersebut. 

Persahabatan

dengan

Karna

Saat para Korawa Korawa dan  dan Pandawa Pandawa unjuk  unjuk kebolehan saat menginjak dewasa, munculah sesosok ksatria gagah perkasa yang mengaku bernama Karna Karna.. Ia menantang Arjuna menantang Arjuna yang  yang disebut sebagai ksatria terbaik oleh Drona Drona.. Namun Krepa Krepa   mengatakan bahwa Karna harus mengetahui kastanya, agar tidak sembarangan menantang seseorang yang tidak setara. Duryudana membela Karna, kemudian mengangkatnya menjadi raja di Kerajaan Anga. Anga. Semenjak saat itu, Duryudana bersahabat dengan Karna. Baik Karna maupun Duryudana tidak mengetahui, bahwa Karna sebenarnya merupakan putera Kunti Kunti.. Karna juga merupakan harapan Duryudana agar mampu meraih kemenangan saat Bharatayuddha berlangsung, Bharatayuddha  berlangsung, karena Duryudana percaya bahwa Karna adalah lawan yang sebanding dengan Arjuna. 

Perebutan

kerajaan

Duryudana memiliki sifat iri hati terhadap kekayaan Yudistira Yudistira   serta kemegahannya di Indraprastha Indraprastha.. Terlebih lagi kepada para Pandawa Pandawa   lainnya yang selalu membuat hatinya jengkel. Berbagai usaha ingin dilakukannya untuk

 

menyingkirkan para Pandawa, namun selalu gagal berkat perlindungan Kresna Kresna.. Duryudana memiliki seorang paman bernama Sangkuni Sangkuni.. Sifatnya sangat licik dan senang melontarkan ide-ide buruk untuk mempengaruhi keponakannya tersebut. Saat Duryudana datang berkunjung ke Istana Indraprastha Indraprastha,, ia terkagum-kagum dengan kemegahan istana tersebut. Saat memasuki sebuah ruangan, ia mengira sebuah kolam sebagai lantai. Tak pelak lagi ia tercebur. Kejadian tersebut disaksikan oleh Dropadi Dropadi.. Ia tertawa terpingkal-pingkal dan menghina Duryudana. Ia mengatakan bahwa anak orang buta ternyata ikut buta juga. Mendengar hal itu, Duryudana sangat sakit hati. Dalam hati, ia marah besar terhadap

Dropadi.. Dropadi

Setelah pulang dari Indraprastha Indraprastha,, Duryudana termenung memikirkan bagaimana cara mendapatkan harta Yudistira Yudistira.. Melihat keponakannya murung, Sangkuni Sangkuni menawarkan  menawarkan ide licik untuk mengajak Yudistira main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Niat tersebut disetujui oleh Duryudana, termasuk Dretarastra yang terkena rayuan dan hasutan Sangkuni yang berlidah tajam. Pada hari yang dijanjikan, Yudistira Yudistira bermain  bermain dadu dengan Duryudana yang diwakilkan oleh Sangkuni. Di awal permainan, Sangkuni membiarkan Yudistira Yudistira   menikmati kemenangan, namun pada pertengahan permainan, kemenangan terus dimenangkan oleh Sangkuni Sangkuni   berkat kelicikannya. Akhirnya Yudistira menyerahkan harta, kerajaan, bahkan adik-adiknya sendiri, termasuk Dropadi,, Dropadi istrinya. Saat Dropadi disuruh untuk menanggalkan bajunya karena Yudistira sudah kalah taruhan, ia tidak mau melakukannya. Dengan kasar Dursasana menarik kain Dropadi. Namun berkat pertolongan gaib dari Kresna Kresna,, kain yang dikenakan Dropadi tidak habis meski terus-menerus ditarik dan diulur-ulur. Akhirnya Bima Bima bersumpah  bersumpah bahwa ia akan memukul paha Duryudana kelak, karena Duryudana menghina Dropadi dengan menyuruh waniat tersebut berbaring di atas pahanya. 

Pertempuran

di

Kurukshetra

Saat Yudistira Yudistira   dan Pandawa Pandawa   lainnya sudah menjalankan masa pembuangan selama 12 tahun dan masa penyamaran selama setahun, mereka kembali ke Hastinapura Hastinapura dan  dan meminta kembali kerajaan mereka sesuai dengan perjanjian yang sah. Namun Duryudana bersikap sombong dan menolak permohonan Yudistira Yudistira   mentah-mentah. Yudistira   kemudian meminta agar mereka diberikan lima buah desa saja, karena sudah merupakan kewajiban Yudistira Pandawa untuk turut serta dalam pemerintahan sebagai pangeran Kerajaan Kuru. Kuru. Duryudana pun bersikeras bahwa ia tidak akan mau memberikan tanah kepada Pandawa Pandawa   bahkan seluas ujung jarum pun. Duryudana menantang Pandawa

untuk

melakukan

peperangan.

Sebelum pertempuran dimulai, Kresna Kresna   datang ke hadapan Duryudana dan sesepuh Kerajaan Kuru  Kuru  seperti Dretarastra,, Widura Dretarastra Widura,, Bisma Bisma,, dan Drona Drona.. Ia datang untuk menyampaikan misi perdamaian. Namun usul Kresna ditolak  juga oleh Duryudana. Dalam kesempatan tersebut, ia memiliki niat jahat untuk menculik Kresna. Namun Kresna mengetahui niat jahat Duryudana tersebut dan menampakkan wujud aslinya. Dengan gagalnya usaha Kresna,

peperangan

tak

dapat

dipungkiri

lagi.

Dalam pertempuran besar   di Kurukshetra Kurukshetra,, Duryudana didampingi ksatria-ksatria kuat dan dengan segenap tenaga melindunginya, seperti misalnya Bisma Bisma,, Drona Drona,, Karna Karna,,  Aswatama  Aswatama,, Salya Salya,, dan lain-lain. Ia menggantungkan

 

harapannya untuk meraih kemenangan kepada Bisma dan Karna, karena mereka adalah ksatria yang unggul dan setara, atau bahkan melebihi  Arjuna  Arjuna.. Karna Karna   yang bersumpah setia akan selalu memihak Duryudana, berusaha memberikan yang terbaik bagi sahabatnya tersebut. Namun satu-persatu ksatria besar yang memihak Duryudana, gugur di medan laga dalam usaha membela Raja Hastinapura Hastinapura tersebut,  tersebut, termasuk ksatria yang sangat diharapkan Duryudana, yaitu Bisma Bisma dan  dan Karna Karna.. Begitu pula saudara-saudaranya, seperti misalnya Dursasana Dursasana,, Wikarna, Bima, Citraksa,, Citraksa

dan

lain-lain.

 Akhirnya, hanya beberapa beberapa ksatria besar di pihak pihak Kurawa masih bertahan bertahan hidup, seperti misalnya misalnya Kretawarma Kretawarma,, Krepa Krepa,,  Aswatama,, dan Salya  Aswatama Salya.. Pada pertempuran di hari kedelapan belas, ia mengangkat Salya sebagai senapati pihak Korawa,, namun pada hari itu juga Salya gugur di tangan Yudistira Korawa Yudistira.. Menjelang akhir peperangan tersebut, Duryudana mulai merasa cemas akan kekalahannya.   Anugerah Gandari 

Ratu Gandari Gandari yang  yang sedih dengan kematian putera-putranya, merasa cemas dengan Duryudana, putera satu-satunya yang masih bertahan hidup dalam peperangan. Agar puteranya tersebut mencapai kemenangan, ia memberikan sebuah kekuatan ajaib. Kekuatan tersebut berasal dari kedua matanya yang ia tutup. Jika kekuatan tersebut dilimpahkan kepada tubuh Duryodna, maka ia akan kebal terhadap berbagai macam serangan. Ia menyuruh Duryudana

agar

mandi

dan

memasuki

tenda

dalam

keadaan

telanjang.

Saat Duryudana ingin menghadap ibunya, ia berpapasan dengan Kresna Kresna   yang baru saja datang mengunjungi ibunya. Kresna Kresna   mencela dan mengejek Duryudana yang mau datang ke hadapan ibunya sendiri dalam keadaan telanjang.

Karena

malu,

Duryudana

menutupi

bagian

bawah

perutnya,

termasuk

bagian

pahanya.

Saat Duryudana memasuki tenda, Gandari Gandari sudah  sudah menunggunya, kemudian wanita itu membuka penutup matanya. Saat matanya terbuka, kekuatan ajaib dilimpahkan ke tubuh Duryudana. Namun ketika Gandari Gandari   melihat bahwa Duryudana menutupi bagian bawah perutnya, ia berkata bahwa bagian tersebut tidak akan kebal dari serangan musuhnya karena bagian tersebut ditutupi saat Gandari melimpahkan kekuatan ajaibnya. 

Pertempuran

terakhir

dan

kematian

Saat Duryudana bertarung sendirian dengan Pandawa Pandawa,, Yudistira Yudistira   mengajukan tawaran, bahwa ia harus bertarung dengan salah satu Pandawa, dan jika Pandawa itu dikalahkan, maka Yudistira Yudistira akan  akan menyerahkan kerajaan kepada Duryudana. Duryudana memilih bertarung dengan senjata gada melawan Bima Bima.. Kedua-duanya memiliki kemampuan yang setara dalam memainkan senjata gada karena mereka berdua menuntut ilmu kepada guru yang sama, yaitu Baladewa.. Pertarungan terjadi dengan sengit, keduanya sama-sama kuat dan sama-sama ahli bergulat dan Baladewa bertarung dengan senjata gada. Setelah beberapa lama, Duryudana mulai berusaha untuk membunuh Bima. Pada waktu itu, Kresna Kresna mengingatkan  mengingatkan Bima Bima akan  akan sumpahnya bahwa ia akan mematahkan paha Duryudana karena

perbuatannya yang melecehkan Dropadi Dropadi.. Atas petunjuk Kresna Kresna tersebut,  tersebut, Bima mengingat sumpahnya kembali dan langsung mengarahkan gadanya ke paha Duryudana. Setelah pahanya dipukul dengan keras, Duryudana tersungkur dan roboh. Ia mulai mengerang kesakitan, sebab bagian tubuhnya yang tidak kebal telah dipukul oleh Bima. Saat

 

Bima ingin mengakhiri riwayat Duryudana, Baladewa Baladewa datang  datang untuk mencegahnya dan mengancam bahwa ia akan membunuh Bima. Baladewa juga memarahi Bima yang telah memukul paha Duryudana, karena sangat dilarang untuk

memukul

bagian

itu

dalam

pertempuran

dengan

senjata

gada.

Kresna   kemudian menyadarkan Baladewa Kresna Baladewa,, bahwa sudah menjadi kewajiban bagi Bima Bima   untuk menunaikan sumpahnya. Kresna juga membeberkan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh Duryudana. Duryudana lebih banyak melanggar aturan-aturan perang daripada Bima. Ia melakukan penyerangan secara curang untuk u ntuk membunuh  Abimanyu.. Ia juga telah melakukan berbagai perbuatan curang agar Indraprastha jatuh ke tangannya.  Abimanyu Duryudana gugur dengan perlahan-lahan pada pertempuran di hari kedelapan belas. Hanya tiga ksatria yang bertahan hidup dan masih berada di pihaknya, yaitu Aswatama yaitu  Aswatama,, Krepa Krepa,, dan Kretawarma Kretawarma.. Setelah Duryudana gugur, ia masuk neraka, namun kemudian menikmati kesenangan di surga karena ia gugur di Kurukshetra Kurukshetra,, tanah suci yang diberkati. 

Pandangan

lain

Dalam pandangan para sarjana Hindu Hindu masa  masa kini, Duryudana merupakan raja yang kuat dan cakap, serta memerintah dengan adil, namun bersikap licik dan jahat saat berusaha melawan saudaranya ( Pandawa Pandawa). ). Seperti Rawana Rawana,, Duryudana sangat kuat dan berjaya, dan ahli dalam ilmu agama, namun gagal untuk mempraktekkannya dalam kehidupan. Namun kebanyakan umat Hindu Hindu   memandangnya sebagai orang jahat yang suka mencari masalah. Duryudana juga merupakan salah satu tokoh yang sangat menghormati orangtuanya. Meskipun dianggap bersikap  jahat, ia tetap menyayangi ibunya, yaitu Gandari Gandari.. Setiap pagi sebelum berperang ia selalu mohon do’a restu, dan setiap kali ia berbuat demikian, ibunya selalu berkata bahwa kemenangan hanya berada di pihak yang benar. Meskipun jawaban tersebut mengecilkan hati Duryudana, ia tetap setia mengunjungi ibunya setiap pagi. Di wilayah Kumaon Kumaon di  di Uttranchal Uttranchal,, beberapa kuil yang indah ditujukan untuk Duryudana dan ia dipuja sebagai dewa kecil. Suku Kumaon di pegunungan memihak Duryudana dalam Bharatayuddha Bharatayuddha.. Ia dipuja sebagai pemimpin yang cakap dan dermawan. 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Dursilawati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Dursasana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Dursasana   atau Duhsasana Dursasana Duhsasana   (ejaan Sansekerta Sansekerta:: Duśśāsana sana)) merupakan adik dari Duryodana Duryodana,, salah seorang Korawa yang Korawa  yang cukup terkenal. Ia putra Prabu Dretarasta Dretarasta dengan  dengan Dewi Gandari Gandari.. Badannya gagah, mulutnya lebar dan mempunyai sifat sombong, suka bertindak sewenang-wenang, menggoda wanita dan senang menghina orang lain. Ia mempunyai seorang istri bernama Dewi Saltani, dan berputra satu orang yakni Dursala Dursala.. 

 Arti Nama Dursasana terdiri dari dua kata Sansekerta Sansekerta,, yaitu dur  atau   atau duh duh,, dan

nama śāsana sana..

Secara harfiah harfiah,, kata Dusśāsana sana  

memiliki arti “sulit untuk dikuasai” atau “sulit untuk diatasi”. 

Kelahiran Saat Gandari Gandari   hamil dalam jangka panjang yang tidak wajar, ia memukul-mukul kandungannya dalam keadaan

frustasi dan cemburu terhadap Kunti Kunti,, yang telah memberikan Pandu tiga orang putera. Atas tindakannya, Gandari melahirkan gumpalan daging berwarna keabu-abuan. Kemudian Gandari memuja Byasa Byasa,, seorang pertapa sakti, yang kemudian memberi berkah seratus orang anak kepada Gandari. Kemudian Byasa Byasa memotong  memotong gumpalan daging

 

tersebut menjadi seratus bagian, dan memasukkannya ke dalam pot. Kemudian pot-pot tersebut ditanam di dalam tanah selama satu tahun. Setelah satu tahun, pot tersebut digali kembali. Yang pertama kali dikeluarkan dari pot tersebut adalah Duryodana Duryodana,, diiringi oleh Dursasana, dan adik-adiknya yang lain. 

Pelecehan

Dropadi

Saat Yudistira Yudistira kalah  kalah main dadu dengan Duryodana Duryodana,, Dropadi Dropadi yang  yang menjadi taruhannya jatuh ke tangan Duryodana. Duryodana mengutus pengawalnya untuk menjemput Dropadi, namun Dropadi menolak. Kemudian Duryodana mengutus adiknya sendiri, yaitu Dursasana. Dengan kasar ia datang ke kediaman Dropadi kemudian menjambak rambut Dropadi serta menyeretnya sampai di arena dadu, dimana suami beserta ipar-iparnya berkumpul. Kemudian Duryodana menyuruh Pandawa Pandawa   dan Dropadi untuk menanggalkan pakaian mereka sebab harta mereka sudah menjadi

milik

Duryodana.. Duryodana

Dropadi yang Dropadi  yang menolak untuk melepaskan pakaiannya, dipaksa oleh Dursasana. Dropadi memuja-muja Tuhan agar mendapatkan pertolongan. Kemudian Kresna Kresna   muncul secara gaib (kasat mata) dan memberi keajaiban kepada pakaian Dropadi agar kain yang dikenakannya tidak habis-habis meski ditarik terus-menerus. Saat Dursasana menarik pakaian Dropadi dengan paksa, kain sari  yang   yang melilit di tubuhnya tidak habis-habis meski terus diulur-ulur.  Akhirnya

Dursasana

merasa

lelah

dan

pakaian

Dropadi

tidak

berhasil

dilepas.

 Atas tindakan tersebut, Bima Bima   bersumpah bahwa kelak ia akan membunuh Dursasana, merobek dadanya, dan meminum darahnya. 

Kematian Dalam pertempuran besar  di  di Kurukshetra Kurukshetra,, Bima Bima membunuh  membunuh Dursasana, merobek dadanya, dan meminum darahnya. Kemudian Bima membawa darah Dursasana kepada Dropadi Dropadi.. Dropadi mengoleskan darah tersebut pada rambutnya, sebagai tanda bahwa dendamnya terbalas. Kemattian Dursasana mengguncang perasaan Duryodana Duryodana.. Ia sangat sedih telah kehilangan saudaranya yang tercinta tersebut. Semenjak itu ia bersumpah akan membunuh Bima. 

Dursasana

dalam

pewayangan

Jawa

Dursasana dikenal pula dalam khazanah pewayangan pewayangan   Jawa Jawa.. Misalkan menurut cerita pedalangan Yogyakarta Yogyakarta   ia tewas dalam kisah Bratayuda Bratayuda babak  babak 5 lakon Timpalan / Burisrawa Gugur atau lakon Jambakan / Dursasana Gugur. Menurut

tradisi

Jawa

ia

berkediaman

di

wilayah

Banjarjungut,

peninggalan

mertuanya.

Dalam kisah “Pandawa Dadu” (Sabhaparwa ( Sabhaparwa), ), Yudistira Yudistira kalah  kalah bermain dadu sehingga kekayaan, keraton, saudarasaudara, dan istrinya telah berada dalam kekuasaan Korawa Korawa   sebagai pembayaran taruhan. Dursasanalah yang paling bernafsu untuk menelanjangi Dropadi Dropadi   (istri Yudistira Yudistira), ), sehingga Drupadi bersumpah akan menggulung rambutnya yang panjang jika telah keramas dengan darah dari Dursasana, begitu pula Bima Bima   bersumpah akan

meminum

darah

Dursasana

Dursasana tewas di tangan Bima dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. 

 

December 23, 2007

Dursala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Durna - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

sebelum

mati.

 

  Dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, Durna, Drona ( Drona (Sansekerta Sansekerta :  : Droṇ a) atau Dronacharya Dronacharya (  (Sansekerta Sansekerta:: Droṇ āchārya rya)) adalah guru para Korawa Korawa dan  dan Pandawa Pandawa.. Ia merupakan ahli mengembangkan seni pertempuran, termasuk devastras devastras..  Arjuna   adalah murid yang disukainya. Kasih sayang Drona terhadap Arjuna adalah yang kedua jika dibandingkan  Arjuna dengan rasa kasih sayang terhadap puteranya, Aswatama puteranya, Aswatama.. 

Kelahiran

dan

kehidupan

awal

Drona dilahirkan oleh seorang brahmin brahmin (kaum  (kaum pendeta Hindu Hindu), ), putera dari pendeta Bharadwaja Bharadwaja,, di masa sekarang

disebut Dehradoon Dehradoon   (modifikasi dari kata dehra-dron dehra-dron,, guci tanah liat), yang berarti bahwa ia (Drona) berkembang bukan

di

dalam

rahim,

namun

di

luar

tubuh

manusia,

yakni

dalam

Droon   (tong Droon

atau

guci).

[1]

Kisah kelahiran Drona diceritakan secara dramatis dalam Mahabharata Mahabharata..  Bharadwaja Bharadwaja pergi  pergi bersama rombongannya

 

menuju Gangga Gangga untuk  untuk melakukan penyucian diri. Di sana ia melihat bidadari bidadari yang  yang sangat cantik datang untuk mandi. Sang pendeta dikuasai nafsu, menyebabkannya mengeluarkan air mani yang mani yang sangat banyak. Ia mengatur supaya air mani tersebut ditampung dalam sebuah pot yang disebut “drona”, dan dari cairan tersebut Drona lahir kemudian dirawat. Drona kemudian bangga bahwa ia lahir dari Bharadwaja tanpa pernah berada di dalam rahim. Drona menghabiskan masa mudanya dalam kemiskinan, namun belajar agama dan militer bersama-sama dengan pangeran dari Panchala Panchala bernama  bernama Drupada Drupada.. Drupada dan Drona kemudian menjadi teman dekat dan Drupada, dalam masa kecilnya yang bahagia, berjanji untuk memberikan setengah kerajaannya kepada Drona pada saat menjadi Raja

Panchala.

Drona menikahi Kripi, adik Kripa Kripa,, guru di keraton para pangeran Hastinapura Hastinapura.. Kripi dan Drona memiliki  Aswatama  Aswatama   sebagai putera. 

Belajar

kepada

Parasurama

Mengetahui bahwa Parasurama Parasurama   mau memberi pengetahuan yang dimilikinya kepada para brahmana brahmana,, Drona mendatanginya. Sayangnya pada saat Drona datang, Parasurama telah memberikan segala miliknya kepada brahmana yang lain. Karena tersentuh oleh kesanggupan hati Drona, Parasurama memutuskan untuk memberikan [1]

pengetahuannya tentang ilmu peperangan kepada Drona.  

Drona

dan

Drupada

Demi keperluan istri dan puteranya, Drona ingin bebas dari kemiskinan. Teringat kepada janji yang diberikan oleh Drupada,, Drona ingin menemuinya untuk meminta bantuan. Tetapi, karena mabuk oleh kekuasaan, Raja Drupada Drupada menolak untuk mengakui Drona (sebagai temannya) dan menghinanya dengan mengatakan bahwa ia manusia rendah. Dalam Mahabarata Mahabarata,, Drupada Drupada   memberi penjelasan yang panjang dan sombong kepada Drona tentang masalah kenapa ia tidak mau mengakui Drona. Drupada berkata, “Persahabatan, “ Persahabatan, adalah mungkin jika hanya terjadi antara dua orang dengan taraf hidup yang sama“. sama“. Dia berkata bahwa sebagai anak-anak, adalah hal yang mungkin bagi dirinya untuk berteman dengan Drona, karena pada masa itu mereka sama. Tetapi sekarang Drupada menjadi raja, sementara Drona berada dalam kemiskinan. Dalam keadaan seperti ini, persahabatan adalah hal yang mustahil. Tetapi ia berkata bahwa ia akan memuaskan hati Drona apabila Drona mau meminta sedekah selayaknya para Brahmin daripada Brahmin  daripada mengaku sebagai seorang teman. Drupada menasihati Drona supaya tidak memikirkan masalah itu lagi dan ingin ia hidup menurut jalannya sendiri. Drona pergi membisu, namun di dalam hatinya ia bersumpah [2]

akan membalas dendam.  

Legenda

Dronacharya

Legenda tentang Drona sebagai guru besar dan ksatria tak terbatas pada Mitologi Hindu saja, namun dengan kuatnya mempengaruhi tradisi sosial India India.. Drona memberi inspirasi perdebatan tentang moral dan dharma dharma   dalam Wiracarita  Mahabharata Wiracarita Mahabharata.. 

 

Bola

cincin 

dan

Drona pergi ke Hastinapura Hastinapura dengan  dengan harapan dapat membuka sekolah seni militer bagi para pangeran muda dengan memohon bantuan Raja Dretarastra Dretarastra.. Pada suatu hari, ia melihat banyak anak muda, yaitu para Korawa Korawa   dan Pandawa   yang sedang mengelilingi sumur. Ia bertanya kepada mereka tentang masalah apa yang terjadi, dan Pandawa Yudistira,, si sulung, menjawab bahwa bola mereka jatuh ke dalam sumur dan mereka tidak tahu bagaimana cara Yudistira mengambilnya

kembali.

Drona tertawa, dan menasihati mereka karena tidak berdaya menghadapi masalah yang sepele. Yudistira menjawab bahwa jika Sang Brahmin (Drona) mampu mengambil bola tersebut maka Raja Hastinapura pasti akan memenuhi segala keperluan hidupnya. Pertama Drona melempar cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa mata pisau, dan merapalkan mantra Weda Weda.. Kemudian ia melempar mata pisau ke dalam sumur seperti tombak. Mata pisau pertama menancap pada bola, dan mata pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan begitu seterusnya, sehingga

membentuk

sebuah

rantai.

Perlahan-lahan

Drona

menarik

bola

tersebut

dengan

tali.

Dengan keahliannya yang membuat anak-anak sangat terkesima, Drona merapalkan mantra Weda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam sumur. Pisau itu menancap pada bagian tengah cincin yang terapung kemudian ia menariknya ke atas sehingga cincin itu kembali lagi. Karena terpesona, para bocah membawa Drona ke kota

dan

melaporkan

kejadian

tersebut

kepada

Bisma,, Bisma

kakek

mereka.

Bisma segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan keberaniannya yang memberi contoh, ia kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para pangeran Kuru Kuru dan  dan mengajari mereka seni peperangan. Kemudian Drona mendirikan sekolah di dekat kota, dimana para pangeran dari berbagai kerajaan di sekitar negeri datang untuk [3]

belajar di bawah bimbingannya.  

Diskriminasi

kasta

Ekalawya   adalah seorang pangeran muda dari suku Nishadha Ekalawya Nishadha,, yang datang mencari Drona karena minta diajari. Drona tidak mau menerimanya karena ia tidak berasal dari golongan Warna Warna   Kshatriya Kshatriya   (kasta kasta). ). Ekalawya tidak terkejut, kemudian memasuki hutan, dan ia mulai belajar dan berlatih sendirian, dengan sebuah patung tanah liat menyerupai Drona dan ia sembah. Dengan menyendiri, Ekalawya menjadi ksatria dengan kehebatan yang luar biasa, setara dengan  Arjuna  Arjuna.. Pada suatu hari, seekor anjing menggonggong saat ia serius melakukan latihan, dan tanpa melihat, sang ksatria menembakkan panah lalu menancap di mulut anjing tersebut. Para Pandawa Pandawa   melihat anjing itu lari, dan heran karena ada yang mampu melakukan perbuatan tersebut. Mereka melihat Ekalawya Ekalawya,, yang mengaku bahwa ia adalah murid Drona. Drona kaget karena merasa tidak memiliki murid seperti Ekalawya. Kemudian Ekalawya menjelaskan bahwa setiap hari ia belajar dengan patung yang menyerupai Drona yang ia anggap sebagai guru. Karena merasa prestasi  Arjuna  Arjuna   akan tersaingi, Drona meminta agar Ekalawya mempersembahkan dakshina dakshina kepada  kepada sang guru sebagai tanda bahwa pelajarannya telah sempurna. Dakshina Dakshina yang  yang

diminta Drona adalah ibu jari Ekalawya. Ekalawya Ekalawya   pun memotong jarinya sendiri sehingga ia tidak bisa lagi menggunakan

senjata

panah.. panah

 

Karna Karna yang  yang ingin belajar di bawah bimbingan Drona juga ditolak dengan alasan bahwa Karna tidak berasal dari kasta ksatria. Karena merasa terhina, Karna belajar kepada Parasurama Parasurama dengan  dengan menyamar sebagai brahmana brahmana.. 

Pembalasan

terhadap

Drupada

Saat para Korawa Korawa   dan Pandawa Pandawa   menyelesaikan pendidikannya, Drona menyuruh agar mereka menangkap Raja Drupada   yang memerintah Kerajaan Panchala  Drupada Panchala  dalam keadaan hidup-hidup. Duryodana Duryodana,, Dursasana Dursasana,, Wikarna Wikarna,, dan Yuyutsu   mengerahkan tentara Hastinapura Yuyutsu Hastinapura   untuk menggempur Kerajaan Panchala, sementara Pandawa Pandawa   pergi ke Kerajaan Panchala tanpa angkatan perang.  Arjuna  Arjuna   menangkap Drupada dan membawanya ke hadapan Drona. Drona mengambil separuh dari wilayah kekuasaan Drupada, dan separuhnya lagi dikembalikan kepada Drupada. Dengan dendam membara, Drupada melaksanakan yajña yajña   untuk memohon anugerah seorang putera yang akan membunuh Drona dan seorang puteri yang akan menikahi Arjuna. Maka, lahirlah Drestadyumna Drestadyumna,, pembunuh Drona dalam Bharatayuddha Bharatayuddha,, dan Dropadi Dropadi,, yang menikahi Arjuna menikahi Arjuna dan  dan para Pandawa Pandawa.. 

Pertempuran

di

Kurukshetra

Saat perang di Kurukshetra berkecamuk, Drona menjadi komandan pasukan Korawa. Ia merencanakan cara yang curang untuk membunuh Abimanyu pada pertempuran di hari ketiga belas.  Drona 

Kematian

Sebelum perang, Bagawan Drona pernah berkata, “Hal yang membuatku lemas dan tidak mau mengangkat senjata adalah apabila mendengar suatu kabar bencana dari mulut seseorang yang kuakui kejujurannya”. Berpedoman kepada petunjuk tersebut, Sri Kresna memerintahkan Bhima untuk membunuh seekor gajah bernama  Aswatama  Aswatama,, nama yang sama dengan putera Bagawan Drona. Bhima Bhima berhasil  berhasil membunuh gajah tersebut lalau berteriak sekeraskerasnya bahwa Aswatama mati. Drona terkejut dan meminta kepastian Yudistira Yudistira yang  yang terkenal akan kejujurannya. Yudistira hanya berkata, “Aswatama mati”. Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkata kepada Drona bahwa Aswatama mati, entah itu gajah ataukah manusia (dalam keterangannya ia berkata: “naro va, kunjaro va”  —  — “entah gajah atau manusia”). Gajah bernama Aswatama itu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada Drona sehingga Drona kehilangan semangat hidup dan Korawa bisa dikalahkan dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. 

Drona

dalam

pewayangan

Jawa

Riwayat hidup Drona dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata yang Mahabharata  yang berasal dari Tanah Hindu, Hindu, yaitu India India,, dan berbahasa Sansekerta Sansekerta.. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama. Perlu digarisbawahi juga, bahwa kepribadian Drona dalam Mahabharata Mahabharata berbeda  berbeda dengan versi pewayangan. 

Kepribadian   Kepribadian Resi Drona berwatak tinggi hati, sombong, congkak, bengis, banyak bicaranya, tetapi kecakapan, kecerdikan,

 

kepandaian dan kesaktiannnya luar baisa serta sangat mahir dalam siasat perang. Karena kesaktian dan kemahirannya dalam olah keprajuritan, Drona dipercaya menjadi guru anak-anak Pandawa dan Kurawa. Ia mempunyai pusaka sakti berwujud keris bernama Keris Cundamanik dan panah Sangkali (diberikan kepada Arjuna kepada Arjuna). ).  Riwayat  Bhagawan Drona atau Dorna (dibaca Durna) waktu mudanya bernama Bambang Kumbayana, Kumbayana, putra Resi Baratmadya   dari Hargajembangan dengan Dewi Kumbini. Ia mempunyai saudara seayah seibu bernama Arya Baratmadya Kumbayaka dan Dewi Kumbayani. Beliau adalah guru dari para Korawa Korawa dan  dan Pandawa Pandawa.. Murid kesayangannya adalah  Arjuna.. Resi Drona menikah dengan Dewi Krepi, putri Prabu Purungaji, raja negara Tempuru, dan memperoleh  Arjuna seorang putra bernama Bambang Aswatama Bambang  Aswatama.. Ia berhasil mendirikan padepokan Sokalima setelah berhasil merebut hampir

setengah

wilayah

negara

Pancala

dari

kekuasaan

Prabu

Drupada.

Dalam peran Bharatayuda Resi Drona diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa, setelah gugurnya Bisma Bisma.. Ia sangat mahir dalam siasat perang dan selalu tepat menentukan gelar perang. Resi Drona gugur di medan pertempuran oleh tebasan pedang Drestadyumena Drestadyumena,, putra Prabu Drupada, yang memenggal putus kepalanya. Konon kematian Resi Drona akibat dendam Prabu Ekalaya raja negara Parangggelung yang arwahnya menyatu dalam tubuh Drestadyumena. Akan tetapi sebenarnya adalah dikarenakan taktik perang yang dilancarkan oleh pihak Pandawa Pandawa   yang melancarkan tipu muslihat karena kerepotan menghadapi kesaktian dan kedigjayaan sang Resi. Pelajaran yang dapat diambil dari sini adalah bagaimanapun saktinya sang resi, beliau sangat sayang terhadap keluarganya

sehingga

termakan

siasat

tipu

dalam

peperangan

yang

mengakibatkan

kematiannya.

