March 19, 2018 | Author: Denanti Erika | Category: N/A
Sintesis Dihidro-1,3-benzoksazin Tersubstitusi [Denanti Erika] 10513002/K-02/kelompok 1 email :
[email protected]
Abstrak Senyawa dihidro-1,3-benzoksazin tersubstitusi adalah salah satu senyawa turunan benzoksazin yang dapat dibuat melalui tiga tahap percobaan ini. Pertama, kita mereaksikan 1-amino-4-metilbenzena dengan 2-hidroksibenzaldehid untuk mensintesis senyawa imina yang kemudian direduksi dengan menggunakan NaBH4 menjadi senyawa aminanya dan kemudian digunakan (CH 2O)n menghasilkan senyawa dihidro-1,3-benzoksazin. Untuk membuktikan terbentuknya senyawa dihidro-1,3benzoksazin adalah dengan menggunakan uji titik leleh, kromatografi lapis tipis (KLT) serta dengan menggunakan spektrum IR dan NMR. Kata Kunci: Dihidro-1,3-benzoksazin, sintesis, 1-amino-4-metilbenzena, 2-hidroksibenzaldehid.
Abstract The compound dihydro-1,3-benzoxazine is one benzoxazine derivative compounds that can be made through the three stages of this experiment. First, we react the 1-amino-4-methylbenzene with 2hydroxybenzaldehyde to synthesize the imine compound, then reduced the imine compound using NaBH4 into amine coumpound and then used (CH 2O)n yield compound dihydro-1.3-benzoxazine. For proving the formation of the compound dihydro-1,3-benzoxazine is to use melting point, thin layer chromatography (TLC) and by using IR and NMR spectra. Key word: Dihydro-1,3-benzoxazine, synthesis, 1-amino-4-methylbenzene, 2-hydroxybenzaldehyde.
1. PENDAHULUAN Senyawa turunan imina dan amina banyak digunakan sebagai prekursor pada sintesis senyawa organik lanjut. Karena kedua senyawa tersebut memiliki elektron bebas pada atom N. Senyawa turunan imina banyak terdapat pada reaksi biokimia, karena enzim sering menggunakan gugus -NH2 untuk bereaksi dengan aldehid atau keton. Senyawa benzoksazin telah lama diketahui memiliki sifat biologis aktif, sehingga banyak digunakan untuk bahan prekursor obat-obatan dan aplikasi di bidang agrokimia. Senyawa dihidro-1,3benzoksazin tersubstisusi adalah salah satu senyawa turunan benzoksazin yang dapat dibuat melalui tiga tahap sintesis pada percobaan ini. Semua produk yang diperoleh pada tahap I digunakan dalam reaksi pada tahap II, serta seluruh produk yang terbentuk dari reaksi tahap II digunakan dalam tahap III.
Gambar 1. Skema sintesis senyawa turunan dihidro-1,3-benzoksazin C
2. METODE PERCOBAAN Pada percobaan kali ini, sintesis senyawa dihidro1,3benzoksazin dibagi menjadi tiga tahap yaitu sintesis senyawa turunan imina A,reduksi senyawa imina A menjadi senyawa amina B dengan NaBH4, dan yang terakhir adalah sintesis senyawa turunan benzoksazin C dari amina B. Pada tahap pertama yaitu tahap sintesis senyawa turunan imina A direaksikan sebanyak 0,11 gram 1amino4
metilbenzena (ptoluidin) dengan 1,5 mL etanol didalam vial dengan ukuran 10 mL yang kemudian dimasukkan batang pengaduk magnet kecil (ukuran 1 cm). Lalu larutan dalam vial tersebut diaduk dan ditambahkan 0,125 gram 2hidroksibenzaldehid (salisilaldehid) ke dalam vial tersebut tetes demi tetes sambil terus diaduk. Setelah beberapa saat diaduk akan terbentuk endapan kuning yang merupakan senyawa imina A. Padatan kuning tersebut kemudian disaring dengan penyaringan vakum menggunakan corong Büchner, lalu dicuci dengan etanol dingin atau etanol yang telah didinginkan terlebih dahulu didalam penangas es. Padatan A kemudian ditimbang dan diambil sedikit untuk analisis KLT , uji titik leleh dan pengukuran spektroskopi (FTIR, UVVis, NMR, dan MS). Pada tahap kedua dilakukan reduksi senyawa imina A dengan menggunakan NaBH 4 menjadi senyawa amina B. Semua padatan A yang didapat pada tahap sebelumnya dimasukkan kedalam vial berukuran 10 mL yang telah berisi sekitar 1 mL etanol kemudian vial diletakkan didalam penangas es dan dimasukkan batang pengaduk magnet kecil. Penangas lalu diletakkan diatas pemanas listrik berpengaduk magnet, sebanyak 0,05 gram NaBH4 dimasukkan sedikit demi sedikit selama periode waktu 5 menit sambil diaduk dengan laju pengadukan yang cukup kuat hingga warna kuning menghilang atau memudar. Diperhatikan bahwa selama reaksi akan terbentuk gelembung gas. Setelah proses pembentukan gelembung selesai dan warna kuning menghilang atau memudar, padatn b disaring dengan penyaringan vakum menggunakan corong Büchner dan padatan dicuci dengan menggunakan etanol dingin. Padatan kemudian dibiarkan mengering di udara selama 5 menit sambil terus dilakukan penyaringan vakum. Kemudian padatan B ditimbang dan diambil sedikit untuk keperluan uji titik leleh, analisis KLT, dan pengukuran spektroskopi (IR, FTIR, NMR dan MS). Selanjutnya untuk sintesis senyawa benzoksazin C dari amina B diperlukan 0,021 gram parafornaldehid dalam sekitar 1,5 mL larutan KOH etanol di dalam vial ukuran 10 mL yang kemudian diaduk hingga semua padatan paraformaldehid terlarut. Padatan B ditambahkan ke dalam vial lalu diaduk dan dipanaskan pada suhu 70 °C selama 15 menit. Jika terjadi pengurangan volume larutan harus selalu ditambahkan etanol kedalam vial.
Setelah itu larutan dipekatkan dengan cara menguapkan etanol hingga volume larutan dalam vial menjadi sekitar 1 mL. Vial didinginkan secara perlahan hingga suhu kamar, lalu didinginkan dalam penangas es hingga terbentuk kristal benzoksazin. Padatan C kemudian disaring dengan penyaringan vakum menggunakan corong Büchner hingga kering. Lalu padatan C ditimbang dan diambil sedikit untuk analisis KLT, uji titik leleh, dan pengukuran spektroskopi (FTIR, UVVis, NMR dan MS). Untuk analisis KLT senyawa A, B, dan C, ketiga senyawa tersebut harus dilarutkan dengan diklorometana pada kaca arloji atau vial kecil. Kemudian masingmasing senyawa ditotolkan pada pelat KLY AluminiumSilika gel G60F254 berukuran 3x7 cm yang telah diberi tanda batas bawah sekitar 1 cm dari bagian dan 0,5 cm dari bagian atas pelat KLT. Sebelumnya, disiapkan wadah berisi larutan pengembang nheksanaetil asetat 1:1 yang telah dijenuhkan terlebih dahulu. Pelat KLT dimasukkan dalam wadah pengembang lalu ditutup dan dilakukan elusi hingga mencapai tanda batas atas pelat KLT. Pelat KLT dikeluarkan dan dikeringkan. Noda yang muncul lalu diamati dibawah sinar UV pada 254 nm. Untuk setiap noda yang muncul diberi tanda dan ditentukan Rfnya.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kromatografi lapis tipis selain digunakan sebagai metode analisis kualitatif (memisahkan komponen penyusun suatu senyawa dapat juga digunakan sebagai metode analisis kuantitatif yang dinyatakan dengan Rf (Retardation factor; Retention factor). Nilai Rf tiap komponen senyawa dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut:
Rf =
jarak tempuh sample jarak tempuh pelarut
Dibawah ini adalah hasil dari percobaan yang telah dilakukan
m b s
A B C
0,00102 mol 0,00102 mol -
0,00102 mol 0,00102 mol -
0,00102 mol 0,00102 mol
Massa imina A = mol x Mr = 0,00102 mol x 211 gram/mol = 0,216 gram Rendemen imina A Gambar 2. Hasil kromatografi lapis tipis
massa eksperimen x 100 massa teoritis
Dari data hasil percobaan dan persamaan di atas, nilai Rf masing-masing komponen dapat ditentukan, yaitu:
Rf A =
=
=
0,11 gram x 100 0,216 gram
2,5 = 0,714 3,5
= 50,93 %
Rf B =
2,3 = 0,657 3,5
Rf C =
2,5 = 0,735 3,4
Tahap II : Reduksi Senyawa Imina A menjadi senyawa Amina B dengan NaBH4 Karena pada tahap pertama senyawa imina A yang didapat hanya sebesar 0,11 gram maka :
Mol imina A Kromatografi adalah metode yang digunakan untuk pemisahan komponen dari suatu sampel dimana komponen akan terdistribusi antara dua fase diam dan fase gerak. Analisis dengan kromatografi dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun analisis kuantitatif. Berdasarkan mekanisme pemisahannya, kromatografi dapat dibedakan menjadi: Kromatografi adsorbsi Kromatografi partisi Kromatografi pasangan ion Kromatografi penukar ion Kromatografi eksklusi ukuran Selain itu, kromatografi dapat dibedakan berdasarkan media yang digunakan, yaitu: Kromatografi kertas Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi Gas Berikut ini adalah cara perhitungan untuk mendapatkan massa teoritis dari produk untuk berbagi taha pada percobaan kali ini : Tahap I : Sintesis Senyawa Turunan Imina A p-toluidin
+ salisilaldehid
→ imina A
=
massaimina A Mr
=
0,11 gram 211 gram/mol
= 0,00052 mol
m b s
Imina A 0,00052 mol 0,00052 mol -
Massa amina B
+
NaBH4 → 0,00066 mol 0,00052 mol 0,00014 mol
Amina B 0,00052 mol 0,00052 mol
= mol x Mr = 0,00052 mol x 213 gram/mol = 0,111 gram
Rendemen amina B
=
massa eksperimen x 100 massa teoritis =
0,0268 gram x 100 0,111 gram = 24,14 %
Tahap III : Sintesis Senyawa Benzoksazin C dari Amina B
Turunan
Karena pada tahap kedua senyawa amina B yang didapat hanya sebesar 0,0268 gram maka :
reaksi reduksi ini lebih berlangsung dengan optimal pada suhu yang rendah dibandingkan pada suhu ruang. Etanol diperlukan sebagai pelarut asam agar dapat diikat oleh BH2- sehingga BH3- lepas tergantikan dengan H+ dari etanol. Reaksi reduksi massa amina B ini menghasilkan padatan amina dengan rendemen Mol amina B = Mr sebesar 24,14 % yaitu 0,0268 gram dengan nilai Rf 0,657 dan titik leleh 114-116 °C. 0,0268 gram Tahap terakhir yang dilakukan adalah sintesis = 213 gram/mol senyawa turunan benzoksazin. Senyawa amina B yang telah didapat pada tehap sebelumnya = 0,000126 mol dicampur dengan paraformaldehid. Namun Amina B + paraformaldehid →benzoksazin C sebelumnya paraformaldehid dilarutkan terlebih m 0,000126 mol 0,000699 mol dahulu dalam KOH-etanol dimana etanol berfungsi b 0,000126 mol 0,000126 mol 0,000126 mol untuk memutuskan gugus polimer paraformaldehid s 0,000573 mol 0,000126 mol sehingga hanya tersisa OH-CH2-OH yang kemudian diprotonasi doleh gugus H+ dari etanol. Pada taha m. benzoksazin C= mol x Mr terakhir ini proses dilakukan pada suhu 70 °C = 0,000126 mol x 225 gram/mol karena ada proses pemutusan rantai = 0,0283 gram paraformaldehid sehingga dibutuhkan energi yang tinggi. Kelebihan penambahan zat terlarut dapat Proses sintesis dihidro-1,3-benzoksazin dibagi menyebabkan senyawa produk larut dan sulit menjadi tiga tahap, tahap pertama sintesis senyawa dipisahkan dari pelarut. Senyawa benzoksazin C turunan imina A, reduksi senyawa imina A menjadi didapatkan dalam jumlah yang sangat sedikit senyawa amina B dengan NaBH 4, lalu sintesis sehingga proses karakterisasi hanya dapat senyawa turunan benzoksazin C dari amina B. dilakukan dengan uji KLT. Penimbangan massa Tahap pertama sintesis senyawa turunan imina A serta pengujian titik leleh tidak dapat dilakukan yaitu mereaksikan p-toluidin dengan etanol. Fungsi karena selain produk yang sedikit terbentuk juga etanol dalam reaksi ini adalah untuk melarutkan pdikarenakan produk masih berbentuk cairannya. toluidin. Selanjutnya campuran tersebut Nilai Rf yang didapat adalah 0,735. Berikut ini ditambahkan salisilaldehid sambil diaduk dengan adalah hasil spektrum NMR untuk senyawa amina magnet stirrer. Produk yang dihasilkan adalah B: senyawa imina A yang berbentuk kristal berwarna kuning cerah. Setelah disaring, produk kemudian dicuci dengan etanol dingin. Pencucian dengan menggunakan etanol dingin dimaksudkan untuk menghindari adanya senyawa-senyawa lain selain produk yang tertinggal, selain itu untuk mencegah adanya produk yang ikut larut dan lolos pada saat penyaringan berlangsung. Massa senyawa imina A yang didapat adalah 0, 11 gram dengan nilai rendemen sebesar 50,93 % dan Rf produk adalah sebesar 0,714 serta titik leleh 90-92 °C. Proses pada tahap kedua adalah sintesis senyawa amina B. Reagen yang digunakan pada sintesis kali ini adalah senyawa turunan imina A yang telah didapat pada tahap sebelumnya. Kristal imina A kemudian dilarutkan dalam etanol Gambar 3. Spektrum NMR senyawa Amina B kemudian ditambahkan kedalamnya NaBH4. Penambahan NaBH4 berfungsi sebagai reagen yang Senyawa C tersebut tidak dapat dipastikan akan mereduksi imina A sehingga berubah menjadi murni senyawa benzoksazin atau bukan. Nilai Rf senyawa amina B. Reaksi ini dilakukan didalam senyawa C yang dekat dengan nilai Rf senyawa B penangas es atau dalam keadaan yang dingin karena menambah besar kemungkinan senyawa turunan
pada tahap terakhir memang belum tentu benzoksazin. Kesalahan fatal / kegagalan yang terjadi pada tahap terakhir ini adalah dikarenakan pada saat mengukur suhu larutan, termometer menyenggol vial yang menyebabkan sebagian larutan yang berada dalam vial tumpah di atas hotplate. Selain itu juga kesalahan disebabkan oleh penambahan pelarut yang terlalu banyak sehingga senyawa justru membentuk kompleks dengan pelarut dan ikatannya jadi tidak mudah putus. Hal lain yang mungkin terjadi adalah suhu pada saat pemanasan yang tidak tepat 70 °C yang mengakibatkan proses pembentukan yang kurang optimal.
Pada tahap awal saat pembentukan amina A, faktor kesalahan yang mungkin terjadi adalah penambahan salisilaldehid yang tidak dilakukan bertahap sesuai dengan rentang waktu yang diharuskan. Selain itu juga pada saat proses pencampuran toluidin dengan salisilaldehid yang tidak disertai proses pengadukan yang tepat. Berikut ini adalah mekanisme pembentukan senyawa dihidroksi-1,3-benzoksazin dari 1-amino4-metilbenzena dan 2-hidroksibenzaldehid serta senyawa antaranya yaitu senyawa imina A dan senyawa amina B.
Gambar 4. Mekanisme pembentukan senyawa dihidro-1,3-benzoksazin
4. KESIMPULAN Dari tahap pertama, didapat senyawa imina A sebanyak 0,11 gram dari massa teoritisnya 0,216 gram sehingga menghasilkan rendemen sebesar 50,93%. Selain itu juga senyawa imina A yang didapat mempunyai nilai Rf sebesar 0,714. Sedangkan dari tahap kedua didapat senyawa amina B seberat 0,0268 gram dari massa teoritisnya 0,111 gram sehingga menghasilkan rendemen sebesar 24,14% dengan nilai Rf sebesar 0,657. Dikarenakan senyawa benzoksazin yang didapat sangat sedikit dan masih dalam bentuk cairannya maka hanya
didapat nilai Rf beserta massa teoritisnya saja, yaitu Rf 0,735 dan massa teoritisnya 0,0283 gram.
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang karena kehendak-Nya lah laporan praktikum ini dapat terselesaikan. Terimakasih kepada orang tua penulis yang senantiasa memberikan dukungan moral kepada penulis selama pengerjaan laporan. Dan juga kepada dosen mata kuliah Senyawa Organik Polifungsi Dr. Deana Wahyuningrum yang telah membantu menjelaskan
mengenai mekanisme pada percobaan ini. Juga kepada ibu Alni sebagai pemimpin praktikum shift senin pagi yang telah memudahkan selama percobaan praktikum serta memberikan format template laporan yang memudahkan dalam pembuatan laporan ini. Dan juga kepada asisten praktikum yaitu kak Maulida Septiyana Arviani yang senantiasa membantu dalam pengerjaan praktikum modul 9 ini. Tidak lupa teman-teman kelompok 1 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang selalu membantu dan berdiskusi ketika ada beberapa hal yang penulis tidak mengerti. Dan tidak lupa pula untuk rekan-rekan di Kimia ITB 2013 yang telah banyak membantu dalam memberikan support serta do’anya. Dan
ucapan terimakasih untuk Ivan Kurniawan sebagai ketua angkatan yang telah menyebarkan template laporan praktikum ini, serta sebagai koordinator pengumpulan laporan.
DAFTAR PUSTAKA Sirota, A. (2009), The Competition Problems From The International Chemistry Olympiads, Volume 2, 21st – 40th ICHO (1989-2008), IUVENTA – ICHO International Information Center, Bratislava, Slovakia, ISBN 978-808072-092-6, p. 666-668. Wahyuningrum, Deana., Penuntun Praktikum Kimia Organik (KI-2251), Institut Teknologi Bandung, 2015.