Gambar Wayang - Gagrak Surakarta
August 13, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Gambar Wayang - Gagrak Surakarta...
Description
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Brahma - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Brahala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Bomantara - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Bomanarakasura - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Bogadenta - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Bisma - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Bisma ( (Sansekerta Sansekerta:: Bhī shma) (Sansekerta Sansekerta:: Dévavrata ), adalah salah satu tokoh utama shma) terlahir sebagai Dewabrata ( Dévavrata),
dalam Mahabharata Mahabharata.. Ia merupakan putera dari pasangan Prabu Santanu Santanu dan dan Satyawati Satyawati.. Ia juga merupakan kakek dari Pandawa Pandawa maupun maupun Korawa Korawa.. Semasa muda ia bernama Dewabrata, namun berganti menjadi Bisma semenjak ia bersumpah bahwa tidak akan menikah seumur hidup. Bisma ahli dalam segala modus peperangan dan sangat disegani oleh Pandawa Pandawa dan dan Korawa Korawa.. Ia gugur dalam sebuah pertempuran besar di di Kurukshetra Kurukshetra oleh oleh panah dahsyat yang dilepaskan oleh Srikandi Srikandi dengan dengan bantuan Arjuna bantuan Arjuna.. namun ia tidak meninggal pada saat itu juga. Ia sempat hidup selama beberapa hari dan menyaksikan kehancuran kehancuran para Korawa Korawa.. Ia menghembuskan nafas terkahirnya saat garis balik matahari berada di utara (Uttarayana (Uttarayana). ).
Arti nama Nama Bhishma dalam bahasa Sansekerta berarti Sansekerta berarti “Dia yang sumpahnya dahsyat (hebat)”, karena ia bersumpah akan Bhishma dalam hidup membujang selamanya dan tidak mewarisi tahta kerajaannya. Nama Dewabrata diganti menjadi Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya, pratigya, yaitu sumpah untuk membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya. Hal itu dikarenakan Bisma tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan Satyawati Satyawati,, ibu tirinya.
Kelahiran Bisma merupakan penjelmaan salah satu Delapan Wasu yang Wasu yang berinkarnasi sebagai manusia yang lahir dari pasangan Dewi Gangga dan Gangga dan Prabu Santanu Santanu.. Menurut kitab Adiparwa kitab Adiparwa,, Delapan Wasu menjelma menjadi manusia karena dikutuk atas perbuatannya yang telah mencuri lembu sakti milik Resi Wasistha Wasistha.. Dalam perjalanannya menuju bumi, mereka bertemu dengan Dewi Gangga yang juga mau turun ke dunia untuk menjadi istri putera Raja Pratipa Pratipa,, yaitu Santanu Santanu.. Delapan Wasu kemudian membuat kesepakatan dengan Dewi Gangga bahwa Gangga bahwa mereka akan menjelma sebagai delapan putera Prabu Santanu Santanu dan dan dilahirkan oleh Dewi Gangga. Bisma merupakan penjelmaan Wasu yang bernama Prabhata.
Kehidupan awal Sementara tujuh kakaknya yang telah lahir meninggal karena ditenggelamkan ke sungai Gangga oleh Gangga oleh ibu mereka sendiri, Bisma berhasil selamat karena perbuatan ibunya dicegah oleh ayahnya. Kemudian, sang ibu membawa Bisma yang masih bayi ke surga, meninggalkan Prabu Santanu Santanu sendirian. sendirian. Setelah 36 tahun kemudian, Sang Prabu menemukan puteranya secara tidak sengaja di hilir sungai Gangga. Gangga. Dewi Gangga kemudian Gangga kemudian menyerahkan anak tersebut kepada Sang Prabu, dan memberinya nama Dewabrata. Dewabrata kemudian menjadi pangeran yang cerdas dan gagah, dan dicalonkan sebagai pewaris kerajaan. Namun karena janjinya terhadap Sang Dasapati, ayah Satyawati (ibu Satyawati (ibu tirinya), ia rela untuk tidak mewarisi tahta serta tidak menikah seumur hidup agar kelak keturunannya tidak memperebutkan tahta kerajaan dengan keturunan Satyawati. Karena ketulusannya tersebut, ia diberi nama Bisma dan dianugerahi agar mampu bersahabat dengan Sang Dewa Waktu sehingga ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma memiliki dua adik tiri dari ibu tirinya yang bernama Satyawati Satyawati.. Mereka bernama Citr ānggada nggada dan dan Wicitrawirya Wicitrawirya.. Demi kebahagiaan adik-adiknya, ia pergi ke Kerajaan Kasi dan Kasi dan memenagkan sayembara sehingga berhasil membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba bernama Amba,, Ambika Ambika,, dan Ambalika dan Ambalika,, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya. Karena Citr ānggada nggada wafat, wafat, maka Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya Wicitrawirya sedangkan sedangkan Amba mencintai Bisma namun Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur hidup. Demi usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Atas kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi be reinkarnasi menjadi menjadi seorang pangeran yang memiliki sifat kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada Drupada yang yang bernama Srikandi Srikandi.. Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi yang membantu Arjuna membantu Arjuna dalam dalam pertempuran akbar di Kurukshetra. Kurukshetra.
Pendidikan Bisma mempelajari ilmu politik dari Brihaspati Brihaspati (guru (guru para Dewa Dewa), ), ilmu Veda Veda dan dan Vedangga Vedangga dari dari Resi Wasistha Wasistha,, dan ilmu perang dari Parasurama Parasurama (Ramaparasu; (Ramaparasu; Rama Bargawa), seorang ksatria legendaris sekaligus salah satu Chiranj ī ī win yang win yang hidup abadi sejak zaman Treta Yuga. Yuga. Dengan berguru kepadanya Bisma mahir dalam menggunakan segala jenis senjata dan karena kepandaiannya tersebut ia ditakuti oleh segala lawannya. Bisma berhenti belajar kepada Parasurama karena perdebatan mereka di asrama tentang masalah Amba masalah Amba.. Pada saat itu dengan sengaja Bisma mendorong Parasurama sampai terjatuh, dan semenjak itu Parasurama bersumpah untuk tidak lagi menerima murid dari kasta Kshatriya Kshatriya karena karena membuat susah.
Peran dalam Dinasti Kuru Di lingkungan keraton Hastinapura Hastinapura,, Bisma sangat dihormati oleh anak-cucunya. Tidak hanya karena ia tua, namun juga karena kemahirannya kemahirannya dalam bidang militer militer dan peperangan. Dalam setiap setiap pertempuran, pastilah pastilah ia selalu menang karena sudah sangat berpengalaman. Yudistira Yudistira juga juga pernah mengatakan, bahwa tidak ada yang sanggup menaklukkan Bisma dalam pertempuran, bahkan apabila laskar Dewa dan laskar Asura laskar Asura menggabungkan menggabungkan kekuatan dan dipimpin oleh Indra Indra,, Sang Dewa Perang. Bisma sangat dicintai oleh Pandawa Pandawa maupun maupun Korawa Korawa.. Mereka menghormatinya sebagai seorang kakek sekaligus kepala keluarga yang bijaksana. Kadangkala Pandawa menganggap Bisma sebagai ayah mereka (Pandu Pandu), ), yang sebenarnya telah wafat.
Perang di Kurukshetra Saat perang antara Pandawa Pandawa dan dan Korawa Korawa meletus, meletus, Bisma berada di pihak Korawa. Sesaat sebelum pertempuran, ia berkata kepada Yudistira Yudistira bahwa bahwa dirinya telah diperbudak oleh kekayaan, dan dengan kekayaannya Korawa mengikat Bisma. Meskipun demikian, karena Yudistira telah melakukan penghormatan sebelum pertempuran, maka Bisma merestui Yudistira dan berdo’a agar kemenangan berada di pihak Pandawa, meskipun Bisma sangat sulit untuk ditaklukkan. Bisma juga pernah berkata kepada Duryodana Duryodana,, bahwa meski dirinya (Bisma) memihak Korawa, kemenangan sudah pasti berada di pihak Pandawa karena Kresna Kresna berada berada di sana, dan dimanapun ada Kresna maka [2]
di sanalah terdapat kebenaran serta keberuntungan dan dimanapun ada Arjuna ada Arjuna,, di sanalah terdapat kejayaan. Dalam pertempuran akbar di dataran keramat Kurukshetra Kurukshetra,, Bisma bertarung dengan dahsyat. Prajurit dan ksatria yang melawannya pasti binasa atau mengalami luka berat. Dalam kitab Bismaparwa Bismaparwa dikatakan dikatakan bahwa di dunia ini para ksatria sulit menandingi kekuatannya dan tidak ada yang mampu melawannya selain Arjuna selain Arjuna – – ksatria berpanah yang terkemuka – dan Kresna Kresna – – penjelmaan penjelmaan Wisnu Wisnu.. Meskipun Arjuna mendapatkan kesempatan untuk melawan Bisma, namun ia sering bertarung dengan setengah hati, mengingat bahwa Bisma adalah kakek kandungnya sendiri. Hal yang sama juga dirasakan oleh Bisma, yang masih sayang dengan Arjuna, cucu yang sangat dicintainya. Kresna yang Kresna yang menjadi kusir kereta Arjuna dalam peperangan, menjadi marah dengan sikap Arjuna yang masih segan untuk menghabisi nyawa Bisma, dan ia nekat untuk menghabisi nyawa Bisma dengan tangannya sendiri. Dengan mata yang menyorot tajam memancarkan kemarahan, ia memutar-mutar chakra chakra di di atas tangannya dan memusatkan
perhatian untuk membidik leher Bisma. Bisma tidak menghindar, namun justru bahagia jika gugur di tangan Madhawa (Kresna). Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menarik kaki Kresna untuk menghentikan langkahnya. Dengan sedih dan suara tersendat-sendat, tersendat-sendat, Arjuna Arjuna berkata, berkata, “O Kesawa (Kresna (Kresna), ), janganlah paduka memalsukan kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut berperang. O Madhawa (Kresna (Kresna), ), apabila paduka melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa paduka pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang akan membunuh kakek yang terhormat itu!…” Kresna tidak menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, ia mengurungkan niatnya dan da n naik kembali ke atas keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali pertarungannya. pe rtarungannya.
Kematian Sebelum hari kematiannya, Pandawa Pandawa dan dan Kresna Kresna mendatangi mendatangi kemah Bisma di malam hari untuk mencari tahu kelemahannya. Bisma mengetahui bahwa Pandawa Pandawa dan dan Kresna Kresna telah telah masuk ke dalam kemahnya dan ia menyambut mereka dengan ramah. Ketika Yudistira Yudistira menanyakan menanyakan apa yang bisa diperbuat untuk menaklukkan Bisma yang sangat mereka hormati, Bisma menjawab: .. ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang seseorang yang telah membuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang kebesarannya hancur, orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah, dan aku pun tidak akan menyerang seorang wanita, juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah dan tak mampu menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau pun orang yang sedang mabuk. Dengan itu semua aku enggan bertarung Bisma juga mengatakan apabila pihak Pandawa Pandawa ingin ingin mengalahkannya, mereka harus menempatkan seseorang yang membuat Bisma enggan untuk bertarung di depan kereta Arjuna kereta Arjuna,, karena ia yakin hanya Arjuna dan Kresna Kresna yang mampu mengalahkannya dalam peperangan. Dengan bersembunyi di belakang orang yang membuat Bisma enggan berperang, Arjuna berperang, Arjuna harus harus mampu melumpuhkan Bisma dengan panah-panahnya. Berpedoman kepada pernyataan tersebut, Kresna Kresna menyadarkan menyadarkan Arjuna akan kewajibannya. Meski Arjuna masih segan, namun ia menuntaskan tugas tersebut. Pada hari kesepuluh, Srikandi Srikandi menyerang menyerang Bisma, namun Bisma tidak melawan. Di belakang Srikandi Srikandi,, Arjuna menembakkan panah-panahnya yang dahsyat dan melumpuhkan Bisma. Panah-panah tersebut menancap dan menembus baju zirahnya, zirahnya, kemudian Bisma terjatuh dari keretanya, tetapi badannya tidak menyentuh tanah karena ditopang oleh puluhan panah panah yang yang menancap di tubuhnya. Namun Bisma tidak gugur seketika karena ia boleh menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma menghembuskan nafasnya setelah ia menyaksikan kehancuran pasukan Korawa Korawa dan dan setelah ia memberikan wejangan suci kepada Yudistira Yudistira setelah setelah perang Bharatayuddha Bharatayuddha selesai. selesai.
Bisma dalam pewayangan Jawa Antara Bisma dalam kitab Mahabharata Mahabharata dan dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, namun tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh proses Jawanisasi , yaitu membuat kisah wiracarita dari India India bagaikan bagaikan terjadi di pulau Jawa Jawa..
Riwayat Bisma adalah anak Prabu Santanu Santanu,, Raja Astina dengan Dewi Gangga alias Gangga alias Dewi Jahnawi (dalam Jahnawi (dalam versi Jawa). Waktu
kecil bernama Raden Dewabrata Dewabrata yang yang berarti keturunan Bharata yang luhur. Ia juga mempunyai nama lain Ganggadata. Dia adalah salah satu tokoh wayang wayang yang yang tidak menikah yang disebut dengan istilah Brahmacarin Brahmacarin.. Berkediaman di pertapaan Talkanda. Bisma dalam tokoh perwayangan digambarkan seorang yang sakti, dimana sebenarnya ia berhak atas tahta Astina tahta Astina akan akan tetapi karena keinginan yang luhur dari dirinya demi menghindari perpecahan dalam negara Astina negara Astina ia ia rela tidak menjadi raja raja.. Resi Bisma sangat sakti mandraguna dan banyak yang bertekuk lutut kepadanya. Ia mengikuti sayembara sayembara untuk untuk mendapatkan putri bagi Raja Hastina Hastina dan dan memboyong 3 Dewi. Salah satu putri yang dimenangkannya adalah Dewi Amba dan Amba dan Dewi Amba ternyata mencintai Bisma. Bisma tidak bisa menerima cinta Dewi Amba karena dia hanya wakil untuk mendapatkan Dewi Amba. Namun Dewi Amba tetap berkeras hanya mau menikah dengan Bisma. Bisma pun menakut-nakuti Dewi Amba dengan senjata saktinya yang justru tidak sengaja membunuh Dewi Amba. Dewi Amba yang sedang sekarat dipeluk oleh Bisma sambil sambil menyatakan bahwa sesungguhnya dirinya dirinya juga mencintai mencintai Dewi Amba. Setelah roh Dewi Amba keluar dari jasadnya kemudian mengatakan bahwa dia akan menjemput Bisma suatu saat agar bisa bersama di alam lain dan Bisma pun menyangupinya. Diceritakan roh Dewi Amba menitis menitis kepada Srikandi Srikandi yang yang akan membunuh Bisma dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya moksa moksa ke ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan Dewi Durgandini atau Dewi Satyawati Satyawati,, istri Parasara Parasara yang yang telah berputra Resi Wyasa Wyasa.. Setelah Durgandini bercerai, ia dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan Citr ānggada nggada dan dan Wicitrawirya Wicitrawirya,, yang menjadi saudara Bisma seayah lain ibu. Setelah menikahkan Citr ānggada nggada dan dan Wicitrawirya Wicitrawirya,, Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda Citr ānggada dan Wicitrawirya diserahkan pada Wyasa, putra Durgandini dari suami pertama. Wyasa Wyasa-lah -lah yang kemudian menurunkan Pandu dan Dretarata, orangtua Pandawa dan Kurawa. Demi janjinya membela Astina membela Astina,, Bisma berpihak pada Korawa Korawa dan dan mati terbunuh oleh Srikandi Srikandi di di perang Bharatayuddha.. Bharatayuddha Bisma memiliki kesaktian tertentu, yaitu ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Maka ketika sudah sekarat terkena panah, ia minta sebuah tempat untuk berbaring. Korawa Korawa memberinya memberinya tempat pembaringan mewah namun ditolaknya, akhirnya Pandawa Pandawa memberikan memberikan ujung panah sebagai alas tidurnya (kasur panah) (sarpatala (sarpatala). ). Tetapi ia belum ingin meninggal, ingin melihat akhir daripada perang Bharatayuddha.
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Bisawarna - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Bima w/ lindu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Bilung - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Bayu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Basupati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Basukunti - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Basuki - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Basudewa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Barat Waja - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Barata Branta - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Banuwati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Banjaranjali - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Bandondari - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Banaputra - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Bambang Wijanarko - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Balaupata - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Baladewa w/ rayung - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Baka - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Bagong w/ gembor - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Bagong dadi Ratu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Bagaspati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Badraini - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
As w a ta ma - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, Asw atama ( (Sansekerta Sansekerta:: Aśvatthāmā) atau Ash wat th aman ( (Sansekerta Sansekerta:: Aśvatthāman man)) adalah putera guru Dronacharya Dronacharya dengan dengan Kripi. Sebagai putera tunggal, Dronacharya sangat ī win, menyayanginya. Ia juga merupakan salah satu dari tujuh Chiranj ī win, karena dikutuk untuk hidup selamanya tanpa
memiliki rasa cinta. Saat perang di Kurukshetra berakhir, Kurukshetra berakhir, hanya ia bersama Kretawarma Kretawarma dan dan Krepa Krepa yang yang bertahan hidup. Oleh karena dipenuhi dendam atas kematian ayahnya, ia menyerbu kemah Pandawa saat tengah malam dan melakukan pembantaian membabi buta.
Aswatama dalam Mahabharata Sebagian kisah hidup Aswatama dimuat dalam kitab Mahabharata Mahabharata.. Kisahnya yang terkenal adalah pembunuhan terhadap lima putera Pandawa Pandawa dan dan janin yang dikandung oleh Utara Utara,, istri Abimanyu istri Abimanyu.. Janin tersebut berhasil dihidupkan kembali oleh Kresna Kresna namun namun lima putera tidak terselamatkan nyawanya. Riwayat
Aswatama merupakan merupakan putera dari Bagawan Drona Drona dengan dengan Kripi, adik Krepa Krepa.. Semasa kecil ia mengenyam ilmu
militer bersama dengan para pangeran Kuru Kuru,, yaitu Korawa Korawa dan dan Pandawa Pandawa.. Kekuatannya hampir setara dengan Arjuna,, terutama dalam ilmu memanah. Saat perang di antara Pandawa dan Korawa meletus, ia memihak kepada Arjuna Korawa, sama dengan ayahnya, dan berteman dengan Duryodana Duryodana.. Aswatama adalah ksatria besar dan konon pernah membangkitkan membangkitkan pasukan Korawa Korawa dari dari duka cita dengan cara memanggil “Narayanāstra”. Namun Kresna menyuruh pasukan Pandawa agar menurunkan tangan dan karenanya senjata itu berhasil diatasi. Ia juga memanggil “Agney āstra” untuk menyerang Arjuna namun berhasil ditumpas dengan Brahmastra. Pertarungannya dengan Bima Bima dalam dalam Bharatayuddha Bharatayuddha berakhir berakhir secara “skakmat”. Kabar angin yang salah mengenai kematiannya dalam perang di Kurukshetra membuat Kurukshetra membuat ayahnya meninggal di tangan pangeran Drestadyumna Drestadyumna.. Aswatama yang menaruh dendam mendapat izin dari Duryodana Duryodana untuk untuk membunuh Drestadyumna secara brutal setelah perang berakhir secara resmi. Saat akhir peperangan, Aswatama berjanji kepada Duryodana bahwa ia akan membunuh Pandawa Pandawa,, dan menyerang kemah Pandawa saat tengah malam, namun karena kesalahan ia membunuh 5 putera Pandawa dengan Dropadi Dropadi ( (Pancawala Pancawala). ). Pandawa yang Pandawa yang marah dengan perbuatan tersebut memburu Aswatama dan akhirnya ia bertarung dengan Arjuna dengan Arjuna.. Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata ‘Brahmashira’ yang sangat dahsyat, yang dulu ingin ditukar dengan chakra milik Kresna Kresna namun namun tidak berhasil. Dengan senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan mengeluarkan senjata yang sama. Takut akan kehancuran dunia, Bagawan Byasa Byasa menyuruh menyuruh agar kedua ksatria tersebut mengembalikan senjatanya kembali. Sementara Sementara Arjuna Arjuna berhasil berhasil melakukannya, Aswatama (yang mungkin kurang pintar) tidak bisa melakukannya dan diberi pilihan agar senjata menyerang target lain untuk dihancurkan. Dengan rasa dendam, Aswatama mengarahkan senjata menuju rahim para par a wanita di keluarga Pandawa Pandawa.. Di antara mereka adalah Utara Utara,, menantu Arjuna. Oleh karena itu Utara tidak bisa melahirkan Parikesit Parikesit,, putera Abimanyu putera Abimanyu,, yang kelak akan meneruskan keturunan para Pandawa bersaudara. Senjata Brahmastra berhasil membakar si jabang bayi, namun Kresna Kresna menghidupkannya menghidupkannya lagi dan mengutuk Aswatama agar menderita kusta kusta dan dan mengembara di bumi selama 3.000 tahun sebagai orang buangan tanpa rasa kasih sayang. Dalam versi lain, dipercaya bahwa ia dikutuk agar terus hidup sampai akhir zaman Kali Yuga. Yuga. Aswatama juga harus harus menyerahkan batu permata berharga (“Mani”) yang yang terletak di dahinya, dahinya, yaitu permata permata yang membuatnya tidak takut terhadap segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut terhadap para Dewa, danawa danawa,, dan naga naga..
Aswatama dalam pewayangan Jawa Riwayat hidup Aswatama dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata yang Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, Hindu, yaitu India India,, dan berbahasa Sansekerta Sansekerta.. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama. Riwayat
Aswatama adalah putra Bagawan Drona alias Drona alias Resi Drona dengan Dewi Krepi, putri Prabu Purungaji dari negara
Tempuru. Ia berambut dan bertelapak kaki kuda karena ketika awal mengandung dirinya, Dewi Krepi sedang beralih rupa menjadi kuda Sembrani, dalam upaya menolong Bambang Kumbayana (Resi Drona Drona)) terbang menyeberangi lautan. Aswatama dari padepokan padepokan Sokalima dan seperti ayahnya memihak para Korawa Korawa pada pada perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Ketika ayahnya, Resi Drona menjadi guru Keluarga Pandawa Pandawa dan dan Korawa Korawa di di Hastinapura Hastinapura,, Aswatama ikut serta dalam mengikuti pendidikan ilmu olah keprajuritan. Ia memiliki sifat pemberani, cerdik dan pandai mempergunakan segala macam senjata. Dari ayahnya, Aswatama mendapat pusaka yang sangat sakti berupa panah bernama Panah Cundamanik.. Cundamanik Cerita dalam khazanah khazanah Sastra Jawa Baru dikenal Baru dikenal sebagai lakon wayang wayang:: “Aswatama Gugat”. Aswatama pada kesempatan kesempatan itu ingin membalas dendam kematian kematian ayahnya, bagawan Drona Drona.. Pada perang Bharatayuddha,, Drona gugur karena disiasati oleh para Pandawa Bharatayuddha Pandawa.. Mereka berbohong bahwa “Aswatama” telah gugur, tetapi yang dimaksud bukan dia melainkan seekor gajah gajah yang yang bernama Hestitama (Hesti (Hesti berarti berarti Gajah) namun terdengar seperti Aswatama. Lalu Drona menjadi putus asa setelah ia menanyakannya kepada Yudistira Yudistira yang dikenal tak pernah berbohong pun mengatakan iya. Aswatama juga merasa merasa kecewa dengan sikap Prabu Duryudana Duryudana yang yang terlalu membela Prabu Salya Salya yang yang dituduhnya sebagai penyebab gugurnya Adipati Karna Karna.. Aswatama memutuskan mundur dari kegiatan perang Bharatayudha Bharatayudha.. Setelah Perang Bharatayuda berakhir dan keluarga Pandawa Pandawa pindah pindah dari Amarta dari Amarta ke ke Astina, secara bersembunyi Aswatama masuk masuk menyelundup ke ke dalam istana Astina. Astina. Ia berhasil berhasil membunuh Drestadyumena Drestadyumena (pembunuh (pembunuh ayahnya, Resi Drona), Pancawala Pancawala (putra (putra Prabu Puntadewa), Dewi Banowati (Janda Banowati (Janda Prabu Duryodana) dan Dewi Srikandi, Srikandi, sebelum akhirnya ia mati oleh Bima Bima,, badannya hancur dipukul Gada Rujakpala.
December 23, 2007
As w an ik um b a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
As w an i - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
As wa n - So lo Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
As m a r a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Ar ju na w ij a ya - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Ar j un as as r a b a hu - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Ar j un a pa ti - So l o
Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Ar j un a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Ar im uk a - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Ar im bi - So lo Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Ar im b i Ra se k si - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Ar im b a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An tr a ka w ul a n - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
An ta w ir ya - So lo Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An ta se n a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An t ar e ja - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
An t ag o p a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An ta b og a - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An om a n - So lo Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
An ja ni - So lo Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An ja ni K e ra - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An im a nd a ya - So lo Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
An il a - So lo Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An gk a wi ja ya - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An gg ra in i - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
An gg i sr a n a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An g gi r a - So lo Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An gg aw an gs a - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
An gg ad a - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
An dr ik a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Am on gm ur k a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Am on gd e n t a - So lo Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Am b ik a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Dalam Mahabharata Mahabharata,, Amb ik a merupakan puteri dari Raja Kasi Kasi dan dan istri dari Wicitrawirya Wicitrawirya,, Raja Hastinapura Hastinapura.. Bersama dengan saudaranya, Amba saudaranya, Amba dan dan Ambalika Ambalika,, ia direbut oleh Bisma Bisma dalam dalam sebuah sayembara sayembara (Bisma (Bisma menantang para raja dan pangeran yang berkumpul lalu menaklukkan mereka). Bisma mempersembahkan mereka kepada Satyawati Satyawati untuk untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya Wicitrawirya.. Namun Wicitrawirya wafat dalam usia muda sebelum memberikan keturunan bagi Ambika. Setelah kematian Wicitrawirya, ibunya Bisma yaitu Satyawati Satyawati,, mengajukan permohonan pertamanya kepada Resi Weda Wyasa (Bagawan Wyasa (Bagawan Byasa Byasa)) untuk melanjutkan garis keturunan Dinasti Kuru. Kuru. Sesuai dengan keinginan Satyawati, Sang Bagawan mengunjungi kedua istri Wicitrawirya untuk menganugerahkan mereka masing-masing seorang putera. Ketika Byasa mengunjungi Ambika, ia melihat rupa Byasa sangat menakutkan dan penampilannya
sangar dengan mata yang menyala-nyala. Dalam keadaannya yang ketakutan, ia menutup matanya dan tidak berani membukanya. Maka dari itu, Dretarastra Dretarastra (puteranya), (puteranya), ayah para Korawa Korawa,, terlahir buta. Setelah kelahiran Dretarastra, ketika Satyawati meminta Byasa untuk mengunjungi Ambika untuk kedua kalinya, Ambika tidak mau datang dan mengirimkan mengirimkan pelayan menggantikan menggantikan dirinya. Maka Maka si pelayan melahirkan Widura Widura,, yang kemudian diasuh sebagai adik Dretarastra Dretarastra dan dan Pandu Pandu.. Ambika hidup beberapa beberapa lama sampai memiliki memiliki cucu, yaitu yaitu Pandawa Pandawa dan dan Korawa Korawa.. Ketika Pandu Pandu mangkat, mangkat, Satyawati mengajak Ambika untuk mengasingkan diri ke dalam hutan bersama-sama, demi meninggalkan kehidupan duniawi. Keinginan tersebut disetujui oleh Ambika. Bersama dengan Ambalika, mereka bertiga pergi ke dalam hutan meninggalkan Hastinapura, dan membiarkan penerus Dinasti Kuru menentukan Kuru menentukan nasibnya sendiri.
December 23, 2007
Am b a li ka - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Dalam Mahabharata Mahabharata,, Amb ali ka merupakan puteri Raja Kasi Kasi dan dan istri dari Wicitrawirya Wicitrawirya,, Raja Hastinapura Hastinapura.. Bersama dengan saudaranya, yaitu Amba yaitu Amba dan dan Ambika Ambika,, ia direbut oleh Bisma Bisma dalam dalam sebuah sayembara sayembara (Bisma (Bisma menantang para raja dan pangeran yang berkumpul lalu menaklukkan mereka.) Bisma mempersembahkan mereka kepada Satyawati Satyawati untuk untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya Wicitrawirya.. Namun Wicitrawirya wafat dalam usia muda sebelum memberikan keturunan kepada Amb ali alika ka . Setelah kematian Wicitrawirya Wicitrawirya,, ibunya Bisma yaitu Satyawati Satyawati,, mengajukan permohonan pertamanya kepada Resi Weda Wyasa (Bagawan Wyasa (Bagawan Byasa Byasa)) untuk melanjutkan garis keturunan Dinasti Kuru. Kuru. Sesuai dengan permohonan Satyawati, Sang Bagawan mengunjungi istri Wicitrawirya untuk menganugerahi mereka seorang putera. Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putera yang buta seperti yang telah
dilakukan oleh Ambika (Ambika melahirkan putera buta bernama Dretarastra Dretarastra). ). Karena taat dengan perintah oleh Ambika (Ambika mertuanya, ia terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu Pandu (puteranya), (puteranya), ayah para Pandawa Pandawa,, terlahir pucat. Ambalika hidup beberapa beberapa lama di Hastinapura Hastinapura sampai sampai ia memiliki cucu, yaitu para Pandawa Pandawa dan dan Korawa Korawa.. Ketika puteranya yang bernama Pandu Pandu telah telah wafat, perasaan Ambalika terpukul. Atas saran dari Satyawati Satyawati,, Ambalika meninggalkan kehidupan duniawi dan pergi ke dalam hutan. Bersama dengan Ambika, mereka betiga meninggalkan para penerus Dinasti Kuru di Kuru di Hastinapura Hastinapura..
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Am b a - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Amb a ( (Sansekerta Sansekerta:: Ambā) adalah puteri sulung dari raja di Kerajaan Kasi dalam Kasi dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Bersama
dengan tiga adiknya yang lain, yaitu yaitu Ambika Ambika dan dan Ambalika Ambalika,, Amba diboyong ke Hastinapura Hastinapura oleh oleh Bisma Bisma untuk untuk diserahkan kepada Satyawati Satyawati dan dan dinikahkan kepada adiknya yang bernama Wicitrawirya Wicitrawirya,, raja Hastinapura Hastinapura.. Amba dalam Mahab Mahabharata harata Penolakan Bisma
Kedua adik Amba menikah dengan Wicitrawirya Wicitrawirya,, namun hati Amba tertambat kepada Bisma Bisma.. Amba berkata, “Dewabrata, saya tidak mau diberikan kepada adikmu. Tujuanmu dahulu adalah mengambil kami bertiga untukmu, dan ayahku memberikan kami untukmu saja, setelah sayembara itu“. itu“.
Bisma yang yang bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup, menolak untuk menikah dengan Amba karena takut Bisma melanggar sumpah. Namun kemanapun ia pergi, Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma mengungsi ke tempat gurunya, yaitu Rama Bargawa atau Bargawa atau Parasurama Parasurama.. Cukup lama ia tinggal di sana, jauh dari Hastinapura Hastinapura,, meninggalkan keluarganya. Parasurama heran dengan puteri cantik yang selalu mengikuti Bisma. Atas penjelasan Bisma, Parasurama tahu Parasurama tahu bahwa puteri cantik tersebut bernama Amba. Parasurama membujuk Bisma agar mau menikahi Amba. Karena terus-menerus terus-menerus mengatakan mengatakan sesuatu yang membuat membuat Bisma tidak nyaman, Bisma mendorong guurnya guurnya tersebut hingga jatuh. Semenjak itu, Parasurama Parasurama mengusir mengusir Bisma dan bersumpah bahwa ia tidak akan menerima murid dari kasta kasta Kshatriya Kshatriya lagi. lagi. Kematian Amba
Dalam pengembaraan Bisma Bisma,, Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma menodongkan panah ke arah Amba, untuk menakut-nakutinya menakut-nakutiny a agar ia segera pergi. Namun Amba berkata, “Dewabrata, “ Dewabrata, saya mendapat bahagia atau mati, karena tanganmu. Saya malu jika harus pulang ke tempat orang tuaku ataupun kembali Hastinapura Hastinapura.. Dimanakah tempat bagiku untuk berlindung?“ berlindung?“
Bisma terdiam Bisma terdiam mendengar perkataan Amba. Lama ia merentangkan panahnya sehingga tangannya berkeringat. Panah pun terlepas karena tangannya basah dan licin oleh keringat. Panahnya menembus dada Amba. Dengan segera Bisma membalut lukanya. Ia menangis tersedu-sedu. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Amba berpesan kepada Bisma, bahwa ia akan menjelma sebagai anak Raja Drupada Drupada yang yang banci, yang ikut serta dalam pertempuran akbar antara Pandawa Pandawa dan dan Korawa Korawa.. Setelah Amba berpesan kepada Bisma Bisma untuk untuk yang terakhir kalinya, ia pun menghembuskan nafas terakhirnya, seperti tidur nampaknya. Dalam kehidupan selanjutnya, Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi Srikandi,, yang memihak Pandawa saat Pandawa saat perang di Kurukshetra. Kurukshetra. Srikandi adalah anak Raja Drupada Drupada dari dari Kerajaan Panchala yang Panchala yang berkelamin netral atau waria waria (wanita+pria). (wanita+pria).
Amba dalam pewayangan pewayangan Jawa Kisah hidup Amba antara kitab Adiparwa kitab Adiparwa (buku (buku pertama Mahabharata Mahabharata)) dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, seperti misalnya nama-nama tokoh maupun kerajaan di India India yang yang diubah agar bernuansa Jawa Jawa,, namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama. Riwayat Amba
Dewi Amba adalah putri sulung dari tiga bersaudara, putri Prabu Darmahumbara, raja negara Giyantipura dengan peramisuri Dewi Swargandini. Kedua adik kandungnya bernama: Dewi De wi Ambika Ambika ( ( Ambalika) Ambalika) dan Dewi Ambiki (Ambaliki). Dewi Amba dan kedua adiknya menjadi putri boyongan Resi Bisma ( Bisma (Dewabrata Dewabrata), ), putra Prabu Santanu Santanu dengan dengan Dewi Jahnawi ( Jahnawi (Dewi Dewi Gangga) Gangga) dari negara Astina negara Astina yang yang telah berhasil b erhasil memenangkan sayembara sayembara tanding tanding di negara Giyantipura dengan membunuh Wahmuka dan Arimuka. Karena merasa sebelumnya telah dipertunangkan dengan
Prabu Citramuka, raja negara Swantipura, Dewi Amba memohon kepada Dewabrata Dewabrata agar agar dikembalikan kepada Prabu Citramuka. Persoalan mulai timbul. Dewi Amba yang ditolak oleh Prabu Citramuka karena telah menjadi putri boyongan, keinginannya ikut ke Astina ke Astina juga juga ditolak Dewabarata. De wabarata. Karena Dewi Amba terus mendesak dan memaksanya, akhirnya tanpa sengaja ia tewas oleh panah Dewabrata yang semula hanya bermaksud untuk menakut-nakutinya. Sebelum meninggal Dewi Amba mengeluarkan kutukan, akan menuntut balas kematiannya dengan perantaraan seorang prajurit wanita, yaitu Srikandi Srikandi.. Kutukan Dewi Amba terhadap Dewabrata menjadi kenyataan. Dalam perang Bharatayuda Bharatayuda arwahnya arwahnya menjelma dalam tubuh Dewi Srikandi yang Srikandi yang berhasil menewaskan Resi Bisma (Dewabrata). Bisma (Dewabrata).
December 23, 2007
Ag ny a na w a ti - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Ad ir a t a - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Ad im a ng g a la - So lo
Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Ab iy as a - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Ab iy as a Ra j a - S ol o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Abiy Ab iy asa at au B yas a ( (Sansekerta Sansekerta:: Vy āsa sa)) (dalam pewayangan disebut Resi Abyasa) adalah figur penting dalam
agama Hindu Hindu.. Beliau juga bergelar Weda Wyasa (orang Wyasa (orang yang mengumpulkan berbagai karya para resi resi dari dari masa sebelumnya, membukukannya, membukukannya, dan dikenal sebagai Weda Weda.. Beliau juga dikenal dengan nama Krishna Dwaipayana. Beliau adalah filsuf , sastrawan sastrawan India India yang yang menulis epos terbesar di dunia, yaitu Mahabharata Mahabharata.. Sebagian riwayat hidupnya diceritakan dalam Mahabharata Mahabharata.. Dalam Mahabharata, dapat diketahui bahwa orangtua Resi Byasa adalah Bagawan Parasara Parasara dan dan Dewi Satyawati Satyawati (alias (alias Durgandini atau Gandhawati).
Kelahiran Dalam kitab Mahabharata Mahabharata diketahui diketahui bahwa orangtua Byasa adalah Resi Parasara Parasara dan dan Satyawati Satyawati.. Diceritakan bahwa pada suatu hari, Resi Parasara berdiri di tepi Sungai Yamuna Yamuna,, minta diseberangkan dengan perahu. Satyawati menghampirinya lalu mengantarkannya ke seberang dengan perahu perahu.. Di tengah sungai sungai,, Resi Parasara terpikat oleh kecantikan Satyawati. Satyawati kemudian bercakap-cakap dengan Resi Parasara, sambil menceritakan bahwa ia terkena penyakit penyakit yang yang menyebabkan badannya berbau busuk. Ayah Satyawati Satyawati berpesan, berpesan, bahwa siapa saja lelaki yang dapat menyembuhkan penyakitnya boleh dijadikan suami. Mendengar hal itu, Resi Parasara berkata bahwa ia bersedia menyembuhkan penyakit Satyawati. Karena kesaktiannya sebagai seorang resi, Parasara menyembuhkan Satyawati dalam sekejap. Setelah lamaran disetujui oleh orangtua Satyawati Satyawati,, Parasara Parasara dan dan Satyawati melangsungkan pernikahan. Kedua mempelai menikmati malam pertamanya di sebuah pulau di tengah sungai Yamuna Yamuna,, konon terletak di dekat kota Kalpi di Kalpi di distrik Jalaun Jalaun di di Uttar Pradesh, Pradesh, India India.. Di sana Resi Parasara menciptakan kabut gelap nan tebal agar pulau tersebut tidak dapat dilihat orang. Dari hasil hubungannya, lahirlah seorang anak yang sangat luar biasa. Ia diberi nama Krishna Dwaipayana, karena kulitnya hitam (krishna ( krishna)) dan lahir di tengah pulau (dwaipayana (dwaipayana). ). Anak tersebut tumbuh menjadi dewasa dengan cepat dan mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang resi. Weda Wyasa Umat Hindu Hindu memandang memandang Krishna Dwaipayana sebagai tokoh yang membagi Weda Weda menjadi menjadi empat bagian (Catur Weda), dan oleh karena itu ia juga memiliki nama Weda Wyasa yang artinya “Pembagi Weda”. Kata Wyasa berarti “membelah”, “memecah”, “membedakan”. Dalam proses pengkodifikasian Weda, Wyasa dibantu oleh empat muridnya, yaitu Pulaha Pulaha,, Jaimini Jaimini,, Samantu Samantu,, dan Wesampayana Wesampayana.. Telah diperdebatkan apakah Wyasa adalah nama seseorang ataukah kelas para sarjana yang membagi Weda. Wisnupurana memiliki Wisnupurana memiliki teori menarik mengenai Wyasa. Menurut pandangan Hindu Hindu,, alam semesta adalah suatu siklus, ada dan tiada berulang kali. Setiap siklus dipimpin oleh beberapa Manu Manu,, satu untuk setiap Manwantara Manwantara,, yang memiliki empat zaman, disebut Catur Yuga (empat Yuga (empat Yuga). Dwapara Yuga adalah Yuga adalah Yuga yang ketiga. Purana Purana (Buku (Buku 3, Ch 3) berkata: Dalam setiap zaman ketiga (Dwapara), Wisnu Wisnu,, dalam diri Wyasa, untuk menjaga kualitas umat manusia, membagi Weda,, yang seharusnya satu, menjadi beberapa bagian. Mengamati terbatasnya ketekunan, energi, dan dengan Weda wujud yang tak kekal, ia membuat Weda empat bagian, sesuai kapasitasnya; dan raga yang dipakainya, dalam menjalankan tugas untuk mengklasifikasi, dikenal dengan nama Wedawyasa
Tokoh Mahabharata Selain dikenal sebagai tokoh yang membagi Weda Weda menjadi menjadi empat bagian, Byasa juga dikenal sebagai penulis (pencatat) sejarah dalam Mahabharata Mahabharata,, namun ia juga merupakan tokoh penting dalam riwayat yang disusunnya itu. ā
Ibunya (Satyawati (Satyawati)) menikah dengan Santanu Santanu,, Raja Hastinapura Hastinapura.. Dari perkawinannya lahirlah Citr nggada nggada dan dan Wicitrawirya.. Citr ānggada gugur dalam suatu pertempuran, sedangkan Wicitrawirya wafat karena sakit. Karena Wicitrawirya
kedua pangeran itu wafat tanpa memiliki keturunan, Satyawati menanggil Byasa agar melangsungkan suatu yajña yajña (upacara suci) untuk memperoleh keturunan. Kedua janda Wicitrawirya yaitu Ambika yaitu Ambika dan dan Ambalika Ambalika diminta diminta menghadap Byasa sendirian untuk diupacarai. Sesuai dengan aturan upacara, pertama Ambika pertama Ambika menghadap menghadap Byasa. Karena ia takut melihat wajah Byasa yang sangat hebat, maka ia menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, Byasa berkata bahwa anak Ambika akan terlahir buta. Kemudian Kemudian Ambalika Ambalika menghadap menghadap Byasa. Sebelumnya Satyawati Satyawati mengingatkan agar Ambalika tidak menutup mata supaya anaknya tidak terlahir buta seperti yang terjadi pada Ambika. Ketika Ketika Ambalika memandang wajah Byasa, Byasa, ia menjadi takut takut namun tidak mau menutup mata mata sehingga wajahnya menjadi pucat. Byasa berkata bahwa anak Ambalika akan terlahir pucat. Anak Ambika yang buta bernama Dretarastra,, sedangkan anak Ambalika yang pucat bernama Pandu Dretarastra Pandu.. Karena kedua anak tersebut tidak sehat jasmani, maka maka Satyawati memohon memohon agar Byasa melakukan melakukan upacara sekali sekali lagi. Kali ini, ini, Ambika dan Ambalika Ambalika tidak mau menghadap Byasa, namun mereka menyuruh seorang dayang-dayang untuk mewakilinya. Dayang-dayang itu bersikap tenang selama upacara, maka anaknya terlahir sehat, dan diberi nama Widura Widura.. Ketika Gandari Gandari kesal kesal karena belum melahirkan, sementara Kunti Kunti sudah sudah memberikan keturunan kepada Pandu Pandu,, maka kandungannya dipukul. Kemudian, seonggok daging dilahirkan oleh Gandari. Atas pertolongan Byasa, daging tersebut dipotong menjadi seratus bagian. Lalu setiap bagian dimasukkan ke dalam sebuah kendi dan ditanam di dalam tanah. Setahun kemudian, kendi tersebut diambil kembali. Dari dalamnya munculah bayi yang kemudian diasuh sebagai para putera Dretarastra Dretarastra.. Byasa tinggal di sebuah hutan di wilayah Kurukshetra Kurukshetra,, dan sangat dekat dengan lokasi Bharatayuddha Bharatayuddha,, sehingga ia tahu dengan detail bagaimana keadaan di medan perang Bharatayuddha, karena terjadi di depan matanya sendiri. Setelah pertempuran berakhir, Aswatama berakhir, Aswatama lari lari dan berlindung di asrama Byasa. Tak lama kemudian Arjuna kemudian Arjuna beserta beserta para Pandawa Pandawa menyusulnya. menyusulnya. Di tempat tersebut mereka berkelahi. Baik Arjuna maupun Aswatama mengeluarkan senjata sakti. Karena dicegah oleh Byasa, maka pertarungan mereka terhenti.
Penulis Mahabharata Pada suatu ketika, timbul keinginan Resi Byasa untuk menyusun riwayat keluarga Bharata Bharata.. Atas persetujuan Dewa Brahma,, Hyang Ganapati Brahma Ganapati (Ganesha) (Ganesha) datang membantu Byasa. Ganapati meminta Wyasa agar ia menceritakan Mahabharata tanpa berhenti, sedangkan Ganapati yang akan mencatatnya. Setelah dua setengah tahun, Mahabharata berhasil disusun. Murid-murid Resi Byasa yang terkemuka seperti Pulaha Pulaha,, Jaimini Jaimini,, Sumantu Sumantu,, dan Wesampayana menuturkannya Wesampayana menuturkannya berulang-ulang dan menyebarkannya ke seluruh dunia.
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Ab im a n yu - So l o Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Abim Ab im any u ( (Sansekerta Sansekerta:: abhiman’yu abhiman’yu)) adalah seorang tokoh dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah putera Arjuna putera Arjuna dari dari
salah satu istrinya yang bernama Subadra Subadra.. Ditetapkan bahwa Abimanyu-lah yang akan meneruskan Yudistira Yudistira.. Dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, ia dianggap seorang pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di Kurukshetra sebagai Kurukshetra sebagai ksatria termuda dari pihak Pandawa Pandawa,, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utara Utara,, puteri Raja Wirata Wirata dan dan memiliki seorang putera bernama Parikesit Parikesit,, yang lahir setelah ia gugur.
Arti nama Abimanyu terdiri dari dua kata Sansekerta Sansekerta,, yaitu abhi (berani) (berani) dan man’yu (tabiat). Dalam bahasa Sansekerta, Sansekerta, kata man’yu (tabiat). Abhiman’yu secara Abhiman’yu secara harfiah harfiah berarti berarti “ia yang memiliki sifat tak kenal takut” atau “yang bersifat kepahlawanan”.
Kelahiran, pendidikan, dan pertempuran Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha Chakrawyuha dari dari Arjuna Arjuna.. Mahabharata Mahabharata menjelaskan menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Kresna Kresna yang yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra Subadra.. Kresna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra (ibu Abimanyu) tertidur maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu. Abimanyu menghabiskan menghabiskan masa kecilnya kecilnya di Dwaraka Dwaraka,, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna bernama Arjuna yang yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di bawah ba wah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara Uttara,, puteri Raja Wirata Wirata,, untuk mempererat hubungan antara Pandawa Pandawa dengan dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha Bharatayuddha yang yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya Matsya.. Sebagai cucu Dewa Indra Indra,, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatriaksatria besar seperti Drona Drona,, Karna Karna,, Duryodana Duryodana dan dan Dursasana Dursasana.. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayahnya, pamannya, dan segala keinginan mereka.
Kematian Abimanyu Pada hari ketiga belas Bharatayuddha Bharatayuddha,, pihak Korawa Korawa menantang menantang Pandawa Pandawa untuk untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai Chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna Kresna dan dan Arjuna tahu Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi. Namun, pada hari itu, Kresna Kresna dan dan Arjuna Arjuna sibuk sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karena Pandawa Pandawa sudah sudah menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan namun mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha namun tidak tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut. Pada hari penting itu, Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. pandawa bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata Jayadrata,, Raja Sindhu Sindhu,, yang memakai anugerah Siwa Siwa agar agar mampu menahan para Pandawa Pandawa kecuali kecuali Arjuna Arjuna,, hanya untuk satu hari. Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa Korawa.. Abimanyu membunuh membunuh dengan bengis beberapa ksatria ksatria yang mendekatinya, mendekatinya, termasuk termasuk putera Duryodana Duryodana,, yaitu Laksmana. Setelah menyaksikan menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap
Korawa untuk untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal menghancurkan baju zirah Abimanyu, zirah Abimanyu, atas nasihat pasukan Korawa Drona,, Karna Drona Karna menghancurkan menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putera Dursasana Dursasana mencoba mencoba untuk bertarung dengan tangan kosong dengan Abimanyu. Namun tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai perisai hancur hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putera Dursasana dengan cara menghancurkan kepalanya dengan gada gada..
Arjuna membalas dendam dendam Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna membuat Arjuna sangat sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar, bahwa seandainya Jayadrata Jayadrata tidak tidak menghalangai para Pandawa Pandawa memasuki memasuki formasi Chakrawyuha Chakrawyuha,, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian bersumpah akan membunuh Jayadrata Jayadrata pada pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam. Menanggapi hal itu, pihak Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa Korawa mengahalanginya. mengahalanginya. Hingga matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna Kresna menggunakan menggunakan kecerdikannya. Ia membuat gerhana matahari, matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah tenggelam. Pihak Korawa maupun Pandawa Pandawa mengira mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa Korawa tidak tidak melanjutkan pertarungan dan Jayadrata tidak dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari muncul lagi dan Kresna Kresna menyuruh menyuruh Arjuna Arjuna agar agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata. Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, tersebut, hari sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata Jayadrata..
Penjelasan mengenai kematiannya Abimanyu adalah inkarnasi inkarnasi dari dari putera Dewa bulan. bulan. Ketika Sang Dewa bulan ditanya oleh Dewa yang lain mengenai kepergian puteranya ke bumi, ia membuat perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun sebagaimana ia tak dapat menahan perpisahan dengan puteranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh dalam pertempuran. Putera Abimanyu, yaitu Parikesit Parikesit,, lahir setelah kematiannya, dan menjadi satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang Kuru yang selamat setelah Bharatayuddha Bharatayuddha,, dan melanjutkan garis keturunan Pandawa Pandawa.. Abimanyu seringkali dianggap sebagai ksatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang sudi melepaskan hidupanya saat peperangan dalam usia yang masih sangat muda.
Abimanyu dalam pewayangan Jawa Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna putra Arjuna,, merupakan tokong penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa Jawa yang yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India India..
Riwayat
Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan menjadi penerus tahta Para Raja Hastina Hastina.. Abimanyu dikenal pula dengan nama Angkawijaya, Angkawijaya, Jaya Murcita, Murcita, Jaka Pangalasan, Partasuta, Partasuta, Kirityatmaja, Kirityatmaja, Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna putra Arjuna,, salah satu dari lima ksatria Pandawa Pandawa dengan Dewi Subadra Subadra,, putri Prabu Basudewa Basudewa,, Raja Mandura Mandura dengan dengan Dewi Dewaki. Ia mempunyai 13 orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa, Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati, Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan merupakan makhluk kekasih kekasih Dewata Dewata.. Sejak dalam kandungan ia telah mendapat “Wahyu Hidayat”, yang mamp membuatnya mengerti dalam segala hal. Setelah dewasa ia mendapat “Wahyu Cakraningrat”, suatu wahyu yang dapat menurunkan raja-raja besar. Abimanyu mempunyai mempunyai sifat dan watak watak yang halus, baik tingkah lakunya, lakunya, ucapannya terang, terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna. Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian Palangkawati, Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua orang isteri, yaitu: Dewi Siti Sundari, putri Prabu Kresna Kresna,, Raja Negara Dwarawati Dwarawati dengan dengan Dewi Pratiwi, Dewi Uttari Uttari,, putri Prabu Matswapati dengan Dewi Ni Yutisnawati, dari negara Wirata Wirata,, dan berputra Parikesit Parikesit.. Bharatayuddha
Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha setelah setelah sebelumnya seluruh saudaranya mendahului gugur, pada saat itu ksatria dari Pihak Pandawa Pandawa yang yang berada dimedan laga dan menguasai gelar strategi perang hanya tiga orang yakni Werkodara Werkodara,, Arjuna Arjuna dan dan Abimanyu. Gatotkaca Gatotkaca menyingkir menyingkir karena Karna Karna merentangkan merentangkan senjata Kuntawijayandanu. Werkodara dan Arjuna dipancing oleh ksatria dari pihak Korawa Korawa untuk untuk keluar dari medan pertempuran, maka tinggalah Abimanyu. Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi lupa untuk mengatur gelar perang, dia maju sendiri ketengah barisan Kurawa dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan pasukan Korawa. Tak menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap, Korawa Korawa menghujani menghujani senjata ketubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh dari kudanya (dalam ( dalam pewayangan digambarkan lukanya “arang kranjang” (banyak (banyak sekali) dan Abimanyu terlihat seperti landak karena karena berbagai senjata ditubuhnya) ditubuhnya) sebagai risiko pengucapan sumpah ketika ketika melamar Dewi Uttari bahwa dia masih belum punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk berbagai senjata ketika perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, padahal ketika itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari. Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak membuat Abimanyu menyerah dia bahkan berhasil membunuh putra mahkota Hastina Hastina (Lesmana (Lesmana Mandrakumara) dengan melemparkan keris Pulanggeni setelah menembus tubuh empat prajurit lainnya, pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk
membunuh Abimanyu harus memutus langsang yang yang ada didadanya, kemudian Abimanyupun gugur oleh gada Kyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata Jayadrata,, ksatria Banakeling.
SLOKA mengisahkan kematian Abimanyu
Ngkā Sang Dharmasut ā t əgəg mulati tingkahi gəlarira nātha Korawa, ā pan tan hana Sang Wrəkodara Dhanañjaya wənanga rumāmpakang gəlar. Nghing Sang P ārthasut ābhimanyu makusāra rumusaka gəlar mahā dwija, manggəh wruh lingirāng rusak mwang umasuk tuhu i wijili r āddha tan tama tama S āmpun mangkana çighra sāhasa masuk marawaça ri g əlar mahā dwija. Sang P ārthātmaja çūra sāra rumusuk sakəkəsika linañcaran panah, çirṇ a ngwyuha lilang t əkap Sang Abhimanyu t əka ri kahanan Suyodhana. Ḍ ang ang Hyang Droṇ a Krə pā pulih karaṇ a Sang Kurupati malayū marī nusi. nusi. da tan dwālwang i çatru çakti mangaran Kr ətasuta sawat ək Wrəhadbala. Mwang Satyaçrawa çūra mānta kəna Ṇ da tan panguḍ ili pinanah linañcaran. Lāwan wī ra ra wiçesha putra Kurun ātha mati malara kokalan panah. Kyāti ng Korawa wangça Lakshmanakumāra ngaranika kaish Suyodhana. Suyodhana. Ngkā ta krodha sakorawālana manah panahira lawan açwa sarathi. Tan wākt ān tang awak tangan suku gigir ḍ aḍ a wadana linaksha kinrə pan. Mangkin P ārthasutajwal āmurək anyakra makapalaga punggəling laras.
Dhī ram ramūk mangusir ỵ aç açānggət əm at ễn pə jaha makiwuling Suyodhana. Suyodhana. Ri pati Sang Abhimanyu ring raṇ āngga. T ənyuh araras kadi çéwaling tahas mas. Hanana ngaraga k ālaning pajang lèk. Çinaçah alindi sahantimun ginint ən. n. Terjemahan :
Pada saat itu Yudistira tercengang melihat formasi perang Raja Korawa, sebab Bima dan Arjuna tak ada padahal merekalah yang dapat menghancurkannya. Hanya Putera Arjuna, yaitu Abimanyu yang bersedia merusak formasi yang disusun pendeta Drona itu. Ia berkata bahwa ia yakin dapat menggempur dan memasuki formasi tersebut, hanya saja ia belum tahu bagaimana cara keluar dari formasi tersebut. Setelah demikian, mereka segera membelah dan menyerang formasi pendeta Drona tersebut dengan dahsyat. Sang Abimanyu merupakan kekuatan yang membinasakan formasi tersebut dengan tembakan panah. Sebagai akibat serangan Abimanyu, formasi tersebut hancur sampai ke pertahanan Duryodana. Dengan ini Dona dan Krepa mengadakan serangan balasan, sehingga Duryodana dapat melarikan diri dan tidak dikejar lagi. Dengan ini tak dapat dipungkiri lagi musuh yang sakti mulai berkurang seperti Kretasuta dan keluarga Wrehadbala. Juga Satyaswara yang berani dan gila bertarung tertembak sebelum dapat menimbulkan
kerusakan sedikit pun karena dihujani panah. Putera Raja Korawa yang berani juga gugur setelah ia tertusuk panah. Putera tersebut sangat terkenal di antara keluarga Korawa, yaitu Lakshmanakumara, yang disayangi Suyodhana. Pada waktu itu seluruh keluarga Korawa menjadi marah, dan dengan tiada hentinya mereka memanahkan senjatanya. Baik kuda maupun kusirnya, badan, tangan, kaki, punggung, dada, dan muka Abimanyu terkena ratusan panah. Dengan ini A Abimanyu bimanyu makin semangat. Ia memegang cakramnya dan dengan panah yang patah ia mengadakan serangan. Dengan ketetapan hati ia mengamuk untuk mencari keharuman nama. Dengan hati yang penuh dendam, ia gugur di tangan Suyodhana. Ketika Abimanyu terbunuh dalam pertempuran, badannya hancur. Indah untuk dilihat bagaikan lumut dalam periuk emas. Mayatnya terlihat dalam sinar bulan dan telah tercabik-cabik, sehingga menjadi halus seperti mentimun.
December 22, 2007
Ab il a wa - So lo Posted by topmdi under Aksara A, A, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Narayana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Narayana Jangkah - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Narasoma - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Narada - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Nakula - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Nakula (Sansekerta Nakula Sansekerta : : Nakula Nakula), ), adalah seorang tokoh protagonis protagonis dari dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Ia merupakan putera Dewi Madri Madrim. m. Ia adalah saudara kembar Sadewa Sadewa dan dianggap putera Dewa Aswin Aswin,, Dewa tabib kembar. Menurut kitab Mahabharata Mahabharata,, Nakula sangat tampan dan sangat elok parasnya. Menurut Drupadi Drupadi,, Nakula merupakan suami yang paling tampan di dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira Yudistira dalam dalam kitab Prasthanikaparwa Prasthanikaparwa..
Arti
nama
Secara harfiah harfiah,, kata nakula nakula dalam bahasa Sansekerta Sansekerta merujuk kepada warna Ichneumon Ichneumon,, sejenis tikus tikus atau
binatang pengerat pengerat dari Mesir . Nakula juga dapat berarti “cerpelai”, atau dapat juga berarti “tikus benggala”. Nakula juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa Siwa..
Nakula
dalam
Mahabharata
Menurut Mahabharata Mahabharata,, si kembar Nakula dan Sadewa Sadewa memiliki memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda kuda dan dan sapi sapi.. Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan tugasnya dan selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima Bima,, dan bahkan terhadap senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki
kemahiran
dalam
memainkan
senjata
pedang.. pedang
Saat para Pandawa Pandawa mengalami pengasingan di dalam hutan, keempat Pandawa (Bima ( Bima,, Arjuna Arjuna,, Nakula, Sadewa Sadewa)) meninggal karena meminum air beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan kepada Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih oleh Yudistira Yudistira untuk hidup kembali. Ini karena Nakula merupakan putera Madri Yudistira Madri,, dan Yudistira Yudistira,, yang merupakan putera Kunti,, ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima atau Arjuna, maka tidak ada lagi Kunti putera
Madri
yang
akan
melanjutkan
keturunan.
Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran di Kerajaan Wirata, Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat kuda dengan nama samaran “Grantika”. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, Kurukshetra, dan memenangkan
perang
besar
tersebut.
Dalam kitab Prasthanikaparwa Prasthanikaparwa,, yaitu kitab ketujuh belas dari seri Astadasaparwa Astadasaparwa Mahabharata Mahabharata,, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya Himalaya.. Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa Dropadi Sadewa.. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima Bima bertanya bertanya kepada Yudistira Yudistira,, “Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai di sini”. Setelah mendengar penjelasan Yudistira Yudistira,, maka Bima Bima dan Arjuna Arjuna melanjutkan perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran pembakaran yang layak, namun arwah Nakula mencapai kedamaian.
Nakula
dalam
pewayangan
Jawa
Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat). Ia merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata Pandudewanata,, raja negara Hastinapura Hastinapura dengan dengan permaisuri Dewi Madri Madri,, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama adiknya, Sahadewa Sahadewa atau Sadewa Sadewa.. Nakula juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu Pandu dengan Dewi Kunti Kunti,, dari negara Mandura bernama Puntadewa Puntadewa (Yudistira Yudistira), ), Bima Bima alias Werkudara Werkudara dan Arjuna Arjuna Nakula adalah titisan Batara Aswin, Aswin, Dewa tabib. Ia mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji
Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Ia juga mempunyai cupu berisi “ Banyu Panguripan” Panguripan”
atau
“Air
kehidupan”
pemberian
Bhatara
Indra.
Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia. Ia tinggal
di
kesatrian
Sawojajar,
wilayah
negara
Amarta.
Nakula
mempunyai
dua
orang
isteri
yaitu:
Dewi Sayati puteri Prabu Kridakirata, raja negara Awuawulangit, dan memperoleh dua orang putera masing-masing bernama Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati. Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama
Tirtamanik.
Setelah selesai perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, Nakula diangkat menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya Salya kakak ibunya, Dewi Madrim. Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa moksa di di gunung Himalaya Himalaya bersama bersama keempat saudaranya.
December 24, 2007
Nagatatmala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Nagagini - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Mustakaweni - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara M, M, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Mintaraga - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara M, M, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Lesmana Mandrakumara - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara L, L, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Lawa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara L, L, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Laksmana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara L, L, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kuwera - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kusya Ramakusya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kunti - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Kunti ( Kunti (Sansekerta Sansekerta:: Kunt ī ī ) dalam kisah Mahabharata Mahabharata adalah adalah puteri dari Prabu Kuntiboja. Kuntiboja. Ia adalah saudara dari Basudewa yang Basudewa yang merupakan ayah dari Baladewa Baladewa,, Kresna Kresna dan dan Subadra Subadra.. Ia juga adalah ibu daripada Yudistira Yudistira,, Werkodara,, dan Arjuna Werkodara dan Arjuna dan dan juga adalah istri pertama Pandu Dewanata. Dewanata. Selain itu Kunti juga ibu dari Karna Karna.. Sepeninggal Pandu Dewanata, ia mengasuh Nakula Nakula dan dan Sadewa Sadewa,, anak Pandu Dewanata dari Dewi Madri. Madri. Seusai Bharatayuddha,, ia dan iparnya Dretarastra Bharatayuddha Dretarastra,, Gandari Gandari,, dan Widura Widura pergi pergi bertapa sampai akhir hayatnya.
Asal-usul Ayah Kunti adalah adalah Raja Surasena Surasena dari dari Wangsa Yadawa Yadawa,, dan saat bayi ia diberi nama Pritha. Ia merupakan adik Basudewa,, ayah Kresna Basudewa Kresna.. Kemudian ia diadopsi oleh Raja Kuntiboja Kuntiboja yang yang tidak memiliki anak, dan semenjak itu ia diberi nama Kunti. Setelah Kunti menjadi puterinya, Raja Kuntibhoja dianugerahi anak.
Masa muda Pada saat Kunti masih muda, ia diberi sebuah mantra sakti oleh Resi Durwasa Durwasa agar agar mampu memanggil Dewa-Dewi Dewa-Dewi sesuai dengan yang dikehendakinya. Pada suatu hari, Kunti ingin mencoba anugerah tersebut dan memanggil salah satu Dewa, yaitu Surya Surya.. Surya yang merasa terpanggil, bertanya kepada Kunti, apa yang diinginkannya. Namun Kunti menyuruh Sang Dewa untuk kembali ke kediamannya. Karena Kunti sudah memanggil dewa tersebut agar datang ke bumi namun tidak menginginkan berkah apapun, Sang Dewa memberikan seorang putera kepada Kunti. Kunti tidak ingin memiliki putera semasih muda, maka ia memasukkan anak tersebut ke dalam keranjang dan menghanyutkannya di sungai Aswa. Kemudian putera tersebut dipungut oleh seorang kusir di keraton Hastinapura Hastinapura yang bernama Adirata bernama Adirata,, dan anak tersebut diberi nama Karna Karna..
Kehidupan selanjutnya Kemudian, Kunti menikahi Pandu Pandu,, seorang raja di Hastinapura Hastinapura.. Pandu juga menikahi Madri Madri sebagai sebagai istri kedua, namun tidak mampu memiliki anak. Akhirnya Pandu dan kdua istrinya hidup di hutan. Disanalah Kunti mengeluarkan mantra rahasianya. Ia memanggil tiga Dewa dan meminta tiga putera dari mereka. Putera pertama diberi nama Yudistira dari Dewa Yama Yudistira dari Yama,, kedua bernama Bima Bima dari dari Dewa Bayu Bayu,, dan yang terakhir bernama Arjuna bernama Arjuna dari dari Dewa Indra.. Kemudian Kunti memberitahu mantra tersebut kepada Madri. Madri memangil Dewa Aswin Indra Dewa Aswin dan dan menerima putera kembar, dan diberi nama Nakula Nakula dan dan Sadewa Sadewa.. Kelima putera Pandu tersebut dikenal dengan nama Pandawa Pandawa.. Setelah kematian Pandu Pandu dan dan Madri Madri,, Kunti mengasuh kelima putera tersebut sendirian. Sesuai dengan amanat Madri, Kunti berjanji akan memperlakukan Nakula Nakula dan dan Sadewa Sadewa seperti seperti puteranya sendiri. Setelah pertempuran besar di di Kurukshetra berkecamuk Kurukshetra berkecamuk dan usianya sudah sangat tua, Kunti pergi ke hutan bersama dengan ipar-iparnya yang lain seperti Dretarastra Dretarastra,, Widura Widura,, dan Gandari Gandari untuk untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Mereka menyerahkan kerajaan kepada Yudistira. Di dalam hutan, Kunti dan yang lainnya terbakar oleh api suci mereka sendiri dan wafat di sana.
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kumbayana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kumbakarna mata 1 - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kumba Kumba - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kresna w/ Rondon - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Kresna atau Kresna atau Krishna Krishna ( (Devanagari Devanagari:: dilafalkan k ṛṣṇ ṛṣṇ a) adalah salah satu Dewa yang banyak dipuja oleh umat Hindu [1]
karena dianggap merupakan aspek dari Brahman Brahman.. Ia disebut pula N ār āyana yana,, yaitu sebutan yang merujuk kepada perwujudan Dewa Wisnu Wisnu yang yang berlengan empat di Waikuntha Waikuntha.. Ia biasanya digambarkan sebagai sosok pengembala muda yang memainkan seruling seruling (seperti (seperti misalnya dalam Bhagawatapurana Bhagawatapurana)) atau pangeran muda yang memberikan tuntunan filosofis (seperti dalam Bhagawad Gita). Gita). Dalam Agama Hindu Hindu pada umumnya, Kresna dipuja sebagai awatara Wisnu awatara Wisnu,, yang dianggap sebagai Dewa yang paling hebat dalam perguruan Waisnawa Waisnawa.. Dalam tradisi Gaudiya Waisnawa,, Waisnawa
Kresna
dipuja
sebagai
sumber
dari
segala
awatara awatara
(termasuk
Wisnu). Wisnu ).
Menurut Mahabharata Mahabharata,, Kresna berasal dari Kerajaan Surasena, Surasena, namun kemudian ia mendirikan kerajaan sendiri yang diberi nama Dwaraka Dwaraka.. Dalam wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata,, ia dikenal sebagai tokoh raja yang bijaksana, sakti, dan
berwibawa. Dalam ajaran agama Hindu, Hindu, ia dikenal sebagai awatara awatara Dewa Dewa Wisnu Wisnu yang yang kedelapan. Dalam Bhagawad Gita,, beliau adalah perantara kepribadian Brahman Gita Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) yang menjabarkan ajaran kebenaran mutlak (dharma (dharma)) kepada Arjuna. Beliau mampu menampakkan secercah kemahakuasaan Tuhan yang hanya disaksikan oleh tiga orang pada waktu perang keluarga Bharata Bharata akan berlangsung. Ketiga orang tersebut adalah Arjuna, Sanjaya Arjuna, Sanjaya putera Widura Widura,, dan Byasa Byasa.. Namun Sanjaya dan Byasa tidak melihat secara langsung, melainkan melalui mata batin mereka yang menyaksikan perang Bharatayuddha Bharatayuddha..
Asal
usul
nama
“Krishna”
Dalam bahasa Sansekerta, Sansekerta, kata Krishna berarti “hitam “ hitam”” atau “gelap”, dan kata ini umum digunakan untuk menunjukkan pada orang yang berkulit gelap. Dalam Brahma Samhita dijabarkan Samhita dijabarkan bahwa Krishna memiliki warna kulit [3]
gelap bersemu biru langit. Dan umumnya divisualkan berkulit gelap atau biru pekat. Sebagai Contoh, di Kuil Jaganatha,, di Puri Jaganatha Puri,, Orissa Orissa,, India India (nama Jaganatha, adalah nama yang ditujukan bagi Krishna sebagai penguasa jagat raya) di gambarkan memiliki kulit gelap berdampingan dengan saudaranya Baladewa Baladewa dan Subadra Subadra yang berkulit cerah.
Nama
lain
Kresna sebagai Awatara Awatara sekaligus orang bijaksana memiliki banyak sekali nama panggilan sesuai dengan kepribadian atau keahliannya. Nama panggilan tersebut digunakan untuk memuji, mengungkapkan rasa hormat, dan menunjukkan rasa persahabatan atau kekeluargaan. Nama panggilan Kresna di bawah ini merupakan nama-nama dari kitab Mahabarata Mahabarata dan dan Bhagawad Gita versi Gita versi aslinya (versi India India). ). Nama panggilan Kresna adalah: Achyuta Achyuta
(Acyuta,
yang
Arisudana Arisudana Bhagavān
(Bhagawan,
kepribadian
Kesava Kesava Kesinishūdana dana Mādhava dhava Madhusūdana dana Mahābāhu hu Mahāyogi yogi Purushottama Purushottama Varshneya Varshneya Vāsudeva
gagal) musuh)
Tuhan
Yang
Maha
Esa)
(Pengembala (Gowinda,
yang
Hrishikesa Hrishikesa Janardana Janardana
pernah
(penghancur
Gopāla la Govinda Govinda
tak
memberi
sapi) kebahagiaan
(Hri-sikesa, (juru
(Madawa,
(Maha-bahu,
pembunuh
(Warsneya, (Wasudewa,
Kesi)
Dewi
Laksmi) Laksmi)
raksasa
yang
manusia
indah)
raksasa
penakluk
(Maha-yogi, (Purusa-utama,
manusia)
berambut
suami
(Madu-sudana,
indria)
umat
yang
(Kesi-nisudana,
indria-indria)
penguasa selamat
(Kesawa,
pada
Madhu)
berlengan
perkasa)
rohaniawan utama,
yang
berkepribadian
keturunan
wangsa putera
besar) paling
baik) Wresni)) Wresni
Basudewa)) Basudewa
V sudeva sudeva
(Wasudewa,
putera
Basudewa)) Basudewa
Vishnu Vishnu
(Wisnu,
Yādava dava
penitisan
(Yadawa,
Batara
keturunan
Wisnu)) Wisnu
dinasti
Yadu) Yadu)
Yogesvara (Yoga-iswara, Yogesvara (Yoga-iswara, penguasa segala kekuatan batin)
Kehidupan
Sang
Kresna
Ikthisar kehidupan Sri Kresna di bawah ini diambil dari Mahābhārata rata,, Hariwangsa Hariwangsa,, Bhagawata Purana, Purana, dan Wisnu Utara, yang mana sekarang merupakan wilayah negara Purana. Lokasi dimana Kresna diceritakan adalah India Utara, Purana. bagian Uttar Pradesh, Pradesh, Bihar , Haryana Haryana,, Delhi Delhi,, dan Gujarat Gujarat.. Kutipan pada permulaan dan akhir cerita merupakan teologi yang teologi yang tergantung pada sudut pandang cerita. Penitisan Kutipan di bawah ini menjelaskan alasan mengapa
Wisnu menjelma. Dalam sebuah kalimat dalam Wisnu
Bhagawatapurana: Kitab Mahabharata Mahabharata ( Adiparwa, Adiparwa, bagian Adiwansawatarana) memberikan alasan yang serupa, meskipun dengan perbedaan yang kecil dalam bagian-bagiannya. Kelahiran Kepercayaan tradisional yang berdasarkan data-data dalam sastra dan perhitungan astronomi mengatakan bahwa Sri
Kresna
lahir
pada
tanggal
19
Juli
tahun
3228
SM.
Kresna berasal dari keluarga bangsawan di Mathura Mathura,, dan merupakan putera kedelapan yang lahir dari puteri Dewaki Dewaki,, dan suaminya Basudewa Basudewa.. Mathura adalah ibukota dari wangsa yang memiliki hubungan dekat seperti Wresni Wresni,, Andaka,, dan Bhoja Andaka Bhoja.. Mereka biasanya dikenali sebagai Yadawa Yadawa karena nenek moyang mereka adalah Yadu Yadu,, dan kadang-kadang dikenal sebagai Surasena Surasena setelah adanya leluhur terkemuka yang lain. Basudewa dan Dewaki termasuk ke dalam wangsa tersebut. Raja Kamsa Kamsa,, kakak Dewaki, mewarisi tahta setelah menjebloskan ayahnya ke penjara, yaitu Raja Ugrasena Ugrasena.. Karena takut terhadap ramalan yang mengatakan bahwa ia akan mati di tangan salah satu putera Dewaki, maka ia menjebloskan pasangan tersebut ke penjara dan berencana akan membunuh semua putera Dewaki yang baru lahir. Setelah enam putera pertamanya terbunuh, dan Dewaki kehilangan putera ketujuhnya, lahirlah Kresna. Karena hidupnya terancam bahaya maka ia diselundupkan keluar dan dirawat oleh orangtua tiri bernama Yasoda Yasoda dan dan Nanda Nanda di di Gokul Gokul,, Mahavana Mahavana.. Dua anaknya yang lain juga selamat yaitu, Balarama Balarama (putera ketujuh Dewaki, dipindahkan ke janin Rohini Rohini,, istri pertama Basudewa) dan Subadra Subadra (putera (putera dari Basudewa dan
Rohini
yang
lahir
setelah
Balarama
dan
Kresna).
Tempat yang dipercaya oleh para pemujanya untuk memperingati hari kelahiran Kresna kini dikenal sebagai Krishnajanmabhoomi,, dimana sebuah kuil didirikan untuk memberi penghormatan kepadanya. Krishnajanmabhoomi
Masa
kanak-kanak
dan
remaja
Nanda merupakan pemimpin di komunitas para pengembala sapi, dan ia tinggal di Vrindavana Vrindavana.. Kisah tentang Kresna saat masa kanak-kanak dan remaja ada di sana termasuk dengan siapa dia tinggal, dan perlindungannya kepada
orang-orang sekitar. Kamsa yang mengetahui bahwa Kresna telah kabur terus mengirimkan rakshasa rakshasa (seperti misalnya Aghasura misalnya Aghasura)) untuk membinasakannya. Sang raksasa akhirnya terkalahkan di tangan Kresna dan kakaknya, Balarama.. Beberapa di antara kisah terkenal tentang keberanian Kresna terdapat dalam petualangan ini serta Balarama permainannya bersama para gopi di di desa, termasuk Radha Radha.. Kisah yang menceritakan permainannya bersama para gopi kemudian kemudian dikenal sebagai Rasa lila. lila. Kresna
Pangeran
Sang
Kresna yang masih muda kembali ke Mathura Mathura,, dan menggulingkan kekuasaan pamannya – Kamsa Kamsa – sekaligus membunuhnya. Kresna menyerahkan tahta kembali kepada ayah Kamsa, Ugrasena Ugrasena,, sebagai Raja para Yadawa Yadawa.. Ia sendiri menjadi pangeran di kerajaan tersebut. Dalam masa ini ia menjadi teman Arjuna Arjuna serta para pangeran Pandawa lainnya dari Kerajaan Kuru, Pandawa Kuru, yang merupakan saudara sepupunya, yang tinggal di sisi lain Yamuna Yamuna.. Kemudian, ia memindahkan kediaman para Yadawa ke kota Dwaraka Dwaraka (di masa sekarang disebut Gujarat Gujarat). ). Ia menikahi
Rukmini,, Rukmini
puteri
dari
Bhishmaka Bhishmaka
dari
Kerajaan
Widarbha. Widarbha.
Menurut beberapa sastra, Kresna memiliki 16.108 istri, delapan orang di antaranya merupakan istri terkemuka, termasuk di antaranya Radha Radha,, Rukmini Rukmini,, Satyabama Satyabama,, dan Jambawati Jambawati.. Sebelumnya 16.000 istri Kresna yang lain ditawan oleh Narakasura Narakasura,, sampai akhirnya Kresna membunuh Narakasura dan membebaskan mereka semua. Menurut adat yang keras pada waktu itu, seluruh wanita tawanan tidak layak untuk menikah sebagaimana mereka masih di bawah kekuasaan Narakasura, namun Kresna dengan gembira menyambut mereka sebagai puteri bangsawan di kerajaannya. Dalam tradisi Waisnawa Waisnawa,, para istri Kresna di Dwarka dipercaya sebagai penitisan dari berbagai wujud Dewi Lakshmi Lakshmi..
Bharatayuddha
dan
Bhagawad
Gita Gita
Kresna merupakan saudara sepupu dari kedua belah pihak dalam perang antara Pandawa Pandawa dan Korawa Korawa.. Ia menawarkan mereka untuk memilih pasukannya atau dirinya. Para Korawa mengambil pasukannya sedangkan dirinya bersama para Pandawa. Ia pun sudi untuk menjadi kusir kereta Arjuna Arjuna dalam dalam pertempuran akbar. Bhagavad Gī t ā merupakan wejangan yang diberikan kepada Arjuna oleh Kresna sebelum pertempuran dimulai. Kehidupan
di
hari
kemudian
Setelah perang, Kresna tinggal di Dwaraka Dwaraka selama selama 36 tahun. Kemudian pada suatu perayaan, pertempuran meletus di antara para Yadawa Yadawa yang yang saling memusnahkan satu sama lain. Lalu kakak Kresna – Balarama Balarama – – melepaskan raga dengan cara melakukan Yoga Yoga.. Kresna berhenti menjadi raja kemudian pergi ke hutan dan duduk di bawah pohon melakukan meditasi. Seorang pemburu yang keliru melihat sebagian kaki Kresna seperti rusa kemudian menembakkan panahnya dan menyebabkan Kresna mencapai keabadian. Menurut Mahabharata Mahabharata,, kematian Kresna disebabkan
oleh
kutukan
Gandari.. Gandari
Kemarahannya
setelah
menyaksikan
kematian
putera-puteranya
menyebabkannya mengucapkan kutukan, karena Kresna tidak mampu menghentikan peperangan. Setelah mendengar kutukan tersebut, Kresna tersenyum dan menerima itu semua, dan menjelaskan bahwa kewajibannya
adalah
bertempur
di
pihak
yang
benar,
bukan
mencegah
peperangan.
Menurut referensi dari Bhagawatapurana Bhagawatapurana dan Bhagawad Gita, Gita, ditafsirkan bahwa Kresna wafat sekitar tahun 3100 [6]
SM. Ini berdasarkan deskripsi bahwa Kresna meninggalkan Dwarka 36 tahun setelah peperangan dalam Mahabharata terjadi. Mahabharata terjadi. Matsyapurana Matsyapurana mengatakan mengatakan bahwa Kresna berusia 89 tahun saat perang berkecamuk. Setelah itu Pandawa Pandawa memerintah memerintah selama 36 tahun, dan pemerintahan mereka terjadi saat permulaan Kali Yuga. Yuga. Selanjutnya dikatakan bahwa Kali Yuga dimulai saat Duryodana Duryodana dijatuhkan dijatuhkan ke tanah oleh Bima Bima berarti berarti tahun 2007 sama dengan tahun 5108 (atau semacam itu) semenjak Kali Yuga. keluarga
Hubungan
Ayah Kresna adalah Prabu Basudewa Basudewa,, yang merupakan saudara lelaki (kakak) dari Kunti Kunti atau Partha Partha,, istri Pandu Pandu yang merupakan ibu para Pandawa Pandawa,, sehingga Kresna bersaudara sepupu dengan para Pandawa. Saudara misan Kresna yang lain bernama Sisupala Sisupala,, putera dari Srutadewa Srutadewa atau atau Srutasrawas Srutasrawas,, adik Basudewa Basudewa.. Sisupala merupakan musuh bebuyutan Kresna yang kemudian dibunuh pada saat upacara akbar yang diselenggarakan Yudistira Yudistira..
Kresna
dalam
pewayangan
Jawa
Dalam pewayangan Jawa, Prabu Prabu Kresna merupakan Raja Dwarawati Dwarawati,, kerajaan para Yadu Yadu dan merupakan titisan Dewa Wisnu Wisnu.. Kresna adalah anak Basudewa Basudewa,, Raja Mandura Mandura.. Ia (dengan nama kecil Narayana) dilahirkan sebagai 3 bersaudara dengan kakaknya dikenal sebagai Baladewa Baladewa (Kakrasana) dan adiknya dikenal sebagai Subadra Subadra,, yang tak lain adalah isteri dari Arjuna Arjuna.. Ia memiliki tiga orang isteri dan tiga orang anak. Isteri isterinya adalah Dewi Jembawati,, Dewi Rukmini Jembawati Rukmini,, dan Dewi Satyabama Satyabama.. Anak anaknya adalah Raden Boma Narakasura, Raden Samba, dan
Siti
Sundari.
Pada perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, beliau adalah sais atau kusir Arjuna. Arjuna. Ia juga merupakan salah satu penasihat utama Pandawa.. Sebelum perang melawan Karna, atau dalam babak yang dinamakan Karna Tanding sebagai sais Arjuna Pandawa beliau memberikan wejangan panjang lebar kepada Arjuna Arjuna.. Wejangan beliau dikenal sebagai Bhagawad Gita. Gita. Kresna dikenal sebagai seorang yang sangat sakti. Ia memiliki kemampuan untuk meramal, mengubah bentuk menjadi raksasa, dan memiliki bunga Wijaya Kusuma yang dapat menghidupkan kembali orang yang mati. Ia juga memiliki senjata yang dinamakan Cakrabaswara yang mampu digunakan untuk menghancurkan dunia, pusakapusaka sakti, antara lain Senjata Cakra, Cakra, Kembang Wijayakusuma, Terompet kerang (Sangkala ( Sangkala)) Pancajahnya, Kaca paesan,
Aji
Pameling
dan
Aji
Kawrastawan.
Setelah meninggalnya Prabu Baladewa (Resi Baladewa (Resi Balarama), kakaknya, dan musnahnya seluruh Wangsa Wresni Wresni,, Prabu Kresna menginginkan moksa moksa.. Ia wafat dalam keadaan bertapa dengan perantara panah panah seorang seorang pemburu bernama Jara yang mengenai kakinya.
Kresna
dalam
Bhagawad
Gita
Kresna dianggap sebagai penjelmaan Sang Hyang Triwikrama, Triwikrama, atau gelar Bhatara Bhatara Wisnu Wisnu yang yang dapat melangkah di tiga alam sekaligus. Ia juga dipandang sebagai perantara suara Tuhan Tuhan dalam dalam menjalankan misi sebagai juru selamat umat manusia, dan disetarakan dengan segala sesuatu yang agung. Kutipan di bawah ini diambil dari kitab
Bhagawad Gita (percakapan Gita (percakapan antara Kresna dengan Arjuna dengan Arjuna)) yang menyatakan Sri Kresna sebagai Awatara sebagai Awatara..
Kutipan Bhagawat Gita
yad ā yad ā hi dharmasya, gl ānir bhavati bhārata, abhyutthānam adharmasya tad ātmanaṁ sṛ j āmy aham
ṛ t paritr āṇ āya sādhūnāṁ , vināśāy ā ca duṣ k kṛ t ā m, dharma-saṁ sth sthā panārthāẏ a, a, sambhav āmi yuge yuge aham
ātmā
guḍ ākeśa sarva-bhūt āś āśaya-sthitaḥ , aham
ādi ś
ca madhyaṁ ca bhūt ānām anta eva ca
purodhasāṁ ca mukhyaṁ māṁ viddhi pārtha bṛ haspatim, haspatim, senāninām ahaṁ skandaḥ , sarasām asmi sāgaraḥ prahl ādaś c āsmi daity ānāṁ , k ālaḥ kalayat kalayat ām aham mṛ g g āṇ āṁ ca ca mṛ gendro gendro ‘haṁ vainateya vainateyaś ca pak ṣ ṣ i i ṇ ṇā m dy ūtaṁ chalayat ām asmi tejas tejasvinām aham jayo ‘smi vyavas āyo ‘smi sattvaṁ sattvavat ām aham
ṛṣṇ ī ḥ v ṛṣṇ ī nāṁ v v āsudevo ‘smi pāṇḍ av ānām dhanañjayaḥ , munī nām apy ahaṁ vy vy āsaḥ kav kav ī ī nām uśanā kavi ḥ Kapan pun kebenaran merosot dan kejahatan merajalela, pada saat itu Aku turun menjelma, wahai keturunan
Bharata Bharata
( Arjuna) Arjuna)
Untuk menyelamatkan orang saleh dan membinasakan orang jahat, dan menegakkan kembali kebenaran,
Aku
sendiri
menjelma
dari
zaman
ke
zaman
O Arjuna, Aku adalah Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam hati semua makhluk hidup. Aku adalah
awal,
pertengahan
dan
akhir
semua
makhluk
Wahai Arjuna, di antara semua pendeta, ketahuilah bahwa Aku adalah Brihaspati Brihaspati,, pemimpinnya. Di antara para panglima, Aku adalah Kartikeya Kartikeya,, dan di antara segala sumber air, Aku adalah lautan Di antara para Detya Detya,, Aku adalah Prahlada Prahlada,, yang berbakti dengan setia. Di antara segala penakluk, Aku adalah waktu. Di antara segala hewan, Aku adalah singa, dan di antara para burung, Aku adalah Garuda Garuda.. Di antara segala penipu, Aku adalah penjudi. Aku adalah kemulian dari segala sesuatu yang mulia. Aku adalah
kejayaan,
Aku
adalah
petualangan,
dan
Aku
adalah
kekuatan
orang
yang
kuat
Di antara keturunan Wresni Wresni,, Aku ini Kresna. Di antara Panca Pandawa, Pandawa, Aku adalah Arjuna Arjuna.. Di antara para Resi Resi,, Aku adalah Wyasa Wyasa.. Di antara para ahli pikir yang mulia, aku adalah Usana Usana..
December 24, 2007
Krepi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Krepa Resi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Krepa Muda - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kirata - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kimindama - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kesawasidi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kenyawandu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kencakarupa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kekayi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kartapiyoga - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kartanadi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kartamarma - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Karna - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Karna (Sansekerta Karna Sansekerta::
; Kar ṇ ṇa ) alias Radheya Radheya adalah salah satu tokoh dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata yang
terkenal. Ia sebenarnya adalah masih saudara satu ibu dengan tiga Pandawa Pandawa,, yaitu Yudistira Yudistira,, Werkodara Werkodara dan dan Arjuna Arjuna (Nakula Nakula
dan
Sadewa Sadewa
bukan
saudara
langsung
Karna,
melainkan
saudara
tirinya).
Dalam bahasa Sansekerta, Sansekerta, nama Karna Karna secara harfiah harfiah berarti telinga telinga.. Dalam makna yang tersirat, kata “Karna” dapat juga berarti “terampil” atau “pandai”. Karna juga menyandang nama “Radheya” saat masih kecil. Nama itu diberikan oleh orangtua tirinya, yaitu Adirata Adirata dan Radha Radha.. Nama “Radheya” secara harfiah berarti “putera Radha”.
Anggapan terkenal mengatakan bahwa kata “Karna” dipilih sebab ia dilahirkan melalui telinga telinga,, namun anggapan tersebut tidak selamanya benar sebab beberapa versi mengatakan bahwa Karna lahir normal, dan keperawanan ibunya (Kunti (Kunti)) kembali lagi setelah melahirkan. Setelah bayi tersebut dilahirkan, Kunti Kunti tidak tidak memberinya nama dan menghanyutkannnya ke sungai Aswa, lalu dipungut oleh Adirata oleh Adirata sebagai sebagai hadiah bagi Radha Radha.. Semenjak saat itu, bayi yang dipungut oleh Adirata diberi nama Radheya. Tidak ada yang mengetahui asal-usul Karna dan bagaimana Karna dilahirkan, sampai Kunti membeberkan rahasia yang sebenarnya.
Kelahiran Karna merupakan putera dari Kunti Kunti,, ibu para Pandawa Pandawa,, dan ayahnya adalah Dewa Surya Surya.. Dalam Mahabharata Mahabharata diceritakan bahwa pada masa mudanya, Kunti diberi suatu anugerah oleh Resi Resi Durwasa Durwasa,, agar mampu memanggil para Dewa Dewa dan dan memohon anugerah darinya. Setelah menerima anugerah tersebut, Kunti mencoba memanggil Dewa Surya.. Dewa Surya pun datang ke hadapan Kunti dan menanyakan apa keinginannya. Dewi Kunti berkata bahwa ia Surya hanya mencoba anugerah yang diberikan kepadanya, dan ia meminta agar Sang Dewa kembali ke tempat beliau. Namun Dewa Surya menolak untuk pergi ke kahyangan sebab mantra yang diberikan oleh Resi Durwasa juga berfungsi untuk meminta anak dari dewa yang telah dipanggil. Kunti yang tidak mengetahui hal tersebut menjadi terkejut. Ia tidak ingin menikah di usia muda. Akhirnya Dewa Surya berjanji bahwa kelak setelah Kunti melahirkan puteranya,
keperawanannya
akan
dikembalikan
lagi.
Kemudian Dewa Surya kawin dengan Kunti, setelah itu Sang Dewa kembali ke asalnya. Beberapa lama kemudian, seorang putera lahir. Tanda-tanda bahwa kelak ia akan menjadi kesatria besar sudah tampak dari bentuk fisiknya. Sejak lahir, Karna telah menerima anugerah berupa sepasang pakaian perang, lengkap dengan sebuah kalung yang indah terpasang di lehernya. Karena tidak ingin menimbulkan desas-desus, setelah Kunti melepaskan seluruh pakaian perang yang dikenakan Karna, Kunti memasukkan putera tersebut ke dalam keranjang dan menghanyutkannya ke sungai Aswa. Putera tersebut dipungut oleh seorang kusir (kasta Suta Suta)) di keraton Hastinapura Hastinapura bernama Adirata bernama Adirata.. Sejak saat itu, Karna menjadi putera Adirata Adirata dan Radha Radha,, yang sebenarnya merupakan orangtua tirinya. Karena diasuh di keluarga yang berkasta Suta Suta,, Karna pun sering mendapat diskriminasi diskriminasi.. Kepribadian Karna memiliki kemahiran dalam ilmu memanah yang hampir setara dengan Arjuna Arjuna.. ia mahir berperang, namun bakatnya terperangkap dalam status sosial yang rendah. Hal itu membuatnya haus akan status yang memberikannya identitas. Meskipun Karna diasuh dalam keluarga yang berkasta rendah, ia memiliki sikap seorang ksatria ksatria,, meskipun jarang yang mengakuinya. Ia memiliki hubungan persahabatan yang erat dengan Duryodana Duryodana,, yang telah mengangkatnya menjadi raja di Kerajaan Anga, Anga, sekaligus menaikkan statusnya. Atas perlakuan baik yang dilakukan Duryodana terhadap dirinya, Karna berjanji bahwa ia akan selalu berada di pihak Duryodana. Kebencian Karna Duryodana terhadap Arjuna Arjuna bertemu
dalam
satu
jalan
dengan
kebencian
Duryodana
terhadap
para
Pandawa.. Pandawa
Karna memiliki persaingan yang sangat hebat dengan Arjuna dengan Arjuna,, dan berambisi bahwa ia akan membunuh Arjuna saja saat Bharatayuddha Bharatayuddha,, bukan Pandawa Pandawa yang lain. Sebelum Bharatayuddha Bharatayuddha,, Kunti Kunti datang ke hadapan Karna dan
mengatakan bahwa ia sebenarnya ibunya. Kunti Kunti menyuruh Karna agar memihak Pandawa. Karna mengatakan bahwa ia hanya mengakui Radha Radha sebagai ibunya dan tetap memihak Kurawa Kurawa.. Karna juga mengatakan, bahwa ia hanya mau membunuh Arjuna membunuh Arjuna,, bukan Pandawa yang lain.
Berguru
pada
Parasurama
Karena ingin menjadi seorang kesatria, Karna berguru kepada Parasurama Parasurama.. Parasurama adalah seorang Brahmana Brahmana-Kshatriya yang sudah sangat berpengalaman dalam ilmu peperangan, dan sudah berumur panjang, dari zaman Kshatriya Treta Yuga Yuga (zaman Ramayana Ramayana)) sampai zaman Dwapara Yuga Yuga (zaman Mahabharata Mahabharata). ). Parasurama memiliki pengalaman yang buruk dengan kasta ksatria ksatria,, dan sejak itu ia enggan untuk mengajar para kesatria. Karna yang sebenarnya seorang kesatria, menyamar sebagai seorang brahmana brahmana agar agar mendapat pendidikan dari Parasurama. Pada suatu hari, saat Parasurama Parasurama ingin ingin beristirahat, Karna melayaninya dengan membiarkan sang guru tertidur di pahanya. Ketika Parasurama sedang tertidur, datanglah seekor serangga serangga menggigit kaki Karna. Karna tidak ingin membiarkan gurunya terbangun, maka ia biarkan serangga tersebut mengigit kakinya. Darah segar mengucur dari kaki Karna, namun ia tidak bergeming. Saat Parasurama terbangun, ia terkejut karena melihat kaki Karna mengeluarkan banyak darah. Ia kemudian bertanya pada Karna, kenapa ia tidak mengusir laba-laba tersebut dan membiarkan serangga itu mengigit kakinya. Karna menjawab, bahwa ia tidak ingin membiarkan gurunya terbangun. Parasurama berkata, “Kekuatan seperti itu hanya dimiliki oleh kaum kesatria, dan bukan seorang brahmana. Engkau telah berbohong kepadaku dengan menyamar sebagai anak brahmana. Aku mengutukmu agar kelak segala ilmu yang
kuberikan
kepadamu
tidak
akan
berguna
saat
kau
sangat
membutuhkannya”.
Setelah menerima kutukan tersebut, Karna sedih dan meninggalkan asrama gurunya dengan hati hancur. Setelah berjalan tanpa tujuan, Karna duduk di tepi pantai sambil termangu-mangu memikirkan jati dirinya. Dia duduk di sana untuk beberapa lama, kemudian bangun lalu pergi. Ketika ia kembali ke tempat tersebut, ia melihat sesosok binatang yang berlalu cepat sekali. Karena ia merasa bahwa hewan tersebut adalah seekor rusa rusa,, ia melepaskan anak panahnya ke arah sosok tersebut. Ketika ia mendekatinya, ia terkejut bahwa yang dipanahnya bukanlah seekor rusa, melainkan sapi milik seorang brahmana brahmana.. Karna meminta ma’af kepada si pemilik sapi sebab ia telah ceroboh, tetapi brahmana itu tida memafkannya, malah sebaliknya menjadi sangat marah. Brahmana tersebut berkata, “Apabila engkau berperang melawan musuhmu yang hebat, roda keretamu akan terjerembab ke tanah. Dan karena engkau telah membunuh sapiku yang sedang lengah, engkau juga akan dibunuh oleh musuhmu sangat engkau lengah”. Setelah mendengar kutukan yang ditujukan kepadanya, Karna lunglai. Lalu ia pulang menemui Radha Radha,, ibu yang sangat dicintainya. Di sana ia menceritakan segala kisah sedih yang menimpa dirinya. Akhirnya Karna bertekad bahwa ia akan pergi mengadu nasib di Hastinapura Hastinapura,, ibukota kerajaan para keturunan Kuru Kuru..
Penobatan
sebagai
Raja
Angga/Awangga
Di Hastinapura Hastinapura diadakan pertandingan dan adu kekuatan untuk menunjukkan bahwa pendidikan para pangeran di sana sudah berhasil. Karna yang percaya diri datang ke stadion dimana pertandingan diadakan dan menantang Arjuna ketika Arjuna ketika Arjuna sedang menunjukkan kepandaiannya dalam ilmu memanah. Para hadirin yang ada di stadion
heran melihat Karna yang berani menantang Arjuna, kesatria bangsa Kuru. Saat melihat Karna, Kunti Kunti menjadi lunglai. Arjuna menerima tantangan Karna untuk menunjukkan yang terbaik. Ketika kedua kesatria bersiap-siap, Krepa Krepa naik naik ke atas panggung dan menanyakan identitas Karna. Ia juga berkata bahwa Karna boleh bertanding dengan Arjuna apabila mereka sederajat. Setelah mendengar kata-kata Krepa, Karna diam dan menunduk malu sebab ia merupakan seorang anak kusir. Duryudana Duryudana yang yang bersimpati, berdiri dan berkata, “Guruku, keberanian bukanlah milik para kesatria saja. Tetapi kalau Arjuna ini dijadikan patokan bahwa seorang kesatria harus bertarung dengan kesatria, maka keinginanmu akan kupenuhi. Kami akan menobatkan pendatang baru itu sebagai Raja Angga/Awangga, Angga /Awangga,
sebab
kerajaan
itu
belum
memiliki
raja”.
Akhirnya pada saat itu juga, Karna dinobatkan menjadi Raja Angga/Awangga. Para brahmana brahmana membacakan membacakan wedaweda dan Duryudana weda Duryudana memberi mahkota, pedang, dan air penobatan kepada Karna. Karna terharu dengan kemurahan hati Duryodana. Balasan yang diinginkan oleh Duryudana hanyalah persahabatan yang kekal. Semenjak persahabatan itu terjalin, Yudistira Yudistira merasa merasa cemas sebab kekuatan sepupunya yang jahat (Korawa ( Korawa)) menjadi semakin kuat karena dibantu oleh Karna, kesatria yang setara dengan Arjuna.
Penolakan
Drupadi
Pada saat Karna sudah cukup dewasa, ia mengikuti sebuah sayembara sayembara di di Kerajaan Panchala. Panchala. Sayembara tersebut memperebutkan puteri Drupadi Drupadi.. Para Pandawa Pandawa turut serta dalam sayembara tersebut, namun mereka menyamar dengan pakaian kaum brahmana brahmana.. Sebuah ikan dari kayu dipasang pada sebuah cakram berputar di atas arena, di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan ikan tersebut. Para hadirin yang mengikuti sayembara harus menembak
mata
ikan
yang
berputar
tersebut
hanya
dengan
melihat
pantulannya
di
bawah
kolam.
Banyak kesatria kesatria yang yang gagal melakukannya, hingga Karna tampil ke muka. Ia memusatka memusatkan n pikirannya pada bayangan ikan tersebut dan mengarahkan panahnya ke atas, namun pandangannya ke bawah, tertuju pada bayangan ikan yang terpantul pada air kolam. Kemudian Karna melepaskan panahnya dan menembus mata ikan tersebut. Sesuai dengan aturan, Karna berhasil memenangkan sayembara tersebut dan Drupadi Drupadi berhak menjadi istrinya. Namun Drupadi menolak Drupadi menolak hasil sayembara sayembara tersebut, tersebut, karena ia tidak mau menikah dengan Karna yang seorang anak kusir. Mendengar hal itu, Karna menjadi sakit hati dan menerima keputusan tersebut, namun dalam hatinya ia sangat marah. Beberapa versi mengatakan bahwa Karna tidak mampu untuk menaklukkan tantangan tersebut, hanya Arjuna Arjuna yang yang sangggup melakukannya.
Peran
Karna
dalam
Bharatayuddha
Kresna mengetahui bahwa Karna adalah Pandawa Kresna Pandawa sulung, namun lain ayah. Dan semua tahu bahwa Karna-lah pemilik Panah Kunta. Kresna sempat ingin membuat Karna memihak Pandawa pada Bharatayuddha Bharatayuddha mendatang mendatang dan ia mengatur sebuah pertemuan rahasia antara Karna dan ibunya Kunti Kunti.. Karna pun memelas setelah ia melihat
ibunya menangis namun ia menganjurkan ibunya untuk tetap tegar karena ia melakukan kewajiban bela negara. Ia
juga memberi tahu ibunya bahwa selain dia berkorban berkorban demi negara, ia juga akan menyelamatkan menyelamatkan para Pandawa Pandawa lima lima karena ia tidak akan menggunakan panah Kunta untuk membunuh Arjuna Arjuna dan dan saat ia berperang dengan Arjuna dia memastikan bahwa Arjuna tidak tahu bahwa Karna adalah kakaknya sendiri sehingga tidak segan membunuhnya. Pada perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, ia membunuh Gatotkaca Gatotkaca dan hampir membunuh Arjuna Arjuna.. Tetapi Arjuna menang bertanding dan Karna pun gugur. Baru setelah Karna gugur, para Pandawa mengetahui asal usulnya dan mereka sangat terpukul oleh hal ini.
Karna
dalam
pewayangan
Jawa
Karna dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, Hindu, yaitu India India,, dan ber bahasa bahasa Sansekerta. Sansekerta. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama. Kelahiran Ibu dari Karna dan Panca Pandawa yaitu Pandawa yaitu Kunti Kunti,, pernah mencoba sebuah aji pada masa kecilnya untuk memanggil seorang Dewa. Yang dipanggilnya adalah Dewa Matahari Matahari (Surya) dan beliau membuatnya hamil. Puteranya akan keluar dari telinga untuk menjaga keperawanan Kunti, maka dinamakannya Karna. Nama-nama Karna lainnya berhubungan dengan statusnya sebagai putera Dewa Matahari, yaitu Arkasuta, Suryatmaja dan lain sebagainya. Oleh ibunya, Karna dihanyutkan di sungai sampai ia ditemukan oleh Prabu Radeya dan diangkat anak, sayangnya kerajaan Prabu Radeya tunduk kepada Hastinapura Hastinapura dan ia dibesarkan oleh seorang sais prabu Dretarastra Dretarastra,, yang bernama Nandana atau Adirata Adirata.. Oleh Adirata, Karna kemudian diberi nama Aradea. Nama itu digunakan Karna sampai
dewasa,
hingga
ia
mengetahui
identitas
diri
yang
sesungguhnya.
Meskipun Karna masih saudara seibu dengan Yudistira Yudistira,, Werkodara Werkodara (Bima), (Bima), dan Arjuna dan Arjuna,, tetapi para Pandawa Pandawa tidak tidak mengetahuinya sampai ia gugur di perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, sehingga mereka suka menghinanya. Kemahiran Karna sangat mahir menggunakan senjata panah panah.. Kesaktiannya setara dengan Arjuna Arjuna.. Ia mempunyai panah andalan bernama Kunta. Suatu ketika, ketika terjadi uji tanding antara Korawa Korawa dengan dengan Pandawa sebagi murid-murid Drona,, Karna berhasil menandingi kesaktian Arjuna. Namun karena Karna bukan raja atau anak raja maka beliau Drona diusir dari arena. Karena mengetahui kesaktiannya, maka Duryodana Duryodana,, ketua para Korawa Korawa mengangkatnya mengangkatnya menjadi Raja
Awangga.
Sejak
itu
Karna
bersumpah
setia
kepada
Duryodana.
Senjata andalannya, yaitu panah Kunta adalah pemberian Batara Narada Narada sebab sebab beliau mengira bahwa Karna adalah Arjuna karena kemiripannya. Panah tersebut adalah senjata yang paling ampuh, bahkan melebihi Cakra milik Prabu Kresna dan Kresna dan panah Pasupati Pasupati Arjuna, Arjuna, namun untungnya hanya sekali pakai. Sarung dari panah tersebut yang masih disimpan Batara Narada Narada kemudian dititpkan ke Bima Bima untuk diberikan ke Arjuna adalah saat para pandawa mengetahui bahwa Batara Narada salah alamat. Sarung dari Kunta tersebut kemudian dipakai untuk memutus tali pusar bayi Tetuka alias Gatotkaca Gatotkaca..
Kesaktian Karna dilahirkan memakai anting-anting dan baju kebal pemberian ayahnya (Batara Surya). Kunti, ibunya, mengenal dirinya saat adu ketrampilan murid-murid Dorna karena melihat anting-anting tersebut. Selama memakai kedua benda ini Karna tidak akan mati oleh senjata apapun. Hal ini diketahui oleh Batara Indra yang Indra yang sangat menyayangi Arjuna.. Oleh karena itu beliau meminta benda tersebut dengan menyamar sebagai seorang pengemis. Batara Surya Arjuna Surya mendahuluinya dengan menemui Karna terlebih dulu dan memperingatkan Karna. Tapi Karna menganggap mati dalam perang tanding lebih terhormat daripada panjang umur. Batara Surya kemudian menyarankan Karna untuk meminta senjata ampuh sebagai kompensasi atas kedua benda tersebut. Hal ini disanggupi Karna. Ketika pengemis itu datang, Karna langsung mengenalinya dan memberi hormat dan pengemis itu berubah kembali menjadi Batara Indra.. Sebagai kompensasi, Batara Indra memberi senjata Kunta kepada Karna. Indra
December 24, 2007
Kaniraras - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kangsadewa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kandihawa - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kanastren - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kamajaya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kalmasapada - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kalimantara - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kalantaka - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kalanjaya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Kalakarna - Solo Solo
December 24, 2007
Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kalabendana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Kala Pracona - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Kakrasana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara K, K, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Jungkung Mardeya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Jembawati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Jembawan - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Jayawilapa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Jayasemedi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Jayadrata - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, Jayadrata Jayadrata (Sansekerta Sansekerta:: Jayadratha Jayadratha)) adalah seorang raja di Kerajaan Sindhu. Sindhu. Dia menikahi Dursala Dursala,, adik perempuan Kurawa Kurawa bersaudara. Jayadrata merupakan tokoh penting di balik pembunuhan Abimanyu. Ia menghadang para ksatria Pandawa Pandawa saat saat mereka berusaha menyelamatkan Abimanyu menyelamatkan Abimanyu.. Atas kematian Abimanyu, Arjuna Arjuna berusaha membunuh Jayadrata. Akhirnya pada Bharatayuddha Bharatayuddha hari keempat belas, Jayadrata gugur di tangan Arjuna.
Anugerah
Siwa
Jayadrata menghina Drupadi Drupadi,, istri para Pandawa Pandawa,, karena berusaha menculik dan mengawininya. Setelah Arjuna Arjuna memburu dan menangkapnya hidup-hidup, nyawanya diselamatkan oleh Yudistira Yudistira,, dan ia dijadikan budak. Kemudian Bima mencukur rambutnya sehingga Jayadrata botak. Karena dendam terhadap perlakuan tersebut, Jayadrata Bima melakukan tapa ke hadapan Siwa Siwa.. Ia memohon kekuatan untuk menaklukkan Pandawa Pandawa,, namun Siwa mengatakan
bahwa itu hal yang mustahil – namun ia menganugerahkan Jayadrata agar mampu mengalahkan seluruh Pandawa bersaudara pada hari pertama – kecuali Arjuna kecuali Arjuna.. Maka, akhirnya Arjuna berhasil mengalahkan Jayadrata.
Perang
di
Kurukshetra
Raja Sindhu Sindhu – Jayadrata – memihak Duryodana Duryodana dalam perang di Kurukshetra. Kurukshetra. Pada hari ketiga belsa, Jayadrata menggunakan kekuatannya ketika menghentikan Pandawa Pandawa di di dekat formasi Cakrawyuha Cakrawyuha yang yang sulit ditembus, yang dimasuki oleh Abimanyu oleh Abimanyu – – putera Arjuna putera Arjuna.. Di dalam formasi tersebut, Abimanyu bertarung sendirian. Ia dikepung oleh para ksatria Kurawa Kurawa dan terdesak, sementara ksatria-ksatria Pandawa yang ingin menyelamatkan Abimanyu dihadang
oleh
Jayadrata.
Saat
terjebak
dan
kesusahan,
Abimanyu
dibunuh
dengan
curang.
Arjuna terkejut dan pingsan setelah mendengar kematian Abimanyu Arjuna Abimanyu.. Atas penjelasan para ksatria Pandawa, Abimanyu dikurung dalam formasi Cakrawyuha Cakrawyuha dan dibunuh dengan serangan serentak. Beberapa ksatria ingin membantu dan menyelamatkan Abimanyu, namun dihadang oleh Jayadrata. Mendengar hal itu, Arjuna bersumpah bahwa ia akan membakar dirinya sendiri pada akhir hari keempat belas apabila ia tidak berhasil membunuh Jayadrata.
Dendam
Arjuna
Pada hari keempat belas, Arjuna Arjuna berencana untuk membunuh Jayadrata. Namun ribuan ksatria dan prajurit dari pihak Kurawa Kurawa melindungi melindungi Jayadrata dan memisahkannya dengan Arjuna. Sampai hari menjelang sore, Arjuna belum berhasil menjangkau Jayadrata dan membunuhnya, dan apabila setelah malam tiba Arjuna belum berhasil membunuh Jayadrata maka ia akan membakar dirinya sendiri. Kresna Kresna yang melihat Arjuna dalam kesusahan mencoba membantunya dengan membuat gerhana matahari buatan. Saat suasana menjadi gelap, pihak yang bertarung merasa bahwa perang pada hari itu sudah berakhir karena malam sudah tiba. Pasukan Kurawa Kurawa yang melindungi Jayadrata pulang ke kemah mereka. Pada saat Jayadrata tak terlindungi, matahari muncul kembali dan ternyata hari belum malam. Pada kesempatan itu, Arjuna Arjuna menyuruh Kresna Kresna agar menjangkau Jayadrata. Saat mendekat, ia melepaskan anak panahnya dan memutuskan leher Jayadrata. Riwayat
selanjutnya
Setelah perang berakhir, Arjuna berakhir, Arjuna bertarung bertarung dengan pasukan Sindhu Sindhu ketika ketika mereka menolak untuk mengakui Yudistira Yudistira sebagai Maharaja dunia. Ketika Dursala Dursala,, istri Jayadrata, keluar untuk melindungi puteranya, yaitu raja muda penerus tahta Sindhu, Arjuna menghentikan pertarungan.
Jayadrata
dalam
pewayangan
Jawa
Antara kisah Jayadrata dalam kitab kitab Mahabharata Mahabharata dan dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, namun tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh proses Jawanisasi , yaitu membuat kisah wiracarita dari India India bagaikan bagaikan terjadi di pulau Jawa Jawa..
Riwayat Jayadrata adalah seorang ksatria yang sangat sakti dari pihak Kurawa Kurawa.. Misteri menyelubungi asal usulnya. Kisahnya bermula ketika Wrekudara Wrekudara lahir, lahir, ari-ari yang membungkusnya dibuang. Pertapa tua, yaitu Bagawan Sapwani, secara kebetulan memungutnya, mendoakannya, dan mengubahnya menjadi seorang bocah lelaki, yang tumbuh dewasa dengan nama Jayadrata. Dari pandangan sekilas saja tampak jelas kemiripan kekerabatan dengan Wrekudara dan putra Wrekudara, Raden Gatotkaca Gatotkaca.. Ketika Jayadrata beranjak dewasa, ia dibujuk untuk datang ke Hastina Hastina oleh Sangkuni yang Sangkuni yang cerdik, yang memandang perlu seorang sekutu yang seperti itu untuk melawan Pandawa Pandawa.. Di sana Jayadrata diberi suatu kedudukan yang tinggi dan dikawinkan dengan saudara perempuan Duryodana Duryodana,, Dewi Dursilawati.. Hal ini mengikatnya dengan kuat pada pihak Kiri. Dalam Perang Bharatayuddha Dursilawati Bharatayuddha,, dialah yang membunuh ksatria muda Abimanyu muda Abimanyu,, dan setelah itu pada gilirannya ia dibunuh oleh Arjuna Arjuna yang yang kehilangan anaknya. Karakter Jayadrata adalah jujur, setia, dan terus terang bagaikan Gatotkaca Gatotkaca di antara Kurawa Kurawa.. Ia mahir mempergunakan panah dan sangat ahli bermain gada. Oleh Resi Sapwani ia diberi pusaka gada bernama Kyai Glinggang. Jayadrata nama sesungguhnya adalah Arya Tirtanata atau Tirtanata atau Bambang Sagara. Sagara. Arya Tirtanata kemudian dinobatkan sebagai raja negara Sindu, Sindu, dan bergelar Prabu Sinduraja. Karena ingin memperdalam pengetahuannya dalam bidang tata pemerintahan dan tata kenegaraan, Prabu Sinduraja pergi ke negara Hastina untuk berguru pada Prabu Pandu Dewanata. Dewanata. Untuk menjaga kehormatan dan harga diri, ia menukar namanya dengan nama patihnya, Jayadrata. Di negara Hastina Jayadrata bertemu dengan Keluarga Kurawa Kurawa,, dan akhirnya diambil menantu Prabu Dretarastra,, dikawinkan dengan Dewi Dursilawati dan diangkat sebagai Adipati Buanakeling. Dari perkawinan Dretarastra tersebut
ia
memperoleh
dua
orang
putra
bernama
Arya
Wirata
dan
Arya
Surata.
Jayadrata gugur di tangan Arjuna Arjuna di medan perang Bharatayuddha Bharatayuddha sebagai senapati perang Kurawa Kurawa.. Kepalanya terpangkas lepas dari badannya oleh panah sakti Pasupati
December 24, 2007
Jatayu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Jatasura - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Jatagini - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Jatagimbal - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Jarasanda - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Jarameya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Janget Kinatelon - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Janaka - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Jambumangli - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Jamadagni - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Jakapuring - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Jaka Pengalasan - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara J, J, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Irawan - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara I, I, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Indrajit - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara I, I, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Hiranyakasipu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara H, H, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Hartadriya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara H, H, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Hamso - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara H, H, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Guwarsa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Guru [Bhatara] w/ reca - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Gunadewa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Gotama - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Gorawangsa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Gendari - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Gathutkaca - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Garuda - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Gareng w/ wregul - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Gardapati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 23, 2007
Gangga - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Gandawati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Gandamana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Gandabayu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Gana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Gagakbaka - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara G, G, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Ekawati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara E, E, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Endra - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara E, E, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Emban - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara E, E, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 23, 2007
Ekalaya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara E, E, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Dwara Patih - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Dwapara - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Duryudana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Duryudana Bokongan - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Duryudana (Sansekerta Duryudana Sansekerta:: Duryodhana Duryodhana)) atau Suyodana Suyodana adalah tokoh antagonis antagonis yang utama dalam wiracarita wiracarita Mahabharata,, musuh utama para Pandawa Mahabharata Pandawa.. Duryudana merupakan inkarnasi dari Iblis Kali. Kali. Ia lahir dari pasangan Dretarastra dan Dretarastra dan Gandari Gandari.. Duryudana merupakan saudara yang tertua di antara seratus Korawa Korawa.. Ia menjabat sebagai raja
di
Kerajaan
Kuru
dengan
pusat
pemerintahannya
di
Hastinapura.. Hastinapura
Duryudana menikah dengan puteri Prabu Salya Salya dan mempunyai putera bernama Laksmana (Laksmanakumara). Duryudana digambarkan sangat licik dan kejam, meski berwatak jujur, ia mudah terpengaruh hasutan karena tidak berpikir panjang dan terbiasa dimanja oleh kedua orangtuanya. Karena hasutan Sangkuni Sangkuni,, yaitu pamannya yag licik dan berlidah tajam, ia dan saudara-saudaranya senang memulai pertengkaran dengan pihak Pandawa Pandawa.. Dalam
perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, bendera keagungannya berlambang ular kobra. Ia dikalahkan oleh Bima Bima pada pada pertempuran di hari kedelapan belas karena pahanya dipukul dengan gada gada..
Arti
nama
Secara harfiah harfiah,, nama Duryudana Sansekerta memiliki arti “sulit ditaklukkan” atau dapat pula berarti Duryudana dalam bahasa Sansekerta memiliki “tidak terkalahkan”.
Kelahiran Saat Gandari Gandari hamil dalam jangka panjang yang tidak wajar, ia memukul-mukul kandungannya dalam keadaan frustasi dn cemburu terhadap Kunti Kunti,, yang telah memberikan Pandu Pandu tiga orang putera. Atas tindakannya, Gandari melahirkan gumpalan daging berwarna keabu-abuan. Kemudian Gandari memuja Byasa Byasa,, seorang pertapa sakti, yang kemudian memberi berkah seratus orang anak kepada Gandari. Kemudian Byasa memotong gumpalan daging tersebut menjadi seratus bagian, dan memasukkannya ke dalam pot. Kemudian pot-pot tersebut ditanam di dalam tanah selama satu tahun. Setelah satu tahun, pot tersebut digali kembali. Yang pertama kali dikeluarkan dari pot tersebut adalah Duryudana, diiringi oleh Dursasana, dan adik-adiknya yang lain.
Tanda-tanda yang buruk mengiringi kemunculannya dari dalam pot. Para brahmana brahmana di di keraton merasakan adanya tanda-tanda akan bencana yang buruk. Widura Widura mengatakan mengatakan bahwa jika tanda-tanda seperti itu mengiringi kelahiran putranya, itu tandanya kekerasan akan mengakhiri dinasti tersebut. Widura Widura dan Bisma Bisma menyarankan agar putera tersebut dibuang, namun Dretarastra Dretarastra tidak tidak mampu melakukannya karena rasa cinta dan ikatan emosional terhadap putera pertamanya itu.
Pendidikan Tubuh Duryudana dikatakan terbuat dari petir , dan ia sangat kuat. Ia dihormati oleh adik-adiknya, khususnya Dursasana. Dengan belajar ilmu bela diri dari gurunya, yaitu Krepa Krepa,, Drona Drona dan dan Balarama Balarama atau atau Baladewa Baladewa,, ia menjadi sangat kuat dengan senjata gada, dan setara dengan Bima Bima,, yaitu Pandawa Pandawa yang yang kuat dalam hal tersebut.
Persahabatan
dengan
Karna
Saat para Korawa Korawa dan dan Pandawa Pandawa unjuk unjuk kebolehan saat menginjak dewasa, munculah sesosok ksatria gagah perkasa yang mengaku bernama Karna Karna.. Ia menantang Arjuna menantang Arjuna yang yang disebut sebagai ksatria terbaik oleh Drona Drona.. Namun Krepa Krepa mengatakan bahwa Karna harus mengetahui kastanya, agar tidak sembarangan menantang seseorang yang tidak setara. Duryudana membela Karna, kemudian mengangkatnya menjadi raja di Kerajaan Anga. Anga. Semenjak saat itu, Duryudana bersahabat dengan Karna. Baik Karna maupun Duryudana tidak mengetahui, bahwa Karna sebenarnya merupakan putera Kunti Kunti.. Karna juga merupakan harapan Duryudana agar mampu meraih kemenangan saat Bharatayuddha berlangsung, Bharatayuddha berlangsung, karena Duryudana percaya bahwa Karna adalah lawan yang sebanding dengan Arjuna.
Perebutan
kerajaan
Duryudana memiliki sifat iri hati terhadap kekayaan Yudistira Yudistira serta kemegahannya di Indraprastha Indraprastha.. Terlebih lagi kepada para Pandawa Pandawa lainnya yang selalu membuat hatinya jengkel. Berbagai usaha ingin dilakukannya untuk
menyingkirkan para Pandawa, namun selalu gagal berkat perlindungan Kresna Kresna.. Duryudana memiliki seorang paman bernama Sangkuni Sangkuni.. Sifatnya sangat licik dan senang melontarkan ide-ide buruk untuk mempengaruhi keponakannya tersebut. Saat Duryudana datang berkunjung ke Istana Indraprastha Indraprastha,, ia terkagum-kagum dengan kemegahan istana tersebut. Saat memasuki sebuah ruangan, ia mengira sebuah kolam sebagai lantai. Tak pelak lagi ia tercebur. Kejadian tersebut disaksikan oleh Dropadi Dropadi.. Ia tertawa terpingkal-pingkal dan menghina Duryudana. Ia mengatakan bahwa anak orang buta ternyata ikut buta juga. Mendengar hal itu, Duryudana sangat sakit hati. Dalam hati, ia marah besar terhadap
Dropadi.. Dropadi
Setelah pulang dari Indraprastha Indraprastha,, Duryudana termenung memikirkan bagaimana cara mendapatkan harta Yudistira Yudistira.. Melihat keponakannya murung, Sangkuni Sangkuni menawarkan menawarkan ide licik untuk mengajak Yudistira main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Niat tersebut disetujui oleh Duryudana, termasuk Dretarastra yang terkena rayuan dan hasutan Sangkuni yang berlidah tajam. Pada hari yang dijanjikan, Yudistira Yudistira bermain bermain dadu dengan Duryudana yang diwakilkan oleh Sangkuni. Di awal permainan, Sangkuni membiarkan Yudistira Yudistira menikmati kemenangan, namun pada pertengahan permainan, kemenangan terus dimenangkan oleh Sangkuni Sangkuni berkat kelicikannya. Akhirnya Yudistira menyerahkan harta, kerajaan, bahkan adik-adiknya sendiri, termasuk Dropadi,, Dropadi istrinya. Saat Dropadi disuruh untuk menanggalkan bajunya karena Yudistira sudah kalah taruhan, ia tidak mau melakukannya. Dengan kasar Dursasana menarik kain Dropadi. Namun berkat pertolongan gaib dari Kresna Kresna,, kain yang dikenakan Dropadi tidak habis meski terus-menerus ditarik dan diulur-ulur. Akhirnya Bima Bima bersumpah bersumpah bahwa ia akan memukul paha Duryudana kelak, karena Duryudana menghina Dropadi dengan menyuruh waniat tersebut berbaring di atas pahanya.
Pertempuran
di
Kurukshetra
Saat Yudistira Yudistira dan Pandawa Pandawa lainnya sudah menjalankan masa pembuangan selama 12 tahun dan masa penyamaran selama setahun, mereka kembali ke Hastinapura Hastinapura dan dan meminta kembali kerajaan mereka sesuai dengan perjanjian yang sah. Namun Duryudana bersikap sombong dan menolak permohonan Yudistira Yudistira mentah-mentah. Yudistira kemudian meminta agar mereka diberikan lima buah desa saja, karena sudah merupakan kewajiban Yudistira Pandawa untuk turut serta dalam pemerintahan sebagai pangeran Kerajaan Kuru. Kuru. Duryudana pun bersikeras bahwa ia tidak akan mau memberikan tanah kepada Pandawa Pandawa bahkan seluas ujung jarum pun. Duryudana menantang Pandawa
untuk
melakukan
peperangan.
Sebelum pertempuran dimulai, Kresna Kresna datang ke hadapan Duryudana dan sesepuh Kerajaan Kuru Kuru seperti Dretarastra,, Widura Dretarastra Widura,, Bisma Bisma,, dan Drona Drona.. Ia datang untuk menyampaikan misi perdamaian. Namun usul Kresna ditolak juga oleh Duryudana. Dalam kesempatan tersebut, ia memiliki niat jahat untuk menculik Kresna. Namun Kresna mengetahui niat jahat Duryudana tersebut dan menampakkan wujud aslinya. Dengan gagalnya usaha Kresna,
peperangan
tak
dapat
dipungkiri
lagi.
Dalam pertempuran besar di Kurukshetra Kurukshetra,, Duryudana didampingi ksatria-ksatria kuat dan dengan segenap tenaga melindunginya, seperti misalnya Bisma Bisma,, Drona Drona,, Karna Karna,, Aswatama Aswatama,, Salya Salya,, dan lain-lain. Ia menggantungkan
harapannya untuk meraih kemenangan kepada Bisma dan Karna, karena mereka adalah ksatria yang unggul dan setara, atau bahkan melebihi Arjuna Arjuna.. Karna Karna yang bersumpah setia akan selalu memihak Duryudana, berusaha memberikan yang terbaik bagi sahabatnya tersebut. Namun satu-persatu ksatria besar yang memihak Duryudana, gugur di medan laga dalam usaha membela Raja Hastinapura Hastinapura tersebut, tersebut, termasuk ksatria yang sangat diharapkan Duryudana, yaitu Bisma Bisma dan dan Karna Karna.. Begitu pula saudara-saudaranya, seperti misalnya Dursasana Dursasana,, Wikarna, Bima, Citraksa,, Citraksa
dan
lain-lain.
Akhirnya, hanya beberapa beberapa ksatria besar di pihak pihak Kurawa masih bertahan bertahan hidup, seperti misalnya misalnya Kretawarma Kretawarma,, Krepa Krepa,, Aswatama,, dan Salya Aswatama Salya.. Pada pertempuran di hari kedelapan belas, ia mengangkat Salya sebagai senapati pihak Korawa,, namun pada hari itu juga Salya gugur di tangan Yudistira Korawa Yudistira.. Menjelang akhir peperangan tersebut, Duryudana mulai merasa cemas akan kekalahannya. Anugerah Gandari
Ratu Gandari Gandari yang yang sedih dengan kematian putera-putranya, merasa cemas dengan Duryudana, putera satu-satunya yang masih bertahan hidup dalam peperangan. Agar puteranya tersebut mencapai kemenangan, ia memberikan sebuah kekuatan ajaib. Kekuatan tersebut berasal dari kedua matanya yang ia tutup. Jika kekuatan tersebut dilimpahkan kepada tubuh Duryodna, maka ia akan kebal terhadap berbagai macam serangan. Ia menyuruh Duryudana
agar
mandi
dan
memasuki
tenda
dalam
keadaan
telanjang.
Saat Duryudana ingin menghadap ibunya, ia berpapasan dengan Kresna Kresna yang baru saja datang mengunjungi ibunya. Kresna Kresna mencela dan mengejek Duryudana yang mau datang ke hadapan ibunya sendiri dalam keadaan telanjang.
Karena
malu,
Duryudana
menutupi
bagian
bawah
perutnya,
termasuk
bagian
pahanya.
Saat Duryudana memasuki tenda, Gandari Gandari sudah sudah menunggunya, kemudian wanita itu membuka penutup matanya. Saat matanya terbuka, kekuatan ajaib dilimpahkan ke tubuh Duryudana. Namun ketika Gandari Gandari melihat bahwa Duryudana menutupi bagian bawah perutnya, ia berkata bahwa bagian tersebut tidak akan kebal dari serangan musuhnya karena bagian tersebut ditutupi saat Gandari melimpahkan kekuatan ajaibnya.
Pertempuran
terakhir
dan
kematian
Saat Duryudana bertarung sendirian dengan Pandawa Pandawa,, Yudistira Yudistira mengajukan tawaran, bahwa ia harus bertarung dengan salah satu Pandawa, dan jika Pandawa itu dikalahkan, maka Yudistira Yudistira akan akan menyerahkan kerajaan kepada Duryudana. Duryudana memilih bertarung dengan senjata gada melawan Bima Bima.. Kedua-duanya memiliki kemampuan yang setara dalam memainkan senjata gada karena mereka berdua menuntut ilmu kepada guru yang sama, yaitu Baladewa.. Pertarungan terjadi dengan sengit, keduanya sama-sama kuat dan sama-sama ahli bergulat dan Baladewa bertarung dengan senjata gada. Setelah beberapa lama, Duryudana mulai berusaha untuk membunuh Bima. Pada waktu itu, Kresna Kresna mengingatkan mengingatkan Bima Bima akan akan sumpahnya bahwa ia akan mematahkan paha Duryudana karena
perbuatannya yang melecehkan Dropadi Dropadi.. Atas petunjuk Kresna Kresna tersebut, tersebut, Bima mengingat sumpahnya kembali dan langsung mengarahkan gadanya ke paha Duryudana. Setelah pahanya dipukul dengan keras, Duryudana tersungkur dan roboh. Ia mulai mengerang kesakitan, sebab bagian tubuhnya yang tidak kebal telah dipukul oleh Bima. Saat
Bima ingin mengakhiri riwayat Duryudana, Baladewa Baladewa datang datang untuk mencegahnya dan mengancam bahwa ia akan membunuh Bima. Baladewa juga memarahi Bima yang telah memukul paha Duryudana, karena sangat dilarang untuk
memukul
bagian
itu
dalam
pertempuran
dengan
senjata
gada.
Kresna kemudian menyadarkan Baladewa Kresna Baladewa,, bahwa sudah menjadi kewajiban bagi Bima Bima untuk menunaikan sumpahnya. Kresna juga membeberkan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh Duryudana. Duryudana lebih banyak melanggar aturan-aturan perang daripada Bima. Ia melakukan penyerangan secara curang untuk u ntuk membunuh Abimanyu.. Ia juga telah melakukan berbagai perbuatan curang agar Indraprastha jatuh ke tangannya. Abimanyu Duryudana gugur dengan perlahan-lahan pada pertempuran di hari kedelapan belas. Hanya tiga ksatria yang bertahan hidup dan masih berada di pihaknya, yaitu Aswatama yaitu Aswatama,, Krepa Krepa,, dan Kretawarma Kretawarma.. Setelah Duryudana gugur, ia masuk neraka, namun kemudian menikmati kesenangan di surga karena ia gugur di Kurukshetra Kurukshetra,, tanah suci yang diberkati.
Pandangan
lain
Dalam pandangan para sarjana Hindu Hindu masa masa kini, Duryudana merupakan raja yang kuat dan cakap, serta memerintah dengan adil, namun bersikap licik dan jahat saat berusaha melawan saudaranya ( Pandawa Pandawa). ). Seperti Rawana Rawana,, Duryudana sangat kuat dan berjaya, dan ahli dalam ilmu agama, namun gagal untuk mempraktekkannya dalam kehidupan. Namun kebanyakan umat Hindu Hindu memandangnya sebagai orang jahat yang suka mencari masalah. Duryudana juga merupakan salah satu tokoh yang sangat menghormati orangtuanya. Meskipun dianggap bersikap jahat, ia tetap menyayangi ibunya, yaitu Gandari Gandari.. Setiap pagi sebelum berperang ia selalu mohon do’a restu, dan setiap kali ia berbuat demikian, ibunya selalu berkata bahwa kemenangan hanya berada di pihak yang benar. Meskipun jawaban tersebut mengecilkan hati Duryudana, ia tetap setia mengunjungi ibunya setiap pagi. Di wilayah Kumaon Kumaon di di Uttranchal Uttranchal,, beberapa kuil yang indah ditujukan untuk Duryudana dan ia dipuja sebagai dewa kecil. Suku Kumaon di pegunungan memihak Duryudana dalam Bharatayuddha Bharatayuddha.. Ia dipuja sebagai pemimpin yang cakap dan dermawan.
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Dursilawati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Dursasana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Dursasana atau Duhsasana Dursasana Duhsasana (ejaan Sansekerta Sansekerta:: Duśśāsana sana)) merupakan adik dari Duryodana Duryodana,, salah seorang Korawa yang Korawa yang cukup terkenal. Ia putra Prabu Dretarasta Dretarasta dengan dengan Dewi Gandari Gandari.. Badannya gagah, mulutnya lebar dan mempunyai sifat sombong, suka bertindak sewenang-wenang, menggoda wanita dan senang menghina orang lain. Ia mempunyai seorang istri bernama Dewi Saltani, dan berputra satu orang yakni Dursala Dursala..
Arti Nama Dursasana terdiri dari dua kata Sansekerta Sansekerta,, yaitu dur atau atau duh duh,, dan
nama śāsana sana..
Secara harfiah harfiah,, kata Dusśāsana sana
memiliki arti “sulit untuk dikuasai” atau “sulit untuk diatasi”.
Kelahiran Saat Gandari Gandari hamil dalam jangka panjang yang tidak wajar, ia memukul-mukul kandungannya dalam keadaan
frustasi dan cemburu terhadap Kunti Kunti,, yang telah memberikan Pandu tiga orang putera. Atas tindakannya, Gandari melahirkan gumpalan daging berwarna keabu-abuan. Kemudian Gandari memuja Byasa Byasa,, seorang pertapa sakti, yang kemudian memberi berkah seratus orang anak kepada Gandari. Kemudian Byasa Byasa memotong memotong gumpalan daging
tersebut menjadi seratus bagian, dan memasukkannya ke dalam pot. Kemudian pot-pot tersebut ditanam di dalam tanah selama satu tahun. Setelah satu tahun, pot tersebut digali kembali. Yang pertama kali dikeluarkan dari pot tersebut adalah Duryodana Duryodana,, diiringi oleh Dursasana, dan adik-adiknya yang lain.
Pelecehan
Dropadi
Saat Yudistira Yudistira kalah kalah main dadu dengan Duryodana Duryodana,, Dropadi Dropadi yang yang menjadi taruhannya jatuh ke tangan Duryodana. Duryodana mengutus pengawalnya untuk menjemput Dropadi, namun Dropadi menolak. Kemudian Duryodana mengutus adiknya sendiri, yaitu Dursasana. Dengan kasar ia datang ke kediaman Dropadi kemudian menjambak rambut Dropadi serta menyeretnya sampai di arena dadu, dimana suami beserta ipar-iparnya berkumpul. Kemudian Duryodana menyuruh Pandawa Pandawa dan Dropadi untuk menanggalkan pakaian mereka sebab harta mereka sudah menjadi
milik
Duryodana.. Duryodana
Dropadi yang Dropadi yang menolak untuk melepaskan pakaiannya, dipaksa oleh Dursasana. Dropadi memuja-muja Tuhan agar mendapatkan pertolongan. Kemudian Kresna Kresna muncul secara gaib (kasat mata) dan memberi keajaiban kepada pakaian Dropadi agar kain yang dikenakannya tidak habis-habis meski ditarik terus-menerus. Saat Dursasana menarik pakaian Dropadi dengan paksa, kain sari yang yang melilit di tubuhnya tidak habis-habis meski terus diulur-ulur. Akhirnya
Dursasana
merasa
lelah
dan
pakaian
Dropadi
tidak
berhasil
dilepas.
Atas tindakan tersebut, Bima Bima bersumpah bahwa kelak ia akan membunuh Dursasana, merobek dadanya, dan meminum darahnya.
Kematian Dalam pertempuran besar di di Kurukshetra Kurukshetra,, Bima Bima membunuh membunuh Dursasana, merobek dadanya, dan meminum darahnya. Kemudian Bima membawa darah Dursasana kepada Dropadi Dropadi.. Dropadi mengoleskan darah tersebut pada rambutnya, sebagai tanda bahwa dendamnya terbalas. Kemattian Dursasana mengguncang perasaan Duryodana Duryodana.. Ia sangat sedih telah kehilangan saudaranya yang tercinta tersebut. Semenjak itu ia bersumpah akan membunuh Bima.
Dursasana
dalam
pewayangan
Jawa
Dursasana dikenal pula dalam khazanah pewayangan pewayangan Jawa Jawa.. Misalkan menurut cerita pedalangan Yogyakarta Yogyakarta ia tewas dalam kisah Bratayuda Bratayuda babak babak 5 lakon Timpalan / Burisrawa Gugur atau lakon Jambakan / Dursasana Gugur. Menurut
tradisi
Jawa
ia
berkediaman
di
wilayah
Banjarjungut,
peninggalan
mertuanya.
Dalam kisah “Pandawa Dadu” (Sabhaparwa ( Sabhaparwa), ), Yudistira Yudistira kalah kalah bermain dadu sehingga kekayaan, keraton, saudarasaudara, dan istrinya telah berada dalam kekuasaan Korawa Korawa sebagai pembayaran taruhan. Dursasanalah yang paling bernafsu untuk menelanjangi Dropadi Dropadi (istri Yudistira Yudistira), ), sehingga Drupadi bersumpah akan menggulung rambutnya yang panjang jika telah keramas dengan darah dari Dursasana, begitu pula Bima Bima bersumpah akan
meminum
darah
Dursasana
Dursasana tewas di tangan Bima dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha..
December 23, 2007
Dursala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Durna - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
sebelum
mati.
Dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, Durna, Drona ( Drona (Sansekerta Sansekerta : : Droṇ a) atau Dronacharya Dronacharya ( (Sansekerta Sansekerta:: Droṇ āchārya rya)) adalah guru para Korawa Korawa dan dan Pandawa Pandawa.. Ia merupakan ahli mengembangkan seni pertempuran, termasuk devastras devastras.. Arjuna adalah murid yang disukainya. Kasih sayang Drona terhadap Arjuna adalah yang kedua jika dibandingkan Arjuna dengan rasa kasih sayang terhadap puteranya, Aswatama puteranya, Aswatama..
Kelahiran
dan
kehidupan
awal
Drona dilahirkan oleh seorang brahmin brahmin (kaum (kaum pendeta Hindu Hindu), ), putera dari pendeta Bharadwaja Bharadwaja,, di masa sekarang
disebut Dehradoon Dehradoon (modifikasi dari kata dehra-dron dehra-dron,, guci tanah liat), yang berarti bahwa ia (Drona) berkembang bukan
di
dalam
rahim,
namun
di
luar
tubuh
manusia,
yakni
dalam
Droon (tong Droon
atau
guci).
[1]
Kisah kelahiran Drona diceritakan secara dramatis dalam Mahabharata Mahabharata.. Bharadwaja Bharadwaja pergi pergi bersama rombongannya
menuju Gangga Gangga untuk untuk melakukan penyucian diri. Di sana ia melihat bidadari bidadari yang yang sangat cantik datang untuk mandi. Sang pendeta dikuasai nafsu, menyebabkannya mengeluarkan air mani yang mani yang sangat banyak. Ia mengatur supaya air mani tersebut ditampung dalam sebuah pot yang disebut “drona”, dan dari cairan tersebut Drona lahir kemudian dirawat. Drona kemudian bangga bahwa ia lahir dari Bharadwaja tanpa pernah berada di dalam rahim. Drona menghabiskan masa mudanya dalam kemiskinan, namun belajar agama dan militer bersama-sama dengan pangeran dari Panchala Panchala bernama bernama Drupada Drupada.. Drupada dan Drona kemudian menjadi teman dekat dan Drupada, dalam masa kecilnya yang bahagia, berjanji untuk memberikan setengah kerajaannya kepada Drona pada saat menjadi Raja
Panchala.
Drona menikahi Kripi, adik Kripa Kripa,, guru di keraton para pangeran Hastinapura Hastinapura.. Kripi dan Drona memiliki Aswatama Aswatama sebagai putera.
Belajar
kepada
Parasurama
Mengetahui bahwa Parasurama Parasurama mau memberi pengetahuan yang dimilikinya kepada para brahmana brahmana,, Drona mendatanginya. Sayangnya pada saat Drona datang, Parasurama telah memberikan segala miliknya kepada brahmana yang lain. Karena tersentuh oleh kesanggupan hati Drona, Parasurama memutuskan untuk memberikan [1]
pengetahuannya tentang ilmu peperangan kepada Drona.
Drona
dan
Drupada
Demi keperluan istri dan puteranya, Drona ingin bebas dari kemiskinan. Teringat kepada janji yang diberikan oleh Drupada,, Drona ingin menemuinya untuk meminta bantuan. Tetapi, karena mabuk oleh kekuasaan, Raja Drupada Drupada menolak untuk mengakui Drona (sebagai temannya) dan menghinanya dengan mengatakan bahwa ia manusia rendah. Dalam Mahabarata Mahabarata,, Drupada Drupada memberi penjelasan yang panjang dan sombong kepada Drona tentang masalah kenapa ia tidak mau mengakui Drona. Drupada berkata, “Persahabatan, “ Persahabatan, adalah mungkin jika hanya terjadi antara dua orang dengan taraf hidup yang sama“. sama“. Dia berkata bahwa sebagai anak-anak, adalah hal yang mungkin bagi dirinya untuk berteman dengan Drona, karena pada masa itu mereka sama. Tetapi sekarang Drupada menjadi raja, sementara Drona berada dalam kemiskinan. Dalam keadaan seperti ini, persahabatan adalah hal yang mustahil. Tetapi ia berkata bahwa ia akan memuaskan hati Drona apabila Drona mau meminta sedekah selayaknya para Brahmin daripada Brahmin daripada mengaku sebagai seorang teman. Drupada menasihati Drona supaya tidak memikirkan masalah itu lagi dan ingin ia hidup menurut jalannya sendiri. Drona pergi membisu, namun di dalam hatinya ia bersumpah [2]
akan membalas dendam.
Legenda
Dronacharya
Legenda tentang Drona sebagai guru besar dan ksatria tak terbatas pada Mitologi Hindu saja, namun dengan kuatnya mempengaruhi tradisi sosial India India.. Drona memberi inspirasi perdebatan tentang moral dan dharma dharma dalam Wiracarita Mahabharata Wiracarita Mahabharata..
Bola
cincin
dan
Drona pergi ke Hastinapura Hastinapura dengan dengan harapan dapat membuka sekolah seni militer bagi para pangeran muda dengan memohon bantuan Raja Dretarastra Dretarastra.. Pada suatu hari, ia melihat banyak anak muda, yaitu para Korawa Korawa dan Pandawa yang sedang mengelilingi sumur. Ia bertanya kepada mereka tentang masalah apa yang terjadi, dan Pandawa Yudistira,, si sulung, menjawab bahwa bola mereka jatuh ke dalam sumur dan mereka tidak tahu bagaimana cara Yudistira mengambilnya
kembali.
Drona tertawa, dan menasihati mereka karena tidak berdaya menghadapi masalah yang sepele. Yudistira menjawab bahwa jika Sang Brahmin (Drona) mampu mengambil bola tersebut maka Raja Hastinapura pasti akan memenuhi segala keperluan hidupnya. Pertama Drona melempar cincin kepunyaannya, mengumpulkan beberapa mata pisau, dan merapalkan mantra Weda Weda.. Kemudian ia melempar mata pisau ke dalam sumur seperti tombak. Mata pisau pertama menancap pada bola, dan mata pisau kedua menancap pada mata pisau pertama, dan begitu seterusnya, sehingga
membentuk
sebuah
rantai.
Perlahan-lahan
Drona
menarik
bola
tersebut
dengan
tali.
Dengan keahliannya yang membuat anak-anak sangat terkesima, Drona merapalkan mantra Weda sekali lagi dan menembakkan mata pisau itu ke dalam sumur. Pisau itu menancap pada bagian tengah cincin yang terapung kemudian ia menariknya ke atas sehingga cincin itu kembali lagi. Karena terpesona, para bocah membawa Drona ke kota
dan
melaporkan
kejadian
tersebut
kepada
Bisma,, Bisma
kakek
mereka.
Bisma segera sadar bahwa dia adalah Drona, dan keberaniannya yang memberi contoh, ia kemudian menawarkan agar Drona mau menjadi guru bagi para pangeran Kuru Kuru dan dan mengajari mereka seni peperangan. Kemudian Drona mendirikan sekolah di dekat kota, dimana para pangeran dari berbagai kerajaan di sekitar negeri datang untuk [3]
belajar di bawah bimbingannya.
Diskriminasi
kasta
Ekalawya adalah seorang pangeran muda dari suku Nishadha Ekalawya Nishadha,, yang datang mencari Drona karena minta diajari. Drona tidak mau menerimanya karena ia tidak berasal dari golongan Warna Warna Kshatriya Kshatriya (kasta kasta). ). Ekalawya tidak terkejut, kemudian memasuki hutan, dan ia mulai belajar dan berlatih sendirian, dengan sebuah patung tanah liat menyerupai Drona dan ia sembah. Dengan menyendiri, Ekalawya menjadi ksatria dengan kehebatan yang luar biasa, setara dengan Arjuna Arjuna.. Pada suatu hari, seekor anjing menggonggong saat ia serius melakukan latihan, dan tanpa melihat, sang ksatria menembakkan panah lalu menancap di mulut anjing tersebut. Para Pandawa Pandawa melihat anjing itu lari, dan heran karena ada yang mampu melakukan perbuatan tersebut. Mereka melihat Ekalawya Ekalawya,, yang mengaku bahwa ia adalah murid Drona. Drona kaget karena merasa tidak memiliki murid seperti Ekalawya. Kemudian Ekalawya menjelaskan bahwa setiap hari ia belajar dengan patung yang menyerupai Drona yang ia anggap sebagai guru. Karena merasa prestasi Arjuna Arjuna akan tersaingi, Drona meminta agar Ekalawya mempersembahkan dakshina dakshina kepada kepada sang guru sebagai tanda bahwa pelajarannya telah sempurna. Dakshina Dakshina yang yang
diminta Drona adalah ibu jari Ekalawya. Ekalawya Ekalawya pun memotong jarinya sendiri sehingga ia tidak bisa lagi menggunakan
senjata
panah.. panah
Karna Karna yang yang ingin belajar di bawah bimbingan Drona juga ditolak dengan alasan bahwa Karna tidak berasal dari kasta ksatria. Karena merasa terhina, Karna belajar kepada Parasurama Parasurama dengan dengan menyamar sebagai brahmana brahmana..
Pembalasan
terhadap
Drupada
Saat para Korawa Korawa dan Pandawa Pandawa menyelesaikan pendidikannya, Drona menyuruh agar mereka menangkap Raja Drupada yang memerintah Kerajaan Panchala Drupada Panchala dalam keadaan hidup-hidup. Duryodana Duryodana,, Dursasana Dursasana,, Wikarna Wikarna,, dan Yuyutsu mengerahkan tentara Hastinapura Yuyutsu Hastinapura untuk menggempur Kerajaan Panchala, sementara Pandawa Pandawa pergi ke Kerajaan Panchala tanpa angkatan perang. Arjuna Arjuna menangkap Drupada dan membawanya ke hadapan Drona. Drona mengambil separuh dari wilayah kekuasaan Drupada, dan separuhnya lagi dikembalikan kepada Drupada. Dengan dendam membara, Drupada melaksanakan yajña yajña untuk memohon anugerah seorang putera yang akan membunuh Drona dan seorang puteri yang akan menikahi Arjuna. Maka, lahirlah Drestadyumna Drestadyumna,, pembunuh Drona dalam Bharatayuddha Bharatayuddha,, dan Dropadi Dropadi,, yang menikahi Arjuna menikahi Arjuna dan dan para Pandawa Pandawa..
Pertempuran
di
Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra berkecamuk, Drona menjadi komandan pasukan Korawa. Ia merencanakan cara yang curang untuk membunuh Abimanyu pada pertempuran di hari ketiga belas. Drona
Kematian
Sebelum perang, Bagawan Drona pernah berkata, “Hal yang membuatku lemas dan tidak mau mengangkat senjata adalah apabila mendengar suatu kabar bencana dari mulut seseorang yang kuakui kejujurannya”. Berpedoman kepada petunjuk tersebut, Sri Kresna memerintahkan Bhima untuk membunuh seekor gajah bernama Aswatama Aswatama,, nama yang sama dengan putera Bagawan Drona. Bhima Bhima berhasil berhasil membunuh gajah tersebut lalau berteriak sekeraskerasnya bahwa Aswatama mati. Drona terkejut dan meminta kepastian Yudistira Yudistira yang yang terkenal akan kejujurannya. Yudistira hanya berkata, “Aswatama mati”. Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkata kepada Drona bahwa Aswatama mati, entah itu gajah ataukah manusia (dalam keterangannya ia berkata: “naro va, kunjaro va” — — “entah gajah atau manusia”). Gajah bernama Aswatama itu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada Drona sehingga Drona kehilangan semangat hidup dan Korawa bisa dikalahkan dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha..
Drona
dalam
pewayangan
Jawa
Riwayat hidup Drona dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata yang Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, Hindu, yaitu India India,, dan berbahasa Sansekerta Sansekerta.. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama. Perlu digarisbawahi juga, bahwa kepribadian Drona dalam Mahabharata Mahabharata berbeda berbeda dengan versi pewayangan.
Kepribadian Kepribadian Resi Drona berwatak tinggi hati, sombong, congkak, bengis, banyak bicaranya, tetapi kecakapan, kecerdikan,
kepandaian dan kesaktiannnya luar baisa serta sangat mahir dalam siasat perang. Karena kesaktian dan kemahirannya dalam olah keprajuritan, Drona dipercaya menjadi guru anak-anak Pandawa dan Kurawa. Ia mempunyai pusaka sakti berwujud keris bernama Keris Cundamanik dan panah Sangkali (diberikan kepada Arjuna kepada Arjuna). ). Riwayat Bhagawan Drona atau Dorna (dibaca Durna) waktu mudanya bernama Bambang Kumbayana, Kumbayana, putra Resi Baratmadya dari Hargajembangan dengan Dewi Kumbini. Ia mempunyai saudara seayah seibu bernama Arya Baratmadya Kumbayaka dan Dewi Kumbayani. Beliau adalah guru dari para Korawa Korawa dan dan Pandawa Pandawa.. Murid kesayangannya adalah Arjuna.. Resi Drona menikah dengan Dewi Krepi, putri Prabu Purungaji, raja negara Tempuru, dan memperoleh Arjuna seorang putra bernama Bambang Aswatama Bambang Aswatama.. Ia berhasil mendirikan padepokan Sokalima setelah berhasil merebut hampir
setengah
wilayah
negara
Pancala
dari
kekuasaan
Prabu
Drupada.
Dalam peran Bharatayuda Resi Drona diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa, setelah gugurnya Bisma Bisma.. Ia sangat mahir dalam siasat perang dan selalu tepat menentukan gelar perang. Resi Drona gugur di medan pertempuran oleh tebasan pedang Drestadyumena Drestadyumena,, putra Prabu Drupada, yang memenggal putus kepalanya. Konon kematian Resi Drona akibat dendam Prabu Ekalaya raja negara Parangggelung yang arwahnya menyatu dalam tubuh Drestadyumena. Akan tetapi sebenarnya adalah dikarenakan taktik perang yang dilancarkan oleh pihak Pandawa Pandawa yang melancarkan tipu muslihat karena kerepotan menghadapi kesaktian dan kedigjayaan sang Resi. Pelajaran yang dapat diambil dari sini adalah bagaimanapun saktinya sang resi, beliau sangat sayang terhadap keluarganya
sehingga
termakan
siasat
tipu
dalam
peperangan
yang
mengakibatkan
kematiannya.
Dalam perjalanannya mencari Sucitra, ia tidak dapat menyeberang sungai dan ditolong oleh seekor kuda terbang jelmaan Dewi Wilutama, yang dikutuk oleh dewa. Kutukan itu akan berakhir bila ada seorang satria mencintainya dengan tulus. Karena pertolongannya, maka sang Kumbayana menepati janjinya untuk mencintai kuda betina itu. Namun karena terbawa nafsu, Kumbayana bersetubuh dengan kuda Wilutama hingga mengandung, dan kelak melahirkan seorang putra berwajah tampan tetapi mempunyai kaki seperti kuda (bersepatu kuda), yang kemudian diberi nama Bambang Aswatama. Aswatama. Setelah bertemu Sucitra yang telah menjadi Raja bergelar Prabu Drupada Drupada,, ia tidak diakui sebagai saudara seperguruannya. Kumbayana marah merasa dihina, kemudian balik menghina Raja Drupada. Namun sang Mahapatih Gandamana] (dulu adalah Patih Hastinapura di bawah pemerintahan Pandu) menjadi murka sehingga terjadi peperangan yang tidak seimbang. Meskipun Kumbayana sangat sakti ternyata kesaktiannya masih jauh di bawah Gandamana yang memiliki Aji Bandung Bondowoso (ajian ini diturunkan pada murid tercintanya, Raden Bratasena)
yang
memiliki
kekuatan
setara
dengan
1000
gajah.
Kumbayana menjadi bulan-bulanan sehingga wajahnya rusak seperti yang ada sekarang ini. Namun dia tidak mati dan ditolong oleh Sakuni yang bernasib sama (Baca sempalan Mahabharata yang berjudul Gandamana Luweng).
Hingga akhirnya ia diterima di Hastinapura dan dipercaya mendidik anak-anak Hastina (Pandawa dan Korawa).
December 23, 2007
Durmagati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Durgandana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Durga - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Druwasa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Drupadi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
Dropadi atau Draupadi Dropadi Draupadi (Sansekerta Sansekerta:: Draupad ī ī ) adalah salah satu tokoh dari Wiracarita Wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah putri Prabu Drupada Drupada,, Raja Kerajaan Panchala. Panchala. Pada kitab Mahabharata versi aslinya, Dropadi adalah istri daripada para Pandawa Pandawa lima semuanya. Tetapi dalam tradisi pewayangan pewayangan Jawa Jawa di kemudian hari, ia hanyalah permaisuri permaisuri prabu Yudistira Yudistira saja. saja.
Arti
nama
Pada mulanya, Dropadi diberi nama “Kresna”, merujuk kepada warna kulitnya yang kehitam-hitaman. Dalam bahasa
Sanskerta,, kata Krishna Sanskerta harfiah berarti gelap atau hitam. Lambat laun ia lebih dikenal sebagai “Dropadi” Krishna secara harfiah (ejaan Sanskerta: Draupad ī ), ), yang secara harfiah berarti “puteri Drupada Drupada“. “. Nama “Pañcali” juga diberikan kepadanya, yang secara harfiah berarti “puteri Kerajaan Panchala“. Panchala“. Karena ia merupakan saudari dari Drestadyumna Drestadyumna,, maka ia juga disebut Yajñasenī .
Kelahiran Dropadi merupakan anak yang lahir dari hasil Putrakama Yadnya, Yadnya, yaitu ritual untuk memperoleh keturunan. Dalam kitab Mahabharata Mahabharata diceritakan bahwa setelah Drupada Drupada dipermalukan oleh Drona Drona,, ia pergi ke dalam hutan untuk merencanakan pembalasan dendam. Kemudian ia memutuskan untuk memperoleh seorang putera yang akan membunuh Drona, serta seorang puteri yang akan menikah dengan Arjuna Arjuna.. Atas bantuan dari Resi Jaya dan Upajaya, Drupada melangsungkan Putrakama Yadnya dengan Yadnya dengan sarana api suci. Dropadi lahir dari api suci tersebut.
Perkawinan
dengan
para
Pandawa
Dalam kitab Mahabharata Mahabharata versi versi India dan dalam tradisi pewayangan di Bali Bali,, Dewi Dropadi bersuamikan lima orang, yaitu Panca Pandawa. Pandawa. Pernikahan tersebut terjadi setelah para Pandawa mengunjungi Kerajaan Panchala Panchala dan mengikuti sayembara di sana. Sayembara tersebut diikuti oleh para kesatria terkemuka di seluruh penjuru daratan Bharatawarsha (India Kuno), seperti misalnya Karna Bharatawarsha Karna dan Salya Salya.. Para Pandawa berkumpul bersama para kesatria lain di arena, namun mereka tidak berpakaian selayaknya seorang kesatria kesatria,, melainkan menyamar sebagai brahmana.. Di tengah-tengah arena ditempatkan sebuah sasaran yang harus dipanah dengan tepat oleh para peserta brahmana dan
yang
berhasil
melakukannya
akan
menjadi
istri
Dewi
Dropadi.
Para peserta pun mencoba untuk memanah sasaran di arena, namun satu per satu gagal. Karna Karna berhasil melakukannya, namun Dropadi menolaknya dengan alasan bahwa ia tidak mau menikah dengan putera seorang kusir. Karna pun kecewa dan perasaannya sangat kesal. Setelah Karna ditolak, Arjuna ditolak, Arjuna tampil tampil ke muka dan mencoba memanah sasaran dengan tepat. Panah yang dilepaskannya mampu mengenai sasaran dengan tepat, dan sesuai dengan persyaratan, maka Dewi Dropadi berhak menjadi miliknya. Namun para peserta lainnya menggerutu karena seorang brahmana brahmana mengikuti mengikuti sayembara sedangkan para peserta ingin agar sayembara tersebut hanya diikuti oleh golongan kesatria kesatria.. Karena adanya keluhan tersebut maka keributan tak dapat dihindari lagi. Arjuna Arjuna dan Bima Bima bertarung dengan kesatria yang melawannya sedangkan Yudistira Yudistira,, Nakula Nakula,, dan Sahadewa Sahadewa pulang menjaga Dewi Kunti, ibu mereka. Kresna Kunti, Kresna yang yang turut hadir dalam sayembara tersebut tahu siapa sebenarnya para brahmana yang telah mendapatkan Dropadi dan ia berkata kepada para peserta bahwa sudah selayaknya para brahmana tersebut mendapatkan
Dropadi
sebab
mereka
telah
berhasil
memenangkan
sayembara
dengan
baik.
Setelah keributan usai, Arjuna usai, Arjuna dan dan Bima Bima pulang pulang ke rumahnya dengan membawa serta Dewi Dropadi. Sesampainya di rumah didapatinya ibu mereka sedang tidur berselimut sambil memikirkan keadaan kedua anaknya yang sedang bertarung di arena sayembara. Arjuna sayembara. Arjuna dan dan Bima Bima datang datang menghadap dan mengatakan bahwa mereka sudah pulang serta membawa hasil meminta-minta. Dewi Kunti Kunti menyuruh menyuruh agar mereka membagi rata apa yang mereka peroleh. Namun Dewi Kunti terkejut ketika tahu bahwa putera-puteranya tidak hanya membawa hasil meminta-minta saja, namun juga seorang wanita. Dewi Kunti tidak mau berdusta maka Dropadi pun menjadi istri Panca Pandawa. Pandawa.
Upacara Rajasuya Pada saat Yudistira Yudistira menyelenggarakan menyelenggarakan upacara Rajasuya Rajasuya di di Indraprastha Indraprastha,, seluruh ksatria ksatria di di penjuru Bharatawarsha Bharatawarsha diundang, termasuk sepupunya yang licik dan selalu iri, yaitu Duryodana Duryodana.. Duryodana Duryodana dan Dursasana Dursasana terkagum-
kagum dengan suasana balairung Istana Indraprastha Indraprastha.. Mereka tidak tahu bahwa di tengah-tengah istana ada kolam. Air kolam begitu jernih jernih sehingga dasarnya kelihatan kelihatan sehingga tidak tampak seperti kolam. kolam. Duryodana dan Dursasana Dursasana tidak mengetahuinya lalu mereka tercebur. Melihat hal itu, Dropadi tertawa terbahak-bahak. Duryodana dan Dursasana sangat malu. Mereka tidak dapat melupakan penghinaan tersebut, apalagi yang menertawai mereka adalah
Dropadi
yang
sangat
mereka
kagumi
kecantikannya.
Ketika tiba waktunya untuk memberikan jamuan kepada para undangan, sudah menjadi tradisi bahwa tamu yang paling dihormati yang pertama kali mendapat jamuan. Atas usul Bisma Bisma,, Yudistira Yudistira memberikan jamuan pertama kepada Sri Kresna Kresna.. Melihat hal itu, Sisupala Sisupala,, saudara sepupu Sri Kresna, menjadi keberatan dan menghina Sri Kresna. Penghinaan itu diterima Sri Kresna bertubi-tubi sampai kemarahannya memuncak. Sisupala dibunuh dengan Cakra Sudarsana. Sudarsana. Pada waktu menarik Cakra Cakra,, tangan Sri Kresna mengeluarkan darah. Melihat hal tersebut, Dewi Dropadi segera menyobek kain sari nya nya untuk membalut luka Sri Kresna. Pertolongan itu tidak dapat dilupakan Sri Kresna.
Dropadi
dipermalukan
di
muka
umum
Setelah menghadiri upacara Rajasuya Rajasuya,, Duryodana Duryodana merasa iri kepada Yudistira Yudistira yang memiliki harta berlimpah dan istana yang megah. Melihat keponakannya termenung, muncul gagasan jahat dari Sangkuni Sangkuni.. Ia menyuruh keponakannya, Duryodana, agar mengundang Yudistira main dadu dengan taruhan harta, istana, dan kerajaan di Indraprastha.. Duryodana menerima usul tersebut karena yakin pamannya, Sangkuni, merupakan ahlinya permainan Indraprastha dadu dan harapan untuk merebut kekayaan Yudistira ada di tangan pamannya. Duryodana menghasut ayahnya, Dretarastra,, agar mengizinkannya bermain dadu. Yudistira yang juga suka main dadu, tidak menolak untuk diundang. Dretarastra Yudistira mempertaruhkan harta, istana, dan kerajaannya setelah dihasut oleh Duryodana Yudistira Duryodana dan Sangkuni Sangkuni.. Karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk dipertaruhkan, maka ia mempertaruhkan saudara-saudaranya, termasuk istrinya, Dropadi. Akhirnya Yudistira kalah dan Dropadi diminta untuk hadir di arena judi karena sudah menjadi milik Duryodana. Duryodana mengutus para pengawalnya untuk menjemput Dropadi, namun Dropadi menolak. Setelah gagal, Duryodana Duryodana menyuruh menyuruh Dursasana Dursasana,, adiknya, untuk menjemput Dropadi. Dropadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul. Karena sudah kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta untuk menanggalkan bajunya, namun Dropadi menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna Kresna yang yang melihat Dropadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara Rajasuya Rajasuya di di Indraprastha Indraprastha..
Kematian
Dalam kitab Mahaprasthanikaparwa Mahaprasthanikaparwa diceritakan, setelah Dinasti Yadu Yadu musnah, para Pandawa Pandawa beserta Dropadi memutuskan untuk melakukan perjalanan suci mengelilingi Bharatawarsha Bharatawarsha.. Sebagai tujuan akhir perjalanan, mereka
menuju pegunungan Himalaya Himalaya setelah setelah melewati gurun gurun yang yang terbentang di utara Bharatawarsha. Dalam perjalanan menuju ke sana, Dropadi meninggal dunia.
Suami
dan
keturunan
Dalam kitab Mahabharata Mahabharata versi versi aslinya, dan dalam tradisi pewayangan di Bali Bali,, suami Dropadi berjumlah lima orang yang disebut Pandawa Pandawa.. Dari hasil hubungannya dengan kelima Pandawa ia memiliki lima putera, yakni:
Pratiwinda Sutasoma
(dari
hubungannya
(dari
dengan
hubungannya
dengan
Yudistira)) Yudistira Bima)) Bima
Srutakirti
(dari
hubungannya
dengan
Arjuna)) Arjuna
Satanika
(dari
hubungannya
dengan
Nakula)) Nakula
Srutakama (dari hubungannya dengan Sadewa Sadewa)) Kelima putera Pandawa tersebut disebut Pancawala Pancawala atau atau Pancakumara Pancakumara..
Dropadi
dalam
pewayangan
Jawa
Dalam budaya pewayangan Jawa, khususnya setelah mendapat pengaruh Islam Islam,, Dewi Dropadi diceritakan agak berbeda dengan kisah dalam kitab Mahabharata Mahabharata versi versi aslinya. Dalam cerita pewayangan, Dewi Dropadi dinikahi oleh Yudistira saja dan bukan milik kelima Pandawa Yudistira Pandawa.. Cerita tersebut dapat disimak dalam lakon “Sayembara Gandamana”. Dalam lakon tersebut dikisahkan, Yudistira Yudistira mengikuti sayembara mengalahkan Gandamana yang diselenggarakan Raja Dropada Dropada.. Siapa yang berhasil memenangkan sayembara, berhak memiliki Dropadi. Yudistira ikut serta namun ia tidak terjun ke arena sendirian melainkan diwakili oleh Bima Bima.. Bima berhasil mengalahkan Gandamana dan akhirnya Dropadi berhasil didapatkan. Karena Bima mewakili Yudistira, maka Yudistiralah yang menjadi istri Dropadi. Dalam tradisi pewayangan Jawa, putera Dropadi dengan Yudistira bernama Raden Pancawala. Pancawala sendiri merupakan sebutan untuk lima putera Pandawa. Akulturasi
budaya
Terjadinya perbedaan cerita antara kitab Mahabharata Mahabharata dengan cerita dalam pewayangan Jawa karena pengaruh perkembangan agama Islam Islam di tanah Jawa Jawa.. Setelah Kerajaan Majapahit Majapahit yang bercorak Hindu Hindu runtuh, munculah Kerajaan Demak Demak yang bercorak Islam Islam.. Pada masa itu, segala sesuatu harus disesuaikan dengan hukum agama Islam. Pertunjukan wayang wayang yang yang pada saat itu sangat digemari oleh masyarakat, tidak diberantas ataupun dilarang melainkan disesuaikan dengan ajaran Islam. Menurut hukum Islam, seorang wanita wanita tidak tidak boleh memiliki suami lebih dari satu. Maka dari itu, cerita Dewi Dropadi dalam kitab Mahabharata Mahabharata versi asli yang bercorak Hindu Hindu menyalahi hukum Islam Islam.. Untuk mengantisipasinya, para pujangga ataupun seniman Islam mengubah cerita tersebut agar
sesuai dengan ajaran Islam Islam..
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Drupada - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Drestajumena - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Drestajumena - Drestadyumna Drestadyumna (Sansekerta Sansekerta:: dhrishtadyumna dhrishtadyumna)) adalah seorang tokoh dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Dia merupakan kakak bagi Dropadi Dropadi dan dan Srikandi Srikandi,, keturunan Raja Drupada Drupada yang yang berasal dari Kerajaan Panchala. Panchala. Ia berada di pihak Pandawa Pandawa saat saat perang di Kurukshetra. Kurukshetra. Dialah yang membunuh Resi Drona Drona.. Saat Sang Resi tertunduk lemas dan kehilangan seluruh daya kekuataanya, sebagai akibat dari kabar bohong tentang meninggalnya sang putera Aswatama putera Aswatama,, Drestadyumena maju dan memenggal leher Sang Resi.
Arti Dalam bahasa Sansekerta, Sansekerta, nama Dhristadyumna Dhristadyumna secara secara harfiah harfiah berarti berarti “diagungkan karena keberaniannya”.
nama
Kelahiran Saat Drona Drona berhasil berhasil merebut separuh Kerajaan Panchala dari Panchala dari tangan Drupada Drupada,, kebencian Drona terhadap Drupada lenyap, namun sebaliknya Drupada membenci Drona untuk selama-lamanya dan berambisi untuk membalas
dendam. Ia tahu bahwa Drona sulit dikalahkan sebab Drona merupakan murid Bhargawa Bhargawa dan dan memiliki senjata ilahi. Akhirnya Drupada memutuskan untuk menyelenggarakan upacara yadnya yadnya yang disebut Putrakama Putrakama supaya memperoleh putera yang bisa membunuh Drona. Dengan dibantu oleh para resi resi,, upacara tersebut terselenggara dengan baik. Dari dalam api upacara, munculah seorang pemuda gagah, lengkap degan baju zirah dan zirah dan senjata senjata.. Atas sabda dari langit, anak tersebut diberi nama Drestadyumna.
Kematian Setelah perang besar berakhir, berakhir, putera dari Resi Drona, yaitu Aswatama Aswatama,, bersama dengan Krepa Krepa dan Kertawarma Kertawarma,, melakukan pembalasan dendam dengan membantai hampir semua putera-puteri, cucu, dan kerabat Pandawa Pandawa,, termasuk yang menjadi korban adalah Drestadyumena sendiri, Srikandi Srikandi,, dan Pancawala Pancawala.. Pembantaian tersebut dilakukan pada malam hari, ketika pasukan Pandawa sedang tertidur lelap. Kisah tersebut terdapat dalam kitab Sauptikaparwa.. Sauptikaparwa
Drestadyumna
dalam
pewayangan
Jawa
Dalam pewayangan Jawa, Arya Drestadyumena Drestadyumena atau Trustajumena Trustajumena adalah putra bungsu Prabu Drupada, Drupada, raja negara Panchala Panchala dengan dengan permaisuri Dewi Gandawati, putri Prabu Gandabayu dengan Dewi Gandini. Ia mempunyai kakak kandung dua orang masing-masing bernama Dewi Drupadi, Drupadi, istri Prabu Yudistira Yudistira,, Raja Amarta (Indraprastha (Indraprastha), ), dan
Dewi
Srikandi, Srikandi,
istri
Arjuna.. Arjuna
Konon Arya Drestadyumna lahir dari tungku pedupaan hasil pemujaan Prabu Drupada kepada Dewata yang menginginkan seorang putera lelaki yang dapat membinasakan Resi Drona Drona yang telah mengalahkan dan menghinanya. Drestadyumna berwajah tampan, memiliki sifat pemberani, cerdik, tangkas dan trenginas trenginas.. Ia menikah dengan Dewi Suwarni, putri Prabu Hiranyawarma, raja negara Dasarna. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua
orang
putra
lelaki
bernama
Drestaka
dan
Drestara.
Drestadyumna ikut terjun dalam kancah perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Ia tampil sebagai senapati perang Pandawa Pandawa,, menghadapi senapati perang Korawa Korawa,, yaitu Resi Drona. Drona. Pada saat itu roh Ekalaya Ekalaya,, raja negara Parangggelung yang ingin menuntut balas pada Resi Drona Drona menyusup dalam diri Drestadyumna. Setelah melalui pertempuran sengit, akhirnya
Resi
Drona
dapat
dibinasakan
oleh
Drestadyumna
dengan
dipenggal
lehernya.
Drestadyumna mati setelah berakhirnya perang Bharatayudha Bharatayudha.. Ia tewas dibunuh Aswatama Aswatama,, putera Resi Drona, Drona, yang berhasil menyusup masuk istana Hastina Hastina dalam dalam usahanya menuntut balas atas kematian ayahnya.
December 23, 2007
Dresanala - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Dewi Tari Tari Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Dewayani - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Dewabrata - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Destarastra - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Dretarastra (Sansekerta Dretarastra Sansekerta:: Dhritar āshtra shtra)) dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, adalah putera Wicitrawirya Wicitrawirya dan Ambika Ambika.. Ia buta semenjak lahir, karena ibunya menutup mata sewaktu mengikuti upacara Putrotpadana Putrotpadana yang yang diselenggarakan oleh Resi Byasa Byasa untuk untuk memperoleh keturunan. Ia merupakan saudara tiri Pandu Pandu,, dan lebih tua darinya. Sebenarnya Dretarastra yang berhak menjadi Raja Hastinapura Hastinapura karena karena ia merupakan putera Wicitrawirya yang tertua. Akan tetapi
beliau buta sehingga pemerintahan harus diserahkan adiknya. Setelah Pandu wafat, ia menggantikan jabatan adiknya tersebut. Dretarastra adalah bapak dari para Korawa Korawa dan dan suami Dewi Gandari Gandari..
Kelahiran Ayah Dretarastra adalah Wicitrawirya Wicitrawirya dan ibunya adalah Ambika Ambika.. Setelah Wicitrawirya wafat tanpa memiliki keturunan, Satyawati Satyawati mengirim kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika Ambalika,, untuk menemui Resi Byasa Byasa,, sebab Sang Resi akan mengadakan suatu upacara bagi mereka agar memperoleh keturunan. Satyawati Satyawati menyuruh menyuruh Ambika agar menemui Resi Byasa Ambika agar Byasa di di ruang upacara. Setelah Ambika memasuki ruangan upacara, ia melihat wajah Sang Resi sangat dahsyat dengan mata yang menyala-nyala. Hal itu membuatnya menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara berlangsung, maka anaknya terlahir buta. Anak tersebut adalah Dretarastra.
Masa
pemerintahan
Karena Dretarastra terlahir buta, maka tahta kerajaan diserahkan kepada adiknya, yaitu Pandu Pandu.. Setelah Pandu wafat, Dretarastra menggantikannya sebagai raja (kadangkala disebut sebagai pejabat pemerintahan untuk sementara waktu). Dalam memerintah, Dretarastra didampingi oleh keluarga dan kerabatnya, yaitu sesepuh Wangsa Kuru
seperti
misalnya
Bisma,, Bisma
Widura,, Widura
Drona,, Drona
dan
Krepa.. Krepa
Saat putera pertamanya yaitu Duryodana Duryodana lahir, Widura Widura dan Bisma Bisma menasihati Dretarastra agar membuang putera tersebut karena tanda-tanda buruk menyelimuti saat-saat kelahirannya. Namun karena rasa cintanya terhadap putera pertamanya tersebut, ia tidak tega melakukannya dan tetap mengasuh Duryodana sebagai puteranya.
Perebutan
kekuasaan
Duryodana berambisi agar dirinya menjadi penerus tahta Kerajaan Kuru Duryodana Kuru di Hastinapura Hastinapura.. Dretarastra juga menginginkan hal yang sama, namun ia harus bersikap adil terhadap Yudistira Yudistira,, yang lebih dewasa daripada Duryodana. Saat Dretarastra mencalonkan Yudistira sebagai raja, hal itu justru menimbulkan rasa kecewa yang sangat dalam bagi Duryodana. Setelah melalui perundingan, dan atas saran Bisma Bisma,, Kerajaan Kuru Kuru dibagi dua. Wilayah Hastinapura Hastinapura diberikan diberikan kepada Duryodana sedangkan Yudistira Yudistira diberikan diberikan wilayah yang kering, miskin, dan berpenduduk jarang, yang dikenal sebagai Kandawaprasta. Atas bantuan dari sepupu Yudistira, yaitu Kresna Kresna dan Baladewa,, mereka mengubah daerah gersang tersebut menjadi makmur dan megah, dan dikenal sebagai Baladewa Indraprastha.. Indraprastha Permainan
dadu
Dretarastra adalah salah satu dari beberapa sesepuh Wangsa Kuru yang hadir menyaksikan permainan dadu antara Duryodana,, Dursasana Duryodana Dursasana,, dan Karna Karna yang yang diwaklili oleh Sangkuni Sangkuni,, melawan Pandawa Pandawa yang yang diwakili Yudistira Yudistira.. Yudistira kehilangan segala kekayaannya dalam permainan dadu tersebut, termasuk kehialngan saudara dan istrinya. Saat Dropadi berusaha ditelanjangi di depan para hadirin dalam balairung permainan dadu, Dretarastra tidak Dropadi mengucapkan sepatah kata pun. Ia tidak melarang tindakan Dursasana Dursasana yang yang hendak melepaskan pakaian Dropadi.
Setelah usaha Dursasana untuk menelanjangi Dropadi tidak berhasil, Bima Bima bersumpah bahwa kelak ia akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya. Kemudian Dretarastra merasakan firasat buruk bahwa keturunannya akan binasa. Ia segera membuat suatu kebijakan, agar segala harta Yudistira yang akan menjadi milik Duryodana segera dikembalikan. Ia juga menyuruh agar Yudistira dan saudaranya segera pulang segera ke
Indraprastha Indraprastha.. Namun, karena bujukan Duryodana Duryodana dan dan Sangkuni Sangkuni,, permainan dadu diselenggarakan untuk yang kedua kalinya. Kali ini taruhannya bukan harta, melainkan siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu diperbolehkan untuk kembali ke kerajaannya. Yudistira pun Yudistira pun tidak menolak dengan harapan akan memperoleh kemenangan, namun keberuntungan tidak memihak Yudistira. Akhirnya, Yudistira beserta istri dan saudara-saudaranya mengasingkan diri ke hutan dan meninggalkan kerajaan
mereka.
Saat Pandawa Pandawa meninggalkan kerajaannya, Dretarastra masih dibayangi oleh dendam para Pandawa atas penghinaan yang dilakukan oleh putera-puteranya. Karena tindakan Dretarastra yang tidak berbicara sepatah kata pun saat Dropadi Dropadi berusaha berusaha ditelanjangi di depan umum, ia dikritik agar lebih mementingkan kewajiban sebagai raja daripada rasa cinta sebagai seorang ayah.
Pertempuran
di
Kurukshetra
Dretarastra memiliki seorang pemandu yang bernama Sanjaya Sanjaya.. Sanjaya adalah keponakan Dretarastra karena ia merupakan putera Widura Widura,, yaitu adik tiri Dretarastra. Sanjaya diberi anugerah oleh Resi Byasa Byasa agar agar ia bisa melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Ialah yang menjadi reporter perang di Kurukshetra bagi Kurukshetra bagi Dretarastra. Ia pula yang turut menyaksikan wujud Wiswarupa Wiswarupa dari dari Sri Kresna Kresna menjelang menjelang pertempuran di Kurukshetra Kurukshetra berlangsung. berlangsung. Saat Dretarastra dihantui kecemasan akan kehancuran putera-puteranya, ia selalu bertanya kepada Sanjaya Sanjaya mengenai keadaan di medan Kuru atau Kurukshetra Kurukshetra.. Berita yang dilaporkan oleh Sanjaya kebanyakan berupa berita duka bagi Dretarastra, sebab satu-persatu puteranya dibunuh oleh Arjuna Arjuna dan Bima Bima.. Sanjaya juga berkata bahwa apabila Kresna Kresna dan dan Arjuna berada di pihak Pandawa, maka di sanalah terdapat kejayaan, kemashyuran, kekuatan luar biasa, dan moralitas. Meskipun laporan Sanjaya sering mengecilkan hati Dretarastra dan memojokkan puteraputeranya, namun Dretarastra tetap setia mengikuti setiap perkembangan yang terjadi dalam pertempuran di Kurukshetra.. Kurukshetra Penghancuran
patung
Bima
Pada akhir pertempuran, Dretarastra menahan rasa duka dan kemarahannya atas kematian seratus puteranya. Saat ia bertemu para Pandawa Pandawa yang yang meminta restunya karena mereka menjadi pewaris tahta, ia memeluk mereka satu persatu. Ketika tiba giliran Bima Bima,, pikiran jahat merasuki Dretarastra dan rasa dendamnya muncul kepada Bima atas kematian putera-puteranya, terutama Duryodana Duryodana dan dan Dursasana Dursasana.. Kresna Kresna tahu tahu bahwa meskipun Dretarastra buta, ia memiliki kekuatan yang setara dengan seratus gajah gajah.. Maka dengan cepat Kresna menggeser Bima Bima dan menggantinya dengan sebuah patung patung menyerupai Bima. Pada saat itu juga Dretarastra menghancurkan patung
tersebut sampai menjadi debu. Akhirnya Bima selamat dan Dretarastra mulai mengubah perasaannya serta memberikan anugerahnya kepada Pandawa Pandawa.. Kehidupan
selanjutnya
dan
kematian
Setelah pertempuran besar di Kurukshetra Kurukshetra berakhir, Yudistira Yudistira diangkat menjadi Raja Indraprastha Indraprastha sekaligus
Hastinapura Hastinapura.. Meskipun demikian, Yudistira tetap menunjukkan rasa hormatnya kepada Dretarastra dengan menetapkan bahwa tahta Raja Hastinapura Hastinapura masih dipegang oleh Dretarastra. Akhirnya Dretarastra memutuskan untuk meninggalkan kehidupan duniawai dan mengembara di hutan sebagai pertapa bersama Gandari Gandari,, Widura Widura,, Sanjaya, dan Kunti Sanjaya, Kunti.. Di dalam hutan di Himalaya Himalaya,, mereka meninggal ditelan api karena hutan terbakar oleh api suci yang dikeluarkan oleh Dretarastra.
December 23, 2007
Dentawilukrama Dentawilukr ama - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Dasarata - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Dasamuka - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Darmawasesa - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Darma - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
•
My Account Account
Global Dashboard Dashboard
o
Tag Surfer Surfer
o
Comments My Comments Edit Profile Profile
o o
Contact Support Support
o
WordPress.com WordPress.com
o
Log Out Out
o
•
Blog Info Info
Random Post Post
o
blog Subscribe to blog
o
Report as spam spam
o
Report as mature mature
o
•
•
•
Home Home
Para sedulur semua … …
Blognya “Wayang Kulit” Kulit” Ikut melestarikan budaya Jawa - topmdi blogs group
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Darini - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Dandang Minangsi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta
osted by top d u de
sa a
, Gag a Su a a ta
No Comments Comments
December 23, 2007
Danaraja - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Danapati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Damagosa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Dadunwacana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Dadung Awuk - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara D, D, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Citrawati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Citrarata - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Citranggada - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 23, 2007
Citralanggeni - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 23, 2007
Citraksi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Citraksa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Citrahoyi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Citragada - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Cingkrabala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Caranggana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Candra Candra Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Cakra - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Cakil - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara C, C, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Buta Terong - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category December 23, 2007
Burisrawa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Burisrawa ( Burisrawa (Sansekerta Sansekerta:: Bhūri śrav ā) adalah seorang antagonis antagonis dari dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Ia merupakan pangeran dari Kerajaan Bahlika yang Bahlika yang berperang pada pihak Korawa Korawa saat saat perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Ia tewas karena dipenggal oleh Arjuna oleh Arjuna saat saat ia hendak menyerang Satyaki Satyaki..
December 23, 2007
Bumiloka - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Bukbis - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Bremani - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Bremana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 23, 2007
Brantalaras - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 23, 2007
Brajamusti - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Brajalamatan - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 23, 2007
Brajadenta - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara B, B, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 25, 2007
Yu Y u yu t su - So l o Posted by topmdi under Aksara Y, Y, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Yuyutsu ( Yuyutsu (Dewanagari Dewanagari)) adalah seorang tokoh protagonis protagonis dari dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah saudara para Kurawa,, dari ibu yang lain, seorang dayang-dayang. Berbeda dengan para Kurawa, ia memihak Pandawa Kurawa Pandawa saat saat perang di Kurukshetra. Kurukshetra. Hal itu membuatnya menjadi penerus garis keturunan Drestarastra Drestarastra,, sementara saudaranya yang lain (Kurawa) gugur semua di medan Kuru atau Kurukshetra Kurukshetra.. Setelah Yudistira Yudistira mengundurkan mengundurkan diri dari dunia dunia,, Yuyutsu diangkat menjadi raja di Indraprasta Indraprasta..
Arti nama Nama Yuyutsu dalam bahasa Sansekerta artinya Sansekerta artinya ialah “yang memiliki kemauan untuk berperang/bertempur”.
December 25, 2007
Yud Y ud hi st ir a - So l o Posted by topmdi under Aksara Y, Y, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Yudistira ( Yudistira (Sansekerta Sansekerta:: Yudhi ṣṭ ṣṭ hira) hira) adalah seorang tokoh protagonis protagonis dari dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Beliau adalah raja Indraprasta,, kemudian memerintah Hastina Indraprasta Hastina setelah setelah memenangkan pertempuran akbar di Kurukshetra. Kurukshetra. Yudistira merupakan putera sulung Pandu Pandu dengan dengan Kunti Kunti.. Beberapa sumber mengatakan bahwa ia memiliki kepandaian memakai senjata tombak tombak.. Nama Yudistira dalam bahasa Sansekerta dieja Sansekerta dieja Yudhi ṣṭ ṣṭ hira, hira, yang artinya adalah “teguh atau kokoh dalam peperangan”. Ia juga dikenal sebagai Dharmaraja Dharmaraja yang yang artinya Raja Dharma Dharma,, sebab konon Yudistira selalu menegakkan Dharma Dharma sepanjang sepanjang hidupnya. Beberapa nama julukan juga dimilikinya, seperti misalnya: Ajataśatru atru (seseorang (seseorang yang tidak memiliki musuh) Bhārata rata (keturunan (keturunan Raja Bharata Bharata Dharmawangsa (keturunan/trah Dharmawangsa (keturunan/trah Dewa Dharma) Kurumukhya (pemimpin Kurumukhya (pemimpin para keturunan Kuru Kuru)) Kurunandana (putera Kurunandana (putera kesayangan Dinasti Kuru) Kuru) Kurupati (raja Kurupati (raja dari Dinasti Kuru) Beberapa nama julukan tersebut juga dimiliki oleh beberapa tokoh Dinasti Kuru yang lain, seperti misalnya Arjuna misalnya Arjuna,, Bisma dan Bisma dan Duryudana Duryudana..
Kelahiran, kepribadian, dan pendidikan Ayah Yudistira Yudistira bernama Pandu Pandu,, menikahi Dewi Kunti Kunti,, puteri Raja Surasena Surasena,, adik Basudewa Basudewa.. Setelah pernikahannya, tanpa sengaja Pandu memanah seorang Br āhmana hmana dan dan istrinya, yang dikira sebagai seekor rusa rusa yang yang sedang bercinta. Sebelum kematiannya, Sang Br āhmana mengutuk Pandu supaya kelak ia meninggal jika sedang bercinta dengan istrinya. Pandu menerima sumpah tersebut, yang menyebabkannya tidak bisa bercinta dengan istrinya sehingga tidak mampu memperoleh keturunan. Kunti, istri Pandu, memperoleh kesaktian dari seorang Rishi Rishi (orang (orang suci) bernama Durwasa, sehingga ia mampu memanggil Dewa-Dewa. Dengan memanfaatkan kemampuan Kunti tersebut, Pandu dan istrinya memperoleh keturunan dengan memanggil Dewa-Dewa yang mampu menganugerahi mereka putera. Mereka memanggil tiga Dewa, yaitu: Yamaraja (Dharmaraja, Dewa Dharma Dharma), ), Marut (Bayu (Bayu,, Dewa Angin), dan Sakra (Indra ( Indra,, Raja surga). Yudistira lahir dari Yamaraja, yaitu Dewa Dharma, kebenaran, kebijaksanaan dan keadilan. Yudistira memiliki empat adik, yaitu: Bhima Bhima (lahir (lahir dari Dewa Bayu Bayu), ), Arjuna Arjuna (lahir (lahir dari Dewa Indra), dan si kembar Nakula dan Nakula dan Sahadewa Sahadewa (lahir (lahir dari Dewa Aswin Dewa Aswin). ). Karna, merupakan putera pertama Dewi Kunti yang diperoleh tanpa
sengaja pada masih gadis. Jadi, Karna merupakan saudara tua Yudistira dan para Pandawa (lima putera Pandu). Sebagai penitisan Dewa Dharma Dharma (keadilan (keadilan dan kebijaksanaan) Yudistira berperilaku mulia dan berpengetahuan luas di bidang kerohanian. Karena perilakunya yang mulia, Yudistira layak untuk mewarisi tahta Hastinapura. Namun hal itu menimbulkan perdebatan bagi putera Drestarastra Drestarastra,, yaitu Duryudana Duryudana dan dan para Korawa Korawa.. Yudistira menuntut ilmu agama, sains, dan senjata bersama saudara-saudaranya dan para Korawa di bawah asuhan
Dronacharya (Bagawan (Bagawan Drona) dan Kripacharya Kripacharya (Bagawan (Bagawan Kripa). Ia mahir dengan senjata tombak tombak dan dan memperoleh Dronacharya gelar “Maharatha “Maharatha“, “, yaitu ksatria yang mampu menumpas 10.000 musuh dalam sekejap.
Raja Indraprastha Yudistira dan Pandawa Pandawa lainnya lainnya amat disayangi oleh sesepuh Wangsa Kuru, Kuru, seperti Bisma Bisma,, Drona Drona,, Krepa Krepa,, daripada Duryudana dan Duryudana dan para Korawa Korawa karena karena kebaikan hati Yudistira dan rasa hormatnya terhadap sesepuh tersebut. Saat Yudistira dan Pandawa tumbuh dewasa, Dretarastra Dretarastra mengalami mengalami konflik dengan putera-puteranya, yaitu para Korawa. Yudistira adalah pangeran yang tertua dalam garis keturunan Kuru dan berhak menjadi raja, namun Dretarastra ingin bersikap adil juga terhadap anaknya. Akhirnya Dretarastra memberi sebagian wilayah Kerajaan Kuru, Kuru, yaitu sebuah daerah yang gersang dan berpenduduk jarang yang disebut Kandawaprastha Kandawaprastha.. Dengan bantuan sepupunya yang bernama Kresna Kresna,, Yudistira memperbarui daerah tersebut. Kresna memanggil Wiswakarma,, arsitek para dewa, untuk membangun daerah tersebut menjadi kota megah. Arsitek Mayasura Wiswakarma Mayasura membangun balairung besar yang dikenal sebagai Mayasabha Mayasabha.. Akhirnya Kandawaprastha menjadi kota yang megah dan berganti nama menjadi “Indraprastha “Indraprastha”” atau “kota Dewa Indra Indra“. “. Perlahan-lahan penduduk baru berdatangan dan Indraprastha menjadi kota yang ramai. Rajasuya Setelah diangkat menjadi Raja Indraprastha Indraprastha,, Yudistira melaksanakan upacara Rajasuya Rajasuya untuk untuk menyebarkan dharma dharma dan menyingkirkan raja-raja jahat. Arjuna jahat. Arjuna,, Bima Bima,, Nakula Nakula dan dan Sadewa Sadewa memimpin memimpin tentara masing-masing ke setiap empat penjuru Bharatawarsha Bharatawarsha untuk untuk mengumpulkan upeti saat penyelenggaraan Rajasuya. Raja-raja yang mengakui pemerintahan Yudistira menjadi sekutu dan datang ke Indraprastha. Saat upacara berlangsung, Yudistira bertanya kepada Bisma Bisma untuk untuk mempertimbangkan siapa yang akan menerima hadiah terlebih dahulu. Bisma menunjuk Kresna,, namun Sisupala Kresna Sisupala menggerutu menggerutu karena menurutnya seorang pengembala sapi seperti Kresna tidak berhak menjadi orang yang paling dihormati dalam Rajasuya. Kemudian Sisupala menghina Kresna bertubi-tubi. Karena hinaan Sisupala sudah melebihi seratus kali, Kresna mengakhiri nyawa Sisupala sesuai janji Kresna kepada ibu Sisupala.
Pembuangan selama 13 tahun Selain berkepribadian mulia, Yudistira juga senang main dadu. Hal itulah yang dimanfaatkan Duryudana Duryudana untuk untuk mengambil alih kekuasaan Yudistira. Bersama dengan pamannya – Sangkuni Sangkuni – – mereka menyusun rencana licik, yaitu mengajak Yudistira main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Permainan dadu sudah disetel sedemikian
rupa sehingga kemenangan berpihak pada Korawa Korawa.. Mula-mula Yudistira mempertaruhkan harta, kemudian ia dihasut oleh Duryudana dan Sangkuni Sangkuni untuk untuk mempertaruhkan istana dan kerajaannya. Karena pikirannya sudah dibelenggu oleh hasutan mereka, maka Yudistira merelakan istana dan kerajaannya untuk dipertaruhkan. Karena permainan dadu sudah disetel sedemikian rupa, maka Korawa menang dan memperoleh istana dan kerajaan yang dipimpin Yudistira. Yudistira yang merasa tidak memiliki apa-apa lagi, mempertaruhkan saudara-saudaranya, yaitu para Pandawa Pandawa..
Akhirnya Yudistira Yudistira Yudistira kalah sehingga saudara-saudaranya menjadi milik Duryudana. Kemudian Yudistira mempertaruhkan dirinya sendiri. Karena ia kalah lagi, maka dirinya menjadi milik Duryudana. Yudistira yang sudah kehabisan harta untuk dipertaruhkan, akhirnya dibujuk oleh Duryudana untuk mempertaruhkan istrinya istrinya yaitu Dropadi Dropadi.. Yudistira menyetujuinya. Akhirnya segala harta milik Yudistira, termasuk saudara, istri, dan dirinya sendiri menjadi budak Duryudana Duryudana.. Namun karena bujukan Drestarastra Drestarastra,, Pandawa Pandawa beserta beserta istrinya mendapatkan kebebasan mereka kembali.
Namun sekali lagi Duryudana Duryudana mengajak mengajak main dadu, dan taruhannya siapa yang kalah harus megasingkan diri ke hutan selama 13 tahun. Untuk kedua kalinya, Yudistira kalah sehingga ia dan saudara-saudaranya terpaksa mengasingkan diri ke hutan.
Meletusnya perang Pandawa telah Pandawa telah menjalani hukuman buang selama 13 tahun, sesuai dengan perjanjian, mereka menginginkan kembali tahta Kerajaan Besar Hastinapura Hastinapura yang yang menjadi haknya secara turun-temurun. Akan tetapi pihak Kurawa yang merupakan sepupu Pandawa tidak mau menyerahkan tahta Hastinapura. Setelah semua upaya damai menemui jalan buntu, terjadilah perang selama 18 hari di medan Kuru atau Kurukshetra Kurukshetra..
Yudistira saat Bharatayuddha Yudistira terkenal akan sifatnya yang selalu bersikap sopan dan santun, bahkan ketika peperangan sekalipun, Yudistira masih menghaturkan sembah kepada Bhisma, yang seharusnya ia hadapi dalam pertempuran. Karena tindakannya tersebut, Bhisma menganugerahinya kemenangan. Penghormatan Yudistira Pada hari pertama perang di Kurukshetra, Kurukshetra, kedua belah pihak sudah saling berhadapan, siap untuk membunuh satu sama lain. Pada hari itu pula Arjuna pula Arjuna mendapatkan mendapatkan wejangan suci dari Sri Kresna Kresna sebelum sebelum perang, bernama Bhagavad G ī tā. Setelah kedua belah pihak selesai melakukan inspeksi terhadap pasukannya masing-masing dan siap untuk berperang, Yudistira melakukan sesuatu yang mengejutkan. Ia menanggalkan baju zirahnya, zirahnya, meletakkan semua senjatanya, dan turun dari kereta. Dengan mencakupkan tangan ia berjalan menuju barisan musuh. Semua pihak yang melihat tindakannya tidak percaya terhadap apa yang sudah dilakukan Yudistira. Para Pandawa Pandawa mengikutinya, mereka bertanya-tanya, namun Yudistira hanya membisu. Hanya Kresna Kresna yang yang tersenyum karena ia mengetahui maksud Yudistira. Ketika Yudistira sudah mencapai barisan musuh, semua musuh sudah siaga dan tidak melepaskan pandangannya
dari Yudistira. Dengan rasa bakti yang tulus, Yudistira menjatuhkan dirinya dan menyembah kaki Bisma Bisma,, kakek yang sangat dihormatinya, seraya berkata, “Hamba datang untuk memberi hormat kepadamu, o paduka nan gagah tak terkalahkan. Kami akan menghadapi paduka dalam pertempuran. Kami mohon perkenan paduka dalam hal ini. Dan kami pun memohon do’a dan restu paduka”. Bisma menjawab, Bisma menjawab, “Apabila engkau, o Maharaja, dalam menghadapi pertempuran yang akan berlangsung ini tidak
datang kepadaku seperti ini, pasti akan kukutuk dirimu agar menderita kekalahan. Aku puas, o putera mulia. Berperanglah dan dapatkan kemenangan, hai putera Pandu. Apa lagi cita-cita yang ingin kaucapai dalam pertempuran ini? Pintalah suatu berkah dan restu, o putera Pritha, pintalah sesuatu yang kauinginkan! Atas restuku itu pastilah, o Maharaja, kekalahan takkan menimpa dirimu”. Setelah menghaturkan sembah kepada Bisma, Yudistira menyembah Guru Drona Drona,, Krepa Krepa,, dan Salya Salya.. Semuanya memberikan restu dan mendo’akan kemenangan agar berpihak kepada Yudistira karena tindakan sopan yang sudah dilakukannya. Setelah mendapat do’a restu, Yudistira kembali menuju pasukannya, memakai baju zirahnya, zirahnya, naik kereta, dan siap untuk bertempur. Yuyutsu memihak memihak Yudistira Sebelum pertempuran dimulai, Yudistira berseru, “Siapa pun yang memilih kami, itulah yang kupilih menjadi sekutu”. Susana hening sejenak setelah mendengarkan seruan Yudistira. Tiba-tiba di dalam pasukan Korawa, terdengar sebuah jawaban dari Yuyutsu Yuyutsu.. Yuyutsu berseru, “Hamba bersedia bertempur di bawah panji-panji paduka, demi kemenangan paduka sekalian. Hamba akan menghadapai para putera Drestarastra, itu pun apabila paduka Raja berkenan menerima hamba, o paduka Raja nan suci”. Dengan gembira, Yudistira berseru, “Mari, kemarilah! Kami semua ingin bertempur menghadapi saudara-saudaramu yang tolol itu! O Yuyutsu, baik Vāsudewa (Kresna (Kresna)) maupun kami berlima menyatakan kepadamu bahwa aku menerimamu, o pahlawan perkasa. pe rkasa. Berjuanglah bersama kami, untuk kepentinganku, menegakkan Dharma Dharma.. Rupanya hanya kau sendiri orang yang harus melanjutkan garis keturunan Drestarastra Drestarastra,, sekaligus melakukan upacara persembahan kepada para leluhur mereka. O putera mahkota nan gagah, terimalah kami yang juga menerimamu. Duryudana yang kejam itu akan segera menemui ajalnya”. Setelah berseru demikian, maka Yuyutsu meninggalkan para Korawa Korawa dan dan memihak Pandawa Pandawa.. Kedatangannya disambut gembira. Tak lama kemudian, pertempuran dimulai.
Kematian Bagawan Drona Sebelum perang, Bagawan Drona Drona pernah pernah berkata, “Hal yang membuatku lemas dan tidak mau mengangkat senjata adalah apabila mendengar suatu kabar bencana dari mulut seseorang yang kuakui kejujurannya”. Berpedoman kepada petunjuk tersebut, Sri Kresna Kresna memerintahkan memerintahkan Bhima Bhima untuk untuk membunuh seekor gajah bernama Aswatama, nama yang sama dengan putera Bagawan Drona. Bhima berhasil membunuh gajah tersebut lalau berteriak sekeraskerasnya bahwa Aswatama mati. Drona terkejut dan meminta kepastian Yudistira yang terkenal akan kejujurannya. Yudistira hanya berkata, “Aswatama mati”. Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkata kepada Drona
bahwa Aswatama mati, entah itu gajah ataukah manusia (dalam keterangannya ia berkata, “naro va, kunjaro va” — — “entah gajah atau manusia”). Gajah bernama Aswatama itu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada Drona sehingga Drona kehilangan semangat hidup dan Korawa Korawa bisa bisa dikalahkan dalam perang Bharatayuddha. Walaupun tidak pernah berbohong, karena perbuatannya ini Yudistira tetap mendapat ‘hukuman’. Kereta perangnya,
yang semula dikaruniai kemampuan melayang sejengkal di atas tanah, kini terpaksa harus turun menginjak tanah. Dan kelak, di hari kembalinya Pandawa ke sorga, Yudistira tidak diperbolehkan memasuki kahyangan terlebih dahulu melainkan harus menunggu saudara-saudaranya. Cerita ini dikisahkan dalam episode Swargarohanaparwa Swargarohanaparwa,, atau kitab terakhir Mahabharata. Maharaja dunia Setelah perang berakhir, Yudistira dan pasukan Pandawa Pandawa mendapatkan mendapatkan kemenangan, namun anak Yudistira, para putera Dropadi Dropadi,, dan banyak jagoan di pihak Pandawa seperti misalnya Drestadyumna Drestadyumna,, Abimanyu Abimanyu,, Wirata Wirata,, Drupada Drupada,, Gatotkaca,, gugur. Jutaan tentara dari kedua belah pihak telah gugur. Gatotkaca Yudistira melaksanakan upacara Tarpana Tarpana kepada kepada jiwa-jiwa yang pergi ke akhirat. Setelah kedatangannya di Hastinapura,, dia diangkat menjadi Raja Indraprastha Hastinapura Indraprastha sekaligus sekaligus Raja Hastinapura. Sebagaimana sifatnya yang penyabar, Yudistira masih menerima Dretarastra Dretarastra sebagai sebagai Raja di kota Hastinapura, dan mempersembahkan rasa baktinya yang mendalam dan rasa hormatnya kepada yang tua, meskipun perbuatannya jahat dan biang keladi keladi yang menyebabkan menyebabkan putera-puteranya mati. mati. Aswamedha Kemudian Yudistira melangsungkan Aswamedha melangsungkan Aswamedha Yadnya Yadnya (upacara (upacara pengorbanan) untuk menegakkan kembali aturan Dharma di Dharma di seluruh dunia. Pada upacara ini, seekor kuda dilepas untuk mengembara selama setahun, dan Arjuna dan Arjuna sang adik Yudistira memimpin pasukan Pandawa Pandawa,, mengikuti kuda tersebut. Para Raja di seluruh negara yang telah dilalui oleh kuda tersebut harus memilih untuk mengikuti aturan Yudistira atau maju berperang. Semuanya membayar upeti, sekali lagi Yudistira dinobatkan sebagai Maharaja Dunia dan tak dapat dipungkiri lagi.
Mangkat lalu naik ke surga Yudistira mendaki gunung Himalaya Himalaya sebagai sebagai perjalanan terakhirnya Setelah masa permulaan Kali Yuga dan Yuga dan wafatnya Kresna Kresna,, Yudistira dan saudara-saudaranya mengundurkan diri, meninggalkan tahta kerajaan kepada satu-satunya keturunan mereka yang selamat dari peperangan di Kurukshetra Kurukshetra,, Parikesit,, Sang cucu Arjuna. Dengan meninggalkan segala harta dan sifat keterikatan, para Pandawa melakukan Parikesit perjalanan terkahir mereka dengan berziarah ke Himalaya Himalaya.. Saat mendaki puncak, satu persatu – Dropadi Dropadi dan dan Pandawa Pandawa bersaudara bersaudara – gugur menuju maut, terseret oleh kesalahan dan dosa mereka yang sesungguhnya. Namun Yudistira mampu mencapai puncak gunung, karena ia tidak cacat oleh dosa dan kebohongan.
Watak Yudistira yang sesungguhnya muncul saat akhir Mahabharata Mahabharata.. Di atas puncak gunung, Indra Indra,, Raja para Dewa, datang untuk membawa Yudistira ke Surga Surga dengan dengan kereta kencananya. Saat Yudistira melangkah mendekati kereta, sang Dewa menyuruhnya agar meninggalkan anjing yang menjadi teman perjalanannya, karena makhluk tak suci tidak layak masuk Surga. Yudistira melangkah ke belakang, menolak untuk meninggalkan makhluk yang selama ini dilindunginya. Indra heran dengannya – “Kau mampu meninggalkan saudara-saudaramu dan tidak melakukan pembakaran jenazah yang layak untuk mereka…namun kau menolak untuk meninggalkan anjing yang tak tahu
jalan!” Yudistira menjawab, “Dopadi dan saudara-saudaraku telah meninggalkanku, bukan aku [mereka].” Dan ia menolak untuk pergi ke surga tanpa anjing tersebut. Pada saat itu si anjing berubah wujud menjadi Dewa Dharma, ayahnya, yang sedang menguji dirinya…dan Yudistira melewatinya dengan tenang. Yudistira dibawa pergi dengan kereta Indra. Pada saat mencapai surga ia tidak menemukan saudara-saudaranya yang saleh maupun istrinya, Dropadi. Namun ia melihat Duryudana Duryudana dan dan sekutunya yang jahat. Sang Dewa memberitahu bahwa saudaranya sedang berada di neraka neraka untuk untuk menebus dosa kecil mereka, sementara Duryudana berada di surga semenjak ia gugur di tanah yang diberkati, Kurukshetra Kurukshetra.. Yudistira dengan tulus ikhlas pergi ke Neraka untuk bertemu dengan saudaranya, namun pemandangan dan suara yang menyayat serta darah kental membuatnya ngeri. Saat tergoda untuk kabur, ia menguasai diri dan sayup-sayup mendengar suara Dropadi dan saudaranya tercinta…memanggil-manggil tercinta…memanggil-manggil dirinya, menyuruhnya untuk tinggal di sisi mereka dalam penderitaan. Yudistira memutuskan untuk tinggal, dan menyuruh supaya kusir keretanya untuk kembali ke surga…sebab ia memilih untuk tinggal di neraka dengan orang-orang baik daripada tinggal di surga dengan orang jahat. Pada saat itu pemandangan berubah. Kemudian Indra Indra berkata berkata bahwa Yudistira sedang diuji kembali, dan sebenarnya saudara-saudaranya sudah berada di surga. Setelah menerima kenyataan tersebut, Yudistira melepaskan jasadnya dan menerima surga.
Yudistira dalam versi pewayangan Jawa Dalam kisah versi Jawa, Yudistira beristrikan Dewi Dropadi Dropadi,, puteri Prabu Drupada Drupada dengan dengan Dewi Gandawati dari negara Panchala Panchala,, dan berputera Pancawala Pancawala (Pancawala). (Pancawala). (Menurut kisah India India,, Drupadi diperistri oleh kelima Pandawa bersama-sama). Ia adalah putera sulung Prabu Pandu Pandu raja raja negara Hastina Hastina dengan dengan dengan permaisuri Dewi Kunti, Kunti, putri Prabu Basukunti dengan Dewi Dayita dari negara Mandura. Ia mempunyai dua orang adik kandung masing-masing bernama: Bima Bima (Werkudara) (Werkudara) dan Arjuna dan Arjuna,, dan dua orang adik kembar lain ibu, bernama Nakula Nakula (Pinten) (Pinten) dan Sadewa Sadewa (atau Sahadewa alias Tansen), putra Prabu Pandu dengan Dewi Madrim, Madrim, puteri Prabu Mandrapati dari negara Mandaraka. Kelima orang bersaudara ini disebut sebagai Pandawa Pandawa.. Yudistira dianggap sebagai keturunan (titisan) Dewa Keadilan, Batara Dharma Dharma oleh oleh karena itu salah satu julukannya adalah Dharmasuta, Dharmaputra atau Dharmawangsa. Selain itu ia juga disebut Puntadewa atau Samiaji. Nama Yudistira sendiri diambil karena dalam tubuhnya menunggal arwah Prabu Yudistira, raja jin negara Mertani (menurut kisah pewayangan Jawa). Yudistira mempunyai pusaka kerajaan berwujud payung bernama “Kyai Tunggulnaga” dan sebuah tombak bernama “Kyai Karawelang”.
sebuah tombak bernama Kyai Karawelang . Ia adalah tipe murni raja yang baik. Darah putih (Seta ( Seta ludira. ludira. Seta berarti putih, ludira berarti darah) mengalir di nadinya. Tak pernah murka, tak pernah bertarung, tak pernah juga menolak permintaan siapa pun, betapapun rendahnya sang peminta. Waktunya dilewatkan untuk meditasi meditasi dan dan penghimpunan kebijakan. Tak seperti kesatria kesatria yang lain, yang pusaka saktinya berupa senjata senjata,, pusaka andalan Yudistira adalah Kalimasada Kalimasada yang yang misterius, naskah keramat yang memuat rahasia agama agama dan dan semesta. Dia, pada dasarnya, adalah cendikiawan tanpa pamrih,
yang memerintah dengan keadilan sempurna dan kemurah hatinya yang luhur. Dengan kenampakan yang sama sekali tanpa perhiasan perhiasan mencolok, mencolok, dengan kepala merunduk yang mawas diri, dan raut muka keningratan yang halus, dia tampil sebagai gambaran ideal tentang “Pandita Ratu” (Raja Pendeta) yang telah menyingkirkan nafsu dunia. Akan tetapi ada pula kelemahannya, yakni gemar berjudi. Oleh karena kegemarannya kegemarannya ini, Yudistira Yudistira beberapa kali tertipu dan dikalahkan dalam adu judi dengan Duryudana Duryudana,, Raja Hastina Hastina dan dan pemuka Korawa Korawa.. Dalam salah satu kekalahannya, terpaksa Yudistira (dan Pandawa keseluruhannya) menyerahkan negaranya dan membuang diri ke hutan selama 13 tahun.
December 25, 2007
Ya Y a m a wi du r a - So lo Posted by topmdi under Aksara Y, Y, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 25, 2007
Ya Y a m a di pa t i - So lo
Posted by topmdi under Aksara Y, Y, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Wr W r a ts a ng k a - So l o Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Wis W is ra wa - So l o Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 25, 2007
Wis W is n u - So l o
Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Wir W ir a sa - So l o Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 25, 2007
Wis W is a n gg e n i - So l o Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 25, 2007
Wil W il ut a m a - So l o Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 25, 2007
Wib W ib is an a - So l o Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Wa W a tu gu nu n g - So l o Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 25, 2007
Wa W a si s ta - S ol o
Posted by topmdi under Aksara W, W, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Utari - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara U, U, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Utaraa (Sansekerta: Utaraa (Sansekerta: Uttar ā) atau Utari Utari,, adalah nama puteri Raja Wirata Wirata.. Ia menikah dengan Abimanyu dengan Abimanyu,, putra Arjuna putra Arjuna.. Dari perkawinannya ia memiliki seorang putera bernama Parikesit Parikesit.. Utara mempunyai tiga saudara bernama Sweta, Utara, dan Wratsangka. Mereka bertiga tewas di tangan Bisma Dewabrata dalam Dewabrata dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Pada saat
Utaraa mengandung Parikesit, senjata sakti yang dilepaskan oleh Aswatama oleh Aswatama mengarah mengarah ke janinnya. Namun atas perlindungan gaib dari Kresna Kresna,, janin tersebut terlindungi. Dengan selamat, bayi tersebut lahir sebagai penerus Dinasti Kuru dan Kuru dan bernama Parikesit Parikesit..
December 25, 2007
Utara - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara U, U, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Utara (Sansekerta: Utara (Sansekerta: Uttara) adalah nama salah satu putera Raja Wirata Wirata.. Ia turut serta dalam pertempuran besar di di Kurukshetra dan Kurukshetra dan memihak Pandawa Pandawa.. Ia terbunuh pada hari pertama oleh Salya Salya dari dari pihak Korawa Korawa.. Saudaranya yang lain, yaitu Sweta dan Wretsangka, terbunuh di tangan Bisma Bisma.. Utara memiliki adik perempuan bernama Utaraa.
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 25, 2007
Uma - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara U, U, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Ugrasena - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara U, U, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Udawa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara U, U, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 25, 2007
Tuhayata - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Trisirah - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Trinetra - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 25, 2007
Trikaya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 25, 2007
Trijata - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Trigangga - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 25, 2007
Tremboko - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 25, 2007
Togog - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Tembara - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 25, 2007
Tangsen - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 25, 2007
Tambak Ganggeng - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara T, T, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Suryawati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
December 24, 2007
Suryatmaja - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Surya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Surtikanti - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Suratrimantra - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sumitra - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 24, 2007
Sumantri - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Sumali
Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sulastri - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sukesi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Sugriwa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sucitra - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Subali Resi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
« Previous Page — Page — Next Page » »
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Subadra - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Subadra atau Subadra atau Sembadra Sembadra (dalam (dalam tradisi pewayangan Jawa) merupakan salah satu tokoh penting dalam Wiracarita Mahabharata,, kisah epik Hindu Mahabharata Hindu.. Ia merupakan puteri Prabu Basudewa Basudewa (Raja (Raja di Kerajaan Surasena), Surasena), dan juga merupakan saudara tiri Krishna Krishna atau atau Kresna. Subadra (Dewi Sumbadra menurut ucapan Jawa) ini yang merupakan penjelmaan dari Dewi Sri adalah Sri adalah istri pertama dari Arjuna dari Arjuna (putra (putra Pandu Pandu ketiga), ketiga), dan ibu dari Abimanyu dari Abimanyu..
Ia juga terkenal dalam budaya pewayangan pewayangan Jawa Jawa sebagai sebagai seorang putri anggun, lembut, tenang, setia dan patuh pada suaminya. Ia merupakan sosok ideal priyayi putri Jawa. Subadra yang sewaktu kecil bernama Rara Ireng mempunyai dua orang kakak yaitu Kakrasana yang kemudian menjadi raja Mandura bergelar Prabu Baladewa Baladewa dan dan Narayana yang kemudian menjadi raja di Dwarawati dengan gelar Prabu Sri Batara Kresna Kresna.. Subadra menikah dengan salah satu anggota Pandawa Pandawa yakni yakni Arjuna Arjuna.. Dari rahim Sumbadra inilah lahir Abimanyu lahir Abimanyu yang yang kelak kemudian akan menurunkan Prabu Parikesit Parikesit..
Riwayat Subadra lahir sebagai puteri bungsu pasangan Basudewa Basudewa dan dan Rohini Rohini,, istrinya yang lain. Subadra dilahirkan setelah kedua kakaknya, yaitu Kresna Kresna dan dan Baladewa Baladewa,, membebaskan Basudewa yang dikurung oleh Kamsa Kamsa di di penjara bawah tanah. Kemudian Ugrasena Ugrasena,, ayah Kamsa, diangkat menjadi raja di Mathura Mathura dan dan Subadra hidup sebagai puteri bangsawan di kerajaan tersebut bersama dengan keluarganya. Saat Arjuna Saat Arjuna menjalani menjalani masa pembuangannya karena tanpa sengaja mengganggu Yudistira Yudistira yang yang sedang tidur dengan Dropadi Dropadi,, ia berkunjung ke Dwaraka Dwaraka,, yaitu kediaman sepupunya yang bernama Kresna Kresna,, karena ibu Arjuna (Kunti Kunti)) bersaudara dengan ayah Kresna Kresna ( (Basudewa Basudewa). ). Di sana Arjuna bertemu dengan Subadra dan mengalami nuansa romantis bersamanya. Kresna pun mengetahui hal tersebut dan berharap Arjuna menikahi Subadra, demi yang terbaik bagi Subadra. Pada saat itu status Arjuna status Arjuna adalah adalah suami yang memiliki tiga istri, yaitu Dropadi Dropadi,, Chitr āngadā, dan Ulupi Ulupi.. Maka pernikahannya dengan Subadra menjadikan Subadra sebagai istrinya yang keempat. Subadra dan Arjuna dan Arjuna memiliki memiliki seorang putera, bernama Abimanyu bernama Abimanyu.. Saat Pandawa Pandawa kalah kalah main dadu dengan Korawa Korawa,, mereka harus menjalani masa pembuangan selama dua belas tahun, ditambah masa penyamaran selama satu tahun. Subadra dan Abimanyu tinggal di Dwaraka Dwaraka sementara sementara ayah mereka mengasingkan diri di hutan. Pada masamasa itu Abimanyu tumbuh menjadi pria yang gagah dan setara dengan ayahnya. Ketika perang besar di Kurukshetra berkecamuk, Kurukshetra berkecamuk, para pria terjun ke peperangan sementara para wanita diam di rumah mereka. Abimanyu mereka. Abimanyu dan dan Arjuna Arjuna turut turut serta ke medan laga dan meninggalkan Subadra di Dwaraka Dwaraka.. Pada waktu itu umur Abimanyu 16 tahun. Saat pertempuran berakhir, hanya Arjuna yang selamat sementara seluruh puteranya yang turut berperang gugur, termasuk Abimanyu yang sangat dicintai Arjuna dan Subadra. Namun sebelum gugur, Abimanyu sudah sudah menikah dengan Utara Utara dan dan memiliki seorang putera bernama Parikesit Parikesit.. Parikesit kemudian menjadi raja Hastinapura Hastinapura menggantikan menggantikan Yudistira Yudistira,, pamannya. Subadra menjadi penasihat serta guru bagi cucunya tersebut.
Pemujaan Di India India,, Subhadra menjadi salah satu dari tiga dewa yang dipuja di Kuil Jagannath di Puri, bersama dengan kakaknya yang bernama Krishna Krishna (sebagai (sebagai Jagannatha Jagannatha)) dan Balarama Balarama (atau (atau Balabhadra). Salah satu kereta dalam Ratha Yatra yang Yatra yang diselenggarakan secara tahunan didedikasikan untuknya. Menurut beberapa interpretasi, Subhadra dianggap sebagai inkarnasi dari YogMaya YogMaya..
December 24, 2007
Sritanjung - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Srimahapunggung Srimahapunggun g - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Srikandi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sitija - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Siti Sundari - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Sisupala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sinta - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta
Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Singa Singa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Setyaki - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Satyaki (alias Satyaki (alias Yuyudhana Yuyudhana)) adalah seorang tokoh dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah saudara ipar Kresna Kresna.. Ia berperang pada pihak Pandawa Pandawa dalam dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha.. Ia merupakan salah satu tokoh dari Wangsa Wresni, Wresni, selain Kertawarma Kertawarma dan dan Kresna Kresna..
Pertempuran di Kurukshetra
Dalam pertempuran besar di di Kurukshetra Kurukshetra,, Satyaki memihak Pandawa Pandawa.. Pada pertempuran di hari keempat belas, Satyaki terlibat duel sengit dengan Burisrawa Burisrawa yang yang sudah lama bermusuhan dengan Satyaki. Burisrawa menyerang Satyaki bertubi-tubi sampai ia jatuh pingsan karena lelah. Saat Burisrawa bersiap-siap untuk membunuh Satyaki, Arjuna datang Arjuna datang dan memanah lengan Burisrawa sampai putus. Burisrawa kesakitan Burisrawa kesakitan dan mencaci maki Arjuna yang menyerang tiba-tiba. tiba-tiba. Arjuna Arjuna berkata berkata bahwa sudah menjadi kewajibannya untuk melindungi nyawa Satyaki atas dasar persahabatan. Ketika Satyaki mulai sadar dari pingsannya, ia mengambil senjata kemudian memenggal Burisrawa.
Kematian Tiga puluh enam tahun setelah pertempuran di Kurukshetra berakhir, Kurukshetra berakhir, Wangsa Wresni Wresni dan dan Yadawa Yadawa berpesta berpesta hingga mabuk. Dalam peristiwa tersebut, Kertawarma Kertawarma dan dan Satyaki saling mengejek. Satyaki menghina Kretawarma yang tega membunuh prajurit dalam keadaan tidur sedangkan Kertawarma menghina Satyaki yang membunuh Burisrawa Burisrawa dalam keadaan tak bersenjata. Setelah perang mulut dengan sengit, mereka bertempur, begitu pula yang dilakukan Wangsa Wresni lainnya. Atas kutukan Gandari Gandari,, Wangsa Wresni saling bertarung dengan sesamanya sampai binasa, kecuali Kresna Kresna dan dan Baladewa Baladewa serta serta para wanita.
Satyaki dalam pewayangan Jawa Kelahirannya di waktu ibu Satyaki mau dibawa oleh pencuri, tidak ada yang mampu mengalahkan pencuri itu bahkan para Pandawa Pandawa.. Setelah lahir Satyaki ia dido’akan d ido’akan agar cepat tumbuh, seketika ia menjadi ksatria yang gagah, suaranya mantap mirip Bima Bima,, tapi tubuhnya kecil, dialah yang mampu mengalahkan maling tersebut yang bernama Singomulanjoyo, kemudian nama itu dipakai oleh Satyaki. Nama lainnya adalah Yuyudana, Bimo Kunthing, Singomulanjoyo. Mempunyai senjata Gada Wesi Kuning pemberian Prabu Kresna Kresna..
December 24, 2007
Setyaka - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Setyaboma - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Setiawan - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Setiajit - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Seta - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Sentanu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sengkuni - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
Sengkuni, Sangkuni atau Sangkuni atau Sakuni Sakuni ( (Sansekerta Sansekerta:: śakuni ) adalah seorang tokoh antagonis antagonis dari dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata dan merupakan paman para Korawa Korawa,, sebab beliau adalah kakak lelaki daripada Dewi Gandari Gandari,, ibu para Korawa Korawa.. Ketika para Pandawa Pandawa berjudi berjudi melawan para Korawa, ialah yang menjadi pemain pada pihak Korawa. Di India India,, Sangkuni disebut Syakuni, sedangkan di tanah Sunda Sunda,, ia disebut patih Sangkuning.
Permainan dadu Untuk membantu keponakannya merebut kekayaan Yudistira Yudistira di di Indraprastha Indraprastha,, Sangkuni berencana agar Duryodana Duryodana
mengundang Yudistira bermain dadu dadu dengan dengan taruhan harta dan kerajaan. Dalam permainan tersebut, Sangkuni berjanji akan mewakili Duryodana agar ia bisa menang dengan menggunakan kelicikannya. Niat tersebut disetujui oleh Duryodana. Dretarastra Dretarastra ingin ingin mempertimbangkan niat tersebut matang-matang dengan para pemuka keluarga yang lain, namun karena hasutan Sangkuni, ia merelakan rencana tersebut. Undangan pun dikirim ke Indraprastha dan pada hari yang ditentukan, Yudistira bersama keempat adiknya beserta istri mereka datang ke Hastinapura Hastinapura.. Pada awal permainan, Sangkuni mengalah dan membiarkan Yudistira Yudistira menikmati menikmati kemenangan kecilnya. Tak berapa lama kemudian, Sangkuni selalu memenangkan permainan. Angka dadu dadu yang yang diminta Sangkuni pasti akan muncul
sesuai dengan harapannya dan tak pernah meleset, karena ia menggunakan kesaktiannya. Harta dan kerajaan milik Yudistira pun jatuh ke tangan Duryodana, termasuk saudara-saudaranya beserta istri mereka, yaitu Dropadi Dropadi.. Namun berkat pertolongan dari Dretarastra Dretarastra,, Yudistira memperoleh kebebasannya kembali. Hartanya pun dikembalikan. Karena kecewa, permainan dadu pun diselenggarakan untuk yang kedua kalinya. Kali ini taruhannya adalah siapa yang kalah harus meninggalkan kerajaan dan mengasingkan diri di dalam hutan selama 12 tahun, dan setelah itu hidup dengan penyamaran di kerajaan lain selama setahun, dan setelah itu baru diperbolehkan kembali ke kerajaannya. Setelah menerima persyaratan tersebut, Yudistira Yudistira bermain bermain dadu untuk yang kedua kalinya dengan Duryodana yang Duryodana yang diwakilkan oleh Sangkuni. Namun kali ini pun ia kalah dan terpaksa mengasingkan diri ke dalam hutan selama 12 tahun dan hidup dalam penyamaran selama setahun, bersama dengan adik-adiknya dan istri mereka.
Kematian Dalam pertempuran besar di di Kurukshetra Kurukshetra,, Sangkuni memihak Duryodana Duryodana.. Ia gugur di tangan Sahadewa Sahadewa..
Sangkuni dalam pewayangan Jawa Arya Sakuni yang yang waktu mudanya mudanya bernama Trigantalpati Trigantalpati adalah adalah putra kedua Prabu Gandara, raja negara Gandaradesa dengan permaisuri Dewi Gandini. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing-masing bernama Dewi Gandari, Gandari, Arya Surabasata dan Arya Gajaksa. Arya Sakuni menikah menikah dengan Dewi Sukesti, Sukesti, putri Prabu Keswara raja negara Plasajenar. Plasajenar. Dari perkawinan tersebut tersebut ia memperoleh tiga orang putra bernama Arya Antisura alias Arya Surakesti, Arya Surabasa dan Dewi Antiwati yang kemudian diperistri Arya Udawa, patih negara Dwarawati. Sakuni mempunyai sifat atau watak yang tangkas, pandai bicara, buruk hati, dengki dan licik. Ia bukan saja ahli dalam siasat dan tata pemerintahan serta ketatanegaraan, tetapi juga mahir dalam olah keprajuritan. Sakuni mempunyai pusaka berwujud “Cis “Cis”” (Tombak pendek untuk memerintah gajah) yang mempunyai khasiat dapat menimbulkan air bila ditancapkan ke tanah. Dalam perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, Sakuni diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa setelah gugurnya Prabu Salya, Salya, raja negara Mandaraka. Ia mati dengan sangat menyedihkan di tangan Bima Bima.. Tubuhnya dikuliti dan kulitnya diberikan kepada Dewi Kunti untuk Kunti untuk melunasi sumpahnya. Mayat Sakuni kemudian dihancurkan dengan Gada Rujakpala.
December 24, 2007
Sembadra - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Sekipu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sayempraba - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sawitri
Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Satyawati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sasrawindu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 24, 2007
Sasrahadimurtii - Solo Sasrahadimurt Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Sasikirana - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sangkanturunan - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sanga Sanga - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Sambu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Samba - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Salya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Salya ( Salya (Sansekerta Sansekerta:: Shalya Shalya)) merupakan kakak Madri Madri,, yaitu ibu Nakula Nakula dan dan Sadewa Sadewa,, dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Salya pemimpin Madra-desa Madra-desa atau atau Kerajaan Madra. Madra. Ia merupakan paman Nakula dan Sadewa dari keluarga ibunya dan dicintai serta disayangi oleh para Pandawa Pandawa.. Salya merupakan pemanah mahir serta ksatria yang sangat
tangguh. Dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, Kurukshetra, ia memihak Korawa Korawa.. Ia terbunuh pada hari kedelapan belas oleh Yudistira,, salah satu keponakannya. Yudistira
Salya dalam Mahabharata Salya merupakan raja di Kerajaan Madra atau Madra atau Madra-desa Madra-desa,, yaitu salah satu kerajaan India Kuno yang Kuno yang terletak di sebelah barat Asia barat Asia Selatan. Selatan. Ia merupakan ksatria yang sangat tangguh pada zamannya. Ia sangat disegani oleh keponakannya, yaitu Pandawa Pandawa.. Sebenarnya, Salya memihak Pandawa Pandawa saat saat pertempuran akbar di Kurukshetra. Kurukshetra. Salya mengirimkan pasukannya
dengan jumlah besar menuju markas Pandawa. Dalam perjalanan, ia dijamu oleh Duryodana Duryodana yang yang ia kira adalah Yudistira.. Hal itu sebenarnya merupakan siasat Duryodana agar mau membantu Korawa dalam pertempuran Yudistira nantinya. Karena merasa berhutang budi, Salya pun mau memihak Korawa. Kemudian Salya bertemu dengan Yudistira dan meminta ma’af atas kekeliruannya. Dengan segan, Salya terjun ke medan laga Kurukshetra Kurukshetra di di pihak Korawa Korawa.. Salya berperan sebagai kusir kereta Karna Karna dalam peperangan tersebut. Saat Karna terbunuh pada hari ketujuh belas, Salya diangkat menjadi pemimpin pasukan Korawa. Namun ia memegang jabatan tersebut hanya setengah hari, sebab itu ia berhasil dibunuh oleh Yudistira dengan Yudistira dengan menggunakan senjata tombak tombak..
Salya dalam pewayangan Jawa Prabu Salya ketika mudanya bernama Narasoma, adalah putera Prabu Mandrapati, raja Negara Mandaraka dari permaisuri Dewi Tejawati. Prabu Salya adalah saudara kandung bernama Dewi Madrim yang Madrim yang kemudian menjadi isteri kedua Prabu Pandu, Pandu, raja negara Astina negara Astina.. Prabu Salya menikah dengan Dewi Pujawati alias Dewi Setyawati. Putri tunggal Bagawan Bagaspati, Bagaspati, brahmana brahmana-raksasa di raksasa di pertapan Argabelah, dengan Dewi Darmastuti, seorang hapsari atau atau bidadari bidadari.. Dari perkawinan tersebut, ia dikaruniai lima orang putra, yaitu: Dewi Erawati, Dewi Surtikanti, Dewi Banowati, Arya Burisrawa dan Bambang Rukmarata. Prabu Salya mempunyai sifat tinggi hati, sombong, congkak, banyak bicara, cerdik dan pandai. Ia sangat sakti, lebihlebih setelah mendapat warisan Aji warisan Aji Candrabirawa dari Candrabirawa dari mendiang mertuanya, Bagawan Bagaspati yang Bagaspati yang mati dibunuh olehnya. Prabu Salya naik tahta kerajaan Mandaraka menggantikan ayahnya, Prabu Mandrapati yang meninggal bunuh diri. Pada perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, Salya memihak Korawa Korawa dan dan menjadi pemimpin pasukan setelah Karna Karna.. Akhir riwayatnya diceritakan, Prabu Salya gugur di medan pertempuran p ertempuran Bharatayudha Bharatayudha oleh oleh Prabu Yudhistira Yudhistira alias alias Prabu Puntadewa dengan Puntadewa dengan pusaka Jamus Kalimasada.
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Sakutrem - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sakuntala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Sakri - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
« Previous Page — Page — Next Page » »
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Sadewa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Sadewa atau Sadewa atau Sahadewa Sahadewa ( (Sansekerta Sansekerta : : sahadéva sahadéva), ), adalah seorang protagonis protagonis dari dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah seorang Pandawa Pandawa pula, pula, tetapi berbeda dengan Yudistira Yudistira,, Bima Bima,, dan Arjuna dan Arjuna ia ia adalah putra Dewi Madrim Madrim,, adik Dewi Kunti Kunti.. Ia adalah saudara kembar Nakula Nakula dan dan dianggap penitisan Aswino penitisan Aswino,, Dewa Kembar. Sadewa pandai dalam ilmu astronomi astronomi yang yang ia pelajari di bawah ba wah bimbingan resi Drona Drona.. Sementara itu juga mengerti banyak mengenai penggembalaan sapi. Oleh karena itu ia bisa menyamar menjadi seorang gembala pada saat di negeri Wirata yang dikisahkan pada Wirataparwa Wirataparwa.. Selama masa penyamarannya di Kerajaan Matsya yang Matsya yang dipimpin Raja Wirata Wirata,, Sadewa bertanggung jawab merawat sapi dan bersumpah akan membunuh Raja Gandhara Gandhara,, Sangkuni Sangkuni,,
yang telah memperdaya mereka sepanjang hidup. Ia berhasil memenuhi sumpahnya untuk membunuh Sangkuni, pada saat hari kedua menjelang perang Bharatayuddha Bharatayuddha berakhir. berakhir.
Kepribadian Dari kelima Pandawa, Sadewa yang termuda. Meski demikian ia dianggap sebagai yang terbijak di antara mereka. Yudistira bahkan Yudistira bahkan berkata bahwa ia lebih bijak daripada Brihaspati Brihaspati,, guru para dewa. Sadewa adalah seorang ahli perbintangan yang ulung dan dianggap mengetahui kejadian yang akan terjadi dalam Mahabharata namun ia dikutuk bahwa apabila ia membeberkan apa yang diketahuinya, kepalanya akan terbelah. Maka dari itu, selama dalam kisah ia cenderung diam saja dibandingkan dengan saudaranya yang lain. Seperti Nakula (kakaknya), Sadewa adalah ksatria berpedang yang ulung. Ia juga menikahi puteri Jarasanda Jarasanda,, Raja di Magadha dan Magadha dan adik iparnya juga bernama Sadewa.
Keturunan Seluruh Pandawa bersama-sama menikahi Dropadi Dropadi,, dan Dropadi memberikan masing-masing seorang putera kepada mereka. Dari hasil hubungannya dengan Dropadi, Sadewa memiliki putera bernama Srutakama. Selain itu, Sadewa memiliki putra yang bernama Suhotra, dari istrinya Wijaya.
December 24, 2007
Sadana - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara S, S, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Rukmini - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Rukmakala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Resi Anggira Anggira Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Rekatatama - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Rasawulan - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Ramawijaya - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta Surakarta
No Comments Comments
December 24, 2007
Rama Bargawa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Rajamala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Ragu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara R, R, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Putut Supawala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
Purwati - Solo Solo
December 24, 2007
Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Purwaganti - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Puntadewa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Priambada - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Premadi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Pratipa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Prahasta - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Pragoto - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Pragalba - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta
Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Prabowo - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Prabasini - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Prabu Kusuma - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Prabakesa - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Petruk w/ bujang - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Pertiwi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Pergiwati - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Pergiwa - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Parikesit - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Parikesit Ratu - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Parikesit (Sansekerta Parikesit Sansekerta:: parik ṣ ṣita, i ta, parik ṣ ṣit i t ) atau Pariksita Pariksita adalah seorang tokoh dari wiracarita wiracarita Mahabharata Mahabharata.. Ia adalah raja Hastina Hastina dan cucu Arjuna Arjuna.. Ayahnya adalah Abimanyu Abimanyu sedangkan putranya adalah Janamejaya Janamejaya.. Dalam kitab Adiparwa kitab Adiparwa,, akhir riwayatnya diceritakan bahwa Prabu Parikesit meninggal karena digigit Naga Taksaka yang bersembunyi di dalam buah jambu buah jambu,, sesuai dengan kutukan Brahmana Brahmana Granggi Granggi yang merasa sakit hati karena Prabu Parikesit telah mengkalungkan bangkai ular hitam di leher ayahnya, Bagawan Sarmiti. Parikesit tewas digigit oleh Naga Taksaka, Taksaka, setelah beliau diramalkan akan dibunuh oleh seekor ular. Maka beliaupun menyuruh untuk mengadakan upacara upacara sarpayajna sarpayajna untuk untuk mengusir semua ular. Tetapi karena sudah takdirnya, beliau pun digigit sampai wafat.
Peristiwa sebelum kelahiran
Saat Maharaja Parikesit masih berada dalam kandungan, ayahnya yang bernama Abimanyu Abimanyu,, turut serta bersama Arjuna dalam sebuah pertempuran besar di daratan Kurukshetra Arjuna Kurukshetra.. Dalam pertempuran tersebut, Abimanyu gugur dalam serangan musuh yang dilakukan secara curang. Abimanyu meninggalkan ibu Parikesit yang bernama Utara Utara karena gugur dalam perang.
Pada pertempuran di akhir hari kedelapan belas, Aswatama Aswatama bertarung bertarung dengan Arjuna dengan Arjuna.. Aswatama dan Arjuna samasama sakti dan sama-sama mengeluarkan senjata Brahm āstra. Karena dicegah oleh Resi Byasa Byasa,, Aswatama dianjurkan untuk mengarahkan senjata tersebut kepada objek lain. Maka Aswatama memilih agar senjata tersebut diarahkan ke kandungan Utara Utara.. Senjata tersebut pun membunuh Parikesit yang maish berada dalam kandungan. Atas pertolongan dari Kresna Kresna,, Parikesit dihidupkan kembali. Aswatama kemudian dikutuk agar mengembara di dunia selamanya.
Ramalan
kehidupan
Resi Dhomya Dhomya memprediksikan memprediksikan kepada Yudistira Yudistira setelah setelah Parikesit lahir bahwa ia akan menjadi pemuja setia Dewa Wisnu,, dan semenjak ia diselamatkan oleh Bhatara Kresna, Wisnu Kresna, ia akan dikenal sebagai Vishnurata Vishnurata (Orang (Orang yang selalu dilindungi
oleh
Sang
Dewa).
Resi Dhomya memprediksikan bahwa Parikesit akan selamanya mencurahkan kebajikan, ajaran agama dan kebenaran, dan akan menjadi pemimpin yang bijaksana, tepatnya seperti Ikswaku Ikswaku dan dan Rama Rama dari dari Ayodhya Ayodhya.. Ia akan menjadi ksatria panutan seperti Arjuna seperti Arjuna,, yaitu kakeknya sendiri, dan akan membawa kemahsyuran bagi keluarganya.
Raja
Hastinapura
Saat dimulainya zaman Kali Yuga, Yuga, yaitu zaman kegelapan, dan mangkatnya Kresna Kresna Awatara Awatara dari dari dunia fana, lima Pandawa bersaudara pensiun dari pemerintahan. Parikesit sudah layak diangkat menjadi raja, dengan Krepa Pandawa Krepa sebagai penasihatnya. Beliau menyelenggarakan menyelenggarakan Aswameddha Aswameddha Yajña Yajña tiga tiga kali di bawah bimibingan Krepa.
Kehidupan
selanjutnya
Pada suatu hari, Raja Parikesit pergi berburu ke tengah hutan. Ia kepayahan menangkap seekor buruan, lalu berhenti untuk beristirahat. Akhirnya ia sampai di sebuah tempat pertapaan. Di pertapaan tersebut, tinggalah Bagawan Samiti Samiti.. Beliau sedang duduk bertapa dan membisu. Ketika Sang Raja bertanya kemana buruannya pergi, Bagawan Samiti hanya diam membisu karena pantang berkata-kata saat sedang bertapa. Karena pertanyaannya tidak dijawab, Raja Parikesit marah dan mengambil bangkai ular dengan dengan anak panahnya, lalu mengalungkannya ke leher Bagawan Samiti. Kemudian Sang Kresa menceritakan kejadian tersebut kepada putera Bagawan Samiti yang bernama
Sang
Srenggi
yang
bersifat
mudah
marah.
Saat Sang Srenggi pulang, ia melihat bangkai ular melilit leher ayahnya. Kemudian Sang Srenggi mengucapkan kutukan bahwa Raja Parikesit akan mati digigit ular setelah tujuh hari sejak kutukan tersebut diucapkan. Bagawan
Samiti kecewa terhadap perbuatan puteranya tersebut, yang mengutuk raja yang telah memberikan mereka tempat berlindung. Akhirnya Bagawan Samiti berjanji akan mengakhiri kutukan tersebut. ia mengutus muridnya untuk memberitahu Sang Raja, namun Sang Raja merasa malu untuk mengakhiri kutukan tersebut dan memilih untuk berlindung. Kemudian Naga Taksaka Taksaka pergi ke Hastinapura Hastinapura untuk melaksanakan perintah Sang Srenggi untuk menggigit Sang Raja. Penjagaan di Hastinapura sangat ketat. Sang Raja berada dalam menara tinggi dan dikelilingi oleh prajurit, brahmana, dan ahli bisa. Untuk dapat membunuh Sang Raja, Naga Taksaka menyamar menjadi ulat dalam buah jambu.. Kemudian jambu tersebut diduguhkan kepada Sang Raja. Kutukan tersebut menjadi kenyataan. Raja jambu Parikesit wafat setelah digigit Naga Taksaka Taksaka yang yang menyamar menjadi ulat ulat dalam dalam buah jambu buah jambu..
Keturunan
Raja
Parikesit
Parikesit menikahi Madrawati, dan memiliki seorang putera bernama Janamejaya Janamejaya.. Janamejaya Janamejaya diangkat diangkat menjadi raja pada usia yang masih muda. Janamejaya Janamejaya menikahi menikahi Wapushtama, dan memiliki dua putera bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika diangkat sebagai raja menggantikan ayahnya dan menikahi puteri dari Kerajaan Wideha, Wideha, kemudian
memiliki
seorang
putra
bernama
Aswamedhadatta.
Para keturunan Raja Parikesit tersebut merupakan raja legendaris yang memimpin Kerajaan Kuru, Kuru, namun riwayatnya tidak muncul dalam Mahabharata Mahabharata..
Parikesit
dalam
pewayangan
Jawa
Parikesit adalah putera Abimanyu Abimanyu alias Angkawijaya, kesatria Plangkawati dengan permaisuri Dewi Utari, Utari, puteri Prabu Matsyapati Matsyapati dengan dengan Dewi Ni Yustinawati dari Kerajaan Wirata. Wirata. Ia seorang anak yatim, karena ketika ayahnya gugur di medan perang Bharatayuddha Bharatayuddha,, ia masih dalam kandungan ibunya. Parikesit lahir di istana Hastinapura Hastinapura setelah keluarga Pandawa Pandawa boyong dari Amarta ke Hastinapura.. Hastinapura Parikesit naik tahta negara Hastinapura menggantikan kakeknya Prabu Karimataya, nama gelar Prabu Yudistira Yudistira setelah menjadi raja negara Hastinapura. Ia berwatak bijaksana, jujur dan adil.
Prabu
Parikesit
mempunyai
5
(lima)
orang
permasuri
dan
8
(delapan)
orang
putera,
yaitu:
Dewi
Puyangan,
Dewi Dewi
berputera
Gentang, Satapi
Dewi
alias
Dewi
Ramayana berputera
Tapen,
Impun,
berputera berputera
Dewi Dangan, berputera Ramaprawa dan Basanta.
December 24, 2007
Parikenan - Solo Solo
Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
dan
Pramasata
Dewi Yudayana
dan Dewi
Tamioyi Dewi
Pramasti Niyedi
December 24, 2007
Panyarikan - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Pandu - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Pandu (Sansekerta Pandu Sansekerta:: dieja P āṇḍ u) adalah nama salah satu tokoh dalam wiracarita Mahabharata Mahabharata,, ayah dari para Pandawa.. Pandu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, yaitu Dretarasta Pandawa Dretarasta yang sebenarnya merupakan pewaris dari Kerajaan Kuru dengan Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura Hastinapura,, tetapi karena buta maka tahta diserahkan kepada Pandu dan Widura Widura,, yang tidak memiliki ilmu kesaktian apapun tetapi memiliki ilmu kebijaksanaan yang luar biasa
terutama
bidang
ketatanegaraan.
Pandu memiliki dua orang istri, yaitu Kunti Kunti dan Madri Madri.. Sebenarnya Pandu Dewanata tidak bisa mempunyai anak karena dikutuk oleh seorang resi resi,, karena pada saat resi tersebut menyamar menjadi kijang kijang untuk untuk bercinta, Pandu memanah hingga resi itu tewas. Kedua istri Pandu Dewanata mengandung dengan cara meminta kepada Dewa Dewa..
Pandu Dewanata akhirnya tewas karena kutukan yang ditimpa kepadanya, dan Madri menyusul suaminya dengan membakar dirinya.
Arti
nama
Nama Pandu Pandu atau pāṇḍ u dalam bahasa Sansekerta Sansekerta berarti pucat, dan kulit beliau memang pucat, karena ketika ibunya ( Ambalika) Ambalika) menyelenggarakan upacara putrotpadana upacara putrotpadana untuk untuk memperoleh anak, ia berwajah pucat.
Kelahiran Ayah Pandu adalah Wicitrawirya Wicitrawirya dan dan ibunya adalah Ambalika adalah Ambalika.. Saat Wicitrawirya wafat, ia belum memiliki keturunan. Maka Ambalika diserahkan kepada Bagawan Byasa Byasa agar agar diupacarai sehingga memperoleh anak. Ambalika disuruh oleh Satyawati Satyawati untuk untuk mengunjungi Byasa ke dalam kamar sendirian, dan di sana ia akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putera yang buta (Dretarastra (Dretarastra)) seperti yang telah dilakukan Ambika dilakukan Ambika.. Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan (Byasa (Byasa)) yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu (puteranya), ayah para Pandawa Pandawa,, terlahir pucat.
Kehidupan Pandu merupakan seorang pemanah yang mahir. Ia memimpin tentara Dretarastra Dretarastra dan juga memerintah kerajaan untuknya. Pandu menaklukkan wilayah Dasarna Dasarna,, Kashi Kashi,, Anga Anga,, Wanga Wanga,, Kalinga Kalinga,, Magadha Magadha,, dan lain-lain. Pandu menikahi Kunti Kunti,, puteri Raja Kuntibhoja dari Wangsa Wresni Wresni,, dan Madri Madri,, puteri Raja Madra Madra.. Saat berburu di hutan, tanpa sengaja Pandu memanah seorang resi resi yang sedang bersenggama bersenggama dengan istrinya. Atas perbuatan tersebut, Sang Resi mengutuk Pandu agar kelak ia meninggal saat bersenggama dengan istrinya. Maka dari itu, Pandu tidak bisa memiliki anak dengan cara bersenggama dengan istrinya. Dengan kecewa, Pandu meninggalkan hutan bersama istrinya dan hidup seperti pertapa. Di dalam hutan, Kunti mengeluarkan mantra rahasianya dan memanggil tiga Dewa, Yaitu Yama Yama,, Bayu Bayu,, dan Indra Indra.. Dari ketiga Dewa tersebut, ia meminta masing-masing seorang putera. Ketiga putera tersebut adalah Yudistira Yudistira,, Bima Bima,, dan Arjuna Arjuna.. Kunti juga memberi kesempatan kepada Madri untuk meminta seorang putera dari Dewa yang dipanggilnya, dan Madri memanggil Dewa Aswin Aswin.. Dari Dewa tersebut,
Madri
menerima
putera
kembar,
diberi
nama
Nakula Nakula
dan
Sadewa.. Sadewa
Kelima putra pandu dikenal sebagai Pandawa Pandawa..
Kematian Lima belas tahun setelah ia hidup membujang, ketika Kunti Kunti dan putera-puteranya berada jauh, Pandu mencoba untuk bersenggama bersenggama dengan dengan Madri Madri.. Atas tindakan tersebut, Pandu wafat sesuai dengan kutukan yang diucapkan oleh resi yang pernah dibunuhnya. Kemudian Madri menitipkan putera kembarnya, Nakula Nakula dan dan Sadewa Sadewa,, agar dirawat oleh Kunti sementara ia membakar dirinya sendiri untuk menyusul suaminya ke alam baka.
December 24, 2007
Pancawala - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Palupi - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
Gagrak Surakarta Archived Posts from this Category
December 24, 2007
Palasara - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Padmanaba - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara P, P, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
December 24, 2007
Niwatakawaca - Solo Solo Posted by topmdi under Aksara N, N, Gagrak Surakarta Surakarta No Comments Comments
View more...
Comments