Dalam perjalanannya mencari Sucitra, ia tidak dapat menyeberang sungai dan ditolong oleh seekor kuda terbang  jelmaan Dewi Wilutama, yang dikutuk oleh dewa. Kutukan itu akan berakhir bila ada seorang satria mencintainya dengan tulus. Karena pertolongannya, maka sang Kumbayana menepati janjinya untuk mencintai kuda betina itu. Namun karena terbawa nafsu, Kumbayana bersetubuh dengan kuda Wilutama hingga mengandung, dan kelak melahirkan seorang putra berwajah tampan tetapi mempunyai kaki seperti kuda (bersepatu kuda), yang kemudian diberi nama Bambang Aswatama. Aswatama. Setelah bertemu Sucitra yang telah menjadi Raja bergelar Prabu Drupada Drupada,, ia tidak diakui sebagai saudara seperguruannya. Kumbayana marah merasa dihina, kemudian balik menghina Raja Drupada. Namun sang Mahapatih Gandamana] (dulu adalah Patih Hastinapura di bawah pemerintahan Pandu) menjadi murka sehingga terjadi peperangan yang tidak seimbang. Meskipun Kumbayana sangat sakti ternyata kesaktiannya masih jauh di bawah Gandamana yang memiliki Aji Bandung Bondowoso (ajian ini diturunkan pada murid tercintanya, Raden Bratasena)

yang

memiliki

kekuatan

setara

dengan

1000

gajah.

Kumbayana menjadi bulan-bulanan sehingga wajahnya rusak seperti yang ada sekarang ini. Namun dia tidak mati dan ditolong oleh Sakuni yang bernasib sama (Baca sempalan Mahabharata yang berjudul Gandamana Luweng).

Hingga akhirnya ia diterima di Hastinapura dan dipercaya mendidik anak-anak Hastina (Pandawa dan Korawa).  

 

December 23, 2007

Durmagati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 23, 2007

Durgandana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Durga - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Druwasa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Drupadi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

  Dropadi   atau Draupadi Dropadi Draupadi   (Sansekerta Sansekerta:: Draupad ī   ī  ) adalah salah satu tokoh dari Wiracarita Wiracarita   Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah putri Prabu Drupada Drupada,, Raja Kerajaan Panchala. Panchala. Pada kitab Mahabharata versi aslinya, Dropadi adalah istri daripada para Pandawa Pandawa   lima semuanya. Tetapi dalam tradisi pewayangan pewayangan   Jawa Jawa   di kemudian hari, ia hanyalah permaisuri permaisuri   prabu Yudistira Yudistira saja.  saja. 

 Arti

nama

Pada mulanya, Dropadi diberi nama “Kresna”, merujuk kepada warna kulitnya yang kehitam-hitaman. Dalam bahasa

Sanskerta,, kata Krishna  Sanskerta harfiah   berarti gelap atau hitam. Lambat laun ia lebih dikenal sebagai “Dropadi” Krishna  secara harfiah (ejaan Sanskerta: Draupad ī ), ), yang secara harfiah berarti “puteri Drupada Drupada“. “. Nama “Pañcali” juga diberikan kepadanya, yang secara harfiah berarti “puteri Kerajaan Panchala“. Panchala“. Karena ia merupakan saudari dari Drestadyumna Drestadyumna,, maka ia  juga disebut Yajñasenī  . 

 

Kelahiran Dropadi merupakan anak yang lahir dari hasil Putrakama Yadnya, Yadnya, yaitu ritual untuk memperoleh keturunan. Dalam kitab Mahabharata Mahabharata   diceritakan bahwa setelah Drupada Drupada   dipermalukan oleh Drona Drona,, ia pergi ke dalam hutan untuk merencanakan pembalasan dendam. Kemudian ia memutuskan untuk memperoleh seorang putera yang akan membunuh Drona, serta seorang puteri yang akan menikah dengan  Arjuna  Arjuna.. Atas bantuan dari Resi Jaya dan Upajaya, Drupada melangsungkan Putrakama Yadnya dengan Yadnya dengan sarana api suci. Dropadi lahir dari api suci tersebut. 

Perkawinan

dengan

para

Pandawa

Dalam kitab Mahabharata Mahabharata versi  versi India dan dalam tradisi pewayangan di Bali Bali,, Dewi Dropadi bersuamikan lima orang, yaitu Panca Pandawa. Pandawa. Pernikahan tersebut terjadi setelah para Pandawa mengunjungi Kerajaan Panchala  Panchala  dan mengikuti sayembara di sana. Sayembara tersebut diikuti oleh para kesatria terkemuka di seluruh penjuru daratan Bharatawarsha   (India Kuno), seperti misalnya Karna Bharatawarsha Karna   dan Salya Salya.. Para Pandawa berkumpul bersama para kesatria lain di arena, namun mereka tidak berpakaian selayaknya seorang kesatria kesatria,, melainkan menyamar sebagai brahmana.. Di tengah-tengah arena ditempatkan sebuah sasaran yang harus dipanah dengan tepat oleh para peserta brahmana dan

yang

berhasil

melakukannya

akan

menjadi

istri

Dewi

Dropadi.

Para peserta pun mencoba untuk memanah sasaran di arena, namun satu per satu gagal. Karna Karna   berhasil melakukannya, namun Dropadi menolaknya dengan alasan bahwa ia tidak mau menikah dengan putera seorang kusir. Karna pun kecewa dan perasaannya sangat kesal. Setelah Karna ditolak, Arjuna ditolak,  Arjuna tampil  tampil ke muka dan mencoba memanah sasaran dengan tepat. Panah yang dilepaskannya mampu mengenai sasaran dengan tepat, dan sesuai dengan persyaratan, maka Dewi Dropadi berhak menjadi miliknya. Namun para peserta lainnya menggerutu karena seorang brahmana brahmana mengikuti  mengikuti sayembara sedangkan para peserta ingin agar sayembara tersebut hanya diikuti oleh golongan kesatria kesatria.. Karena adanya keluhan tersebut maka keributan tak dapat dihindari lagi.  Arjuna  Arjuna   dan Bima Bima   bertarung dengan kesatria yang melawannya sedangkan Yudistira Yudistira,, Nakula Nakula,, dan Sahadewa Sahadewa   pulang menjaga Dewi Kunti, ibu mereka. Kresna Kunti, Kresna yang  yang turut hadir dalam sayembara tersebut tahu siapa sebenarnya para brahmana yang telah mendapatkan Dropadi dan ia berkata kepada para peserta bahwa sudah selayaknya para brahmana tersebut mendapatkan

Dropadi

sebab

mereka

telah

berhasil

memenangkan

sayembara

dengan

baik.

Setelah keributan usai, Arjuna usai,  Arjuna dan  dan Bima Bima pulang  pulang ke rumahnya dengan membawa serta Dewi Dropadi. Sesampainya di rumah didapatinya ibu mereka sedang tidur berselimut sambil memikirkan keadaan kedua anaknya yang sedang bertarung di arena sayembara. Arjuna sayembara.  Arjuna dan  dan Bima Bima datang  datang menghadap dan mengatakan bahwa mereka sudah pulang serta membawa hasil meminta-minta. Dewi Kunti Kunti menyuruh  menyuruh agar mereka membagi rata apa yang mereka peroleh. Namun Dewi Kunti terkejut ketika tahu bahwa putera-puteranya tidak hanya membawa hasil meminta-minta saja, namun juga seorang wanita. Dewi Kunti tidak mau berdusta maka Dropadi pun menjadi istri Panca Pandawa. Pandawa. 

Upacara Rajasuya Pada saat Yudistira Yudistira menyelenggarakan  menyelenggarakan upacara Rajasuya Rajasuya di  di Indraprastha Indraprastha,, seluruh ksatria ksatria di  di penjuru Bharatawarsha  Bharatawarsha  diundang, termasuk sepupunya yang licik dan selalu iri, yaitu Duryodana Duryodana.. Duryodana Duryodana   dan Dursasana Dursasana   terkagum-

 

kagum dengan suasana balairung Istana Indraprastha Indraprastha.. Mereka tidak tahu bahwa di tengah-tengah istana ada kolam.  Air kolam begitu jernih jernih sehingga dasarnya kelihatan kelihatan sehingga tidak tampak seperti kolam. kolam. Duryodana dan Dursasana Dursasana tidak mengetahuinya lalu mereka tercebur. Melihat hal itu, Dropadi tertawa terbahak-bahak. Duryodana dan Dursasana sangat malu. Mereka tidak dapat melupakan penghinaan tersebut, apalagi yang menertawai mereka adalah

Dropadi

yang

sangat

mereka

kagumi

kecantikannya.

Ketika tiba waktunya untuk memberikan jamuan kepada para undangan, sudah menjadi tradisi bahwa tamu yang paling dihormati yang pertama kali mendapat jamuan. Atas usul Bisma Bisma,, Yudistira Yudistira   memberikan jamuan pertama kepada Sri Kresna Kresna.. Melihat hal itu, Sisupala Sisupala,, saudara sepupu Sri Kresna, menjadi keberatan dan menghina Sri Kresna. Penghinaan itu diterima Sri Kresna bertubi-tubi sampai kemarahannya memuncak. Sisupala dibunuh dengan Cakra Sudarsana. Sudarsana. Pada waktu menarik Cakra Cakra,, tangan Sri Kresna mengeluarkan darah. Melihat hal tersebut, Dewi Dropadi segera menyobek kain sari nya nya untuk membalut luka Sri Kresna. Pertolongan itu tidak dapat dilupakan Sri Kresna. 

Dropadi

dipermalukan

di

muka

umum

Setelah menghadiri upacara Rajasuya Rajasuya,, Duryodana Duryodana   merasa iri kepada Yudistira Yudistira   yang memiliki harta berlimpah dan istana yang megah. Melihat keponakannya termenung, muncul gagasan jahat dari Sangkuni Sangkuni.. Ia menyuruh keponakannya, Duryodana, agar mengundang Yudistira main dadu dengan taruhan harta, istana, dan kerajaan di Indraprastha.. Duryodana menerima usul tersebut karena yakin pamannya, Sangkuni, merupakan ahlinya permainan Indraprastha dadu dan harapan untuk merebut kekayaan Yudistira ada di tangan pamannya. Duryodana menghasut ayahnya, Dretarastra,, agar mengizinkannya bermain dadu. Yudistira yang juga suka main dadu, tidak menolak untuk diundang. Dretarastra Yudistira   mempertaruhkan harta, istana, dan kerajaannya setelah dihasut oleh Duryodana Yudistira Duryodana   dan Sangkuni Sangkuni.. Karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, maka ia mempertaruhkan saudara-saudaranya, termasuk istrinya, Dropadi. Akhirnya Yudistira kalah dan Dropadi diminta untuk hadir di arena judi karena sudah menjadi milik Duryodana. Duryodana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Dropadi, namun Dropadi menolak. Setelah gagal, Duryodana Duryodana menyuruh  menyuruh Dursasana Dursasana,, adiknya, untuk menjemput Dropadi. Dropadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun Dropadi menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna Kresna yang  yang melihat Dropadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya Rajasuya di  di Indraprastha Indraprastha.. 

Kematian

Dalam kitab Mahaprasthanikaparwa Mahaprasthanikaparwa   diceritakan, setelah Dinasti Yadu  Yadu  musnah, para Pandawa Pandawa   beserta Dropadi memutuskan untuk melakukan perjalanan suci mengelilingi Bharatawarsha Bharatawarsha.. Sebagai tujuan akhir perjalanan, mereka

 

menuju pegunungan Himalaya Himalaya setelah  setelah melewati gurun gurun yang  yang terbentang di utara Bharatawarsha. Dalam perjalanan menuju ke sana, Dropadi meninggal dunia.  

Suami

dan

keturunan

Dalam kitab Mahabharata Mahabharata versi  versi aslinya, dan dalam tradisi pewayangan di Bali Bali,, suami Dropadi berjumlah lima orang yang disebut Pandawa Pandawa.. Dari hasil hubungannya dengan kelima Pandawa ia memiliki lima putera, yakni:  

Pratiwinda Sutasoma

(dari

hubungannya

(dari

dengan

hubungannya

dengan

Yudistira)) Yudistira Bima)) Bima

Srutakirti

(dari

hubungannya

dengan

 Arjuna))  Arjuna

Satanika

(dari

hubungannya

dengan

Nakula)) Nakula

Srutakama (dari hubungannya dengan Sadewa Sadewa)) Kelima putera Pandawa tersebut disebut Pancawala Pancawala atau  atau Pancakumara Pancakumara.. 

Dropadi

dalam

pewayangan

Jawa

Dalam budaya pewayangan Jawa, khususnya setelah mendapat pengaruh Islam Islam,, Dewi Dropadi diceritakan agak berbeda dengan kisah dalam kitab Mahabharata Mahabharata versi  versi aslinya. Dalam cerita pewayangan, Dewi Dropadi dinikahi oleh Yudistira   saja dan bukan milik kelima Pandawa Yudistira Pandawa.. Cerita tersebut dapat disimak dalam lakon “Sayembara Gandamana”. Dalam lakon tersebut dikisahkan, Yudistira Yudistira   mengikuti sayembara mengalahkan Gandamana yang diselenggarakan Raja Dropada Dropada.. Siapa yang berhasil memenangkan sayembara, berhak memiliki Dropadi. Yudistira ikut serta namun ia tidak terjun ke arena sendirian melainkan diwakili oleh Bima Bima.. Bima berhasil mengalahkan Gandamana dan akhirnya Dropadi berhasil didapatkan. Karena Bima mewakili Yudistira, maka Yudistiralah yang menjadi istri Dropadi. Dalam tradisi pewayangan Jawa, putera Dropadi dengan Yudistira bernama Raden Pancawala. Pancawala sendiri merupakan sebutan untuk lima putera Pandawa.    Akulturasi

budaya

Terjadinya perbedaan cerita antara kitab Mahabharata Mahabharata   dengan cerita dalam pewayangan Jawa karena pengaruh perkembangan agama Islam Islam   di tanah Jawa Jawa.. Setelah Kerajaan Majapahit  Majapahit  yang bercorak Hindu Hindu   runtuh, munculah Kerajaan Demak  Demak  yang bercorak Islam Islam.. Pada masa itu, segala sesuatu harus disesuaikan dengan hukum agama Islam. Pertunjukan wayang wayang yang  yang pada saat itu sangat digemari oleh masyarakat, tidak diberantas ataupun dilarang melainkan disesuaikan dengan ajaran Islam. Menurut hukum Islam, seorang wanita wanita tidak  tidak boleh memiliki suami lebih dari satu. Maka dari itu, cerita Dewi Dropadi dalam kitab Mahabharata Mahabharata   versi asli yang bercorak Hindu Hindu   menyalahi hukum Islam Islam.. Untuk mengantisipasinya, para pujangga ataupun seniman Islam mengubah cerita tersebut agar

sesuai dengan ajaran Islam Islam.. 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

 

  December 23, 2007

Drupada - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 23, 2007

Drestajumena - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Drestajumena - Drestadyumna  Drestadyumna  (Sansekerta Sansekerta:: dhrishtadyumna dhrishtadyumna)) adalah seorang tokoh dari wiracarita wiracarita   Mahabharata Mahabharata.. Dia merupakan kakak bagi Dropadi Dropadi dan  dan Srikandi Srikandi,, keturunan Raja Drupada Drupada yang  yang berasal dari Kerajaan Panchala. Panchala. Ia berada di pihak Pandawa Pandawa saat  saat perang di Kurukshetra. Kurukshetra. Dialah yang membunuh Resi Drona Drona.. Saat Sang Resi tertunduk lemas dan kehilangan seluruh daya kekuataanya, sebagai akibat dari kabar bohong tentang meninggalnya sang putera Aswatama putera  Aswatama,, Drestadyumena maju dan memenggal leher Sang Resi. 

 Arti Dalam bahasa Sansekerta, Sansekerta, nama Dhristadyumna Dhristadyumna secara  secara harfiah harfiah berarti  berarti “diagungkan karena keberaniannya”. 

nama

Kelahiran Saat Drona Drona berhasil  berhasil merebut separuh Kerajaan Panchala dari Panchala dari tangan Drupada Drupada,, kebencian Drona terhadap Drupada lenyap, namun sebaliknya Drupada membenci Drona untuk selama-lamanya dan berambisi untuk membalas

 

dendam. Ia tahu bahwa Drona sulit dikalahkan sebab Drona merupakan murid Bhargawa Bhargawa dan  dan memiliki senjata ilahi.  Akhirnya Drupada memutuskan untuk menyelenggarakan upacara yadnya yadnya   yang disebut Putrakama Putrakama   supaya memperoleh putera yang bisa membunuh Drona. Dengan dibantu oleh para resi resi,, upacara tersebut terselenggara dengan baik. Dari dalam api upacara, munculah seorang pemuda gagah, lengkap degan baju zirah dan zirah dan senjata senjata.. Atas sabda dari langit, anak tersebut diberi nama Drestadyumna. 

Kematian Setelah perang besar  berakhir,   berakhir, putera dari Resi Drona, yaitu  Aswatama  Aswatama,, bersama dengan Krepa Krepa   dan Kertawarma Kertawarma,, melakukan pembalasan dendam dengan membantai hampir semua putera-puteri, cucu, dan kerabat Pandawa Pandawa,, termasuk yang menjadi korban adalah Drestadyumena sendiri, Srikandi Srikandi,, dan Pancawala Pancawala.. Pembantaian tersebut dilakukan pada malam hari, ketika pasukan Pandawa sedang tertidur lelap. Kisah tersebut terdapat dalam kitab Sauptikaparwa..  Sauptikaparwa

Drestadyumna

dalam

pewayangan

Jawa

Dalam pewayangan Jawa, Arya Drestadyumena  Drestadyumena  atau Trustajumena Trustajumena   adalah putra bungsu Prabu Drupada, Drupada, raja negara Panchala Panchala dengan  dengan permaisuri Dewi Gandawati, putri Prabu Gandabayu dengan Dewi Gandini. Ia mempunyai kakak kandung dua orang masing-masing bernama Dewi Drupadi, Drupadi, istri Prabu Yudistira Yudistira,, Raja Amarta (Indraprastha (Indraprastha), ), dan

Dewi

Srikandi, Srikandi,

istri

 Arjuna..  Arjuna

Konon Arya Drestadyumna lahir dari tungku pedupaan hasil pemujaan Prabu Drupada kepada Dewata yang menginginkan seorang putera lelaki yang dapat membinasakan Resi Drona Drona   yang telah mengalahkan dan menghinanya. Drestadyumna berwajah tampan, memiliki sifat pemberani, cerdik, tangkas dan trenginas trenginas.. Ia menikah dengan Dewi Suwarni, putri Prabu Hiranyawarma, raja negara Dasarna. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua

orang

putra

lelaki

bernama

Drestaka

dan

Drestara.

Drestadyumna ikut terjun dalam kancah perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Ia tampil sebagai senapati perang Pandawa Pandawa,, menghadapi senapati perang Korawa Korawa,, yaitu Resi Drona. Drona. Pada saat itu roh Ekalaya Ekalaya,, raja negara Parangggelung yang ingin menuntut balas pada Resi Drona  Drona  menyusup dalam diri Drestadyumna. Setelah melalui pertempuran sengit, akhirnya

Resi

Drona

dapat

dibinasakan

oleh

Drestadyumna

dengan

dipenggal

lehernya.

Drestadyumna mati setelah berakhirnya perang Bharatayudha Bharatayudha.. Ia tewas dibunuh  Aswatama  Aswatama,, putera Resi Drona, Drona, yang berhasil menyusup masuk istana Hastina Hastina dalam  dalam usahanya menuntut balas atas kematian ayahnya.  

December 23, 2007

Dresanala - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Dewi Tari  Tari   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Dewayani - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Dewabrata - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta

Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Destarastra - Solo  Solo  

 

Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

Dretarastra   (Sansekerta Dretarastra Sansekerta:: Dhritar āshtra shtra)) dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, adalah putera Wicitrawirya Wicitrawirya   dan  Ambika  Ambika.. Ia buta semenjak lahir, karena ibunya menutup mata sewaktu mengikuti upacara Putrotpadana Putrotpadana yang  yang diselenggarakan oleh Resi Byasa Byasa untuk  untuk memperoleh keturunan. Ia merupakan saudara tiri Pandu Pandu,, dan lebih tua darinya. Sebenarnya Dretarastra yang berhak menjadi Raja Hastinapura Hastinapura karena  karena ia merupakan putera Wicitrawirya yang tertua. Akan tetapi

beliau buta sehingga pemerintahan harus diserahkan adiknya. Setelah Pandu wafat, ia menggantikan jabatan adiknya tersebut. Dretarastra adalah bapak dari para Korawa Korawa dan  dan suami Dewi Gandari Gandari.. 

 

Kelahiran  Ayah Dretarastra adalah Wicitrawirya Wicitrawirya   dan ibunya adalah  Ambika  Ambika.. Setelah Wicitrawirya wafat tanpa memiliki keturunan, Satyawati Satyawati   mengirim kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan  Ambalika  Ambalika,, untuk menemui Resi Byasa Byasa,, sebab Sang Resi akan mengadakan suatu upacara bagi mereka agar memperoleh keturunan. Satyawati Satyawati menyuruh  menyuruh  Ambika agar menemui Resi Byasa  Ambika agar Byasa di  di ruang upacara. Setelah Ambika memasuki ruangan upacara, ia melihat wajah Sang Resi sangat dahsyat dengan mata yang menyala-nyala. Hal itu membuatnya menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, maka anaknya terlahir buta. Anak tersebut adalah Dretarastra. 

Masa

pemerintahan

Karena Dretarastra terlahir buta, maka tahta kerajaan diserahkan kepada adiknya, yaitu Pandu Pandu.. Setelah Pandu wafat, Dretarastra menggantikannya sebagai raja (kadangkala disebut sebagai pejabat pemerintahan untuk sementara waktu). Dalam memerintah, Dretarastra didampingi oleh keluarga dan kerabatnya, yaitu sesepuh Wangsa Kuru

seperti

misalnya

Bisma,, Bisma

Widura,, Widura

Drona,, Drona

dan

Krepa.. Krepa

Saat putera pertamanya yaitu Duryodana Duryodana   lahir, Widura Widura   dan Bisma Bisma   menasihati Dretarastra agar membuang putera tersebut karena tanda-tanda buruk menyelimuti saat-saat kelahirannya. Namun karena rasa cintanya terhadap putera pertamanya tersebut, ia tidak tega melakukannya dan tetap mengasuh Duryodana sebagai puteranya.  

Perebutan

kekuasaan 

Duryodana   berambisi agar dirinya menjadi penerus tahta Kerajaan Kuru  Duryodana Kuru  di Hastinapura Hastinapura.. Dretarastra juga menginginkan hal yang sama, namun ia harus bersikap adil terhadap Yudistira Yudistira,, yang lebih dewasa daripada Duryodana. Saat Dretarastra mencalonkan Yudistira sebagai raja, hal itu justru menimbulkan rasa kecewa yang sangat dalam bagi Duryodana. Setelah melalui perundingan, dan atas saran Bisma Bisma,, Kerajaan Kuru  Kuru  dibagi dua. Wilayah Hastinapura Hastinapura diberikan  diberikan kepada Duryodana sedangkan Yudistira Yudistira diberikan  diberikan wilayah yang kering, miskin, dan berpenduduk jarang, yang dikenal sebagai Kandawaprasta. Atas bantuan dari sepupu Yudistira, yaitu Kresna Kresna   dan Baladewa,, mereka mengubah daerah gersang tersebut menjadi makmur dan megah, dan dikenal sebagai Baladewa Indraprastha..  Indraprastha Permainan

dadu 

Dretarastra adalah salah satu dari beberapa sesepuh Wangsa Kuru yang hadir menyaksikan permainan dadu antara Duryodana,, Dursasana Duryodana Dursasana,, dan Karna Karna yang  yang diwaklili oleh Sangkuni Sangkuni,, melawan Pandawa Pandawa yang  yang diwakili Yudistira Yudistira.. Yudistira kehilangan segala kekayaannya dalam permainan dadu tersebut, termasuk kehialngan saudara dan istrinya. Saat Dropadi   berusaha ditelanjangi di depan para hadirin dalam balairung permainan dadu, Dretarastra tidak Dropadi mengucapkan sepatah kata pun. Ia tidak melarang tindakan Dursasana Dursasana yang  yang hendak melepaskan pakaian Dropadi.

Setelah usaha Dursasana untuk menelanjangi Dropadi tidak berhasil, Bima Bima   bersumpah bahwa kelak ia akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya. Kemudian Dretarastra merasakan firasat buruk bahwa keturunannya akan binasa. Ia segera membuat suatu kebijakan, agar segala harta Yudistira yang akan menjadi milik Duryodana segera dikembalikan. Ia juga menyuruh agar Yudistira dan saudaranya segera pulang segera ke

 

Indraprastha Indraprastha.. Namun, karena bujukan Duryodana Duryodana dan  dan Sangkuni Sangkuni,, permainan dadu diselenggarakan untuk yang kedua kalinya. Kali ini taruhannya bukan harta, melainkan siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu diperbolehkan untuk kembali ke kerajaannya. Yudistira pun Yudistira  pun tidak menolak dengan harapan akan memperoleh kemenangan, namun keberuntungan tidak memihak Yudistira. Akhirnya, Yudistira beserta istri dan saudara-saudaranya mengasingkan diri ke hutan dan meninggalkan kerajaan

mereka.

Saat Pandawa Pandawa   meninggalkan kerajaannya, Dretarastra masih dibayangi oleh dendam para Pandawa atas penghinaan yang dilakukan oleh putera-puteranya. Karena tindakan Dretarastra yang tidak berbicara sepatah kata pun saat Dropadi Dropadi berusaha  berusaha ditelanjangi di depan umum, ia dikritik agar lebih mementingkan kewajiban sebagai raja daripada rasa cinta sebagai seorang ayah.  

Pertempuran

di

Kurukshetra

Dretarastra memiliki seorang pemandu yang bernama Sanjaya Sanjaya.. Sanjaya adalah keponakan Dretarastra karena ia merupakan putera Widura Widura,, yaitu adik tiri Dretarastra. Sanjaya diberi anugerah oleh Resi Byasa Byasa agar  agar ia bisa melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Ialah yang menjadi reporter perang di Kurukshetra bagi Kurukshetra bagi Dretarastra. Ia pula yang turut menyaksikan wujud Wiswarupa Wiswarupa dari  dari Sri Kresna Kresna menjelang  menjelang pertempuran di Kurukshetra Kurukshetra berlangsung.  berlangsung. Saat Dretarastra dihantui kecemasan akan kehancuran putera-puteranya, ia selalu bertanya kepada Sanjaya Sanjaya   mengenai keadaan di medan Kuru atau Kurukshetra Kurukshetra.. Berita yang dilaporkan oleh Sanjaya kebanyakan berupa berita duka bagi Dretarastra, sebab satu-persatu puteranya dibunuh oleh  Arjuna  Arjuna   dan Bima Bima.. Sanjaya juga berkata bahwa apabila Kresna Kresna dan  dan Arjuna berada di pihak Pandawa, maka di sanalah terdapat kejayaan, kemashyuran, kekuatan luar biasa, dan moralitas. Meskipun laporan Sanjaya sering mengecilkan hati Dretarastra dan memojokkan puteraputeranya, namun Dretarastra tetap setia mengikuti setiap perkembangan yang terjadi dalam pertempuran di Kurukshetra..  Kurukshetra Penghancuran

patung

Bima

Pada akhir pertempuran, Dretarastra menahan rasa duka dan kemarahannya atas kematian seratus puteranya. Saat ia bertemu para Pandawa Pandawa yang  yang meminta restunya karena mereka menjadi pewaris tahta, ia memeluk mereka satu persatu. Ketika tiba giliran Bima Bima,, pikiran jahat merasuki Dretarastra dan rasa dendamnya muncul kepada Bima atas kematian putera-puteranya, terutama Duryodana Duryodana dan  dan Dursasana Dursasana.. Kresna Kresna tahu  tahu bahwa meskipun Dretarastra buta, ia memiliki kekuatan yang setara dengan seratus gajah gajah.. Maka dengan cepat Kresna menggeser Bima Bima   dan menggantinya dengan sebuah patung patung   menyerupai Bima. Pada saat itu juga Dretarastra menghancurkan patung

tersebut sampai menjadi debu. Akhirnya Bima selamat dan Dretarastra mulai mengubah perasaannya serta memberikan anugerahnya kepada Pandawa Pandawa..  Kehidupan

selanjutnya

dan

kematian

Setelah pertempuran besar   di Kurukshetra Kurukshetra   berakhir, Yudistira Yudistira   diangkat menjadi Raja Indraprastha Indraprastha   sekaligus

 

Hastinapura Hastinapura.. Meskipun demikian, Yudistira tetap menunjukkan rasa hormatnya kepada Dretarastra dengan menetapkan bahwa tahta Raja Hastinapura Hastinapura   masih dipegang oleh Dretarastra. Akhirnya Dretarastra memutuskan untuk meninggalkan kehidupan duniawai dan mengembara di hutan sebagai pertapa bersama Gandari Gandari,, Widura Widura,, Sanjaya, dan Kunti Sanjaya, Kunti.. Di dalam hutan di Himalaya Himalaya,, mereka meninggal ditelan api karena hutan terbakar oleh api suci yang dikeluarkan oleh Dretarastra. 

December 23, 2007

Dentawilukrama Dentawilukr ama - Solo Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

December 23, 2007

Dasarata - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Dasamuka - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Darmawasesa - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  December 23, 2007

Darma - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 



My Account  Account 

  Global Dashboard  Dashboard 

o

  Tag Surfer  Surfer 

o

Comments    My Comments    Edit Profile Profile  

o o

  Contact Support  Support 

o

 

  WordPress.com WordPress.com  

o

  Log Out  Out 

o

 



Blog Info  Info 

  Random Post  Post 

o

blog    Subscribe to blog 

o

  Report as spam  spam 

o

  Report as mature  mature 

o

 





 



 

Home   Home

Para sedulur semua …  … 

Blognya “Wayang Kulit”  Kulit”   Ikut melestarikan budaya Jawa - topmdi blogs group

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Darini - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Dandang Minangsi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta 

osted by top d u de

sa a

, Gag a Su a a ta

No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Danaraja - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Danapati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Damagosa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Dadunwacana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Dadung Awuk - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Citrawati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Citrarata - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Citranggada - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Citralanggeni - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Citraksi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Citraksa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Citrahoyi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Citragada - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Cingkrabala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Caranggana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Candra   Candra Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Cakra - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Cakil - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Buta Terong - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category December 23, 2007

Burisrawa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Burisrawa ( Burisrawa  (Sansekerta Sansekerta:: Bhūri śrav ā) adalah seorang antagonis antagonis dari  dari wiracarita wiracarita  Mahabharata Mahabharata.. Ia merupakan pangeran dari Kerajaan Bahlika yang Bahlika yang berperang pada pihak Korawa Korawa saat  saat perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Ia tewas karena dipenggal oleh Arjuna oleh  Arjuna saat  saat ia hendak menyerang Satyaki Satyaki.. 

December 23, 2007

Bumiloka - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Bukbis - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Bremani - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Bremana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Brantalaras - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 23, 2007

Brajamusti - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Brajalamatan - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 23, 2007

Brajadenta - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 25, 2007

 Yu  Y u yu t su - So l o   Posted by topmdi under Aksara Y, Y, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 Yuyutsu (  Yuyutsu  (Dewanagari Dewanagari)) adalah seorang tokoh protagonis protagonis dari  dari wiracarita wiracarita  Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah saudara para Kurawa,, dari ibu yang lain, seorang dayang-dayang. Berbeda dengan para Kurawa, ia memihak Pandawa Kurawa Pandawa saat  saat perang di Kurukshetra. Kurukshetra. Hal itu membuatnya menjadi penerus garis keturunan Drestarastra Drestarastra,, sementara saudaranya yang lain (Kurawa) gugur semua di medan Kuru atau Kurukshetra Kurukshetra.. Setelah Yudistira Yudistira mengundurkan  mengundurkan diri dari dunia dunia,, Yuyutsu diangkat menjadi raja di Indraprasta Indraprasta.. 

 

 Arti nama Nama Yuyutsu dalam bahasa Sansekerta artinya Sansekerta artinya ialah “yang memiliki kemauan untuk berperang/bertempur”. 

December 25, 2007

 Yud  Y ud hi st ir a - So l o   Posted by topmdi under Aksara Y, Y, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 Yudistira (  Yudistira  (Sansekerta Sansekerta:: Yudhi ṣṭ  ṣṭ hira) hira) adalah seorang tokoh protagonis protagonis dari  dari wiracarita wiracarita  Mahabharata Mahabharata.. Beliau adalah raja Indraprasta,, kemudian memerintah Hastina Indraprasta Hastina setelah  setelah memenangkan pertempuran akbar di Kurukshetra. Kurukshetra. Yudistira merupakan putera sulung Pandu Pandu dengan  dengan Kunti Kunti.. Beberapa sumber mengatakan bahwa ia memiliki kepandaian memakai senjata tombak tombak..  Nama Yudistira dalam bahasa Sansekerta dieja Sansekerta dieja Yudhi ṣṭ  ṣṭ hira, hira, yang artinya adalah “teguh atau kokoh dalam peperangan”. Ia juga dikenal sebagai Dharmaraja Dharmaraja yang  yang artinya Raja Dharma Dharma,, sebab konon Yudistira selalu menegakkan Dharma Dharma sepanjang  sepanjang hidupnya. Beberapa nama julukan juga dimilikinya, seperti misalnya:  Ajataśatru atru (seseorang  (seseorang yang tidak memiliki musuh) Bhārata rata (keturunan  (keturunan Raja Bharata Bharata   Dharmawangsa (keturunan/trah Dharmawangsa  (keturunan/trah Dewa Dharma) Kurumukhya (pemimpin Kurumukhya  (pemimpin para keturunan Kuru Kuru)) Kurunandana (putera Kurunandana  (putera kesayangan Dinasti Kuru) Kuru) Kurupati (raja Kurupati  (raja dari Dinasti Kuru) Beberapa nama julukan tersebut juga dimiliki oleh beberapa tokoh Dinasti Kuru yang lain, seperti misalnya Arjuna misalnya Arjuna,, Bisma dan Bisma  dan Duryudana Duryudana.. 

Kelahiran, kepribadian, dan pendidikan  Ayah Yudistira Yudistira bernama Pandu Pandu,, menikahi Dewi Kunti Kunti,, puteri Raja Surasena Surasena,, adik Basudewa Basudewa.. Setelah pernikahannya, tanpa sengaja Pandu memanah seorang Br āhmana hmana dan  dan istrinya, yang dikira sebagai seekor rusa rusa yang  yang sedang bercinta. Sebelum kematiannya, Sang Br āhmana mengutuk Pandu supaya kelak ia meninggal jika sedang bercinta dengan istrinya. Pandu menerima sumpah tersebut, yang menyebabkannya tidak bisa bercinta dengan istrinya sehingga tidak mampu memperoleh keturunan. Kunti, istri Pandu, memperoleh kesaktian dari seorang Rishi Rishi (orang  (orang suci) bernama Durwasa, sehingga ia mampu memanggil Dewa-Dewa. Dengan memanfaatkan kemampuan Kunti tersebut, Pandu dan istrinya memperoleh keturunan dengan memanggil Dewa-Dewa yang mampu menganugerahi mereka putera. Mereka memanggil tiga Dewa, yaitu: Yamaraja (Dharmaraja, Dewa Dharma Dharma), ), Marut (Bayu (Bayu,, Dewa Angin), dan Sakra (Indra ( Indra,, Raja surga). Yudistira lahir dari Yamaraja, yaitu Dewa Dharma, kebenaran, kebijaksanaan dan keadilan. Yudistira memiliki empat adik, yaitu: Bhima Bhima (lahir  (lahir dari Dewa Bayu Bayu), ), Arjuna  Arjuna (lahir  (lahir dari Dewa Indra), dan si kembar Nakula dan Nakula  dan Sahadewa Sahadewa (lahir  (lahir dari Dewa Aswin Dewa Aswin). ). Karna, merupakan putera pertama Dewi Kunti yang diperoleh tanpa

sengaja pada masih gadis. Jadi, Karna merupakan saudara tua Yudistira dan para Pandawa (lima putera Pandu). Sebagai penitisan Dewa Dharma Dharma (keadilan  (keadilan dan kebijaksanaan) Yudistira berperilaku mulia dan berpengetahuan luas di bidang kerohanian. Karena perilakunya yang mulia, Yudistira layak untuk mewarisi tahta Hastinapura. Namun hal itu menimbulkan perdebatan bagi putera Drestarastra Drestarastra,, yaitu Duryudana Duryudana dan  dan para Korawa Korawa.. Yudistira menuntut ilmu agama, sains, dan senjata bersama saudara-saudaranya dan para Korawa di bawah asuhan

 

Dronacharya (Bagawan  (Bagawan Drona) dan Kripacharya Kripacharya (Bagawan  (Bagawan Kripa). Ia mahir dengan senjata tombak tombak dan  dan memperoleh Dronacharya gelar “Maharatha “Maharatha“, “, yaitu ksatria yang mampu menumpas 10.000 musuh dalam sekejap. 

Raja Indraprastha Yudistira dan Pandawa Pandawa lainnya  lainnya amat disayangi oleh sesepuh Wangsa Kuru, Kuru, seperti Bisma Bisma,, Drona Drona,, Krepa Krepa,, daripada Duryudana dan Duryudana  dan para Korawa Korawa karena  karena kebaikan hati Yudistira dan rasa hormatnya terhadap sesepuh tersebut. Saat Yudistira dan Pandawa tumbuh dewasa, Dretarastra Dretarastra mengalami  mengalami konflik dengan putera-puteranya, yaitu para Korawa. Yudistira adalah pangeran yang tertua dalam garis keturunan Kuru dan berhak menjadi raja, namun Dretarastra ingin bersikap adil juga terhadap anaknya. Akhirnya Dretarastra memberi sebagian wilayah Kerajaan Kuru, Kuru, yaitu sebuah daerah yang gersang dan berpenduduk jarang yang disebut Kandawaprastha Kandawaprastha.. Dengan bantuan sepupunya yang bernama Kresna Kresna,, Yudistira memperbarui daerah tersebut. Kresna memanggil Wiswakarma,, arsitek para dewa, untuk membangun daerah tersebut menjadi kota megah. Arsitek Mayasura Wiswakarma Mayasura   membangun balairung besar yang dikenal sebagai Mayasabha Mayasabha.. Akhirnya Kandawaprastha menjadi kota yang megah dan berganti nama menjadi “Indraprastha “Indraprastha”” atau “kota Dewa Indra Indra“. “. Perlahan-lahan penduduk baru berdatangan dan Indraprastha menjadi kota yang ramai.  Rajasuya  Setelah diangkat menjadi Raja Indraprastha Indraprastha,, Yudistira melaksanakan upacara Rajasuya Rajasuya untuk  untuk menyebarkan dharma dharma   dan menyingkirkan raja-raja jahat. Arjuna jahat. Arjuna,, Bima Bima,, Nakula Nakula dan  dan Sadewa Sadewa memimpin  memimpin tentara masing-masing ke setiap empat penjuru Bharatawarsha Bharatawarsha untuk  untuk mengumpulkan upeti saat penyelenggaraan Rajasuya. Raja-raja yang mengakui pemerintahan Yudistira menjadi sekutu dan datang ke Indraprastha. Saat upacara berlangsung, Yudistira bertanya kepada Bisma Bisma untuk  untuk mempertimbangkan siapa yang akan menerima hadiah terlebih dahulu. Bisma menunjuk Kresna,, namun Sisupala Kresna Sisupala menggerutu  menggerutu karena menurutnya seorang pengembala sapi seperti Kresna tidak berhak menjadi orang yang paling dihormati dalam Rajasuya. Kemudian Sisupala menghina Kresna bertubi-tubi. Karena hinaan Sisupala sudah melebihi seratus kali, Kresna mengakhiri nyawa Sisupala sesuai janji Kresna kepada ibu Sisupala. 

Pembuangan selama 13 tahun Selain berkepribadian mulia, Yudistira juga senang main dadu. Hal itulah yang dimanfaatkan Duryudana Duryudana untuk  untuk mengambil alih kekuasaan Yudistira. Bersama dengan pamannya – Sangkuni Sangkuni –  – mereka menyusun rencana licik, yaitu mengajak Yudistira main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Permainan dadu sudah disetel sedemikian

rupa sehingga kemenangan berpihak pada Korawa Korawa.. Mula-mula Yudistira mempertaruhkan harta, kemudian ia dihasut oleh Duryudana dan Sangkuni Sangkuni untuk  untuk mempertaruhkan istana dan kerajaannya. Karena pikirannya sudah dibelenggu oleh hasutan mereka, maka Yudistira merelakan istana dan kerajaannya untuk dipertaruhkan. Karena permainan dadu sudah disetel sedemikian rupa, maka Korawa menang dan memperoleh istana dan kerajaan yang dipimpin Yudistira. Yudistira yang merasa tidak memiliki apa-apa lagi, mempertaruhkan saudara-saudaranya, yaitu para Pandawa Pandawa..

 

 Akhirnya Yudistira Yudistira Yudistira kalah sehingga saudara-saudaranya menjadi milik Duryudana. Kemudian Yudistira mempertaruhkan dirinya sendiri. Karena ia kalah lagi, maka dirinya menjadi milik Duryudana. Yudistira yang sudah kehabisan harta untuk dipertaruhkan, akhirnya dibujuk oleh Duryudana untuk mempertaruhkan istrinya istrinya yaitu Dropadi Dropadi.. Yudistira menyetujuinya. Akhirnya segala harta milik Yudistira, termasuk saudara, istri, dan dirinya sendiri menjadi budak Duryudana Duryudana.. Namun karena bujukan Drestarastra Drestarastra,, Pandawa Pandawa beserta  beserta istrinya mendapatkan kebebasan mereka kembali. 

Namun sekali lagi Duryudana Duryudana mengajak  mengajak main dadu, dan taruhannya siapa yang kalah harus megasingkan diri ke hutan selama 13 tahun. Untuk kedua kalinya, Yudistira kalah sehingga ia dan saudara-saudaranya terpaksa mengasingkan diri ke hutan. 

Meletusnya perang Pandawa telah Pandawa  telah menjalani hukuman buang selama 13 tahun, sesuai dengan perjanjian, mereka menginginkan kembali tahta Kerajaan Besar Hastinapura Hastinapura yang  yang menjadi haknya secara turun-temurun. Akan tetapi pihak Kurawa yang merupakan sepupu Pandawa tidak mau menyerahkan tahta Hastinapura. Setelah semua upaya damai menemui jalan buntu, terjadilah perang selama 18 hari di medan Kuru atau Kurukshetra Kurukshetra.. 

Yudistira saat Bharatayuddha Yudistira terkenal akan sifatnya yang selalu bersikap sopan dan santun, bahkan ketika peperangan sekalipun, Yudistira masih menghaturkan sembah kepada Bhisma, yang seharusnya ia hadapi dalam pertempuran. Karena tindakannya tersebut, Bhisma menganugerahinya kemenangan.   Penghormatan Yudistira  Pada hari pertama perang di Kurukshetra, Kurukshetra, kedua belah pihak sudah saling berhadapan, siap untuk membunuh satu sama lain. Pada hari itu pula Arjuna pula Arjuna mendapatkan  mendapatkan wejangan suci dari Sri Kresna Kresna sebelum  sebelum perang, bernama Bhagavad G ī tā. Setelah kedua belah pihak selesai melakukan inspeksi terhadap pasukannya masing-masing dan siap untuk berperang, Yudistira melakukan sesuatu yang mengejutkan. Ia menanggalkan baju zirahnya, zirahnya, meletakkan semua senjatanya, dan turun dari kereta. Dengan mencakupkan tangan ia berjalan menuju barisan musuh. Semua pihak yang melihat tindakannya tidak percaya terhadap apa yang sudah dilakukan Yudistira. Para Pandawa Pandawa   mengikutinya, mereka bertanya-tanya, namun Yudistira hanya membisu. Hanya Kresna Kresna yang  yang tersenyum karena ia mengetahui maksud Yudistira. Ketika Yudistira sudah mencapai barisan musuh, semua musuh sudah siaga dan tidak melepaskan pandangannya

dari Yudistira. Dengan rasa bakti yang tulus, Yudistira menjatuhkan dirinya dan menyembah kaki Bisma Bisma,, kakek yang sangat dihormatinya, seraya berkata, “Hamba datang untuk memberi hormat kepadamu, o paduka nan gagah tak terkalahkan. Kami akan menghadapi paduka dalam pertempuran. Kami mohon perkenan paduka dalam hal ini. Dan kami pun memohon do’a dan restu paduka”. Bisma menjawab, Bisma  menjawab, “Apabila engkau, o Maharaja, dalam menghadapi pertempuran yang akan berlangsung ini tidak

 

datang kepadaku seperti ini, pasti akan kukutuk dirimu agar menderita kekalahan. Aku puas, o putera mulia. Berperanglah dan dapatkan kemenangan, hai putera Pandu. Apa lagi cita-cita yang ingin kaucapai dalam pertempuran ini? Pintalah suatu berkah dan restu, o putera Pritha, pintalah sesuatu yang kauinginkan! Atas restuku itu pastilah, o Maharaja, kekalahan takkan menimpa dirimu”. Setelah menghaturkan sembah kepada Bisma, Yudistira menyembah Guru Drona Drona,, Krepa Krepa,, dan Salya Salya.. Semuanya memberikan restu dan mendo’akan kemenangan agar berpihak kepada Yudistira karena tindakan sopan yang sudah dilakukannya. Setelah mendapat do’a restu, Yudistira kembali menuju pasukannya, memakai baju zirahnya, zirahnya, naik kereta, dan siap untuk bertempur.    Yuyutsu memihak memihak Yudistira  Sebelum pertempuran dimulai, Yudistira berseru, “Siapa pun yang memilih kami, itulah yang kupilih menjadi sekutu”. Susana hening sejenak setelah mendengarkan seruan Yudistira. Tiba-tiba di dalam pasukan Korawa, terdengar sebuah jawaban dari Yuyutsu Yuyutsu.. Yuyutsu berseru, “Hamba bersedia bertempur di bawah panji-panji paduka, demi kemenangan paduka sekalian. Hamba akan menghadapai para putera Drestarastra, itu pun apabila paduka Raja berkenan menerima hamba, o paduka Raja nan suci”. Dengan gembira, Yudistira berseru, “Mari, kemarilah! Kami semua ingin bertempur menghadapi saudara-saudaramu yang tolol itu! O Yuyutsu, baik Vāsudewa (Kresna (Kresna)) maupun kami berlima menyatakan kepadamu bahwa aku menerimamu, o pahlawan perkasa. pe rkasa. Berjuanglah bersama kami, untuk kepentinganku, menegakkan Dharma Dharma.. Rupanya hanya kau sendiri orang yang harus melanjutkan garis keturunan Drestarastra Drestarastra,, sekaligus melakukan upacara persembahan kepada para leluhur mereka. O putera mahkota nan gagah, terimalah kami yang juga menerimamu. Duryudana yang kejam itu akan segera menemui ajalnya”. Setelah berseru demikian, maka Yuyutsu meninggalkan para Korawa Korawa dan  dan memihak Pandawa Pandawa.. Kedatangannya disambut gembira. Tak lama kemudian, pertempuran dimulai. 

Kematian Bagawan Drona Sebelum perang, Bagawan Drona Drona pernah  pernah berkata, “Hal yang membuatku lemas dan tidak mau mengangkat senjata adalah apabila mendengar suatu kabar bencana dari mulut seseorang yang kuakui kejujurannya”. Berpedoman kepada petunjuk tersebut, Sri Kresna Kresna memerintahkan  memerintahkan Bhima Bhima untuk  untuk membunuh seekor gajah bernama Aswatama, nama yang sama dengan putera Bagawan Drona. Bhima berhasil membunuh gajah tersebut lalau berteriak sekeraskerasnya bahwa Aswatama mati. Drona terkejut dan meminta kepastian Yudistira yang terkenal akan kejujurannya. Yudistira hanya berkata, “Aswatama mati”. Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkata kepada Drona

bahwa Aswatama mati, entah itu gajah ataukah manusia (dalam keterangannya ia berkata, “naro va, kunjaro va”  —  — “entah gajah atau manusia”). Gajah bernama Aswatama itu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada Drona sehingga Drona kehilangan semangat hidup dan Korawa Korawa bisa  bisa dikalahkan dalam perang Bharatayuddha. Walaupun tidak pernah berbohong, karena perbuatannya ini Yudistira tetap mendapat ‘hukuman’. Kereta perangnya,

 

yang semula dikaruniai kemampuan melayang sejengkal di atas tanah, kini terpaksa harus turun menginjak tanah. Dan kelak, di hari kembalinya Pandawa ke sorga, Yudistira tidak diperbolehkan memasuki kahyangan terlebih dahulu melainkan harus menunggu saudara-saudaranya. Cerita ini dikisahkan dalam episode Swargarohanaparwa Swargarohanaparwa,, atau kitab terakhir Mahabharata.  Maharaja dunia Setelah perang berakhir, Yudistira dan pasukan Pandawa Pandawa mendapatkan  mendapatkan kemenangan, namun anak Yudistira, para putera Dropadi Dropadi,, dan banyak jagoan di pihak Pandawa seperti misalnya Drestadyumna Drestadyumna,, Abimanyu  Abimanyu,, Wirata Wirata,, Drupada Drupada,, Gatotkaca,, gugur. Jutaan tentara dari kedua belah pihak telah gugur. Gatotkaca Yudistira melaksanakan upacara Tarpana Tarpana kepada  kepada jiwa-jiwa yang pergi ke akhirat. Setelah kedatangannya di Hastinapura,, dia diangkat menjadi Raja Indraprastha Hastinapura Indraprastha sekaligus  sekaligus Raja Hastinapura. Sebagaimana sifatnya yang penyabar, Yudistira masih menerima Dretarastra Dretarastra sebagai  sebagai Raja di kota Hastinapura, dan mempersembahkan rasa baktinya yang mendalam dan rasa hormatnya kepada yang tua, meskipun perbuatannya  jahat dan biang keladi keladi yang menyebabkan menyebabkan putera-puteranya mati. mati.  Aswamedha  Kemudian Yudistira melangsungkan Aswamedha melangsungkan Aswamedha  Yadnya Yadnya (upacara  (upacara pengorbanan) untuk menegakkan kembali aturan Dharma di Dharma  di seluruh dunia. Pada upacara ini, seekor kuda dilepas untuk mengembara selama setahun, dan Arjuna dan Arjuna   sang adik Yudistira memimpin pasukan Pandawa Pandawa,, mengikuti kuda tersebut. Para Raja di seluruh negara yang telah dilalui oleh kuda tersebut harus memilih untuk mengikuti aturan Yudistira atau maju berperang. Semuanya membayar upeti, sekali lagi Yudistira dinobatkan sebagai Maharaja Dunia dan tak dapat dipungkiri lagi. 

Mangkat lalu naik ke surga Yudistira mendaki gunung Himalaya Himalaya sebagai  sebagai perjalanan terakhirnya Setelah masa permulaan Kali Yuga dan Yuga dan wafatnya Kresna Kresna,, Yudistira dan saudara-saudaranya mengundurkan diri, meninggalkan tahta kerajaan kepada satu-satunya keturunan mereka yang selamat dari peperangan di Kurukshetra Kurukshetra,, Parikesit,, Sang cucu Arjuna. Dengan meninggalkan segala harta dan sifat keterikatan, para Pandawa melakukan Parikesit perjalanan terkahir mereka dengan berziarah ke Himalaya Himalaya.. Saat mendaki puncak, satu persatu – Dropadi Dropadi dan  dan Pandawa Pandawa bersaudara  bersaudara – gugur menuju maut, terseret oleh kesalahan dan dosa mereka yang sesungguhnya. Namun Yudistira mampu mencapai puncak gunung, karena ia tidak cacat oleh dosa dan kebohongan.

Watak Yudistira yang sesungguhnya muncul saat akhir Mahabharata Mahabharata.. Di atas puncak gunung, Indra Indra,, Raja para Dewa, datang untuk membawa Yudistira ke Surga Surga dengan  dengan kereta kencananya. Saat Yudistira melangkah mendekati kereta, sang Dewa menyuruhnya agar meninggalkan anjing yang menjadi teman perjalanannya, karena makhluk tak suci tidak layak masuk Surga. Yudistira melangkah ke belakang, menolak untuk meninggalkan makhluk yang selama ini dilindunginya. Indra heran dengannya – “Kau mampu meninggalkan saudara-saudaramu dan tidak melakukan pembakaran jenazah yang layak untuk mereka…namun kau menolak untuk meninggalkan anjing yang tak tahu

 

 jalan!” Yudistira menjawab, “Dopadi dan saudara-saudaraku telah meninggalkanku, bukan aku [mereka].” Dan ia menolak untuk pergi ke surga tanpa anjing tersebut. Pada saat itu si anjing berubah wujud menjadi Dewa Dharma, ayahnya, yang sedang menguji dirinya…dan Yudistira melewatinya dengan tenang. Yudistira dibawa pergi dengan kereta Indra. Pada saat mencapai surga ia tidak menemukan saudara-saudaranya yang saleh maupun istrinya, Dropadi. Namun ia melihat Duryudana Duryudana dan  dan sekutunya yang jahat. Sang Dewa memberitahu bahwa saudaranya sedang berada di neraka neraka untuk  untuk menebus dosa kecil mereka, sementara Duryudana berada di surga semenjak ia gugur di tanah yang diberkati, Kurukshetra Kurukshetra.. Yudistira dengan tulus ikhlas pergi ke Neraka untuk bertemu dengan saudaranya, namun pemandangan dan suara yang menyayat serta darah kental membuatnya ngeri. Saat tergoda untuk kabur, ia menguasai diri dan sayup-sayup mendengar suara Dropadi dan saudaranya tercinta…memanggil-manggil tercinta…memanggil-manggil dirinya, menyuruhnya untuk tinggal di sisi mereka dalam penderitaan. Yudistira memutuskan untuk tinggal, dan menyuruh supaya kusir keretanya untuk kembali ke surga…sebab ia memilih untuk tinggal di neraka dengan orang-orang baik daripada tinggal di surga dengan orang jahat. Pada saat itu pemandangan berubah. Kemudian Indra Indra berkata  berkata bahwa Yudistira sedang diuji kembali, dan sebenarnya saudara-saudaranya sudah berada di surga. Setelah menerima kenyataan tersebut, Yudistira melepaskan jasadnya dan menerima surga.  

Yudistira dalam versi pewayangan Jawa Dalam kisah versi Jawa, Yudistira beristrikan Dewi Dropadi Dropadi,, puteri Prabu Drupada Drupada dengan  dengan Dewi Gandawati dari negara Panchala Panchala,, dan berputera Pancawala Pancawala (Pancawala).  (Pancawala). (Menurut kisah India India,, Drupadi diperistri oleh kelima Pandawa bersama-sama). Ia adalah putera sulung Prabu Pandu Pandu raja  raja negara Hastina Hastina dengan  dengan dengan permaisuri Dewi Kunti, Kunti, putri Prabu Basukunti dengan Dewi Dayita dari negara Mandura. Ia mempunyai dua orang adik kandung masing-masing bernama: Bima Bima (Werkudara)  (Werkudara) dan Arjuna dan Arjuna,, dan dua orang adik kembar lain ibu, bernama Nakula Nakula (Pinten)  (Pinten) dan Sadewa Sadewa   (atau Sahadewa alias Tansen), putra Prabu Pandu dengan Dewi Madrim, Madrim, puteri Prabu Mandrapati dari negara Mandaraka. Kelima orang bersaudara ini disebut sebagai Pandawa Pandawa.. Yudistira dianggap sebagai keturunan (titisan) Dewa Keadilan, Batara Dharma Dharma oleh  oleh karena itu salah satu julukannya adalah Dharmasuta, Dharmaputra atau Dharmawangsa. Selain itu ia juga disebut Puntadewa atau Samiaji. Nama Yudistira sendiri diambil karena dalam tubuhnya menunggal arwah Prabu Yudistira, raja jin negara Mertani (menurut kisah pewayangan Jawa). Yudistira mempunyai pusaka kerajaan berwujud payung bernama “Kyai Tunggulnaga” dan sebuah tombak bernama “Kyai Karawelang”.

sebuah tombak bernama Kyai Karawelang . Ia adalah tipe murni raja yang baik. Darah putih (Seta ( Seta ludira. ludira. Seta berarti putih, ludira berarti darah) mengalir di nadinya. Tak pernah murka, tak pernah bertarung, tak pernah juga menolak permintaan siapa pun, betapapun rendahnya sang peminta. Waktunya dilewatkan untuk meditasi meditasi dan  dan penghimpunan kebijakan. Tak seperti kesatria kesatria   yang lain, yang pusaka saktinya berupa senjata senjata,, pusaka andalan Yudistira adalah Kalimasada Kalimasada yang  yang misterius, naskah keramat yang memuat rahasia agama agama dan  dan semesta. Dia, pada dasarnya, adalah cendikiawan tanpa pamrih,

 

yang memerintah dengan keadilan sempurna dan kemurah hatinya yang luhur. Dengan kenampakan yang sama sekali tanpa perhiasan perhiasan mencolok,  mencolok, dengan kepala merunduk yang mawas diri, dan raut muka keningratan yang halus, dia tampil sebagai gambaran ideal tentang “Pandita Ratu” (Raja Pendeta) yang telah menyingkirkan nafsu dunia.  Akan tetapi ada pula kelemahannya, yakni gemar berjudi. Oleh karena kegemarannya kegemarannya ini, Yudistira Yudistira beberapa kali tertipu dan dikalahkan dalam adu judi dengan Duryudana Duryudana,, Raja Hastina Hastina dan  dan pemuka Korawa Korawa.. Dalam salah satu kekalahannya, terpaksa Yudistira (dan Pandawa keseluruhannya) menyerahkan negaranya dan membuang diri ke hutan selama 13 tahun.  

December 25, 2007

 Ya  Y a m a wi du r a - So lo   Posted by topmdi under Aksara Y, Y, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 25, 2007

 Ya  Y a m a di pa t i - So lo  

Posted by topmdi under Aksara Y, Y, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

 Wr  W r a ts a ng k a - So l o   Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

 Wis  W is ra wa - So l o   Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 25, 2007

 Wis  W is n u - So l o  

Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

 Wir  W ir a sa - So l o   Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

 Wis  W is a n gg e n i - So l o   Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 25, 2007

 Wil  W il ut a m a - So l o   Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

 Wib  W ib is an a - So l o   Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

 Wa  W a tu gu nu n g - So l o   Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 25, 2007

 Wa  W a si s ta - S ol o  

 

Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 25, 2007

Utari - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara U, U, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Utaraa (Sansekerta: Utaraa  (Sansekerta: Uttar ā) atau Utari Utari,, adalah nama puteri Raja Wirata Wirata.. Ia menikah dengan Abimanyu dengan Abimanyu,, putra Arjuna putra Arjuna.. Dari perkawinannya ia memiliki seorang putera bernama Parikesit Parikesit.. Utara mempunyai tiga saudara bernama Sweta, Utara, dan Wratsangka. Mereka bertiga tewas di tangan Bisma Dewabrata dalam Dewabrata dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Pada saat

Utaraa mengandung Parikesit, senjata sakti yang dilepaskan oleh Aswatama oleh Aswatama mengarah  mengarah ke janinnya. Namun atas perlindungan gaib dari Kresna Kresna,, janin tersebut terlindungi. Dengan selamat, bayi tersebut lahir sebagai penerus Dinasti Kuru dan Kuru dan bernama Parikesit Parikesit.. 

 

December 25, 2007

Utara - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara U, U, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

Utara (Sansekerta: Utara  (Sansekerta: Uttara) adalah nama salah satu putera Raja Wirata Wirata.. Ia turut serta dalam pertempuran besar  di  di Kurukshetra dan Kurukshetra  dan memihak Pandawa Pandawa.. Ia terbunuh pada hari pertama oleh Salya Salya dari  dari pihak Korawa Korawa.. Saudaranya yang lain, yaitu Sweta dan Wretsangka, terbunuh di tangan Bisma Bisma.. Utara memiliki adik perempuan bernama Utaraa. 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

 

December 25, 2007

Uma - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara U, U, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 25, 2007

Ugrasena - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara U, U, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

Udawa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara U, U, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 25, 2007

Tuhayata - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

Trisirah - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

Trinetra - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 25, 2007

Trikaya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

Trijata - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

Trigangga - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 25, 2007

Tremboko - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

Togog - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

Tembara - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 25, 2007

Tangsen - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 25, 2007

 

Tambak Ganggeng - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 24, 2007

Suryawati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

December 24, 2007

Suryatmaja - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Surya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Surtikanti - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Suratrimantra - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sumitra - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sumantri - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Sumali

Solo   Solo 

Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sulastri - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sukesi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Sugriwa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sucitra - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Subali Resi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

« Previous Page — Page — Next Page »  » 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Subadra - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Subadra atau Subadra  atau Sembadra Sembadra (dalam  (dalam tradisi pewayangan Jawa) merupakan salah satu tokoh penting dalam Wiracarita Mahabharata,, kisah epik Hindu Mahabharata Hindu.. Ia merupakan puteri Prabu Basudewa Basudewa (Raja  (Raja di Kerajaan Surasena), Surasena), dan juga merupakan saudara tiri Krishna Krishna atau  atau Kresna. Subadra (Dewi Sumbadra menurut ucapan Jawa) ini yang merupakan penjelmaan dari Dewi Sri adalah Sri adalah istri pertama dari Arjuna dari Arjuna (putra  (putra Pandu Pandu ketiga),  ketiga), dan ibu dari Abimanyu dari Abimanyu..

Ia juga terkenal dalam budaya pewayangan pewayangan  Jawa Jawa sebagai  sebagai seorang putri anggun, lembut, tenang, setia dan patuh pada suaminya. Ia merupakan sosok ideal priyayi putri Jawa. Subadra yang sewaktu kecil bernama Rara Ireng mempunyai dua orang kakak yaitu Kakrasana yang kemudian menjadi raja Mandura bergelar Prabu Baladewa Baladewa dan  dan Narayana yang kemudian menjadi raja di Dwarawati dengan gelar Prabu Sri Batara Kresna Kresna.. Subadra menikah dengan salah satu anggota Pandawa Pandawa yakni  yakni Arjuna  Arjuna.. Dari rahim Sumbadra inilah lahir Abimanyu lahir Abimanyu yang  yang kelak kemudian akan menurunkan Prabu Parikesit Parikesit.. 

 

Riwayat Subadra lahir sebagai puteri bungsu pasangan Basudewa Basudewa dan  dan Rohini Rohini,, istrinya yang lain. Subadra dilahirkan setelah kedua kakaknya, yaitu Kresna Kresna dan  dan Baladewa Baladewa,, membebaskan Basudewa yang dikurung oleh Kamsa Kamsa di  di penjara bawah tanah. Kemudian Ugrasena Ugrasena,, ayah Kamsa, diangkat menjadi raja di Mathura Mathura dan  dan Subadra hidup sebagai puteri bangsawan di kerajaan tersebut bersama dengan keluarganya. Saat Arjuna Saat  Arjuna menjalani  menjalani masa pembuangannya karena tanpa sengaja mengganggu Yudistira Yudistira yang  yang sedang tidur dengan Dropadi Dropadi,, ia berkunjung ke Dwaraka Dwaraka,, yaitu kediaman sepupunya yang bernama Kresna Kresna,, karena ibu Arjuna (Kunti Kunti)) bersaudara dengan ayah Kresna Kresna (  (Basudewa Basudewa). ). Di sana Arjuna bertemu dengan Subadra dan mengalami nuansa romantis bersamanya. Kresna pun mengetahui hal tersebut dan berharap Arjuna menikahi Subadra, demi yang terbaik bagi Subadra. Pada saat itu status Arjuna status Arjuna adalah  adalah suami yang memiliki tiga istri, yaitu Dropadi Dropadi,, Chitr āngadā, dan Ulupi Ulupi.. Maka pernikahannya dengan Subadra menjadikan Subadra sebagai istrinya yang keempat. Subadra dan Arjuna dan Arjuna memiliki  memiliki seorang putera, bernama Abimanyu bernama Abimanyu.. Saat Pandawa Pandawa kalah  kalah main dadu dengan Korawa Korawa,, mereka harus menjalani masa pembuangan selama dua belas tahun, ditambah masa penyamaran selama satu tahun. Subadra dan Abimanyu tinggal di Dwaraka Dwaraka sementara  sementara ayah mereka mengasingkan diri di hutan. Pada masamasa itu Abimanyu tumbuh menjadi pria yang gagah dan setara dengan ayahnya. Ketika perang besar di Kurukshetra berkecamuk, Kurukshetra berkecamuk, para pria terjun ke peperangan sementara para wanita diam di rumah mereka. Abimanyu mereka. Abimanyu dan  dan Arjuna  Arjuna turut  turut serta ke medan laga dan meninggalkan Subadra di Dwaraka Dwaraka.. Pada waktu itu umur Abimanyu 16 tahun. Saat pertempuran berakhir, hanya Arjuna yang selamat sementara seluruh puteranya yang turut berperang gugur, termasuk Abimanyu yang sangat dicintai Arjuna dan Subadra. Namun sebelum gugur,  Abimanyu sudah sudah menikah dengan Utara Utara dan  dan memiliki seorang putera bernama Parikesit Parikesit.. Parikesit kemudian menjadi raja Hastinapura Hastinapura menggantikan  menggantikan Yudistira Yudistira,, pamannya. Subadra menjadi penasihat serta guru bagi cucunya tersebut. 

Pemujaan Di India India,, Subhadra menjadi salah satu dari tiga dewa yang dipuja di Kuil Jagannath di Puri, bersama dengan kakaknya yang bernama Krishna Krishna (sebagai  (sebagai Jagannatha Jagannatha)) dan Balarama Balarama (atau  (atau Balabhadra). Salah satu kereta dalam Ratha Yatra yang Yatra yang diselenggarakan secara tahunan didedikasikan untuknya. Menurut beberapa interpretasi, Subhadra dianggap sebagai inkarnasi dari YogMaya YogMaya.. 

December 24, 2007

Sritanjung - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Srimahapunggung Srimahapunggun g - Solo Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Srikandi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sitija - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Siti Sundari - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Sisupala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sinta - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta

Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Singa Singa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Setyaki - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Satyaki (alias Satyaki  (alias Yuyudhana  Yuyudhana)) adalah seorang tokoh dari wiracarita wiracarita  Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah saudara ipar Kresna Kresna.. Ia berperang pada pihak Pandawa Pandawa dalam  dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Ia merupakan salah satu tokoh dari Wangsa Wresni, Wresni, selain Kertawarma Kertawarma dan  dan Kresna Kresna.. 

Pertempuran di Kurukshetra

Dalam pertempuran besar  di  di Kurukshetra Kurukshetra,, Satyaki memihak Pandawa Pandawa.. Pada pertempuran di hari keempat belas, Satyaki terlibat duel sengit dengan Burisrawa Burisrawa yang  yang sudah lama bermusuhan dengan Satyaki. Burisrawa menyerang Satyaki bertubi-tubi sampai ia jatuh pingsan karena lelah. Saat Burisrawa bersiap-siap untuk membunuh Satyaki,  Arjuna datang  Arjuna  datang dan memanah lengan Burisrawa sampai putus. Burisrawa kesakitan Burisrawa  kesakitan dan mencaci maki Arjuna yang menyerang tiba-tiba. tiba-tiba. Arjuna  Arjuna berkata  berkata bahwa sudah menjadi kewajibannya untuk melindungi nyawa Satyaki atas dasar persahabatan. Ketika Satyaki mulai sadar dari pingsannya, ia mengambil senjata kemudian memenggal Burisrawa. 

 

Kematian Tiga puluh enam tahun setelah pertempuran di Kurukshetra berakhir, Kurukshetra berakhir, Wangsa Wresni Wresni dan  dan Yadawa Yadawa berpesta  berpesta hingga mabuk. Dalam peristiwa tersebut, Kertawarma Kertawarma dan  dan Satyaki saling mengejek. Satyaki menghina Kretawarma yang tega membunuh prajurit dalam keadaan tidur sedangkan Kertawarma menghina Satyaki yang membunuh Burisrawa Burisrawa   dalam keadaan tak bersenjata. Setelah perang mulut dengan sengit, mereka bertempur, begitu pula yang dilakukan Wangsa Wresni lainnya. Atas kutukan Gandari Gandari,, Wangsa Wresni saling bertarung dengan sesamanya sampai binasa, kecuali Kresna Kresna dan  dan Baladewa Baladewa serta  serta para wanita. 

Satyaki dalam pewayangan Jawa Kelahirannya di waktu ibu Satyaki mau dibawa oleh pencuri, tidak ada yang mampu mengalahkan pencuri itu bahkan para Pandawa Pandawa.. Setelah lahir Satyaki ia dido’akan d ido’akan agar cepat tumbuh, seketika ia menjadi ksatria yang gagah, suaranya mantap mirip Bima Bima,, tapi tubuhnya kecil, dialah yang mampu mengalahkan maling tersebut yang bernama Singomulanjoyo, kemudian nama itu dipakai oleh Satyaki. Nama lainnya adalah Yuyudana, Bimo Kunthing, Singomulanjoyo. Mempunyai senjata Gada Wesi Kuning pemberian Prabu Kresna Kresna.. 

December 24, 2007

Setyaka - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Setyaboma - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta

Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Setiawan - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Setiajit - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Seta - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Sentanu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sengkuni - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

Sengkuni, Sangkuni atau Sangkuni atau Sakuni Sakuni (  (Sansekerta Sansekerta:: śakuni ) adalah seorang tokoh antagonis antagonis dari  dari wiracarita wiracarita  Mahabharata Mahabharata   dan merupakan paman para Korawa Korawa,, sebab beliau adalah kakak lelaki daripada Dewi Gandari Gandari,, ibu para Korawa Korawa.. Ketika para Pandawa Pandawa berjudi  berjudi melawan para Korawa, ialah yang menjadi pemain pada pihak Korawa. Di India India,, Sangkuni disebut Syakuni, sedangkan di tanah Sunda Sunda,, ia disebut patih Sangkuning. 

Permainan dadu Untuk membantu keponakannya merebut kekayaan Yudistira Yudistira di  di Indraprastha Indraprastha,, Sangkuni berencana agar Duryodana Duryodana  

mengundang Yudistira bermain dadu dadu dengan  dengan taruhan harta dan kerajaan. Dalam permainan tersebut, Sangkuni berjanji akan mewakili Duryodana agar ia bisa menang dengan menggunakan kelicikannya. Niat tersebut disetujui oleh Duryodana. Dretarastra Dretarastra ingin  ingin mempertimbangkan niat tersebut matang-matang dengan para pemuka keluarga yang lain, namun karena hasutan Sangkuni, ia merelakan rencana tersebut. Undangan pun dikirim ke Indraprastha dan pada hari yang ditentukan, Yudistira bersama keempat adiknya beserta istri mereka datang ke Hastinapura Hastinapura.. Pada awal permainan, Sangkuni mengalah dan membiarkan Yudistira Yudistira menikmati  menikmati kemenangan kecilnya. Tak berapa lama kemudian, Sangkuni selalu memenangkan permainan. Angka dadu dadu yang  yang diminta Sangkuni pasti akan muncul

 

sesuai dengan harapannya dan tak pernah meleset, karena ia menggunakan kesaktiannya. Harta dan kerajaan milik Yudistira pun jatuh ke tangan Duryodana, termasuk saudara-saudaranya beserta istri mereka, yaitu Dropadi Dropadi.. Namun berkat pertolongan dari Dretarastra Dretarastra,, Yudistira memperoleh kebebasannya kembali. Hartanya pun dikembalikan. Karena kecewa, permainan dadu pun diselenggarakan untuk yang kedua kalinya. Kali ini taruhannya adalah siapa yang kalah harus meninggalkan kerajaan dan mengasingkan diri di dalam hutan selama 12 tahun, dan setelah itu hidup dengan penyamaran di kerajaan lain selama setahun, dan setelah itu baru diperbolehkan kembali ke kerajaannya. Setelah menerima persyaratan tersebut, Yudistira Yudistira bermain  bermain dadu untuk yang kedua kalinya dengan Duryodana yang Duryodana  yang diwakilkan oleh Sangkuni. Namun kali ini pun ia kalah dan terpaksa mengasingkan diri ke dalam hutan selama 12 tahun dan hidup dalam penyamaran selama setahun, bersama dengan adik-adiknya dan istri mereka. 

Kematian Dalam pertempuran besar  di  di Kurukshetra Kurukshetra,, Sangkuni memihak Duryodana Duryodana.. Ia gugur di tangan Sahadewa Sahadewa.. 

Sangkuni dalam pewayangan Jawa  Arya Sakuni yang yang waktu mudanya mudanya bernama Trigantalpati Trigantalpati adalah  adalah putra kedua Prabu Gandara, raja negara Gandaradesa dengan permaisuri Dewi Gandini. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama Dewi Gandari, Gandari, Arya Surabasata dan Arya Gajaksa.  Arya Sakuni menikah menikah dengan Dewi Sukesti, Sukesti, putri Prabu Keswara raja negara Plasajenar. Plasajenar. Dari perkawinan tersebut tersebut ia memperoleh tiga orang putra bernama Arya Antisura alias Arya Surakesti, Arya Surabasa dan Dewi Antiwati yang kemudian diperistri Arya Udawa, patih negara Dwarawati. Sakuni mempunyai sifat atau watak yang tangkas, pandai bicara, buruk hati, dengki dan licik. Ia bukan saja ahli dalam siasat dan tata pemerintahan serta ketatanegaraan, tetapi juga mahir dalam olah keprajuritan. Sakuni mempunyai pusaka berwujud “Cis “Cis”” (Tombak pendek untuk memerintah gajah) yang mempunyai khasiat dapat menimbulkan air bila ditancapkan ke tanah. Dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, Sakuni diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa setelah gugurnya Prabu Salya, Salya, raja negara Mandaraka. Ia mati dengan sangat menyedihkan di tangan Bima Bima.. Tubuhnya dikuliti dan kulitnya diberikan kepada Dewi Kunti untuk Kunti untuk melunasi sumpahnya. Mayat Sakuni kemudian dihancurkan dengan Gada Rujakpala. 

December 24, 2007

Sembadra - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Sekipu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sayempraba - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sawitri

Solo   Solo 

Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Satyawati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sasrawindu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sasrahadimurtii - Solo Sasrahadimurt Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Sasikirana - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sangkanturunan - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sanga Sanga - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Sambu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Samba - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Salya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

  Salya ( Salya  (Sansekerta Sansekerta:: Shalya Shalya)) merupakan kakak Madri Madri,, yaitu ibu Nakula Nakula dan  dan Sadewa Sadewa,, dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Salya pemimpin Madra-desa Madra-desa atau  atau Kerajaan Madra. Madra. Ia merupakan paman Nakula dan Sadewa dari keluarga ibunya dan dicintai serta disayangi oleh para Pandawa Pandawa.. Salya merupakan pemanah mahir serta ksatria yang sangat

tangguh. Dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, Kurukshetra, ia memihak Korawa Korawa.. Ia terbunuh pada hari kedelapan belas oleh Yudistira,, salah satu keponakannya.  Yudistira

Salya dalam Mahabharata Salya merupakan raja di Kerajaan Madra atau Madra atau Madra-desa Madra-desa,, yaitu salah satu kerajaan India Kuno yang Kuno yang terletak di sebelah barat Asia barat Asia Selatan. Selatan. Ia merupakan ksatria yang sangat tangguh pada zamannya. Ia sangat disegani oleh keponakannya, yaitu Pandawa Pandawa.. Sebenarnya, Salya memihak Pandawa Pandawa saat  saat pertempuran akbar di Kurukshetra. Kurukshetra. Salya mengirimkan pasukannya

 

dengan jumlah besar menuju markas Pandawa. Dalam perjalanan, ia dijamu oleh Duryodana Duryodana yang  yang ia kira adalah Yudistira.. Hal itu sebenarnya merupakan siasat Duryodana agar mau membantu Korawa dalam pertempuran Yudistira nantinya. Karena merasa berhutang budi, Salya pun mau memihak Korawa. Kemudian Salya bertemu dengan Yudistira dan meminta ma’af atas kekeliruannya. Dengan segan, Salya terjun ke medan laga Kurukshetra Kurukshetra di  di pihak Korawa Korawa.. Salya berperan sebagai kusir kereta Karna Karna   dalam peperangan tersebut. Saat Karna terbunuh pada hari ketujuh belas, Salya diangkat menjadi pemimpin pasukan Korawa. Namun ia memegang jabatan tersebut hanya setengah hari, sebab itu ia berhasil dibunuh oleh Yudistira dengan Yudistira  dengan menggunakan senjata tombak tombak.. 

Salya dalam pewayangan Jawa Prabu Salya ketika mudanya bernama Narasoma, adalah putera Prabu Mandrapati, raja Negara Mandaraka dari permaisuri Dewi Tejawati. Prabu Salya adalah saudara kandung bernama Dewi Madrim yang Madrim yang kemudian menjadi isteri kedua Prabu Pandu, Pandu, raja negara Astina negara Astina.. Prabu Salya menikah dengan Dewi Pujawati alias Dewi Setyawati. Putri tunggal Bagawan Bagaspati, Bagaspati, brahmana brahmana-raksasa di raksasa  di pertapan Argabelah, dengan Dewi Darmastuti, seorang hapsari  atau  atau bidadari bidadari.. Dari perkawinan tersebut, ia dikaruniai lima orang putra, yaitu: Dewi Erawati, Dewi Surtikanti, Dewi Banowati, Arya Burisrawa dan Bambang Rukmarata. Prabu Salya mempunyai sifat tinggi hati, sombong, congkak, banyak bicara, cerdik dan pandai. Ia sangat sakti, lebihlebih setelah mendapat warisan Aji warisan Aji Candrabirawa dari Candrabirawa dari mendiang mertuanya, Bagawan Bagaspati yang Bagaspati yang mati dibunuh olehnya. Prabu Salya naik tahta kerajaan Mandaraka menggantikan ayahnya, Prabu Mandrapati yang meninggal bunuh diri. Pada perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, Salya memihak Korawa Korawa dan  dan menjadi pemimpin pasukan setelah Karna Karna.. Akhir riwayatnya diceritakan, Prabu Salya gugur di medan pertempuran p ertempuran Bharatayudha Bharatayudha oleh  oleh Prabu Yudhistira Yudhistira alias  alias Prabu Puntadewa dengan Puntadewa  dengan pusaka Jamus Kalimasada. 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Sakutrem - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sakuntala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Sakri - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

« Previous Page — Page — Next Page »  » 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Sadewa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Sadewa atau Sadewa  atau Sahadewa Sahadewa (  (Sansekerta Sansekerta :  : sahadéva sahadéva), ), adalah seorang protagonis protagonis dari  dari wiracarita wiracarita  Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah seorang Pandawa Pandawa pula,  pula, tetapi berbeda dengan Yudistira Yudistira,, Bima Bima,, dan Arjuna dan Arjuna ia  ia adalah putra Dewi Madrim Madrim,, adik Dewi Kunti Kunti.. Ia adalah saudara kembar Nakula Nakula dan  dan dianggap penitisan Aswino penitisan Aswino,, Dewa Kembar. Sadewa pandai dalam ilmu astronomi astronomi yang  yang ia pelajari di bawah ba wah bimbingan resi Drona Drona.. Sementara itu juga mengerti banyak mengenai penggembalaan sapi. Oleh karena itu ia bisa menyamar menjadi seorang gembala pada saat di negeri Wirata yang dikisahkan pada Wirataparwa Wirataparwa.. Selama masa penyamarannya di Kerajaan Matsya yang Matsya yang dipimpin Raja Wirata Wirata,, Sadewa bertanggung jawab merawat sapi dan bersumpah akan membunuh Raja Gandhara Gandhara,, Sangkuni Sangkuni,,

 

yang telah memperdaya mereka sepanjang hidup. Ia berhasil memenuhi sumpahnya untuk membunuh Sangkuni, pada saat hari kedua menjelang perang Bharatayuddha Bharatayuddha berakhir.  berakhir. 

Kepribadian Dari kelima Pandawa, Sadewa yang termuda. Meski demikian ia dianggap sebagai yang terbijak di antara mereka. Yudistira bahkan Yudistira  bahkan berkata bahwa ia lebih bijak daripada Brihaspati Brihaspati,, guru para dewa. Sadewa adalah seorang ahli perbintangan yang ulung dan dianggap mengetahui kejadian yang akan terjadi dalam Mahabharata namun ia dikutuk bahwa apabila ia membeberkan apa yang diketahuinya, kepalanya akan terbelah. Maka dari itu, selama dalam kisah ia cenderung diam saja dibandingkan dengan saudaranya yang lain. Seperti Nakula (kakaknya), Sadewa adalah ksatria berpedang yang ulung. Ia juga menikahi puteri Jarasanda Jarasanda,, Raja di Magadha dan Magadha  dan adik iparnya juga bernama Sadewa.  

Keturunan Seluruh Pandawa bersama-sama menikahi Dropadi Dropadi,, dan Dropadi memberikan masing-masing seorang putera kepada mereka. Dari hasil hubungannya dengan Dropadi, Sadewa memiliki putera bernama Srutakama. Selain itu, Sadewa memiliki putra yang bernama Suhotra, dari istrinya Wijaya. 

December 24, 2007

Sadana - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Rukmini - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Rukmakala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Resi Anggira  Anggira   Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Rekatatama - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Rasawulan - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Ramawijaya - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta  Surakarta 

No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Rama Bargawa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Rajamala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Ragu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Putut Supawala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

Purwati - Solo  Solo  

December 24, 2007

Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Purwaganti - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Puntadewa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Priambada - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Premadi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Pratipa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Prahasta - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Pragoto - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Pragalba - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta

Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Prabowo - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Prabasini - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Prabu Kusuma - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Prabakesa - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Petruk w/ bujang - Solo Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Pertiwi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Pergiwati - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Pergiwa - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Parikesit - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Parikesit Ratu - Solo  Solo  

Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Parikesit   (Sansekerta Parikesit Sansekerta::  parik ṣ  ṣita, i  ta, parik ṣ  ṣit  i  t ) atau Pariksita Pariksita   adalah seorang tokoh dari wiracarita wiracarita   Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah raja Hastina Hastina   dan cucu  Arjuna  Arjuna.. Ayahnya adalah  Abimanyu  Abimanyu   sedangkan putranya adalah Janamejaya Janamejaya.. Dalam kitab Adiparwa kitab  Adiparwa,, akhir riwayatnya diceritakan bahwa Prabu Parikesit meninggal karena digigit Naga Taksaka yang bersembunyi di dalam buah jambu buah  jambu,, sesuai dengan kutukan Brahmana Brahmana Granggi  Granggi yang merasa sakit hati karena Prabu Parikesit telah mengkalungkan bangkai ular hitam di leher ayahnya, Bagawan Sarmiti.  Parikesit tewas digigit oleh Naga Taksaka, Taksaka, setelah beliau diramalkan akan dibunuh oleh seekor ular. Maka beliaupun menyuruh untuk mengadakan upacara upacara  sarpayajna sarpayajna untuk  untuk mengusir semua ular. Tetapi karena sudah takdirnya, beliau pun digigit sampai wafat. 

 

Peristiwa sebelum kelahiran 

Saat Maharaja Parikesit masih berada dalam kandungan, ayahnya yang bernama  Abimanyu  Abimanyu,, turut serta bersama  Arjuna   dalam sebuah pertempuran besar di daratan Kurukshetra  Arjuna Kurukshetra.. Dalam pertempuran tersebut, Abimanyu gugur dalam serangan musuh yang dilakukan secara curang. Abimanyu meninggalkan ibu Parikesit yang bernama Utara Utara   karena gugur dalam perang. 

Pada pertempuran di akhir hari kedelapan belas,  Aswatama  Aswatama bertarung  bertarung dengan Arjuna dengan  Arjuna.. Aswatama dan Arjuna samasama sakti dan sama-sama mengeluarkan senjata Brahm āstra. Karena dicegah oleh Resi Byasa Byasa,, Aswatama dianjurkan untuk mengarahkan senjata tersebut kepada objek lain. Maka Aswatama memilih agar senjata tersebut diarahkan ke kandungan Utara Utara.. Senjata tersebut pun membunuh Parikesit yang maish berada dalam kandungan.  Atas pertolongan dari Kresna Kresna,, Parikesit dihidupkan kembali. Aswatama kemudian dikutuk agar mengembara di dunia selamanya. 

Ramalan

kehidupan

Resi Dhomya Dhomya memprediksikan  memprediksikan kepada Yudistira Yudistira setelah  setelah Parikesit lahir bahwa ia akan menjadi pemuja setia Dewa Wisnu,, dan semenjak ia diselamatkan oleh Bhatara Kresna, Wisnu Kresna, ia akan dikenal sebagai Vishnurata Vishnurata (Orang  (Orang yang selalu dilindungi

oleh

Sang

Dewa).

Resi Dhomya memprediksikan bahwa Parikesit akan selamanya mencurahkan kebajikan, ajaran agama dan kebenaran, dan akan menjadi pemimpin yang bijaksana, tepatnya seperti Ikswaku Ikswaku dan  dan Rama Rama dari  dari Ayodhya  Ayodhya.. Ia akan menjadi ksatria panutan seperti Arjuna seperti Arjuna,, yaitu kakeknya sendiri, dan akan membawa kemahsyuran bagi keluarganya.  

Raja

Hastinapura

Saat dimulainya zaman Kali Yuga, Yuga, yaitu zaman kegelapan, dan mangkatnya Kresna Kresna   Awatara  Awatara dari  dari dunia fana, lima Pandawa   bersaudara pensiun dari pemerintahan. Parikesit sudah layak diangkat menjadi raja, dengan Krepa Pandawa Krepa   sebagai penasihatnya. Beliau menyelenggarakan menyelenggarakan Aswameddha  Aswameddha  Yajña Yajña tiga  tiga kali di bawah bimibingan Krepa.  

Kehidupan

selanjutnya

Pada suatu hari, Raja Parikesit pergi berburu ke tengah hutan. Ia kepayahan menangkap seekor buruan, lalu berhenti untuk beristirahat. Akhirnya ia sampai di sebuah tempat pertapaan. Di pertapaan tersebut, tinggalah Bagawan Samiti Samiti.. Beliau sedang duduk bertapa dan membisu. Ketika Sang Raja bertanya kemana buruannya pergi, Bagawan Samiti hanya diam membisu karena pantang berkata-kata saat sedang bertapa. Karena pertanyaannya tidak dijawab, Raja Parikesit marah dan mengambil bangkai ular  dengan   dengan anak panahnya, lalu mengalungkannya ke leher Bagawan Samiti. Kemudian Sang Kresa menceritakan kejadian tersebut kepada putera Bagawan Samiti yang bernama

Sang

Srenggi

yang

bersifat

mudah

marah.

Saat Sang Srenggi pulang, ia melihat bangkai ular   melilit leher ayahnya. Kemudian Sang Srenggi mengucapkan kutukan bahwa Raja Parikesit akan mati digigit ular setelah tujuh hari sejak kutukan tersebut diucapkan. Bagawan

 

Samiti kecewa terhadap perbuatan puteranya tersebut, yang mengutuk raja yang telah memberikan mereka tempat berlindung. Akhirnya Bagawan Samiti berjanji akan mengakhiri kutukan tersebut. ia mengutus muridnya untuk memberitahu Sang Raja, namun Sang Raja merasa malu untuk mengakhiri kutukan tersebut dan memilih untuk berlindung. Kemudian Naga Taksaka Taksaka   pergi ke Hastinapura Hastinapura   untuk melaksanakan perintah Sang Srenggi untuk menggigit Sang Raja. Penjagaan di Hastinapura sangat ketat. Sang Raja berada dalam menara tinggi dan dikelilingi oleh prajurit, brahmana, dan ahli bisa. Untuk dapat membunuh Sang Raja, Naga Taksaka menyamar menjadi ulat dalam buah  jambu.. Kemudian jambu tersebut diduguhkan kepada Sang Raja. Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Raja  jambu Parikesit wafat setelah digigit Naga Taksaka Taksaka yang  yang menyamar menjadi ulat ulat dalam  dalam buah jambu buah jambu.. 

Keturunan

Raja

Parikesit

Parikesit menikahi Madrawati, dan memiliki seorang putera bernama Janamejaya Janamejaya.. Janamejaya Janamejaya diangkat  diangkat menjadi raja pada usia yang masih muda. Janamejaya Janamejaya menikahi  menikahi Wapushtama, dan memiliki dua putera bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika diangkat sebagai raja menggantikan ayahnya dan menikahi puteri dari Kerajaan Wideha, Wideha, kemudian

memiliki

seorang

putra

bernama

Aswamedhadatta.

Para keturunan Raja Parikesit tersebut merupakan raja legendaris yang memimpin Kerajaan Kuru, Kuru, namun riwayatnya tidak muncul dalam Mahabharata Mahabharata.. 

Parikesit

dalam

pewayangan

Jawa

Parikesit adalah putera  Abimanyu  Abimanyu   alias Angkawijaya, kesatria Plangkawati dengan permaisuri Dewi Utari, Utari, puteri Prabu Matsyapati Matsyapati dengan  dengan Dewi Ni Yustinawati dari Kerajaan Wirata. Wirata. Ia seorang anak yatim, karena ketika ayahnya gugur di medan perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, ia masih dalam kandungan ibunya. Parikesit lahir di istana Hastinapura Hastinapura   setelah keluarga Pandawa   Pandawa boyong dari Amarta ke Hastinapura.. Hastinapura Parikesit naik tahta negara Hastinapura menggantikan kakeknya Prabu Karimataya, nama gelar Prabu Yudistira Yudistira   setelah menjadi raja negara Hastinapura. Ia berwatak bijaksana, jujur dan adil.  

Prabu

Parikesit

mempunyai

5

(lima)

orang

permasuri

dan

8

(delapan)

orang

putera,

yaitu:

Dewi

Puyangan,

Dewi Dewi

berputera

Gentang, Satapi

Dewi

alias

Dewi

Ramayana berputera

Tapen,

Impun,

berputera berputera

Dewi Dangan, berputera Ramaprawa dan Basanta.

December 24, 2007

Parikenan - Solo  Solo  

 

Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

dan

Pramasata

Dewi Yudayana

dan Dewi

Tamioyi Dewi

Pramasti Niyedi

December 24, 2007

Panyarikan - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Pandu - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Pandu   (Sansekerta Pandu Sansekerta:: dieja P āṇḍ  u) adalah nama salah satu tokoh dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, ayah dari para Pandawa.. Pandu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, yaitu Dretarasta Pandawa Dretarasta   yang sebenarnya merupakan pewaris dari Kerajaan Kuru dengan Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura Hastinapura,, tetapi karena buta maka tahta diserahkan kepada Pandu dan Widura Widura,, yang tidak memiliki ilmu kesaktian apapun tetapi memiliki ilmu kebijaksanaan yang luar biasa

terutama

bidang

ketatanegaraan.

Pandu memiliki dua orang istri, yaitu Kunti Kunti   dan Madri Madri.. Sebenarnya Pandu Dewanata tidak bisa mempunyai anak karena dikutuk oleh seorang resi resi,, karena pada saat resi tersebut menyamar menjadi kijang kijang untuk  untuk bercinta, Pandu memanah hingga resi itu tewas. Kedua istri Pandu Dewanata mengandung dengan cara meminta kepada Dewa Dewa..

 

Pandu Dewanata akhirnya tewas karena kutukan yang ditimpa kepadanya, dan Madri menyusul suaminya dengan membakar dirinya. 

 Arti

nama

Nama Pandu Pandu   atau  pāṇḍ  u  dalam bahasa Sansekerta  Sansekerta  berarti pucat, dan kulit beliau memang pucat, karena ketika ibunya ( Ambalika)  Ambalika) menyelenggarakan upacara putrotpadana upacara putrotpadana untuk  untuk memperoleh anak, ia berwajah pucat. 

Kelahiran  Ayah Pandu adalah Wicitrawirya Wicitrawirya dan  dan ibunya adalah Ambalika adalah  Ambalika.. Saat Wicitrawirya wafat, ia belum memiliki keturunan. Maka Ambalika diserahkan kepada Bagawan Byasa Byasa agar  agar diupacarai sehingga memperoleh anak. Ambalika disuruh oleh Satyawati Satyawati untuk  untuk mengunjungi Byasa ke dalam kamar sendirian, dan di sana ia akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putera yang buta (Dretarastra (Dretarastra)) seperti yang telah dilakukan Ambika dilakukan  Ambika.. Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan (Byasa (Byasa)) yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu (puteranya), ayah para Pandawa Pandawa,, terlahir pucat. 

Kehidupan Pandu merupakan seorang pemanah yang mahir. Ia memimpin tentara Dretarastra Dretarastra   dan juga memerintah kerajaan untuknya. Pandu menaklukkan wilayah Dasarna Dasarna,, Kashi Kashi,,  Anga  Anga,, Wanga Wanga,, Kalinga Kalinga,, Magadha Magadha,, dan lain-lain. Pandu menikahi Kunti Kunti,, puteri Raja Kuntibhoja dari Wangsa Wresni Wresni,, dan Madri Madri,, puteri Raja Madra Madra.. Saat berburu di hutan, tanpa sengaja Pandu memanah seorang resi resi   yang sedang bersenggama bersenggama   dengan istrinya. Atas perbuatan tersebut, Sang Resi mengutuk Pandu agar kelak ia meninggal saat bersenggama dengan istrinya. Maka dari itu, Pandu tidak bisa memiliki anak dengan cara bersenggama dengan istrinya. Dengan kecewa, Pandu meninggalkan hutan bersama istrinya dan hidup seperti pertapa. Di dalam hutan, Kunti mengeluarkan mantra rahasianya dan memanggil tiga Dewa, Yaitu Yama Yama,, Bayu Bayu,, dan Indra Indra.. Dari ketiga Dewa tersebut, ia meminta masing-masing seorang putera. Ketiga putera tersebut adalah Yudistira Yudistira,, Bima Bima,, dan  Arjuna  Arjuna.. Kunti juga memberi kesempatan kepada Madri untuk meminta seorang putera dari Dewa yang dipanggilnya, dan Madri memanggil Dewa  Aswin  Aswin.. Dari Dewa tersebut,

Madri

menerima

putera

kembar,

diberi

nama

Nakula   Nakula

dan

Sadewa.. Sadewa

Kelima putra pandu dikenal sebagai Pandawa Pandawa.. 

Kematian Lima belas tahun setelah ia hidup membujang, ketika Kunti Kunti   dan putera-puteranya berada jauh, Pandu mencoba untuk bersenggama bersenggama dengan  dengan Madri Madri.. Atas tindakan tersebut, Pandu wafat sesuai dengan kutukan yang diucapkan oleh resi yang pernah dibunuhnya. Kemudian Madri menitipkan putera kembarnya, Nakula Nakula dan  dan Sadewa Sadewa,, agar dirawat oleh Kunti sementara ia membakar dirinya sendiri untuk menyusul suaminya ke alam baka. 

December 24, 2007

 

Pancawala - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

December 24, 2007

Palupi - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category

December 24, 2007

Palasara - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Padmanaba - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

 

December 24, 2007

Niwatakawaca - Solo  Solo   Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta  Surakarta  No Comments  Comments 

 

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF