Gagal Jantung Kongestif Dan Penatalaksanaannya Pada Anak

July 21, 2017 | Author: Zavita Anwar | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

anak...

Description

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK DR. Dr. Teddy Ontoseno SpA(K), SpJP Seksi Kardiologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fak.Kedokteran UNAIR - RSUD Dr Sutomo Surabaya

Dipresentasikan pada Simposium Nasional Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat IDAI Cabang Kalimantan Selatan 12- 13 Februari 2005

Pendahuluan Istilah gagal jantung merupakan sesuatu yang sangat menakutkan, walaupun sebenarnya tidak berarti jantung berhenti bekerja melainkan jantung tidak mampu memompa darah sesuai kebutuhan metabolisme tubuh. Bila pada kondisi ini mengakibatkan penumpukan cairan didalam paru atau jaringan tubuh lainnya maka disebut gagal jantung kongestif. Gagal jantung kongestif pada bayi dan anak merupakan kegawatdaruratan yang sangat sering dijumpai oleh petugas kesehatan dimanapun berada. Keluhan dan gejala sering tidak khas dan sangat bervariasi sehingga sering sulit dibedakan dengan akibat penyakit lain diluar jantung. Penyebab, gejala klinis, determinan dan penatalaksanaan gagal jantung kongestif pada bayi dan anak berbeda dengan orang dewasa, walaupun mekanisme dasarnya sama untuk semua usia. Bayi dan anak bukan ukuran miniatur orang dewasa, terdapat perbedaan yang besar dalam struktur, fungsi, aspek biokimia dan farmakologi pada jantung(Ontoseno, 1996). Gagal jantung kongestif merupakan penyulit utama dari segala jenis penyakit jantung pada bayi dan anak dengan mortalitas yang tinggi. Perkembangan IPTEKDOK di bidang Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah membuka era baru dalam mencermati kompleksitas etiologi dan patofisiologi serta beberapa faktor yang mengatur penampilan jantung, sehingga mendapatkan konsep penatalaksanaan yang lebih faali dan rasional (Colucci, 2001; Fisher, 1998 A; Ontoseno, 2002 B) . Walaupun demikian apa yang telah dicapai saat ini masih meninggalkan beberapa hal yang masih belum jelas sehingga masih selalu diperlukan berbagai penelitian yang sahih berdasarkan evidence based medicine serta pembahasan lanjutan terutama di bidang molecular medicine. Oleh karena itu perlu sekali mencermati patofisiologi gagal jantung kongestif pada bayi dan anak agar pendekatan klinik dan pengobatan rasional bisa dilaksanakan secara tepat dan secepat mungkin. GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 1

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Batasan Gagal Jantung Kongestif Secara umum menunjukkan bahwa jantung tidak dapat memompa darah yang diperlukan untuk memasok oksigen dan nutrien yang diperlukan sel di seluruh jaringan tubuh sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen dan nutrien di dalam sel. Biasanya, walaupun tidak selalu akibat dari gangguan kontraksi otot jantung (myocardial failure). Pada beberapa pasien, secara klinis menunjukkan sindroma gagal jantung kongestif tetapi tanpa disertai gangguan kontraksi otot jantung, kondisi seperti ini jantung yang normal tetapi menerima beban tekanan atau volume yang melebihi kemampuan atau akibat gangguan pengisian ventrikel (heart failure) (Fisher, 1998.B). Sistem sirkulasi mempunyai beberapa komponen yaitu jantung sebagai pompa, volume darah yang mengisi rongga jantung dan vaskuler, kadar oksigen didalam darah serta tonus vaskuler yang bertanggung jawab terhadap curah jantung dalam mempertahankan perfusi jaringan. Bila salah satu atau beberapa komponen tersebut mengalami kegagalan yang mengakibatkan penurunan perfusi jaringan, kondisi ini disebut circulatory failure (Colucci, 2001). Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan suatu bentuk respons hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata, serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Respons terhadap gagal jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi sistem saraf adrenergik (Gessner, 1993). The national Heart, Lung and Blood Institute, menggambarkan bahwa gagal jantung terjadi bilamana abnormalitas fungsi jantung menyebabkan jantung gagal memompa darah serta melepaskan oksigen ke jaringan pada kecepatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada tekanan pengisian (venous return) yang normal (Colluci, 2001; Fisher, 1998.B). Gagal jantung kongestif biasanya terjadi secara pelan, tanpa didahului gejala yang nyata dan gejala akan memberat dengan bertambahnya waktu. Selama itu jantung mencoba melakukan adaptasi dengan cara dilatasi ruang jantung dan meningkatkan kekuatan serta kecepatan untuk memompa darah keseluruh tubuh. Gagal jantung yang berjalan menahun menimbulkan mekanisme kompensasi berupa hipertropi kardiomiosit dan proliferasi fibroblast. Mekanisme kompensasi ini ada batas optimalnya, bila batas optimal terlampaui maka terjadi efek yang justru merugikan sehingga terjadi penurunan fungsi jantung yang lebih berat. Gagal jantung kongestif menggambarkan bahwa kelainan jantung kiri dan atau kanan terjadi bersamaan atau tidak bersamaan, walaupun kelainan pada salah satu ventrikel saja yang mungkin lebih dominan (Freed, 1992). Dengan demikian diagnosa gagal jantung kongestif dibuat apabila didapatkan adanya GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 2

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

penyakit jantung, kelainan nilai normal determinan-determinan yang mempengaruhi fungsi jantung disertai adanya keluhan dan gejala dari gagal jantung serta bendungan di vena perifer dan atau paru (Colluci, 2001; Fisher, 1998 A). Keluhan dan gejala klinis yang timbul pada gagal jantung kongestif merupakan pencerminan dari mekanisme kompensasi akut untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Fisher, 1998.A).

Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif (Artman,2002; Colluci, 2001; Fisher, 1998A) . Mekanisme gagal jantung kongestif pada dasarnya dibagi dalam 2 kategori yaitu : 1. Jantung memompa darah dengan kekuatan normal tetapi darah yang mengalir ke system arteri perifer tidak efektif, hal ini akibat sebagian besar darah yang keluar dari jantung mengalir ke paru oleh adanya defek anatomis sehingga menimbulkan aliran/pirau kiri ke kanan (left to right shunt). Pada saat ini jantung dan paru tidak mampu lagi mengatasi perubahan hemodinamik yang terjadi. Mekanisme ini sering terjadi pada bayi dan anak dengan defek kiri ke kanan yaitu ASD, VSD, PDA, Common AV valve atau kombinasi. 2. Jantung tidak kuat memompa darah ke aliran arteri sistemik oleh karena kelainan struktur jantung yaitu jantung kiri terlalu kecil atau terlalu sempit (hipolastik jantung kiri, stenosis katub aorta, koartasio aorta), atau oleh karena otot jantung sangat lemah sehingga tidak kuat memompa darah keluar menuju arteri sistemik walaupun struktur jantung normal (kardiomiopati, miokarditis, penyakit Kawasaki). Dengan melalui salah satu atau kedua mekanisme tersebut gagal jantung kongestif terjadi bila ada penurunan fungsi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri. Penurunan fungsi ventrikel kanan, sehingga tidak mampu memompa darah menuju paru, selalu ada darah sisa di ventrikel kanan, sementara darah dari vena sistemik akan terus mengisi ventrikel kanan setiap diastol. Akibatnya terjadi bendungan di ventrikel kanan yang akan diteruskan ke seluruh sistem vena perifer termasuk hepar. Penurunan fungsi ventrikel kiri, sehingga tidak mampu memompa darah menuju arteri sistemik, dengan demikian terjadi bendungan di sistem vena paru. Oleh karena itu gagal jantung kongestif merupakan sindroma klinik yang terdiri dari kumpulan gejala yang bervariasi tergantung umur yaitu berupa iritabel, nafsu makan yang menurun, ganggun proses tumbuh kembang, penurunan akitivitas, berkeringat, penurunan jumlah air kencing, takikardia, takipnea, retraksi ruang iga dan subkosta, kardiomegali, hepatomegali, pelebaran vena jugularis dan menurunnya pengisian kapiler (Fisher, 1998.B; Ontoseno,1996) . Fungsi jantung adalah sebagai pompa darah yang ditentukan oleh besarnya curah jantung yaitu jumlah darah yang dipompa keluar dari jantung setiap menit. Besar curah jantung ditentukan oleh 4 faktor yaitu : frekuensi GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 3

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

denyut jantung, kontraktilitas otot jantung, preload yang setara dengan isi diastolik akhir dan afterload, yaitu jumlah tahanan total yang melawan ejeksi ventrikel. Dalam kaitan ini penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kemampuan kontraktilitas otot jantung (myocardial function). Pada bayi dan anak terdapat beberapa determinan yang mempengaruhi fungsi jantung dan berbeda dengan dewasa, yaitu terdapat perbedaan besar miofilamen (unit kontraktil) antara bayi, anak dan dewasa. Pada bayi, miofilamennya lebih sedikit sehingga tenaga untuk kontraksi lebih lemah dan otot jantung lebih kaku sehingga setiap penambahan volume ventrikel yang kecil saja sudah menyebabkan peningkatan yang besar terhadap tegangan otot jantung. Kondisi ini menyebabkan penambahan volume ventrikel yang sedikit saja sudah berakibat kekuatan kontraksi otot jantung cepat mencapai titik optimal sehingga cadangan preload/diastol sangat terbatas. Pada bayi dalam keadaan istirahat, otot jantung mengkonsumsi oksigen lebih tinggi dan frekuensi denyut jantung lebih cepat sehingga sudah mendekati batas titik optimal hal ini oleh karena peran simpatis masih dominan. Efektifitas obat untuk merangsang langsung kontraktilitas juga terbatas. Dengan adanya keterbatasan-keterbatasan tersebut, manipulasi terhadap preload dan afterload pada bayi dan anak lebih bermanfaat dalam mengendalikan besarnya curah jantung.

Frekuensi denyut jantung (Colluci, 2001; Fisher, 1998A ) .

Frekuensi denyut jantung setiap menit dikalikan dengan volume darah yang dipompa keluar pada satu kali kontraksi jantung adalah besar curah jantung. Pada batas tertentu terdapat korelasi linier antara frekuensi denyut jantung dengan curah jantung, peningkatan frekuensi denyut jantung akan meningkatkan curah jantung. Akan tetapi frekuensi denyut jantung yang terlalu tinggi tidak akan memberikan kesempatan jantung untuk relaksasi sehingga akan menurunkan volume diastolik akhir, meningkatkan kebutuhan oksigen dan menurunkan perfusi koroner, akhirnya justru menurunkan curah jantung. Gagal jantung akan terjadi bila salah satu determinan tersebut terganggu, dalam hal ini harus dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kemampuan kontraktilitas otot jantung (myocardial function).

Kontraktilitas otot jantung (Colluci, 2001).

Adalah kekuatan otot jantung untuk memendek yang intrinsik yaitu tidak dipengaruhi oleh besarnya preload maupun afterload, tapi hanya dipengaruhi oleh frekuensi denyut jantung. Merupakan aktivitas serabut otot jantung (kemampuan inotropik) dan ditentukan oleh perubahan kadar kalsium intrasel atau sensitivitas protein myofibril terhadap kalsium. Konsep ini merupakan dasar penggunaan obat gagal jantung melalui salah satu mekanisme sinergik yang juga merupakan mekanisme kompensasi sistem adrenergik melalui reseptor β1 yang mengaktivasi adenyl siklase dan cyclic AMP dengan GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 4

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

mengikuit sertakan peranan protein kontraktil (troponin-C) sarkoplasma, phospolamban dan Ca++ ATPase pump sehingga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi maupun relaksasi otot jantung.

Preload

(Colluci, 2001; Fisher, 1998 B)

. Adalah derajat regangan otot jantung pada saat akan kontraksi (sistole) atau selama relaksasi (diastole/pengisian ventrikel), setara dengan volume pada saat akhir diastole yang secara histologis merupakan ukuran panjang sarkomer (unit kontraktil otot jantung). Pada saat istirahat, secara klinis menggambarkan fungsi alir balik (venous return) dan kelenturan ventrikel yang berpengaruh terhadap isi dan tekanan atrium kanan maupun kiri. Secara klinis, preload diestimasikan dengan pengukuran tekanan vena sentral (pengganti tekanan atrium kanan) dan tekanan pulmonary wedge (pengganti tekanan atrium kiri). Sesuai dengan hukum Starling, bertambahnya volume akhir diastole sampai titik optimal akan meningkatkan curah jantung semata-mata oleh faktor mekanik dan bukan oleh perubahan kontraktilitas otot jantung. Cadangan preload yang cukup besar merupakan dasar terapi cairan pada syok hipovolemik.

Afterload

(Fisher, 1998 B)

. Adalah beban dihadapi otot jantung saat sistole (kontraksi/ejeksi), diestimasikan sebagai tekanan aorta. Peningkatan afterload akan meningkatkan beban yang dihadapi otot jantung sehingga menurunkan volume sekuncup dan curah jantung. Pengobatan gagal jantung dengan menurunkan afterload bertujuan memperbaiki isi sekuncup dan curah jantung. Secara klinis, keberhasilan pengobatan dengan memantau perbaikan perfusi tanpa disertai peningkatan frekuensi jantung yang bermakna berarti sudah terjadi peningkatan volu,e sekuncup dan curah jantung. Pada beberapa keadaan ditemukan beban yang berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi otot jantung intrinsik, sebaliknya dapat terjadi depresi otot jantung intrinsik tatapi secara klinis belum tampak tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan.

Penyebab Gagal Jantung Kongestif Pada Bayi dan Anak (Artman, 2002; Dreyer, 1998; Ontoseno, 2002 B)

. Terdapat 3 kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu :

1.

Gangguan mekanik Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu a. Beban tekanan * Sentral ( Aorta stenosis, koartasio aorta, stenosis pulmonalis) * Perifer (Hipertensi pulmonal/sistemik, Takayashu, Kawasaki). b. Beban volume * Pirau kiri ke kanan, regurgitasi katup, arteriovenous fistula, anemia, gangguan gisi berat, hipertiroid.

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 5

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

c. Tamponade jantung atau konstriksi perikard, jantung tidak dapat diastol. d. Obstruksi pengisian ventrikel akibat stenosis mitral, trikuspid. e. Aneurisma ventrikel f. Dysinergi ventrikel. g. Restriksi endokardial atau miokardial (endokarditis). 2.

Abnormalitas otot jantung a. Primer : Kardiomiopati, miokarditis metabolik (diabetes, gagal ginjal kronis, anemia) atau toksin maupun sitostatika. b. Sekender : iskemia (penyakit jantung koroner), penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal, Kawasaki).

3.

Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi a. Takidisritmia : Supraventrikular, fibrilasi. b. Bradidisritmia/stndstill. c. Blok AV total bawaan atau didapat. d. Asinkroni elektrik jantung.

Faktor Pencetus Gagal Jantung Kongestif (Fisher, 1998 B).

Pada bayi yang disertai penyakit jantung bawaan sering pada 3 bulan pertama tidak menimbulkan gejala. Adanya faktor pencetus, yaitu infeksi saluran nafas, anemia, penggunaan steroid, pemberian cairan parenteral yang terlalu cepat dan dengan volume yang berlebihan, disritmia atau febris, maka gejala gagal jantung kongestif bisa segera timbul.

Klasifikasi Derajat Gagal Jantung Kongestif (Colluci, 2001; Fisher, 1998B).

Gagal jantung dapat timbul akut dan khronik, tidak ada batasan waktu yang pasti, pada gagal jantung yang khronik dapat juga timbul episode yang akut. Berkaitan dengan pengobatannya, yang penting adalah progresifitas dan beratnya gejala. Klasifikasi ddibuat untuk menentukan tingkat ketidak mampuan fisik dan beratnya gejala, tidak bergna untuk menilai beratnya penyakit yang menajdi penyebabnya. Gagal jantung ringan belum tentu disebabkan oleh penyakit jantung yang ringan dan beratnya gejala klinik tidak selalu sebanding dengan beratnya disfungsi ventrikel, tapi lebih menggambarkan mortalitasnya.

Mekanisme Kompensasi Gagal Jantung Kongestif (Colluci, 2001; Fisher, 1998A, Fisher, 1998B)

1.

.

Keseimbangan cairan dan dilatasi miokard Sebagai respons akut gagal jantung kongestif terhadap penurunan aliran darah dan pasokan oksigen di ginjal beruap aktivasi system Reninangiotensin-aldosteron (RAS). Renin dari ginjal mengubah angiotensinogen di hati menjadi angiotensin I yang selanjutnya di paru oleh Angiotensin Converting

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 6

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Enzyme (ACE) diubah menjadi angiotensin II yang berperan meningkatkan tekanan darah melalui vasokonstriksi pembuluh darah, retensi garam dan air, takikardia dan dapat mempengaruhi pola perubahan remodeling otot jantung. Aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium serta peningkatan ekskresi kalium, meningkatkan natrium intrasel sehingga menurunkan compliance pembuluh darah. Diduga ada pengaruh prostaglandin di dalam proses ini. Penurunan curah jantung juga akan mengaktivasi baroreseptor yang akan meningkatkan aktivitas simpatik pada jantung berupa takikardia, peningkatan sekresi renin di ginjal dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Peningkatan kadar angiotensin II merangsang endotel pembuluh darah untuk memproduksi plasma enthelin (ET1, ET2 dan ET3). Reseptor A (ETA) yang terdapat pada otot polos vaskuler akan berikatan dengan ET1, reseptor B (ET B) yang terdapat pada endotel vaskuler berikatan dengan ET2 dan ET3 melepaskan nitrikoksida dan prostasiklin. Selain sebagai vasokonstriktor arteri dan vena yang kuat, endotel juga merangsang pertumbuhan sel otot polos dan miosit yang berperan untuk timbulnya hipertropi. Angiotensin II yang dihasilkan oleh jaringan sistem kardiovaskuler di tingkat seluler menyebabkan inotropik positip dan meningkat kekakuan otot jantung sehingga terjadi disfungsi diastolik, memudahkan pelepasan norepineprin yang meningkatkan inotropik tetapi juga menimbulkan disritmia. Disamping meningkatkan transmisi saraf simpatis, pertumbuhan dan vasokonstriksi vaskuler, meningkatkan kontraktilitas dan induksi terjadinya hipertropi, reabsorbsi natrium, menghambat pelepasan renin, merangsang pelepasan prostaglandin, netriuretik, vasodilator dan mempengaruhi aldosteron. Peningkatan cairan intravaskular akan menimbulkan dilatasi rongga jantung. Berdasarkan hukum Frank-Starling : peningkatan volume sekuncup akan meningkatkan curah jantung, fenomen ini bersifat non linear. Pada batas tertentu, peningkatan volume akhir diastole akan meningkatkan tekanan akhir diastole ventrikel kiri, bila mekanisme kompensasi ini melewati titik optimal maka akan terjadi kenaikan tekanan vena dan kapiler paru dan pada saat inila timbul edema paru (gagalj jantung kongestif). Pada bayi peristiwa ini memrlukan waktu yang lebih singkat dari dewasa. Disamping itu, peningkatan volume intravaskular menyebabkan distensi atrium dan merangsang pelepasan Atrial Natriuretic Factor (ANF) yang berperan sebagai diuretik, natriuretik dan vasorelaksan. Pelepasan ANF ini akan lebih hebat oleh adanya hipoksia miokard. 2.

Perubahan Kontraktilitas Otot Jantung Gagal jantung meninbulkan beberapa perubahan akut terhadap aktifitas adrenergik di dalam sirkulasi dan otot jantung yang ditandai dengan penurunan kadar norepinefrin, densitas atau afinitas reseptor beta otot jantung. Curah jantung pada gagal jantung sangat bergantung

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 7

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

kepada peningkatan aktifitas adrenergik beta melalui peningkatan kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung. Peningkatan aktifitas adrenergik alpha menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan afterload, suatu keadaan yang tidak menguntungkan pada gagal jantung. Aktifitas adrenergik yang meningkat memberikan gejala yang dipakai untuk diagnosis gagal jantung secara klinis yaitu takikardia, kulit berkeringat, kelelahan, iritable dan penurunan nafsu makan akibat kelumpuhan kontraksi otot polos gastrointestianl akibat menurunnya kebutuhan oksigen. 3.

Redistribusi Curah Jantung dan Peningkatan Ekstraksi Oksigen Pada kondisi gagal jantung kongestif timbul mekanisme kompensasi tubuh dengan memberikan aliran darah diprioritaskan ke organ vital yaitu jantung, otak, adrenal, ginjal dan diafragma dengan menjauhi aliran splanchinc bed.

4.

Hipertropi Jantung Gagal jantung kongestif yang berjalan lama akan memberikan respons terhadap stres pada yang dialami sistem kardiovaskuler berupa bertambahnya masa otot jantung, kondisi ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan kontraksi otot jantung akibat beban tekanan. Masa otot jantung yang bertambah ini menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen sehingga meninyebabkan gangguan keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan oksigen pada otot jantung, kondisi ini menimbulkan iskemia pada daerah subendokardial dan fibrosis yang pada akhirnya justru akan menurunkan kemampuan kontraksi dan distensibilitas otot jantung . Hipertropi otot jantung ditandai dengan penebalan otot jantung tanpa disertai jumlah kapiler yang seimbang sehingga pasokan oksigen juga relatif berkurang. Hormon pertumbuhan dan tiroid, angiotensin, kortisol dan rangsangan saraf simpatis dapat pula merangsang timbulnya hipertropi otot jantung. Pada bayi, kondisi ini tidak terlalu memberikan gangguan serius mengingat otot jantung bayi kemampuan hiperplasi dan neovaskularisasnya masih selalu seimbang menyertai proses hipertropi yang terjadi. Hipertropi otot jantung yang terjadi dapat dalam 2 bentuk yaitu : a. Hipertropi konsentrik, terjadi bila terdapat beban tekanan sehingga terjadi peningkatan tegangan pada dinding ventrikel saat sistole dan penebalan miosit tanpa diikuti peningkatan volume ruang jantung. Kontraktilitas per unit masa otot jantung juga segera terganggu. b. Hipertropi eksentrik, terjadi pada beban volume sehingga meningkatkan tekanan diastole dan tegangan dinding ventrikel saat diastole dan perpanjangan miosit yang secara proporsional diikuti oleh peningkatan volume ruang jantung (dilatasi).

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 8

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Kontraktilitas per unit masa otot jantung baru terganggu bila sudah timbul gagal jantung. 5.

Bertambah panjangnya otot jantung. Hukum Frank-Starling memperlihatkan hubungan antara penampilan jantung (curah jantung dan isi sekuncup) dengan preload ventrikel pada saat akhir diastole. Bertambah panjangnya otot jantung berkorelasi linier dengan meningkatnya kontraksi otot jantung. Pada gagal jantung kongestif, terjadi ketidakmampuan pengosongan seluruh darah yang berada di dalam ruang jantung sehingga selalu terdapat sisa pada setiap akhir sistole yang akan menambah volume pada setiap akhir diastole. Kondisi ini menimbulkan regangan pada dinding ruang jantung dan bertambah panjang sehingga kemampuan sel otot jantung juga meningkat. Fenomena ini merupakan dasar dari pemakaian obat yang menurunkan afterload pada gagal jantung kongestif, adalah tepat diberikan bila pengisian ventrikel sudah cukup (stadium normovolemik). Penurunan fungsi ventrikel akan menggeser kurva Frank-Starling kebawah dengan slope yang lebih mendatar. Tekanan pengisian ventrikel yang sangat besar menyebabkan over-stretching otot jantung dan justru menurunkan curah jantung. Perikardium dan fossa kardiak menghindari timbulnya over-stretching tersebut. Pada gagal jantung kongestif, bila tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat akan diikuti oleh peningkatan tekanan di atrium dan terjadi bendungan pada pembuluh vena paru sehingga terjadi edema interstisial dan alveolar. Kondisi ini menimbulkan keluhan sesak nafas, orthopnea atau paroksismal nokturnal dispnea (PND). Bila tekanan ventrikel kanan juga meningkat maka terjadi bendungan pada pembuluh vena sistemik dan timbulah gejala hepatomegali, edema dan asites.

6.

Disosiasi Oksigen-Hemoglobin Pada gagal jantung kongestif, penurunan curah jantung menurunkan pasoka oksigen ke jaringan, kondisi ini akan merangsang pembentukan 2,3-difosfogliserat (DPG) untuk meningkatkan afinitas hemglobin terhadap oksigen sehingga pelepasan oksigen ke jaringan menjadi lebih baik.

7.

Peningkatan Prostaglandin dan Prostasiklin Pada gagal jantung kongestif terjadi penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang akan merangsang pembentukan PGI2, PGF2A dan Prostasiklin pada sel collecting tubules pada medula renalis, jaringan intersisial ginjal dan sel otot polos pembuluh darah ginjal. Kondisi ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah aferen arerial glomeruli dan meningkatkan sekresi renin untuk meningkatkan GFR.

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 9

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

8. Peningkatan Bradikin dan Kalikrenin Pada gagal jantung kongestif, sistem Kalikrenin –Kinin membentuk beberapa peptida yang berperan sebagai vasodilator dan membantu ekskresi natrium. 9.

Perubahan aktifitas mitokondria otot jantung Pada gagal jantung kongestif, mitokondria di dalam otot jantung mengalami peningkatan jumlah namun ukurannya menjadi lebih kecil dan terjadi kerusakan pada membrannya, terjadi peningkatan aktifitas respirasi, rasio produksi dan pemakaian enersi, produksi ATP serta masa mitokondria. Terjadi penurunan daya ikat terhadap kalsium serta resting membrane potential yang menyebabkan perpanjangan waktu diastol.

10. Pelepasan Endotelin Pada gagal jantung kongestif, terjadi peningkatan kadar endotelin akibat adanya rangsangan angiotensin II. 11. Pelepasan Vasopresin Pada gagal jantung kongestif, terjadi perubahan osmolalitas plasma akibat hiponatremia kondisi ini akan melepaskan vasopresin dan merangsang baroreseptor ke hipofisa.

Penilaian Klinis Gagal Jantung Kongestif

(Colluci, 2001; Freed, 1992; Ontoseno,1996;

Ontoseno, 2002 A).

Gagal jantung kongestif adalah kondisi yang disertai gangguan multisistem, tidak ada satupun keluhan atau gejala klinis yang spesifik untuk suatu gangguan organ tertentu saja. Rendahnya spesifisitas dan sensitifitas gejala dan keluhan merupakan alasan bahwa sering terjadi overdiagnosis. Variasi yang luas dan dipengaruhi oleh usia, penyebab penyakit jantung, ruang jantung yang paling terganggu, respons individu terhadap timbulnya mekanisme kompensasi serta derajat dan progresifisitas gangguan penampilan jantung. Oleh karena itu perlu dibuat suatu sistem penilaian klinik terhadap keluhan dan gejala, bukti adanya penyakit jantung serta pengamatan nilai obyektif yang menentukan ada atau tidak adanya gangguan hemodinamik untuk menjamin pengobatan yang tidak terlambat tapi tepat. Menegakkan diagnosa gagal jantung kongestif hanya berdasarkan satu kriteria saja adalah tidak mungkin. Penilaian kilinik yang lengkap termasuk riwayat kelahiran, feeding difficulty, tumbuh kembang. Riwayat sesak berupa orthopnea atau PND jarang ditemukan pada bayi. Pemeriksaan fisik yang cermat dan laboratorium yang rasional sehingga dapat menilai secara akurat beberapa determinan yang menggambarkan fungsi jantung. Sering gejala dan keluhan gagal jantung kongestif baru muncul setelah ada faktor pencetus yaitu febris, infeksi paru dan gangguan gizi.

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 10

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Pemeriksaan Fisik Pada Gagal Jantung Kongestif

(Freed, 1992; Ontoseno, 1996;

Ontoseno, 2002 A).

Seperti melakukan pemeriksaan fisik sebagaimana lazimnya, mengingat hal ini merupakan kunci untuk menetapkan diagnosa dan kuantifikasi derajat gagal jantung serta menentukan kausa gagal jantung kongestif, maka keluhan yang sugestif gagal jantung kongestif sering menjadi stimulus untuk memulai suatu diagnostik workup untuk mengevaluasi ada tidaknya gagal jantung kongestif. Keluhan biasanya merupakan gejala awal gagal jantung kongestif sebelum gejala fisik yang tegas muncul, oleh karena itu pengambilan anamnesa yang teliti masih merupakan tindakan yang terpenting dalam mendeteksi gagal jantung yang dini atau ringan. Secara umum didapatkan gejala klinis sebagai akibat dari: 1.

Gangguan penampilan jantung * Takikardia (istirahat, bayi : 160/m, anak: 110/m), merupakan akibat dari mekanisme adaptasi yang merangsang system adrenergik terhadap penurunan volume sekuncup. Bila dalam keadaan istirahat ditemukan frekuensi denyut jantung yang ekstrem (bayi >200/m, anak >150/m) perlu dipikirkan adanya takikardia supraventrikuler sebagai penyebab primer dan bukan sebagai mekanisme adaptasi. * Hiperakrifitas prekordial, terutama akibat shunt lesion, kecuali pada kardiomipati /tamponade jantung aktifitas prekordial menurun. * Tampak sianosis perifer akibat penurunan perfusi di kulit dan peningkatan ekstraksi oksigen jaringan. * Ekstremitas teraba dingin, pulsasi perifer melemah, tekanan darah sistemik menurun disertai penurunan capillary refill dan gelisah. * Pulsus paradoksus (pirau kiri ke kanan yang besar), pulsus altrenans (penurunana fungsi ventrikel stadium lanjut). * Bising jantung, adanya bising jantung menyokong diagnosis tapi tidak terdengarnya bising jantung tidak dapat menyingkirkan bahwa bukan gagal jantung kongestif.

2. Gejala bendungan paru Peningkatan tekanan pembuluh vena pulmonal pada awalnya timbul edema intersisial, bila berlangsung terus maka akan timbul edema alveoli dan bronchiolar yang memberikan gejala berupa retraksi, grunting, wheezing ekspirasi (akibat obstruksi saluran nafas besar oleh pendesakan dari pelebaran arteri pulmonalis atau atrium kiri).. Tampak sianosis sentral yang ringan akibat penurunan fungsi pertukaran gas oleh penumpukan cairan di alveoli. 3.

Gejala bendungan vena sistemik Bendungan vena perifer akibat jantung mengalami beban volume yang berlebihan menimbulkan pembesaran hati, bendungan vena di leher, edema perifer dan asites terutama pada anak yang lebih besar.

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 11

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Evaluasi Radiologi Pada Gagal Jantung Kongestif (Freed, 1992; Ontoseno, 2004).

Foto polos dada sebaiknya selalu dibuat pada setiap bayi atau anak yang dicurigai menderita gagal jantung kongestif. Kardiomegali ( CTR> 55% pada bayi dan CTR> 50% pada usia diatas 1 tahun) tidak ditemukan bila penyebab dari gagal jantung kongestif adalah : kardiomiopati restriktif, perikarditis konstriktif atau anomali vena pulmonalis dengan obstruksi. Peningkatan vaskularisasi paru oleh pelebaran arteri pulmonal (adanya pirau kiri ke kanan), oleh pelebaran vena pulmonalis ( akibat edema paru) atau oleh proses radang paru sering sulit dibedakan. Edema paru seringdisertai gambaran butterfly (penebalan vaskuler di daerah hilus paru).

Pemeriksaan Laboratorium (Ontoseno, 2002 B; Richenbacher, 2001).

Pemeriksaan laboratorium sederhana (Hb, leuko, BBS, eritrosit) membantu untuk menyingkiran adanya anemi dan infeksi. Analisa gas darah membantu untuk menegakkan diagnosa serta derajat sekaligus pengobatannya. Serum elektrolit ( natrium, kalium, kalsium dan magnesium) penting untuk memantau gangguan keseimbangan elektrolit serta penyulit dan persaratan sebelum pemberian digitalis. Kadar gula darah akibat hipermetabolism sering menimbulkan gejala kejang. Urinalisis, jumlah akan menurun disertai albuminuria, kenaikan berat jenis dan hematuria mikroskopis.

Pemeriksaan Ekokardiografi (Colluci, 2001; Fisher, 1998 B; Ontosen0,1997) .

M-mode dapat menilai kuantitas ruang jantung dan shortening fraction yaitu indeks fungsi jantung sebagai pompa. Ejection fraction lebih akurat untuk menilai fungsi tersebut. Perbandingan antara velocity of fiber shortening dan end-systolic wall stress menggambarkan indeks kontraktilitas otot jantung. Two dimensional, pulsed dan continuous-wave serta colour flow Doppler sangat akurat menilai dan mengambarkan defek anatomis jantung, pressure gradient, rasio QP;QS dan besarnya curah jantung.

Pemeriksaaan Kateterisasi Dan Angiokardiografi (Fisher, 1998 B; Ontoseno, 1994) . Suatu pemeriksaan invasif, untuk menilai hemodinamik, anatomi, elektrofisiologi dan sekaligus intervensi non bedah berupa blade dan balloon atrial septostomy sebagai upaya dekompresi tekanan atrium kiri pada stenosis mitral yang berat, dan transposisi pembuluh darah besar. Penutupan PDA, VSD ataupun ASD tanpa pembedahan dengan teknologi canggih sudah dicoba dengan hasil yang cukup memuaskan.

Evaluasi Penyebab Gagal Jantung Kongestif (Artman,2002;

A; Ontoseno,2004)

Fisher, 1998 B; Ontoseno, 2002

.

Adalah upaya terpenting tapi juga tidak selalu mudah, mengingat adanya keterkaitan yang erat antara perkembangan embriologi, perubahan GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 12

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

hemodinamik yang sejajar dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu paling tepat membagi penyebab gagal jantung berdasarkan usia saat timbul gejala pertama, yaitu terbagi dalam 4 kelompok : 1. Pada usia perkembangan janin Dikenal sebagai hidrops, aakibat semua kondisi yang meneybabkan beban volume dan atau tekanan yang berlebihan pada atrium kanan sehingga terjadi edema sistemik disertai asites, efusi pleura dan perikard. Penyebab tersering dari keadaan ini adalah sustained supraventricular tachydisrythmia dengan atau tanpa defek anatomis jantung, blok AV total bawaan, defek AV canal, regurgitasi pulmonal/trikuspid yang berat. Agak jarang dijumpai sebagai penyebaba gagal jantung kongestif pada usia janin yaitu endocardial fibroelastosis, kardiomiopati bawaan, miokarditis virus, glycocen storage disease dan anemia berat (Rh isoimune, talasemia, twin to twin transfusion). 2. Pada saat lahir sampai usia 1 tahun Asfiksia, sepsis, hipoglikemia, hipokalsemia, anemia, snindroma hiperviskositas, regurgitasi pulmonal/tricuspid, AV fistel sistemik, supraventrikular takikardi dan AV blok total bawaan dapat menyebabkan disfungsi miokard saat lahir. Pada saat 1 minggu setelah lahir, gagal jantung baru timbul setelah terjadi penutupan duktus pada kelainan obstruksi keluar alur ventrikel kiri maupun kanan. Bayi premature pada usia ini bisa terjadi gagal jantung kongestif akibat adanya duktus persisten yang besar. Gagal jantung kongestif pada usia 2 bulan di dominasi penyebabnya adalah defek pirau kiri ke kanan yang besar. Bila disertai tanda infark anterolateral pada EKG maka menunjukkan adanya left coronary artery from the pulmonary artery (penurunan tahanan arteri pulmonalis segera mengakibatkan penurunan perfusi arteria koronaria kiri). Adanya hipoksia akibat prolonged ventilatory support, kardiomiopati akibat defisiensi karnitin, miokarditis virus, pompe disease dan hipotiroid juga sering sebagai penyebab gagal jantung kongestif pada usia setelah 2 bulan. 3. Pada usia anak dan remaja Gagal jantung kongestif yang timbul pada usia ini biasanya akibat penyakit jantung bawaan yang belum dikoreksi atau sudah dikoreksi tapi timbul late post-operative complication, disamping sebagai natural progression of their disease.

Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif Pada Bayi dan Anak

(Artman, 1986;

Gessner, 1992; Kaplan, 1990; McMurray, 2002; Ontoseno,2004; Richenbacher, 2001).

Penatalaksanaan yang tidak bisa sederhana akibat dari penyebab, progresifitas, penyakit lain yang menyertai, usia, respons individu dan gejala yang sangat bervariasi menyebabkan sering memberikan hasil yang kurang memuaskan. Oleh karena itu perlu pendekatan yang cermat, yaitu : GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 13

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

1. Mencari penyebab dasarnya sekaligus menghilangkan dengan cara medikamentosa ataupun pembedahan. 2. Mencari penyebab sekaligus mempersiapkan tindakan tanpa atau dengan pembedahan. 3. Mencari dan sekaligus menghilangkan faktor pencetusnya (infeksi, disritmia). 4. Mengendalikan kondisi akibat gagal jantung kongestif (retensi air, takidisritmia, keseimbangan elektrolit). 5. Meningkatkan penampilan jantung. 1.

MENCARI PENYEBAB GAGAL JANTUNG KONGESTIF SEKALIGUS MENGHILANGKAN DENGAN CARA MEDIKAMENTOSA Penyebab gagal jantung kongestif yang bukan oleh akibat defek anatomi jantung biasanya akibat kondisi atau penyakit diluar jantung, yaitu hipertensi, infeksi virus, demam rheuma, toksin difteri, penyakit paru obstruktif, gangguan gizi (kurang gisi atau obesitas), anemia berat dan sudah berlangsung lama. Keberhasilan mengendalikan berbagai kondisi tersebut maka gagal jantubg kongestif yang sudah terjadi atau yang masih mengancam bisa diatasi secara medikamentosa.

2.

MENCARI PENYEBAB GAGAL JANTUNG KONGESTIF SEKALIGUS MEMPERSIAPKAN TINDAKAN TANPA ATAU DENGAN PEMBEDAHAN JANTUNG. Tidak semua penyebab gagal jantung kongestif akibat dari defek anatomis struktur jantung memerlukan operasi segera, bergantung kepada derjata defeknya, progresivitas penyakit serta gejala yang ditimbulkan. Makin dini dan makin berat gejala timbul makin berat pula derajat defek anatomi dan makin dini pula operasi jantung dilaksanakan. Operasi jantung ada yang bersifat paliatif (memperbaiki hemodinamik tanpa koreksi anatominya) atau bersifat korektif yaitu membuat anatomi jantung menjadi normal atau mendekati normal. Defek anatomi yang kompleks biasanya operasi melalui 2 tahap yaitu paliatif disusul korektif. Kemajuan IPTEKDOK, tindakan invasif (prosedur kateterisasi jantung) tanpa pembedahan telah berkembang pesat. Beberapa jenis penyakit jantung bawaan : PDA, ASD, Pulmonal stenosis, Koartasio Aorta dan VSD memberikan hasil yang memuaskan.

3.

MENCARI SEKALIGUS MENGHILANGKAN FAKTOR PENCETUS TIMBULNYA GAGAL JANTUNG KONGESTIF. Sering dilupakan kehadiran beberapa faktor yang merupakan pencetus timbulnya gagal jantung kongestif, yaitu : infeksi, febris, dehidrasi, gangguan keseimbangan cairan, asam basa dan elektrolit serta disritmia. Tanpa menghilangkan faktor pencetus tersebut, penatalaksanaan gagal jantung kongestif tidak akan berhasil.

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 14

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

4.

5.

MENGENDALIKAN KONDISI AKIBAT DARI GAGAL JANTUNG KONGESTIF a.

Retensi air dan garam serta keseimbangan elektrolit Diuretika merupakan obat pertama yang harus diberikan untuk semua usia pada gagal jantung kongestif. Dapat diberikan loop diuretik yang menghambat reabsorpsi air dan natrium, yaitu furosemid atau asam etakrinik, dengan dosis 1 mg/kgBB/oral, im atau iv. Dosis awal lebih efektif bila diberikan secara parenteral lalu diulang setiap 8 sampai 12 jam dan dilanjutkan po setelah 2 atau 3 hari dengan dosis 1 mg/kgBB/dosis 2 atau 3 kali/hari. Pemantauan keseimbangan elektrolit dan asam basa (hiponatrimia, kipokalemia dam metabolik alkalosis) akibat pemberian diuretika sangat penting terutama pada bayi. Waspada terjadinya hiperkalemia pada gagal jantung kongestif yang berat yang disertai pemberian potassiumsparing diuretic (spironolakton) atau gagal ginjal. Hiperurikemia terjadi pada pemakaian furosemid, thiazide dan ethacrynic acid yang menahun. Hiperlasemia sering terjadi pada pemakaian ethacrynic acid. Ototoksik (hearing loss) yang bersifat reversibel bisa terjadi pada pemakaian ethacrynic acid atau furosemid.

b.

Mengendalikan takidisritmia Takidisritmia yang terjadi pada gagal jantung kongestif bisa merupakan mekanisme kompensasi tapi bila terjadi sangat ekstrem maka segera harus dikendalikan dengan berbagai manuver yang menimbulkan refleks vagus ( rangsangan muntah, mengejan, diving reflex).

c.

Menurunkan kebutuhan oksigen di dalam sel Selain pemberian oksigen yang efektif juga mengurangi pemakaian oksigen yang berlebihan (istirahat, ketenangan dan pengaturan sirkulasi dan suhu udara sekitarnya).

MENINGKATKAN PENAMPILAN/KONTRAKTILITAS OTOT JANTUNG Perbaikan hemodinamik dengan meningkatkan kontraktilitas otot jantung merupakan prinsip dasar untuk meningkatkan pengosongan darah saat ventrikel sistole sehingga menurunkan volume dan tekanan akhir diastole serta meningkatkan curah jantung. Digitalis, masih merupakan pilihan, terutama bila disertai fibrilasi atrium, tidak bermanfaat pada bendungan vena yang hebat dan dengan kontraktilitas otot jantung yang masih baik. Kontraindikasi absolut pada HOCM (hypertrophy obstructive cardiomyopathy), ada tanda keracunan digitalis (anoreksia, mual-muntah, diare, lemah badan, insomnia, vertigo, berdebar, disritmia, sinkop, atau kenaikan kadar serum digitalis melebihi 2,5 mmol/liter. Bila sudah ada tanda keracunan digitalis maka pemberiannya harus segera dihentikan lalu diberi kalum klorida iv (bila

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 15

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

ada disritmia yang berbahaya) dengan dosis : 0.5 mEq/menit, dapat per oral bila tanpa disritmia yang berbahaya) dengan dosis : 50 – 80 mEq, atau lidokain (bila timbul blok AV), sulfas atropin (bila timbul bradikardia) atau pacu jantung. Epinefrin, adalah katekolamin endogen dari medula adrenal, sebagai alpha (vasokonstriktor) dan beta (meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan sistole adrenergik apada otot jantung dan otot polos perifer) dengan dosis : 0.1 – 0.3 µg/kgBB/menit. Norepinefrin, katekolamin yang bersifat neurotransmiter lokal pada sistem saraf adrenergik. Meningkatkan tekanan sistolik, diastolik dana tahanan perifer. Isoproterenol, simpatomimetik, agonis beta Meningkatkan frekuensi dan kontraktilitas jantung.

adrenergik

murni.

Dopamin, efek langsung atau tidak langsung sebagai aktivator β1 . Dosis dibawah 5 µg/kgBB/menit meningkatkan aliran darah ke ginjal. Dosis 5 – 15 µg/kgBB/menit sebagai inotropik, meningkatkan frekuensi jantung dan vasokontsriktor. Dobutamin, dosis dimulai dari 2 – 5 µg/kgBB/menit sebagai inotropik akan meningkatkan curah jantung melalui penurunan tekanan pengisian ventrikel dan sedikit mempengaruhi frekuensi jantung. Vasodilator, manipulasi afterload secara farmakologis adalah sangat penting dalam pengobatan gagal jantung kongestif. Dapat meingkatkan fungsi jantung sebagai pompa dengan mempengaruhi tahanan dan kapasitas vascular bed di perifer.. Efek relaksasi otot polos arterial akan menurunkan tahanan prekapiler arteri dan afterload sehingga meningkatkan curah jantung dan sekaligus menurunkan bendungan pada sistem vena dengan meningkatkan venous capacitance, vascular bed sistemik dan menurunkan filling volume. Terdapat beberapa vasodilator dengan efek utama yang berbeda, sebagai arteriodilator, venodilator atau keduanya. Oleh karena itu pemilihan jenis vasodilator sangat bergantung pada keadaan klinis serta tujuan pengobatan, yaitu menurunkan afterload, preload atau keduanya. Pada kondisi yang akut, harus dilakukan pemantauan ketat terhadap tekanan sistemik (arteri dan vena) dan pulmonary wedge pressure. Kondisi menjadi lebih buruk bila penurunan yang hebat dari filling pressure atatu tekanan arteri sistemik. ACE inhibitor , menurunkan produksi aldosteron dan sebagai vasodilator arteri sehingga dapat menurunkan afterload dan meningkatkan diuresis dengan meningkatkan renal blood flow dan pengeluaran natrium. Mempunyai sifat remodelling (dilatasi dan hipertropi) dinding ventrikel GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 16

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

akibat kenaikan beban volume dan waal stress sehingga myocardial preservation tetap dapat dipertahankan. Beberapa preparat ACE inhibitor yaitu : Kaptopril, dosis 0.1 – 0.5 mg/kgBB/dosisi po setiap 12 – 24 jam, maksimum 0.3 mg/kgBB/hari diberikan sebelum makan. Kaptopril dapat masuk sirkulasi dengan cepat dengan kadar plasma tercapai setelah 60 menit dengan waktu paruh 2 jam, lama bekerja 8 jam. Efek samping minimal berupa rash dan gangguan pencernaan serta rasa. Phosphodiesterase Inhibitor, meningkatkan kadar cAMP sitoplasma sehingga mempercepat fosforilasi protein miokard agar kontraktilitasnya bertambah serta menghambat protein kinase otot polos vaskuler sehingga timbul vasodilatasi. Dikenal di pasarana sebagai Milrinon dan Amrinon. Hydralazine (sebagai vasodilator arteri), Nifedipine (vasodilator arteri, depresi kontraksi otot jantung dan hambat konduksi nodus AV), Prasozin (vasodilator arteri dan vena) dan Nitrogliserin dapat digunakan menurunkan preload. Mechanical afterload reduction, intraaortic balloon counterpulsation dapat menurunkan afterload ventrikel kiri selama sistole dan meningkatkan tekanan perfusi aorta selama diastole. Teknik yang digunakan adalah repetitive cycle-synchronized pneumatic inflation and deflation of a catheter-mounted balloon melalui arteri femoralis perkutan. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan pada perawatan bayi dan anak dengan gagal jantung kongestif dengan terjadinya fenomena ketidakseimbangan antara pasokan oksigen dengan kebutuhan oksigen, yaitu : 1. Komponen yang mempengaruhi pasokan oksigen : • Saturasi oksigen • Kadar hemoglobin • Besarnya curah jantung. 2. Komponen yang mempengaruhi besarnya kebutuhan oksigen : • Suhu tubuh • Work of respiration • Katekolamin • PH darah. Untuk mencapai penatalaksanaan yang optimal, selain menghilangkan penyebab serta faktor pencetus dan mengontrol akibat dari gagal jantung kongestif pada bayi dan anak, maka harus dilakukan : GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 17

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

1.

Terapi oksigen secara adekuat, walaupun dapat meningkatkan afterload tapi dapat menurunkan tahanan pembuluh darah paru secara efektif. Fenomena ini meningkatkan pirau kiri ke kanan dan menurunkan curah jantung. Untuk itu selama pemberian oksigen perlu diperhatikan bila ada kenaikan frekuensi respirasi dan respiratory effort maka tekanan oksigen harus segera diturunkan sesuai atau sedikit di atas kadar oksigen ruangan. Apabila ada edema paru maka pemberian oksigen baru bermanfaat bila menggunakan PEEP (Positive End Exporatory Pressure).

2.

Pemberian sedativa, terutama bila ada edema paru. Morfin, 0.05 mg/kgBB sc/im/iv, selain mempunyai efek sedativa juga meningkatkan sistemic venous capacitance dan menurunkan aliran darah ke paru sehingga dapat menurunkan bendungan dan meningkatkan pertukaran gas di paru.

3.

Pemberian kalori yang cukup, yaitu 100 –120 kcal/hari dengan rendah garam ( 2-3 mEq/kgBB/hari) dan membatasi kebutuhan cairan (75% dari kebutuhan normal atau bisa dikurangi lagi bila ada pembesaran hepar yang progresif atau frekuensi nafas yang tinggi dan berlanjut). Diet yang mudah dicerna, kalau perlu diberikan melalui sonde lambung.

4.

Preparat besi, terutama bila sudah disertai anemia hipokrom mikrositer oleh anemia defisiensi besi yang relatif sebagai akibat polisitemia sebagai respons terhadap hipoksia menahun.

5.

Memberantas semua faktor penyebab infeksi berulang (rongga mulut, THT, saluran kencing).

6.

Pendekatan yang informatif terhadap keluarga penderita (informed) dengan memberikan kesempatan untuk berkomunikasi secara terbuka sekaligus meminta persetujuan terhadap semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap penderita dengan tujuan penyelamatan jiwa.

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 18

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Daftar Pustaka 1. Artman M, Mahony L and Teitel DF : Neonatal Cardiology. The McGrawHill Companies Medical Publishing Division. 2002. 2. Artman M, Graham TP. 1986. Guideline for vasodilator therapy of congestive heart failure in infants and children. Am. Heart J. 113 : 9941005. 3. Colucci WS and Braunwald E. 2001. Pathophysiology of Heart Failure. In: Braunwald E, Zipes DP and Libby P. Ed. Heart Disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine. WB Saunders Co. 6th.ed 503 – 599. 4. Fisher JD, Feltes TF, Moore JW, Marcus B and Johnson G. 1998.A. Management of Acute Congestive Cardiac Failure. In : Garson A, Bricker JT, Fisher DJ and Neish SR. Ed. The Science and Practice of Pediatric Cardiology.. Baltimore Philadelphia London. William & Wilkins. Vol II. 23292343 5. Fisher DJ. 1998. B. The pathophysiology of congestive cardiac failure : influence of hyperthrophy and alterations in cardiac gene expression. In: Garson A, Bricker JT, Fisher DJ, Neish SR, Ed. The Science and Practice of Pediatric Cardiology, 2nd Ed. Baltimore Philadelphia London.: William & Wilkins. Vol I. 251 - 9. 6.Freed MD. 1992. Congestive Heart Failure. In: Gessner IH, Victoria BE, Ed. Pediatric Cardiology. A Problem oriented approach. Philadelphia. WB Saunders. 117 – 29. 7. Gessner IH. 1993. Congestive heart failure. In : Gessner IH, Victoria BE.Ed. Pediatric Cardiology. A Problem Oriented Approach. Philadelphia: WB Saunders. 117 – 29. 8. Kaplan S. 1990. New drugs approach to the treatment of heart failure in infants and children. Drugs : 39; 388-93. 9. McMurrayJ and Pfefer MA. 2002. New Therapeutic Options in Congestive Heart Failure : Part I. Circulation; 105 : 2099-2106. 10. Ontoseno T. 1994. Pengalaman Kardilogi Intervensi pada bayi dan anak di RS Sutomo Surabaya. Dalam : Sastroasmoro S, Maddiyono B dan Putra ST. Penyunting. Pengenalan Dini dan Tata Laksana Penyakit Jantung Bawaan pada Neonatus. Pendidkan Keokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XXXII Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gaya Baru Jakarta.202212. GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 19

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

11. Ontoseno T. 1996. Pemeriksaan Klinis Kardiovaskular pada bayi dan anak. Dalam : Putra ST, Advani N dan Rahayoe A. Penyunting. Dasar-Dasar Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung pada Anak. Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia. Simposium Nasional Kardiologi Anak I Jakarta . hal. 49 – 62. 12. Ontoseno T. 1997. Defek Septum Atrium. Dalam : Putra ST dan Roebiono PS. Penyunting. Penyakit Jantung Pada Anak. Investigasi dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan dan Kegawatan Kardiovaskular. Simposium Nasional Kardiologi Anak II. Kursus Ekokardiografi Anak I. Jakarta. Hal:113 – 118. 13. Ontoseno T. 2002 A. Pengenalan dan Penatalaksanaan Dini Penyakit Jantung Bawaan pada Neonatus. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak. FK Unair-RSUD Dr Sutomo Surabaya. Hal: 81 – 100. 14. Ontoseno T. 2002 B. Konsep terbaru mengenai Gagal Jantung pada Anak. Dalam : Noer MS, Ismoedijanto dan Untario MC. Penyunting. Bunga Rampai Pediatri. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSUD DR Sutomo Surabaya. Hal : 122 – 142. 15. Ontoseno T.2004 . Diagnosis dan tatalaksana penyakit jantung bawan yang kritis pada neonatus. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak. FK Unair-RSUD Dr Sutomo Surabaya. Hal: 166- 184. 16. Richenbacher WE and Pierce WS. 2001. Treatment of Heart Failure : Assisted circulation. In. Braunwaald E, Zipes DP and Libby. Ed. Heart Disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine. WB Saunders Co. 6th.ed . 600 - 614

GAGAL JANTUNG KONGESTIF dan PENATALAKSANAANNYA pada ANAK

Halaman : 20

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF